PETUNJUK TEKNIS. Pengendalian Tungro Terpadu Secara Alamiah, Konservasi Musuh Alami dan Varietas Unggul Padi Tahan Tungro

dokumen-dokumen yang mirip
KK : 2.4% Ket: ** ( sangat nyata) tn (tidak nyata) Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

V4A2(3) V3A1(1) V2A1(2) V3A1(2) V1A1(1) V5A2(1) V3A2(3) V4A1(3) V1A2(2)

Deskripsi Padi Varietas Cigeulis Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Lampiran 1. BaganPenelitian U I U II U III S1 S2 S3 V1 V2 V3 V2 V1 V cm V3 V3 V1 S2 S3 S1 V cm. 50 cm V1. 18,5 m S3 S1 S2.

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Cibogo. Asal Persilangan :S487B-75/IR //IR I///IR 64////IR64

LAMPIRAN U1 U2 U3 T2 T3 T1 T3 T1 T2 T1 T2 T3 U4 U5 U6 T1 T3 T2 T1 T3 T2 T2 T3 T1 U7 U8 U9 T3 T1 T2 T2 T1 T3 T3 T1 T2

Potensi Hasil : 5-8,5 ton/ha Ketahanan : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Terhadap Hama. Ketahanan. Terhadap Penyakit

Lampiran 1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang

I. PENDAHULUAN. kendala dalam peningkatan stabilitas produksi padi nasional dan ancaman bagi

Lampiran 1. Deskripsi padi varietas Ciherang (Supriatno et al., 2007)

: tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, 3 dan Sumatera Utara Ketahanan terhadap penyakit

HAMA PENYAKIT TANAMAN PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 533/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA ZY-64 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA ADIRASA-64

KOLEKSI VARIETAS UNGGULAN PROVINSI SUMATERA BARAT

Lampiran 1. Deksripsi Varietas Padi CISADANE

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk dalam genus Oryza, yang terbagi menjadi 25 spesies dan semuanya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

J3V3 J1V3 J3V2 J1V2 J3V4 J1V5 J2V3 J2V5

LAMPIRAN B 1 C 4 F 4 A 4 D 1 E 2 G 1 C 1 C 3 G 2 A 1 B 4 G 3 C 2 F 2 G 4 E 4 D 2 D 3 A 2 A 3 B 3 F 3 E 1 F 1 D 4 E 3 B 2

LAMPIRAN. Lampiran 1 Deskripsi dan gambar varietas tanaman padi. 1. Deskripsi Varietas Padi Ciherang (Suprihatno et al. 2009)

Sumber : Deskripsi Varietas Padi, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2

III. METODE PENELITIAN

Reagen (PA) Konsentrasi mg/l CaCl 2.2H 2 O K 2 SO mm. 195 mg/l MgSO 4.7H 2 O. 12 mg/l Ket: 1 mm = 300 mg/l.

: Kasar pada sebelah bawah daun

Lampiran 2. Analisis ragam tinggi tanaman umur 40 HST setelah aplikasi pupuk organik padat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1 Deskripsi varietas Inpari 6 Jete

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 131/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 71/Kpts/SR.120/2/2007 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA H 34 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIPA 5 CEVA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 377/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 517/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 72/Kpts/SR.120/2/2007 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA H 36 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIPA 6 JETE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari Agustus sampai dengan November 2012 di

Lampiran I. Lay Out Peneltian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibudidayakan. Padi termasuk dalam suku padi-padian (Poaceae) dan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

1 Menerapkan pola tanam yang teratur dan waktu tanam yang serempak (tidak lebih dari 2 minggu)

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 132/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag


KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 519/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 133/Kpts/SR.120/3/2006 TENTANG

Lampiran 1. Bagan Penelitian di Rumah Kasa FP USU

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 531/Kpts/SR.120/9/2006 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

Ketahanan Beberapa Varietas terhadap Penyakit Tungro di Sulawesi Selatan

INPARI 38, 39, DAN 41: VARIETAS BARU UNTUK LAHAN SAWAH TADAH HUJAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 73/Kpts/SR.120/2/2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 1012/Kpts/SR.120/7/2008

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

MENGIDENTIFIKASI dan MENGENDALIAN HAMA WERENG PADA PADI. Oleh : M Mundir BP3KK Nglegok

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

PENGARUH UMUR BIBIT TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI VARIETAS INPARI 17

MENGIDENTIFIKASI DAN MENGENDALIKAN PENYAKIT BLAST ( POTONG LEHER ) PADA TANAMAN PADI

b) Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis ) c) Kumbang Stacfilinea (Paederus fuscipes)/tomcat d) Kumbang Carabid (Ophionea nigrofasciata)

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

: varietas unggul nasional (released variety) : 636/Kpts/TP.240/12/2001 tanggal 13 Desember tahun 2001 Tahun : 2001 : B6876B-MR-10/B6128B-TB-15

UJI KETAHANAN GALUR-GALUR PADI TERHADAP PENYAKIT TUNGRO DI DAERAH ENDEMIK ABSTRAK PENDAHULUAN

Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

PADI VARIETAS UNGGUL SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO. Materi Pendampingan SL-PTT. 50 Padi Varietas Unggul & Sistem Tanam Jajar Legowo

