dan Selatan; Mendala Sulawesi Timur mencakup daerah sebagian Sulawesi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB II GEOLOGI REGIONAL

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

DANAU TONDANO. Gambar 1. Peta lokasi Danau Tondano, Provinsi Sulawesi Utara

KONDISI W I L A Y A H

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

BAB II TINJAUAN UMUM

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Embung Logung Dusun Slalang, Kelurahan Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus

KARAKTERISTIK DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Grup Perbukitan (H), dan Pergunungan (M)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Daerah penelitian terletak di daerah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

BAB II GEOLOGI REGIONAL

IIL METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian. Tondano, dan 3) daerah sepanjang sungai Tondano yang aliran airnya masuk

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Gambar 10. Peta lokasi Sub-DAS Progo Hulu, DAS Progo

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN PASIR BESI DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN. PROVINSI SULAWESI UTARA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

DAERAH ALIRAN CIMANDIRI

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HIDROSFER IV. Tujuan Pembelajaran

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB III TINJAUAN LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

01/04/2011 AL A F L ISO IS L L DAN DA ULT UL ISO IS L P L A P DA A DA VUL V K UL A K NIK A 3

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

INVENTARISASI DAN EVALUASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DAN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Curah Hujan (mm) Debit (m³/detik)

Transkripsi:

IV. DESKRIPSI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Geologi Menurut Sukarnto (1975) di Pulau Sulawesi terdapat 3 mendala berdasarkan stratigraj, struktur dan sejarahnya yaitu : mendala Banggai-Sula yang mencakup wilayah kepulauan Peleng dan di timur Sulawesi Tengah; mendala Sulawesi Barat mencakup seluruh propinsi Sulawesi Utara, Tengah dan Selatan; Mendala Sulawesi Timur mencakup daerah sebagian Sulawesi Tengah dan seluruh Sulawesi Utara. Daerah penelitian mask dalam Mendala Sulawesi Timur tercirikan oleh endapan palung berurnur kapur hingga Paleogen, yang kemudian berkembang menjadi endapan gunung api bawah laut dan akirnya gunungapi darat pada akhir tersier (Sukarnto, 1975). Mendala ini merupakan jalur gunungaapi Tersier yang sepanjang sejarah perkembangannya sedikit bergeser letaknya, ha1 ini dapat dilihat dari penyebaran batuan gunungapi Paleogen, Neogen dun Kuarter. Pada pertengahan Tersier (Miosen Tengah) terjadi pelipatan kuat yang diikuti secara sungkup. Bersamaan dengan ini terjadi aktivitas gunungapi yang kuat seperti didaerah penelitian. Tektonik di Wilayah ini masih terus aktif dan menunjukan kegempaan yang sangat tinggi dibanyak tempat. Pada dasarnya Sulawesi merupakan pertemuan unsur-unsur tektonik yang datangnya dari wilayah Asia, Australia dan mungkin samudera Pasifik (Sukamto 1975).

64 Stasiun Geofisika Papakelan Tondano mencatat kegempaan yang sering terjadi setiap bulannya minimal di bawah 10 kali dengan skala di bawah 5 Skala Richter. Antara 1-10 kali gempa tektonik dengan maknitude lebih dari 5 skala Richer antara tahun 1992 hingga tahun 1995. Menurut Van Bemmelen (1949) danau Tondano sebenarnya merupakan kaldera hasil erupsi paroksimal yang terjadi pada akhir Pliosen atau awal Pleistosen menghasilkan fragmen batuan apung, tufa, lapili dun breksi. Danau ini posisinya pada suatu lembah memanjang di bagian puncak dari geonatiklin Minahasa yaang dibatasi oleh tebing curam Lembean berbentuk sabit di sebelah tenggara dan rangkaian gunung api muda di sebelah barat laut. Berdasarkan peta geologi lembar Manado skala 1:250.000; daerah tangkapan air Damau Tondano terdiri dari 4 formasi geologi. - Batuan gunungapi tua (Tmv) berurnur Tertier terdiri dari tifa breksi, dan lava basaltik sampai andesit. - Tufa Tondano (QTv) yang hampir menutupi di sebagian besar daerah studi berupa piroklastik kasar yang terutama bersifat andesit, tersusun daripada komponen menyudut hingga menyudut tanggung, tercirikan oleh baanyak pecahan batu apung: tufa, tufa lapili, breksi. - Batuan gunungapi muda (Qv) terdiri dari breksi, lava andesit dan basal. - Endapan aluvial berasal dari sungai dan danau terdiri lempung, lurnpur, lanau, pasir, kerikil hingga krakaal. Endapan danau (lakustrin) terdiri dari

