KAJIAN INOVASI PERTANIAN DALAM RANGKA MENGHADAPI INFLASI

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA RESMI STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

I. PENDAHULUAN. empiris, baik pada kondisi ekonomi normal maupun pada saat krisis. Peranan pokok

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4.789,82 Km 2 yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1. PENDAHULUAN. oleh pemerintah. Upaya yang dilakukan antara lain dengan meningkatkan

PERKEMBANGAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam data ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris,

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB Lapangan Usaha TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, beras tetap menjadi sumber utama gizi dan energi bagi lebih dari

I. PENDAHULUAN. Industri pengolahan obat-obatan tradisional mengalami perkembangan yang

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG TENGAH. Lintang Selatan. Iklimnya tropis-humid dengan temperatur rata-rata 26 C-28 C.

V HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

PEREKONOMIAN PAPUA TRIWULAN I TAHUN 2015

COVER DALAM Indikator Ekonomi Kota Ternate 2015 i

PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2015 KABUPATEN BANGKA SELATAN

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2015

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SERDANG BEDAGAI TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SEKADAU TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TAHUN 2016

Katalog BPS :

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2016

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja

BAB IV GAMBARAN UMUM

PERTUMBUHAN EKONOMI NTT SEMESTER I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2015

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia

I. PENDAHULUAN. baik. Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2000 sebesar

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2016

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA EKONOMI PAPUA TRIWULAN II-2017 TUMBUH 4,91 PERSEN MENINGKAT DARI TAHUN SEBELUMNYA YANG BERKONTRAKSI -5,17 PERSEN

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TRIWULAN I-2016

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

BAB V ANALISA PEREKONOMIAN ANTAR KABUPATEN/KOTA

KATA PENGANTAR. Ir. M. Tassim Billah, M.Sc.

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2016

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA BARAT TAHUN 2014

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2015

PDRB Harga Berlaku Kepulauan Bangka Belitung triwulan II-2015) Rp miliar dan PDRB Harga Konstan atas dasar Rp miliar.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kabupaten Ponorogo merupakan daerah di Provinsi Jawa Timur

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN II-2017


PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah


PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 EKONOMI JAKARTA TAHUN 2016 TUMBUH 5,85 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 TUMBUH 4,58 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2014

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 20

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB II PROFIL KEMISKINAN DAERAH

Transkripsi:

KATA PENGANTAR Pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Lampung Tengah akan dihadapkan pada berbagai masalah kompleks terkait isu ketahanan pangan, efisiensi proses produksi dalam pasar global, peningkatan kesejahteraan petani, penyediaan lapangan kerja, penurunan kualitas sumber daya lahan, produk pertanian ramah lingkungan yang perlu dipertimbangkan dalam membangun sektor pertanian. Berdasarkan hal-hal tersebut maka dibutuhkan suatu kajian yang ditujukan untuk menciptakan dan membangun inovasi pertanian dalam setiap kegiatan pembangunan sektor pertanian dalam rangka menghadapi inflasi di Kabupaten Lampung Tengah. Laporan Pendahuluan Kajian Inovasi Pertanian dalam rangka menghadapi Inflasi di Kabupaten Lampung Tengah disusun atas kerjasama antara Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Lampung Tengah. Kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tinggi pada Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Lampung Tengah yang telah memberi kepercayaan kepada Fakultas Pertanian Universitas Lampung untuk mengelola kegiatan ini. Semoga luaran yang akan dihasilkan dari kegiatan ini dapat menjadi dasar pertimbangan bagi Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah dalam rangka perencanaan dan pembangunan bidang pertanian serta memberikan manfaat bagi banyak pihak. Bandar Lampung, Juni 2017 Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. NIP. 196110201986031002 ii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan, Sasaran dan Manfaat 1.2.1. Tujuan 1.2.2. Sasaran 1.2.3. Manfaat 1 1 6 6 6 6 BAB II. GAMBARAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH 2.1. Aspek geografi dan Demografi 2.2. Aspek Perekonomian 2.3. Aspek Pertanian 7 7 10 19 BAB III. METODOLOGI 3.1. Metode Pengumpulan Data 3.2. Metode Analisis 23 23 23 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Faktor faktor yang mempengaruhi Kinerja Produk Domestik Regional Bruto Pertanian dan Inflasi Kabupaten Lampung Tengah 4.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Inflasi per komoditas di Kabupaten Lampung Tengah 27 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran 98 98 99 DAFTAR PUSTAKA 101 27 31 iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah sebesar 4.789,82 km yang terdiri dari 28 kecamatan, 301 kampung dan 10 kelurahan yang terletak antara 104 o 35 sampai 105o 50 Bujur Timur dan 4o 30 sampai 4o 15 Lintang Selatan. Kabupaten Lampung Tengah merupakan kabupaten dengan wilayah terluas di Provinsi Lampung (13,57% dari total luas wilayah Provinsi Lampung). Kecamatan dengan wilayah terluas di Kabupaten Lampung Tengah adalah Kecamatan Bandar Mataram dengan luas 1055,28 km 2 dan wilayah terkecil adalah Kecamatan Bumi Ratu Nuban seluas 65,14 Km2. (BPS Lamteng, 2016). Berdasarkan data BPS Lamteng1 (2016), penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Tengah didominasi oleh lahan bukan sawah atau lahan kering yang terdiri dari ladang, tegal, perkebunan, padang penggembalaan, hutan rakyat dan lahan sementara tidak diusahakan sebesar 309.988 hektar (65,75%) serta lahan sawah sebesar 80.763 hektar (16,02%) (Gambar 1), sehingga sektor pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian wilayah Kabupaten Lampung Tengah. Hal ini berarti bahwa pengembangan pertanian pada lahan sawah dan bukan sawah akan sangat berarti untuk peningkatan pendapatan masyarakat di Kabupaten Lampung Tengah. 1

Penggunaan Lahan di Kabupaten Lampung Tengah (%) lahan bukan sawah lahan sawah lain-lain 18,23% 16,02% 65,75% Gambar 1. Persentase penggunaan lahan di Kabupaten Lampung Tengah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu negara yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu. Penyusunan PDRB dapat dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan produksi, pengeluaran, dan pendapatan yang disajikan atas dasar harga konstan (riil) dan harga berlaku (nominal). Harga konstan adalah penilaian yang dilakukan terhadap produk barang dan jasa yang dihasilkan ataupun yang dikonsumsi pada harga tetap di satu tahun dasar, sedangkan penilaian harga berlaku pada harga tahun sedang berjalan. Tahun Dasar adalah tahun terpilih sebagai referensi statistik, yang digunakan sebagai dasar penghitungan tahuntahun yang lain, dengan tahun dasar tersebut dapat digambarkan seri data dengan indikator rinci mengenai perubahan/pergerakan yang terjadi. Harga berlaku menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah, nilai yang besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga sebaliknya sedangkan harga konstan dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap kategori dan tahun ke tahun (BPS Lamteng 2, 2016). Harga konstan PDRB Kabupaten Lampung Tengah pada pendapatan per sektor usaha sebesar Rp. 30,9 triliun (tahun 2011) dan Rp. 36,7 triliun (tahun 2014), atau meningkat Rp. 5,8 triliun (15,83%). Berdasarkan harga berlaku PDRB sebesar Rp. 44.3 2

triliun (tahun 2014) atau meningkat 35,22% dari tahun 2011 sebesar Rp. 32,7 triliun (Gambar 2). Perbandingan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lampung Tengah (Juta) Harga Konstan Rp32.731.169,4 Rp30.867.149,8 tahun 2011 Harga Berlaku Rp44.261.494,1 Rp36.673.948,1 tahun 2014 Gambar 2. Perbandingan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lampung Tengah Struktur perekonomian Kabupaten Lampung Tengah didukung oleh sektor pertanian sebagai basis perekonomian wilayah yang memberikan kontribusi terbesar pada PDRB, terbukti dari tahun 2011 hingga 2014 cukup dominan dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian wilayah dibandingkan sektor lainnya. Berdasarkan data BPS Lamteng2 (2016), kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga berlaku berturut-turut dari tahun 2011-2014 adalah 38,97% (tahun 2011), 37,87% (tahun 2012), 37,35% (tahun 2013) dan 37,09% (tahun 2014) (Gambar 3) 3

Persentase (%) Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB Kabupaten Lampung Tengah 39,5 39 38,5 38 37,5 37 36,5 36 Kontribusi Sektor Pertanian 2011 2012 2013 2014 Tahun Gambar 3. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Lampung Tengah dari tahun 2011 2014 (BPS Lamteng2, 2016) Berdasarkan Teori Ekonomi Wilayah The Law Diminishing of Return yang dikemukakan oleh David Ricardo (1772-1823) yang menyatakan bahwa jika kita menambah terus menerus salah satu unit input dalam jumlah yang sama, sedangkan input yang lain tetap maka mula-mula akan terjadi tambahan output yang lebih dari proporsional (increasing return) tapi pada titik tertentu hasil lebih yang kita peroleh akan semakin berkurang (diminishing return) (Stannado, 2015). Gambaran kurva teori ini dapat dilihat pada Gambar 3. Dalam arti bahwa sektor pertanian memiliki ambang batas dalam pertumbuhannya, sehingga jika telah melewati atau mendekati ambang batas pertumbuhan maka sektor tersebut cenderung mengalami penurunan seperti yang terjadi pada kontribusi sektor pertanian Kabupaten Lampung Tengah, akan tetapi kontribusi sektor pertanian masih dominan dalam perkembangan ekonomi wilayah Kabupaten Lampung Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Tengah masih merupakan daerah agraris berbasis sektor primer. 4

Gambar 4. Kurva Teori Ekonomi Wilayah The Law of Diminishing Return Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu meningkatnya permintaan melebihi penawaran atau diatas kemampuan berproduksi (Demand Pull Inflation), seperti peningkatan konsumsi masyarakat, berlebihnya likuiditas pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, termasuk akibat ketidaklancaran distribusi barang. Inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinyu. Tingkat inflasi di Kabupaten Lampung Tengah sebesar 9,22% (tahun 2014) lebih tinggi dari tahun 2013 sebesar 7,60%. Pembangunan sektor pertanian akan dihadapkan pada berbagai masalah yang semakin kompleks terkait isu ketahanan pangan, efisiensi proses produksi dalam pasar global, peningkatan kesejahteraan petani, penyediaan lapangan kerja, penurunan kualitas sumber daya lahan, produk-produk pertanian yang ramah lingkungan perlu dipertimbangkan dalam membangun sektor pertanian. Oleh karena itu, penelitian dan kajian perlu diarahkan untuk menciptakan dan membangun inovasi pertanian atau agribisnis yang harus menjadi sasaran dalam setiap kegiatan pembangunan sektor pertanian dalam rangka menghadapi inflasi di Kabupaten Lampung Tengah. 5

1.2. TUJUAN, SASARAN DAN MANFAAT 1.2.1. Tujuan Tujuan pelaksanaan Kajian Inovasi Pertanian dalam rangka menghadapi Inflasi di Kabupaten Lampung Tengah adalah : A. Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi kinerja Produk Domestik Regional Bruto dan perananya terhadap wilayah Kabupaten Lampung Tengah. B. Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi tingkat inflasi di Kabupaten Lampung Tengah. C. Menetapkan strategi dan menemukenali inovasi pertanian untuk meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto dan menghadapi inflasi di Kabupaten Lampung Tengah. 1.2.2. Sasaran Sasaran pelaksanaan Kajian Inovasi Pertanian dalam rangka menghadapi Inflasi di Kabupaten Lampung Tengah adalah : 1. Tersedia faktor faktor yang mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto pada sektor pertanian. 2. Tersedia faktor faktor yang mempengaruhi tingkat inflasi di Kabupaten Lampung Tengah. 3. Tersedia rekomendasi kebijakan strategi dan inovasi pertanian dalam rangka meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto dan menghadapi inflasi di Kabupaten Lampung Tengah. 1.2.3. Manfaat Secara umum manfaat dari kajian ini adalah sebagai bahan pertimbangan pemerintah Kabupaten Lampung Tengah dalam rangka perencanaan pembangunan bidang pertanian. 6

BAB II GAMBARAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH 2.1. 2.1.1. Aspek Geografi dan Demografi Aspek Geografi Kabupaten Lampung Tengah memiliki luas wilayah 4789,82 Km2. Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 28 kecamatan, 10 kelurahan dan 297 desa dengan Ibu Kota Kabupaten ditetapkan di Kecamatan Gunung Sugih. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Bandar Mataram dengan luas 1055,28 Km2 dan kecamatan tersempit adalah Kecamatan Bumi Ratu Nuban seluas 65,14 Km2. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah menurut Kecamatan disajikan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan Kabupaten Lampung Tengah No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. Kecamatan Bandar Mataram Selagai Lingga Terusan Nunyai Way Pengubuan Terbanggi Besar Padang Ratu Pubian Anak Tuha Seputih Raman Seputih Banyak Seputih Surabaya Bandar Surabaya Bangun Rejo Seputih Agung Seputih Mataram Punggur Bumi Nabung Sendang Agung Rumbia Gunung Sugih Kali Rejo Putra Rumbia Bekri Way Seputih Trimurjo Anak Ratu Aji Kota Gajah Bumi Ratu Nuban TOTAL Luas Wilayah (km2) 1055,28 308,52 302,05 210,72 208,65 204,44 173,88 161,64 146,65 145,92 144,6 142,39 132,63 122,27 120,01 118,45 108,94 108,89 106,09 130,12 101,31 95,02 93,51 77,84 68,43 68,39 68,05 65,14 4.789,82 Sumber: Kabupaten Lampung Tengah dalam Angka 2016 Jumlah Kelurahan 3 4 3 10 Jumlah Desa 12 13 7 7 7 15 20 12 14 13 13 10 16 9 12 9 6 9 8 11 16 10 8 6 11 6 7 10 297 7

Secara geografis batas wilayah administrasi Kabupaten Lampung Tengah (Gambar 5) adalah berbatasan dengan : 1) Utara : Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten Lampung Utara; 2) Selatan : Kabupaten Pesawaran; 3) Timur : Kabupaten Lampung Timur dan Kota Metro; 4) Barat : Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Lampung Barat. Letak Kabupaten Lampung Tengah dilihat dari posisi garis lintang dan garis bujur terletak terletak di antara 1040 35 sampai 1050 50 Bujur Timur dan 4030 sampai 4015 Lintang Selatan. Lampung Tengah merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 46 meter. Gambar 5. Peta Kabupaten Lampung Tengah 8

2.1.2. As pek Demografi Penduduk Lampung Tengah menurut data tahun 2015 sebanyak 1.239.096 jiwa menurun sebesar 38.089 jiwa dibandingkan tahun 2014. Penduduk Kabupaten Lampung Tengah tersebar di dua puluh delapan Kecamatan. Tahun 2015, Penduduk paling sedikit terdapat di Kecamatan Anak Ratu Aji dengan jumlah penduduk 15.936 jiwa, sementara penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Terbanggi Besar dengan jumlah penduduk 117.317 jiwa (Tabel 2.2.). Tabel 2.2. Jumlah Penduduk (jiwa) dan Rasio Jenis Kelamin (%) Menurut Kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Kecamatan Terbanggi Besar Bandar Mataram Gunung Sugih Kalirejo Bangun Rejo Trimurjo Padang Ratu Seputih Agung Seputih Raman Seputih Mataram Seputih Surabaya Seputih Banyak Terusan Nunyai Pubian Way Pengubuan Punggur Sendang Agung Anak Tuha Rumbia Bandar Surabaya Kota Gajah Selagai Lingga Bumi Nabung Bumi Ratu Nuban Bekri Way Seputih Putra Rumbia Anak Ratu Aji Jumlah Jumlah 117.317 76.793 66.661 66.342 57.046 51.068 49.214 49.208 48.336 47.711 46.397 44.552 44.429 41.927 41.835 38.510 37.392 37.244 35.341 33.930 33.352 33.035 31.929 30.653 26.639 18.168 18.131 15.936 1.239.096 Sumber : Kabupaten Lampung Tengah dalam Angka 2016 Rasio Jenis Kelamin 100,85 109,36 102,90 104,41 103,15 103,74 104,50 102,54 101,15 103,43 103,89 102,56 103,35 104,25 101,50 103,68 105,46 103,11 105,85 105,25 102,38 106,04 105,13 104,74 102,30 103,11 106,34 105,26 103,75 9

Ditinjau dari jenis kelamin terlihat bahwa rasio jenis kelamin sebesar 103,75 yang berarti untuk 100 penduduk perempuan terdapat 103 penduduk laki-laki (Tabel 2.3.). Menurut data Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah 2016 selama 3 tahun terakhir, komposisi penduduk didominasi oleh penduduk usia produktif di mana persentasenya mencapai sekitar 54,22 persen. Sedangkan persentase penduduk usia muda sekitar 27,31 persen. Sisanya ialah penduduk usia tua yakni sekitar 18,47 persen. Jika komposisi penduduk usia kerja terus meningkat, maka angka ketergantungan akan semakin menurun sehingga berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat di masa yang akan datang. Tabel 2.3. Statistik Demografi Lampung Tengah Tahun 2015 No Uraian 1. Laju Pertumbuhan Penduduk 2014-2015 (%) 2. Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 3. Rasio Jenis Kelamin (%) Sumber : Kabupaten Lampung Tengah dalam Angka 2016 2015 0,97 258,69 103,75 2.2. Aspek Perekonomian 2.2.1. Realisasi APBD Realisasi belanja pemerintah di tahun 2015 mencapai 2.023,62 milyar rupiah atau naik 10,14 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sekitar 61,22 persen dari total belanja tersebut digunakan untuk membiayai belanja pegawai. Sedangkan belanja modal dan jasa yang dialokasikan oleh pemerintah sekitar 13,81 persen. Sementara itu, sumber pembiayaan masih bergantung pada DAU di mana porsi DAU terhadap total pendapatan pemerintah mencapai 60,32 persen. Dana Alokasi Umum ini termasuk ke dalam dana perimbangan pemerintah sebesar 1.377,67 milyar rupiah. Di tahun 2013 dan 2014 persentase DAU terhadap belanja pemerintah masing-masing ialah 67,31 persen dan 65,81 persen. Sedangkan sumber penerimaan yang berasal dari PAD masih sangat kecil kontribusinya, yakni hanya sekitar 0,61 persen (Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah 2016). 10

Tabel 2.4. APBD Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013-2015 (milyar Rp) No Uraian 2013 2014 1. PAD 8,18 10,82 2. Dana 1.251,07 1.329,27 3. Pendapatan 281,10 351,79 4. Jumlah 1.540,35 1.691,87 5. Total Belanja 1.612,49 1.724,09 Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah 2016 2015 11,63 1.377,67 529,61 1.918,92 1.898,88 2.2.2. Pembangunan Manusia dan Kemiskinan Salah satu tolok ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian pembangunan manusia pada tingkat regional ialah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan indikator komposit yang disusun dari 3 komponen yaitu lamanya hidup, tingkat pendidikan dan tingkat kehidupan yang layak. Semakin tinggi angka IPM, maka semakin tinggi kualitas dan tingkat kesejahteraan penduduknya. Ditinjau dari angka IPM terlihat bahwa kualitas penduduk Kabupaten Lampung Tengah semakin meningkat setiap tahunnya. Tahun 2013, angka IPM Kabupaten Lampung Tengah sebesar 66,57 naik menjadi 67,07 di tahun 2014. Selanjutnya, di tahun 2015 angka IPM Kabupaten Lampung Tengah naik kembali menjadi 67,61. Peningkatan angka IPM ini disebabkan pengaruh dari investasi sumber daya manusia melalui pendidikan dan kesehatan yang semakin lama semakin meningkat setiap tahunnya. Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah 2016 Gambar 6. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013-2015 11

Seiring dengan meningkatnya angka IPM (Gambar 6), tingkat kemiskinan berangsur-angsur turun (Tabel 2.5.). Selama kurun waktu 2012-2014, persentase jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari 13,76 persen turun menjadi 13,13 persen. Penduduk miskin ini ialah penduduk yang rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah 326,61 ribu rupiah di tahun 2014. Besaran itu setara dengan 2100 kilokalori kebutuhan makanan ditambah kebutuhan minimum bukan makanan yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Tabel 2.5. Statistik Kemiskinan Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2012-2014 Uraian 2012 2013 Garis kemiskinan 291,44 313,94 (ribu Rp) Penduduk Miskin 14,96 13,37 (%) Jumlah Penduduk 180,23 162,81 Miskin Sumber : Kabupaten Lampung Tengah dalam Angka 2016 2014 326,61 13,13 161,60 2.2.3. Perkembangan Usaha Dagang dan Industri Perkembangan usaha dagang berbadan hukum selama 2013-2015 selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Total usaha dagang tahun 2013 adalah 11.774 usaha, tahun 2014 semakin meningkat menjadi 12.010 usaha atau meningkat sebesar 2 persen dan tahun 2015, usaha dagang meingkat kembali menjadi 13.221 usaha atau meningkat sebesar 10,08 persen. Perkembangan usaha dagang yang paling banyak terjadi pada klasifikasi usaha perdagangan yang memberikan share sekitar 84,36 persen. Sementara untuk usaha dengan klasifikasi yang paling rendah adalah firma dan koperasi dengan share tidak lebih dari 3,15 persen. Perkembangan usaha ini sangat mendukung pengembangan sektor industri di Kabupaten Lampung Tengah. 12

