Sabtu Kelabu di Urut Sewu Oleh Wahyudi Djafar

dokumen-dokumen yang mirip
Kronologi Bentrokan antara Petani vs TNI AU Dalam kasus Rumpin. 21 Januari 2007

BAB I PENDAHULUAN. horisontal. Konflik dapat berbahaya jika menyebabkan terjadinya kerusuhan

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

penjajahan sudah dirasakan bangsa Indonesia, ketika kemerdekaan telah diraih, maka akan tetap dipertahankan meskipun nyawa menjadi taruhannya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia di Desa Panggungrejo sebagai berikut: 1. Perlawanan Terhadap Belanda Di Lampung ( )

[Oleh Ujang Dede Lasmana dari Buku berjudul Survival DiSaat dan Pasca Bencana Edisi 2]

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring berjalannya waktu, dengan perubahan teknologi dan perubahan pergaulan

Bentrokan Aparat Polres Jeneponto Versus Warga Sipil Terkait Eksekusi Lahan 2 ha oleh PN Jeneponto

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG

Ini Dia Kronologis Kebakaran Hutan Yang Habiskan Lahan Riau

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 16 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN PASIR, KERIKIL, DAN BATU DI LINGKUNGAN SUNGAI DAN PESISIR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang

BAB III ORGANISASI MILITER DAN SIASAT GERILYA TII. Pada tanggal 15 Januari 1950, pihak NII telah berhasil mengubah dan

PERANG BERUJUNG MAKAN BUAH SIMALAKAMA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) adalah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Cikal bakal lahirnya TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada awal

ANATOMI KEAMANAN NASIONAL

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kronologis dan Latar Belakang Konflik PT BNIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1960 TENTANG PERMINTAAN DAN PELAKSANAAN BANTUAN MILITER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Dibubarkan Paksa, Ratusan Keluarga Korban HAM 65/66 Pingsan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN SENJATA API BAGI ANGGOTA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lampiran: Surat Protes KNPA Kepada Presiden Republik Indonesia 1. Kronologi Rencana Penggusuran Desa Sukamulya untuk Pembangunan BIJB

2017, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010

I. PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENYERAHAN ASET BANGUNAN DAN LINGKUNGAN DARI PENGEMBANG KEPADA PEMERINTAH DAERAH

2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pelanggaran Hak-Hak Tersangka 2013 Wednesday, 01 January :00 - Last Updated Wednesday, 22 January :36

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PEMAKAMAN DAN PENYELENGGARAAN PEMAKAMAN JENAZAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1960 TENTANG PERMINTAAN DAN PELAKSANAAN BANTUAN MILITER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PEMAKAMAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu

BAB III PENYAJIAN DATA KEJAHATAN KEMANUSIAAN DALAM DESKRIPSI UU NO. 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAM

Pada tanggal 1 September 1945, Komite Sentral dari Komite-komite Kemerdekaan Indonesia mengeluarkan sebuah manifesto:

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Kementerian melaksanakan kebijakan

Aceh-Papua: Pelanggaran HAM di tengah Investasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Wilayah Kabupaten Kebumen. selatan dan Kabupaten Purworejo di sebelah timur.

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

ANALISA DAN EVALUASI BULAN APRIL TAHUN 2010 TENTANG KEJADIAN /PELANGGARAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA /PNS POLRI

b. bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi daerah, pengelolaan kawasan pantai merupakan wewenang Pemerintah Daerah ;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang

KEKUATAN YANG BERLEBIHAN IMPUNITAS BAGI KEKERASAN POLISI DI INDONESIA

Keberanian. Dekat tempat peristirahatan Belanda pada zaman penjajahan, dimulailah perjuangan nya.

P U T U S A N Nomor 65/Pid.B/2016/PN.Bnj

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG IJIN LOKASI DENGAN RAHMAAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

Ini Pantauan CIA Saat Kejadian G30S/PKI

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan oleh Ankum yang menangani pelanggaran disiplin.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 08 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PENGELOLAAN PARKIR

Sirajuddin hanya seorang pelayan bakso dia bukan seorang teroris namun dibunuh oleh Densus 88.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kronologi Peristiwa Penembakan Masyarakat Kampung Pakkawa Di Lokasi Perkebunan Tebu PTPN XIV

_ Nomor : Bl r74 I X I 2011 / Res Mimika Timika,$t Aktober Perihal :HIMBAUAN. 1. Rujukan;

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERINGATAN DINI DAN PENANGANAN DARURAT BENCANA TSUNAMI ACEH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING)

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

3. Sekitar pukul 18.00, kakak korban meminta Isak untuk tidak tidur di rumahnya karena takut akan didatangi lagi oleh Anggota Yalet.