APLIKASI MODEL PERAMALAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN TANAMAN PADI

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hama dan Penyakit pada Tanaman Pangan Page 1 Tanaman Padi

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 572/Kpts/SR.120/10/2004 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA MCL-5 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA MANIS 5

Waspada Serangan Hama Tanaman Padi Di Musim Hujan Oleh : Bambang Nuryanto/Suharna (BB Padi-Balitbangtan)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

INOVASI TEKNOLOGI Menduku. Swasembada PADI, Jagung Dan Kedelai Di Provinsi Bengkulu

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (Rismunandar, 1993). Indonesia memiliki beragam jenis beras dengan warna nya

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 163/Kpts/LB.240/3/2004 TENTANG

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PAKET TEKNOLOGI USAHATANI Padi Penyusun : Wigati Istuti dan Endah R

Mengenal Hama Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal. Oleh : Budi Budiman

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

I. TINJAUAN PUSTAKA A. Padi

Varietas Padi Unggulan. Badan Litbang Pertanian. Gambar 1. Varietas Inpari 19 di areal persawahan KP. Sukamandi, Jawa Barat.

BAB I PENDAHULUAN. Padi merupakan tanaman pangan pokok penduduk Indonesia. Di samping

Transkripsi:

PETUNJUK TEKNIS Pengendalian Tungro Terpadu Secara Alamiah, Konservasi Musuh Alami dan Varietas Unggul Padi Tahan Tungro Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2015 i

Penulis: Wasis Senoaji Ahmad Muliadi Nur Rosida Ema Komalasri I Nyoman Widiarta R. Heru Praptana ISBN : Diterbitkan oleh : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jl. Ragunan 29, Pasarminggu, Jakarta 12540 Telp.: 62 21 7806202, Faks.: 62 21 7800644 ii

PENGANTAR Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit utama pada padi sawah di Indonesia. Penyakit ini telah menyebar pada sentra produksi padi terutama pada daerah pola tanam tidak serempak. Luas tanaman padi terkena penyakit tungro periode 2010-2014 antara 7.747-16.027 ha. Meskipun secara nasional tidak terluas, mengingat luas kepemilikan lahan rata-rata 0,25 ha, kerusakan karena penyakit ini merugikan banyak petani. Pengendalian penyakit tungro selama ini dilakukan dengan pengendalian penyakit terpadu yang memposisikan pemakaian insektisida sebagai alternatif terakhir. Namun dalam praktiknya banyak yang sangat tergantung dengan insektisida karena keinginan melihat hasil pengendalian secara cepat. Petunjuk teknis ini menguraikan tahapan pengendalian terpadu yang mengutamakan bekerjanya pengendalian secara ilmiah, berfungsinya musuh alami dengan baik melalui konservasi dan penggunaan varietas tahan, serta penggunaan antifidan nabati, sehingga pengendalian penyakit tungro ramah terhadap lingkungan. Bogor, Agustus 2015 Kepala Pusat, Dr. Made Jana Mejaya iii

iv

DAFTAR ISI PENGANTAR... iii PENDAHULUAN... 1 MENGENAL PENYAKIT TUNGRO DAN WERENG HIJAU... 2 PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO DENGAN TEKNIK KONSERVASI MUSUH ALAMI... 7 DESKRIPSI VARIETAS TAHAN TUNGRO... 19 PETA TINGKAT VIRULENSI DAN KESESUAIAN VARIETAS TAHAN TUNGRO PADA TANAMAN PADI DI INDONESIA TAHUN 2014... 29 v

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gejala penyakit tungro... 2 Gambar 2. Wereng hijau N. virescens... 3 Gambar 3. Mekanisme penularan penyakit tungro... 4 Gambar 4. Sumber inokulum tungro (penularan)... 5 Gambar 5. Pola fluktuasi populasi wereng hijau dan kejadian tungro... 5 Gambar 6. Beberapa musuh alami wereng hijau... 7 Gambar 7. Kondisi hamparan saat pengolahan lahan yang dianjurkan dalam pengendalian tungro... 9 Gambar 8. Penampilan ketahanan varietas terhadap penyakit tungro di lapangan... 10 Gambar 9. Persemaian dilakukan pada saat setelah olah lahan pertama... 11 Gambar 10. Setelah olah lahan, digenangi air setinggi 5 cm... 12 Gambar 11. Tanam dengan jajar legowo, upaya menekan pemencaran wereng hijau... 13 Gambar 12. Teknis pemanfaatan daun sambiloto sebagai antifidan nabati dan jamur Metharizium anisoplie sebagai agen hayati untuk mengendalikan wereng hijau... 15 Gambar 13. Teknis pemangkasan gulma di pematang... 16 Gambar 14. Gulma-gulma yang berpotensi sebagai inang alternatif sumber inokulum tungro... 16 Gambar 15. Kondisi ketersediaan air di pertanaman pada fase pertumbuhan vegetatif... 18 vi

