2015 EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK SELF-INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PESERTA DIDIK

dokumen-dokumen yang mirip
KEEFEKTIFAN KONSELING KELOMPOK CBT UNTUK MENINGKATKAN KEMANTAPAN PEMILIHAN KARIR PESERTA DIDIK KELAS XI UPTD SMA NEGERI 1 TANJUNGANOM SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

2015 EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK JOHARI WINDOW UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN DIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDUHULUAN. masa depan bangsa, seperti tercantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meina Fitri Riani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

Pengaruh kepramukaan dan bimbingan orang tua terhadap kepribadian siswa kelas I SMK Negeri 3 Surakarta tahun ajaran 2005/2006. Oleh : Rini Rahmawati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang, sehingga setiap siswa memerlukan orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yaitu SD, SMP, SMA/SMK serta Perguruan Tinggi. Siswa SMP merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. maupun warga di luar sekolah yaitu orang tua, akademisi, dan pihak pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sebagai usaha mengoptimalkan potensi-potensi luar biasa anak yang bisa

2013 PROGRAM BIMBINGAN KARIR BERDASARKAN PROFIL PEMBUATAN KEPUTUSAN KARIR SISWA

BAB I PENDAHULUAN. keluarga maupun masyarakat dalam suatu bangsa. Pendidikan bisa. dikatakan gagal dan menuai kecaman jika manusia - manusia yang

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan nilai-nilai masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan sudah ada. mengantarkan manusia menuju kesempurnaan dan kebaikan.

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. potensi kreatif dan tanggung jawab kehidupan, termasuk tujuan pribadinya. 1

2014 EFEKTIVITAS KONSELING TEMAN SEBAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA

2016 HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PRESTASI BELAJAR

2016 ANALISIS POLA MORAL SISWA SD,SMP,SMA,D AN UNIVERSITAS MENGENAI ISU SAINS GUNUNG MELETUS D ENGAN TES D ILEMA MORAL

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan adalah kata yang senantiasa diinginkan oleh semua orang.

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah satu-satunya cara untuk menciptakan sumber daya manusia

I. PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa. Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan menceerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memiliki peran strategis dalam

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kunci utama dalam terlaksananya

2015 PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI BERDASARKAN PROFIL

, 2014 Program Bimbingan Belajar Untuk Meningkatkan Kebiasaan Belajar Siswa Underachiever Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri Cidadap I Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebut dengan tata tertib. Siswa dituntut untuk menaati tata tertib sekolah di

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai macam metode pengajaran. Dalam Undangundang. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 tentang

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

2015 KONTRIBUSI PROGRAM PEMBINAAN KESISWAAN TERHADAP PEMENUHAN STANDAR KOMPETENSI LULUSAN DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 1 CIMAHI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang

BAB I PENDAHULUAN. ketekunan dan keteladanan baik dari pendidik maupun peserta didik.

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. membangun banyak ditentukan oleh kemajuan pendidikan. secara alamiah melalui pemaknaan individu terhadap pengalaman-pengalamannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku yang baik. Pada dasarnya pendidikan merupakan proses untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembelajaran, antara lain adalah powerpoint dan internet. Kemajuan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DALAM MENAATI TATA TERTIB SEKOLAH.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensinya. Hal ini didasarkan pada UU RI No 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen) yang berbunyi Setiap

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa dan diperlukan guna meningkatkan mutu bangsa secara

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sosial budaya dimana individu tersebut hidup.

M PENGARUH MEDIA VIDEO DOKUMENTASI UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI MEMBUAT TOPENG DALAM PEMBELAJARAN SENI RUPA.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. institusi pendidikan melalui tujuan institusional. Tujuan institusional ini

