ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GROBOGAN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH TERHADAP APBD TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI, MOTIVASI KERJA, DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA KARYAWAN BIDANG KEUANGAN PADA PEMDA KABUPATEN SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan dikeluarkannya undang-undang (UU) No.32 Tahun 2004

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus pada PEMKOT Surakarta Tahun )

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lahirnya otonomi daerah memberikan kewenangan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

ANALISIS PERUBAHAN KEMAMPUAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH SEBELUM DAN SESUDAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah (government organization) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

ANALISIS PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH. (Studi Kasus Kabupaten Klaten Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. daerah, maka semakin besar pula diskreasi daerah untuk menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

ANALISIS RASIO KEUANGAN PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH SEBAGAI EVALUASI KINERJA PADA PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansidapatdidefinisikan sebagai sebuahseni, ilmu (science)maupun

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOGIRI DAN KABUPATEN KARANGANYAR DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang. Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. perimbangan keuangan pusat dan daerah (Suprapto, 2006). organisasi dan manajemennya (Christy dan Adi, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mengatur pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan reformasi pengelolaan keuangan negara. Paket peraturan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, Dewan Perwakilan. rakyat Daerah (DPRD), dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Otonomi. daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan desentraliasasi fiskal, Indonesia menganut sistem pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

ANALISIS PERKEMBANGAN DAN PERBANDINGAN KINERJA KUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM OTONOMI DAERAH PADA KABUPATEN SUKOHARJO DAN KABUPATEN SRAGEN

1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi. dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. langsung dengan masyarakat menjadi salah satu fokus utama dalam. pembangunan pemerintah, hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah

ANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI OTONOMI DAERAH DI SURAKARTA. (Studi Empiris di Surakarta Tahun Anggaran )

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era reformasi yang diikuti dengan diberlakukannya kebijakan

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi keuangan pemerintah yang dilaksanakan pada awal

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

Transkripsi:

i ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GROBOGAN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH TERHADAP APBD TAHUN 2004-2006 SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: Eka Heruwati B 200 040 140 FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi seperti sekarang ini mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar lagi keberadaannya dan mutlak terpenuhi. Prinsip-prinsip pemerintahan yang baik meliputi antara lain: (1) akuntabilitas (accountability) yang diartikan sebagai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya; (2) keterbukaan dan transparansi (openness and transparency) dalam arti masyarakat tidak hanya dapat mengakses suatu kebijakan tetapi juga ikut berperan dalam proses perumusannya; (3) ketaatan pada hukum, dalam arti seluruh kegiatan didasarkan pada aturan hukum yang berlaku dan aturan hukum tersebut dilaksanakan secara adil dan konsisten; dan (4) partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pemerintahan umum dan pembangunan. Sesuai dengan dikeluarkannya Undang-undang yang baru tentang pemerintahan daerah yaitu UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang disahkan pada tanggal 5 Oktober 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang disahkan pada tanggal 15 Oktober 2004 menggantikan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 maka Pemerintah Daerah Kabupaten diberi kewenangan untuk mengurus dan mengelola potensi daerahnya sendiri. 1

2 Dalam UU No. 32 tahun 2004 ini Pemerintah Daerah tingkat kabupaten diberi kewenangan yang luas dengan menyelengarakan semua urusan pemerintahan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama, dan kewenangan lain yang ditetapkan peraturan pemerintah. Sehingga, sebagai konsekuensinya dari kewenangan otonomi yang luas, pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara demokratis, adil, merata, dan berkesinambungan. Kewajiban itu mampu dipenuhi apabila Pemerintah Daerah mampu mengelola potensi daerahnya yaitu potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan potensi sumber daya keuangannya secara potensial. Pemberian otonomi yang luas dan desentralisasi yang sekarang ini dinikmati Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota, memberikan jalan bagi Pemerintah daerah untuk melakukan pembaharuan dalam sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah (Triyono, 2002). Di dalam UU No. 32 Tahun 2004 pasal 6 ayat (2) menjelaskan evaluasi terhadap kemampuan pemerintah daerah adalah dengan penilaian menggunakan sistem pengukuran kinerja serta indikator-indikatornya yang meliputi masukan, proses, keluaran, dan dampak. Pengukuran dan indikator kinerja digunakan untuk memperbandingkan antara satu daerah dengan daerah lain, dengan angka ratarata secara nasional untuk masing-masing tingkat pemerintahan, atau dengan hasil tahun-tahun sebelumnya untuk masing-masing daerah.