Tabel 2.6. Perkembangan Usaha Dagang Kabupaten Lampung Tengah Tahun 20132015 Klasifikasi 2013 2014 Perseroan Terbatas 386 394 Koperasi 382 389 CV 932 951 Firma Perdagangan 10.073 10.274 Badan Usaha Lainnya 1 2 Total 11.774 12.010 Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah 2016 2015 494 417 1.038 11.153 119 13.221 2.2.4. Perbankan dan Investasi Pada sektor perbankan dan investasi, posisi penghimpunan dana sampai akhir Desember 2015 mencapai 2.525,31 milyar rupiah, atau mengalami kenaikan sekitar 25,32 persen dibandingkan tahun 2014. Meningkatnya penghimpunan dana ternyata diikuti juga oleh kenaikan penyaluran kredit usaha kecil (KUK). Posisi dana kredit perbankan meningkat dari yang sebelumnya 1.553,25 milyar rupiah pada tahun 2014 menjadi 1.752,28 milyar rupiah atau sebesar 12,81 persen. Hal yang sama terjadi pada kredit usaha kecil yang mengalami kenaikan dari 539 milyar rupiah menjadi 642 milyar rupiah atau sebesar 19,11 persen. Kemudian bila dilihat dari posisi simpanan berjangka mengalami kenaikan sekitar 39,23 persen, yakni dari 338,35 milyar naik menjadi 471,09 milyar rupiah. Di sisi lain, posisi tabungan juga meningkat 253,74 milyar rupiah atau sebesar 18,15 persen. Kondisi ini menunjukan bahwa masyarakat cenderung lebih menyukai untuk menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan dibandingkan simpanan berjangka. Kondisi investasi di Kabupaten Lampung Tengah mengalami peningkatan ditunjukkan oleh naiknya nilai investasi dan nilai produksi dari tahun 2013 hingga 2015. Pada tahun 2014 nilai investasi dan nilai produksi meningkat tajam menjadi Rp. 164.399 milyar dan Rp. 265.674 milyar rupiah. Sementara di tahun 2015 juga mengalami kenaikan meskipun tidak signifikan seperti di tahun sebelumnya sebesar 0,05 persen dan 0,06 persen. 13

Tabel 2.7. Statistik Dana Perbankan Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013-2015 No Klasifikasi 2013 1. Posisi Penghimpunan Dana 1.764 2. Posisi Kredit Perbankan 1.511 3. Posisi Kredit Usaha Kecil 449 4. Posisi Simpanan Berjangka 277 5. Posisi Tabungan 1.241 Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah 2016 2014 2.015 1.553 539 338 1.398 2015 2.525 1.753 642 471 1.651 2.2.5. Laju Inflasi Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terusmenerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinyu. Perkembangan harga rata-rata sembako di Lampung Tengah memperlihatkan adanya kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2013, harga beras sebesar 7.830 rupiah kemudian naik menjadi 8.498 rupiah di tahun 2014 atau sebesar 8,53 persen dan di tahun 2015 ini naik kembali sebesar 4,05 persen. Sama halnya dengan beras, minyak goreng juga mengalami kenaikan di tahun ini kenaikannya sebesar 3,92 persen. Sementara untuk gula pasir sempat mengalami penurunan di tahun 2014, namun naik kembali di tahun 2015. Lonjakan harga yang tinggi terjadi pada daging sapi, dimana kenaikan harga rataratanya mencapai 26,01 persen. Sementara untuk daging ayam relatif menurun di tahun 2015. Naik turunnya harga barang dan jasa yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat ditunjukkan melalui inflasi atau deflasi. Inflasi atau deflasi dibutuhkan untuk melumasi perekonomian, akan tetapi inflasi yang menembus dua digit justru menyebabkan instabilitas ekonomi suatu daerah. Kondisi inflasi di Lampung Tengah. Pada tahun 2015, inflasi terendah terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar 0,13 persen. Sedangkan inflasi tertinggi terjadi di penghujung tahun 2015 yaitu sebesar 0,81 persen. Inflasi ini dipicu oleh perilaku konsumtif masyarakat dalam menyambut pergantian tahun baru sehingga menyebabkan naiknya harga bahan. 14

2.2.6. Pengeluaran Penduduk dan Konsumsi Makanan Pola pengeluaran penduduk dapat dilihat dengan cara membedakan pengeluaran menurut kelompok makanan dan bukan makanan. Pada tahun 2014, persentase pengeluaran makanan di tahun 2014 lebih tinggi dibandingkan bukan makanan atau sebesar 54,45 persen. Hal yang sama terjadi pada tahun 2015 dimana persentase pengeluaran makanan dibandingkan totalnya sebesar 50,97 persen. Selama 3 tahun terakhir terlihat bahwa pengeluaran penduduk makanan dan bukan makanan di Kabupaten Lampung Tengah relatif mengalami peningkatan, meskipun sempat turun di tahun 2014 sebesar 0,13 persen. Namun, di tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 113,38 ribu rupiah atau sebesar 18,11 persen. Bila dilihat dari pengeluaran menurut kelompok makanan di tahun 2015, terlihat bahwa pengeluaran rata-rata per kapita terbesar berada pada kelompok makanan dan minuman jadi, kemudian kelompok padi dan umbi-umbian, serta tembakau dan sirih. Komposisi untuk tembakau dan sirih ternyata cukup mendominasi dalam pengeluaran makanan sekitar 15,33 persen. Sementara kelompok makanan dengan pengeluaran per kapita terendah yaitu konsumsi lainnya seperti: minyak dan lemak, bumbu-bumbuan, serta bahan minuman yang hanya sebesar 12,39 persen dari seluruh total pengeluaran kelompok makanan. 2.2.7. Pendapatan Regional Nilai PDRB nominal Kabupaten Lampung Tengah tahun 2015 telah mencapai 48.106 milyar rupiah. Bila dibandingkan dengan tahun 2013, nilai PDRB ini mengalami kenaikan 3.845 milyar rupiah atau sekitar 8,69 persen. Secara riil, nilai PDRB meningkat dari 36.674 milyar rupiah naik menjadi 38.627 milyar rupiah. Artinya, selama tahun 2015 ekonomi Lampung Tengah tumbuh sekitar 5,33 persen. Sumber pertumbuhan ekonomi tersebut sebagian besar berasal dari sektor pertanian yakni sekitar 36,89 persen. Setelah itu, industri pengolahan sebesar 22,81 persen dan perdagangan besar dan eceran sebesar 10,37 persen. Sedangkan kontribusi sektor yang lainnya terhadap pertumbuhan ekonomi dibawah 5 persen. 15

Ditinjau dari struktur ekonomi terlihat bahwa perekonomian Lampung Tengah masih bergantung pada sektor pertanian. Kontribusi sektor ini dalam perekonomian mencapai 36,89 persen. Sektor lain yang mempunyai sumbangan relatif tinggi ialah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan besar dan eceran. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Lampung Tengah relatif mengalami penurunan dari tahun 2013 hingga 2015, meskipun tidak terlalu signifikan di tahun 2015. Sedangkan, bila dilihat nilai PDRB per kapita di tahun 2015 sebesar 39,20 juta rupiah sementara di tahun 2014 sebesar 31,47 juta rupiah. Angka PDRB per kapita ini meningkat sekitar 7,73 juta rupiah atau sebesar 24,56 persen. Kenaikan ini mengindikasikan naiknya tingkat kesejahteraan masyarakat di kabupaten Lampung Tengah. 2.2.8. Perbandingan Regional Perbandingan regional merupakan salah satu cara untuk mengukur kinerja pembangunan ekonomi suatu daerah dibandingkan dengan daerah lainnya dalam satu Provinsi. Ditinjau dari nilai PDRB nominal, Lampung Tengah merupakan kabupaten yang penciptaan nilai tambahnya tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Lampung. Kabupaten lainnya yang mampu menghasilkan nilai tambah relatif besar berikutnya adalah Kota Bandar Lampung dan Lampung Selatan. Sementara itu, bila dilihat dari nilai pengeluaran per kapita Kabupaten Lampung Tengah, di tahun 2015 telah mencapai 10,30 juta rupiah atau menempati ranking 3 di Lampung setelah Kota Bandar Lampung dan Metro. Di tahun 2015, seluruh kabupaten kota di Provinsi Lampung mengalami pertumbuhan ekonomi lebih dari 4 persen. Kabupaten Lampung Tengah memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi ke-3 di Lampung yang mencapai 5,33 persen. Kabupaten/kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi terbesar adalah Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Way Kanan yang masing-masing mencapai 6,28 persen dan 5,46 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi yang paling rendah adalah Kabupaten Pesawaran sekitar 4,07 persen. Di sisi lain, kualitas sumber daya manusia Lampung Tengah masih relatif baik. Angka IPM Kabupaten Lampung Tengah sebesar 67,61 berada di peringkat ke-3 setelah Kota Metro dan Bandar Lampung. Sementara kabupaten dengan angka IPM terendah di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Mesuji dengan angka IPM sebesar 59,79. 16

2.2.9. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah besarnya produk domestik bruto (PDB) suatu daerah propinsi atau kabupaten/kota. PDRB dapat digunakan sebagai salah satu bahan evaluasi terhadap pembangunan yang telah dilaksanakan serta dapat dipakai sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum. Produk Domestik Regional Bruto per kapita Kabupaten Lampung Tengah berdasarkan harga berlaku dan konstan tahun 2012 2015 disajikan dalam Tabel 2.8., dapat dilihat perkembangan PDRB yang selalu meningkat terutama pada Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB), yang menggambarkan pendapatan yang memungkinkan dapat dinikmati oleh penduduk. Pertumbuhan tersebut menggambarkan pendapatan yang diterima oleh penduduk semakin meningkat pula. 17

Tabel 2.8. PDRB Sektor Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013 s.d. 2015 No Sektor 2012 2013 (dalam ribu rupiah) 2015** 2014* Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk 12.203.978 10911159 13.120.764 11383640 14.615.381 11851269 15.853.980 12.362.424 6.013.188 5121667 6380.176 5.240.643 6.891.360 5.344.809 7.494.910 5.565.837 a. Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian Tanaman Pangan b. Tanaman Hortikultura 20.209 18901 24.114 21.839 24.733 22.049 25.955 22.481 c. Perkebunan Semusim 248.436 230773 275.833 244.853 310.880 261.323 350.544 278.904 5 Tanaman Hortikultura 967.540 937942 1.094.180 1.008.791 1.226.907 1.055.727 1.335.824 1.106.745 6 Perkebunan Tahunan 2.260.033 2087545 2.395.276 2.189.886 2.761.859 2.316.415 2.935.630 2.412.276 7 8 Peternakan Jasa Pertanian dan Perburuan 2.415.498 279.073 2263182 251148 2.643.528 307.656 2.413.100 264.529 3.050.235 349.406 2.576.255 247.692 3.308.868 402.249 2.678.472 297.710 Keterangan : * Angka revisi ; ** Angka Sementara Sumber : Kabupaten Lampung Tengah dalam Angka 2016 18

2.3. Aspek Pertanian 2.3.1. Statistik Tanaman Pangan Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu lumbung padi di Provinsi Lampung. Total produksi padi Lampung Tengah menyumbang lebih dari seperlima total produksi padi Provinsi Lampung. Di tahun 2015, produksi padi Kabupaten Lampung Tengah telah mencapai 855,96 ribu ton atau mengalami kenaikan sekitar 14,24 persen dibandingkan dengan tahun 2014. Selain lumbung padi, Kabupaten Lampung Tengah juga merupakan salah satu sentra produksi jagung. Dapat dilihat pada tahun 2015 produksi jagung mengalami kenaikan sebesar 494 ton. Meskipun luas panen jagung mengalami penurunan. Pada tahun 2013 hingga 2015, produksi jagung selalu mengalami peningkatan meskipun tidak terlalu signifikan. Komoditas unggulan lainnya yang menjadi unggulan Kabupaten Lampung Tengah ialah ubi kayu. Produksi ubi kayu pada tahun 2015 mengalami penurunan dari 2,31 juta ton turun menjadi 2,24 juta ton. Meskipun demikian produksi ini masih yang terbesar di Provinsi Lampung dan menyokong sepertiga dari total produksi ubi kayu Provinsi Lampung. Komoditas tanaman pangan lainnya yang dihasilkan dari Kabupaten Lampung Tengah juga memiliki arti strategis bagi produksi tanaman pangan di Provinsi Lampung. Sumbangan produksi kedelai, kacang tanah, kacang hijau dan ubi jalar tahun 2015 berkisar antara 15 persen hingga 25 persen. 19

Tabel 2.9. Statistik Tanaman Pangan Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013-2015 Uraian 2013 2014 Padi Sawah a. Luas Panen (Ha) 127.325 138.690 b. Produksi (Ton) 688.153 749.265 Jagung a. Luas Panen (Ha) 56.872 51.805 b. Produksi (Ton) 293.706 300.050 Kedelai a. Luas Panen (Ha) 777 2.036 b. Produksi (Ton) 880 2.679 Kacang Tanah a. Luas Panen (Ha) 1.511 b. Produksi (Ton) 1.663 Kacang Hijau a. Luas Panen (Ha) 349 b. Produksi (Ton) 362 Ubi Kayu a. Luas Panen (Ha) 123.516 91.908 b. Produksi (Ton) 3.244.519 2.310.814 Ubi Jalar a. Luas Panen (Ha) 838 615 b. Produksi (Ton) 8.922 6.702 Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah 2016 2015 140.462 855.961 45.528 300.544 1.042 2.575 735 743 229 208 95.292 2.243.832 375 7.262 2.3.2. Dominasi Agroindustri pada Sektor Industri Jumlah perusahaan industri pengolahan yang berskala besar di Lampung Tengah (Tabel...) tahun 2015 tidak mengalami perubahan yang signifikan terutama untuk perusahaan berskala besar, yakni 74 Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan (IHPK) dan 14 Industri Logam, Mesin, Elektronika, Kimia dan Aneka (ILMEKA). Penambahan jumlah industri pada skala kecil dan menengah IHPK dan ILMEKA yakni 4819 usaha IHPK dan 685 usaha ILMEKA. Dari sisi tenaga kerja, penambahan jumlah industri ini menyebabkan naiknya jumlah tenaga kerja di kedua jenis industri tersebut. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di IHPK berskala kecil dan menengah bertambah sebanyak 194 orang. Sedangkan kenaikan tenaga kerja di ILMEKA berskala kecil dan menengah hanya sebanyak 5 orang. 20

Tabel 2.10. Statistik Industri Pengolahan Kabupaten Lampung Tengah Tahun 20132015 Uraian 2013 2014 Unit Usaha 1. IHPK a. Besar 74 74 b. Kecil 4.682 4.736 2. ILMEKA a. Besar 11 13 b. Kecil 676 683 Tenaga Kerja 1. IHPK a. Besar 10.279 10.279 b. Kecil 20.544 20.878 2. ILMEKA a. Besar 1.562 1.577 b. Kecil 3.469 3.503 Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah 2016 2015 74 4.819 14 685 10.279 21.072 1.579 3.508 Nilai investasi dari tahun 2013 hingga 2015 terlihat nilai investasi IHPK 4 kali nilai investasi ILMEKA. Nilai investasi IHPK tahun 2015 meningkat dari tahun 2014 sebesar Rp. 434,41 milyar mencapai Rp. 434.50 milyar, sedangkan nilai investasi ILMEKA hanya Rp. 99,85 milyar. Persentase kenaikan nilai investasi selama 3 tahun terakhir, ILMEKA lebih tinggi dibandingkan dengan nilai investasi IHPK. Bila dibandingkan dengan tahun 2014, nilai investasi ILMEKA tahun 2015 mengalami kenaikan sekitar 0,23 persen, sementara nilai investasi IHPK hanya meningkat sekitar 0,02 persen (Gambar 7). 21

Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Lampung Tengah 2016 Gambar 7. Perkembangan Nilai Investasi Sektor Industri Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2013-2015 (milyar Rp) 2.3.3. Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Secara konsepsional NTP mengukur kemampuan tukar komoditas produk pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga petani dan keperluan mereka dalam menghasilkan produk pertanian. Jika nilai NTP pada waktu tertentu lebih besar dari 100 persen, berarti kesejahteraan petani pada saat itu lebih baik dibandingkan dengan tahun dasar dan sebaliknya (Nilai Tukar Petani Provinsi Lampung, 2015). Rasio NTP diketahui dari indeks yang diterima petani berbanding indeks yang dibayar petani. Rasio NTP dari tahun 2013 hingga 2015 berada diatas 1 berturut-turut yaitu 1,02 ; 1,04 dan 1,03. Nilai Tukar Petani di Provinsi Lampung disajikan pada Tabel 2.11. Tabel 2.11. Nilai Tukar Petani Tahun 2011 s.d. 2015 Provinsi Lampung No Uraian 1 Indeks yang diterima Petani (It) 2 Indeks yang dibayar Petani (Ib) 3 Rasio Sumber : Nilai Tukar Petani Provinsi Lampung, 2015 2013 106,7 104,82 1,02 2014 115,62 110,98 1,04 2015 121,35 117,59 1,03 22

BAB III METODOLOGI 3.1. Metode Pengumpulan Data Lokasi Kajian Inovasi Pertanian dalam rangka menghadapi Inflasi di Kabupaten Lampung Tengah. Waktu pelaksanaan pada bulaun Mei Agustus 2017. Pengumpulan data dilakukan dengan cara survey, wawancara, dan kepustakaan. Data mencakup data pertanian regional Kabupaten Lampung Tengah. Data komoditas produk unggulan mengacu pada Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor 830/Kpts/Rc.040/12/2016, yaitu tanaman pangan (Ubi kayu, jagung, kedelai, padi), tanaman hortikultura (bawang merah, dan cabe merah), tanaman perkebunan (karet, tebu, dan sawit), dan peternakan (sapi dan ayam ras pedaging). Data primer yang digunakan adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui FGD (Forum group discussion) yaitu hasil kuisioner. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur/dokumen yang berasal dari instansi terkait berupa gambaran umum, kondisi wilayah, data produksi, harga, ekspor, dan import data komoditas pertanian Lampung Tengah. 3.2. Metode Analisis 3.2.1. Sumber Inflasi 1. Tarikan permintaan (Demand pull inflation) Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa yang menyebabkan terjadinya kenaikan Harga 23

Keterangan: P = Price (harga) Q= Quantity (jumlah barang) E = Equilibrium (keseimbangan pasar) 2. Cost Push Inflation Keterangan: P = Price (harga) Q= Quantity (jumlah barang) E = Equilibrium (keseimbangan pasar) 3.2.2. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kajian ini akan dimulai melalui analisis PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) secara runtut waktu (time series). PDRB = C + I + G + (x - m) = f (T, L, K, N) C : pengeluaran konsumsi rumah tangga I : pembentukan modal (investasi swasta (ip) dan investasi pemerintah (ig)) G : pengeluaran pemerintah (x - m) : selisih nilai ekspor dan impor T : Teknologi L : Lahan K : Kapital N : Tenaga Kerja 24

Kajian ini menekankan pada aspek sisi penawaran, dimana PDRB ditentukan oleh Teknologi (Inovasi), Lahan, Kapital, dan Tenaga Kerja. Oleh sebab itu inovasi pertanian sangat penting untuk meningkatkan PDRB sehingga inflasi dapat terkendali. PDRB akan dianalisis terutama sumbangan dari sektor pertanian. Perkembangan PDRB dan ADHB dari tahun ke tahun menggambarkan perkembangan yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam tingkat volume produksi barang dan jasa yang dihasilkan dan perubahan dalam tingkat harganya. Pengukuran perubahan volume produksi atau perkembangan produktivitas secara nyata, faktor pegaruh atas perubahan harga perlu dihilangkan dengan cara menghitung PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. Nilai PDRB per kapita = total PDRB / jumlah penduduk PDRB per kapita sering digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk suatu daerah. Apabila data tersebut disajikan secara berkala akan menunjukkan adanya perubahan kemakmuran. 3.2.3. Indeks Harga Konsumen (IHK) Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indeks yang memperhatikan harga-harga yang harus dibayar konsumen baik di perkotaan maupun pedesaan. IHK mengukur ratarata perubahan harga dari suatu paket komoditas yang dikonsumsi oleh masyarakat/rumah tangga di suatu daerah (urban) dalam kurun waktu tertentu. 3.2.4. Laju Inflasi Kegiatan PDRB sektor pertanian juga diikuti dengan kajian inflasi yang terjadi di wilayah yang bersangkutan. Rumus yang dipakai untuk menentukan laju inflasi adalah sebagai berikut: Laju Inflasi = IHK t IHK t-1 x 100 IHK t-1 IHK t : Indeks harga konsumen periode ke t IHK t-1 : Indeks harga konsumen periode ke t-1 (periode lalu) 25

Kajian-kajian tersebut akan dilakukan secara deskriptif kuantitatif berdasarkan data sekunder. Adapun bentuk inovasi sektor pertanian akan dikreasi dari hasil FGD dan diskusi terstruktur yang melibatkan berbagai pakar dan stakeholders. Tujuan satu, dua, dan tiga kajian ini dijelaskan secara sinergi per komoditi. 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Faktor faktor yang mempengaruhi Kinerja Produk Domestik Regional Bruto Pertanian dan Inflasi Kabupaten Lampung Tengah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan di wilayah domestik suatu negara yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu periode tertentu. PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) atau dikenal dengan PDRB nominal disusun berdasarkan harga yang berlaku pada periode penghitungan dan bertujuan untuk melihat struktur perekonomian. PDRB ADHB menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah. Nilai PDRB yang besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga sebaliknya (BPS Lampung Tengah, 2017). PDRB Kabupaten Lampung Tengah menurut lapangan usaha dirinci menjadi 17 kategori lapangan usaha, sebagian besar kategori dirinci menjadi sub kategori. Kategori yang memiliki peran terbesar pada nilai PDRB Kabupaten Lampung Tengah dari tahun 2012 hingga tahun 2016 adalah kategori Pertanian, Kehutanan dan Perikanan dengan persentase sebesar 35,88 persen pada tahun 2016, diikuti oleh kategori Industri Pengolahan sebesar 23,36 persen. Peranan PDRB menurut lapangan usaha di Kabupaten Lampung Tengah dari tahun 2012 hingga tahun 2016 disajikan pada Tabel 4.1. 27

