BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan suatu bagian dari sistem pendidikan. Tujuan utama sistem pendidikan pada era informasi saat ini adalah memberi siswa keterampilan untuk memperoleh informasi daripada memberikan informasi yang siswa butuhkan secara langsung, mempersiapkan siswa untuk menghadapi kehidupan nyata dan memungkinkan siswa untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang siswa butuhkan. Pembelajaran memiliki berbagai komponen yang berperan dan berinteraksi dengan komponen lain dalam mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Terdapat tiga komponen utama yang terlibat dalam proses belajar mengajar yaitu pengajar (guru), pembelajar (siswa), dan bahan ajar (Anwar, 2014). Pada proses belajar terjadi transformasi ilmu (bahan ajar) dari pengajar (guru) kepada pembelajar (siswa) dan dari hasil transformasi tersebut siswa memperoleh pengalaman belajar. Proses pembelajaran melibatkan interaksi antara guru dengan siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. Pada proses pembelajaran, guru dan siswa merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan, antara dua komponen tersebut harus terjalin interaksi yang saling menunjang agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal (Rustaman, 2001, hlm. 461). Untuk mencapai tujuan yang termaktub dalam kurikulum, seorang guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan karakter materi yang akan disampaikan dalam bentuk model pembelajaran dilengkapi sumber belajar dan media yang mendukung (Wisudawati & Sulistyowati (2015, hlm. 5). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan dan diskusi untuk menghasilkan suatu penjelasan mengenai sebuah gejala yang dapat dipercaya (Kemdikbud, 2013a, hlm. 212). IPA dapat diartikan sebagai ilmu tentang sebab dan akibat kejadian-kejadian yang ada di alam (Sukarno, 1973;
2 Wisudawati & Sulistyowati, 2015). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa IPA memegang peranan penting dalam kehidupan. Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahun 1990, National Science Foundation menggabungkan sains, teknologi, teknik, dan matematika serta menciptakan akronim STEM. Hal ini merupakan sebuah keputusan strategis yang dibuat oleh ilmuwan, teknolog, insinyur, dan matematikawan untuk menggabungkan kekuatan dan menciptakan suara politik yang lebih kuat. Tinjauan literatur dan banyak laporan mengungkapkan bahwa banyak pihak seperti pembuat kebijakan, pemimpin industri dan pendidik menunjukkan minat yang meningkat terhadap STEM. Pendidikan STEM diyakini sangat diperlukan untuk mempertahankan perusahaan inovasi, daya saing global, dan keamanan nasional. (Caprile et al., 2015; Honey et al., 2014; Kennedy & Oddel, 2014). Munculnya pendidikan STEM berawal dari kekhawatiran bahwa para siswa saat ini tidak siap untuk menghadapi tantangan dunia kerja di masa depan. Hal yang harus dilakukan adalah mempersiapkan pendidikan yang lebih fokus pada bidang STEM dan sumber daya sejak usia dini. Salah satu tantangan yang paling penting dalam praktik pendidikan berpusat pada pengenalan isu terkait STEM dan mengembangkan kompetensi untuk mengatasi masalah yang akan dihadapi siswa sebagai warga Negara. Dalam mengatasi tantangan tersebut, diperlukan pendekatan pendidikan yang menempatkan situasi kehidupan dan masalah global sebagai bagian utama dan menggunakan empat disiplin STEM untuk memahami dan mengatasi masalah (Bybee, 2013). Pembelajaran STEM telah menjadi topik diskusi internasional selama dekade terakhir. Hal ini didorong oleh perubahan ekonomi dan kebutuhan global akan tenaga kerja yang mengindikasikan akan ada kekurangan pekerja dan pendidik di bidang STEM di seluruh dunia. Meningkatkan pengajaran dan pembelajaran dalam pendidikan STEM telah menjadi faktor yang penting bagi ekonomi di negara berkembang, negara maju, dan negara dengan ekonomi yang stabil seperti Eropa dan Amerika Serikat (Kennedy & Odell, 2014). Implementasi pertama pembelajaran STEM di Indonesia telah dilakukan pada tahun 2013 yang