65 pasir, debu dan liat yang berlapis-lapis. Secara setempat djurnpai tanah garnbut (Tondano dan Kakas). Batuan gunungapi tua (Tmv) penyebaranya di daerah Eris sebelah timur. Unit ini berupa perbukitan yang sejajar danau dengan pusat erupsi diperkirakan sekitar Eris bagian timur. Tufa Tondano di jumpai disekitar Langowan dan Tolok yang membentuk dataran volkan serta di bagian utara sekitar Eris dan Papakelan. Batuan gunungapi muda (Qv) terdapat di selatan dan barat danau bersurnber dari G. Soputan, G. Lokon, G. Mahaw. Di daerah utara dan barat berasal dari erupsi beberapa kali G. Lokon, G. Masarang, G. Mahawu dan kaldera Linau. Sebelah selatan berasal dari G. Soputan dengan material berlempung, berpasir, benvarna gelap, mengandung gelas volkan bersifat vitrik. 4.2. Bentuk Lahan Daerah tangkapan air (DTA) danau Tondano terletak pada ketinggian antara 650 m sampai 1900 m di atas permukaan laut. Daerah rendah berada sekitar danau terutarna disebelah timur laut atau sekitar kota Tondano dm di daerah barat daya sekitar Kakas dan Langowan. Titik tertinggi adalah puncak Gunung Soputan. Daerah ini terbentuk oleh aktivitas volkanik sejak jaman tersier, yang dicirikan dengan terbentuknya fwmasi lava andesit-basalt dari gunung api tua disebelah timur dilanjutkan dengan terbentulcnya kaldera

66 Tondano sebagai hasil erupsi besar yang dahsyat dan memuntahkan bahan piroklastik bersifat ignimbrit yang menutupi daerah yang luas dan diakhiri dengan terbentuknya gugus gunungapi muda sebagai bagian dari jajaran mediteranian. Pada gambar 10 dapat dilihat peta bentuk lahan di Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Tondano. Daerah tangkapan air (D'i'A) danau Tondano pada dasarnya dapat dibagi dalam dua bentuk wilayah utama yaitu aluvial dan gunung api. Pembagian bentuk wilayah mengikuti penelitian sebelumnya yang dilaku-kan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslitanak, 1996), yaitu : 1. Bentuk wilaysth dataran : a. Dataran lakustrin b. Dataran aluviurn c. Dataran volkan atau kipas volkanik : 2. Bentuk wilayah berkelandaian : a. Lereng volkan atas : b. Lereng volkan tengah : b. Lereng volkan bawah : 3. Bentuk wilayah pegunungan a. Bentuk volkan tameng b. Pegunungan volkan ekstrim tertoreh c. Bentuk aliran lava muda :