Tabel 4.1. Peranan PDRB Menurut Lapangan Usaha (persen) Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012-2016 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Lapangan Usaha/Industry Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan/Agriculture, Forestry and Fishing Pertambangan dan Penggalian/ Mining and Quarrying Industri Pengolahan/Manufacturing Pengadaan Listrik and Gas/Electricity and Gas Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang/Water Supply, Sewerage, Waste Management Konstruksi/Construction Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor/ Wholesale and Retail Trade, Repair of Motor Vehicles and Motorcycles Transportasi dan Pergudangan/ Transportation and Storage Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum/Accomodation and Food Services Activities Informasi dan Komunikasi/ Information and Communication Jasa Keuangan dan Asuransi/ Financial and Insurance Activities Real Estat/Real Estate Activities Jasa Perusahaan/Business Activities Administrasi Pemerintahan, Pertahanan and Jaminan Sosial Wajib/Public Administration and Defence, Compulsory Social Security Jasa Pendidikan/Education Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial/Human Health and Social Work Activities 17 Jasa Lainnya/Other Services Activities Produk Domestik Regional Bruto/Gross Regional Domestic Product 2012 2013 2014 37,87 37,35 37,24 4,25 4,35 22,78 Rp. 13.669,22 Rp. 14.783,49 Rp. 16.519,37 (juta) (juta) (juta) 2015* 2016** Rp. 17.766,94 (juta) Rp. 19.796,42 (juta) 4,37 4,56 4,90 22,97 23,05 23,99 23,36 0,05 0,05 0,05 0,06 0,08 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 10,32 10,55 10,16 10,45 10,03 10,17 9,50 10,21 9,94 10,16 2,14 2,31 2,54 2,80 2,75 0,98 1,00 1,05 1,11 1,12 2,64 2,70 2,67 2,72 3,02 1,62 1,71 1,74 1,61 1,64 1,78 0,10 1,81 0,10 1,83 0,12 1,78 0,12 1,87 0,12 1,65 1,71 1,79 1,77 1,75 2,21 0,48 2,28 0,49 2,27 0,51 2,27 0,53 2,27 0,53 0,54 0,53 0,53 0,57 0,56 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 36,35 35,88 Sumber : BPS Kabupaten Lampung Tengah (2017) * Angka sementara ** Angka sangat Sementara Share sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan semakin turun pada tahun 2012 sebesar 37,87 persen menjadi 35,88 persen pada tahun 2016. Namun nilai 28

PDRBnya semakin meningkat pada tahun 2012 sebesar Rp 13.669,22 juta menjadi Rp 19.796,42 juta pada tahun 2016, menunjukkan terjadinya transformasi struktural di Kabupaten Lampung Tengah dari sektor pertanian ke arah sektor industri, perdagangan, dan jasa. Hal ini berarti bahwa Kabupaten Lampung Tengah mengalami kemajuan dan keberhasilan dalam pembangunan ekonominya. Tabel 4.2. Peranan lapangan usaha terhadap PDRB kategori pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian (persen), 2012-2016 No 1 Lapangan Usaha/Industry Tahun 2014 2015* 87,90 88,14 2016** 88,80 41,40 0,15 41,69 0,15 1,90 2,00 7,25 16,72 7,42 15,40 18,61 19,82 2,12 100,00 2,31 100,00 2012 2013 Pertanian, Peternakan, Perburuan 89,28 88,29 dan Jasa Pertanian/Agriculture, Livestock, Hunting and Agriculture Services 43,99 42,69 41,13 a. Tanaman Pangan/Food Crops b. Tanaman Hortikultura/Horticultural 7,23 7,56 0,15 Crops c. Tanaman Perkebunan/Plantation 18,35 18,07 1,88 Crops 17,67 17,88 7,29 d. Peternakan/Livestock e. Jasa Pertanian dan 2,04 2,08 16,72 Perburuan/Agriculture Services and Hunting 2 Kehutanan dan Penebangan 0,04 0,01 18,61 Kayu/Forestry and Logging 3 10,67 11,67 2,12 Perikanan/Fishery Pertanian, Peternakan, Perburuan dan 100,00 100,00 100,00 Jasa Pertanian/Agriculture, Livestock, Hunting and Agriculture Services Sumber : BPS Kabupaten Lampung Tengah (2017) * Angka sementara ** Angka sangat sementara Kategori Pertanian, Kehutanan dan Perikanan mencakup berbagai sub kategori yaitu (1) sub kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian yang terdiri dari golongan tanaman pangan, golongan tanaman hortikultura, golongan tanaman perkebunan, golongan peternakan, dan golongan jasa pertanian dan perburuan ; (2) sub kategori Usaha Kehutanan dan Penebangan Kayu ; dan (3) sub kategori Perikanan. 29

Golongan tanaman pangan memiliki persentase terbesar dalam sub kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian pada tahun 2016 dan golongan tanaman hortikultura menyumbang nilai tambah paling sedikit pada tahun 2016. Golongan tanaman perkebunan, golongan peternakan, dan golongan jasa pertanian dan perburuan memiliki persentase nilai tambah terhadap PDRB pada sub kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian tahun 2016 berturut-turut sebesar 2,00 persen ; 7,42 persen ; dan 15,40 persen. Nilai PDRB dari golongan tanaman pangan dari tahun 2012 hingga 2016 fluktuatif tiap tahunnya, yaitu berada pada kisaran 41-44 persen. Pada golongan tanaman hortikultura, mengalami penurunan kontribusi nilai yang signifikan dari tahun 2012 pada angka 7,23 persen kemudian pada tahun 2014 sangat menurun menjadi 0,15 persen dan terus sama hingga tahun 2016. Penurunan kontribusi pada tahun 2014 juga terjadi pada golongan tanaman perkebunan dan golongan peternakan kemudian persentase pada tahun selanjutnya relatif stabil hingga tahun 2016. Golongan tanaman perkebunan mengalami penurunan kontribusi nilai dari 18,07 persen pada tahun 2013 menjadi 1,88 persen pada tahun 2014, kemudian golongan peternakan dari 17,67 persen pada tahun 2013 menjadi 7,29 persen pada tahun 2014. Tetapi penurunan ketiga golongan tersebut diimbangi oleh peningkatan kontribusi nilai PDRB dari golongan jasa pertanian dan perkebunan sebesar 2,08 persen pada tahun 2013 menjadi 16,72 persen pada tahun 2014 dan selanjutnya relatif stabil hingga tahun 2016 (Tabel 4.2). Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika inflasi meningkat, maka harga barang dan jasa di dalam negeri mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai mata uang. Dengan demikian, inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai mata uang terhadap nilai barang dan jasa secara umum. IHK merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi. Indeks Harga konsumen (IHK) adalah indeks yang menghitung rata-rata perubahan harga dari suatu paket barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang dan jasa (BPS, 2017). 30

Inflasi dibedakan menjadi 4 macam, yaitu (Boediono, 1998) : a. Inflasi Ringan : < 10 % per tahun b. Inflasi Sedang : 10 30 % per tahun c. Inflasi Berat : 30-100 % per tahun d. Hiperinflasi : 100 % per tahun Inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu meningkatnya permintaan melebihi penawaran atau diatas kemampuan berproduksi (Demand Pull Inflation), seperti peningkatan konsumsi masyarakat, berlebihnya likuiditas pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, termasuk akibat ketidaklancaran distribusi barang. Inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinyu. Tingkat inflasi di Kabupaten Lampung Tengah sebesar 9,22% (tahun 2014) lebih tinggi dari tahun 2013 sebesar 7,60%. Khusus untuk sektor pertanian, ada beberapa subsektor yang memiliki peran besar untuk memicunya terjadinya inflasi yaitu subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. 4.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Inflasi per komoditas di Kabupaten Lampung Tengah a. PDRB dan Inflasi Tanaman Pangan Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu kabupaten penting dalam penyediaan produk tanaman pangan baik bagi Propinsi Lampung maupun Nasional. Komoditas tanaman pangan utama di Kabupaten Lampung Tengah adalah padi, ubi kayu, jagung dan kedelai. Menurut BPS Provinsi Lampung tahun 2017, Kabupaten Lampung Tengah merupakan penghasil terbesar untuk komoditas padi dan jagung di Provinsi Lampung dengan produksi padi sebanyak 805.261 ton dan produksi ubi kayu sebanyak 1.770.156 ton. Produksi tanaman jagung dan kedelai di Kabupaten Lampung Tengah masing- masing adalah 241.512 ton dan 431 ton. 31

Petani di Kabupaten Lampung Tengah masih sangat menggantungkan hidupnya dari komoditas tanaman pangan. Hal ini terlihat dari data PDRB komoditas tanaman pangan yang sangat tinggi khususnya komoditas padi dan ubi kayu. Penyebab tingginya inflasi didominasi oleh tekanan bahan pangan yang antara lain disebabkan terkendalanya pencapaian target produksi pangan akibat anomali cuaca. Tingginya laju inflasi pasti berdampak pada kesejahteraan masyarakat karena daya beli yang terus menurun. Tingginya harga bahan pangan pokok pasti akan berpengaruh terhadap ketahanan pangan nasional. Karena indikator ketahanan pangan salah satunya adalah aksesibilitas terhadap pangan dari sisi keterjangkauan harga. Komoditas tanaman pangan seperti padi, ubi kayu, jagung dan kedelai menjadi langka pada musim-musim tertentu yang berdampak pada inflasi (kenaikan harga). 1) PDRB dan Inflasi Komoditas Padi PDRB (Dalam Juta Rupiah) Perkembangan PDRB Padi 4.500.000 4.000.000 3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000-4.047.442 3.918.659 3.967.078 3.035.792 3.100.063 Series1 2012 2013 2014 2015 2016 Tahun Gambar 8. Perkembangan PDRB dari komoditas padi tahun 2012-2016 Perkembangan PDRB komoditas padi di Kabupaten Lampung Tengah dari tahun 2012 hingga tahun 2016 selalu terjadi peningkatan (Gambar 8). PDRB yang disumbangkan oleh komoditas padi meningkat dari 3,035 triliun pada tahun 2012 menjadi 3,1 triliun pada tahun 2013; meningkat menjadi 3,967 triliun pada tahun 2014; meningkat menjadi 4,047 triliun pada tahun 2015, tetapi terjadi sedikit penurunan pada tahun 2016 yaitu menjadi 3,918 triliun. Pada tahun 2012 Kabupaten Lampung Tengah mampu menghasilkan 707.596 ton 32

gabah kering panen, dan terus meningkat hingga 837.322 ton pada tahun 2016, meskipun demikian PDRB tahun 2014 hingga 2016 tidak banyak mengalami perubahan karena harga yang sedikit mengalami penurunan. Sebagai contoh pada tahun 2014 produksi padi di Kabupaten Lampung Tengah sebesar 807.569 ton dengan harga Rp 4.912 per kilogram maka dihasilkan PDRB yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2016 dengan produksi sebesar 837.322 ton tetapi terjadi penurunan harga menjadi Rp 4.680 per kilogram gabah kering panen. Tingkat inflasi beras yang tinggi akan mempengaruhi daya beli masyarakat dikarenakan beras merupakan makanan pokok masyarakat. Laju inflasi pada komoditas padi di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013-2016 disajikan pada Gambar 9. Laju Inflasi Padi (%) 15,00 13,96 Inflasi (%) 10,00 5,00 0,00-5,00-10,00 0,47 2013 2014 2015-0,55 2016-4,20 Tahun Gambar 9. Laju inflasi pada komoditas padi di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013-2016 Pada tahun 2013, komoditas padi dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) mengalami inflasi sebesar 0,47 persen. Hal ini disebabkan oleh peningkatan harga padi (GKP) dari Rp 4.290 per kilogram pada tahun 2012 menjadi Rp 4.310 per kilogramnya pada tahun 2013. Kemudian pada tahun 2014, komoditas padi mengalami inflasi tertinggi selama 5 tahun terahir yaitu sebesar 13,9 persen. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan harga padi (GKP) pada tahun 2014 menjadi Rp 4.912 per kilogramnya. Pada tahun 2015 dan 2016, komoditas padi (GKP) terjadi deflasi berturut-turut sebesar 0,55 % dan 4,2%. Hal ini disebabkan karena melimpahnya beras impor yang masuk ke 33

Kabupaten Lampung Tengah yang mengakibatkan harga padi (GKP) menurun (Data mana). Menurut BPS, telah terjadi peningkatan impor beras Nasional yang cukup tinggi dari sebelumnya sebesar 472.664,7 ton pada tahun 2013 meningkat menjadi 844.163,7 ton pada tahun 2014 dan meningkat kembali 861.601,0 ton pada tahun 2015. Meskipun jumlah produksi padi di Kabupaten Lampung Tengah terus meningkat, tetapi kebutuhan beras Provinsi Lampung dan Nasional belum tercukupi dari produksi gabah dalam negeri. Menurut Boediono (1998), angka inflasi padi (GKP) pada tahun 2014 dapat digolongkan ke dalam kriteria inflasi sedang karena berada pada selang 10-30 % per tahun. Produksi komoditas padi di Kabupaten Lampung Tengah terus mengalami peningkatan dalam periode tahun 2012-2016, harga komoditas padi lebih stabil dibandingkan dengan komoditas yang lain dengan rata-rata peningkatan sebesar 2,4% pada periode tahun 2012-2016. PDRB yang dihasilkan oleh komoditas padi di kabupaten Lampung Tengah cenderng stabil dan meningkat. Meskipun demikian ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan PDRB dari komoditas padi dengan beberapa langkah berikut: a. Ekstensifikasi Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mencapai swasembada pangan telah menjalankan beberapa program Upaya Khusus (Upsus) salah satunya adalah percepatan peningkatan produksi pangan. Untuk mendukung peningkatan produksi pangan tersebut, Kementan melakukan program cetak sawah. Cetak sawah dilakukan mengingat saat ini lahan sawah yang semakin berkurang dengan adanya alih fungsi lahan pertanian ke perumahan dan lain lain. Cetak sawah baru ditujukan untuk memaksimalkan lahan-lahan mati yang kurang produktif. Di Propinsi lampung saja realisasi cetak sawah tahun 20152016 sudah mencapai 11.874 ha dan akan terus ditambah hingga mencapai 1 juta hektar akumulasi total sawah baru di Indonesia, sedangkan dalam rangka meningkatkan produksi pertanian, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Tengah membuka lahan sawah baru seluas 445 hektar di Kampung Restubuana, Kecamatan Rumbia Lamteng. Cetak lahan sawah baru ditandai dengan acara tanam perdana yang dilakukan oleh Bupati lampung Tengah DR. Ir. Mustafa bersama Kodim 0411/Lampung tengah, Senin, 5/9/2016 dan dapat ditingkatkan lagi luasan cetak sawah baru hingga seluruh lahan potensial di 34

Kabupaten Lampung tengah yang selama ini tidak produktif menjadi lahan sawah yang produktif untuk mendukung program swasembada pangan. Dalam periode tahun 2012-2017 luas panen padi di Kabupaten Lampung Tengah meningkat sebanyak 15.551 Ha, dari seluas 142.322 Ha pada tahun 2012 menjadi 157.873 Ha pada tahun 2016. Luas panen di Kabupaten Lampung Tengah harus di pertahankan dan di tingkatkan agar cita cita swasembada beras dapat terwujud. Untuk mempertahankan luasan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah Pemerintah Daerah telah mengesahkan Perda No. 3 Tahun 2014 tentang Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan Kabupaten Lampung Tengah dan menetapkan 53.206 ha luas lahan pertanian berkelanjutan (LP2B) dan 18.585 ha sebagai lahan cadangan di 28 Kecamatan. b. Meningkatkan indeks pertanaman Secara umum peningkatan produksi padi dapat dilaksanakan melalui penambahan baku lahan (PBL) yang erat hubungannya dengan pencetakan sawah baru dan peningkatan mutu intensifikasi dalam peningkatan produktivitas dan peningkatan luas tanam atau indeks pertanaman (IP). Secara matematik, tingkat produksi padi merupakan hasil perkalian luas panen dan produktivitas, sementara luas tanam belum tentu sama dengan luas panen, karena masih ada pengurangan luas akibat gangguan pertanaman seperti serangan hama dan penyakit, banjir dan kekeringan. Syarat utama agar indeks pertanaman meningkat menjadi IP 200 adalah tersedianya air yang cukup sepanjang tahun. Oleh karena itu jaringan irigasi berupa bendungan, bendung, saluran primer dan sekunder, box bagi, bangunan-bangunan ukur, dan saluran tersier serta saluran tingkat usaha tani (TUT) yang memadai sangat dibutuhkan. Indeks Pertanaman (IP) Padi 200-300 dalam implementasinya dapat diwujudkan melalui dua strategi yaitu rekayasa teknologi dan rekayasa sosial, ditujukan untuk optimalisasi ruang dan waktu sehingga indeks pertanaman dapat dimaksimalkan sehingga produksi dan pendapatan petani juga meningkat. Ada empat polatanam alternatif IP Padi >300 yaitu: (1) Pola A. dua kali Varietas Unggul Genjah (VUG) dan dua kali Varietas Unggul Sangat Genjah (VUSG); (2) Pola B. satukali VUG dan tiga kali VUSG; (3) Pola C. empat kali VUSG; dan (4) Pola D. tiga kali VUG. Semua Pola tanam menerapkan sistem 35

persemaian culikan yang dibuat 15 hari sebelum panen, lama pengolahan tanah 7 hari dan umur persemaian sekitar 22. Beberapa persyaratan lokasi pengembangan IP Padi 400 meliputi: (a) waktu yang tersedia untuk pertanaman harus sama atau kurang dari 12 bulan untuk empat musim tanam atau 3bulan/musim; (b) persediaan air ada sepanjang tahun; (c) semua kegiatan perlu dilaksanakan secara cepat bahkan ada kegiatan yang bersifat tumpang tindih misalnya persemaian benih sebelum tanaman dipanen; dan (d) padi ditanam dalam satu hamparan secara serentak. Untuk memenuhi kebutuhan benih unggul, Balai Besar Tanaman Padi Kementerian Pertanian menghasilkan beberapa produk riset berupa (a) varietas unggul padi irigasi (Inpari 23, Inpari 24, Inpari 30, Ciherang Sub 1, Inpari 31, Inpari 32, Inpari 33, Inpari 42 Agritan, Inpari 43 Agritan), (b) varietas unggul padi rawa pasang surut (Inpara 8, Inpara 9), (c) varietas padi gogo (Inpago 8, Inpago 9), (d) padi hibrida (Hipa 8, Hipa 18, Hipa 19), (e) varietas unggul padi sawah tadah hujan (Inpari 39 Agritan), dan (f) varietas unggul padi sawah dataran tinggi (Inpari 28 kerinci, Inpari 27). Sedangkan untuk meningkatkan efektifitas penggunaan input pupuk pada tanaman padi digunakan beberapa perangat uji cepat sehingga status hara N, P, K, dan ph tanah dapat diketahui dengan cepat dan akurat untuk menghitung rekomendasi dosis pemupukan lebih tepat dan efisien. Sekaligus dapat membantu pelaku pasar dan pengawas pupuk untuk memonitor kualitas pupuk yang beredar di pasaran, agar dapat mengambil langkahlangkah yang diperlukan, dengan menetapkan/menganalisis kadar N, P, K, ph, dan C di dalam pupuk. Perangkat uji cepat tersebut diantaranya adalah: a) Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS)- alat bantu analisis hara tanah sawah secara cepat dan mudah yang bisa dikerjakan di lapangan, Perangkat Uji Tanah Kering b) (PUTK)- alat bantu analisis hara tanah kering secara cepat dan mudah, yang bisa dikerjakan di lapangan, c) Perangkat Uji Pupuk (PUP) alat bantu analisis kadar N, P, K dalam pupuk an-organik padat secara cepat dan mudah, yang bisa dikerjakan di lapangan. d) Perangkat Uji Tanah Rawa (PUTR)- alat bantu analisis tingkat kemasaman tanah, kebutuhan kapur, dan kadar hara tanah sulfat masam potensial tipe luapan A dan B secara cepat dan mudah yang bisa dikerjakan di lapangan. 36

e) Perangkat Uji Pupuk Organik (PUPO) alat bantu analisis kadar N, P, K dalam pupuk organik padat secara cepat, dan mudah, yang bisa dikerjakan di lapangan Untuk meningkatkan efektifitas biaya dan waktu, serta meningkatkan kualitas dan keseragaman hasil tanam dan panen, maka dibutuhkan penggunaan mesin untuk membantu beberapa proses dalam budidaya tanaman padi, diantaranya adalah: a.penggunaan Mesin penyiang gulma bermotor Mesin penyiang gulma bermotor (power weeder) untuk padi sawah adalah mesin penyiang gulma padi sawah dengan dua baris tanaman sejajar. Spesifikasi mesin penyiang adalah tipe berjalan/walking, menggunakan bahan bakar bensin, mesin 2 tak dengan tenaga 2 PK. Lebar kerja 2 baris untuk jarak tanam 20 cm atau 25 cm, dapat digunakan untuk kegiatan penyianngan padi sawah sampai umur 40 hari. Keunggulan mesin penyiang ini adalah 3 kali lebih cepat dibandingkan alat penyiang manual/gasrok, sehingga dapat menekan biaya penyiangan. Kemampuan kerja adalah 15 jam/ha untuk satu arah atau 27 jam/ha untuk 2 arah. Kehadiran penyiang bermotor ini merupakan solusi dari aspek tenaga kerja, menekan ongkos kerja penyiangan, dan mempercepat kerja. Alat penyiang ini sangat prospektif untuk dikembangkan oleh kalangan industri alsin pertanian dalam rangka pencapaian swasembada beras. b.penggunaan transplanter untuk tanam padi Usaha Pemerintah melalui Kementrian Pertanian untuk mewujudkan program penyediaan padi sebesar 75,7 juta ton GKG pada tahun 2010-2014 menghadapi berbagai kendala antara lain : (i) menurunnya luas areal sawah akibat laju konversi lahan sawah ke non-sawah; (ii) ancaman perubahan iklim global; (iii) terbatasnya air irigasi dan menurunnya kinerja sebagian besar sistem irigasi; (iv) masih tingginya susut panen padi; (v) kelangkaan tenaga kerja di bidang pertanian; (vi) menurutnya minat generasi muda pada usaha sektor pertanian. Salah satu strategi untuk mengatasi ancaman tersebut adalah dengan penerapan mesin tanam bibit padi dan pemanen padi. Penerapan mesin-mesin tersebut diperlukan untuk: (i) meningkatkan produktivitas lahan dan tenaga kerja; (ii) mempercepat dan mengefesienkan proses; dan sekaligus (ii) menekan biaya produksi. Salah satu metode untuk meningkatkan produktivitas padi yang telah direkomendasikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian adalah jajar legowo 2:1. Rata-rata 37