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kronologi Pembubaran Diskusi Salihara

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

...PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KOTA MATARAM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN ILIR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PARKIR KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

Sabtu Kelabu di Urut Sewu Oleh Wahyudi Djafar Tengah hari ketika sebagian besar warga sedang melepas penat dari terik matahari yang membakar, setelah sepagian bergumul dengan tanaman pertanian, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan suara rentetan tembakan membabibuta. Hari itu, Sabtu, 16 April 2011, menjadi sejarah kelam bagi warga Desa Setrojenar, Bulus Pesantren, Kebumen. Beberapa kompi pasukan TNI Angkatan Darat (AD), tanpa didahului dengan negosiasi, langsung menyerang mereka. Tentara mencokok, menembaki, menendang, menyeret, dan menangkapi warga secara sepihak. Aksi brutal itu terjadi di sepanjang jalan menuju Markas Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) TNI AD. Warga yang sedang mengolah sawah pun tak luput dari serangan itu. Penyerangan yang dilakukan oleh pasukan loreng hijau ini seolah menjadi klimaks dari seluruh rangkaian protes yang dilakukan warga Setro Jenar atas kehadiran tentara di wilayah ini. Di desa yang berdekatan dengan pesisir pantai selatan Jawa ini, puluhan tentara kerap melakukan serangkaian uji coba persenjataan. Konflik warga melawan tentara ini sudah terjadi bertahun-tahun dan kian meruncing setelah tewasnya lima bocah dari desa Setrojenar pada 22 Maret 1997, akibat ledakan mortir peninggalan pasukan TNI AD usai berlatih. Kekesalan warga terus bertambah dengan tindakan sepihak dari pihak TNI AD yang melakukan claiming atas lahan-lahan milik warga. Mengurai Pemicu Konflik Warga seringkali kesal dengan pihak TNI AD, yang tidak memberikan ganti rugi semestinya, terhadap tanaman pertanian mereka yang rusak akibat uji coba persenjataan. Lokasi latihan menembak Dislitbang TNI AD sangat dekat dengan areal pertanian warga. Ini yang memicu kemarahan warga, selain tentu saja, karena kematian lima bocah akibat mortar beberapa tahun silam itu. Kebijakan pemerintah, baik tingkat pusat maupun daerah, juga dianggap turut serta mempengaruhi memanasnya perseteruan antara warga dengan TNI AD. Setidaknya ada tiga kebijakan pemerintah yang terkait, atau bisa disebut menjadi akar bagi meletupnya peristiwa pada 16 April 2011. Kebijakan Pemerintah yang dianggap menjadi latar belakang konflik, adalah: Pertama, proyek pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS), yang menjadi kebijakan pemerintah pusat. Proyek pembangunan ini mengharuskan pemerintah untuk melakukan pembebasan lahan-lahan pertanian milik warga, yang akan diubah peruntukannya sebagai jalur lintas tersebut. Menyikapi kebijakan pembangunan JLS, para petani di wilayah ini kemudian membentuk sebuah paguyuban untuk memperjuangkan hak-hak mereka, khususnya terkait dengan ganti rugi atas tanah-tanah pertanian mereka. Paguyuban ini terbentuk pada 6 September 2005, dengan nama Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS). Forum ini menjadi payung besar bagi banyak organisasi petani yang berbasis desa-desa di Urut Sewu.