4. Bentuk wilayah perbukitan : a. Perbukitan volkan agak tertoreh b. Perbukitan volkan sangat tertoreh c. Perbukitan volkan ekstrim tertoreh d. Kompleks perbukitan dan kaldera ekstrim tertoreh 4.3. Klasifikasi Tanah Tanah sebagai salah satu sumber daya alam mempunyai arti penting dalarn kehidupan manusia. Unsur utama yang langsung tergantung pada tanah adalah pertanim. Tanah mempunyai dua hgsi utama yaitu sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhm dan kedua sebagai matriks tempat akar tubuhan berjangkar, dan air tanah tersimpan. Kedua fungsi tersebut dapat inenurun atau hilang dan ha1 ini menjadi ciri dari kerusakan tanah atau degradasi tanah. Hilangnya fungsi yang pertama dapaat ditolong dengan memupul aka. tetapi hilangnya fungsi kedua tidak mudah diperbaharui. Tanah di DAS Danau Tondano telah diklasifikasikan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat dari Bogor pada tahun 1995. Klasifikasi berdasarkan sistim soil taxonomy sarnpai tingkat seri tanah. Secara garis besar tanah didaerah studi dapat dibedakan dalam 4 ordo menurut sifat morfologinya. Keempat ordo tersebut adalah Histosol, Inceptisol, Andisols, dan Mollisols (lihat gambar 1 1).

a Keterangan : Dataran lakusttin - Dataran volkan Dataran volkan agak tertoreh m Dataran volkan cukup tertoreh Dataran volkaa sangat tcrtoreh Lereng atas volkan sangat tertoreh Lmmg tengah volkan agak tertoreh Lereng tengall vohn agak tertoreh Lereng tengah volkan agak tertoreh Lereng tengah volkan cukup tertoreh Lereng tengah volkan sangat tertorel~ - Lereng bawah volkan agak tertoreh Lereng bawah volkan agak tertoreh Lcreng bawah volkan agak tertoreh Volkan tameng membulat mreh Volkan tameng mdulat sangat tertoreh = Kaki volkan agak tertonh Pegunungan volkan sangat tertoreh "ss Pegmungan volkan ekstrim tertoreh - Aliran lava much agak tamnh Aliran lava muda cukup tertoreh Aliran lava muda sangat tertoreh Aliran lava muda ekstrim ter oreh Perbukitan volkan agak teptoreh Perbukitm volkan sangat tertoreh 1111 Perbukitan volkan &trim tertoreh - ' Gambar 10. Peta bentuk Lahan di Daerah Tangkapan Air Danau Tondano (Sumber : Peta Topografi DAS Tondano 1 : 50.000)

Gambar 11 : Peta Klasifikasi Tanah di Daerah Tangkapan Air Danau Tondano Tanah histisol berkembang dari bahan organik berasal dari vegetasi rawa (kayukayuan dan daun-daunan) dalarn suasana jenuh air. Penyebaran tanah ini sempit terdapat di dataran lakustrin bagian cekung yang selalu jenuh air dan dijumpai disekitar Kakas dan Tondano. Tanah inceptisols mempunyai penyebaran cukup luas dijumpai didataran lakustrin dengan bentuk wilayah agak datar, yaitu disekitar Tondano dan Kakas. Tanah andisols adalah tanah-tanah yang berbentuk dari bahan volkan yang mempunyai sifat andik setebal > 35 cm pada kedalaman

70 0-60 cm dari permukaan tanah. Penyebaran tanah ini sangat luas dan merupakan tanah utarna yang menempati landform kerucut volkan, dataran volkan dan dataran aluvio-kolufial dari bahan volkan yang tersebar terutama disebelah utara dan selatan daerah tangkapan air danau Tondano. Mollisols di sekitar danau Tondano tergolong tanah-tanah yang telah mengalami perkembangan tanah lanjut dengan susunan horison ABtC atau ABtgC dicirikan oleh epipedon moloi cukup tebal, horison B-argilik dengan selaput liat sangan telas. Penyebaran tanah ini cukup luas yang dijumpai pada landform dataran volkan dan dataran aluvio-koluvial. Umumnya tanah ini berasosiasi dengan Andisol. Tanah alfisols tergolong tanah-tanah yang telah mengalami perkembangan profil lanjut, yang dicirikan oleh solum tebal, epipedon okrik, horison B-argilik dengan selaput liat jelas. Tanah umumnya berkembang dari tuf dan lava andesit dan basalt pada landform perbukitan volkan sangat bertore dengan lereng curarn dataran aluvio-kuluvial dan lakustrin. Penyebarab tanah ini cukup luas dijumpai di daerah Eris Kakas, Sonder dan Tonsealama. Tanah ini umumnya berasosiasi dengan Mollisol dan Inceptisol. 4.4. Pola aliran air Daerah Tangkapan Air Danau Tondano Sungai yang mengalir ke Danau Tondano cukup banyak, baik yang bernama maupun aliran kecil tanpa nama. Sungai-sungai besar yang bermuara ke danau Tondano umumnya berada pada bagian selatan danau Pola aliran air pada daerah tangkapan air danau Tondano mengikuti punggung bukit yang berada di