peningkatan produktivitas yang dicapai dengan penerapan jajar legowo tersebut adalah 21,53% - 33,69% dibanding dengan metode tanam manual. Dengan pertimbangan berbagai hal, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian merancang mesin tanam padi jajar legowo 2:1 yang diberi nama Indo Jarwo Transplanter. Mesin tanam padi sistem jajar legowo 2:1 yang digunakan untuk menanam bibit padi setelah disemai pada tempat khusus yaitu tray/baki/ dapok pada umur tertentu. Mesin tanam digunakan di areal sawah pada kondisi siap tanam. Mesin tanam dirancang buntuk bekerja pada lahan berlumpur. Penggunaan Indo Jarwo Transplanter dapat menghemat waktu tanam 10 kali lebih singkat dibandingkan cara manual (tenaga manusia).penggunaan mesin pada sawah seluas 1 hektar membutuhkan 2-3 orang tenaga kerja selama 5-6 jam dan memerlukan bahan bakar lebih kurang 4 liter. c. Penggunaan combain untuk pemanenan hasil Proses panen memegang peranan yang sangat penting dalam alur proses pertanaman padi, keterbatasan kepemilikan lahan petani tingginya tingkat kehilangan hasil merupakan permasalahan yang timbul di lapangan dalam proses panen. Untuk mengatasi hal tersebut Balitbangtan dan Kementerian Pertanian meluncurkan produk unggulan hasil Inovasi teknologi mekanisasi pertanian untuk penanganan panen padi di lahan marjinal dengan nama Mini Indo Combine Harvester (MICO) hasil perekayasaan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. MICO mempunyai spesifikasi berbobot total 800 kg, berkapasitas kerja 7-8 jam/ha, dengan ground pressure 0,11 kg/cm2, serta menekan kehilangan hasil hingga <2%. c. Penerapan budidaya padi menggunakan metode SRI dan sistem penanaman Jajar Legowo SRI merupakan singkatan dari System of Rice Intensification, suatu sistem pertanian yang berdasarkan pada prinsip Process Intensification (PI) dan Production on Demand (POD). SRI mengandalkan optimasi untuk mencapai delapan tujuan PI, yaitu cheaper process (proses lebih murah), smaller equipment (bahan lebih sedikit), safer process (proses yang lebih aman), less energy consumption (konsumsi energi/tenaga yang lebih sedikit), shorter time to market (waktu antara produksi dan pemasaran yang lebih singkat), 38

less waste or byproduct (sisa produksi yang lebih sedikit), more productivity (produktifitas lebih besar), and better image (memberi kesan lebih baik). Teknik Budidaya dengan Metode SRI antara lain: 1. Penyemaian Pada tahap menyemai benih, kegiatan pertama adalah melakukan seleksi benih untuk memilih dan menanam benih yang benar-benar baik. Pengecekkan kualitas benih dapat dilakukan dengan menguji dalam air, benih yang baik adalah benih yang tenggelam, sementara itu benih yang mengapung adalah benih yang kurang baik, biasanya benih yang mengapung adalah benih yang kopong ataupun benih yang telah tumbuh. Selanjutnya untuk memastikan benih yang tenggelam tersebut benar benar baik, maka uji kembali benih tersebut dengan memasukannya kedalam air yang sudah diberi garam. Larutan air garam yang cukup untuk menguji benih adalah larutan yang apabila dimasukkan telur, maka telur akan terapung. Benih yang baik untuk dijadikan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan tersebut. Benih yang telah diuji lalu direndam dalam air biasa selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam 2-3 hari ditempat yang lembab hingga keluar calon tunas dan kemudian disemaikan pada media tanah dan kemudian pupuk kompos sekitar sebanyak 10 kg. Setelah umur semai 7-12 hari benih padi sudah siap ditanam. 2. Pengolahan Lahan Pengolahan lahan untuk penanaman padi sawah dilakukan dengan cara dibajak dan dicangkul. Biasanya dilakukan minimal 2 kali pembajakan yakni pembajakan kasar dan pembajakan halus yang diikuti dengan pencangkulan. Total pengolahan lahan ini bisa mencapai 2-3 hari. Setelah selasai, aliri dan rendam dengan air lahan sawah tersebut selama 1 hari. Perlu dipastikan keesokan harinya benih yang telah disemai sudah siap ditanam, yakni sudah mencapai umur 7-12 harian, jika terlalu tua maka tanaman akan sulit beradaptasi dan tumbuh ditempat baru (sawah) karena akarnya sudah terlalu besar. 3. Penanaman 39

Sebelum ditanam, lakukan pembuatan jarak tanam untuk tanaman padi. Jarak tanam yang baik sesuai dengan metode SRI yakni tidak terlalu rapat, biasanya 25 x 25 cm atau 30 x 30 cm. Penanaman dilakukan dengan memasukkan satu bibit pada satu lubang tanam. Penanaman tidak boleh terlalau dalam supaya akar bias leluasa bergerak. 4. Perawatan Pada budidaya padi dengan metode SRI yang paling penting adalah menjaga aliran air supaya sawah tidak tergenang terus menerus namun lebih pada pengaliran air saja. Setiap hari petani biasanya melakukan control dan menutup serta membuka pintu air secara teratur. Pengairan metode SRI adalah sebagai berikut: Penanaman dangkal, tanpa digenangi air hanya saja lahan harus basah hingga anakan sekitar 10-14 hari Setelah itu, isi air untuk menghambat pertumbuhan rumput dan untuk pemenuhan kebutuhan air dan melumpurkan tanah, digenangi sampai tanah tidak tersinari matahari, stelah itu dilairi air saja. Sekitar seminggu jika tidak ada pertumbuhan yang signifikan dilakukan pemupukan, ketika pemupukan dikeringkan dan galengan ditutup Ketika mulai berbunga, umur 2 bulan, harus digenangi lagi, dan ketika akan panen dikeringkan Pemupukan biasanya dilakukan pada 20 hari setelah tebar, pupuk yang digunakan adalah kompos sekitar 175-200 kg. Ketika dilakukan pemupukan sawah dikeringkan dan pintu air ditutup. Setelah 27 hari setelah tebar, aliri sawah secara bergilir antara kering dan basah. Beberapa hama yang sering menyerang tanaman padi diantaranya burung, walang sangit, wereng dan penyakit ganjuran atau daun menguning. Cara penanganannya bisanya dengan cara manual, membuat orang-orangan sawah untuk hama burung, penyemprotan dengan pestisida hayati seperti nanas, bawang putih dan kipait atau gadung, serta untuk penyakit biasanya dengan cara mencabut dan membakar tanaamna yang sudah terkena penyakit daun menguning. Untuk pencegahan harus dilakukan penanaman secara serentak supaya hama dan penyakit tidak datang, penggunaan bibit 40

yang sehat, pengaturan air yang baik, dan dengan melakukan sistem budidaya tanaman sehat yang cukup nutrisi dan vitamin sehingga kekebalannya tinggi. 5. Panen Padi mulai berbunga pada umur 2-3 bulan bulan dan bisa dipanen rata-rata pada umur sekitar 3,5 sampai 6 bulan bulan, tergantung jenis dan varietasnya. Pada luasan lahan 200 meter persegi, untuk padi yang berumur pendek (3,5 bulan) biasanya diperoleh 2 kwintal gabah basah, setara dengan 1, 5 kuintal gabah kering atau 90 kg beras. Setelah dipanen, padi bisa dijual langsung, atau juga dijemur dulu sekitar 1-2 hari baru kemudian dijual, atau setelah dijemur digiling baru dijual berupa beras ataupun untuk dikonsumsi sebagiannya. Selain menggunakan metode tanam SRI, Sistem tanam Jajar Legowo merupakan cara yang tepat agar produksi padi semakin tinggi. Manfaat yang dirasakan ketika Tanam Padi dengan Sistem Jajar Legowo adalah bertambahnya jumlah tanaman padi, meningkatkan produksi tanaman padi secara signifikan,memperbaiki kualitas gabah karena akan semakin banyaknya tanaman pinggir, dapat mengurangi serangan penyakit pada tanaman padi, dapat mengurangi tingkat serangan hama tanaman padi, mempermudah dalam perawatan tanaman padi baik dalam proses pemupukan maupun penyemprotan pestisida, menghemat pupuk, karena yang dipupuk hanya di bagian dalam baris tanaman saja. Legowo di ambil dari bahasa jawa yang berasal dari kata Lego yang berarti Luas dan Dowo yang berarti panjang. Tujuan utama dari Tanam Padi dengan Sistem Jajar Legowo yaitu meningkatkan populasi tanaman dengan cara mengatur jarak tanam dan memanipulasi lokasi dari tanaman yang seolah-olah tanaman padi berada di pinggir (tanaman pinggir) atau seolah-olah tanaman lebih banyak berada di pinggir. Tipe sistem jajar Legowo antara lain adalah sebagai berikut: a. Jajar Legowo 2:1 Setiap dua baris diselingi satu baris yang kosong dengan lebar dua kali jarak tanam, dan pada jarak tanam dalam baris yang memanjang di perpendek menjadi setengah jarak tanam dalam barisannya. b. Jajar Legowo 3:1 Setiap tiga baris tanaman padi di selingi dengan satu baris kosong dengan lebar dua kali jarak tanam, dan untuk Jarak tanam tanaman padi yang dipinggir menjadi setengah jarak tanam dalam barisannya 41

c. Jajar Legowo 4:1 setiap empat baris tanaman padi diselingi dengan satu baris kosong dengan lebar dua kali jarak tanam, dan untuk Jarak tanam tanaman padi yang dipinggir menjadi setengah jarak tanam dalam barisannya d. Mengembangkan system pengelolaan supply-chain Sistem pemasaran merupakan bagian yang penting dari mata rantai barang sejak diproduksi sampai ke konsumen. Sistem pemasaran juga menentukan efisiensi pasar suatu tata niaga barang termasuk pangan. Dalam sistem agribisnis ini, padi pasca panen merupakan salah satu subsistem mencakup kegiatan mulai dari panen sampai dengan menghasilkan beras dan hasil sampingannya. Penanganan pasca panen padi yang kurang baik akan mengakibatkan sedikitnya hasil produksi padi yang dihasilkan, hal ini akan berdampak bukan hanya pada petani, namun juga semua lembaga yang terkait dengan perberasan. Agar terjadi kestabilan antara supply dan demand padi maka rantai pasok (supply chain) dari arah hulu (upstream sourching) dan ke arah hilir (downstream) dan sebaliknya harus lancar. Dalam rantai pasok terdapat tiga aliran yang harus dikelola yaitu aliran produk, aliran uang dan informasi. Pengelolaan rantai pasok melibatkan berbagai pihak, dari dalam maupun dari luar. Hasil pertama kegiatan pasca panen tanaman padi adalah beras yang memalui proses penggilingan, sehingga penggilingan padi merupakan titik sentral dari agroindustri padi. Penggilingan padi mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengkonversi padi menjadi beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk disimpan sebagai cadangan. Penggilingan padi merupakan titik sentral dalam agribisnis padi. Oleh karena itu Kabupaten Lampung Tengah harus menyiapkan tempat penggilingan yang memadahi untuk menggiling seluruh hasil panen padi yang dihasilkan dari dalam Kabupaten Lampung Tengah. 42

2) PDRB dan Inflasi Komoditas Ubi Kayu PDRB (Dalam Juta Rupiah) Perkembangan PDRB Ubi Kayu 3.000.000 2.692.286 2.500.000 2.123.524 2.000.000 1.664.981 1.581.169 1.500.000 1.000.000 500.000 0 2013 2014 2015 2016 Tahun Gambar 10. Perkembangan PDRB dari komoditas ubi kayu tahun 2013-2016 Penerimaan PDRB dari komoditas ubi kayu dari tahun 2013 hingga 2016 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. PDRB dari komoditas ubi kayu pada tahun 2013 tercatat sejumlah 1,581 triliun meningkat menjadi 2,123 triliyun pada tahun 2014, dan 2,962 triliun pada tahun 2015. Hal ini terjadi karena harga rata rata dalam tiga tahun tersebut terus melonjak naik dari Rp. 650 per kilogram pada tahun 2013 menjadi Rp.884 per kilogram pada tahun 2014, dan kembali mengalami peningkatan pada tahun 2015 menjadi Rp 1.067 per kilogram. Peningkatan harga yang cukup signifikan pada ketiga tahun tersebut menstimulir petani untuk mengkonversi tanaman yang biasa mereka tanam menjadi tanaman ubi kayu, sehingga juga PDRB terus meningkat. Tetapi pada tahun 2016 bulan Agustus-September harga anjlok sehingga harga rata-rata pada tahun tersebut hanya sebesar Rp. 962 per kilogram ubi kayu basah. Hal ini menjadikan komoditas ubi kayu tidak lagi menggairahkan seperti tahun - tahun sebelumnya dan petani enggan menanam komoditas ini. Tidak heran jika PDRB dari komoditas ubi kayu pada tahun 2016 turun sebesar 1,027 triliun bahkan diperkirakan terus turun sepanjang tahun 2017. 43

Kabupaten Lampung Tengah sebagai sentra produksi ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung mempunyai peran yang cukup besar dalam perekonomian Kabupaten Lampung Tengah. Ubi kayu adalah tanaman pangan yang banyak diusahakan oleh petani di Kabupaten Lampung Tengah. Sebagian besar ubi kayu digunakan untuk bahan baku industri makanan dan pakan ternak. Harga ubi kayu setiap tahunnya berfluktuatif. Laju inflasi pada komoditas ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2014-2015 disajikan pada Gambar 11. 40,00 Laju Inflasi Ubi Kayu (%) 36,06 Laju Inflasi (%) 30,00 20,65 20,00 10,00 0,00-10,00-20,00 2014 2015 2016-9,81 Tahun Gambar 11. Laju inflasi pada komoditas ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2014-2016 Pada tahun 2014, ubi kayu mengalami inflasi sebesar 36,06 persen, kemudian pada tahun 2015 menurun menjadi 20,65 persen. Hal ini disebabkan oleh peningkatan harga ubi kayu dari Rp 650 per kilogram pada tahun 2013 menjadi Rp 884 per kilogramnya pada tahun 2014. Harga ubi kayu naik menjadi Rp 1.067 per kilogram pada tahun 2015. Kenaikan harga dikarenakan jumlah produksi ubi kayu tahun 2015 menurun. Selain itu, naiknya harga ubi kayu juga dipicu oleh makin banyaknya pabrik pengolahan tepung ubi kayu di Kabupaten Lampung Tengah dan adanya program pemerintah Provinsi Lampung yang akan menggalakkan produksi energi biogas dengan bahan baku dari ubi kayu. Tetapi pada bulan September tahun 2016 harga ubi kayu di Provinsi Lampung mengalami penurunan yang signifikan hingga Rp 500 per kilogram. Hal inilah yang mempengaruhi harga rata-rata tahun 2016 dan mengalami deflasi sebesar 9,8 persen Hal ini juga mengakibatkan penurunan PDRB yang cukup besar dari komoditas ubi kayu karena 44

penurunan harga yang signifikan akan diikuti penurunan luas tanam yang besar juga. Menurut Boediono (1998), angka inflasi ubi kayu pada tahun 2014 dan 2015 dapat digolongkan ke dalam kriteria inflasi sedang (10 30 persen per tahun). Provinsi Lampung merupakan penghasil ubi kayu utama di Indonesia, sedangkan Kabupaten Lampung Tengah adalah kabupaten penghasil ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung. Dengan luas tanam yang sangat besar yaitu 97.422 hektar dan produktivitas 25,9 ton per hektar, produksi ubi kayu pada tahun 2015 di Kabupaten Lampung Tengah mencapai 2.523.230 ton dan merupakan produksi tahunan terbesar dalam 5 tahun terahir. Tetapi di akhir bulan Agustus tahun 2016 harga komoditas ubi kayu turun drastis. Para petani ubi kayu di Provinsi Lampung pun mengeluhkan kondisi harga ubi kayu yang makin terpuruk dan terus anjlok, sehingga berakibat hasil panen yang diperoleh tak lagi mampu menutupi semua biaya produksi yang telah dikeluarkan. Harga ubi kayu di Lampung saat ini mencapai harga terendah Rp. 500 per kilogram, sedangkan pendapatan minimal yang harus diterima petani adalah Rp. 800 per kilogram untuk mengembalikan modal budi daya dan biaya lain-lain telah dikeluarkan oleh petani. Salah satu penyebab terjadinya penurunan harga ubi kayu adalah terjadinya panen serentak dengan produksi tinggi sehingga pabrik kelebihan pasokan. Hal ini diperburuk dengan dibukanya keran impor ubi kayu ke Indonesia. (BPS) mencatat secara nasional, Indonesia masih mengimpor ubi kayu. Impor ubi kayu pada Maret 2016 mencapai 987,5 ton atau senilai 191.093 dolar AS. Impor ubi kayu mayoritas didatangkan dari Vietnam. Untuk mengatasi hal ini pemerintah diharapkan dapat membuat kebijakan harga yang menguntungkan petani dengan penetapan harga dasar ubi kayu seperti yang telah diterapkan pada komoditas padi dan komoditas jagung. Untuk mengurangi kerugian petani, maka salah satu strategi yang dapat dilakukan yaitu petani tidak hanya menjual ubi kayu mentah yang harganya selalu fluktuatif, tetapi mampu mengubah ubi kayu menjadi bahan olahan yang bernilai ekonomis lebih tinggi, seperti cassava chip, modification cassava flour (mocaf), keripik, chip gaplek, tiwul, opak, dan produk olahan lainnya. Selain itu, petani ubi kayu juga dapat melakukan budidaya di areal dengan metode tumpangsari 45

dengan tanaman lainnya, seperti jagung, kunir/kunyit atau tanaman produktif bernilai ekonomis tinggi lainnya. Strategi lain yang perlu ditingkatkan dalam jangka panjang adalah kelembagaan petani ubi kayu. Saat ini masih sedikit petani ubi kayu yang tergabung dalam kelompok tani sehingga posisi tawar ubi kayu terhadap pabrik/ industri masih rendah. Dari sisi budidaya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan petani untuk meningkatkan produktivitas ubi kayu. Saat ini produktivitas ubi kayu baerada pada kisara 20-26 ton per hektar. Nilai produktivitas ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan potensi hasil dari klon ubi kayu yang dapat mencapai 60-80 ton per hektar. Untuk memaksimalkan hasil panen ubi kayu tersebut yang paling utama harus diperhatikan adalah teknik pemupukan. Petani secara umum lebih senang menaburkan pupuk dipermukaan tanah daripada diberikan dengan cara ditajuk. Padahal dengan pemberian pupuk secara tabur mengakibatkan lebih banyak pupuk yang hilang menguap dan tercuci dibandingkan dengan jumlah yang diserap oleh tanaman. Selain itu penggunaan pupuk organik juga diharapkan dilakukan oleh petani ubi kayu untuk meningkatkan kesehatan tanah. Penggunaan varietas yang unggul untuk tanaman ubi kayu juga sangat penting dalam upaya meningkatkan hasil panen ubi kayu. Beberapa varietas unggulan komoditas ubi kayu diantaranya adalah: a. Cimanggu Super Jenis singkong ini berasal dari dusun Cimanggu Kecamatan Cikembar dengan usia panen 8 10 bulan dan memiliki potensi hasil sebesar 40 80 ton/hektar umbi kering dan 80 100 ton/ha umbi basah. Jarak tanam: 1 1 m, dengan populasi : 10.000 pkk/ha. b. Singkong Darul Hidayah Singkong darul hidayah merupakan singkong raksasa varietas unggul. Disebut singkong raksasa karena per batangnya bisa menghasilkan bobot umbi 10 kali lipat dari singkong biasa. Setiap satu hektare lahan bisa menghasilkan ubi kayu hingga 100 ton. c. Malang 1 Produksi mencapai 49 ton/ ha umbi basah dengan umur panen 9 10 bulan.memiliki daya adaptasi yang luas. Daging umbi berwarna putih kekuningan, kualitas rebus baik, enak dan 46

manis ( kadar HCN <40 mg/kg. Dengan kadar tepung 32 36 %, varietas ini sesuai untuk bahan baku industry tepung/pati. Malang 1 toleran terhadap hama tungau merah dan toleran terhadap penyakit becak daun. d. UJ-5 Dilepas tahun; 2000, nama daerah; kasetsart-50, asal; introduksi dari Thailand, umur panen; 9 10 bulan, tinggi tanaman; >2,5 m, Daun berbentuk menjari, warna pucuk daun; coklat, warna petiole; hijau muda kekuningan, warna kulit batang; wijau perak, warna batang dalam, kuning, warna umbi; putih, warna kulit umbi; kuning keputihan, ukuran tangkai umbi; pendek, tipe tajuk; >1 m bentuk umbi; mencengkeram, rasa umbi; pahit. Singkong ini punya potensi hasil 25 38 t/ha umbi segar dengan kadar pati 19,0 30,0%, kadar air 60,06%, kadar abu 0,11%, kadar serat 0,07%. Jenis ini agak tahan dari penyakit CBB. Salah satu syarat agar bibit unggul dapat menghasilkan hasil panen yang sesuai dengan potensi hasil yang tinggi adalah menggunakan bibit yang memenuhi beberapa keriteria antara lain:, a) Bibit berasal dari tanaman induk yang cukup tua (8-12 bulan), dan stek diambil dari batang bagian tengah tanaman ubi kayu. b) Pertumbuhan induk harus normal, sehat, serta seragam. c) Batangnya telah berkayu dan berdiameter > 5 cm, dan lurus. d) Belum tumbuh tunas-tunas baru. e) Batang dapat digunakan sebagai stek apabila masa penyimpanannya kurang dari 30 hari setelah panen. Selain itu, dibutuhkan juga kelembagaan seperti simpan pinjam atau koperasi komoditas ubi kayu agar perguliran ekonomi masyarakat yang hanya menggantungkan perekonomian dari budidaya ubi kayu dapat memperoleh pinjaman sementara, sehingga para anggota koperasi dapat melakukan pemanenan pada saat tanaman telah memasuki kualitas yang baik untuk dipanen (cukup umur panen) 47

