BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB I PENDAHULUAN. Demam mungkin merupakan tanda utama penyakit yang paling tua dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

santalin, angolensin, pterocarpin, pterostilben homopterocarpin, prunetin (prunusetin), formonoetin, isoquiritigenin, p-hydroxyhydratropic acid,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang

molekul yang kecil (< 500 Dalton), dan tidak menyebabkan iritasi kulit pada pemakaian topikal (Garala et al, 2009; Ansel, 1990).

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 5 HASIL PENELITIAN

30,90%; heksil format 4,78%; derivat monoterpen teroksigenasi (borneol 0,03% dan kamfer hidrat 0,83%); serta monoterpen hidrokarbon (kamfen 0,04%,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

hepatotoksisitas bila digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama atau tidak sesuai aturan, misalnya asetosal dan paracetamol

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006).

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

I. PENDAHULUAN. memiliki aktifitas penghambat radang dengan mekanisme kerja

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada abad ke-21, Diabetes Melitus menjadi salah satu ancaman utama bagi

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

sehingga mebutuhkan frekuensi pemberian dosis yang cukup tinggi. Penelitian sebelumnya oleh Chien (1989) mengenai perbandingan antara nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. telah sangat berkembang, salah satunya adalah sediaan transdermal. Dimana sediaan

BAB 1 PENDAHULUAN. laesa. 5 Pada kasus perawatan pulpa vital yang memerlukan medikamen intrakanal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat. Kejadian ulkus lambung berkisar antara 5% - 10% dari total populasi

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada

UJI EFEK ANTIPIRETIK EKSTRAK ETANOL DAUN PRASMAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kekayaan Indonesia akan keanekaragaman hayati. memampukan pengobatan herbal tradisional berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengobatan dan pendayagunaan obat tradisional merupakan program pelayanan

BAB I PENDAHULUAN 1. I. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. normal (Nagori and Solanki, 2011). Berdasarkan sifatnya luka dibagi menjadi 2,

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

BAB I PENDAHULUAN. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yan memiliki rasa

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

Rute Pemberian Obat. Indah Solihah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

SKRIPSI. EFEK EKSTRAK BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum L.) TERHADAP PERUBAHAN SUHU TUBUH PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG MENGALAMI DEMAM

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pyrexia atau demam merupakan dampak sekunder dari infeksi atau penyakit lainnya. Biasanya, jaringan yang terinfeksi atau jaringan yang rusak memulai pembentukan mediator proinflamasi sitokin seperti: interleukin 1, interleukin 6 dan TNF-α yang meningkatkan sintesis prostaglandin E2 (PgE2) di dekat daerah hipotalamus yang kemudian memicu hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh (Afsar et al., 2012). Obat yang biasa digunakan untuk menurunkan demam adalah obat golongan NSAID yang paling umum yaitu parasetamol. Mekanisme kerja obat golongan ini dengan cara menghambat sistem biosintesis prostagladin (PG) yang menyebabkan demam. Meskipun relatif aman, parasetamol dan obat golongan NSAID lainnya tetap memiliki efek samping berupa hepatotoksisitas (terutama pada pasien lanjut usia), induksi tukak lambung, tukak duodenum yang kadang disertai anemia karena pendarahan pada saluran cerna, serta gangguan ginjal. Karena efek samping yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan golongan NSAID maka pada penelitian ini digunakan bahan aktif berupa ekstrak dari bahan alam yaitu bawang merah yang relatif lebih aman daripada parasetamol dan golongan NSAID lainnya (Wilmana dan Gan, 2012). Pengobatan tradisional di Indonesia sudah di kenal masyarakat jauh sebelum pelayanan kesehatan dengan menggunakan obat-obatan modern. Indonesia memiliki beberapa spesies tanaman yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit dan beberapa khasiat lainnya yang berguna bagi kesehatan manusia. Tanaman yang berkhasiat sebagai obat memiliki efek samping yang relatif kecil 1

dibandingkan dengan obat kimia (Kalay, Bodhi dan Yamlean, 2014). Bawang merah adalah salah satu rempah multi guna yang didayagunakan sebagai bahan bumbu dapur sehari - hari dan penyedap berbagai masakan. Kegunaan lain dari umbi bawang merah adalah sebagai obat tradisional untuk pelayanan kesehatan masyarakat. Senyawa fitokimia yang terdapat dalam bawang merah salah satunya adalah flavanoid. Senyawa flavonoid telah dikenal memiliki efek antiinflamasi, analgesik dan juga memiliki efek antipiretik yang bekerja sebagai inhibitor (menghambat pembentukan) enzim cyclooxygenase (COX) yang berfungsi untuk memacu pembentukan PG yang berperan dalam proses inflamasi dan peningkatan suhu tubuh. Apabila PG tidak dihambat maka terjadi peningkatan suhu tubuh yang akan mengakibatkan demam (Riyady dkk., 2016). Patch yang merupakan sistem penghantaran obat transdermal yang dapat memberikan banyak keunggulan dibandingkan rute oral yaitu dapat meningkatkan kepatuhan pasien, mudah digunakan, langsung masuk ke dalam pembuluh darah, mudah dilepas dari kulit, dan menghindari yang jalur lintas pertama metabolisme. Hal ini dapat menjadi alternatif pilihan untuk menghindari efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan obatobatan antipiretik golongan NSAID (John and Kumar, 2014). Untuk membuat sediaan patch diperlukan polimer yang berfungsi sebagai matriks untuk membantu penetrasi obat ke sirkulasi sistemik. Salah satu polimer yang dapat digunakan adalah polimer alami chitosan diyakini sebagai biomaterial yang menjanjikan dalam biodegradabilitas dan biokompatibilitas serta memiliki tingkat toksisitas yang relatif rendah. Chitosan adalah kopolimer dari N-asetil D-glukosamin dan D-glukosamin. Modifikasi kimia biasanya dilakukan untuk memperbaiki kelarutan air dan bioaktif dari polimer tersebut karena chitosan merupakan bahan yang sukar larut dalam air. Untuk meningkatkan kelarutan air maka dilakukan sintesis 2

