MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA DRAFT PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PERDAGANGAN BAHAN DAN PRODUK MENGANDUNG BAHAN PENGHAMBAT NYALA API (FLAME RETARDANT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa bahan penghambat nyala api yang diperdagangkan memiliki potensi berbahaya terhadap manusia dan termasuk dalam Undang Undang No 19 tahun 2009 tentang Ratifikasi Konvensi Stockholm b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pengawasan dan pengendalian Perdagangan Bahan Penghambat Nyala Api Secara Murni atau Terdapat dalam Produk. Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 17 tahun 2006 2. Undang Undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 3. Undang-Undang Nomor 19 tahun 2009 tentang Ratifikasi Konvensi Stockholm 4. Undang Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 5. Undang Undang No 3 tahun 2013 tentang Perindustrian
6. Undang Undang No 7 tahun 2014 tentang Perdagangan 7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 9. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan 10. Peraturan Menteri Perdagangan No 75 tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan No 44 tahun 2009 tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya 11. Peraturan No 48 tahun 2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor 12. Peraturan Menteri Perdagangan No 94 tahun 2017 tentang Perubahan Ketigas atas Peraturan Menteri Perdagangan No 87 tahun 2015 tentang Ketentuan Import Produk Tertentu 13. Peraturan Menteri Perdagangan No 14 tahun 2017 tentang Penyesuaian Klasifikasi Barang yang terkena ketentuan larangan dan pembatasan eksport dan import berdasarkan system klasifikasi barang 14. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/ PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07/ M- DAG/ PER tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan 15. Peraturan Menteri Perdagangan No 36 tahun 2018 tentang Pelaksanaan Pengawasan Kegiatan Perdagangan 16. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M- IND/PER/5/2006 tentang Pengawasan Produksi dan Penggunaan Bahan Berbahaya Untuk Industri 17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48/M-DAG/PER/7 /2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor\
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PERDAGANGAN BAHAN DAN PRODUK MENGANDUNG BAHAN PENGHAMBAT NYALA API Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Penghambat Nyala yang selanjutnya disingkat BPN adalah senyawa yang ditambahkan kepada suatu produk tekstil, elektronika, alat listrik dan lainnya yang berfungsi untuk menghambat terbentuknya api. 2. Polybrominated diphenyl ethers (PBDEs) adalah salah satu kelompok BPN yang paling umum digunakan untuk membuat beragam bahan-bahan tahan api dan termasuk jenis BPN yang dilarang dalam Konvensi Stockholm. 3. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean. 4. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha perseorangan atau badan usaha yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan berkedudukan di wilayah Negara Republik Indoneisa, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang melakukan kegiatan usaha perdagangan bahan penghambatan nyala secara murni atau terkandung dalam produk. 5. Importir Terdaftar Bahan Penghambat Nyala, yang selanjutnya disebut IT- BPN adalah perusahaan yang mengimpor Bahan Penghambat Nyala untuk disalurkan kepada perusahaan yang menggunakan untuk campuran pada produk -produk yang dihasilkan. 6. Persetujuan Impor Bahan Penghambat Nyala, yang selanjutnya disingkat PI-BPN adalah izin impor Bahan Penghambat Nyala. 7. Verifikasi atau penelusuran teknis adalah penelitian dan pemeriksaan barang impor yang dilakukan oleh surveyor.
8. Surveyor adalah perusahaan survey yang mendapat otorisasi untuk melakukan verifikasi atau penelusuran teknis barang impor. 9. Nomor CAS (Chemical Abstract Service) adalah system indeks atau regristrasi senyawa kimia yagn diadopsi secara internasional sehingga memungkinkan untuk mengidentifikasi setiap senyawa kimia secara spesifik. 10. MSDS (Material Safety Data Sheet) adalah dokumen yang berisi informasi tentang potensi bahaya (kesehatan, kebakaran, reaktivitas dan lingkungan) dan bagaimana bekerja dengan aman dengan produk kimia. 11. Nomor Registrasi Produk Dalam Negeri yang selanjutnya disebut RPD adalah nomor identittas yang diberikan terhadap Barang terkait keselamatan, keamanatan, kesehatan, dan lingkungan hidup produksi dalam negeri yang telah didaftarkan. 12. Nomor Registrasi Produk Asal Impor yang selanjutnya disebut RPL adalah nomor identittas yang diberikan terhadap Barang terkait keselamatan, keamanatan, kesehatan, dan lingkungan hidup produksi asal impor yang telah didaftarkan 13. Petugas Pengawas Tertib Niaga yang selanjutnya disingkat PPTN adalah pegawai negeri sipil pada unit yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdanganan baik di pusat maupun daerah yang ditunjuk untuk melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan perdagangan. 14. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perdagangan yang selanjutnya disebut PPNS-DAG adalah pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana baik yang ada di pusat mapun daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun2 014 tentang Perdagangan. 15. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
16. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan. BAB I PENGENDALIAN IMPORT BAHAN PENGHAMBAT NYALA (BPN) DAN PRODUK MENGANDUNG BAHAN PENGHAMBAT NYALA (BPN) Pasal 2 (1) Impor BPN dan Produk Mengandung BPN dikendalikan. (2) BPN dan Produk Mengandung BPN yang dikendalikan impornya merupakan kelompok BPN yang membahayakan kesehatan dan merusak kelestarian lingkungan hidup sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. Pasal 3 (1) BPN dan Produk Mengandung BPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hanya dapat diimpor oleh perusahaan pemilik Angka Pengenal lmportir Produsen (API-P) atau perusahaan pemilik Angka Pengenal lmportir Umum (API-U) yang telah mendapat Persetujuan Impor dari Menteri. (2) Menteri mendelegasikan penerbitan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal. Pasal 4 1. Perusahaan pemilik API-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) merupakan perusahaan yang mengimpor BPN hanya untuk digunakan untuk menghasilkan produk dengan standar keselamatan terhadap keterbakaran. 2. Perusahaan pemilik API-U sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
merupakan perusahaan yang mengimpor Produk mengandung BPN untuk menjual produk dengan standar keamanan terhadap keterbakaran. Pasal 5 Perusahaan pemilik API-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilarang untuk memperdagangkan dan/ atau memindahtangankan BPN yang diimpor kepada pihak lain. Pasal 6 (1) Perusahaan yang ingin memperoleh Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: a. API-P atau API-U; b. Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI), bagi yang dipersyaratkan; c. Nomor Pendaftaran Barang (NPB), bagi yang dipersyaratkan; d. Rencana Impor Barang yang mencakup jenis barang, klasifikasi barang/ Pos Tarif / HS 10 (sepuluh) digit, jumlah, negara asal dan pelabuhan muat, serta pelabuhan tujuan; e. Nomor CAS dan MSDS dari BPN yang diimpor ; f. surat penunjukan dari prinsipal pemegang merk atau pabrik di luar negeri yang ditandasahkan notaris publik dan atase perdagangan di negara setempat; g. bukti penguasaan tempat penyimpanan sesuai karakteristik produk, untuk perusahaan pemilik API-U; h. bukti penguasaan alat transportasi sesuai dengan karakteristik produk, untuk perusahaan pemilik API-U; dan i. Rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka, Kementerian Perindustrian untuk BPN dan Produk Tekstil Mengandung BPN j. Rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika untuk Produk alat transportasi, alat elektronika
dan telematika. (2) Rencana Impor Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d: a. selama 12 (dua belas) bulan, bagi perusahaan pemilik API-P; dan b. selama 6 (enam) bulan, bagi perusahaan pemilik API-U. (3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menerbitkan Persetujuan Impor paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar. (4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap dan benar, Direktur Jenderal menyampaikan pemberitahuan penolakan permohonan paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima. Pasal 7 (1) Perusahaan yang mengimpor BNP dan Produk Mengandung BNP wajib melaporkan setiap perubahan yang terkait dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf j, dan mengajukan permohonan perubahan Persetujuan lmpor. (2) Perusahaan yang mengimpor BNP dan Produk Mengandung BNP dapat mengajukan permohonan perubahan Persetujuan Impor dalam hal terdapat perubahan mengenai Pos Tarif/HS, jenis, jumlah, negara asal dan pelabuhan muat, dan/atau pelabuhan tujuan lmpor. (3) Untuk memperoleh perubahan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: a. dokumen yang mengalami perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan b. Persetujuan Impor. (4) Untuk memperoleh perubahan Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perusahaan harus mengajukan permohonan secara elektronik kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. Persetujuan Impor b. Rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka, Kementerian Perindustrian untuk BPN dan Produk Tekstil Mengandung BPN c. Rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika untuk Produk alat transportasi, alat elektronika dan telematika mengandung BPN. (5) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Direktur Jenderal menerbitkan perubahan Persetujuan Impor paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar. Pasal 9 (1) Setiap pelaksanaan lmpor BPN dan Produk Mengandung BPN harus terlebih dahulu dilakukan Verifikasi atau penelusuran teknis di pelabuhan muat. (2) Pelaksanaan Verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 10 Surveyor yang ingin memperoleh penetapan sebagai pelaksana Verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki Surat Izin Usaha Jasa Survey (SIUJS); b. berpengalaman sebagai surveyor paling sedikit 5 (lima) tahun; c. memiliki cabang atau perwakilan dan/atau afiliasi di luar negeri dan memiliki jaringan untuk mendukung efektifitas pelayanan Verifikasi atau penelusuran teknis;
d. mempunyai rekam-jejak (track records) yang baik di bidang pengelolaan kegiatan Verifikasi atau penelusuran teknis. e. memiliki kerjasama dengan salah satu laboratorium Analisa yang memiliki kemampuan dalam menganalisa BPN atau Produk Mengandung BPN. Pasal 12 (1) Verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dilakukan terhadap Impor BPN dan Produk Mengandung BPN, yang meliputi data atau keterangan paling sedikit mengenai: a. negara asal dan pelabuhan muat; b. Pos Tarif atau nomor HS dan uraian; c. jenis BPN dan jumlah; d. waktu pengapalan; dan e. pelabuhan tujuan; (2) Hasil Verifikasi atau penelusuran kandungan terhadap BPN dan Produk mengandung BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor (LS) untuk digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean dalam penyelesaian di bidang Impor. (3) LS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat pernyataan kebenaran atas hasil verifikasi tidak mengandung komponen BPN berbahaya seperti PBDE dan menjadi tanggung jawab penuh Surveyor. (4) Atas pelaksanaan Verifikasi Terhadap Kandungan BPN dan Produk Mengandung BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Surveyor memungut imbalan jasa dari importir yang besarannya ditentukan dengan memperhatikan azas manfaat.
