BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki berbagai keinginan yang diharapkan dapat diwujudkan bersama-sama,

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. untuk kebahagiaan dirinya dan memikirkan wali untuk anaknya jika kelak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BABI PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang menyertai dalam

BAB I PENDAHULUAN. ). Sedangkan Semua agama ( yang diakui ) di Indonesia tidak ada yang. menganjurkan untuk menceraikan istri atau suami kita.

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

KECEMASAN PADA WANITA YANG HENDAK MENIKAH KEMBALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat perceraian di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

PENYESUAIAN PERKAWINAN PADA JANDA YANG MENIKAH LAGI DI KALANGAN ETNIS ARAB

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara luas bagi seorang anak.

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dijalaninya. Dalam memenuhi kodratnya untuk menikah, manusia

2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan bagi masyarakat merupakan salah satu tahap penting

KEBAHAGIAAN PADA SINGLE MOTHER. Disusun oleh: Ratih Permata Putri Fakultas Psikologi 2016 Pembimbing: Warda Lisa, M.Psi., Psi.

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. sepasang suami istri namun juga keinginan setiap anak di dunia ini, tidak seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing untuk menjalani hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MASA PERNIKAHAN AWAL

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. individu. Keluarga merupakan pondasi terbentuknya pribadi yang sehat baik secara

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. tugas perkembangannya (Havighurst dalam Hurlock, 1996). dalam Hurlock, 1996). Di masa senjanya, lansia akan mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

DRAF WAWANCARA. Jumlah Anak. 4. Apakah suami anda memperkenalkan istri mudanya kepada keluarga anda?

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

Bab I Pendahuluan. adalah memiliki keturunan. Namun tidak semua pasangan suami istri dengan mudah

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. rumah, mengurus, mendidik, dan mengasuh anak.

PENDAHULUAN Latar Belakang

2016 HUBUNGAN ANTARA FAMILY RESILIENCE DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PNS WANITA DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. salah satunya adalah kecelakaan. Ada berbagai jenis kecelakaan yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang paling mutlak dimiliki oleh semua orang.

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam perkembangan hidup manusia selalu dimulai dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan impian setiap manusia, sebab perkawinan dapat membuat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No.1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pada setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya masyarakat, tanggung jawab penjagaan, perawatan, dan pengasuhan anak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan pada Remaja yang dibesarkan oleh OrangTua Tunggal

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dan

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memiliki sebuah pernikahan yang bahagia dan harmonis merupakan impian setiap pasangan suami dan istri. Perlu juga disadari bahwa sebuah pernikahan tidak terlepas dari adanya konflik yang akan terjadi di dalamnya. Konflik merupakan masalah yang terjadi di dalam rumah tangga dan berpotensi menyebabkan ketidakbahagiaan dalam sebuah perkawinan. Jenis-jenis masalah yang dihadapi dalam rumah tangga pun berbeda-beda, seperti masalah ekonomi, masalah keturunan, masalah budaya, masalah seksualitas, kekerasan dalam rumah tangga, masalah perselingkuhan, dan masalah lainnya. Jika konflik atau masalah-masalah tersebut tidak lagi dapat dibicarakan untuk dicari solusi oleh setiap pasangan suami istri, tidak lagi adanya kepercayaan antar suami istri, tidak lagi merasakan kenyamanan dalam menjalankan kehidupan berumah tangga, maka jalan berpisah atau perceraian merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Penjelasan tersebut sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Hurlock mengemukakan pendapatnya bahwa perceraian merupakan akhir dari penyesuaian perkawinan yang buruk, dan terjadi bila antara suami dan istri sudah tidak mampu lagi mencari cara penyesuaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak (dalam Kartika, n.d., Electronic Refferences, Resiliensi Pada Single Mother Pasca Perceraian, para. 2). Perceraian tidak hanya sebagai cara untuk menyelesaikan ketidaksesuaian dalam berumah tangga, namun ternyata perceraian dapat memberikan dampak negatif tidak hanya pada anak tetapi juga berdampak pada orang yang menjalani perceraian. Bagi individu yang melakukan perceraian, terutama wanita akan cenderung memperoleh dampak yang biasanya lebih besar dari pada dampak yang disebabkan oleh perpisahan karena kematian pasangan. Individu yang bercerai akan merasakan efek traumatik yang akan mereka rasakan sebelum dan sesudah perceraian, sehingga timbul rasa sakit dan tekanan emosional. Bukan hanya itu bagi sebagian individu kehidupan yang dijalani pasca perceraian akan dirasa berat 1