3 diawali dengan kegiatan pelatihan guru, analisis konten kurikulum 2013 dan KTSP, serta kegiatan pelatihan terintegrasi STEM (Suwarma, 2015). SEAMEO QITEP in Science (2016) juga telah melakukan penelitian mengenai keterlaksanaan pembelajaran STEM di Indonesia, khususnya di kota Bandung pada lima sekolah (SD dan SMA/SMK). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran STEM dapat terlaksana dengan baik namun terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian khususnya mengenai perlunya pelatihan bagi guru dalam menyusun RPP, LKS dan bahan ajar STEM lainnya. Pada kurikulum 2013 terjadi pola pergeseran pembelajaran dari ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidiscipline). Rumusan tujuan dan pola pikir dalam pengembangan kurikulum 2013 mengisyaratkan bahwa kurikulum 2013 memberikan ruang bagi pengembangan dan implementasi pendidikan STEM yang mengutamakan integrasi S, T, E dan M secara multi dan transdisiplin serta pengembangan pemikiran kritis, kreativitas, inovasi, dan kemampuan memecahkan masalah. (Firman, 2016). Pembelajaran STEM dapat menghubungkan penelitian saintifik dan engineering melalui formulasi pertanyaan yang dapat dijawab melalui percobaan,. Desain engineering meliputi formulasi sebuah masalah yang dapat dipecahkan dengan mengkontruksi dan mengevaluasi selama tahap desain dilaksanakan. (Kennedy & Odel, 2014). Banyak bukti manfaat yang telah dirasakan dengan menggunakan integrasi pendidikan STEM. Beberapa manfaat dari pendidikan STEM adalah membuat siswa menjadi problem solver, inovator, inventor, percaya diri, berpikir logis, dan literat teknologi (Morrison, 2006). Semua disiplin STEM memberikan kesempatan untuk menekankan keterampilan abad ke-21. Siswa dapat mengembangkan keterampilan abad ke-21 seperti adaptasi, komunikasi yang kompleks, keterampilan sosial, pemecahan masalah tidak rutin, manajemen diri / pengembangan diri, dan berpikir sistem (NRC, 2010; Bybee, 2010). Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan mengintegrasikan STEM dalam pembelajaran dapat memotivasi siswa untuk berkarir di bidang STEM dan dapat meningkatkan ketertarikan dan kinerja siswa dalam matematika dan sains (Stohlmann, Moore & Roehrig, 2012), serta memotivasi siswa untuk belajar
4 (Gutherie, Wigfield & VonSecker, 2000). Integrasi STEM dalam pembelajaran juga dapat meningkatkan literasi sains siswa (Afriana, 2016; Ismail, 2016). Berpikir sistem adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi diperlukan untuk memenuhi tuntutan kemajuan sosial, lingkungan, teknologi dan saintifik. Di dalam sains terdapat banyak sistem dan sistem-sistem tersebut berfungsi sebagai objek inti dari investigasi dan analisis dalam sains. Sehingga, mengajar sains dapat menjadi kerangka kerja yang tepat untuk mengembangkan KBS (Constantinde, Michaelides & Constantinou, 2014). Berpikir sistem melibatkan kemampuan untuk mengamati sistem dalam berbagai skala (Plate & Monroe, 2014). Melalui pemahaman menyeluruh tentang sistem dengan menggidentifikasi setiap bagian-bagiannya, hubungan antara bagian-bagian dan kontribusi masingmasing bagian untuk keseluruhan