PENDAHULUAN Padi merupakan tanaman pangan utama di Indonesia. Tuntutan peningkatan produktivitas dan produksi seiring dengan peningkatan kebutuhan akan bahan pangan diupayakan melalui penerapan teknologi budidaya, termasuk teknologi dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Pengendalian OPT secara berkelanjutan yang terintegrasi dalam Pengendalian Tanaman Terpadu (PTT) memprioritaskan pada pengelolaan agroekosistem yang lebih ramah lingkungan. Pemanfaatan varietas unggul tahan OPT, penerapan kultur teknis yang dapat mempengaruhi dinamika populasi OPT, penggunaan bahan nabati dan agens hayati, serta penggunaan bahan kimia secara rasional sebagai alternatif terakhir menjadi komponen-komponen yang sinergis yang dikelola pada ekosistem padi sawah spesifik lokasi. Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit penting pada padi. Kejadian tungro masih ditemui di daerah-daerah endemis dengan tingkat penularan yang bervariasi. Teknologi pengendalian tungro telah dikembangkan diantaranya: penggunaan varietas tahan vektor, penerapan waktu tanam tepat, eradikasi sumber inokulum (singgang dan gulma sebagai inang alternatif), serta aplikasi pestisida baik sebagai antifidan atau racun kontak. Upaya pengendalian tungro dengan metode konservasi musuh alami telah dikembangkan untuk menekan kejadian tungro di lapangan. Kelebihan metode konsevasi musuh alami adalah: 1) mampu mengendalikan tingkat populasi dan keberadaan vektor sehingga dapat mengurangi penularan tungro pada pola tanam secara serempak; dan 2) pengendalian yang ramah lingkungan. Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah 1

MENGENAL PENYAKIT TUNGRO DAN WERENG HIJAU Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit penting pada padi. Gejala yang muncul pada rumpun tanaman tampak kerdil (pertumbuhan terhambat/memendek), daun muda menguning hingga orange apabila telah parah, daun bergejala agak terpuntir, anakan berkurang (Gambar 1a), dan pada hamparan tampak pertumbuhan padi bergelombang dengan spot-spot gejala menguning (Gambar 1b). Tanaman bergejala umumnya terlihat pada masa vegetatif (4-6 minggu setelah tanam), yang disebabkan oleh penularan tungro yang terjadi sejak di persemaian. Gejala demikian di beberapa daerah dikenal dengan istilah: cellapance (Sulawesi), Habang (Kalimantan selatan), Kebebeng (Bali), dan Mentek (Jawa). Gambar 1. Gejala penyakit tungro. 2 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah

Kejadian penyakit tungro di lapangan disebabkan oleh interaksi antara dua virus tungro yaitu RTBV (Rice tungro bacilliform virus) dan RTSV (Rice tungro spherical virus) yang keduanya ditularkan oleh wereng hijau (green leafhopper). Jenis wereng hijau Nephotettix virescens paling efektif menularkan virus tungro diantara 4 jenis wereng hijau lainnya: N. nigropictus, N. malayanus, N. parvus, dan Recilia dorsalis. Wereng hijau mampu menularkan virus dengan masa paling lama adalah 6 hari. Waktu yang dibutuhkan serangga untuk memperoleh virus dari tanaman sakit (inokulum) berkisar 5-30 menit, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk menularkan virus juga cukup singkat, mulai hinggap pada daun hingga alat mulut (stilet) ditusukan dan menghisap cairan tanaman, hanya 7-30 menit (Gambar 3a). Periode inkubasi virus (tanaman menunjukkan gejala sakit: daun menguning, Gambar 2. Wereng hijau N. virescens. (a) Nimfa; (b) Dewasa. Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah 3

Gambar 3. Mekanisme penularan penyakit tungro, a. Alat mulut wereng hijau; b. Gejala tanaman terinfeksi tungro. tumbuh kerdil) berkisar 6-15 hari (Gambar 3b). Pola penyebaran wereng hijau di persemaian adalah reguler. Artinya keberadaan wereng hijau selalu ada, dan proporsi wereng hijau yang mampu sebagai penular aktif virus di wilayah endemis lebih tinggi daripada wilayah non-endemi. Wereng hijau betina lebih efisien dalam menularkan virus tungro daripada jantan. Pola fluktuasi populasi vektor mempengaruhi keberadaan kejadian penyakit tungro, apabila sumber inokulum virus (tanaman bergejala tungro, singgang, gulma) telah ada di lapang (Gambar 4). Kepadatan populasi wereng hijau umumnya rendah (kurang dari 1 ekor imago/ rumpun) dan hanya meningkat sekali selama satu periode pertanaman padi, terutama pada pola tanam tidak serempak. Pemencaran imago mempengaruhi dinamika populasi wereng hijau. Pola populasi wereng hijau dan kejadian tungro terjadi dua kali dalam setahun. Pertama, pada pertengahan Februari hingga Maret, diikuti munculnya gejala pada Maret dan April. Kedua, pola kurva puncak wereng hijau terjadi pada awal Juli hingga Agustus, dan kejadian tungro muncul pada akhir Juli-awal September (Gambar 5). 4 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah

Gambar 4. Sumber inokulum tungro (penularan). Gambar 5. Pola fluktuasi populasi wereng hijau dan kejadian tungro. Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah 5

