LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN LAKHAR BNN TAHUN 2005



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Analisis Implementasi..., Agustinus Widdy H, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia

BAB III BADAN NARKOTIKA NASIONAL. A. Latar belakang berdirinya Badan Narkotika Nasional (BNN)

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Narkotika Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Oktober 2015; disetujui: 15 Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

J A K A R T A, M E I

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 KERJA NYATA PERANGI NARKOTIKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II. A. Sebelum Undang-Undang Nomor 35 Tahun ) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. atau kesulitan lainnya dan sampai kepada kematian tahun). Data ini menyatakan bahwa penduduk dunia menggunakan

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PELAKSANA HARIAN BADAN NARKOTIKA KOTA DUMAI

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

KEPPRES 116/1999, BADAN KOORDINASI NARKOTIKA NASIONAL

2 Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Lembaran

BAB 1 PENDAHULUAN. NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan penyalangunaan narkoba di Indonesia telah menjadi ancaman

PROPINSI SULAWESI SELATAN. KEPUTUSAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI SULAWESI SELATAN Nomor : KEP/ 06 / X / 2011 / BNNP TENTANG

PERANAN KEMENKEU DALAM IMPLEMENTASI JAKSTRANAS P4GN TAHUN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KETUA BADAN NARKOTIKA NASIONAL. Nomor : PER / 01 / VIII / 2007 / BNN TENTANG

Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Bagi Generasi Muda Senin, 18 Juli :29 - Terakhir Diperbaharui Selasa, 11 April :35

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG

P E M E R I N T A H K O T A D U M A I

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN NARKOTIKA KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG,

BAB I PENDAHULUAN. pasar narkoba terbesar di level Asean. Menurut United Nation Office on Drugs and

KEBIJAKAN NON PENAL DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN NARKOTIKA. Adhi Prasetya Handono, Sularto*), Purwoto ABSTRAK

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS (KPA) DENGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN)

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA (P4GN) DI KABUPATEN BANYUWANGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JURNAL DATA TERKAIT NARKOTIKA TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dampak negatif yang membawa kesengsaraan bagi manusia. Dampak negatif

Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2017 KERJA BERSAMA PERANG MELAWAN NARKOBA

I. PENDAHULUAN. telah menggunakan komputer dan internet. Masyarakat yang dinamis sudah akrab

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISA DATA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN GELAP NARKOBA

BUPATI TOLITOLI PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN NARKOTIKA KABUPATEN TOLITOLI

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan diduga akan berkepanjangan karena masih terdapat faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, bangsa dan umat manusia. yang sangat mengkhawatirkan. Terutama pada remaja-remaja saat ini yang makin

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

UU NO.35 tahun 2009 tentang Narkotika PP 25 tahun 2010 Tentang Wajib Lapor. Abdul Azis T, SKep

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Negara Republik Indonesia dan penyidikan oleh penyidik Badan Narkotika

Nomor: 04/SKB/M.PAN/12/2003. Nomor : 127 Tahun 2003 Nomor : Ol/SKB/XII/2003/BNN.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah semakin menjamur dan sepertinya hukum di Indonesia tidak

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN NARKOTIKA KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROFILE BADAN NARKOTIKA NASIONAL tahun 2016

BNN TES URINE PEGAWAI BPK SUMUT

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara dengan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

IV. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. A. Sejarah dan Letak Badan Narkotika Provinsi (BNP)

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN. Indonesia dan memiliki luas sebesar 2.556,75 km 2 dan memiliki penduduk sebanyak

A. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perlu berinteraksi dengan sesama manusia sebagai aplikasi dari proses sosial

KEBIJAKAN PENANGANAN NARKOBA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat dunia khususnya bangsa Indonesia, saat ini sedang dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran gelap narkotika di Indonesia menunjukkan adanya

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

Bab I Pendahuluan. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pada pembinaan kesehatan (Shaping the health of the nation), yaitu upaya kesehatan

Globalisasi Peredaran Narkoba Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini baik narkoba atau napza

RechtsVinding Online. Kelembagaan Badan Narkotika Nasional Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 2 Oktober 2015; disetujui: 7 Oktober 2015

DATA PENDUKUNG PRESS RELEASE AKHIR TAHUN 2016 BADAN NARKOTIKA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Narkotika Nasional, Jakarta, 2003, h Metode Therapeutic Community Dalam Rehabilitasi Sosial Penyalahguna Narkoba, Badan

2013, No.96 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta

ARAH KEBIJAKAN DIREKTORAT KETAHANAN EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Fenomena Narkoba di Indonesia

dan pelaksanaan dalam pencegahan, penanggltlangan,

Transkripsi:

BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN LAKHAR BNN TAHUN 2005 I. PENDAHULUAN Sebagaimana kita ketahui bersama, saat ini permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba masih merupakan masalah penting bangsa yang bisa mengancam secara serius kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara di negara tercinta Indonesia. Oleh sebab itu permasalahan ini harus segera mendapatkan perhatian yang lebih serius dari seluruh potensi bangsa serta terus meningkatkan kerjasama dengan negara lain secara intensif. Trend penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba saat ini, jangkauan permasalahannya semakin rumit dan meluas dengan beberapa fakta yang ditemukan di masyarakat. Beberapa fakta tersebut antara lain : kecenderungan usia tingkat pemula penyalahguna narkoba yang semakin muda, tingginya angka penyalahguna Narkoba dan semakin cepatnya penyebaran virus HIV/AIDS oleh penyalahguna narkoba suntik. Beberapa penyakit ikutan dari efek penyalahgunaan narkoba, seperti Hepatitis B & C juga semakin meluas, sehingga pada tingkat Nasional permasalahan penyalahgunaan narkoba telah menimbulkan ancaman epidemi ganda, yaitu penyalahgunaan narkoba dan penyebaran virus HIV/AIDS. Oleh sebab itu dalam mengatasi masalah tersebut segenap elemen bangsa khususnya seluruh anggota BNN dan semua pihak yang terkait baik dari unsur pemerintah, legislatif, yudikatif, swasta, LSM dan seluruh lapisan masyarakat lainnya harus bahu membahu dan bekerja lebih serius secara komprehensif, dengan terus meningkatkan komitmen, koordinasi dan keterpaduan langkah guna melahirkan karya nyata dalam pelaksanaan Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba. 1

II. GAMBARAN UMUM PENYALAHGUNAN NARKOBA DI INDONESIA 1. Data Penyalahgunaan Narkoba. Berdasarkan data 5 (lima) tahun terakhir (2001 2005) yang dihimpun Badan Narkotika Nasional, jumlah kasus dan tersangka pelaku tindak kejahatan narkoba yang terungkap dan jumlah penyalahguna narkoba yang terdeteksi, menunjukan peningkatan tajam di seluruh wilayah tanah air. Jumlah kasus narkoba meningkat dari sebanyak 3.617 pada tahun 2001 menjadi 14.514 pada tahun 2005, atau meningkat rata-rata 36,9% per tahun. Jumlah tersangka tindak kejahatan narkoba meningkat dari 4.924 orang pada tahun 2001 menjadi 20.023 pada tahun 2005, atau meningkat rata-rata 36,8% per tahun. (terlampir). Sejak tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 telah berhasil disita Narkoba jenis Narkotika, antara lain : ganja dan derivatnya sebanyak 117 ton dan 955.182 batang, Narkoba jenis heroin sebanyak 90,8 kg dan morphin sebanyak 18 gram serta kokain sebanyak 68,3 kg. Sedangkan barang sitaan Psikotropika jenis ATS, antara lain : Ekstasi sebanyak 864.681 tablet dan Shabu sebanyak 327.036,12 gram. (terlampir). Beberapa kasus menonjol yang berhasil diungkap oleh Satgas BNN sepanjang tahun 2005 adalah : a. Tanggal 8 April 2005, pengungkapan pabrik gelap ekstasy di Desa Pangradin, Jasinga-Bogor, dengan tersangka Filip Wijayanto alias Hans Philip yang tertembak mati. Pabrik tersebut memiliki kapasitas produksi 504.000 butir ekstasy perhari. b. Tanggal 17 April 2005, pengungkapan 9,2 kg heroin di Bandara Ngurah Rai Bali, dengan tersangka Andrew Chan, Renae Lawrence, Stephens Martin dan Scot Anthony Rush. 2

c. Tanggal 27 April 2005, penangkapan Man Singh Ghale (WN Nepal) seorang buronan Internasional di Teluk Pucung Bekasi Jawa Barat, tersangka tertembak di TKP dengan barang bukti heroin 1.250 gr, kokain 276 gr, ekstasy 7000 butir dan 1 buah pistol FN kaliber 22. d. Tanggal 10 Mei 2005, penggerebekan rumah di komplek Green Garden Blok E-1 No.37a Jakarta Barat, dengan tersangka Tjik Wang alias Akwang dan Hariono Agus Tjahyono alias Seng Hwat dengan barang bukti shabu kristal sebanyak 50 kg, shabu cair 4 kg, ekstasy 70.000 butir, 6 unit mobil serta uang tunai Rp. 1.050.000.000,-. e. Pada pasca bencana Tsunami di Aceh, operasi Satgas BNN menemukan areal kultivasi ganja di : 1) Kab. Aceh Besar (10 lokasi ladang ganja). 2) Kampung Lapeng, Desa Pulau Breh, Kec. Pulau Aceh terdapat 3 lokasi penanaman ganja di areal 8 hektar. 3) Kampung Lampuyang, Desa Pulau Breh, Kec. Pulau Aceh terdapat 1 lokasi penyemaian ganja dan ribuan bibit ganja siap tanam. 4) Desa Cisuum Indrapuri ditemukan 2 titik ladang ganja (setara dengan 20.000 batang pohon ganja) seluas 4 hektar. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa penyalahguna ganja yaitu sekitar 75%, maka BNN telah melakukan berbagai antisipasi atau kegiatan yaitu : 3