sistem, siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti analisis dan sintesis yang memungkinkan siswa untuk dapat mengambil keputusan dan solusi yang tepat. Upaya meningkatkan kemampuan berpikir sistem (KBS) pada siswa sekolah menengah pertama merupakan salah satu usaha untuk menyiapkan sumber daya manusia yang unggul. Terdapat beberapa aplikasi dari KBS yang dimiliki oleh seseorang diantaranya : (1) belajar dan memahami bagaimana tanggung jawab pekerjaan akan berpengaruh terhadap strategi, nilai dan tujuan perusahaan yang lebih besar ; (2) memahami bagaimana pekerjaannya sendiri dapat mempengaruhi kelompok dan organisasi lainnya; dan (3) menyelidiki masalah atau situasi dari berbagai perspektif untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap. (Houston ; NRC, 2010). Namun, KBS tidak dapat berkembang secara alami tetapi harus dikembangkan melalui pembelajaran formal, salah satunya melalui pembelajaran IPA. Pemilihan bahan ajar memiliki dampak yang besar pada pembelajaran siswa melebihi pengaruh yang dihasilkan oleh keefektifan guru dalam mengajar. Interaksi antara guru dan siswa diatur oleh bahan ajar yang disediakan oleh sekolah dan pemerintah (Chingos & Whitehurst, 2012, hlm. 4). Maka diperlukan pengembangan bahan ajar dalam kurikulum IPA di sekolah (Kesidou & Roseman, 2002). Hasil penelitian Verhoeff (2003) mengemukakan bahwa hasil analisis buku pelajaran Biologi Sekolah Menengah Atas tidak mendukung perkembangan KBS
5 siswa, sehingga sangat penting untuk mengembangkan bahan ajar yang dapat membantu mengembangkan KBS pada siswa. Pengembangan bahan ajar harus sejalan dengan ide-ide penting dalam pembelajaran. Jadi, apabila kita menginginkan permbelajaran terintegrasi STEM di Indonesia dapat berjalan, bahan ajar IPA terintegrasi STEM juga harus dikembangkan. Namun kenyataannya pentingnya bahan ajar sebagai langkah untuk implementasi pendidikan STEM tidak berbanding lurus dengan ketersediaan bahan ajar itu sendiri. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan bahan ajar terintegrasi STEM dapat meningkatkan technology engineering literacy siswa dan hasil belajar siswa (Komarudin, 2016 ; Gustiani, 2016; Toa, 2013; Efawani, 2013). Materi pokok Sistem Organisasi Kehidupan (SOK) merupakan salah satu materi yang terdapat pada kurikulum 2013 IPA kelas VII. Kompetensi dasar yang mendasari materi ini adalah KD. 3.6 mengidentifikasi SOK mulai dari tingkat sel sampai organisme dan komposisi utama penyusun sel dan KD 4.6 membuat model struktur sel tumbuhan/hewan (Kemendikbud, 2016). Untuk dapat memahami materi pokok tersebut, siswa harus memiliki KBS karena materi ini mengandung konsep-konsep sistem biologi yang kompleks (Dauer & Dauer, 2016). Namun, buku pegangan yang siswa pakai selama ini masih cenderung hanya melatih penguasaan konsep daripada KBS siswa. Dalam kerangka kerja Next Generation Science Standard (NGSS), untuk mengintegrasikan science, technology, engineering and mathemathic (STEM) ke dalam bahan ajar dan pembelajaran terdapat dimensi cross-cutting concepts yang mirip dengan berpikir sistem, salah satu dimensi yang paling jelas adalah system and systems models (NGSS, 2013; Plate & Monroe, 2014; Raved & Yarden, 2014). Hal ini diperkuat dengan hasil studi pendahuluan yang dilakukan kepada beberapa guru IPA yang pernah mengintegrasikan STEM dalam pembelajaran. Materi pokok SOK merupakan salah satu materi yang cocok diintergasikan dengan STEM. Jadi, untuk mengenalkan KBS dapat dilakukan dengan menggunakan bahan ajar terintegrasi STEM pada materi pokok SOK untuk siswa menengah pertama (SMP).