sekeliling danau. Terdapat pehdaan pendapat yang berbeda-beda mengenai 71 jumlah sungai yang memasuki danau Tondano. Jumlah sungai ini akan menentukan jumlah sub DAS yang ada. Te rjadinya perbedaan ini karena sebagian besar sungai yang ada, tidak permanen sifatnnya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1995) menetapkan terdapat 35 buah sub-das, sedangkan kajian yang dilakukan oleh BTTP DAS Ujung Pandang (1998) menetapkan 26 buah sub- DAS. Untuk penelitian ini, dengan memperhatikan jumlah sungai yang ada dan pola aliran sungai-sungai yang masuk ke Danau Tondano maka ditetapkan 25 sub DAS. Secara umum pola aliran masing-masing sungai membentuk pola sub paralel dan beberapa pola dendritik. Pada tabel 3 dan garnbar 12 dapat dilhat luas sub DAS yang ada di Daerah tangkapan air Danau Tondano.

Sub kc Gambar 12. Luas sub DAS pada daerah tangkapan air Danau Tondano

Tabel 3. Sub Das di Daerah tangkapan air Danau Tondano menurut Luasnya (Tahun 1998)

74 Hasil pengukuran debit pada muka air, rendah dan sulit diperoleh pengukuran debit banjir. Hal ini dapat dimaklurni karena sungai-sungai tersebut pendek dan terjal mengakibatkan muka air tinggi cepat berlalu. Informasi dari masyarakat setempat, sungai-sungai ini jarang mengalirkan debit besar; kalaupun ada hanya sesaat pada hujan deras dengan intensitas tinggi. Selain ini berdasarkan kondisi hodrogeologinya harnpir seluruh wilayah di daerah tangkapan air ini merupakan daerah resapan yang berarti tingkat infiltrasi dan perkolasi tinggih. Dari peta hidrogeologi skala 1 :250.000 dan skala 1 : 50.000 diperkirakan airnya (dalam) baru muncul ketika lapisan akuifer terpotong olen danau. Artinya aliran airtanah berakhir didalam danau bukan muncul dipermukaan sebelum sungai masuk danau. Pemboran air tanah di Kakas misalnya memberikan muka air tanah positip (air muncrat) walaupun lokasi sudah dekat pesisir danau. Masuknya air menjadi air tanah menjadi ha1 yang cukup serius bagi kebutuhan air untuk irigasi. Hal ini disebabkan tingkat perkolasitinggi dan air disungai kecil hingga tidak mencukupi untuk irigasi. Hal ini terbukti di daerah Panasen sekitar 400 ha dari 1200 ha sawah tidak dapat terairi karena tidak cukupnya aliran permukaan. Luas Sub-DAS pada daerah tangkapan air, bervariasi antara 25 ha hingga 6210 ha dengan rata-rata bersungai tunggal kecuali sungai panasen yang mempunyai anak sungai paralel cukup panjang. Debit sungai