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap negara di dunia telah memasuki awal era globalisasi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. konsepsi sampai dengan akhir hayat. Selama rentang waktu itu sterjadi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja berlangsung proses-proses perubahan secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Kostianissa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas yaitu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu sektor yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa remaja atau adolescence berasal dari latin adolescere yang berarti tumbuh. Hurlock (1980, hlm. 206) beranggapan bahwa istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Sejalan dengan pendapat Hurlock, Santrock (2003, hlm. 26), mengartikan masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dengan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Peserta didik sekolah menengah pertama (SMP) dilihat dari usia kronologisnya, berusia 11-15 tahun yang dikategorikan ke dalam usia remaja. Berdasarkan rentang usianya, Hurlock (1980, hlm. 206) membagi masa remaja menjadi dua periode yaitu: (1) remaja awal berlangsung kira-kira dari 13-17 tahun dan (2) remaja akhir 17-21 tahun. Berbeda halnya dengan Hurlock, Santrok (2003, hlm. 31) menganggap dalam sebagian besar budaya, remaja awal dimulai dari usia 10-13 tahun dan berakhir kira-kira usia 18-22 tahun. Remaja adalah bagian dari perjalanan hidup individu. Setiap fase perkembangan memiliki ciri dan keunikannya masing-masing, begitu juga pada fase remaja. Pada masa remaja individu mengalami perkembangan fisik yang cepat disertai dengan perkembangan mental yang cepat pula. Konsekuensi dari masa transisi tersebut adalah masa remaja rentan dengan guncangan dan kebingungan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak-anak namun belum dapat dikatakan sebagai orang dewasa. Ketidakjelasan status ini, membuat remaja perlu menyesuaikan diri dengan membentuk mental, sikap, nilai, dan minat yang baru. Menurut Yusuf (2001, hlm. 201) masa remaja merupakan saat berkembangnya identity (jati diri). Perkembangan identity merupakan isu sentral pada masa remaja yang memberikan dasar bagi masa remaja Yusuf (2001, hlm. 71) bahkan mengatakan apabila remaja gagal dalam mengembangkan rasa identitasnya, maka remaja akan kehilangan arah, bagaikan kapal yang kehilangan

2 kompas. Yusuf lebih lanjut menjelaskan dampak dari kehilangan arah tersebut remaja mungkin akan mengembangkan perilaku yang menyimpang (delinquent), melakukan kriminalitas, atau menutup diri (mengisolasi diri) dari masyarakat. Dalam perkembangan identity ini, remaja sangat dipengaruhi oleh konsep diri mereka. Konsep diri menurut Shavelson & Bolus (1981, hlm. 1), didefinisikan secara luas, sebagai persepsi individu tentang dirinya sendiri. Menurut Hurlock (1980, hlm. 132), adalah inti dari pola kepribadian. Dengan kata lain, konsep diri individu akan mempengaruhi individu dalam berperilaku dan bertindak. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Burns (1993, hlm. 72) yang mengatakan bahwa konsep diri akan mempengaruhi cara individu dalam bertingkah laku di tengah masyarakat. Serupa dengan pernyataan Burns, Desmita (2012, hlm. 169) mengatakan bahwa konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkah laku individu. Desmita menjelaskan bahwa bagaimana individu memandang dirinya akan tercermin dari keseluruhan perilakunya. Menurut Brooks (dalam Rahkmat, 2000, hlm. 105) dalam menilai dirinya individu ada yang menilai positif dan ada pula yang menilai negatif. Artinya individu ada yang memiliki konsep diri positif dan ada pula yang memiliki konsep diri negatif. Perilaku individu akan selaras dengan cara dia memandang dirinya sendiri. Artinya konsep diri baik positif maupun negatif, akan sangat menentukan perilaku yang ditampilkan individu. Apabila individu merasa dirinya tidak mampu dalam pekerjaan tertentu, maka keseluruhan perilakunya akan menunjukkan bahwa dia tidak mampu. Apabila perilaku tersebut terus-menerus dilakukan individu, maka akan terbentuklah sifat yang negatif dan apabila sifat-sifat negatif itu terus dilakukan berulang-ulang maka akan terbentuklah karakter yang negatip pula. Dengan demikian konsep diri yang positif sangat dibutuhkan dalam membentuk karakter peserta didik positif. Individu dengan konsep diri positif akan membentuk karakter yang positif atau unggul yaitu menjadi seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran,

3 emosi dan motivasinya (perasaannya). Pembentukan konsep diri positif bagi peserta didik merupakan wujud nyata dari upaya dalam melaksanakan pendidikan karakter. Karena pendidikan karakter merupakan suatu keharusan yang telah diatur dalam undang-undang, yaitu dalam UU No 20 Tahun 2003 (KEMENAG, 2003) Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan demikian pembentukan konsep diri positif bagi peserta didik merupakan suatu keharusan untuk melaksanakan fungsi pendidikan nasional. Namun pada kenyataannya masih terdapat remaja yang memiliki konsep diri yang rendah. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian pada peserta didik kelas VII SMP Negeri 10 Bandung tahun ajaran 2014/2015 yang menunjukkan bahwa dari sampel penelitian sebanyak 190 orang peserta didik, 85,3% atau sebanyak 162 orang peserta didik memiliki konsep diri pada kategori positif dan 14,7% atau sebanyak 28 orang peserta didik memiliki konsep diri pada kategori negatif. Hasil ini menunjukkan sebagian besar peserta didik memiliki konsep diri dengan kategori positif dan sebagian kecil peserta didik memiliki konsep diri dengan kategori negatif. Fenomena kurang optimalnya konsep diri peserta didik di SMP Negeri 10 Bandung, juga dibuktikan dengan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di SMP Negeri 10 Bandung. Peneliti mewawancarai salah seorang guru BK SMP Negeri 10 Bandung tentang konsep diri peserta didik kelas VII. Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa terdapat peserta didik yang menunjukkan konsep diri yang negatif. Guru BK tersebut menuturkan karakteristik peserta didik yang memiliki konsep diri negatif adalah yang memiliki krisis kepercayaan diri, tidak mengetahui kelebihan atau potensi yang mereka miliki, dan terkadang ada peserta didik yang mengisolasi dirinya sendiri atau sulit bergaul. Berbeda halnya dengan peserta didik yang memiliki konsep diri positif mereka akan terlihat lebih percaya diri dan tidak malu menunjukkan kemampuannya sehingga bisa sejajar