6 Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan diatas, maka diperlukan penelitian mengenai pengembangan bahan ajar terintegrasi Science, Technology, Engineering and Mathematic (STEM) pada materi SOK untuk meningkatkan KBS siswa SMP. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, masalah yang akan dikaji adalah Bagaimanakah pengembangan bahan ajar terintegrasi STEM pada materi pokok SOK untuk meningkatkan KBS siswa SMP? Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : a. Bagaimanakah karakteristik bahan ajar terintegrasi STEM pada materi pokok SOK. b. Bagaimanakah kelayakan bahan ajar terintegrasi STEM pada materi pokok SOK? c. Bagaimanakah keterlaksanaan pembelajaran menggunakan bahan ajar terintegrasi STEM pada materi pokok SOK? d. Bagaimanakah peningkatan KBS siswa setelah pembelajaran menggunakan bahan ajar terintegrasi STEM pada materi pokok SOK? e. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar terintegrasi STEM pada materi pokok SOK? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar terintegrasi STEM pada materi pokok sistem organsiasi kehidupan yang dapat meningkatkan KBS siswa. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Menganalsis karakteristik bahan ajar terintegrasi STEM pada materi pokok SOK.
7 b. Menganalisis kelayakan bahan ajar terintegrasi STEM pada materi pokok SOK yang dikembangkan dengan melihat hasil evaluasi ahli dan guru. c. Menganalisis peningkatan KBS siswa setelah pembelajaran menggunakan bahan ajar terintegrasi STEM pada materi pokok SOK. d. Menganalisis tanggapan siswa dan guru terhadap pembelajaran yang menggunakan bahan ajar terintegrasi STEM pada materi pokok SOK. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi pelaksana pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi alternatif bahan ajar IPA pada materi pokok SOK untuk meningkatkan KBS siswa. 2. Bagi peneliti pembelajaran STEM, hasil penelitian ini dapat memperkaya hasil penelitian terkait bahan ajar terintegrasi STEM. E. Struktur Organisasi Tesis Penulisan tesis ini dibagi menjadi lima bagian utama yaitu Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, Temuan dan Pembahasan, serta Kesimpulan dan Rekomendasi. Bagian Pendahuluan memberikan gambaran secara lengkap mengenai pentingnya penelitian dilakukan, rumusan masalah yang diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian, tujuan dilakukannya penelitian dan manfaat penelitian. Pertanyaan penelitian diturunkan dari rumusan masalah untuk mempermudah analisis data yang dilakukan. Bagian Tinjauan Pustaka berisi landasan-landasan teoritis yang digunakan untuk membahas topik yang dikaji dalam penelitian. Tinjauan Pustaka dalam tesis ini berisi kajian tentang bahan ajar, pendidikan STEM, berpikir sistem, materi SOK, dan penelitian-penelitian yang relevan. Bagian Metodologi Penelitian memberikan penjelasan yang rinci mengenai metode penelitian yang digunakan. Bagian ini terdiri dari desain penelitian, partisipan dan tempat penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, prosedur penelitian, teknik analisis instrumen dan teknik pengolahan data penelitian.
8 Bagian Temuan dan Pembahasan memaparkan temuan-temuan yang diperoleh dari proses penelitian. Temuan mengacu pada pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah diuraikan pada rumusan masalah. Temuan yang telah diperoleh selanjutnya dibahas dan dianalisis dalam pembahasan untuk menjawab rumusan masalah utama. Pembahasan menganalisis data yang diperoleh selama penelitian. Analisis data dihubungkan dengan kajian pustaka atau hasil penelitian sebelumnya yang relevan. Bagian Kesimpulan dan Rekomendasi berisi kesimpulan dari temuan penelitian yang menjawab pertanyaan penelitian secara sistematis. Kendala yang dihadapi dalam penelitian dan keterbatasan penelitian dijadikan dasar untuk memberikan rekomendasi.