(5) Surveyor wajib menyampaikan laporan secara tertulis mengenai pelaksanaan Verifikasi atau penelusuran teknis Impor BPN dan Produk Mengandung BPN kepada Direktur Jenderal, setiap bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya. BAB II PENGAWASAN PERDAGANGAN PRODUK MENGANDUNG BAHAN PENGHAMBAT NYALA Pasal 13 Ruang Lingkup pengawasan perdagangan produk mengandung bahan penghambat nyala (BPN) meliputi: a. Perizinan perdagangan produk mengandung BPN dari impor b. Perizinan perdagangan produk mengandung BPN dari hasil daur ulang Pasal 14 (1) Menteri mempunyai wewenang melakukan pengawasan kegiatan perdagangan di tingkat nasional (2) Gubernur mempunyai wewenang melaukan pengawasan kegiatan perdagangan di wilayah kerjanya (3) Selain Gubernur sebagaiman dimaksud pada ayat (2), bupati atau walikota mempunyai wewenang melakukan pengawasan kegiatan Perdagangan pada wilayah kerjanya Pasal 15 (1) Menteri dapat mendelegasikan kewenangan pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaskud dalam Pasal 14 ayat(1) kepada Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga, Kementerian Perdanganan. (2) Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga dapat mendelegasikan pelaksanaan pengawasan kepada Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa. (3) Direktur Jendral Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga dalam pengawasan dapat berkoordinasi dengan instansi teknis terkait, yaitu
a. Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka, Kementerian Perindustrian. b. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika, Kementerian Perindsutrian. c. Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya. Pasal 16 Pengawasan kegiatan perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilaksanakan oleh PPTN dan/atau PPNS-DAG. Pasal 17 (1) Menteri mempunyai wewenang menunjuk PPTN sebagaimaan dimaksud dalam pasal 16 di lingkungan pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/kota. (2) Menteri memberikan mandat untuk menunjuk PPTN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jendral Perlindungan Konsumen dan Tata Niaga. Pasal 18 (1) Persyaratan untuk dapat ditunjuk sebagai PPTN sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 sebagai berikut: a. pegawai negeri sipil yang bertugas pada unit kerja yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan; b. memiliki Pendidikan minimal Diploma (D3) atau sederajat pada bidang kimia, teknik kimia atau lingkungan. c. Lulus pelatihan PPTN (2) Pelatihan PPTN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga Kementerian Perdagangan. (3) Direktur Jendral Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga dalam menyelenggarakan pelatihan PPTN dapat berkoordinasi dengan instansi teknis terkait sebagaimana dimaksud pada pasal 15 ayat(3) huruf a,b dan c.
Pasal 19 (1) Parameter pengawasan perdagangan produk mengandung BPN meliputi : a. pencantuman RPD atau RPL; dan b. kesesuaian produk terhadap parameter pengujian yang dipersyaratkan dalam produk mengandung BPN (2) Kegiatan pengawasan produk mengandung BPN dalam negeri dan asal impor dilakukan oleh PPTN yang ditetapkan melalui: a. Pengambilan sampel barang secara acak; b. Pengujian sampel di laboratorium yang ditunjuk (3) PPTN melaporkan hasil pengambilan dan pengujian sampel sebagaimana pada pasal (2) kepada kepala unit kerja dalam hal ini direktur pengawasan barang beredar dan jasa. (4) Apabila ditemukan produk mengandung BPN yang membahayakan lingkungan dan kesehatan maka PPTN dapat mencantuman rekomendasi berupa: a. Penarikan produk dari distribusi dan/atau pemusnahan barang. b. Penghentian kegiatan usaha produksi dalam negeri atau impor. c. Pencabutan perizinan usaha di bidang perdagangan. Pasal 20 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal.. MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA ENGGARTIASTO LUKITA