4 dengan peserta didik yang lainnya. Maka perlu diadakan upaya untuk meningkatkan konsep diri tersebut. Pada dasarnya konsep diri terbentuk dalam waktu yang relatif lama. Menurut Desmita (2012, hlm. 172) menyatakan bahwa konsep diri terbentuk melalui proses belajar yang berlangsung sejak masa pertumbuhan hingga dewasa. Lebih lanjut Desmita menjelaskan bahwa lingkungan, pengalaman, dan pola asuh orangtua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan konsep diri individu. Sebelumnya Burns (1993, hlm. 186) juga telah menjelaskan bahwa konsep diri bukanlah dari pembawaan lahir tetapi berkembang dari beriburibu pengalaman. Artinya konsep diri individu akan terus berkembang dan bisa berubah kapan saja sesuai dengan pengalaman. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Burns (1993, hlm. 188), bahwa proses perkembangan konsep diri berjalan terus dengan aktif dari saat kelahiran sampai kepada kematian. Berdasarkan pendapat tersebut upaya pembentukan konsep diri positif sebenarnya dapat dilakukan pada jenjang kehidupan manapun. Namun Burns (1993, hlm. 220) mengungkapkan bahwa remaja adalah waktu ketika masingmasing individu butuh menguji ulang dan mengevaluasi kembali dirinya sendiri secara fisik, sosial, emosional dan konsep diri termasuk di dalamnya. Artinya pada saat masa remaja dapat mengevaluasi kembali konsep diri yang selama ini mereka yakini. Pendapat lainnya datang dari Rais (dalam Sobur, 2003, hlm. 511). Rais menuturkan, pada waktu anak memasuki jenjang keremajaannya, mereka mengalami begitu banyak perubahan dalam dirinya, sikap atau tingkah lakunya yang ditampilkannya juga akan mengalami perubahan, dan sebagai akibatnya, sikap orang lain terhadap dirinya juga akan mengalami perubahan menyesuaikan dengan perubahan yang terampil dalam dirinya. Artinya pada saat anak memasuki masa remaja awal atau berkisar antara umur 13-17 tahun konsep diri pada mereka cenderung tidak konsisten. Hal ini karena sikap orang lain yang dipersepsikan oleh remaja tersebut juga berubah. Akan tetapi, melalui cara ini remaja mengalami suatu perkembangan konsep diri, sampai akhirnya ia memiliki konsep diri yang konsisten.

5 Belum konsistennya konsep diri yang dimiliki remaja tersebut, membuat mereka memiliki konsep diri yang berubah-ubah, konsep diri bisa positif dan bisa juga negatif. Bila konsep diri positif maka peserta didik akan mengembangkan sikap-sikap positif pula seperti percaya diri, memiliki harga diri yang baik, mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Berbeda dengan peserta didik yang mempunyai konsep diri yang negatif, mereka mereka cenderung memandang kehidupannya dengan sikap yang negatif. Dengan demikian perlu sekolah perlu memberikan upaya untuk meningkatkan konsep diri peserta didik, khususnya pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dimana peserta didik pada saat itu baru memasuki masa remaja awal yang penuh dengan masa perubahan. Sekolah memiliki peran dalam mengembangkan tugas-tugas perkembangan peserta didik, sebagai mana pendapat dari Yusuf (2001, hlm. 95) yang menyatakan bahwa: Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional maupun sosial. Sehubungan dengan hal ini, sekolah seyogyanya berupaya untuk menciptakan iklim yang kondusif dan memfasilitasi peserta didik supaya dapat mengembangkan konsep dirinya dengan positif. Salah satu fasilitas yang dapat sekolah berikan adalah melalui layanan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan yang memiliki kontribusi penting dalam mencegah atau mengatasi permasalahan peserta didik, karena secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan membantu agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal salah satunya yaitu mengembangkan konsep diri peserta didik. Melalui layanan bimbingan dan konseling guru BK dapat menyusun program yang komprehensif di dalamnya mencakup upaya preventif, kuratif, maupun developmental agar peserta didik dapat mengembangkan konsep diri yang positif. Selama ini telah banyak peneliti yang mengembangkan berbagai macam Program Bimbingan dan Konseling mengembangkan konsep diri peserta didik. Program tersebut sebagai upaya preventif untuk mengembangkan konsep diri