1) Mencegah masuknya ganja dari wilayah Sumatera ke Jawa dengan membentuk pos pemeriksaan cepat dan pos pemeriksaan ketat di Bakaheuni, Lampung. 2) Melaksanakan operasi ganja di wilayah Aceh dan daerah produksi lainnya. f. Tanggal 11 Nopember 2005, pengungkapan pabrik gelap pembuatan ekstasy dan shabu dengan kapasitas produksi 100 kg perminggu, di Desa Cemplang Cikande, Serang Banten. Mengingat sifat pabrik clandestine yang tertutup dan memiliki sistem sel maka dilakukan pengawasan dan penyelidikan lebih lanjut sehingga pada tanggal 27 Januari 2006 telah berhasil ditemukan gudang penyimpanan bahan kimia/prekursor dan peralatan Laboratorium Gelap Psikotropika di Desa Citawa Kec. Kibin Kab. Serang Banten. Gudang tersebut masih terkait dengan kasus Laboratorium Gelap Psikotropika di Desa Jawilan Cikande, Serang, Banten tanggal 11 Nopember 2005 dengan tersangka Benny Sudrajat, dkk g. Tanggal 23 Nopember 2005, pengungkapan pabrik gelap ekstasy di Banyuwangi dan Malang dengan kapasitas produksi 8.000 butir ekstasy perjam. Tersangka adalah Warga Negara Indonesia, Singapura, Hongkong dan Malaysia. Pada tahun 2004 telah dieksekusi 3 (tiga) orang terpidana mati oleh Pengadilan Negeri Medan, yaitu : Ayodya Prasad Chaubey (WN India), Saelow Prased dan Namsong Srilak (WN Thailand). Pada tahun 2005 telah dijatuhkan vonis mati terhadap 4 (empat) narapidana narkoba, sehingga sampai saat ini masih menunggu pelaksanaan eksekusi sebanyak 39 (tiga puluh sembilan) orang (data terlampir). Pada tanggal 10 Pebruari 2006 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 4

menolak permohonan grasi Marco Acher Cardoso, seorang warganegara Brazil yang dijatuhi hukuman mati karena menyelundupkan kokain ke Indonesia. Marco Acher Cardoso divonis bersalah pada tahun 2004 karena menyelundupkan lebih dari 13 kilogram kokain dalam sebuah bingkai hang-glider dan pada tanggal 14 Pebruari 2006 telah divonsi mati terhadap dua anggota kelompok Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. 2. Hasil-hasil Penelitian. a. Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Rumah Tangga di Indonesia, 2005 1) Survei rumah tangga dilakukan di 23 lokasi yang terdiri dari 16 kota dan 7 pedesaan di 16 Propinsi. 2) Survei nasional penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok rumah tangga di Indonesia, 2005 ini bertujuan untuk mengevaluasi estimasi prevalensi penyalahguna narkoba, mengidentifikasikan kelompokkelompok masyarakat rawan penyalahgunaan narkoba, mendapatkan gambaran peredaran gelap narkoba dan menilai pengetahuan masyarakat tentang narkoba dan HIV/AIDS. Survei ini hasil kerjasama BNN dengan Universitas Indonesia. b. Survei Sistem Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif Lainnya serta Prekursor pada Instansi Penegakan Hukum di 8 Propinsi. 1) Survei sistem pengawasan narkoba serta prekursor dilakukan di 8 Propinsi yang yaitu : Medan, Kepulauan Riau, Jakarta, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Manado. 5

2) Survei sistem pengawasan narkoba serta prekursor ini bertujuan untuk melihat mekanisme sistem pengawasan oleh masing-masing instansi pelaksana pengawasan yang berwenang mengawasi narkotika, psikotropika, bahan adiktif lainnya dan prekursor. 3) Dari hasil temuan dalam penelitian ini yang menarik adalah Direktorat Perdagangan Luar Negeri, Depperindag Bali, tidak memiliki mekanisme sistem pengawasan terhadap narkotika, psikotropika, bahan adiktif lainnya dan prekursor. Hal ini terjadi karena tidak ada importer yang tercatat di daerah itu. 4) Secara teknis pemahaman yang kurang dari petugas lapangan terhadap barang-barang yang berkategori prekursor merupakan hambatan, hal ini dikarenakan banyaknya ragam prekursor itu sendiri sehingga petugas belum tentu tahu bahwa barang tersebut adalah jenis prekursor. 5) Dari instansi swasta yang ditunjuk untuk ikut terlibat langsung di dalam pengawasan narkotika, psikotropika, bahan adiktif lainnya dan prekursor seperti PT. Sucofindo diketahui bahwa hambatan yang dialami KSO Sucofindo adalah masih banyak jenis prekursor yang mirip diluar kategori SK Menperindag No. 647/MPP/Kep/X/2004 tentang Ketentuan Import Prekursor tetapi tidak diverifikasi. 6