3 Menurut Indra Bastian (2000), Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja dipergunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap awal kegiatan sampai selesai. Selain itu, indikator kinerja juga dipergunakan untuk meyakinkan bahwa kinerja hari ke hari dari organisasi/unit kerja menunjukkan kemajuan menuju tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan pada perencanaan strategis. proses mengolah masukan menjadi keluaran. indikator keluaran (output) Indikator kinerja yang dipergunakan di dalam mengukur kinerja organisasi, yaitu : indikator masukan, indikator proses, indikator keluaran, indikator hasil, dan indikator dampak. Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi kebijaksanaan/peraturan perundang-undangan. Indikator proses (procces) adalah segala besaran yang menunjukkan upaya yang dilakukan dalam rangka mengolah masukan menjadi keluaran. Indikator proses menggambarkan perkembangan atau aktivitas yang terjadi atau dilakukan selama pelaksanaan kegiatan berlangsung, khususnya adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau non-fisik. Indikator hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah/efek langsung. Indikator manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir pelaksanaan

4 kegiatan. Indikator dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang ditetapkan. Sedangkan UU No. 33 Tahun 2004 mengatur tentang Perimbangan keuangan antar Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. Salah satu masalah yang dihadapi berkaitan dengan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah adalah adanya kenyataan bahwa tingkat kemampuan ekonomi Pemerintah Daerah Kabupaten yang berbeda sehingga perimbangan keuangan ini harus dirasa adil baik bagi Pemerintah Kabupaten yang memiliki kemampuan tinggi maupun bagi Pemerintah Kabupaten yang memiliki kemampuan rendah (Abdul Halim. 2001). Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan dan kepatuhan. Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan dituangkan dalam APBD yang langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah dalam membiayai pelaksanaan tugas tugas pemerintah, pembangunan, dan pelayanan sosial masyarakat. Sedangkan berdasarkan pasal 26 ayat (2) Undang Undang No 5 Tahun 1974 tentang pokok pokok pemerintahan daerah APBD dapat didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah dimana satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi tingginya guna membiayai kegiatan kegiatan dan

5 proyek dalam satu tahun anggaran tertentu,dan dipihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran pengeluaran yang dimaksud. Keberhasilan pembangunan di daerah sekarang ini sangatlah tergantung kepada pemerintah daerah dan masyarakat didaerah tersebut dalam mengoptimalkan potensi daerah yang tersedia. Untuk itu pemerintah daerah harus mampu menjalin hubungan yang harmonis kepada setiap komunitas yang berada di daerahnya sehingga dukungan dan partisipasi masyarakat dijadikan modal dasar dalam pembangunan daerah. Dan juga, dana perimbangan yang berasal dari pemerintah pusat selayaknya ditempatkan sebagai stimulus sehingga dapat menarik dana yang lebih besar lagi yang berasal dari potensi ekonomi daerah yang dimiliki. Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari kemampuan daerah dalam bidang keuangan, karena kemampuan keuangan merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur tingkat otonomi suatu daerah. Kemampuan daerah dapat ditingkatkan dengan cara pemungutan yang lebih baik, intensif, wajar dan tetap terhadap sumbersumber baru. Hal ini dapat dilakukan asal tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam rangka peningkatan prakarsa dan partisipasi rakyat didaerah maka kemampuan dan perbaikan aparatur daerah perlu ditingkatkan, guna mewujudkan otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggung jawab.

6 Kinerja keuangan menggambarkan kemampuan daerah dalam menjalankan aktivitas daerah tingkat liquiditas, tingkat solvabilitas dan tingkat profitabilitas daerah yang dapat diketahui dari kinerja keuangan, pengukuran kinerja keuangan, untuk mengetahui tingkat pendapatan daerah yang bersumber dari PAD dan non PAD Untuk mengetahui apakah suatu pemerintah daerah siap menjalankan otonomi daerah, dapat dilakukan dengan suatu analisis terhadap kinerja Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Dalam mengelola keuangan daerah dapat digunakan alat penilaian berupa analisa rasio keuangan APBD. Analisa rasio keuangan APBD dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang dicapai oleh suatu daerah dari satu periode terhadap periode sebelumnya, sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti mengambil judul ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GROBOGAN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH TERHADAP APBD TAHUN 2004 2006 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan Dilihat dari Pendapatan Daerah Terhadap APBD Tahun 2004-2006?"

7 C. Pembatasan Masalah Dengan dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah telah membawa perubahan yang mendasar pada sistem kinerja Pemerintahan dan sistem keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Akan tetapi, penelitian ini hanya dibatasi untuk menganalisa kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan terhadap laporan keuangannya pada tahun 2004-2006 saja. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah Menganalisis kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan dalam mengelola keuangan daerahnya dengan menggunakan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan dari tahun 2004-2006. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman meneliti bagi penulis. 2. Untuk dijadikan masukan atau informasi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan dalam pengelolaan dan pengembangan daerahnya dimasa depan.

8 3. Dapat dijadikan standarisasi penilaian kinerja dengan menggunakan konsep akuntanbilitas. 4. Dapat dijadikan refrensi bagi penelitian berikutnya baik dari kalangan mahasiswa maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. F. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini akan dibagi menjadi lima bab yaitu: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang uraian mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang landasan teori yang digunakan sebagai dasar penelitian yaitu otonomi daerah, pengukuran kinerja anggaran keuangan daerah, tinjauan keuangan daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), akuntabilitas, analisa rasio keuangan APBD, dan tinjauan penelitiannya sebelumnya. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang metode penelitian, jenis data, dan sumber data, definisi operasional, serta alat analisis untuk menilai kinerja keuangan pemerintah daerah.

9 BAB IV : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti dengan menjelaskan keadaan umum Pemerintah Kabupaten Grobogan baik dari kondisi sumber daya alam, sumber daya manusia, analisis data dan pembahasannya BAB V : PENUTUP Bab ini berisi tentang kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penelitian.