minimum pada pada sungai-sungai yang masih mengalir pada musim 75 kemarau berkisar antara 10 hingga 100 lldet. Sungai yang masih mengalirkan air dalarn jumlah yang cukup (< 10 Vdet) adalah sungai Panasen, Saluwangko, dan Mawalelong. Puslitanak (1995) mengukur pada musim kemarau S. Saluwangko 330 lldet, Panasen 220 lldet dan Ranoweleng 100 1 Idet. Sedangkan pada musim hujan debit terbesar berada dari sungai Panasen dan Saluwangko (Noongan). Satu-satunya sungai yang merupakan outlet danau Tondano adalah sungai Tondano yang berrnuara ke Teluk Manado. Pada bagian hilir sungai dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Rata-rata muka air pada aliran yang keluar danau berkisar antara 1,7 meter pada bulan oktober (akhir musim kemarau) dan 2,2 meter. Muka air maksimum yang pernah terjadi antara tahun 1980 hingga 1999 adalah 3,2 meter dan terendah 0,7 meter. Rata-rata debit air yang keluar danau adalah 6 m3/detik hingga 7,5 m3 1 detik. Pada musim kemarau debit sungai yang keluar hanya mencapai 1,5 m3/detik, yang akan mempengaruhi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) untuk membangkitkan listrik sesuai kapasitas terpasang. Selanjutnya pada gambar 13 dapat dilihat rata-rata debit bulanan di Sungai Tonditllo tahun 1998.

Gambar 13. Rata-rata Debit Bulanan di Sungai Tondano tahun 1998 (Sumber : PLN Tonsea Lama, 1999) 4.5. Curah Hujan Curah hujan bulanan rata-rata di daerah tangkapan air danau Tondano berkisar antara 15 mm hingga 210 mrn. Musim kemarau terjadi pada bulan Agustus dan September, dan musim hujan pada bulan Oktober sampai dengan Juli; kecuali tahun 1995 ada perobahan dimana pada bulan Agustus 1995 sarnpai sekarang hujan terus menjadikan daerzh ini menjadi tipe hujan B dan murglun A ke arah hulu. Hal ini menunjukkan hujan hampir selalu te rjadi sepanjang tahun. Daerah ini masih debt dengan garis katulistiwa menyebabkan hampir tidak ada perbedaan yang jelas antara musim kemarau dengan musim hujan. Hujan besar dapat terjadi pada musim kemarau. Analisa pada hampir stasiun yang ada menunjukan dua

puncak hujan terjadi yaitu pada bulan Nopember atau Desember dan Mei dengan bulan Februari sebagai bulan terenda diantara puncak hujan tersebut dan ini merupakan ciri pada daerah didekat garis katulistiwa. Tabel 4 Ratat-rata Jumlah Bulan Basah dan Bulan Ke~g-.pada beberapa Stasiun Pencatat di DTA Danau Tondano (Periode 1987-1997) Nama Stasiun Tonsea Lama Sonder Tondano Tomohon Langowan Kawangkoan Jumlah Bulan*) \ Basah Kering ( > 200 mm) f< loo mm) 1 2 3 2 1 3 1 5 1 3 7 2 10 10 9 7 9 10 2 1 1 1 1 0 Sumber : P2TA Balitbang Deptan dan Bapeda Tingkat I Sulawesi Utara, 1998 Keterangan : *) Klasifikasi Schmidt dan Ferguson **) Klasifikasi Oldeman Pada tabel 4 disajikan data rata-rata curah hujan di beberapa stasiun pencatat pada daerah tangkapan air danau Tondano yang menunjukkan bahwa bagian hulu berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson tergolong tipe iklim A, dan sebaliknya di bagian hilir (stasiun Tonsea Lama) beriklim B. Berbeda dengan klasifikasi Oldeman yang dalam pembagiannya mendasarkan atas kebutuhan air tanarnan dalam periode tumbuh, menunjukkan adanya variasi iklim. Kawangkoan yang memililu jumlah

bulan basah 7 tergolong tipe iklim B1, dan Sonder dengan 3 bulan basah termasuk iklim Dl. Sedangkan wilayah lain termasuk tipe iklim E. 78 4.6. Aktivitas Perikanan di Danau Tondano Ikan-ikan yang ada di Danau Tondano dapat digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu ikan yang dibudidayakan dalam jaring apung dan ikan yang hidup didanau. Ikan yang dibudidayakan di danau Tondano adalah ikan mas (Cyprinus carpio), Nila (Oreocrhromis nilaticus), dan Mujair (0. mossambicus). Selanjutnya pada Tabel 5 disajikan data jurnlah jaring apung, kebutuhan benih, produksi ikan dan jumlah pemilik jaring apung di danau Tondano. Tabel 5. Jumlah Jaring Apung, Kebutuhan Benih, Produksi dan jumlah rumsh tangga pemilik di danau Tondano i 1 I I 1 1 Sumber : Data dari Dinas Perikanan Tkt II Minahasa, 1998