III. KELEMBAGAAN BNN. 1. Dasar Hukum Keberadaan BNN. a. Keberadaan BNN didasarkan kepada konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Dengan ratifikasi tersebut, maka konvensi internasional tersebut menjadi bagian dari hukum positif Indonesia dan ketentuanketentuannya mengikat Indonesia untuk dilaksanakan. Konvensikonvensi internasional yang dimaksud antara lain : 1) Single Convention on Narcotic Drugs 1961, yang sudah diratifikasi dengan Undang-Undang No. 8 tahun 1976. - Pasal 35 (a) : Membuat pengaturan untuk koordinasi pada lingkup nasional kegiatan-kegiatan pencegahan dan penegakan hukum terhadap peredaran gelap narkotika dan untuk hal ini perlu dibuat sebuah badan yang mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan tersebut. 2) Convention on Psychotropic Substances 1971, yang sudah diratifikasi dengan Undang-Undang No. 8 tahun 1996. b. Untuk pengawasan atas implementasi ketentuan-ketentuan UN Convention di atas, oleh United Nations (UN) dibentuk suatu badan Internasional yaitu International Narcotics Control Board (INCB). c. Untuk peningkatan penanggulangan bahaya narkoba secara global semua negara di dunia telah sepakat untuk membuat suatu konvensi baru yaitu The United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1988 yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1997. 7

2. Perkembangan Kelembagaan BNN a. Periode Pertama (1971-1999). Indonesia sejak tahun 1971 telah melaksanakan tindakan-tindakan yang bertujuan menanggulangi bahaya Narkotika, kala itu Pemerintahan Soeharto mengantisipasi dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor : 6/1971 yang menginstruksikan kepada Kabakin untuk mendirikan Badan Koordinasi, Bakolak Inspres 6/1971 yang menangani 6 masalah Nasional yaitu : 1) Pemberantasan uang palsu. 2) Penanggulangan penyalahgunaan narkoba. 3) Penanggulangan penyelundupan. 4) Penanggulangan kenakalan remaja. 5) Penanggulangan subversi. 6) Pengawasan orang asing. b. Periode Kedua (1999-2002). Dengan berkembangnya permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba yang semakin meningkat dan berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 54, maka pada tahun 1999 pemerintah Indonesia membentuk Lembaga baru melalui Keppres Nomor 116 tahun 1999 yaitu Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) dengan tugas pokok menetapkan kebijaksanaan dan strategi serta mengkoordinasikan semua lembaga departemen-non departemen. Pada periode ini dirasakan struktur organisasi belum berjalan dengan baik dan koordinasi hanya sebatas administrasi sedang operasionalisasi masih sporadis dan sektoral pada masingmasing anggota departemen/lembaga BNN. 8

c. Periode Ketiga (2002-2004) Karena lembaga yang ada hanya bersifat koordinatif dan administratif, maka dinilai kurang efektif sehingga memerlukan lembaga yang lebih operasional. Untuk itu berdasarkan Keppres Nomor 17 Tahun 2002 dan Inpres Nomor 3 tahun 2002, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPA, DPR, MA, pada Sidang Tahun MPR RI Tahun 2002, Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) diubah menjadi Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan memiliki 25 Anggota dari Departemen serta lembaga pemerintah terkait dengan Kapolri Selaku ketua Ex Officio yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tugas pokoknya adalah mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam menyusun kebijaksanaan dan pelaksanaan di bidang ketersediaan dan P4GN serta melaksanakan P4GN dengan membentuk satgas-satgas yang bersifat operasional. Sejak perubahan status kelembagaan menjadi BNN pada tahun 2002 maka Polri secara khusus telah memperbantukan 1 (satu) Direktorat yaitu Direktorat IV Narkoba Bareskrim Polri untuk mendukung tugas oprasional dibawah kendali BNN. Di samping itu BNN pun sudah diakui sebagai focal point untuk masalah Narkoba oleh badan-badan Internasional/dunia. 3. Visi dan Misi Visi BNN yaitu : Mewujudkan masyarakat Indonesia bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba. Misi BNN yaitu : a. Mengkoordinasikan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan dibidang penyediaan legal, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan pengedaran gelap narkoba dan prekursor dari instansi pemerintah terkait. 9

b. Mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat, organisasi bukan pemerintah, media massa dan sektor usaha serta masyarakat luas dalam program pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan dan pengedaran gelap narkoba dan prekursor. c. Melaksanakan kerjasama regional dan internasional baik bilateral maupun multirateral. d. Menyelenggarakan pengembangan kapasitas SDM melaui program pelatihan, dan pengadaan prasarana dan sarana, serta piranti lunak, termasuk pengembangan sistem informasi nasional narkoba yang terpadu dengan sistem informasi narkoba regional dan internasional. e. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan tentang permasalahan narkoba. 4. Peran BNN BNN dalam kegiatan Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) melaksanakan beberapa peran yaitu sebagai : a. Koordinator. 1) BNN merupakan lembaga forum yang terdiri dari 26 Anggota dan berasal dari 22 Departemen terkait. Oleh karena itu BNN perlu mengkoordinasikan semua kegiatan dari berbagai instansi terkait dalam rangka P4GN. BNN mengkoordinasikan berbagai upaya secara terpadu dari semua instansi, baik departemen maupun non departemen. Dengan demikian diharapkan seluruh anggota BNN memiliki komitmen yang sama untuk melakukan upaya secara konsisten dan sungguh-sungguh. 10

2) Berdasarkan SKB Menpan, Mendagri dan Kapolri Selaku Ketua BNN Nomor : 04/SKB/M.PAN/12/2003, Nomor: 127 tahun 2003 dan Nomor 01/SKB/XII/2003/BNN tanggal 15 Desember 2003 yang menyatakan bahwa dalam tugasnya BNN mengkoordinasikan secara fungsional setiap kegiatan yang dilakukan oleh BNP/BNK-Kota. Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya BNN senantiasa menjalin hubungan dan memberdayakan Badan Narkotika Provinsi dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota yang telah terbentuk. b. Pendukung. BNN memberikan dukungan pada setiap kegiatan dalam rangka P4GN yang dilaksanakan oleh seluruh anggota BNN. Dukungan BNN diberikan dalam bentuk : 1) Dukungan pencegahan. Dukungan pencegahan diberikan secara terpadu oleh seluruh anggota BNN yang termasuk komunitas pencegahan/demand reduction. Seperti : Depkes, Depsos, Diknas, Kominfo, dll. 2) Dukungan penegakan hukum. Dukungan penegakan hukum diberikan secara terpadu oleh seluruh anggota BNN yang termasuk komunitas penegakan hukum/supply reduction. Seperti : Badan POM, Bea Cukai, Imigrasi, Dit IV Narkoba/KT Bareskrim Polri, dll. c. Pelaksana langsung dalam beberapa bidang yang dilaksanakan oleh Lakhar BNN yaitu : 1) Kegiatan yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian, Pengembangan & Informatika, seperti; Penelitian P4GN, Pembangunan dan pengembangan serta operasionalisasi Sistem Informasi Narkoba. 11

2) Kegiatan yang dilaksanakan oleh Pusat Laboratorium Terapi dan Rehabilitasi, seperti; Kegiatan Terapi & Rehabilitasi, melakukan riset / penelitian di bidang Terapi & Rehabilitasi, Pengembangan Pus T & R untuk menjadi rujukan dalam kajian dibidang T & R. Dalam melakukan riset dan kajian Pus Lab. T & R bekerjasama dengan Pus Litbang & Info. d. Pelaksana Kegiatan operasional langsung oleh Lakhar BNN dilaksanakan dengan pembentukan Satgas-Satgas, yang diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Satgas Narkotika. 2) Satgas Psikotropika. 3) Satgas Airport Interdiction. 4) Satgas Seaport Interdiction. 5) Satgas Luhpen. 6) Satgas Prekursor. 7) Satgas Diseminasi Informasi. 8) Satgas Teknologi Informasi. 9) Satgas Terapi & Rehabilitasi. 10) Satgas Pengawasan Orang Asing. 11) Satgas Khusus TNI. IV. STRATEGIS NASIONAL BNN TAHUN 2005-2009 Strategi Nasional Badan Narkotika Nasional (BNN) Tahun 2005 2009 dalam Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Bidang Pencegahan. Adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dan peredaran gelap, dengan upaya-upaya yang berbasiskan masyarakat, 12

mendorong dan menggugah kesadaran, kepedulian dan peran serta aktif seluruh komponen masyarakat. Motto yang menjadi pendorong semangat adalah "Mencegah Lebih Baik Daripada Mengobati". Upaya yang dilakukan adalah : a. Strategi Pre-emtif Merupakan pencegahan yang bersifat menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor yang mendorong timbulnya kesempatan atau peluang untuk melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, dengan usaha/kegiatan dengan menciptakan kesadaran, kepedulian, kewaspadaan dan daya tangkal masyarakat dan terbina kondisi, perilaku dan hidup sehat tanpa narkoba. b. Strategi Nasional Usaha Promotif Usaha-usaha promotif dilaksanakan dengan kegiatankegiatan pembinaan dan pengembangan lingkungan masyarakat bebas narkoba, pembinaan dan pengembangan pola hidup sehat, beriman, kegiatan positif, produktif, konstruktif dan kreatif. c. Strategi Nasional untuk Komunikasi, Informasi dan Pendidikan Pencegahan Pencegahan penyalahgunaan narkoba terutama diarahkan kepada generasi muda (anak, remaja, pelajar, pemuda dan mahasiswa). Penyalahgunaan sebagai hasil interaksi individu yang kompleks dengan berbagai elemen dari lingkungannya, terutama dengan orang tua. sekolah, lingkungan masyarakat dan remaja/pemuda lainnya, oleh karena itu Strategi Komunikasi. Informasi dan Pendidikan Pencegahan dilaksanakan melalui 7 (tujuh) jalur yaitu : 13