3) PDRB dan Inflasi Komoditas Jagung Perkembangan PDRB Jagung PDRB (Dalam Juta Rupiah) 800.000 737.059 700.000 547.085 600.000 628.743 500.000 593.180 400.000 300.000 200.000 100.000 0 2013 2014 2015 2016 Tahun Gambar 12. Perkembangan PDRB dari komoditas jagung tahun 2013-2016 Perkembangan PDRB jagung Kabupaten Lampung Tengah terus mengalami penurunan dari tahun 2013-2015 (Gambar 12). Hal ini dikarenakan harga jagung di Kabupaten Lampung Tengah terus mengalami penurunan harga dari sebelumnya Rp 2.509 per kilogram jagung pipilan pada tahun 2013, menjadi Rp 2.338 per kilogram jagung pipilan pada tahun 2014 dan Rp 2.217 per kilogram jagung pipilan pada tahun 2015. Penurunan harga tersebut diduga merupakan salah satu penyebab turunnya produksi jagung pada periode tahun 2013-2015. Tetapi pada tahun 2016 terjadi peningkatan harga jagung menjadi Rp 2.456 per kilogram, sehingga PDRB dari komoditas jagung juga meningkat pada tahun 2016. Perkembangan PDRB jagung sangat dipengaruhi oleh produksi dan harga yang berlaku di Kabupaten Lampung Tengah. Produksi jagung di Kabupaten Lampung Tengah terus menurun. Penurunan produksi jagung ini menunjukkan bahwa ada pengurangan luas tanam jagung oleh petani, dikarenakan harga yang terus menurun pada tahun 2013 2015. Jagung di Kabupaten Lampung Tengah merupakan komoditas strategis sebagai 48

sumber karbohidrat, bahan baku pakan ternak, dan untuk pembuatan tepung maizena. Pada tahun 2014, komoditas jagung mengalami deflasi sebesar 12,55 persen, kemudian pada tahun 2015 naik menjadi -9,39 persen. Hal ini disebabkan oleh semakin turunnya harga jagung dalam tiga tahun terakhir. Harga jagung pada tahun 2013 sebesar Rp 2.400 per kilogram turun menjadi Rp 2.337 per kilogramnya pada tahun 2014, kemudian harga jagung kembali turun pada tahun 2015 menjadi Rp 2.216 per kilogramnya, tetapi pada tahun 2016 harga jagung pipilan naik menjadi Rp 2.456 sehingga pada tahun 2016 inflasi naik sebesar 7,83 persen, inflasi ini masih tergolong pada inflasi rendah (Gambar 13). Laju Inflasi Jagung (%) 10,00 7,83 Inflasi (%) 5,00 0,00-5,00 2014 2015-9,39-10,00-15,00 2016-12,55 Tahun Gambar 13. Laju inflasi pada komoditas jagung di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2014-2015 Tingkat inflasi sangat ditentukan oleh upaya stabilisasi harga jagung terutama di tingkat petani. Petani jagung menderita kerugian karena harga yang berlaku dan harga konstan terus menurun. Turunnya harga jagung diduga disebabkan oleh melimpahnya produksi jagung di Kabupaten Lampung Tengah serta tidak adanya ketetapan harga jual terendah dari pemerintah daerah. Peningkatan produksi ditentukan upaya intensifikasi, ekstensifikasi, dan rehabilitasi. Karena karakteristik jagung yang tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama maka perlu dibangun sistem kemitraan antara petani dengan industri pakan ternak dengan bimbingan dan pengawasan dari pemerintah dan pendampingan dari perguruan tinggi. Oleh karena itu, ditingkat petani perlu dilakukan penataan pembinaan dan penguatan 49

kapasitas kelembagaan kelompok tani, gapoktan, koperasi pertanian, dan masyarakat agribisnis jagung Kabupaten Lampung Tengah. Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan produktifitas tanaman jagungadalah menggunakan varietas jagung unggul, terdapat beberapa varietas yang telah di release oleh pemerintah, diantaranya adalah: 1. Varietas Bima 2 Bantimurung Jagung hibrida varietas Bima 2 Bantimurung memiliki penampilan tanaman yang kokoh, perakaran yang kuat sehingga tahan rebah. Penampilan tongkol seragam dan besar, kelobot menutup rapat, agak tahan terhadap penyakit bulai, karat, bercak daun. Kelebihan lain hibrida ini, selain potensi hasilnya sangat tinggi, juga mempunyai sifat stay green yaitu warna batang dan daun masih hijau saat jagung sudah siap untuk panen sehingga sangat baik dintegrasikan dengan ternak seperti sapi. Tipe yang biji semi mutiara, dan berwarna kuning oranye sehingga sangat baik digunakan sebagai pakan ternak ayam. 2. Varietas Bima 3 - Bantimurung: Jagung hibrida varietas Bima 3 Bantimurung merupakan jagung hibrida unggul yang dihasilkan dari hasil persilangan galur Balitsereal dengan galur hasil kerjasama dengan CIMMYT (AMBIONET = Asian Maize Bioteknology Network). Hibrida ini berumur agak genjah, penampilan tanaman yang lebih pendek, perakaran yang kuat sehingga tahan rebah. Penampilan tongkol seragam dan besar, kelobot menutup rapat, sangat tahan terhadap penyakit bulai, karat, bercak daun. Selain berpotensi hasilnya tinggi, juga stay green sehingga dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi dan domba. Tipe yang biji semi mutiara, dan berwarna jingga sehingga sangat baik digunakan sebagai pakan ternak ayam. 3. Varietas Bima 4 Seperti halnya dengan Bima 2 dan 3 Bantimurung, jagung hibrida varietas Bima 4 juga memiliki penampilan tanaman yang kokoh, perakaran yang kuat, penampilan tongkol seragam dan besar, kelobot menutup rapat, namun agak peka terhadap penyakit bulai, toleran penyakit karat bercak bercak daun. Selain potensi hasilnya sangat tinggi dan stay green varietas ini memiliki biomass yang tinggi sehingga selain dapat dipanen untuk menghasilkan biji sebagai pakan ternak ayam, juga dapat digunakan baik sebagai pakan hijauan maupun untuk silage melaui fermentasi. 50

4. Varietas Bima 5 Jagung hibrida varietas Bima 5 merupakan salah satu jagung hibrida unggul dengan potensi hasil mencapai 11,4 t.ha-1. Umur masak fisiologis tanaman adalah 104 hst, dengan tingkat rendemen mencapai 83 %, jumlah baris pertongkol 12 baris, stay green (bagian tanaman masih hijau saat biji sudah masak fisiologis) 92,63 %, agak peka terhadap penyakit bulai, tahan karat daun, bercak daun, tipe biji semi mutiara, dan warna biji jingga. 5. Varietas Bima 6 Jagung hibrida varietas Bima 6 merupakan salah satu jagung hibrida unggul dengan potensi hasil mencapai 11,4 t.ha-1. Umur masak fisiologis tanaman adalah 104 hst, dengan tingkat rendemen mencapai 83 %. jumlah baris pertongkol 12 baris, stay green (bagian tanaman masih hijau saat biji sudah masak fisiologis) 91.83 %, agak peka terhadap penyakit bulai, tahan karat daun, bercak daun, tipe biji semi mutiara, dan warna biji jingga. 6. Varietas Bima 7 Varietas Bima 7 merupakan hibrida silang tunggal berumur genjah (90 hst), memiliki potensi hasil 12.1 t/ha. Jagung hibrida ini toleran terhadap kekeringan, penyakit karat, hawar daun dan bulai. Dengan penampilan tanaman yang seragam, kokoh dan tidak terlalu tinggi, hibrida ini cukup prospektif untuk dikembangkan terutama oleh petani yang sudah berpengalaman menanam jagung. Varietas Bima 7 mampu beradaptasi baik di lingkungan yang lebih optimal dan hasilnya akan semakin meningkat dengan semakin optimalnya lingkungan pertanaman. 7. Varietas Bima 8 Jagung hibrida varietas Bima 8 merupakan hibrida silang tunggal berumur genjah. Hibrida ini memiliki potensi hasil 11.7 t/ha, tahan terhadap penyakit bulai, toleran kekeringan, penyakit karat, dan hawar daun. Dengan penampilan tanaman yang seragam, kokoh dan tidak terlalu tinggi, serta berumur genjah hibrida ini cukup prospektif untuk dikembangkan baik pada lahan marjinal maupun pada lahan optimal. 8. Varietas Bima 9 Jagung hibrida varietas Bima 9 memiliki potensi hasil pipilan kering mencapai 13.37 t ha-1. Hibrida ini memiliki rendemen biji sebesar 78.16%, biomass bagian tanaman di atas mencapai 7.80 t ha-1, kadar karbohidrat 74.237%, kadar protein hibrida 11.956%, kadar 51

lemak 6.644% serta tahan terhadap penyakit helmintosporium dan karat daun serta agak tahan terhadap penyakit bulai. 9. Varietas Bima 10 Jagung hibrida varietas Bima 10 mempunyai potensi hasil pipilan kering mencapai 13.09 t ha-1. Hibrida ini memiliki umur masak fisiologis 100 hst, biomass bagian tanaman di atas mencapai 7.28 t ha-1, kadar karbohidrat 79.714%, kadar protein hibrida 10.981%, kadar lemak 5.272% serta tahan terhadap penyakit helmintosporium dan karat daun, namun peka terhadap penyakiy bulai. 10. Varietas Bima 11 Jagung hibrida varietas Bima 11 mempunyai potensi hasil pipilan kering mencapai 13.24 t ha-1. Hibrida ini memiliki biomass bagian tanaman di atas mencapai 8.95 t ha-1, kadar karbohidrat 79.37%, kadar protein hibrida 12.3%, kadar lemak 5.76% serta tahan terhadap penyakit helmintosporium dan karat daun, namun sangat peka terhadap penyakit bulai. Untuk menunjang pekerjaan petani dalam membudidayakan komoditas jagung, dan menanggulangi sulitnya mencari pekerja pertanian, penggunaan mesin-mesin pertanian juga dapat digunakan untuk membantu lancarnya kegiatan petani. Penggunaan mesin dapat dilakukan mulai dari proses penanaman jagung menggunakan mesin Corn Seeder SAAM-CP12 (Sensor Biji) atau Crown CMS-036. Saat tanaman telah mencapai masa panen, penerapan pemanenan jagung menggunakan mesin untuk memamanen jagung menggunakan maize harvester. Alat ini seperti traktor yang digunakan untuk mengambil batang jagung secara luas, atau jumlah banyak. Mesin panen jagung dapat dibedakan berdasarkan hasil akhir pemanenan. Panen yang berupa tongkol jagung yang terpisah dengan biomassa batang dan daun dinamakan corn harvester atau corn combine harvester, sedangkan hasil akhir berupa potongan-potongan kecil (cacahan) seluruh biomassa jagung dinamakan ensilage harvester. Selain alat proses pemanen jagung, ada pula alat yang digunakan dalam pasca panen pemanen yaitu alat pemipil ( corn sheller) ang mempunyai fungsi untuk merontokkan/memipil biji jagung dari jagung yang sudah dikeringkan dan alat pengering (bed dryer). 52

Harga acuan yang menjamin harga konstan jagung semakin meningkat. Pada tahun 2017, pemerintah telah menetapkan harga acuan pembelian jagung di petani (Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 27/M-Dag/Per/5/2017 Tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian Di Petani Dan Harga Acuan Penjualan Di Konsumen) sebesar Rp 3.150 per kilogram jagung (Kadar Air 15 persen). Hal yang perlu dikaji lebih dalam adalah apakah tingkat harga tersebut telah menjamin terjadinya peningkatan kesejahteraan petani? Di samping itu, upaya-upaya untuk meningkatkan efektivitas kebijakan harga tersebut perlu diupayakan baik dari aspek kelembagaan, teknologi, maupun infrastruktur pertanian. Strategi yang diperlukan untuk meningkatkan PDRB Jagung adalah melalui optimalisasi peningkatan produksi jagung melalui usaha-usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi. Sehingga diharapkan terjadinya peningkatan luas areal tanam dan panen, peningkatan produktivitas per hektar, dan peningkatan indeks pertanaman dalam setahun mencapai IP 200 (program upsus pajale, alih fungsi lahan, irigasi pompa, demplot, pupuk, peremajaan kesuburan lahan) Untuk mencegah terjadinya inflasi, diperlukan efektivitas kebijakan harga di tingkat petani baik melalui upaya penetapan harga acuan maupun melalui pengembangan kemitraan transaksi jagung antara kelompok tani/gapoktan dengan industri pakan ternak, kebutuhan konsumsi, konsumsi industri dan lainnya. Saat ini sudah ada kelembagaan masyarakat agribisnis jagung di Provinsi Lampung, dalam lembaga inilah harga minimum regional jagung disepakati untuk ditetapkan pemerintah daerah (Gubernur). Penguatan kelembagaan masyarakat agribisnis jagung pertlu ditngkatkan, terutama didalam menentukan tingkat harga minimum regional jagung yang menguntungkan berbagai pihak dan menanamkan loyalitas petani jagung terhadap pabrik, melalui pengembangan supplychain yang efisien dan efektif. 53

4) PDRB dan Inflasi Komoditas Kedelai Perkembangan PDRB Kedelai PDRB (Dalam Juta Rupiah) 35.000 31.982 30.000 25.000 23.136 18.701 20.000 15.000 11.979 11.237 10.000 5.000 Series1 2011 2012 2013 Tahun 2014 2015 Gambar 14. Perkembangan PDRB dari komoditas kedelai tahun 2011-2015 Perkembangan PDRB komoditas kedelai pada periode 2011-2015 mengalami fluktuasi yang cukup tinggi, terjadi penurunan PDRB komoditas kedelai pada periode tahun 20112013 yaitu sebesar 11,24 milyar, tetapi terjadi lonjakan PDRB yang cukup tinggi tahun 2014 meningkat menjadi Rp 31,98 milyar namun kembali turun pada tahun 2015 menjadi Rp 11,9 milyar (Gambar 14). Hal ini menunjukkan luas tanam kedelai tiap tahun berfluktuasi karena sentimen pasar terhadap komoditas kedelai yang menyebabkan harga kedelai di pasaran sangat berfluktuasi, sehingga petani tidak ajeg membudidayakan kedelai di lahan miliknya. Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan yang penting bagi industri olahan tempe, tahu, maupun susu kedelai. Ketergantungan masyarakat atau industri rumah tangga yang besar terhadap impor kedelai memacu naiknya harga kedelai di Kabupaten Lampung Tengah. Laju inflasi pada komoditas kedelai di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012-2015 disajikan pada Gambar 15. 54

Laju Inflasi Kedelai (%) 20,00 Laju Inflasi (%) 10,00 0,00-10,00 6,23 2012 11,03 2013 2014 Tahun 13,33 2015 Inflasi Kedelai (%) -20,00-30,00-30,24-40,00 Gambar 15. Laju inflasi pada komoditas kedelai di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012-2015 Gambar 15 menunjukkan bahwa komoditas kedelai di Kabupaten Lampung tengah pada tahun 2012-2014 mengalami inflasi yang berfluktuatif. Pada tahun 2012, komoditas kedelai mengalami inflasi sebesar 6,23 persen, kemudian pada tahun 2013 naik menjadi 11,03 persen dan kembali mengalami peningkatan menjadi 13,33 persen. Hal ini disebabkan oleh peningkatan harga kedelai dari sebesar Rp 9.652 per kilogram pada tahun 2011 menjadi Rp 10.253 per kilogram pada tahun 2012, kemudian pada tahun 2013 kembali naik mencapai harga Rp. 11.384 per kilogram. Pada tahun 2014, harga kedelai melonjak naik menyentuh harga Rp 12.901 per kilogramnya. Menurut Boediono (1998), angka inflasi kedelai pada tahun 2012 dapat digolongkan ke dalam kriteria inflasi ringan (<10 persen per tahun) dan pada tahun 2013-2014 dapat digolongkan ke dalam kriteria inflasi sedang (10-30 persen per tahun). Pada tahun 2015, komoditas kedelai di Kabupaten Lampung tengah mengalami deflasi sebesar 30,24 persen. Hal ini diduga disebabkan karena melimpahnya kedelai impor yang ada di Kabuapten Lampung Tengah, sehingga harga kedelai produksi lokal merosot tajam. Produksi kedelai di Kabupaten lampung Tengah terus merosot dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Salah satunya disebabkan karena pemerintah terlambat mengeluarkan regulasi terkait tata niaga kedelai dan tidak adanya regulasi yang menjamin harga di tingkat petani. Kondisi tersebut membuat harga kedelai menjadi tidak menentu. Sehingga 55

ketika harga komoditas ini turun cukup rendah, para petani tidak bergairah menanam komoditas kacang kedelai dan memilih komoditas lain seperti jagung, kacang tanah, ubi kayu dan komoditas lainnya. Pada tahun periode 2013 2014, menurut BPS produksi kedelai di Kabupaten Lampung Tengah mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari 987 ton menjadi 2.479 ton. Hal ini terjadi karena harga kedelai sedang meningkat dari Rp 11.384 per kilogram menjadi Rp.12.901 per kilogram sehingga petani berndong bonding menanam kedelai pada masa itu. Tetapi karena tidak ada perlindungan harga dan hanya mengikuti harga internasional, produksi kedelai Kabupaten Lampung Tengah kembali merosot pada panen tahun-tahun berikutnya. Secara umum, kebutuhan kedelai di Indonesia dipasok oleh produksi lokal dan impor. Kedelai impor sangat dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan kedelai dalam negeri akibat kurangnya produksi kedelai lokal. Selain untuk memenuhi kebutuhan kedelai, impor juga berperan penting untuk menyeimbangkan supply dan demand agar harga kedelai dalam negeri menjadi stabil. Peningkatan produksi dalam negeri dapat meningkatkan penawaran kedelai dalam negeri sehingga dapat menjadi salah satu cara untuk menstabilkan harga kedelai dalam negeri, namun bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Oleh karena itu pemerintah memilih jalan impor yang dianggap lebih mudah dan cepat pelaksanaannya. Ketergantungan terhadap kedelai impor semakin besar dengan adanya kecenderungan industri pengguna bahan baku kedelai seperti industri tempe yang memilih menggunakan kedelai impor. Oleh karena itu selain dibutuhkan regulasi stabilisasi harga kedelai pada waktu yang tepat juga diperlukan perluasan areal tanam baru (PATB) komoditas kedelai. Dengan adanya perluasan areal tanam untuk tanaman kedelai maka diharapkan produksi kedelai yang dihasilkan Kabupaten Lampung Tengah dapat meningkat. Saat ini Balitkabi (Balai penelitian Kacang-kacangan dn Ubi) telah merilis beberapa varietas kedelai baru yang dapat digunakan sebgai pilihan petani, diantaranya adalah: a.dega 1: VUB Kedelai Genjah, Biji Besar, Hasil Tinggi Dega 1 adalah keturunan persilangan antara varietas Grobogan dan Malabar. Persilangan buatan dilakukan pada tahun 2009 dan selanjutnya dilakukan penggaluran 56

tahun 2010 2012 hingga diperoleh galur Dega 1. Varietas Dega 1 mampu menghasilkan biji rata-rata > 2,5 ton/ha. b.varietas Dena 1 (Varietas Unggul Baru Kedelai Toleran Naungan) Dena 1 memiliki tipe tumbuh determinit dan tinggi tanaman sekitar 59 cm. Potensi hasil hingga 2,89 t/ha dengan rata-rata hasil 1,69 t/ha. Bentuk biji varietas Dena 1 adalah lonjong dan ukuran biji tergolong besar (bobot 100 biji antara 11,07 16,06 g).kandungan protein dan lemak berturut-turut adalah 36,67% dan 18,81% (basis kering). Umur masak varietas Dena 1 adalah 78 hari serta tahan terhadap penyakit karat. c. Varietas Dena 2 Seperti varietas Dena 1, varietas Dena 2 juga memiliki tipe tumbuh determinit dengan tinggi tanaman sekitar 40 cm. Potensi hasil Dena 2 adalah 2,82 t/ha dengan rata-rata hasil 1,34 t/ha. Bentuk biji varietas Dena 2 adalah bulat dengan ukuran biji sedang (bobot 100 biji antara 7,75 14,74 g). Varietas Dena 2 memiliki kandungan protein dan lemak yang hampir sama dengan Dena 1, berturut-turut yaitu 36,48% dan 18,22% (basis kering). Umur masak varietas Dena 2 adalah 81 hari serta tahan terhadap penyakit karat. Untuk mengatasi permasalahan sulitnya mencari tenaga kerja di sektor pertanian untuk menanam kedelai, Joko Pitoyo, Harjono, dan Novi Sulistyosari mengembangkan mesin tanam untuk biji bijian (Jagung, Kacang, Kedelai), Mesin penanam benih yang dikembangkan terbuat dari besi. Bentuknya seperti sepeda mini berukuran sekitar 1 m. Roda depan berupa piringan ganda yang berfungsi untuk membuat alur tanam. Sedangkan roda belakang, seperti roda pengeras jalan berukuran kecil, berdiameter 40 cm, yang berfungsi sebagai roda penggerak. Untuk penggunaannya, mesin tersebut dikaitkan di bagian belakang traktor yang menarik mesin penanam biji. Biasanya, petani menanam palawija setelah panen padi. Saat itu, traktor menganggur karena tak ada sawah yang dibajak. Oleh karena itu dimanfaatkan untuk menarik mesin penanam biji. Selain itu, mesin penanam benih ini dilengkapi alat pembuka alur, kotak penampung berkapasitas 5 kg, penakar benih, dan penutup alur. Saat mesin dijalankan, pembuka alur berupa piringan ganda akan membuat lubang tanam sedalam 5 cm. Perputaran roda 57

mesin secara otomatis menggerakkan alat penakar benih. Akibatnya, biji dalam kotak penampung jatuh ke dalam lubang tanam. Setelah itu, penutup alur menyapu bongkahan tanah bekas galian piringan pembuka alur untuk menutupi lubang tanam. Mesin penanam biji mengeluarkan benih seragam dalam jumlah maupun jarak tanam. Setiap lubang 2 biji dan jarak tanam 75 cm. Itu karena alat penakar benih pada mesin hanya menjatuhkan benih sesuai gerakan putaran roda. Satu kali putar menjatuhkan 2 biji benih. Mesin penanam biji ini mampu bekerja di lahan kering atau bergelombang akibat hasil pembajakan dan penggarukan. Dikarenakan, mesin berkontruksi lengan ayun fleksibel, sehingga mampu menyesuaikan dengan kondisi lahan yang tidak rata. b. PDRB dan Inflasi Tanaman Hortikultura Tanaman hortikultura merupakan tanaman yang umumnya berumur pendek atau kurang dari satu tahun. Data komoditas tanaman hortikultura yang utama dalam menyokong perkembangan PDRB dan inflasi Kabupaten Lampung Tengah adalah komoditas bawang merah dan cabai merah. 1) Bawang Merah Kabupaten Lampung Tengah merupakan daerah yang potensial bagi pengembangan komoditas bawang merah. Keinginan untuk menjadikan daerah ini menjadi salah satu kabupaten yang mengembangkan bawang merah di Provinsi Lampung mulai terlihat sejak tahun 2015 di Kecamatan Kotagajah dan Kecamatan Pubian. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) bawang merah di Kabupaten Lampung Tengah mengalami peningkatan dari tahun 2015 sebesar Rp.1,088 milyar ke tahun 2016 sebesar Rp. 51,503 milyar, karena adanya program khusus pengembangan kawasan sentra bawang merah di Provinsi Lampung oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia bekerjasama dengan PT Santosa Agrindo dan Fakultas Pertanian Universitas Lampung (Gambar 16). 58