Jika produksi ini dihasilkan dalam satu tahap, maka satu unit jaring apung dapat memproduksi sekitar 1,s ton per tahun suatu produksi yang cukup besar mengingat satu unit jaring hanya mempunyai luas sekitar 4x4 m2. Dalam pemeliharaan dikolom biasa produksi tersebut diperoleh pada kolom seluas rn2 (0,5 ha) dengan pemeliharaan semi intensif. Ikan-ikan non-budidaya yang dapat ditangkap di danau Tondano antara lain adalah : Payangka (Ophieleotris aporos), Nike (anak payangka), Sepat (Trihogaster trichopterus), Mujair (Oreochilus haselti), Nila ( 0. niloticus), Gabus ( Channa striata), Lele (Clarias batrachus) dan ikan mas ( Cyprinnus caprio). lkan-ikan ini dapat ditangkap oleh berbagai alat tangkap yang digunakan nelayan setempat. Jumlah ikan (total) yang tertangkap dengan alat-alat tersebut disajikan pada tabel 6. I- Tabel 6. Produksi Ikan Menurut Jenis Alat Tangkap Tahun 1998 Jenis Alat Jaring insang 231,3 Jaring angkat 46,3 Pancing biasa 62,l Pancing rawai 12,O Perangkap (ighubu) 76,3 Lain-lain (Gabungan) Tombak, Parang, Jala lempar 1186,7 Jumlah 1614,7 Produksi 1985 1995 1 19% f 1997 f 1998

80 Jika angka produksi ikan dari budi daya digabungkan dengan produksi dari alat tangkap, maka Danau Tondano mempunyai produksi sekitar 4504,2 ton+525,1 ton = 5029,3 ton tahun. Produksi ini jelas lebih tinggi dari pada produksi tahun 1976 sebesar 3027,l ton (Soeroto, 1988). Produksi yang lebih tinggi dicapai melalui budidaya jaring apung, karena berarti manusia telah menamah masukan energi di danau, yang berupa makanan (pelet) bagi ikan budi daya. Produksi yang tinggi ini tentu berdampak positif bagi pendapatan masyarakat, walaupun berdampak negatif bagi kualitas air. Bagian kegiatan penangkapan ikan (atau bagi para nelayan) sebenarnya budidaya jaring apung berdampak negatif, karena jaring apung mengambil mang untuk ikan-ikan non-budidaya, sehigga ikan-ikan ini dapat dipastikan akan menurun hasil tangkapan lagipula dengan berkembangnya eceng gondok di pinggir danau (dan juga sebagian ditengah) sangat mengurangi daerah penangkapan ikan. Berdasarkan penelitian sejak 1970-an (Soeroto, dkk, 1975; Soeroto, 1988) ikan-ikan danau justru yang terbanyak di daerah tepi, clan bukan ditengah di tempat yang lebih dalam. Karena itu menempatkan jaring apung dipinggir danau jelas sangat mengurangi/mendesak populasi ikan nonbudidaya. Penempatan jaring apung ditengah danau, di tmpat yang lebih dalam (> 8 m) akan membantu ikan non-budidaya.

81 Ikan payangka sebagai ikan non-budidaya saat ini, sebenarnya berpeluang menjadi ikan hias yang dapat dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi dari pada dijual sebagai ikan konsurnsi seperti sekarang. Jika ikan ini segera dipromosikan sebagai ikan hias dari Sulut, besar kemungkinannya akan mengubah pandangan orang terhadap payangka, akan mengubah pola tangkap dan pola budidaya ikan di Danau Tondano.