karena mereka diharapkan dapat menjadi ibu dan ayah yang baik bagi anak-anaknya (Dwiyani, 2009). Dengan kasus perceraian yang dialami dan peran sebagai single parent membuat informan dipandang buruk oleh orang lain. Para informan mengalami permasalahan dalam peran dirinya mengasuh anak tanpa seorang pasangan dan beban khusus secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Seperti yang dikutip dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti Pada informan H, pada tanggal 31 Januari 2018: dulu setelah tante berpisah sama mantan, banyak banget masalah-masalah..ee..karena dari dulu awal menikah, tante kan memang Cuma ibu rumah tangga, semua tergantung sama suami waktu itu. Jadi tante kaget, bingung, harus cari uang buat biaya hidup, cari kerja gimana caranya, mau buka usaha ga ada modal. Tante dulu pisah karena mantan selingkuh, rumah dijual, tante sama anak-anak ditinggal pergi gitu aja, tanpa ditinggali uang yang cukup, tante sama anak-anak dikontrakkan rumah yang lebih kecil. Sangking beratnya beban pikiran tante, badan langsung kurus, 4 bulan awal turun hampir 17 kilo. Kalau sekarang sih yang penting gimana caranya bisa sehat tante sama anak nya tante, ga mikir langsing... kurus... Hahaa... Hasil wawancara terhadap informan W pada tanggal 23 Januari 2018: Secara finansial memang cari sendiri. Selain itu kita selalu dianggap sebelah mata sama orang, dihina, dicaci ehmm..(batuk) ee.. yawes pokoknya dicibir lah. Dari hasil wawancara diketahui bahwa kedua informan mengalami berbagai permasalahan pasca mengalami perceraian dengan mantan suami. Informan mau tidak mau harus bekerja sendiri demi pemenuhan kebutuhan secara finansial, dimana pada kehidupan sebelum bercerai, mereka mengandalkan penghasilan dari suami. 2

Selain itu juga dengan status diri sebagai seorang janda cerai, informan dipandang negatif dari lingkungan sosial. Beratnya beban yang dirasakan pasca bercerai dapat terlihat secara fisik, yakni penurunan berat badan yang sangat drastis pada diri informan. Dalam sebuah keluarga dimana hanya seorang ibu yang berperan sebagai orangtua tanpa adanya dukungan figur laki-laki yang berperan sebagai ayah, baik karena perceraian ataupun perpisahan karena kematian suami disebut sebagai wanita yang berperan sebagai seorang single mother. Wanita yang memilih untuk berperan sebagai seorang single mother setelah mengalami perceraian dengan suami, ada yang bisa mengatasi berbagai tantangan dalam hidup dengan merubah persoalan menjadi energi positif dan tetap dapat menjalankan kehidupan sehari-hari dengan sehat. Akan tetapi ada pula wanita yang berperan sebagai seorang single mother yang gagal bertahan dan pulih dari situasi negatif sehingga mereka tidak bisa keluar dari situasi yang tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan karena kehidupan manusia tidak akan terlepas dari tantangan, permasalahan dan cobaan hidup. Kemampuan untuk bertahan dalam menghadapi cobaan serta mempertahankan kehidupan yang baik dan seimbang setelah ditimpa kemalangan atau setelah mengalami tekanan yang berat dikenal dengan istilah resiliensi (Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 2014: 242). Dengan semua permasalahan yang kompleks, ternyata informan H dan W memiliki indikasi mengalami titik balik dalam hidupnya. Mereka mampu menyesuaikan diri dengan masalahnya dan berhasil keluar dari situasi sulit tersebut sehingga mampu menjalani hidup secara normal kembali menurut mereka. Berikut adalah petikan wawancara yang dapat memberikan gambaran sikap bertahan dalam kehidupannya pasca bercerai dan menjadi single mother pada informan H: Ya kalau tante terus terang kekuataanya, dulu tante pernah patah semangat, tapi akhirnya tante mikir sendiri juga tante masih punya anak, terus motivasi juga ada dari saudara. Yaa mana yang ngasih motivasi yang baik tante ambil, ya itu jadi tante sekarang masih bertahan sama anak tante. Karena 3