Permasalahan menjadi kian bertambah ketika TNI secara sembunyi-sembunyi mulai bermain untuk mendapatkan uang ganti rugi, dengan alasan pembebasan tanah yang diklaim sebagai kawasan militer. Panglima Kodam IV mengajukan permohonan ganti rugi tanah TNI yang terkena tras jalan. Pihak TNI, dalam sebuah kesempatan sosialisasi, mengklaim bahwa luas lahan yang masuk kawasan latihan militer mencapai 317,48 ha. Padahal luasan ini tidak sesuai dengan Surat Bupati Kebumen No. 590/6774, yang mengatakan bahwa luas kawasan latihan TNI 500 meter ke utara dari batas/tepi air laut, dan memiliki panjang dari sungai Wawar di timur Kebumen (perbatasan Kebumen- Purworejo) dan ke barat sampai sungai Lukulo. Kedua, kebijakan yang dianggap sebagai pemicu konflik adalah rancangan peraturan daerah mengenai rencana tata ruang dan wilayah yang dirumuskan oleh pihak Pemerintah Kabupaten Kebumen, untuk tahun 2007-2027. Raperda ini menjadi polemik, akibat tindakan pihak TNI AD, yang mencoba menyisipkan agenda klaim mereka atas kawasan Urut Sewu sebagai kawasan latihan militer. TNI AD meminta kepada Pemda untuk memperluas kawasan militer (pertahanan keamanan), menjadi 1000 meter dari bibir pantai. Akibat ulah dari TNI dan Pemkab Kebumen, yang dianggap mengklaim secara sepihak, kontan mengundang reaksi masyarakat. Ketiga, ketika belum ada titik temu terkait dengan dua persoalan sebelumnya, tiba-tiba muncul rencana pembukaan lokasi penambangan pasir besi di kawasan ini. Awal tahun 2011 Pemerintah Kebumen mengeluarkan Surat Keputusan Bupati No. 660.I/28/2010 tentang persetujuan kelayakan lingkungan rencana penambangan pasir besi oleh PT. Mitra Niagatama Cemerlang (MNC) Jakarta. Melalui surat tersebut, perusahaan dilegalisasi untuk mengeksploitasi pasir besi di kawasan Urut Sewu. Keluarnya surat ijin penambangan ini kian membuat daerah warga kuatir, atas nasib tanah-tanah pertanian mereka yang akan segera diakusisi pihak lain. Militer Maha Kuasa Bermula dari aksi besar, yang dilakukan warga pada 23 Maret 2011, pemerintah setempat dan aparat keamanan menanggapi dengan menggelar apel gabungan di Mapolres Kebumen, pada 31 Maret 2011. Apel gabungan ini diikuti oleh 275 personel TNI dan 425 personel Polri. Apel dihadiri Kapolres Kebumen, Dandim 0709/Kebumen, Bupati Kebumen, Ketua DPRD, Kepala Kejaksaan Negeri Kebumen, dan Ketua Pengadilan Negeri Kebumen. Apel ini ditujukan secara khusus untuk mengamankan kawasan Urut Sewu, wilayah sepanjang pesisir selatan Kebumen yang merupakan rangkaian Pegunungan Sewu. Situasi menjadi kian bertambah panas, ketika pihak TNI AD memaksakan untuk tetap melakukan uji coba persenjataan, pada 11 April 2011. Padahal dalam pertemuan beberapa tahun sebelumnya, tepatnya 14 Mei 2009, yang berlangsung di Pendopo Kebumen, Komandan Komando Daerah Militer (Kodim) 0709/Kebumen menyatakan secara lisan dihadapan warga (FPPKS), Bupati Kebumen, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Kebumen, maupun DPRD setempat, bahwa tentara tidak akan melakukan aktivitas