(1) Keluarga, dengan sasaran orang tua, anak, pemuda, remaja dan anggota keluarga lainnya. (2) Pendidikan, sekolah maupun luar sekolah/dengan kelompok sasaran guru/tenaga pendidik dan peserta didik/warga belajar baik secara kurikuler maupun ekstra kurikuler. (3) Lembaga Keagamaan, dengan sasaran pemuka-pemuka agama dan umatnya. (4) Organisasi Sosial Kemasyarakatan, dengan sasaran remaja/pemuda dan masyarakat. (5) Organisasi Wilayah Pemukiman (LKMD, RT, RW), dengan sasaran warga terutama pemuka masyarakat dan remaja setempat. (6) Unit-unit kerja, dengan sasaran Pimpinan, Karyawan dan keluarganya. (7) Mass Media baik elektronik, Cetak dan Media Interpersonal (Talk show dan dialog interaktif), dengan sasaran masyarakat secara luas maupun individu. d. Strategi Nasional untuk Golongan Berisiko Tinggi Strategi ini disiapkan khusus untuk remaja/pemuda yang berisiko tinggi, yaitu mereka yang mempunyai banyak masalah, yang dengan edukasi preventif saja tidak cukup karena tidak menyentuh permasalahan yang mereka alami. Pada umumnya masalah-masalah tersebut, menyangkut kehidupan keluarga drop out/putus sekolah, putus pacar, kehamilan diluar pernikahan, 14

tekanan kelompok sebaya (peer group), gelandangan dan anak terlantar, dll. e. Strategi Nasional untuk Partisipasi Masyarakat Strategi ini merupakan strategi pencegahan berbasis masyarakat, sebagai upaya untuk menggugah, mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk sadar, peduli dan aktif dalam melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Suksesnya strategi ini sangat tergantung pada partisipasi masyarakat dalam usaha-usaha promotif, edukasi prevensi, dan penanganan golongan berisiko tinggi. Kekuatankekuatan di dalam masyarakat di mobilisir untuk secara aktif menyelenggarakan program- program dibidang-bidang tersebut di atas. 2. Bidang Penegakan Hukum. Adalah upaya terpadu dalam pemberantasan narkoba secara komprehensif, organisasi kejahatan narkoba dengan menerapkan undang-undang dan peraturan-peraturan secara tegas, konsisten dan dilakukan dengan sungguh-sungguh, serta adanya kerjasama antar instansi dan kerjasama internasional yang saling menguntungkan. a. Strategi yang dilakukan dalam penegakan hukum dimaksudkan untuk : 1) Mengungkap dan memutus jaringan sindikat perdagangan dan peredaran gelap narkoba, baik nasional maupun internasional. 2) Melakukan proses penanganan perkara sejak penyidikan sampai lembaga pemasyarakatan secara konsisten dan sungguh-sungguh. 3) Mengungkap motivasi/latar belakang dari kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. 15

4) Pemusnahan barang bukti narkoba yang berhasil disita, khususnya terhadap Narkotika dan psikotropika golongan I. 5) Pelaksanddaan pengawasan dan pengendalian terhadap ketersediaan dan peredaran prekursor serta penyitaan terhadap asset milik pelaku kejahatan perdagangan dan peredaran gelap narkoba. b. Strategi yang perlu dilaksanakan dalam penegakan hukum adalah : 1) Strategi Nasional lntelejen Narkoba a) Usaha-usaha untuk mencegah penyelewengan supply resmi ke pasaran gelap dan untuk memutuskan, menghilangkan dan mengurangi supply gelap narkoba akan lebih sukses jika berdasarkan informasi intelejen yang akurat dan cepat. lntelejen narkoba akan memudahkan penyidik untuk mengetahui kelemahankelemahan organisasi kriminal/ sindikat narkoba untuk kemudian menghancurkannya. b) Strategi nasional lntelejen Narkoba mengkoordinasikan dan mengintegrasikan kegiatankegiatan intelejen yang secara khusus untuk memberantas organisasi kriminal/sindikat narkoba yang mempunyai jaringan berlingkup nasional, regional dan internasional. 2) Strategi Kontrol Narkoba Internasional Kejahatan narkoba adalah kejahatan internasional/ transnasional yang terorganisir rapi dan bergerak cepat tanpa mengenal batas negara. Untuk memeranginya, seluruh kekuatan Regional dan Internasional harus dipadukan dalam kerjasama yang bersifat strategis maupun operasional. Dengan berpedoman kepada Konvensikonvensi lnternasional tentang narkoba yang sudah ada, ditindaklanjuti dalam berbagai kerjasama Bilateral Regional dan Internasional. 16