6 peserta didik sehingga tidak mengarah pada konsep diri yang negatif. Kemudian terkait permasalahan konsep diri negatif yang dimiliki peserta didik, guru BK perlu melakukan upaya kuratif yaitu dengan memberikan layanan responsif. Layanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan (ABKIN, 2008, hlm. 209). Dalam layanan responsif terdapat berbagai bantuan yang dapat dilakukan. Salah satunya adalah konseling kelompok. Konseling kelompok merupakan strategi yang akan digunakan dalam penelitian ini, karena konseling kelompok memiliki keunggulan yaitu subjek konselingnya luas dan dapat mengefektifkan waktu. Adapun dalam hal ini, karakteristik peserta didik yang perlu diberikan intervensi konseling kelompok yaitu peserta didik yang memiliki konsep diri negatif. Ciri-ciri individu dengan konsep diri negatif (Brooks & Emmert dalam Rahmat, 2000, hlm. 105) adalah : peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian, bersikap hiperkritis, merasa tidak disenangi oleh orang lain, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi. Pada proses konseling terdapat macam-macam pendekatan atau teknik. Teknik self-instruction dirasakan tepat untuk membantu peserta didik mengembangkan konsep diri. Teknik self-instruction merupakan merupakan salah satu metodologi dari pendekatan cognitive-behavior therapy (CBT). CBT didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang sangat mempengaruhi emosi. Melalui CBT, konseli terlibat aktivitas dan berpartisipasi dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan, penguatan diri dan strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson & Ollendick, 1988: 44). Pada proses konseling terdapat macam-macam pendekatan atau teknik. Teknik self-instruction dirasakan tepat untuk membantu peserta didik mengembangkan konsep diri. Teknik self-instruction merupakan merupakan salah satu metodologi dari pendekatan cognitive-behavior therapy (CBT). CBT didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang sangat mempengaruhi emosi. Melalui CBT, konseli terlibat aktivitas dan berpartisipasi

7 dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan, penguatan diri dan strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson & Ollendick, 1988: 44). Pendekatan cognitive-behavior memiliki beberapa metode antara lain cognitive restructuring, self-instruction, dan problem solving (Martin & Pear, 2003). Berkaitan dengan usaha meningkatkan konsep diri peserta didik, dari ketiga metode cognitive-behavior, teknik self-instruction memiliki keunggulan yaitu selain dapat mengganti pandangan negatif individu menjadi positif, teknik ini juga dapat mengarahkan individu untuk mengubah konsep dirinya menjadi positif sehingga dan melakukan tindakan yang positif agar memperoleh konsekuensi yang efektif dari lingkungannya. Peserta didik tidak hanya diajak untuk mengubah pandangannya tetapi juga diarahkan untuk mengubah perilaku yang lebih efektif. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian tentang Efektivitas Konseling Kelompok dengan Teknik Self-instruction untuk Meningkatkan Konsep Diri Peserta Didik (Studi Pra-Eksperimen pada Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 10 Bandung Tahun Ajaran 2014/2015) 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas dinyatakan bahwa konsep diri merupakan hal penting bagi peserta didik dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal. Konsep diri merupakan inti dari kepribadian, sehingga konsep diri dapat berpengaruh terhadap perilaku yang akan ditampilkan remaja/peserta didik itu sendiri. Remaja yang memiliki konsep diri positif akan tampil lebih percaya diri dalam menghadapi berbagai situasi. Sebaliknya remaja yang mengembangkan konsep diri negatif, mempunyai kesulitan dalam menerima dirinya sendiri, sering menolak dirinya serta sulit bagi mereka untuk melakukan penyesuaian diri yang baik. Dengan demikian dibutuhkan upaya untuk meningkatkan konsep diri peserta didik, salah satunya melalui bimbingan dan konseling. Permasalahan yang dihadapi guru BK dalam mengembangkan konsep diri peserta didik adalah memilih strategi dan teknik yang efektif untuk diaplikasikan