latihan dan uji coba persenjataan hingga status tanah di wilayah tersebut jelas.1 Pada akhir Maret 2011, Bupati Kebumen juga menegaskan hal yang sama. Mengetahui rencana latihan tentara tersebut, pada 10 April 2011 warga desa Setrojenar dibantu warga dari kawasan sekitar, kemudian memblokir akses jalan menuju Markas Dislitbang TNI AD dan menuju kawasan uji coba persenjataan. Pemblokiran dilanjutkan dengan aksi dan doa bersama di depan Markas Dislitbang TNI AD, pada 11 April 2011. Menyikapi situasi ini, Bupati, Komandan Kodim, Komandan Korem Pamungkas, dan pihak Kepolisian kemudian mengajak warga bernegosiasi. Akhirnya diperoleh kesepakatan bahwa warga akan membuka blokade yang merintangi akses menuju markas, sedang pihak TNI AD akan menarik seluruh pasukan dari Markas Dislitbang TNI AD. Pada hari berikutnya ternyata kembali terjadi pergerakan pasukan menuju markas Dislitbang. Beberapa informasi menyebutkan pasukan tersebut berasal dari B atalyon Infanteri ( Yonif) 403/Wirasadapratista, Kentungan, Yogyakarta, dan Batalyon Arteleri Medan (Armed) Magelang. Setelah terjadi pergerakan pasukan ke markas, pada 15 April 2011, pihak TNI lantas memberitahukan kepada kepala desa setempat bahwa akan ada uji coba persenjataan dan latihan tempur keesokan harinya. Tepat pada Sabtu, 16 April 2011, sebagaimana telah direncanakan sebelumnya, warga melakukan ziarah kubur di makam lima orang anak yang menjadi korban ledakan mortir. Ziarah diikuti kurang lebih 30an orang, termasuk lima perempuan, ibu-ibu dari bocah yang meninggal, dan beberapa anak-anak. Tersiar informasi bahwa pada saat bersamaan, TNI AD sedang melakukan latihan tempur di kawasan Ambal, sebelah timur Bulus Pesantren. Di tengah prosesi ziarah, warga menerima kabar bahwa pihak TNI AD telah membuka blokade yang dibuat warga untuk menutup akses jalan menuju pantai, lokasi yang kerap digunakan untuk latihan tempur TNI AD. Mendengar informasi ini, segera setelah usai ziarah, warga kemudian membangun kembali blokade-blokade yang telah dibuka paksa oleh pihak TNI AD. Kekesalan warga pun memuncak. Dilandasi emosi tersebut warga lantas melakukan perusakan terhadap sejumlah fasilitas latihan tempur berupa tempat penyimpanan sisa peluru dan menara pantau, yang menurut penuturan warga berdiri di atas tanah warga yang dibuktikan dengan sertifikat hak milik. Mendekati pukul 14.00 WIB, Sabtu 16 April 2011 itu, sedikitnya 30 pasukan TNI AD, datang dari arah utara menuju ke selatan arah pantai tempat konsentrasi warga. Sepasukan tentara tersebut dalam posisi berbaris dan siap menembak. Kurang lebih 30 orang pasukan TNI AD juga menyusul keluar dari markas Dislitbang, dengan posisi siap tembak pula. Pukul 14.09 WIB terdengar letusan tembakan pertama dari arah pasukan tersebut. Usai terdengar tembakan, pasukan TNI tersebut kemudian menyerang warga yang tengah duduk-duduk di rumah dan warung di tepi jalan menuju Dislitbang. Pasukan TNI memuntahkan tembakan membabibuta, melakukan pemukulan dengan pentungan kayu, popor senapan, dan melayangkan tendangan sepatu lars ke arah warga. Mereka juga meneriakkan kata- kata kasar terhadap warga, seperti anjing!, mati kau!, matikan!. Selain itu tentara juga berteriak PKI-PKI, matikan!. Anehnya, pada saat penyerangan ini, beberapa orang anggota polisi berpakaian sipil yang berada di tempat kejadian, tidak melakukan tindakan apapun untuk mencegah kebringasan tentara.