PDRB (Dalam Juta Rupiah) PDRB Bawang Merah 60.000 51.503 50.000 40.000 30.000 PDRB Bawang Merah 20.000 10.000-1.088 2015 2016 Tahun Gambar 16. Perkembangan PDRB dari komoditas bawang merah tahun 20152016 Peningkatan PDRB bawang merah sangat dipengaruhi oleh produksi dan harga. Produksi bawang merah di Kabupaten Lampung Tengah dari tahun 2015 sampai tahun 2016 terjadi peningkatan yang cukup tajam, akan tetapi jumlah produksi ini terbilang sangat rendah. Rendahnya produksi bawang merah di Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2015 disebabkan oleh kecilnya areal tanam bawang merah, minimnya teknologi budidaya, dan menurunnya kesuburan tanah. Selain beberapa permasalahan di atas, petani juga mengalami kesulitan untuk memulai budidaya bawang merah karena membutuhkan biaya yang besar kurang lebih dibutuhkan dana Rp 100.000.000 per hektar dalam satu musim tanam. Harga bawang merah meningkat cukup signifikan dari tahun 2015 sampai tahun 2016 sebesar 60 persen. Berdasarkan analisis produksi dan harga bawang merah, diketahui bahwa terjadi peningkatan produksi dan harga yang cukup signifikan di Kabupaten Lampung Tengah. Berdasarkan analisis diperoleh nilai inflasi sebesar 31,8 persen. Nilai ini menurut menurut Boediono (1998) termasuk dalam kategori inflasi berat. Inflasi berat ini terjadi karena harga yang melonjak tajam pada tahun 2016, mencapai 60 persen dari harga tahun 2015. Lonjakan harga ini terjadi karena menurunnya supply 59

bawang merah. Menurunnya suplai bawang merah ini terjadi karena faktor musim sehingga tidak dapat berproduksi dengan optimal atau jumlah impor bawang yang menurun. Upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan peran bawang merah pada PDRB Kabupaten Lampung Tengah dan untuk mengurangi inflasi sangat diperlukan upaya peningkatan produksi. Upaya peningkatan produksi dapat dilakukan dengan mengadopsi inovasi pertanian. Peningkatan produksi adalah dengan ekstensifikasi dan intensifikasi. Penambahan luas lahan budidaya bawang sangat diperlukan mengingat luasan areal budidaya bawang saat ini masih sangat rendah. Untuk meningkatkan produktifitas perlu upaya intensifikasi seperti peningkatan indeks pertanaman, penggunaan bibit unggul tersertifikasi, penerapan Good Agriculture Practices terutama dalam hal penanggulangan hama penyakit, penggunaan pupuk secara optimal serta penanganan panen dan pasca panen. Penggunaan benih/bibit unggul diharapkan dapat memberikan kualitas komoditas yang baik, sehingga pada akirnya dapat memberikan harga yang tinggi dan berdampak pada peningkatan pendapatan petani. Selain peningkatan produksi perlu ada upaya untuk menjaga kestabilan harga dalam upaya menjaga inflasi. Inovasi yang dapat dilakukan adalah dengan mencegah terjadinya oligopsonistik pasar cabai merah, untuk itu diperlukan kebijakan perdagangan terkait stabilitas harga dan pembatasan impor bawang merah terutama pada saat panen raya. Selain itu perlu adanya pembentukan atau penguatan kelembagaan kelompok tani bawang merah agar memiliki posisi tawar yang lebih kuat dalam pasar yang oligopsonistik. Dan untuk mengatasi kekurangan modal maka perlu ada program kemitraan yang disertai dengan pembinaan dan pendampingan oleh penyuluh pertanian dan pengembangan riset dan development oleh perguruan tinggi. Varietas Bawang Merah Pikatan memiliki umur Panen berkisar 55 hari. Potensi Hasil dari bawang merah ini adalah sekitar antara 6,20 sampai dengan 23,31 ton/ha. Bawang merah ini mampu bertahan sampai 6 bulan dalam keadaan normal. Dengan adanya keunggulan bawang yang memiliki daya tahan yang lama, dapat meningkatkan produksi pangan khususnya sebagai salah satu Sembilan bahan pokok pangan dalam masyarakat. 60

2) Cabai Merah Provinsi Lampung merupakan salah satu produsen cabai merah di Indonesia. Beberapa kabupaten yang menjadi sentra produksi dan pengembangan cabai merah di Provinsi Lampung, antara lain Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus, Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Selatan dan Pringsewu. PDRB (Dalam Juta Rupiah) Perkembangan PDRB Cabai Merah 180.000 160.000 140.000 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000-152.959 144.432 97.851 69.636 2011 75.063 60.255 2012 PDRB Cabai Merah 2013 2014 Tahun 2015 2016 Gambar 17. Perkembangan PDRB dari komoditas cabai merah tahun 2011-2016 Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) cabai merah di Kabupaten Lampung Tengah mengalami peningkatan dari tahun 2011 sampai tahun 2016. PDRB tertinggi dicapai pada tahun 2016 sebesar Rp 152,96 milyar (Gambar 17). Peningkatan nilai PDRB komoditas cabai merah tersebut disebabkan oleh peningkatan jumlah produksi cabai merah. Peningkatan nilai PDRB cabai merah paling besar pada tahun 2015, dikarenakan ada peningkatan produksi sebesar 50 persen. Peningkatan produksi cabai merah disebabkan adanya program intensifikasi dan ekstensifikasi cabai merah yang dilaksanakan di Provinsi Lampung, khususnya di Kabupaten Lampung Tengah. Cabai merah merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Kabupaten Lampung Tengah. Mengingat kebutuhan cabai merah di pasaran tidak mengenal pasang surut. Karakter cabai merah hanya dapat ditanam dengan lahan yang tidak begitu basah. Tanaman cabai merah sangat sensitif dengan musim 61

penghujan. Jadi, cabai merah merupakan tanaman musiman yang akan tumbuh lebat jika ditanam pada musim kemarau, atau musim pancaroba di mana intensitas hujan rendah. Otomatis pasokan cabai merah tidak stabil setiap saat. Harga cabai merah di pasaran pun cenderung mahal. Produksi tanaman cabai merah sudah dapat mencukupi kebutuhan tahunan, namun fluktasi produksi sepanjang tahun menyebabkan terjadinya lonjakan harga yang berimbas pada inflasi di Kabupaten Lampung Tengah. Laju inflasi pada komoditas cabai merah di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012-2016 disajikan pada Gambar 18. Perkembangan Inflasi Cabai Merah (%) 60,00 46,46 Inflasi (%) 40,00 27,03 20,00 0,00-20,00-40,00 2012-12,83 2013 2014 2015-23,35 Tahun 2016-5,27 Inflasi Cabai Merah (%) Gambar 18. Laju inflasi pada komoditas cabai merah di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012-2016 Gambar 18 menunjukkan bahwa komoditas cabai merah di Kabupaten Lampung tengah pada tahun 2012-2016 mengalami inflasi yang berfluktuatif. Pada tahun 2012, komoditas cabai merah mengalami inflasi sebesar -12,83 persen, kemudian pada tahun 2013 naik menjadi 46,46 persen dan kembali mengalami penurunan tahun 2014 menjadi 23,35 persen, kembali naik tahun 2015 sebesar 27,03 persen dan turun kembali tahun 2016 sebesar -5,27 persen. Hal ini disebabkan oleh harga cabai yang terus naik turun dari tahun 2011 hingga tahun 2016. Indikator yang menentukan tingkat inflasi untuk komoditas cabai merah adalah fluktuasi harga cabai merah yang sangat besar terutama pada saat paceklik dan pada saat panen raya. Hal ini dikarenakan sistem pasar cabai merah belum terintegrasi secara sempurna, belum ada supply chain yang mampu menjaga stablititas harga cabai merah ditingkat petani karena petani belum seluruhnya masuk ke dalam sistem supply chain yang ada. 62

Struktur pasar cabai merah di tingkat petani cenderung oligopsonistik yang menyebabkan terjadinya eksploitasi monopsonistik di tingkat petani sehingga harga jual cabai merah pada saat panen menjadi sangat rendah. Untuk meningkatkan PDRB dan menjaga inflasi, pada komoditas cabai merah perlu adanya upaya peningkatan produktivitas melalui peningkatan indeks pertanaman, intensifikasi dan rehabilitasi. Adopsi inovasi sangat diperlukan seperti, teknologi mulsa berwawasan lingkungan, agar dihasilkan produksi cabai merah yang berkualitas, sehat dan aman. Karena peningkatan produksi dibutuhkan modal yang sangat besar diperkirakan sebesar Rp. 50.000.000 per hektar maka diperlukan dukungan modal baik dari perbankan maupun kemitraan yang disertai dengan pembinaan dan pendampingan oleh penyuluh pertanian dan pengembangan riset dan development oleh perguruan tinggi. Good Agriculture Practices terutama dalam hal penanggulangan hama penyakit. Cabai merah memiliki karakteristik mudah rusak karena itu dibutuhkan sistem logistik dan pemasaran yang sesuai dengan karakteristik tersebut yakni tersedianya kapasitas cold storage, adanya pasar modern, dan olahan cabai didukung dengan sistem supply chain dan value chain yang efisien dan menguntungkan. Untuk mencegah terjadinya oligopsonistik pasar cabai merah, maka diperlukan kebijakan perdagangan terkait stabilitas harga dan pembatasan impor cabai merah (dalam bentuk pasta) terutama pada saat panen raya. Strategi dan inovasi yang diperlukan untuk meningkatkan PDRB cabai merah meliputi peningkatan produksi cabai merah melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi. Usaha intensifikasi dilakukan melalui upaya peningkatan kegiatan budidaya pertanian presisi melalui penerapan Good Agriculture Practices meliputi penggunaan benih unggul tersertifikasi, penggunaan pupuk secara optimal, penanggulangan hama penyakit terpadu, penanganan panen dan pasca panen. Pada umumnya, petani cabai merah ini cenderung individualis yang tergolong petani maju dan mampu, sehingga perlu pembentukan atau penguatan kelembagaan kelompok tani cabai bagi petani agar memiliki posisi tawar yang lebih kuat dalam pasar yang oligopsonistik. 63

Varietas cabe merah yang tergolong unggul diantaranya Prabu F.1, Maraton F.1, Kresna F.1, Adipati F.1, Sultan F.1, Senopati F.1, Provos F.1, Astina F.1, dan Wibawa F.1. c. PDRB dan Inflasi Tanaman Perkebunan Subsektor perkebunan pada tahun 2016 memberikan kontribusi sebesar 2,00 persen terhadap PDRB sektor pertanian di Kabupaten Lampung Tengah (BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2017). Kecilnya kontribusi subsektor perkebunan di Kabupaten Lampung Tengah disebabkan oleh terbatasnya luas lahan yang dimiliki oleh rakyat dengan manajemen pengelolaan perkebunan yang masih konvensional. Kontribusi ini diperoleh dari komoditas komoditas karet, tebu dan kelapa sawit. 1) Karet Nilai PDRB karet rakyat di Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2011-2014 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari Rp 2,6 milyar meningkat menjadi Rp 31,3 milyar karena jumlah produksi karet rakyat terus mengalami peningkatan. Namun pada tahun 2015, PDRB karet mengalami penurunan menjadi Rp 27,2 milyar atau terjadi penurunan sebesar 13,20 persen. Penurunan nilai PDRB karet rakyat ini disebabkan oleh terjadinya penurunan harga karet di tingkat petani. Secara rinci, perkembangan nilai PDRB karet rakyat dapat dilihat pada Gambar 19. PDRB (Dalam juta Rupiah) Perkembangan PDRB Karet 35.000 31.351 30.000 27.200 25.000 20.000 15.000 5.000 - PDRB Karet 10.913 10.000 2.802 2.650 2011 2012 2013 2014 2015 Tahun Gambar 19. Perkembangan nilai PDRB karet rakyat di Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2011-2015 64

Karet mempunyai peranan penting bagi masyarakat di Kabupaten Lampung Tengah. Karet merupakan komoditas ekspor, sehingga harga karet juga ditentukan oleh harga karet di pasar internasional. Usaha perkebunan karet merupakan suatu kegiatan ekonomi yang bersifat padat karya dan padat modal. Output yang dihasilkan perkebunan karet adalah getah karet (latex) yang menjadi bahan baku di sebagian besar industri, khususnya industri otomotif di Indonesia dan di dunia. Harga karet yang fluktuatif juga dapat memberikan dampak positif bagi yang mengusahakannya. Laju inflasi karet di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012-2016 disajikan pada Gambar 20. Laju Inflasi Karet (%) 10,00 Laju Inflasi (%) 5,00 0,00-5,00-10,00 4,64 2012 2013 5,66 2014 2015 Tahun -15,00-20,00-25,00 2016-1,33 Inflasi Karet (%) -15,00-22,73 Gambar 20. Laju inflasi pada komoditas karet di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012-2016 Pada tahun 2013, komoditas karet mengalami inflasi sebesar 4,64 persen, kemudian pada tahun 2013 naik menjadi 5,66 persen. Hal ini disebabkan oleh peningkatan harga karet dari sebesar Rp 9.234 per kilogram pada tahun 2011 menjadi Rp 9.662 per kilogramnya pada tahun 2012, kemudian pada tahun 2013 harga karet melonjak naik mencapai Rp. 10.209 per kilogram. Menurut Boediono (1998), angka inflasi karet pada tahun 2012 dan 2013 dapat digolongkan ke dalam kriteria inflasi ringan (<10 persen per tahun). 65

Namun, pada tahun 2014, karet mengalami deflasi sebesar -22,73 persen, kemudian pada tahun 2015 menjadi -15 persen, dan turun menjadi -1,33 persen. Hal ini terjadi karena turunnya harga karet pada tahun 2014 menjadi Rp 7.889, kemudian kembali turun pada tahun 2015 menjadi Rp 6.706 per kilogram, dan kembali mengalami penurunan harga menjadi Rp. 6.617 per kilogramnya. Turunnya harga karet di tingkat petani disebabkan oleh turunnya harga karet di pasar internasional. Strategi peningkatan PDRB karet di Kabupaten Lampung Tengah dapat ditempuh melalui peningkatan harga karet petani, sehingga mendekati harga opportunitasnya. Perbaikan tingkat harga ini dengan cara intensifikasi pasar di pasar konvensional (Amerika, Tiongkok, Jepang, Singapura, Brazil, India, Korea, Canada, Jerman dan Turki) serta melakukan upaya ekstensifikasi pasar ke pasar-pasar baru di kawasan lain dan pengembangan industri hilir pengolah karet di dalam negeri. Sistem tataniaga karet rakyat juga memperlihatkan struktur pasar yang sangat kompleks dan mengarah pada pasar oligopsonistik. Pada sentra-sentra karet rakyat, pola swadaya murni sering ditemukan banyak petani karet yang melakukan transaksi karet dengan satu atau dua orang pedagang pengumpul karet. Pada kondisi demikian, petani karet berada pada posisi yang lemah sehingga menerima berapapun tingkat harga yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul (petani sebagai price taker). Hingga saat ini, produksi dan ekspor karet Indonesia termasuk Lampung Tengah didominasi oleh jenis mutu SIR 20. Karena orientasi pemasaran karet adalah ekspor, maka sistem tataniaga bahan olah karet berfungsi sebagai penghubung antara petani sebagai produsen bahan olah karet dengan ekportir yang pada umumnya juga sekaligus sebagai prosesor/pengolah karet. Kabupaten Lampung Tengah dapat mengaplikasikan klon unggul karet RRIC 100 (Rubber Research Institute of Srilanka), klon unggul asal Srilanka yang juga cukup terkenal di Indonesia. Ditandai dengan performa pertumbuhan pesat selama 5 tahun pertama, klon ini juga mempunyai ketahanan terhadap penyakit umum tanaman karet. Walaupun produksinya tidak setinggi klon PB 260, tapi klon RRIC 100 merupakan jenis klon yang cukup tahan angin dan dapat dioptimalkan dengan pengobatan stimulan. 66

Inovasi untuk meningkatkan produksi karet yaitu teknologi kultur jaringan yang mampu menghasilkan bibit karet dengan produksi getah karet jauh lebih tinggi dari cara pembibitan biasa yakni dengan cara okulasi. Teknologi terbaru dalam kultur jaringan, yakni juvenile micro cuttings (mikro kultur jaringan) yang dapat diproduksi pada skala besar dalam kondisi aseptik. Dengan teknologi ini, telah berhasil dikembangkan pohon yang memiliki sistem akar tunggang, tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan yang dicangkokkan dan hasil getah karet yang jauh lebih tinggi dapat diharapkan. Selain itu, usaha untuk mengendalikan penyakit tanaman karet juga perlu dilakukan. Dua penyakit utama yang menyebabkan kerusakan dan kerugian paling besar pada perkebunan karet adalah penyakit jamur akar putih (JAP) dan gugur daun (Colletotrichum).Pengendalian penyakit secara biologis serta ramah lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan agensia hayati. Deteksi dini terhadap penyakit pada tanaman karet juga akan bermanfaat untuk meminimalisasi penurunan produktivitas tanaman karet akibat serangan penyakit. Inovasi lain di bidang pra panen yang banyak digunakan antara lain: bahan tanam karet unggul klon RRIC/IRR seri 100 dan 200, bio fungisida pengendali jamur akar putih, pembeku lateks yang ramah lingkungan, teknologi tanaman sela, sistem sadap berdasarkan tipologi klon, dan model peremajaan karet rakyat partisipatif. Inovasi teknologi pada pasca panen yaitu kompon untuk seismic bearing, bridge bearing, seal gas LPG, seal otomotif, masterbatch aspal karet, karet aspal emulsi. Beragam produk bernilai tambah seharusnya dapat dilakukan melalui pengembangan industri karet dan barang karet. Kelemahan utama untuk mengembangkan industri hilir karet domestik, yaitu masalah infrastruktur. Kelemahan ini adalah tidak adanya infrastruktur dan industri yang mendukung penghiliran ini. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah perlu membantu percepatan hilirasi komoditas karet dengan mempermudah perizinan agar komoditas ini memiliki nilai tambah. Dukungan lainnya mencakup pengembangan dan pelayanan teknologi, informasi, sertifikasi di bidang karet, termasuk perumusan teknologi, inovasi dan transfer teknologi. 67

2. Tebu PDRB (Dalam Juta Rupiah) Perkembangan PDRB Tebu 420.000 410.000 400.000 390.000 380.000 370.000 360.000 350.000 340.000 330.000 320.000 410.947 391.827 389.731 355.490 2012 2013 2014 PDRB Tebu 2015 Tahun Gambar 21. Perkembangan nilai PDRB untuk tanaman tebu di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012-2015 Nilai PDRB tebu pada tahun 2012-2014 mengalami penurunan yang cukup signifikan dari Rp410,9 milyar,- menurun menjadi Rp 355,4 milyar, namun pada tahun 2015 mengalami peningkatan kembali menjadi Rp 389,7 milyar,- atau terjadi peningkatan sebesar 9,6 persen. Peningkatan nilai PDRB tebu disebabkan adanya peningkatan harga gula pasir. Adapun nilai PDRB Tebu rakyat Kabupaten Lampung Tengah dapat dilihat pada Gambar 22. PDRB (Dalam Juta Rupiah) Perkembangan PDRB Tebu Rakyat 30.000 25.000 24.998 20.000 28.529 21.127 15.000 10.000 7.465 5.000 - PDRB Tebu (dalam Juta Rupiah) 2012 2013 2014 2015 Tahun Gambar 22. Perkembangan nilai PDRB untuk tanaman tebu rakyat di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012-2015 68