3) Strategi Nasional Pengendalian dan Pengawasan terhadap Jalur Legal. 1) Narkoba dapat digunakan secara legal untuk keperluan pengobatan orang sakit, industri dan untuk kepentingan penelitian/ilmu pengetahuan. Walaupun demikian perlu ada pengendalian dan pengawasan tentang jenis dan jumlah narkoba yang tepat pemakaiannya dan berapa banyak ketersediaannya untuk kepentingan kesehatan, industri dan ilmu pengetahuan. 2) Selain tersebut diatas harus diatur dan diawasi jalur resmi, mengenai impor, ekspor, produksi dan distribusi legal untuk mencegah penyelewengan dan kebocoran sumber legal ke pasaran gelap. 4) Strategi Nasional Interdiksi Narkoba Strategi Interdiksi adalah untuk menghentikan/memutus supply narkoba yang diselundupkan melalui udara, laut dan darat. Mengingat luasnya wilayah Indonesia, maka yang menjadi sasaran operasi adalah daerah-daerah rawan penyelundupan narkoba, dihadapi dengan kekuatan terpadu dalam suatu koordinasi nasional. 5) Strategi Nasional lnterdiksi Udara a) Strategi ini melakukan interdiksi penyelundupan narkoba melalui pesawat terbang umum (kargo dan penumpang) dan pesawat terbang pribadi, dengan koordinasi dari aparat Pemerintah terkait yang bertugas di pelabuhan udara. 17

b) Strategi ini juga dipakai sebagai pendukung operasi dilaut dan didarat berupa deteksi melalui survey udara. 6) Strategi Nasional lnterdiksi Laut/Maritim Strategi ini melakukan interdiksi penyelundupan narkoba di laut, dimana kapal-kapal penyelundup narkoba ditangkap didalam zone maritim berupa Internal Waters, Archipelagit; Waters, Territorial Sea dan Contiguous Zone. Juga di pelabuhan laut terhadap cargo dan penumpang. Strategi Interdiksi Laut mendapat bantuan dan berkoordinasi dengan aparat pemerintah terkait dari udara dan darat. 7) Strategi Nasional lnterdiksi Darat Strategi ini melakukan interdiksi penyelundupan narkoba pada saat narkoba tersebut memasuki daratan, daerah perbatasan negara dan melalui jasa pos internasional serta penyalahgunaan kantong diplomatik. Strategi ini akan berhasil bila mendapat bantuan dan berkoordinasi dengan aparat pemerintah terkait dari udara, laut dan jasa pos (pemerintah dan swasta), serta kedutaan/perwakilan asing. 8) Strategi Nasional Bidang Investigasi Strategi Investigasi terutama dimaksudkan untuk mengurangi supply gelap narkoba dengan mengungkap dan memutus jaringan organisasi kejahatan dan sindikat narkoba, menyita narkoba sebagai barang bukti dan melakukan penyitaan hasil/keuntungan/aset dari pelaku kejahatan narkoba. Untuk suksesnya Strategi Investigasi, perlu dikaitkan dengan Strategi Intelejen, Strategi Interdiksi dan Strategi Kontrol lnternasional. 18

9) Strategi Nasional Bidang Prosekusi/Penuntutan Seluruh Strategi Prosekusi dilakukan untuk tindak lanjut dari Strategi Interdiksi dan Strategi Investigasi untuk pemrosesan perkara, sejak penyidikan, penuntutan dan pembuktian yang lengkap di pengadilan. Dengan upaya demikian para pelaku kejahatan narkoba akan mendapat hukuman yang setimpal dan organisasi kejahatan mereka akan hancur, selanjutnya akan memberikan efek deteren dan mengurangi bahkan menghilangkan supply narkoba secara ilegal. 3. Bidang Laboratorium Terapi dan Rehabilitasi Strategi ini dilakukan dilakukan untuk mengobati para penyalahguna narkoba, dengan melakukan pengobatan secara medis, sosial dan spiritual serta upaya untuk mencegah menjalarnya penyakit HIV/AIDS karena pemakaian jarum suntik oleh penyalahguna narkoba secara bergantian. Agar mereka yang sudah diberikan rehabilitasi, tidak menjadi penyalahguna lagi, perlu dilakukan upaya pencegahan lebih lanjut. Penyalahguna narkoba merupakan bagian dari masyarakat yang harus ditolong dan diberikan kasih sayang dalam mempercepat proses penyembuhannya. Perlu diberikan pengobatan dan rehabilitasi secara gratis kepada penyalahguna narkoba yang tidak mampu melalui subsidi pemerintah dan sumbangan para donatur, karena pengobatan dan rehabilitasi terhadap penyalahguna narkoba memerlukan waktu dan biaya yang cukup besar. Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang sangat kompleks meliputi faktor-faktor spiritual, psikologis. sosial dan biologis bahkan juga bisa menyangkut perilaku kriminal (criminal behaviour). Oleh karena itu Strategi ini harus meliputi semua faktor-faktor tersebut diatas dan disiapkan berbagai metoda sesuai tingkat penyalahgunaan dari tingkat social user, user dan hard core addicts. 19