8 di sekolah. Untuk menemukan bimbingan dan konseling yang tepat dan efektif maka penulis menggunakan teknik self-instruction sebagai salah satu intervensi untuk mengubah atau menekan konsep diri peserta didik yang negatif menjadi konsep diri yang positif. Teknik self-instruction modifikasi fungsi kognitif pada individu, diubah melalui verbalisasi diri. Dengan mengubah status pikiran dan perasaannya, konseli diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif, karena berangkat dari keyakinan bahwa restrukturisasi kognitif memainkan peran sentral dalam mengubah perilaku individu. Supaya lebih terfokus, maka secara rinci penulis menjabarkan rumusan penelitian dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Seperti apa gambaran konsep diri peserta didik kelas VII SMP Negeri 10 Bandung tahun ajaran 2014/2015? 2) Bagaimana rancangan konseling kelompok dengan teknik self-instruction untuk meningkatkan konsep diri peserta didik VII SMP Negeri 10 Bandung tahun ajaran 2014/2015? 3) Bagaimana efektivitas rancangan konseling kelompok dengan teknik selfinstruction untuk meningkatkan konsep diri peserta didik VII SMP Negeri 10 Bandung tahun ajaran 2014/2015? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menguji Efektivitas teknik self-instruction untuk meningkatkan konsep diri peserta didik di kelas VII SMP Negeri 10 Bandung. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini dimaksudkan untuk: 1) Mendeskripsikan profil konsep diri peserta didik kelas VII SMP Negeri 10 Bandung tahun ajaran 2014/2015. 2) Merancang teknik self-instruction dalam upaya meningkatkan konsep diri peserta didik.

9 3) Mendeskripsikan efektivitas konseling kelompok dengan teknik selfinstruction untuk meningkatkan konsep diri peserta didik VII SMP Negeri 10 Bandung tahun ajaran 2014/2015 1.4 Manfaat / Signifikasi Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan bagi perkembangan bagi bimbingan dan konseling khususnya dalam hal memahami pentingnya konsep diri positif pada peserta didik dan memberikan upaya dalam meningkatkan konsep diri peserta didik. Serta penelitian ini diharapkan nantinya dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya. 1.4.2 Secara Praktis 1.4.2.1 Bagi Peserta Didik Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan fenomena peserta didik yang memiliki konsep diri positif maupun negatif. Peserta didik yang memiliki konsep diri mengembangkan dan meningkatkan konsep negatif diharapkan dapat mengembangkan konsep diri yang positif melalui teknik selfinstruction. 1.4.2.2 Bagi Guru BK/Konselor Hasil penelitian dapat memberikan informasi bagi guru BK mengenai deskripsi profil konsep diri remaja dan efektifitas teknik self-instruction dalam meningkatkan konsep diri, sehingga dapat memberikan alternatif solusi dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling pada peserta didik, khususnya dalam pembentukan konsep diri peserta didik. 1.4.2.3 Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dengan menambah ragam penelitian di bidang bimbingan dan konseling. Masalah konsep diri adalah fenomena yang sering dilihat dan ditemukan dalam kehidupan seharihari. Dengan penelitian ini diharapkan memberikan alternatif sudut pandang bagi jurusan bimbingan dan konseling dalam melihat fenomena yang terjadi di masyarakat.

10 1.5 Struktur Organisasi Skripsi Struktur organisasi skripsi disusun untuk memberikan gambaran menyeluruh dan memudahkan penyusunan skripsi. Struktur organisasi skripsi berisi rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam skripsi. Adapun struktur organisasi dalam skripsi sebagai berikut. Bab I merupakan bab Pendahuluan. Pada bab ini menguraikan tentang secara global mengenai persoalan yang akan di bahas dalam bab selanjutnya. Bab ini terdiri atas : latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat/ signifikasi penelitian, serta struktur organisasi skripsi. Bab II adalah kajian pustaka/landasan teoretis. Bab ini memberikan konteks yang jelas terhadap topik atau permasalahan yang diangkat dalam penelitian yaitu menjelaskan tentang konsep diri dan teknik self-instruction Bab III membahas metodologi penelitian yang didalamnya, mencakup desain penelitian, partisipan, populasi dan sampel, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan analisis data. Bab IV memaparkan dua hal utama, yakni (1) temuan penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data sesuai dengan urutan rumusan masalah, dan (2) pembahasan temuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya. Bab V menguraikan simpulan, implikasi dan rekomendasi yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan penelitian terhadap hasil analisis temuan sekaligus mengajukan hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan dari hasil penelitian yang diperoleh.