Gambar 22 menunjukkan bahwa nilai PDRB tebu dari perkebunan rakyat pada tahun 2013 mengalami peningkatan yang signifikan dari Rp 7,465 milyar pada tahun 2012 menjadi Rp 24,998 milyar pada tahun 2013. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah produksi karet rakyat pada tahun 2012 sebesar 6.221 ton menjadi 21.257 ton pada tahun 2013 atau setara dengan peningkatan sebesar 242%. Namun, pada tahun 2014 mengalami penurunan menjadi Rp 21,127 milyar karena terjadi penurunan jumlah produksi karet rakyat menjadi 20.217 ton. Pada tahun 2015, PDRB karet kembali meningkat menjadi Rp 28,529 milyar karena produksi karet meningkat menjadi 24.630 ton. Strategi peningkatan PDRB tebu rakyat dapat ditempuh melalui upaya peningkatan produksi dan produktivitas tebu dengan menggandeng industri gula untuk bekerjasama dalam hal pembinaan kepada petani melalui kelompok tani/gapoktan guna memberikan informasi teknologi terkini yang dapat dipakai untuk meningkatkan hasil produksi tebu. Kebutuhan modal untuk usahatani tebu juga dapat diperoleh melalui program kemitraan antara kelompok tani/gapoktan dengan pihak industri/perusahaan gula yang beroperasi di Kabupaten Lampung Tengah. Penyediaan sarana produksi pertanian dilakukan oleh perusahaan. Pembelian hasil produksi tebu milik petani dilakukan oleh perusahaan yang dibayar pada saat panen tiba, sehingga petani memiliki kepastian pasar dan jaminan harga tebu yang saling menguntungkan. Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan unggulan yang dihasilkan oleh Kabupaten Lampung Tengah. Tebu menghasilkan produk akhir gula pasir. Gula pasir merupakan salah satu bahan pokok strategis, tidak hanya digunakan sebagai bahan makanan tetapi juga bahan baku industri makanan dan minuman merupakan salah satu indikator pengukuran inflasi. Laju inflasi pada komoditas tebu di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013-2015 dapat dilihat pada Gambar 23. 69

Laju Inflasi Tebu (%) 20,00 15,99 15,00 Inflasi (%) 10,00 8,91 5,00 0,00-5,00-10,00 Inflasi Tebu (%) 2013 2014-5,33 2015 Tahun Gambar 23. Laju inflasi pada komoditas tebu di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013-2015 Pada tahun 2013, komoditas tebu mengalami inflasi sebesar 8,91 persen karena adanya kenaikan harga dari Rp 12.000 per kilogram menjadi Rp 13.069 per kilogram. Menurut Boediono (1998), angka inflasi gula pasir pada tahun 2013 dapat digolongkan ke dalam kriteria inflasi ringan ( 10 persen per tahun). Namun, pada tahun 2014 tebu mengalami deflasi sebesar -5,33 persen. Deflasi adalah kondisi penurunan pada harga secara terus menerus yang menyebar dengan cepat sehingga menyebabkan kesulitan pada pengeluaran konsumen dan bisnis terkait penundaan untuk penentuan harga (transaksi) yang terus menerus turun. Deflasi ini dapat terjadi dikarenakan oleh harga gula pasir per kilogram di tingkat konsumen pada tahun 2013 sebesar Rp 13.069 per kilogram, kemudian menurun menjadi Rp 12.373 per kilogram pada tahun 2014. Selain itu, banyaknya gula rafinasi yang membanjiri pasar di Kabupaten Lampung Tengah juga turut menjadi penyebabnya. Impor gula rafinasi sebenarnya diperuntukkan bagi kalangan industri yang memang kekurangan pasokan bahan baku gula untuk pengolahan industrinya sehingga harus mengimpornya. Namun, produk gula rafinasi impor itu yang dijual di pasaran dan dikonsumsi kalangan rumah tangga. Hal ini diperkirakan akibat impor melebihi kuota atau kebutuhan kalangan industri di dalam negeri sehingga kelebihan impornya harus dilepas di pasaran. Peredaran gula rafinasi di pasar berdampak 70

pada melimpahnya jumlah pasokan dan harga gula pasir yang dihasilkan menjadi murah dan cenderung terus menurun. Petani tebu harus menerima harga di bawah harga sebelumnya, kalangan industri gula pasir juga mengalami kerugian karena harus menjual gula pasir yang diproduksi dengan harga lebih rendah daripada sebelumnya. Pemerintah diharapkan dapat mengendalikan impor gula rafinasi untuk kalangan industri secara proporsional. Namun, pada tahun 2015 tebu mengalami inflasi menjadi 15,99 persen karena adanya peningkatan harga menjadi Rp 11.583 per kilogram. Menurut Boediono (1998), angka inflasi gula pasir pada tahun 2015 dapat digolongkan ke dalam kriteria inflasi sedang (10 30 persen per tahun). 2) Kelapa Sawit PDRB (Dalam Juta Rupiah) Perkembangan PDRB Kelapa Sawit 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200-1.484 1.264 1.221 PDRB Kelapa Sawit 2013 2014 2015 Tahun Gambar 24. Perkembangan nilai PDRB minyak goreng di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2013-2015 PDRB kelapa sawit diperoleh dari perhitungan nilai produk akhir sawit dalam bentuk minyak goreng. Gambar 24 menunjukkan bahwa nilai PDRB minyak goreng pada tahun 2013-2014 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari Rp1,26 milyar,- meningkat menjadi Rp 1,48 milyar. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan produksi dan harga kelapa sawit. Pada tahun 2015 PDRB sawit mengalami penurunan kembali menjadi Rp 1,2 milyar,- atau terjadi penurunan sebesar 17,6 persen. Meskipun harga pada tahun 2015 mengalami peningkatan, penurunan nilai PDRB pada tahun 2015 ini disebabkan oleh terjadinya penurunan produksi sawit. Yang hanya mencapai 100.379 ton dari tahun 71

sebelumnya sebesar 126.737 ton atau terjadi penurunan sebesar 21 persen. Secara rinci perkembangan nilai PDRB untuk tebu dapat dilihat pada Gambar 24. Untuk meningkatkan nilai PDRB minyak goreng di Kabupaten Lampung Tengah adalah dengan meningkatkan produksi bahan baku (tandan buah segar kelapa sawit) dan peningkatan teknologi prosesing tandan buah segar menjadi minyak goreng secara lebih efektif dan efesien. Mengembangkan kelembagaan kemitraan pemasaran kelapa sawit antara petani sawit dengan pabrik CPO atau pabrik minyak goreng yang efisien diikuti dengan upaya pengembangan pasar minyak goreng, baik di dalam maupun di luar negeri. Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu daerah penghasil kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng, sehingga pasokan yang kontinyu ikut menjaga kestabilan harga dari minyak goreng tersebut. Minyak goreng merupakan salah satu dari 9 bahan pokok kebutuhan masyarakat, sehingga harganya harus terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Laju inflasi minyak goreng di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2014-2015 disajikan pada Gambar 25. Laju Inflasi (%) Laju Inflasi Minyak Goreng (%) 4,00 3,90 3,80 3,70 3,60 3,50 3,40 3,30 3,20 3,92 Inflasi Minyak Goreng 3,46 2014 2015 Tahun Gambar 25. Laju inflasi minyak goreng di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2014-2015 Pada tahun 2014, komoditas kelapa sawit mengalami inflasi sebesar 3,46 persen, kemudian pada tahun 2015 naik menjadi 3,92 persen. Inflasi ini terjadi dikarenakan harga minyak goreng per kilogram di tingkat konsumen pada tahun 2014 sebesar Rp 11.708, 72

kemudian melonjak naik menjadi Rp 12.167 pada tahun 2015. Menurut Boediono (1998), angka inflasi minyak goreng pada tahun 2015 dapat digolongkan ke dalam kriteria inflasi ringan karena < 10 % per tahun. Inflasi ini terjadi juga karena disebabkan oleh menurunnya produksi kelapa sawit dari 126.737 ton pada tahun 2014 menjadi 100.379 ton pada tahun 2015. Mengurangnya pasokan minyak goreng menyebabkan kelangkaan dan berdampak pada tingginya harga minyak goreng. Tiga pendekatan yang dapat dijalankan untuk menstabilkan harga minyak goreng. Pertama, melalui subsidi, kedua menaikkan pajak ekspor, dan ketiga stabilisasi harga melalui operasi pasar dan program stabilisasi harga dengan memanfaatkan jalur tradisional (distributor). d. PDRB dan Inflasi Peternakan Peternakan mencakup semua usaha peternakan yang menyelenggarakan pembibitan serta budidaya segala jenis ternak dan unggas dengan tujuan untuk dikembangbiakkan, dibesarkan, dipotong, dan diambil hasilnya, baik yang dilakukan rakyat maupun oleh perusahaan peternakan. PDRB peternakan merupakan salah satu subsektor dari sektor pertanian. Peternakan merupakan salah satu golongan dalam sub kategori Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian yang dapat menjadi salah satu aspek yang berkontribusi terhadap perkembangan PDRB dan laju inflasi di Kabupaten Lampung Tengah. Komoditas peternakan yang utama dalam menyokong perkembangan PDRB Peternakan dan penyebab laju inflasi adalah sapi dan ayam ras pedaging. 1) PDRB dan Inflasi Daging Sapi Kabupaten Lampung Tengah merupakan daerah sentra lumbung ternak di Provinsi Lampung. Berdasarkan data dari BPS Provinsi Lampung (2016) bahwa populasi sapi potong di Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2015 sebesar 259.802 ekor atau 39,76 persen dari total keseluruhan populasi sapi potong di Provinsi Lampung sejumlah 653.357 ekor. Kontribusi nilai PDRB daging sapi dapat dihitung dengan mengalikan persentase karkas/daging sapi dengan jumlah populasi sapi potong di Kabupaten Lampung Tengah. 73

Nilai PDRB komoditas daging sapi dari tahun 2011 hingga 2016 secara garis besar mengalami peningkatan. Hanya pada tahun 2014 terjadi sedikit penurunan. Nilai PDRB pada tahun 2011 sebesar Rp. 1.996,39 milyar kemudian mengalami peningkatan pesat sebesar 142,56 persen hingga tahun 2015 mencapai Rp. 4.842,33 milyar. Perkembangan PDRB pada komoditas daging sapi dapat dilihat pada Gambar 26. Perkembangan PDRB Daging Sapi PDRB (dalam juta rupiah) 6.000.000 5.000.000 4.000.000 3.000.000 2.000.000 1.000.000 0 3.964.910 4.842.328 3.626.222 3.722.893 PDRB Daging Sapi 1.996.358 2011 2012 2013 2014 2015 Tahun Gambar 26. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto pada Komoditas Daging Sapi di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011-2015 Peningkatan nilai PDRB komoditas daging sapi dari tahun 2011 hingga 2015 dapat disebabkan oleh peningkatan harga per kilogram daging sapi pada rentang waktu tersebut. Harga pada tahun 2011 sebesar Rp. 65.806 per kilogram meningkat sebesar 67,39 persen hingga Rp. 100.156 per kilogram. Nilai PDRB daging sapi mengalami perkembangan sejak tahun 2011 hingga 2015. Namun demikian, pada tahun 2013 dan 2014 mengalami penurunan nilai PDRB, dikarenakan terbatasnya impor bakalan sapi dari Australia akibat adanya protes dari masyarakat kesejahteraan hewan internasional. 74

Laju inflasi daging sapi berfluktuatif dari tahun 2012 hingga 2016. Tingkat inflasi tertinggi pada tahun 2013 yaitu sebesar 22,32 persen. Peningkatan angka inflasi tersebut dikarenakan oleh meningkatnya harga daging sapi per kilogram sebesar Rp. 16.155 dari tahun 2012 hingga 2013. Menurut Boediono (1998), angka inflasi pada yang terjadi pada tahun 2013 tergolong ke dalam kriteria inflasi sedang (antara 10 30 persen per tahun), sedangkan angka inflasi pada tahun lainnya tergolong ke dalam kriteria inflasi ringan (kurang dari 10 persen per tahun). Perkembangan laju inflasi pada komoditas daging sapi di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012 hingga 2016 disajikan pada Gambar 27. Laju Inflasi Daging Sapi (%) 25,00 22,32 Laju Inflasi (%) 20,00 15,00 10,00 6,87 5,00 0,00 9,98 9,96 2012 2013 2014 Inflasi Daging Sapi 5,88 2015 2016 Tahun Gambar 27. Laju Inflasi pada Komoditas Daging Sapi di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2012-2016 Berbagai program dapat dikembangkan sebagai inovasi dalam meningkatkan nilai PDRB subsektor peternakan khususnya daging sapi melalui pengembangan village breeding sapi di sentra-sentra ternak sapi di Kabupaten Lampung Tengah, pemanfaatan teknologi inseminasi buatan dari semen beku sapi dari pejantan terbaik, penguatan kapasitas sumber daya manusia untuk memperkuat kelembagaan kelompok ternak melalui penyuluhan dan pelatihan, peningkatan populasi ternak dengan mendukung program nasional pemerintah dalam upaya khusus Sapi Induk Wajib Bunting (SIWAB), pengembangan dan penambahan jumlah Rumah Potong Hewan moderen serta sarana 75

prasarana pendukung yang terkoneksi dengan sistem logistik asional guna mewujudkan swasembada daging 2029. Program-program tersebut ditujukan untuk meningkatkan jumlah populasi sapi potong, harapan bahwa jika jumlah populasi sapi potong meningkat maka jumlah daging sapi yang beredar di masyarakat juga semakin banyak. Bertambahnya jumlah daging sapi di pasaran diharapkan akan menjadikan harga daging sapi pada tingkat konsumen hingga lapisan masyarakat terbawah dapat terjangkau. Sumber daya manusia khususya peternak dapat ditingkatkan dengan program penguatan sumber daya anggota kelompok ternak dalam hal pengetahuan dan keterampilan pemeliharaan ternak dengan jalinan kerjasama kelembagaan kemitraan antara kelompok ternak dan perusahaan swasta, sehingga terjadi proses alih pengetahuan, teknologi dan keterampilan bagi peternak baik dalam bidang pembibitan (breeding) maupun penggemukan (feedlot). Inovasi lainnya yang dapat dijadikan acuan adalah pengembangan pasar ternak modern. Pasar ternak modern akan menjadi pusat kegiatan ekonomi bagi peternak menggunakan sistem jual beli ternak secara transparan. Harga bobot hidup ternak dihitung bukan berdasarkan penaksiran ketampakan (performance) tetapi dari penimbangan bobot badan menggunakan timbangan atau alat ukur lainnya. Alat ukur yang digunakan dapat menggunakan timbangan konvensional atau timbangan digital dengan tingkat akurasi tinggi.dalam pemenuhan kebutuhan ternak untuk pertambahan bobot badan harian (average daily gain), dibutuhkan pemanfaatan dan pengembangan teknologi pengolahan pakan dengan memanfaatkan bahan lokal yang tersedia di Kabupaten Lampung Tengah. Bahan lokal dapat berasal dari limbah tanaman pangan dan perkebunan, sebagai contoh fermentasi jerami padi, bonggol jagung, pelepah sawit. Fermentasi sebagai proses mengawetkan limbah tanaman pangan dan perkebunan dan dapat meningkatkan kandungan nutrisi dalam pakan olahan. Pakan hasil fermentasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan asupan pakan ternak yang sulit diperoleh selama musim kemarau. 76

1. Rumah Potong Hewan Rumah Pemotongan Hewan adalah kompleks bangunan dengan desain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong hewan potong bagi konsumsi masyarakat umum (SNI 01-6159-1999). a. Syarat Lokasi No Syarat Lokasi 1 Tidak bertentangan dengan Rancangan Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana, Detail Tata Ruang (RDTR) 2 Tidak berada dlm kota padat penduduk 3 Lebih rendah dari pemukiman 4 Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan 5 Tidak berada dekat industri logam, kimia, tidak berada didaerah rawan banjir, bebas dari asap, bau, debu dan kontaminan lain 6 Mimiliki lahan yang cukup untuk pengembangan RPA 7 Jalan menuju RPA dapat dilalui kendaraan pengangkut ayam hidup dan karkas 8 9 10 11 Sumber tenaga listrik cukup Persediaan air bertekanan dan air panas minimum 80oC Sumber air cukup Tersedia kendaraan pengangkut hewan hidup dan pengangkut karkas daging b. Syarat Sarana No Syarat Sarana 1 Jalan menuju RPA dapat dilalui kendaraan pengangkut hewan hidup dan daging 2 3 4 Sumber air cukup, minimum 1000 liter/ekor/hari (sapi, kerbau) ; 100 liter/ekor/hari (kambing, domba) ; 450 liter/ekor/hari (babi) memenuhi syarat mutu air minum SNI 01-0220-1987 Sumber tenaga listrik cukup Persediaan air bertekanan 15 psi (1,05 kg/cm3) dan air panas minimum 82oC 5 Tersedia kendaraan pengangkut daging 77

c. Syarat Bangunan dan Tata Letak No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Syarat Bangunan dan Tata Letak KOMPLEKS RPH (minimal) Bangunan utama Kandang penampungan dan istirahat hewan Kandang isolasi Kantor administrasi dan kantor Dokter Hewan Tempat istirahat pegawai Tempat penyimpanan barang pribadi (locker )/ruang ganti pakanian Kamar mandi dan WC Sarana penanganan limbah Insenerator Tempat parkir Rumah jaga Menara air/penampungan air Gardu listrik Seyogyanya dilengkapi : Ruang pendinginan (chilling room) Ruang pembekuan (cold storage) Ruang pembagian karkas (meat cutting room) dan pengemasan Laboratorium Kompleks rumah pemotongan hewan harus dipagar sedemikian rupa sehingga dapat mencegah keluar masuknya orang yang tidak berkepentingan dan hewan lain selain ungags potong. Pintu masuk hewan hidup sebaiknya terpisah dari pintu keluar daging. d. Syarat bangunan Utama No Persyaratan Bangunan Utama (Daerah Kotor, Daerah Bersih) DAERAH KOTOR 1 2 3 4 5 6 Tempat pemingsanan (stunning), tempat penyembelihan (killing), tempat pengeluaran darah Tempat penyelesaian proses penyembelihan (pemisahan kepala, empat kaki sampai tarsus dan karpus, pengulitan, pengeluaran isi rongga dada dan perut) Ruang untuk jeroan Ruang untuk kepala dan kaki Ruang untuk kulit Tempat pemeriksaan postmortem 78