4 tante masih punya anak kurang satu yang harus tante hidupi, harus tante biayai sekolah, itu tante berharap tante akan mendapatkan pekerjaan tetap untuk tante bisa hidup dengan anak tante yang kecil ini. Berikut adalah petikan wawancara yang dapat memberikan gambaran sikap mampu bertahan dan bisa menjadikan hidup kembali normal pada informan W pasca bercerai dan menjadi single mother: secara emosi ya...kita sudah ketemu bahagia mbak, dalam arti kita gak ada mm..suudzon..atau kita nggak punya ee apa ini kuatir..selama single parent ini kita sudah nemuin bahagia. Bahagia hak yaa yang kita rasain sekarang, tapi secara finansial memang kita cari sendiri ee karena hidup itu kan pilihan ya..kalau kita bertahan dengan pasangan, tapi hati tersakit, tapi kalau kita sudah memutuskan untuk hidup sendiri, ya semuanya harus kita sendiri, gitu. Kita sudah dikasih Tuhan semuanya..tinggal kita nya aja yang bagaimana..memotivasi diri kita sendiri aja, hidup kita mau dibawa terbaik atau yang terjelek, jadi kalau niat kita yang terbaik, dengan sendirinya Tuhan akan kasih kita yang baik, itu pasti mbak! Tapi selagi kita punya ee..apa ya??memotivasi diri kita untuk kuat, go ahead aja mbak, don t care about the other. Jadi jangan pernah ee..selagi kita ngak nyakitin orang loh ya?jadi...kitaa.. harus fight untuk diri sendiri, kita harus bisa menguatkan diri sendiri. Yang penting bagaimana kita bisa membahagia diri kita sendiri sama orang lain, gitu aja..apa yang kita punya, nggak pikiran, waktu, tenaga, apa yang kita punya kita pergunakan.. Dari petikan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa informan memiliki indikasi mengalami perubahan ke arah yang lebih positif dalam hidupnya setelah mengalami perceraian. Hanya saja, hal itu masih belum cukup jelas dan perlu diteliti lebih dalam.

Menurut Reivich K. dan Shatte A. yang dituangkan dalam bukunya The Resiliency Factor menjelaskan resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Bertahan dalam keadaan tertekan, dan bahkan berhadapan dengan kesengsaraan (adversity) atau trauma yang dialami dalam kehidupannya. Lebih lanjut Reivich dan Shatte menyatakan bahwa resiliensi merupakan mind-set yang memungkinkan manusia mencari berbagai pengalaman dan memandang hidupnya sebagai suatu kegiatan yang sedang berjalan. Resiliensi menciptakan dan mempertahankan sikap positif dari individu yang mengalami kejadian traumatik. Resiliensi memberikan rasa percaya diri untuk mengambil tanggung jawab baru dalam menjalani sebuah pekerjaan, tidak mundur dalam menghadapi seseorang yang ingin dikenal, mencari pengalaman yang akan memberikan tantangan untuk mempelajari tentang diri sendiri dan berhubungan lebih dalam lagi dengan orang lain atau orang yang ada di sekitar kita, (Reivich K. & Shatte A., 2002) Dalam buku The Resiliency Advantage memaparkan bahwa yang dimaksud dengan resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dengan baik perubahan hidup pada level yang tinggi, menjaga kesehatan dibawah kondisi penuh tekanan, bangkit dari keterpurukan, mengatasi kemalangan, merubah cara hidup ketika cara lama dirasa tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada, dan menghadapi permasalahan tanpa melakukan kekerasan (Siebert, 2005). Istilah resiliensi diformulasikan oleh Block (dalam Klohnen, 1996) dengan nama ego-resilience, yang diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa resiliensi merupakan kemampuan individu untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap masalah yang terjadi dalam kehidupan. Dan juga merupakan pola pikir individu yang memungkinkan manusia mencari berbagai pengalaman dan memandang hidup sebagai suatu kegiatan yang tengah berjalan. 5