Pasukan TNI AD kemudian bergerak terus ke selatan, menuju kerumunan warga. Pasukan tentara kelompok pertama kemudian bergabung dengan pasukan yang sudah siap di depan markas Dislitbang. Setelah pasukan tersebut bergerak ke selatan, dari arah utara datang kelompok pasukan TNI lainnya sebanyak tiga peleton, yang membawa senapan dan pentungan kayu. Mendengar tembakan dari utara, warga bergerak ke arah utara. Melihat pasukan TNI datang dari utara, dengan senapan yang diarahkan ke warga, serta mengeluarkan tembakan, warga memilih menunggu di tempat. Seperti di utara, tentara juga melakukan perlakuan sama terhadap kerumunan warga yang ada di selatan. Mereka menembak, memukul dengan popor senapan, pentungan, tinjuan, dan tendangan sepatu lars. Lontaran kata-kata kasar dan intimidasi juga terus diteriakkan oleh pasukan TNI ini. Pihak TNI menganggap kekerasan terhadap warga Setrojenar pada pertengahan April lalu, sudah sesuai prosedur. Langkah tersebut dilakukan tentara akibat tindakan warga yang anarkis, yang mengancam keselamatan jiwa anggota TNI dan aset- aset TNI. Namun fakta-fakta yang saya dapatkan di lapangan justru menunjukkan sebaliknya. Warga yang tengah mengerjakan sawah dan ladangnya pun tak luput dari serangan. Surip Supangat, Kepala Desa Setrojenar, yang tengah menanam padi, ditembak dua kali di pantatnya. Warga lain lain yang baru pulang dari mencari rumput pun tak lepas dari pukulan popor senapan dan injakan sepatu lars. Langgengnya Impunitas Dalam penyerangan yang membabibuta ini, pasukan TNI AD menangkapi enam orang warga. Penangkapan dilakukan dengan cara-cara kasar, tidak manusiawi, dan merendahkan harkat martabat mereka sebagai manusia. Setelah menerima perlakuan kejam, berupa tembakan, tendangan, pukulan, dan intimidasi verbal, enam orang warga ini selanjutnya diikat dengan tali tambang, dan dilemparkan ke truk. Mereka kemudian digelandang tentara menuju Markas Polres Kebumen. Sebagian besar warga yang ditangkap dalam kondisi yang mengenaskan. Mereka dibawa ke RSUD Kebumen untuk mendapatkan perawatan. Para korban ini dibawa ke rumah sakit masih dalam keadaan tangan terikat. Polisi mengaku tidak berani membuka ikatan tersebut. Aksi tentara kembali terjadi. Menjelang Magrib, pasukan loreng itu melakukan penyisiran ke rumah-rumah warga. Pasukan TNI AD menangkap empat orang warga lagi dengan tuduhan telah melakukan tindak pidana perusakan. Cara tentara ini sebenarnya tidak dibenarkan secara hukum mengingat penangkapan merupakan wewenang pihak kepolisian. Warga tersebut bukan gerombolan separatis yang mengancam kedaulatan negara. Namun di Urut Sewu kesewenangwenangan tentara itu terjadi. Akibat penyerangan tentara pada Sabtu kelabu itu, sedikitnya 14 orang warga sipil mengalami luka-luka, baik luka tembak maupun luka-luka yang diakibatkan oleh pukulan benda tumpul. Selain itu pasukan TNI AD juga merusak setidaknya 12 sepeda motor milik warga dan merampas beberapa telepon genggam dan kamera foto milik warga. Dalam proses berikutnya meskipun sejumlah warga menjadi korban tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak TNI AD, namun tidak ada satu pun pasukan TNI AD yang diproses secara hukum. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Pomdam IV Diponegoro malah menyebutkan tidak ada pelanggaran apa pun yang dilakukan oleh pasukan TNI AD dalam kasus Kebumen.

Sementara itu, enam orang warga justru tengah menjalani prsoses hukum di Pengadilan Negeri Kebumen dengan tuduhan melakukan perusakan terhadap barang atau orang. Dari pihak warga sebenarnya telah melaporkan tindakan yang dilakukan oleh pihak TNI kepada Polres Kebumen dan Sub Denpom IV/2-2 Purworejo, atas peristiwa kekerasan tanggal 16 April 2011. Menanggapi laporan tersebut, pihak Polres Kebumen kemudian mengalihkan laporan ke Sub Denpom IV/2-2 Purworejo. Namun, Komandan Sub Denpom IV/2-2 Purworejo mengatakan institusinya tidak memiliki kewenangan untuk menjelaskan mengenai proses hukum terhadap sejumlah anggota TNI dimaksud. Dia pun mengalihkan pengaduan warga ke Danpomdam IV/Diponegoro. Ketiadaan proses hukum terhadap anggota TNI AD yang melakukan tindakan kekerasan terhadap warga memperlihatkan adanya diskriminasi dalam proses hukum. Ada pengingkaran terhadap amanat Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 yang mengamanatkan adanya persamaan di muka hukum, serta hak atas kepastian dan keadilan hukum bagi setiap warganegara. Tertutupnya pihak TNI menanggapi kasus ini dan tiadanya proses hukum yang tegas terhadap para anggota TNI yang melakukan tindak kekerasan, menunjukan belum adanya transparansi dan akuntabilitas di pihak TNI. Hal ini juga menunjukan masih terpeliharanya impunitas TNI dari tindakan hukum apa pun. Kesimpang-siuran peraturan perundang- undangan juga menjadi alasan bagi TNI untuk menghindari proses hukum. Karenanya ke depan, penting untuk melakukan reformasi menyeluruh terkait dengan pelanggaran pidana yang dilakukan oleh anggota TNI, khususnya reformasi UU Peradilan Militer.