I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh manusia. Protein hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia pada umumnya berasal dari daging ayam dan itik serta ruminansia seperti sapi, domba dan kambing. Konsumsi daging masyarakat Indonesia hingga saat ini masih terbilang rendah. Alasan tersebut yang mendasari perlunya mencari ternak alternatif sebagai penghasil daging, salah satunya adalah kelinci. Hal yang mendukung kelinci menjadi alternatif yang baik sebagai penghasil daging yaitu pertambahan bobot badannya yang tinggi (12-18gr/hari), mudah dipelihara sebab tubuhnya yang kecil sehingga tidak membutuhkan lahan dan kandang yang luas, ternak yang memiliki tingkat produktifitas yang tinggi karena memiliki litter size yang banyak (6-10 ekor). Namun, demikian kelinci lebih sensitif dan mudah terserang penyakit sehingga mortalitas cukup tinggi terutama pada umur lepas sapih, sehingga pada masa pertumbuhan harus diberikan kebutuhan nutrisi secara maksimal dari ransum yang diberikan atau dapat ditambahkan zat bio aktif. Zat bio aktif dibutuhkan untuk mencegah anak kelinci terkena penyakit, salah satu tanaman yang dapat berperan adalah tanin dari ekstrak kastanya. Tanin sebagai antibiotik herbal digunakan untuk menggantikan antibiotik kimia yang selama ini digunakan, penambahan tanin dari ekstrak kastanya (Castanea Sativa) diharapkan dapat meningkatkan penyerapan nutrisi dalam sekum dan usus halus karena tannin
dapat membentuk ikatan dengan protein sehingga membentuk lapisan tipis protein yang tidak terlarut pada permukaan membran mukosa usus, sehingga melindungi kerusakan tepian membran dari kolonisasi mikroba serta menghambat gerak peristaltik dalam kasus peradangan serta mencegah dehidrasi yang dapat berpengaruh terhadap bobot badan. Oleh karena itu, pemberian tanin dalam ransum kelinci sebagai antibiotik herbal dari ekstrak kastanya terhadap bobot karkas dan komponen karkas kelinci perlu dilakukan penelitian. 1.2 Identifikasi Masalah 1) Bagaimana pengaruh tingkat penambahan tanin dari ekstrak kastanya (Castanea Sativa) dalam ransum terhadap persentase karkas dan komponen karkas kelinci peranakan New Zealand White jantan. 2) Pada tingkat pemberian berapakah penambahan tanin dari ekstrak kastanya (Castanea Sativa) yang optimal terhadap persentase karkas dan komponen karkas kelinci New Zealand White jantan. 3) Bagaimana pola hubungan tingkat penambahan tanin dari ekstrak kastanya (Castanea Sativa) terhadap persentase karkas dan komponen karkas kelinci peranakan New Zealand White jantan. 1.3 Maksud dan Tujuan 1) Untuk mengetahui pengaruh penambahan tanin dari ekstrak kastanya (Castanea Sativa) dalam ransum terhadap persentase karkas kelinci peranakan New Zealand White jantan. 2) Untuk menentukan pada tingkat penambahan berapa tanin dari ekstrak kastanya (Castanea Sativa) yang optimal terhadap persentase karkas dan komponen karkas kelinci New Zealand White jantan.
3) Untuk mengetahui pola hubungan tingkat penambahan tanin dari ekstrak kastanya (Castanea Sativa) terhadap persentase karkas dan komponen karkas kelinci peranakan New Zealand Whita jantan. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh penambahan tanin dari ekstrak kastanya (Castanea Sativa) dalam ransum terhadap persentase karkas dan komponen karkas kelinci peranakan New Zealand White jantan, serta dapat menjadi acuan referensi bagi penelitian lebih lanjut. 1.5 Kerangka Pemikiran Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dan mempunyai sifat cepat berkembang biak, selain itu kelinci mampu mengkonsumsi pakan yang tidak bersaing dengan manusia, relatif mudah pemeliharaannya dan modal yang kecil serta tidak memerlukan areal lahan yang luas (Blakely, dkk, 1998). Menurut Sotohy (2004) Anak kelinci berumur 6-8 minggu lebih mudah terserang penyakit sehingga dibutuhkan berbagai feed additive yang dapat digunakan untuk menstabilkan fermentasi mikroba sekum, diantaranya adalah produk alami seperti ekstrak tumbuhan yang dapat digunakan yaitu tanin. Tanin ekstrak kastanya adalah tanin yang berasal dari tumbuhan selain tanin ekstrak mimosa dan quebracho. Tanin ekstrak kastanya banyak diproduksi di eropa bagian utara. Tanin dibuat dengan ekstraksi air panas dari kulit kayu dan batang kayu kemudian dilakukan spray-drying dari larutan ekstrak. ekstrak chestnut mengandun sekitar 75% tannin. komponen utamanya adalah castalagin dan sisanya
adalah vescalagin (Lang, 2007). Tanin adalah kelompok heterogen polimer fenolik, pada nutrisi hewan tannin dianggap sebagai zat anti nutrisi. Di sisi lain tanin dapat mencegah kolonisasi parasit intestinal, bakteri, protozoa dan virus, diare, disentri (Lewis, 2003) serta dapat meningkatkan produksi karkas dan mengurangi tingkat kematian pada kelinci (Maertens dan Struklec, 2006). Tanin juga dapat memperbaiki asupan pakan, penambahan bobot hidup dan bobot potong (Kermauner, 2008). Karkas pada ternak kelinci adalah bagian yang sudah dipisahkan dari kepala, kaki, kulit, ekor dan jeroan kecuali ginjal sedangkan untuk komponen karkas terdiri dari daging, tulang dan lemak (Kartadisastra, 1997). Produksi karkas erat kaitannya dengan bobot hidup atau bobot potong, semakin bertambah bobot hidup seekor ternak maka produksi karkas juga akan meningkat (Nurhayati dkk, 2005). Berat karkas juga dipengaruhi oleh umur ternak, jenis kelamin, kecepatan pertumbuhan, metode pemotongan, lingkungan serta berat bagian tubuh atau organ non karkas (Pamungkas dkk, 1992). Percobaan yang dilakukan pada kelinci periode lepas sapih, Maertens dan Struklec, (2006) menemukan peningkatan yang signifikan dalam kenaikan berat badan pada kelinci yang diberi ransum dengan penambahan 0,5% tanin dari ekstrak kastanya. Zoccarato dkk. (2008), mengamati bahwa kelinci yang diberi ransum suplemen asam amino protein rendah dengan tanin dari ekstrak kastanya 0,45% selama 2 minggu pertama lepas sapih memiliki peningkatan konsumsi ransum harian dan pertambahan bobot badan. Hal tersebut terjadi karena tanin dapat melindungi mukosa usus dengan membentuk ikatan kompleks serta membatasi
aktivitas peristaltik pada gangguan pencernaan dan mencegah diare (Kermauner dan Laurencic, 2008). Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dibuat hipotesis bahwa pemberian tanin dari ekstrak kastanya (Castanea Sativa) sebanyak 0,5% dalam ransum akan menghasilkan persentase karkas dan komponen karkas yang terbaik. 1.6 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan bulan Agustus - Oktober 2018, di Test Farm Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.