Aktivitas pemencaran wereng hijau dewasa di lapang didorong oleh pola tanam tidak serempak. Pola tanam tidak serempak menyediakan inang (sumber makanan, tempat berlindung) pada stadia pertumbuhan yang disukai wereng hijau dewasa. Wereng hijau dewasa yang baru menetas hanya tinggal sebentar, kemudian berpindah ke tanaman yang lebih muda. Di tempat tersebut telur yang diletakkan oleh wereng hijau dewasa hanya sebagian kecil, sehingga kepadatan populasi di tempat tersebut tidak meningkat. Pada daerah dengan pola tanam padi-padi-padi, umumnya populasi wereng hijau dapat berkembang hingga pertengahan pertumbuhan tanaman (persemaian dan pertanaman hingga 40 HST), sedangkan pada pola tanam padi-bera-padi/padi-palawija-padi populasi wereng hijau tidak berkembang. Kondisi lingkungan pada musim hujan lebih menguntungkan untuk wereng hijau untuk reproduksi/berkembang biak. Peranan pemencaran wereng hijau dewasa cukup besar pada pola padi-padi-padi, sedangkan pada pola padi-padi-bera/palawija, pemangsa atau musuh alami sangat mempengaruhi populasi wereng hijau terutama pada periode nimfa. Dampak dari temuan ini adalah untuk pengendalian tungro pada daerah pola tanam padi-padi-padi, dengan mengurangi kemampuan pemerolehan dan penularan virus oleh wereng hijau menjadi komponen utama pengendalian, sedangkan pada pola tanam padi-padi-palawija/bera konservasi musuh alami terutama pemangsa, sangat penting untuk menekan populasi wereng hijau. 6 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah

PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO DENGAN TEKNIK KONSERVASI MUSUH ALAMI Prinsip pengendalian penyakit tungro dengan teknik konservasi musuh alami adalah mengkondisikan/memodifikasi cara budidaya padi pada agroekosistem sawah daerah endemis tungro dengan tujuan melestarikan musuh alami terutama pemangsa wereng hijau, sehingga akan mengurangi kejadian penularan tungro (Gambar 6). Ada beberapa tahapan teknis konservasi musuh alami dalam pengendalian penyakit tungro yang terintegrasi dengan komponenkomponen pengendalian lain secara sinergis. Gambar 6. Beberapa musuh alami wereng hijau. Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah 7

Tahap I: Mengolah lahan pertama 3 minggu sebelum tanam Pengolahan lahan merupakan tahapan awal dalam mengupayakan media tumbuh untuk mendukung pertumbuhan padi sehingga hasil dapat optimal sesuai potensi hasilnya. Umumnya, olah lahan sawah dilakukan 2-3 kali. Olah lahan pertama dianjurkan dilakukan 3 minggu sebelum tanam. Secara teknis dengan menggunakan traktor, lahan dibalik sehingga sisa panen (singgang, rumput, jerami, dan bahan organik lainnya) diposisikan terbenam. Bahan organik dapat meningkatkan populasi serangga netral yang dapat menjadi mangsa bagi predator. Selain membantu proses pembusukan sisa bahan organik di lahan, pembenaman sisa bahan organik terutama singgang dapat mengurangi keberadaan sumber inokulum virus. Kegiatan olah lahan dengan teknis membenamkan pada lahan tergenang merupakan upaya eradikasi/pemusnahan sumber inokulum virus. Harapannya, penularan virus tidak terjadi pada saat di pertanaman nantinya. Berhubungan dengan penularan dan penyebaran kejadian penyakit tungro terutama di daerah endemis tungro, kegiatan olah lahan dianjurkan pada lahan/hamparan secara bersamaan (Gambar 7). Upaya ini merupakan upaya preventif/pencegahan penularan virus tungro secara efektif. 8 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah

Gambar 7. Kondisi hamparan saat pengolahan lahan yang dianjurkan dalam pengendalian tungro. Tahap II: Penggunaan varietas tahan tungro Penentuan varietas yang tepat merupakan langkah preventif/ pencegahan terhadap serangan OPT (organisme penggangu tanaman). Demikian juga upaya pengendalian terhadap penularan penyakit tungro. Penggunaan varietas tahan tungro di lapangan adalah upaya pertahanan secara genetis (kemampuan dari dalam tanaman) untuk melindungi dari penularan virus tungro maupun vektor penularnya (Gambar 8). Varietas tahan mampu mengurangi kejadian penularan Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah 9