Berdasarkan teori resiliensi yang didapat yakni sikap yang bisa memberikan rasa percaya diri sehingga bisa menciptakan dan mempertahankan sikap positif dari individu, dan juga hasil wawancara langsung terhadap 2 informan wanita yang berperan sebagai ibu tunggal menyebabkan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kemampuan resiliensi pada wanita yang mengalami perceraian dan berperan sebagai single mother secara lebih mendalam, agar hal-hal positif dari kemampuan resiliensi dapat diaplikasikan dalam kehidupan setiap wanita yang bercerai dan mengharuskan dirinya berperan sebagai ibu tunggal dalam mengasuh dan membesarkan anak. Agar anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang orang tuanya bercerai bisa mendapatkan pengasuhan dan pendidikan dari seorang ibu yang penuh dengan sikap optimis, percaya diri, tidak mudah putus asa, dan penuh dengan sikap-sikap dan cara berpikir yang positif, yang tentunya sangat berpengaruh terhadap pola pikir anak sendiri. 1.2. Fokus Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah gambaran kemampuan resiliensi dari para wanita yang berstatus janda cerai dan berperan sebagai ibu tunggal. Resiliensi yakni kemampuan untuk merespon secara sehat pada saat menghadapi kesulitan atau peristiwa yang memberikan efek traumatis dalam hidupnya. Dalam penelitian ini, peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa perceraian sehingga ibu berperan sebagai orangtua tunggal untuk menjadikan kehidupannya kembali berjalan normal atau bahkan lebih baik setelah bercerai. 6

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah gambaran kemampuan resiliensi yang ditunjukan oleh para wanita yang mengalami perceraian dan berperan sebagai single mother. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat menyumbangkan data untuk melengkapi khasanah psikologi klinis, khusus nya terkait dengan hal-hal berikut ini, yaitu : a. Penelitian ini menyumbangkan data terkait dengan sikap resiliensi pada wanita yang mengalami perceraian dan berperan sebagai single parent. Data ini dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan mengenai topik resiliensi wanita bercerai dan berperan sebagai ibu tunggal. b. Penelitian ini menyumbangkan data untuk memperkuat penelitian-penelitian sebelumnya terkait dengan sikap resiliensi pada wanita yang mengalami perceraian dan berperan sebagai single parent. 7

1.4.2. Manfaat Praktis a. Bagi Informan Manfaat yang diperoleh informan adalah memberikan informasi mengenai gambaran sikap resiliensi pada wanita yang mengalami perceraian dan berperan sebagai single parent. Dengan demikian, informan dapat mengembangkan kualitas diri dan hidup yang dimilikinya dan mengambil hal-hal positif dalam kehidupannya. b. Bagi Masyarakat Manfaat yang diberikan kepada masyarakat adalah, dapat memberikan gambaran perjuangan dari para wanita yang bercerai dan harus mengasuh anaknya seorang diri. Agar para wanita yang berstatus janda tidak lagi mendapat pandangan atau stigma yang negatif dari warga masyarakat. c. Bagi Pemerintah dalam lingkup kecil. Para jajaran pejabat Rukun Tetangga yang memiliki warga yang berstatus janda cerai dan berperan sebagai ibu tunggal, bisa memberikan himbauan kepada warganya untuk lebih menghargai para wanita berstatus janda dan berperan sebagai ibu tunggal, dengan tidak mencemooh dan memberikan penilaian negatif terhadap para wanita janda cerai. Agar para wanita yang berstatus janda bisa lebih merasa dihargai dan bisa menunjukkan perilaku yang positif ketika mengasuh anak. 8