pada banyak turunan chitosan seperti carboxymethyl chitosan yang lebih baik dalam hal kelarutan dan ketahanan kelembabannya dari pada chitosan. Banyak turunan chitosan yang telah ditemukan juga memiliki aktivitas antibakteri seperti misalnya hidroksipropil chitosan (Hermant and Shivakumar, 2010). Selain matriks bahan lain yang diperlukan dalam formulasi sediaan topikal patch adalah penetration enhancer yang merupakan zat untuk memfasilitasi penetrasi melalui kulit dengan cara mengurangi permeabilitas kulit agar obat dapat berpenetrasi hingga menembus lapisan stratum korneum menuju ke lokasi target. Enhancer yang digunakan sebaiknya tidak memiliki efek farmakologi, tidak toksik, tidak menyebabkan iritasi atau alergi, bekerja cepat, dan tidak berwarna. Salah satu bahan yang dapat digunakan adalah Tween-80. Tween-80 adalah surfaktan nonionik yang bersifat sebagai penambah penetrasi kulit dan meningkatkan penetrasi ke dalam kulit dengan cara meningkatkan fluiditas lipid epidermis, mengekstraksi dan melarutkan komponen lemak. Selain itu mekanisme tambahan untuk peningkatan penetrasi kulit oleh Tween-80 adalah berpenetrasi melalui jalur interseluler pada kulit yang diikuti oleh pengikatan dan interaksi dengan filamen keratin sehingga dapat menyebabkan gangguan pada korneosit yang merupakan sel penyusun dari stratum korneum (Pandey et al., 2014). Selain pembuatan sediaan patch maka hal selanjutnya yang akan dilakukan adalah pengujian hasil sediaan yang telah dibuat untuk mengetahui efek antipiretik yang dihasilkan dari sediaan tersebut. Pengujian dilakukan dengan cara mengamati suhu tubuh tikus putih pada saat sebelum dan sesudah diinduksi demam dengan menggunakan vaksin DPT. Vaksin DPT merupakan hasil dari kombinasi antara difteri dan toksin tetanus yang telah digabungkan dengan antigen pertusis sejak 1940-an. Baru-baru ini, 3

kombinasi DPT telah digunakan sebagai dasar pengembangan kombinasi vaksin yang mengandung antigen vaksin tambahan yang ditambahkan secara tunggal atau kombinasi seperti Haemophilus influenzae tipe b, hepatitis B dan poliovirus yang tidak aktif, yang memungkinkan beberapa antigen vaksin diberikan melalui satu suntikan. Salah satu efek samping dari pemberian vaksin DPT ini adalah demam maka dari itu vaksin DPT ini dipilih sebagai penginduksi demam dalam penelitian ini (WHO, 2014). Monosit merupakan salah satu dari sel darah putih yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh utama bersama dengan neutrofil. Setelah tikus putih diinduksi dengan vaksin DPT dan mengalami demam maka secara otomatis sistem pertahanan tubuh atau imunitas dari tikus putih tersebut akan meningkat. Monosit melakukan sistem pertahanan tubuh dengan cara memfagositosis zat-zat asing yang masuk ke dalam tubuh, namun sebelum itu monosit harus mengalami proses pematangan terlebih dahulu. Monosit dibentuk di dalam sumsum tulang kemudian akan masuk ke dalam sirkulasi darah dalam bentuk imatur dan mengalami proses pematangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan. Monosit hanya akan aktif dan mengalami pematangan ketika ada zat asing masuk ke dalam dan menyerang tubuh. karena itulah selain suhu parameter lainnya yang akan diukur adalah peningkatan jumlah monosit pada tikus putih (Gordon and Taylor, 2005). Hal ini merupakan latar belakang dari peneliti untuk menguji efek antipiretik ekstrak etanol bawang merah pada tikus putih yang telah diinduksi dengan vaksin DPT dan pengaruhnya terhadap peningkatan jumlah monosit dalam darah pada tikus putih. 4

1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah apakah patch ekstrak etanol bawang merah (Allium ascalonicum L.) dengan matriks chitosan dan enhancer Tween-80 dapat mempengaruhi kadar jumlah monosit dan menurunkan temperatur suhu tubuh pada tikus putih yang telah diinduksi oleh vaksin DPT?. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis efek antipiretik dari patch ekstrak etanol bawang merah (Allium ascalonicum L.) dengan menggunakan matriks chitosan dan enhancer Tween- 80 terhadap penurunan temperatur tubuh dan jumlah monosit pada tikus putih. 1.4 Hipotesa Penelitian Hipotesa awal dari penelitian ini adalah patch ektrak etanol bawang merah memiliki efek antipiretik yang dapat menurunkan suhu tubuh dan mempengaruhi kadar jumlah monosit pada tikus putih yang telah diinduksi oleh vaksin DPT. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah 1. Memberikan wawasan kepada masyarakat tentang khasiat antipiretik dari bawang merah. 2. Mengembangkan ilmu formulasi sediaan patch antipiretik untuk menghindari terjadinya first pass effect pada penggunaan oral. 3. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam pemakaian obat. 5