Gambar 8. Penampilan ketahanan varietas terhadap penyakit tungro di lapangan. tungro di lapangan sehingga persentase gejala yang ditimbulkan akan tertekan. Ada beberapa varietas tahan tungro yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian, yaitu: Inpari 7, Inpari 8, Inpari 9, Inpari 36, dan Inpari 37. Selain Inpari, varietas tahan tungro sebelumnya yaitu: Tukad Petanu, Tukad Balian, Tukad Unda, Kalimas, dan Bondoyudo. Varietas-varietas tersebut secara efektif mampu mengendalikan tungro dengan pertimbangan kesesuaian varietas pada setiap daerah endemis. Artinya, ada varietas-varietas tertentu yang secara khusus/ spesifik lokasi sesuai dengan daerah tertentu. Tahap III: Semai setelah olah lahan pertama Pada daerah dengan sistem tanam pindah, persiapan persemaian dianjurkan dilakukan pada saat setelah olah lahan pertama, atau 18-21 hari sebelum tanam. Persemaian merupakan fase/masa kritis penularan penyakit tungro, dan vektor dewasa lebih cenderung 10 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah

memilih pada inang muda. Semai setelah olah lahan pertama adalah upaya untuk menghindari penularan virus tungro sejak dini. Kondisi lahan yang bersih atau telah dilakukan eradikasi sumber inokulum virus saat olah lahan dapat menghindarkan bibit bebas virus, meskipun vektor mempunyai peluang untuk hinggap di persemaian. Untuk lebih meyakinkan perlindungan terhadap bibit yang sehat, pada umur 7-10 hari setelah sebar dapat diaplikasikan antifidan ekstrak sambiloto di persemaian. Aplikasi ekstrak sambiloto di persemaian mampu mempengaruhi kebiasaan makan vektor pada daun padi, namun tidak mempengaruhi keberadaan musuh alami baik pola makan dan kebugarannya. Gambar 9. Persemaian dilakukan pada saat setelah olah lahan pertama. Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah 11

Tahap IV: Olah lahan kedua pada 4-5 hari sebelum tanam, diikuti dengan penggenangan air setinggi 5 cm Olah lahan kedua bertujuan untuk melumpurkan/meratakan tanah beserta bahan organik untuk siap ditanami. Penggenangan air setinggi 5cm hingga saat waktu tanam akan dilakukan mempunyai 3 keuntungan, yaitu: 1) meningkatkan pasokan nutrisi terutama nitrogen dalam bentuk amonia dan fosfor tersedia untuk tanaman padi; 2) menjaga biji-biji gulma untuk tetap dorman (tertunda berkecambah); 3) kondisi yang kurang kondusif bagi keberadaan vektor dan mengurangi tingkat pemencaran/penyebarannya. Gambar 10. Setelah olah lahan, digenangi air setinggi 5 cm. 12 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah

Tahap V: Tanam bibit umur 18-21 hari dengan sistem tanam legowo Tanam bibit umur 18-21 hari setelah sebar (HSS) adalah umur ideal bibit padi yang erat hubungannya dengan pembentukan anakan secara maksimal dan anakan produktif. Pada stadia vegetatif, anakan maksimal yang dapat terbentuk berkisar 25-30 anakan dari kisaran 3-5 bibit perlubang tanam, dan tentunya dengan faktor cukup nutrisi dan jarak tanam. Demikian halnya dengan pengaturan jarak tanam dapat mempengaruhi kebiasaan fisik dari vektor. Penanaman dengan cara legowo dua baris atau empat baris dapat menekan pemencaran wereng hijau. Ruang gerak yang terbatas bagi wereng hijau berakibat pada kurangnya penyebaran tungro di hamparan, apabila sudah terjadi gejala tungro. Gambar 11. Tanam dengan sistem legowo, upaya menekan pemencaran wereng hijau. Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah 13

Tahap VI: Aplikasi Andrometa Andrometa adalah campuran antifidan nabati dari ekstrak sambiloto dengan agen hayati jamur entomopatogen Metharizium anisoplie. Aplikasi Andrometa dengan konsentrasi 40 mg/l ekstrak sambiloto dan 2 x 10 6 spora jamur Metarizium anisoplie dengan volume semprot 500 l/ha yang diaplikasikan pada waktu 2, 4, 6, 8 minggu setelah tanam (MST) mempengaruhi kebiasaan makan wereng hijau dan kepadatan populasinya. Aplikasi ekstrak sambiloto bertujuan untuk mengurangi kemampuan wereng hijau dalam memperoleh dan menularkan virus. Ekstrak sambiloto menyebabkan kebiasaan makan wereng hijau menghisap cairan tanaman hingga jaringan floem tidak terjadi, sehingga infeksi virus tungro dapat dihindari dan berdampak pada rendahnya persentase kejadian tungro di lapangan. Sedangkan aplikasi jamur entomopatogen untuk menekan pemencaran wereng hijau imigran. Aplikasi pada 6 MST untuk menekan kepadatan populasi turunan dari generasi imigran, sehingga dapat mempengaruhi kepadatan populasi di lapangan. Aplikasi andrometa tidak mempengaruhi keberadaan musuh alami, sehingga bersinergis dengan peran musuh alami dalam mengendalikan vektor, bahkan hama lain yang dapat menjadi mangsa musuh alami. Teknis persiapan ekstrak sambiloto cukup mudah. Daun sambiloto yang telah dikeringkan (simplisia), dihancurkan menggunakan alat pencacah/blender dengan takaran 200 g/100 ml air. Rendam 1 malam atau lebih dengan menambahkan 200 ml air (1 gelas kemasan air mineral) untuk melepaskan zat aktif/sari sambiloto dari daun menjadi larutan yang siap aplikasi. Untuk mendapatkan kandungan sari sambiloto lebih tinggi dapat menganti air dengan metanol (spirtus) dengan takaran yang sama. Apabila akan digunakan untuk aplikasi, saring hasil rendaman daun sambiloto. Takaran penggunaan yaitu 250-300 ml (1 gelas kemasan air mineral) larutan ekstrak sambiloto (hasil penyaringan) per tangki semprot 15 l. 14 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah

Gambar 12. Teknis pemanfaatan daun sambiloto sebagai antifidan nabati dan jamur Metharizium anisoplie sebagai agen hayati untuk mengendalikan wereng hijau. Tahap VII: Eradikasi gulma di pematang pada 2 dan 4 MST Upaya menghindari penularan sekunder (penularan di pertanaman), dilakukan pemangkasan gulma yang tumbuh di pematang pada 2 dan 4 MST (Gambar 13). Pemangkasan gulma di pematang adalah upaya eradikasi gulma-gulma yang dapat menjadi sumber inokulum virus. Meskipun dilakukan pemangkasan, pematang masih dapat berfungsi sebagai tempat berlindung atau tempat alternatif untuk berkembang bagi musuh alami. Ada beberapa gulma yang mampu menjadi sumber inokulum virus (penyakit) yang tumbuh baik di pertanaman maupun di pematang, yaitu: jejagoan/jawan (Echinocloa cruss-galli), Echinocloa colona, Fimbristylis miliceae (jarum-jarum), Cyperus rotundus (teki-tekian), Phyllanthus niruri, dan Eulisine indica, Monochoria vaginalis (eceng) (Gambar 14). Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah 15

Gambar 13. Teknik pemangkasan gulma di pematang. Gambar 14. Gulma-gulma yang berpotensi sebagai inang alternatif sumber inokulum tungro. 16 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah

Tahap VIII: Penyiangan gulma di pertanaman (pencabutan dan pembenaman) Kegiatan penyiangan gulma merupakan bagian dari budidaya tanaman padi. Tujuan kegiatan penyiangan gulma di pertanaman adalah mengurangi kompetisi tanaman utama dengan rumput (tanaman yang tidak diinginkan) terhadap nutrisi dalam tanah, air, dan cahaya. Umumnya, gulma lebih respon terhadap serapan nutrisi dibanding tanaman padi, sehingga pada lahan-lahan yang tidak dilakukan penyiangan, tanaman padi tampak tumbuh merana (pertumbuhan terhambat, anakan sedikit, daun agak menguning, dan malai menjadi pendek). Sebagai tanaman kompetitior, gulma juga merupakan inang alternatif virus tungro (Gambar 14). Secara sinergis, upaya kegiatan penyiangan/pengendalian gulma secara mekanis adalah upaya pengendalian tungro dengan mengurangi potensi sumber inokulum virus tungro. Penyiangan dilakukan sebelum pemupukan, yaitu 20 HST sebelum pemupukan I dan 35-40 HST sebelum pemupukan II. Pada pertumbuhan setelah 40 HST tidak diperlukan penyiangan, karena secara tidak langsung pertumbuhan gulma-gulma baru akan tertekan dengan pertumbuhan padi. Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah 17

Tahap IX: Pengaturan ketersediaan air Padi merupakan tanaman yang relatif membutuhkan banyak air, namun bukan tanaman air. Pengaturan pengairan (ketersediaan air) perlu diupayakan untuk pertumbuhan tanaman secara optimal. Pada masa pertumbuhan vegetatif (0-40 HST), kondisi air macak-macak atau tergenang 2-3 cm diperlukan untuk pembentukan anakan secara optimal (Gambar 15). Pada masa pertumbuhan vegetatif ini, diusahakan tidak mengeringkan lahan, karena wereng hijau memiliki kebiasaan memencar (cenderung berpindah-pindah) jika kondisi lahan kering. Apabila ada sumber inokulum yang diperoleh oleh wereng hijau, kebiasaan memencar akan membantu penyebaran virus secara luas. Gambar 15. Kondisi ketersediaan air di pertanaman pada fase pertumbuhan vegetatif. 18 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah

INPARI 7 Lanrang Deskripsi Varietas Tahan Tungro Nomor Seleksi : RUTTST96B-15-1-2-2-2-1 Asal persilangan : S3054-2D-12-2/Utrimerah-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110-115 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 104 ± 7cm Anakan produktif : 16 ± 3 anakan Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun : Hijau Warna daun : Hijau Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Panjang Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 20,78% Bobot 1000 butir : 27,4 gram Rata-rata hasil : 6,23 ton/ha Potensi hasil : 8,7 ton/ha Ketahanan terhadap : Agak rentan terhadap hama wereng batang hama dan penyakit coklat (WBC) biotipe 1,2, dan 3 Agak tahan terhadap HDB (kresek) ras III, dan agak rentan IV dan VIII, agak tahan penyakit tungro inokulum 013 Anjuran tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawah dataran rendah sampai tinggi 600 dpl. Pemulia/Peneliti : Aan A. Daradjat, Nafisah, dan Bambang Suprihatno Dilepas tahun : 2009 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah 19