No 7 8 9 10 11 12 e. Persyaratan Bangunan Utama (Daerah Kotor, Daerah Bersih) DAERAH BERSIH Tempat penimbangan karkas Tempat keluar karkas Ruang pendinginan/pelayuan Ruang pembeku Ruang pembagian karkas Ruang pengemasan daging Syarat Peralatan, higiene karyawan dan perusahaan, pengawasan kesehatan masyarakat veteriner, kendaraan pengangkut daging, persyaratan ruang pembekuan cepat, ruang penyimpanan beku, ruang pengolahan daging, laboratorium disesuaikan dengan Standar Nasional Indonesia No. 02-6159-1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan. 2. SISTEM RANTAI DINGIN (COLD CHAIN SYSTEM) Sistem rantai dingin adalah penerapan suhu dingin selama produksi, penyimpanan dan transportasi/distribusi daging dan produk olahannya (penyimpanan pada suhu dibawah 4oC) untuk mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan menghambat aktivitas enzim pada daging. Daging dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak (perishable food) dan bahan makanan yang memiliki potensi mengandung bahaya (potentially hazardous foods atau PHF). Bahaya yang mungkin dapat ditemukan dalam daging terdiri dari bahaya biologis (misalnya bakteri, kapang, kamir, virus dan parasit), bahaya kimia (misalnya residu antibiotika, residu hormon, cemaran logam berat), dan bahaya fisik (misalnya serpihan tulang, serpihan pecahan kaca). Oleh sebab itu, penanganan daging harus dilakukan secara higienis. Penanganan daging yang higienis perlu diterapkan saat hewan di RPH, proses pemotongan, penyimpanan, distribusi dan penyajian. Penanganan daging yang higienis merupakan penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Hygienic Practices (GHP). GMP/GHP merupakan suatu 79

pedoman atau acuan tentang penanganan atau penyediaan daging dalam rangka menghasilkan daging yang aman (safe) dan layak (suitable). Dalam rangka penerapan sistem jaminan keamanan pangan atau yang dikenal sebagai sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), GMP/GHP merupakan persyaratan dasar (prerequsite) untuk penerapan sistem HACCP di industri pangan. Salah satu penerapan GMP/GHP dalam penanganan daging adalah penerapan sistem rantai dingin (cold chain system), artinya daging harus ditangani (disimpan) pada suhu dingin di bawah < +4 oc. Pendinginan Daging Pendinginan daging dilakukan untuk menurunkan suhu karkas/daging menjadi di bawah +7 oc dan di atas titik beku daging (-1,5 oc). Tujuan pendinginan daging adalah untuk mempertahankan kesegaran daging, memperpanjang masa simpan daging, memberikan bentuk atau tekstur daging yang lebih baik, dan mengurangi kehilangan bobot daging. Dengan pendinginan, maka pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat pada daging akan dihambat, serta aktivitas enzim-enzim dalam daging dan reaksi-reaksi kimia juga akan dihambat. Secara umum, karkas atau daging sebaiknya didinginkan hingga suhu bagian dalam daging (internal temperature) mencapai suhu < +7 oc. Suhu internal karkas/daging sapi sebaiknya dicapai < +7 oc dalam waktu <>< +3 oc secepat mungkin. Metode pendinginan karkas/daging sapi yang saat ini umum dilaksanakan adalah pendinginan cepat (quick chilling) yang menggunakan suhu ruang pendingin -1 oc sampai +1 oc, kelembaban 85 90%, kecepatan udara 1-4 m/detik dan lama pendinginan (untuk mencapai suhu internal daging < +7 oc) 24-36 jam. Hal yang perlu diperhatikan pada pendinginan karkas/daging sapi secara cepat adalah terjadinya kekakuan otot (rigor mortis) pada saat daging didinginkan, yang dikenal dengan istilah cold shortening. Cold shortening terjadi akibat daging yang belum mengalami rigor mortis (atau nilai ph daging > 5,9) telah mencapai suhu < +12 oc. Daging yang 80

mengalami cold shortening memiliki kualitas yang rendah, karena keempukan daging tersebut sangat menurun (liat atau alot). Untuk mencegah terjadinya cold shortening pada metode pendinginan cepat tersebut diperlukan perhatian agar rigor mortis (ditandai dengan nilai ph otot sekitar 5,9) terjadi pada suhu internal daging > +15 oc. Suhu internal daging yang optimal untuk rigor mortis agar kualitas daging tetap baik adalah +20 oc sampai +25 oc. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mempercepat terjadinya rigor mortis dengan cara menerapkan stimulasi listrik (electrical stimulation) pada karkas dalam proses pemotongan. Stimulasi listrik adalah pemberian aliran listrik pada karkas setelah pengeluaran darah. Tujuan stimulasi listrik ini adalah membantu pengeluaran darah dan mempercepat terjadinya rigor mortis. Pembekuan Daging Pembekuan daging diperoleh dengan menurunkan suhu daging di bawah titik beku daging (< -1,5 oc). Pembekuan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan daging tanpa mengubah susunan kimiawi daging. Pembekuan yang baik diperoleh dengan menurunkan suhu bagian dalam daging minimum sampai -12 oc. Saat ini pembekuan daging sapi diperoleh dengan membekukan daging pada suhu udara -25 oc sampai -45 oc dengan kecepatan udara antara 2 sampai 9 meter per detik. Sebelumnya daging tersebut harus didinginkan hingga suhu bagian dalam daging mencapai +10 oc. Sedangkan pada pembekuan cepat (deep frozen) menggunakan blast freezerditerapkan suhu ruang < 18 oc dengan kecepatan udara > 1 cm per jam. Kecepatan proses pembekuan didasarkan atas kecepatan udara di dalam ruang pembeku yang dinyatakan dalam cm per jam. Berdasarkan kecepatan pembekuan tersebut, maka proses pembekuan dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Pembekuan lambat: kecepatan udara 0,1 0,2 cm/jam 2. Pembekuan cepat: kecepatan udara 0,5 3,0 cm/jam 3. Pembekuan ultra cepat: kecepatan udara 5,0 cm/jam. Di Jerman pembekuan untuk karkas seperempat sapi dilakukan dengan terlebih dahulu mendinginkan karkas tersebut hingga mencapai suhu +7 oc kemudian membekukan 81

karkas tersebut dengan suhu ruang -25 sampai -30 oc dengan kecepatan udara 2 3 m/detik selama 24 jam. Setelah itu, karkas disimpan pada cold storage bersuhu -18 oc. Pembekuan daging harus dilakukan setelah proses rigor mortis berlangsung. Jika daging belum mengalami rigor mortis dan sudah dibekukan, maka rigor mortis akan terjadi pada saat daging tersebut dicairkan (thawed). Proses tersebut dikenal dengan thaw rigor. Daging yang mengalami thaw rigor akan kehilangan cairan daging (jus daging) yang relatif banyak dan relatif keras (liat atau alot). Agar daging/karkas dapat relatif segera dibekukan setelah proses pemotongan, maka perlu diterapkan stimulasi listrik (electrical stimulation) pada proses pemotongan. Pendinginan Karkas Cara Pendinginan Karkas (Chilling) Fasilitas yang perlu disediakan dengan adanya fasilitas pendinginan adalah: 1. Stimulasi listrik: penerapan stimulasi listrik setelah pengeluaran darah. 2. Ruang pendingin (chilling room/chiller): suhu -1 oc sampai +1 oc, kelembaban 85 90%, kecepatan udara 1 4 m/detik, yang dilengkapi dengan termometer dan higrometer. 3. Pada pintu chiller dilengkapi dengan tirai plastik elastis atau tirai udara: berfungsi untuk mempertahankan suhu ruang dan mencegah masuknya udara dari luar ke dalam ruang chiller. 4. Termometer untuk mengukur suhu bagian dalam daging. 5. Generator listrik (genset): untuk menjaga aliran listrik. 6. Jaket untuk pekerja: melindungi pekerja yang bekerja pada chilling room. 7. Alat angkut daging yang dilengkapi dengan pendingin. Prosedur pendinginan karkas adalah sebagai berikut: 1. Karkas setengah (half carcase) dari proses pemotongan yang menerapkan stimulasi listrik dimasukkan segera ke chilling room/chiller. 2. Di dalam chiller, karkas setengah digantung dengan jarak antar karkas untuk sirkulasi udara. 3. Pendinginan karkas berlangsung selama 24 36 jam. 82

4. Pintu chiller dijaga agar tidak terbuka lama agar suhu ruang tetap terjaga < +5 oc. Pintu chiller harus segera ditutup apabila suhu di dalam chillermelebihi +5 oc. 5. Pemantauan suhu internal daging/karkas (menggunakan termometer yang dapat ditusukkan ke dalam daging) dilakukan secara berkala, terjadwal dan acak (disusun dalam Standard Operating Procedures/SOP). Bagian daging yang biasa dipakai untuk mengukur suhu adalah otot paha belakang (daerah Trochanter major atau Topside). 6. Jumlah karkas dalam ruang chiller disesuaikan dengan luas ruang. 7. Karkas yang masuk pertama harus dikeluarkan pertama pula (penerapan sistem First-In-First-Out/FIFO). 8. Setelah pendinginan, karkas dapat dibagi-bagi menjadi beberapa bagian dan selanjutnya dikemas, baik dengan vakum maupun tidak vakum. 3. PENGOLAHAN LIMBAH KOTORAN SAPI MENJADI PUPUK ORGANIK Hasil sampingan pemeliharaan ternak sapi atau sering juga disebut sebagai kotoran sapi tersusun dari feses, urine dan sisa pakan yang diberikan (terutama untuk ternak yang dikandangkan). Hasil sampingan ini merupakan bahan utama pembuatan kompos yang sangat balk dan cukup berpotensi untuk dijadikan pupuk organik serta memiliki nilai hara yang cukup baik. Pemeliharaan ternak sapi umumnya dilakukan secara intensif dengan cara dikandangkan dan penyediaan pakan dilakukan dengan sistem potong angkut. Jumlah pemilikannya pun sangat terbatas yakni antara 1 sampai 5 ekor. Dengan sistem demikian maka hasil sampingan tersedia di sekitar kandang dan sangat mudah dalam pengumpulannya. Apabila ternak sapi yang dipelihara memiliki bobot hidup rataan 250 kg maka setiap petani paling sedikit harus menyediakan pakan hijauan (tidak diberi konsentrat) 7,5 kg bahan kering (3% x 250 kg). Bila diasumsikan bahwa kandungan bahan kering pakan hijauan lapang sama dengan 20% maka jumlah tersebut setara dengan 37,5 kg (100 : 20 x 7,5 kg). Angka tersebut harus ditingkatkan sebanyak 30% dari pemberian agar ternak mendapat kesempatan memilih pakan hijauan yang disenangi. 83

Dengan demikian jumlah tersebut menjadi lebih kurang 50 kg. Selanjutnya apabila tingkat kecernaan bahan pakan tersebut adalah 50% maka jumlah yang dikeluarkan kembali dalam bentuk feses segar adalah 25 kg. Dengan perkataan lain setiap tahunnya feses yang dihasilkan setiap ekor ternak sapi dapat mencapai 9 ton dan jumlah ini lebih rendah dari yang dilaporkan Sihombing (1990). Selanjutnya dikatakan bahwa ternak sapi dapat menghasilkan feses sejumlah 10-15 ton/ekor/tahun. Rendahnya jumlah yang diperoleh dalam perhitungan di atas kemungkinan disebabkan karena nilai sisa pakan belum diperhitungan. Dengan asumsi pengumpulan feses dilakukan setiap empat bulan sekali maka setiap petani dengan jumlah pemilikan ternak sapi sebanyak satu ekor dapat menyediakan bahan pupuk organik sebanyak 3 ton. Suatu jumlah yang cukup besar artinya bila dihubungkan dengan luas pemilikan lahan yang pada umumnya berkisar 0,2 0,5 Ha/petani (satu Ha membutuhkan pupuk kandang sejumlah 17,5 ton. Agar dapat memberikan manfaat yang maksimal maka hasil sampingan pemeliharaan ternak sapi tersebut harus diproses sebelum dipergunakan sebagai pupuk. Umumnya proses pengolahan dimaksud terdiri dari dua kelompok, yakni pengolahan secara terbuka dan tertutup 1. Pengolahan secara terbuka dilakukan hanya dengan menumpukan kotoran ternak sapi pada suatu area tertentu selama waktu yang tidak tentu. Namun pada umumnya dipergunakan menjelang musim tanam atau pada saat pengolahan tanah dilakukan. Cara ini tidak membutuhkan biaya yang terlalu banyak, karena biaya yang dikeluarkan hanya untuk tenaga kerja dan tidak diperhitungkan karena tenaga yang dipergunakan adalah tenaga keluarga. 2. Pengolahan yang kedua adalah dengan proses tertutup. Cara ini dilakukan dengan mem benamkan kotoran ternak ke dalam sebuah lubang yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pembuatan lubang/silo disarankan untuk dilakukan di bawah naungan dan areal yang tidak mudah tergenang air bila terjadi musim hujan. Di bawah naungan dapat diartikan sebagai tempat di bawah pohon yang rindang atau pun di bawah naungan atap yang memang disiapkan untuk tujuan tersebut. Pembuatan silo tersebut dapat dilakukan dengan kedalaman yang sesuai dengan volume yang diinginkan dan sebaiknya dinding silo tersebut tahan terhadap rembesan air dari samping. Tujuannya adalah selain mencegah masuknya air ke dalam kotoran juga 84

berfungsi agar unsur hara seperti nitrogen, yang ada dalam kotoran tidak hilang tercuci air yang dapat masuk/merembes. Proses pengolahan pupuk yaitu : 1. Untuk dapat menampung kotoran sapi sebanyak 3 ton maka ukuran yang dibutuhkan adalah dua meter kali satu meter dengan kedalaman dua meter. Bila memungkinkan pembuatan silo dapat juga dilakukan dengan mempergunakan gorong-gorong berpenampang 1 meter dan disusun sebanyak tidak lebih dari 3 buah. Sesuai dengan ukuran gorong- gorong yang ada di pasaran maka, dua buah gorong-gorong ditempatkan di bawah permukaan tanah (sedalam 90 cm) dan sebuahnya lagi dapat ditumpuk di atas permukaan tanah (setinggi 100 cm). 2. Dengan ukuran silo dapat menampung tiga ton kotoran sapi. Kotoran sapi yang tersedia selanjutnya diaduk agar tercampur secara merata antara feses, urine dan sisa pakan. Bila telah homogen maka kotoran sapi dapat dimasukan ke dalam silo secara baik agar cukup padat sampai hampir penuh. 3. Selanjutnya dapat ditutup dengan menggunakan tanah galian lubang yang ada setinggi lebih kurang 30cm. Timbunan tersebut selanjutnya dibiarkan untuk suatu satuan waktu tertentu, misalnya 3 bulan (Mathius, 1994), namun pada umumnya disesuaikan dengan waktu penggunaannya, yakni disesuaikan dengan musim tanam 4. Setelah melewati waktu yang diinginkan diharapkan kotoran yang telah melewati proses perombakan/dekomposisi, dapat menjadi kompos yang diharapkan dan siap dibongkar. Kompos tersebut selanjutnya dapat dipergunakan secara langsung ke lahan pertanian atau pun dapat dianginkan/dikeringkan di bawah sinar matahari. 5. Hasil pengeringan tersebut selanjutnya dihancurkan agar tidak menggumpal/padat dan dapat disaring dengan ayakan yang sesuai dengan ukuran-ukuran yang diinginkan. Untuk tujuan sebagai pupuk tanaman hias maka hasil ayakannya harus cukup kecil (2-3 mm), demikian juga bila ditujukan untuk tanaman rumput di lapangan golf. Sedangkan untuk tujuan pemupukan tanaman pangan setahun, maka hasil proses dekomposisasi tersebut dapat dipergunakan langsung ke lapang dan dibenamkan pada saat persiapan lahan sedang dikerjakan/diolah 85

2) PDRB dan Inflasi Komoditas Daging Ayam Ras Pedaging Nilai PDRB komoditas daging ayam ras pedaging dari tahun 2011 hingga 2016 secara garis besar mengalami peningkatan. Hanya pada tahun 2014 terjadi sedikit penurunan. Nilai PDRB pada tahun 2011 sebesar Rp. 630, 48 milyar kemudian mengalami peningkatan sebesar 73,62 persen hingga tahun 2016 mencapai Rp. 1.094,64 milyar. Perkembangan PDRB pada komoditas daging ayam ras pedaging dapat dilihat pada Gambar 28. Perkembangan PDRB Daging Ayam Ras Pedaging PDRB (dalam juta rupiah) 1.200.000 1.129.815 1.094.640 972.202 1.000.000 800.000 600.000 892.210 806.895 630.481 PDRB Daging Ayam Ras Pedaging 400.000 200.000 0 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Tahun Gambar 28. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto pada Komoditas Daging Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2011-2016 Nilai PDRB tertinggi pada tahun 2013 sebesar Rp. 1.129, 81 milyar, disebabkan oleh peningkatan jumlah produksi hingga 41,62 Juta kilogram daging ayam ras pedaging. Peningkatan nilai PDRB komoditas ayam ras pedaging dari tahun 2011 hingga 2016 dapat diakibatkan oleh peningkatan jumlah produksi dan harga per kilogram daging ayam ras pedaging pada rentang waktu tersebut. 86

Jumlah produksi daging ayam ras pedaging pada tahun 2011 sebesar 27,15 juta kilogram meningkat sebesar 27,61 persen menjadi 34,67 juta kilogram pada tahun 2016. Kemudian disertai peningkatan harga per kilogram daging ayam ras pedaging pada tahun 2011 sebesar Rp. 23.223 per kilogram meningkat sebesar 36,05 persen hingga Rp. 31.595 per kilogram. Peningkatan produksi dan harga ini berkontribusi terhadap peningkatan nilai PDRB. Laju inflasi daging ayam ras pedaging dari tahun 2012 hingga 2016 mengalami penurunan dari tahun 2012 hingga 2014, kemudian angka meningkat kembali pada tahun 2015 hingga 2016. Tingkat inflasi terendah pada tahun 2014 yaitu sebesar 1,65 persen. Angka inflasi yang rendah pada tahun 2014 tersebut dikarenakan oleh stabilnya harga daging ayam ras pedaging per kilogram sebesar Rp. 27.144 per kilogram tahun 2013, sedikit meningkat Rp. 447 pada tahun 2014 menjadi Rp. 27.591 per kilogram. Menurut Boediono (1998), angka inflasi pada yang terjadi pada tahun 2012 tergolong ke dalam kriteria inflasi sedang (antara 10 30 persen per tahun), sedangkan angka inflasi pada tahun lainnya tergolong ke dalam kriteria inflasi ringan (kurang dari 10 persen per tahun). Perkembangan laju inflasi pada komoditas daging ayam ras pedaging di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2012 hingga 2016 disajikan pada Gambar 29. Laju Inflasi Daging Ayam Ras Pedaging (%) Laju Inflasi (%) 12,00 10,00 10,47 8,40 8,00 6,00 5,81 5,64 4,00 2,00 0,00 Inflasi Daging Ayam Ras Pedaging 1,65 2012 2013 2014 2015 2016 Tahun Gambar 29. Laju Inflasi pada Komoditas Daging Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2012-2016 87

Strategi yang dapat diaplikasikan untuk pengembagan peternakan ayam pada lapisan peternak rakyat yaitu melalui pengelolaan usaha peternakan yang intensif dengan dukungan penerapan inovasi teknologi yang tepat sehingga tercapai efisiensi produksi dan optimalisasi produktivitas dengan menghasilkan ternak lokal yang memiliki adaptasi tinggi sehingga dapat dijadikan bibit unggul, pemanfaatan teknologi lainnya adalah teknologi sistem rantai dingin. Sistem rantai dingin (cold chain) memegang peran penting dalam industri hilir produk peternakan. Pendinginan diperlukan untuk memperpanjang masa simpan atau masa pajang produk peternakan yang mudah rusak (perishable). Penampakan dari suatu produk menjadi segar sehingga memungkinkan untuk dipasarkan dengan harga yang lebih tinggi dan meminimalkan persentase pembusukan. Sistem rantai dingin memberikan jaminan produk daging ayam kepada masyarakat dengan kualitas aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Aman berarti daging ayam tidak mengandung bahan berbahaya atau beracun yang dapat membahayakan kesehatan. Sehat berarti tidak ada kekhawatiran akan ada penularan penyakit dari daging ayam ke masyarakat. Utuh berarti daging ayam tidak dicampur dengan daging jenis lain. Halal berarti berasal dari hewan yang disembelih sesuai dengan syariat Islam. Strategi lainnya adalah pengaturan regulasi dalam rangka peningkatan populasi ayam hidup yang seimbang dengan laju peningkatan konsumsi penduduk agar dicapai kondisi harga yang stabil dan menguntungkan, sehingga juga dibutuhkan koordinasi antar stakeholder ternak unggas (pelaku usaha, peternak dan pemerintah) untuk mengurangi persaingan tidak sehat. RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS Definisi Rumah Pemotongan Unggas adalah kompleks bangunan dengan desain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi konsumsi masyarakat umum (SNI 01-6160-1999). Syarat Sesuai Standar Nasional Indonesia No. 01-6160-1999 tentang Rumah Pemotongan Unggas. 88

Syarat Lokasi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Syarat Lokasi Tidak bertentangan dengan Rancangan Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana, Detail Tata Ruang (RDTR) Tidak berada dlm kota padat penduduk Lebih rendah dari pemukiman Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan Tidak berada dekat industri logam, kimia, tidak berada didaerah rawan banjir, bebas dari asap, bau, debu dan kontaminan lain Mimiliki lahan yang cukup untuk pengembangan RPA Jalan menuju RPA dapat dilalui kendaraan pengangkut ayam hidup dan karkas Sumber tenaga listrik cukup Persediaan air bertekanan 15 psi (1,05 kg/cm3) dan air panas minimum 82oC Sumber air cukup, minimum 25-35 lt/ekor/hari memenuhi syarat mutu air minum SNI 01-0220-1987 Tersedia kendaraan pengangkut ayam hidup dan pengangkut karkas daging Syarat Sarana No Syarat Sarana 1 Jalan menuju RPA dapat dilalui kendaraan pengangkut ayam hidup dan daging unggas 2 Sumber air cukup, minimum 25-35 lt/ekor/hari memenuhi syarat mutu air minum SNI 01-0220-1987 3 Sumber tenaga listrik cukup 4 Persediaan air bertekanan 15 psi (1,05 kg/cm3) dan air panas minimum 82oC 5 Tersedia kendaraan pengangkut daging unggas Syarat Bangunan dan Tata Letak No Syarat Bangunan dan Tata Letak KOMPLEKS RPU (minimal) 1 Bangunan utama 2 tempat penurunan unggas hidup (Unloading) 3 kantor administrasi dan kantor Dokter Hewan 4 tempat istirahat pegawai 5 Tempat penyimpanan barang pribadi (locker )/ruang ganti pakanian 6 kamar mandi dan WC 7 sarana penanganan limbah 8 Insenerator 9 tempat parkir 89

No 10 11 12 13 14 15 16 Syarat Bangunan dan Tata Letak rumah jaga menara air/penampungan air gardu listrik Seyogyanya dilengkapi : ruang pembekuan cepat (blast freezer) ruang penyimpanan beku (cold storage) ruang pengolahan daging unggas Laboratorium Kompleks rumah pemotongan unggas harus dipagar sedemikian rupa sehingga dapat mencegah keluar masuknya orang yang tidak berkepentingan dan hewan lain selain ungags potong. Pintu masuk ungags hidup sebaiknya terpisah dari pintu keluar daging unggas. Syarat bangunan Utama No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Persyaratan Bangunan Utama (Daerah Kotor, Daerah Bersih) DAERAH KOTOR Penurunan ayam, pemeriksaan antemortem dan penggantungan ayam hidup Pemingsanan (stunning) Penyembelihan (killing) Pencelupan ke air panas (scalding tank) Pencabutan bulu (defeathering) Pencucian karkas Pengeluaran jeroan (evisceration) dan pemeriksaan post mortem Penanganan jeroan DAERAH BERSIH Pencucian karkas Pendinginan karkas (chilling) Seleksi (grading) Penimbangan karkas Pemotongan karkas (cutting) Pemisahan daging dari tulang (deboning) Pengemasan Penyimpanan segar (chilling room) Syarat Peralatan, higiene karyawan dan perusahaan, pengawasan kesehatan masyarakat veteriner, kendaraan pengangkut daging unggas, persyaratan ruang pembekuan cepat, ruang penyimpanan beku, ruang pengolahan daging ungags, laboratorium disesuaikan dengan Standar Nasional Indonesia No. 01-6160-1999 tentang Rumah Pemotongan Unggas. 90

DENAH POSISI PERALATAN DI RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS 91

DENAH BANGUNAN UTAMA RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS 92

RUANG PENYEMBELIHAN DI RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS 93