a. Strategi Nasional Riset Terapi dan Rehabilitasi Terpadu Membangun balai riset terpadu untuk menemukan metode terapi dan rehabilitasi yang dapat dijadikan sebagai/pedoman bagi penyelenggara terapi dan rehabilitasi. Selain itu juga mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi petugas/tenaga terapi dan rehabilitasi. b. Strategi Nasional untuk Treatment dan Rehabilitasi Medis 1) Treatment dan Rehabilitasi Medis mempunyai berbagai macam model, yang mempunyai tujuan untuk menyembuhkan/memulihkan kesehatan fisik dan mental jiwa daripada penyalahguna. 2) Partisipasi aktif dari masyarakat untuk membangun treatment centres perlu digalakkan, namun harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan. c. Strategi Nasional untuk Rehabilitasi Sosial 1) Penyembuhan/pemulihan kesehatan fisik dan mental/jiwa saja, tidak cukup untuk seorang mantan penyalahguna untuk memasuki kembali kehidupan normal dalam lingkungan keluarga, sekolah, tempat kerja dan masyarakat. Yang bersangkutan perlu mendapat rehabilitasi sosial sehingga ia tidak tergoda lagi untuk memakai narkoba dan mampu melaksanakan lagi suatu kehidupan yang normal, produktif, konstruktif dan kreatif. 2) Partisipasi masyarakat dalam usaha-usaha rehabilitasi sosial, juga perlu digalakkan, namun harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan. 20

4. Bidang Penelitian Pengembangan dan Informatika Yaitu suatu strategi yang melaksanakan kegiatan : a. Penelitian menyangkut masalah epidemiologi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, pencegahan, terapi dan rehabilitasi serta penegakan hukum. b. Penyediaan dan penyajian data yang lengkap dan komprehensip tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, baik secara internasional maupun nasional, yang akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan dan strategi dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Perlu dikembangkan jaringan informasi sampai ke tingkat Propinsi, Kabupaten dan Kota, secara langsung, sehingga akan mempercepat penyajian dan penyediaan data secara akurat dan aktual. Sistem informasi narkoba ini juga akan melakukan tukar menukar informasi dengan badan-badan terkait dari negara lain dan badan-badan internasional. 5. Pengembangan dan Peningkatan Kualitas SDM, Fasilitas, Infrastruktur dan Sumber dana Yaitu upaya untuk meningkatkan kemampuan profesional baik Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Propinsi, Kabupaten dan Kota, yang meliputi kemampuan sumber daya manusia, fasilitas, infrastruktur dan sumberdana. Penempatan personil di BNN oleh instansi-instansi, disamping secara profesional, juga sebagai jenjang karir bagi pejabat di lingkungan instansi tersebut. Perlu upaya untuk meningkatkan fasilitas perkantoran yang memadai dan anggaran yang cukup, sebagai wujud kesungguhan pemerintah dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap. 21

V. UPAYA YANG TELAH DILAKSANAKAN LAKHAR BNN TAHUN 2005. Menghadapi perkembangan penyalahgunaan narkoba, maka telah dilakukan upaya penanggulangan baik dalam bidang pencegahan, penegakan hukum, laboratorium terapi dan rehabilitasi, penelitian, pengembangan dan informatika, bidang kelembagaan serta koordinatorat satuan tugas adalah sebagai berikut : 1. Bidang Pencegahan. Bidang pencegahan berorientasi pada peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang masalah narkoba serta upaya pencegahannya. Program yang telah dilakukan BNN diwujudkan dalam berbagai kegiatan penyuluhan, pembinaan potensi masyarakat serta pendidikan dan pelatihan. Ketiga program tersebut dilaksanakan dalam bentuk beberapa kegiatan besar, antara lain : a. Pelaksanaan kegiatan advokasi bidang pencegahan penyalahgunaan narkoba / parenting skill di 7 (tujuh) propinsi dengan peserta sebanyak 675 orang. b. Pelaksanaan forum pertemuan dan penyuluhan antar instansi pemerintah dengan LSM di 7 (tujuh) propinsi dengan peserta sebanyak 450 orang. c. Pelatihan dan penataran instruktur penyuluh narkoba untuk kalangan guru SD, SLTP dan SLTA, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama serta Remaja Masjid, Pemuda Gereja, Pemuda Hindu, Pemuda Budha dengan peserta sebanyak 305 orang. d. Pelatihan fasilitator penyuluh pencegahan narkoba untuk tokoh masyarakat, tokoh agama dan remaja mesjid dengan peserta sebanyak 64 orang. 22