INPARI 8 Nomor Seleksi : IR73012-15-2-2-1 Asal persilangan : IR68064-18-1-1-2-2/IR61979-136-1-3-2-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 125 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 113 ± 8cm Anakan produktif : 19 ± 3 anakan Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun : Hijau Warna daun : Hijau Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Panjang dan ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 21% Bobot 1000 butir : 23,3 gram Rata-rata hasil : 6,25 ton/ha Potensi hasil : 9,9 ton/ha Ketahanan terhadap : Agak rentan terhadap hama WBC biotipe 1, hama dan penyakit 2, dan 3 Agak tahan terhadap HDB (kresek) ras III, dan agak rentan IV dan VIII, agak tahan penyakit tungro inokulum 073, tahan penyakit tungro inokulum 031 dan 013 Anjuran tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawah dataran rendah sampai tinggi 600 dpl. Alasan utama dilepas : Nasi pulen, potensi hasil tinggi Pemulia/Peneliti : Aan A. Daradjat, Nafisah, dan Bambang Suprihatno Dilepas tahun : 2009 20 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah

INPARI 9 Elo Nomor Seleksi : IR73005-69-1-1-2 Asal persilangan : IR65469-161-2-2-2-3-2-2/IR61979-136-1-3-2-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 125 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 113 ± 8cm Anakan produktif : 18 ± 3 anakan Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun : Hijau Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Panjang dan ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 20,46% Bobot 1000 butir : 22,8 gram Rata-rata hasil : 6,41 ton/ha Potensi hasil : 9,3 ton/ha Ketahanan terhadap : Agak rentan terhadap hama WBC biotipe 1, hama dan penyakit 2, dan 3 Agak tahan terhadap HDB (kresek) ras III, dan agak rentan IV dan VIII, agak tahan penyakit tungro inokulum 073 dan 031, tahan penyakit tungro inokulum 013 Anjuran tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawah dataran rendah sampai tinggi 600 dpl. Alasan utama dilepas : Nasi pulen, potensi hasil tinggi Pemulia/Peneliti : Aan A. Daradjat, Nafisah, dan Bambang Suprihatno Dilepas tahun : 2009 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah 21

INPARI 36 Lanrang Asal persilangan : IR58773-35-3-1-2/IR65475-62-3-1-3-1-3-1 Golongan : Cere Umur tanaman : ±114 hari setelah sebar Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : ±113 cm Jumlah gabah isi/malai : ±111 butir Anakan produktif : ±16 malai/rumpun Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Permukaan daun : Kasar Posisi daun : Tegak Posisi daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kerebahan : Toleran Potensi hasil : 10,0 ton/ha GKG Rata-rata hasil : ±6,7 ton/ha GKG Bobot 1000 butir : ±26,0 gram Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 20,7% Ketahanan terhadap : Agak rentan terhadap WBC biotipe 1 dan 2, hama dan penyakit rentan WBC bioptipe 3 Agak tahan HDB strain IV, rentan HDB strain III dan VIII Tahan tungro varian 073, Tahan blas ras 033 dan ras 073, agak tahan blas ras 133 dan 173 Anjuran tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawah irigasi sampai ketinggian <600 dpl. Pemulia/Peneliti : Ahmad Muliadi, Aan A. Daradjat, Nafisah, Trias Sitaresmi, dan Cucu Gunarsih Dilepas tahun : 2015 22 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah

INPARI 37 Lanrang Asal persilangan : CT9162-12/Seratus Hari T36//Memberamo/ Cibodas///IR66160-121-4-5-3/Memberamo Golongan : Cere Umur tanaman : ±114 hari setelah sebar Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : ±111 cm Jumlah gabah isi/malai : ±105 butir Anakan produktif : ±16 malai/rumpun Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Permukaan daun : Kasar Posisi daun : Tegak Posisi daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kerebahan : Toleran Potensi hasil : 9,1 ton/ha GKG Rata-rata hasil : ±6,3 ton/ha GKG Bobot 1000 butir : ±25,0 gram Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 21,4% Ketahanan terhadap : Agak rentan terhadap WBC biotipe 1 dan 2, hama dan penyakit rentan WBC bioptipe 3 Agak tahan HDB strain III dan IV, agak rentan HDB strain VIII Tahan tungro varian 073, Tahan blas ras 133 dan ras 173, agak tahan blas ras 073 dan 033 Anjuran tanam : Cocok ditanam di ekosistem sawah irigasi dataran rendah sampai ketinggian <600 dpl. Pemulia/Peneliti : Ahmad Muliadi, Aan A. Daradjat, Nafisah, Trias Sitaresmi, dan Cucu Gunarsih Dilepas tahun : 2015 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah 23

TUKAD BALIAN Nomor Seleksi : IR59682-132-1-1-1-2 Asal persilangan : IR48613-54-3-3-1/IR28239-94-2-3-6-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 105-115 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 95-115 cm Anakan produktif : 16-22 anakan Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Ramping Warna gabah : Kuning jerami Kerontokan : Mudah rontok Kerebahan : Agak tahan Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 21% Bobot 1000 butir : 24 gram Rata-rata hasil : 4,0 ton/ha Potensi hasil : 7,0 ton/ha Ketahanan terhadap : Agak tahan hama WBC biotipe 3 hama dan penyakit Agak tahan terhadap HDB (kresek) ras VIII, tahan terhadap penyakit tungro Anjuran tanam : Baik ditanam di daerah endemik penyakit tungro, khususnya daerah Bali dan Nusa Tenggara Barat Pemulia/Peneliti : Aan A. Daradjat, Abdul Rohim, I N. Widiarta, Ng. Astika, Suprapto, Triny S. Kadir, Putu Oka Darmawan, dan I Gst. Ngr. Gede Dilepas tahun : 2000 24 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah

TUKAD UNDA Nomor Seleksi : IR68305-18-1 Asal persilangan : Balimau Putih/ 4* IR64 Golongan : Cere, kadang-kadang gundil Umur tanaman : 105-115 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 100-123 cm Anakan produktif : 18-25 anakan Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Warna daun : Hijau Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Ramping Warna gabah : Kuning jerami Kerontokan : Mudah rontok Kerebahan : Agak tahan Tekstur nasi : Pera Kadar amilosa : 25% Bobot 1000 butir : 24 gram Rata-rata hasil : 4,0 ton/ha Potensi hasil : 7,0 ton/ha Ketahanan terhadap : Agak tahan hama WBC biotipe 3 hama dan penyakit Agak tahan terhadap HDB (kresek) ras VIII, tahan terhadap penyakit tungro Anjuran tanam : Baik ditanam di daerah endemik penyakit tungro, khususnya daerah Bali dan Nusa Tenggara Barat. Pemulia/Peneliti : Aan A. Daradjat, Abdul Rohim, I N. Widiarta, Ng. Astika, Suprapto, Triny S. Kadir, Putu Oka Darmawan, dan I Gst. Ngr. Gede Dilepas tahun : 2000 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah 25

TUKAD PETANU Nomor Seleksi : IR69726-116-1-3 Asal persilangan : IR52256-84-2-3/IR72// 2* IR1561-228-3/Utri merah Golongan : Cere Umur tanaman : 115-125 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 115-120 cm Anakan produktif : 17-20 anakan Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Ramping Warna gabah : Kuning jerami Kerontokan : Mudah rontok Kerebahan : Agak tahan Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 23% Bobot 1000 butir : 24 gram Rata-rata hasil : 4,0 ton/ha Potensi hasil : 7,0 ton/ha Ketahanan terhadap : Agak tahan hama WBC biotipe 3 hama dan penyakit Agak tahan terhadap HDB (kresek) ras VIII, tahan terhadap penyakit tungro Anjuran tanam : Baik ditanam di daerah endemik penyakit tungro, khususnya daerah Bali dan Nusa Tenggara Barat Pemulia/Peneliti : Aan A. Daradjat, Abdul Rohim, I N. Widiarta, Ng. Astika, Suprapto, Triny S. Kadir, Putu Oka Darmawan, dan I Gst. Ngr. Gede Dilepas tahun : 2000 26 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah

KALIMAS Nomor Seleksi : IR59552-21-3-2-2-(HD 176) Asal persilangan : PSBRC2/IR39292-142-3-2-3 Golongan : Cere Umur tanaman : 120-130 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 98-116 cm Anakan produktif : 16-23 anakan Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Tahan Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 20,6% Bobot 1000 butir : 26,5 gram Rata-rata hasil : 6,0 ton/ha Potensi hasil : 9,0 ton/ha Ketahanan terhadap : Agak tahan terhadap hama WBC biotipe 3 hama dan penyakit Tahan terhadap penyakit tungro Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 550 dpl. Pemulia/Peneliti : S. Roesmarkam, Aan A. Daradjat, Suwono, G. Kustiono, Suyamto dan Widarto YP. Dilepas tahun : 2000 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah 27

BONDOYUDO Nomor Seleksi : IR60819-34-2-1 (HD 176) Asal persilangan : IR72/IR48525-100-1-2 Golongan : Cere Umur tanaman : 110-120 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 98-116 cm Anakan produktif : 15-22 anakan Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Tidak berwarna Warna lidah daun : Tidak berwarna Muka daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak pendek, malai kelihatan Bentuk gabah : Ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Mudah rontok Kerebahan : Tahan Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 20,4% Bobot 1000 butir : 21,3 gram Rata-rata hasil : 6,0 ton/ha Potensi hasil : 8,4 ton/ha Ketahanan terhadap : Agak tahan terhadap hama WBC biotipe 3 hama dan penyakit Tahan terhadap penyakit tungro Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 550 dpl. Pemulia/Peneliti : S. Roesmarkam, Aan A. Daradjat, Suwono, G. Kustiono, Suyamto dan Widarto YP. Dilepas tahun : 2000 28 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah

Keterangan Golongan Nama Varietas V1 Tukad Petanu Inpari 7 V2 Tukad Balian Kalimas Inpari 8 V3 Inpari 9 Bondoyudo V4 Tukad Unda Tanda Kategori Keganasan Indeks Penyakit Bendera hijau Virulensi lemah 0 - < 4 Bendera biru Virulen 4 - < 7 Bendera merah Sangat virulen 7-9 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah 29

30 Petunjuk Teknis Pengendalian Tungro Terpadu secara Alamiah