I. PENDAHULUAN. 1 [diakses tanggal 22 Januari 2012]

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

SISTEM PEMASARAN CABAI RAWIT MERAH (Capsicum frutescens) DI DESA CIGEDUG KECAMATAN CIGEDUG KABUPATEN GARUT

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tahun Bawang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pencaharian sebagai petani. Hal ini ditunjang dari banyaknya lahan kosong yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

II. TINJAUAN PUSTAKA Agribisnis Cabai Merah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengolah sumber daya alam pertanian dengan intensif. maka itu pilihan terakhir karena usaha di bidang lainnya gagal.

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

ANALISIS PEMASARAN CABAI MERAH (Capsicum annum) DI DESA GOMBONG KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG ABSTRAK

FLUKTUASI HARGA CABAI MERAH KERITING

I. PENDAHULUAN. membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

PEMBENTUKAN HARGA CABAI MERAH KERITING

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah.

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

TEKNOLOGI PRODUKSI BAWANG MERAH OFF-SEASON MENGANTISIPASI PENGATURAN IMPOR PRODUK B. MERAH. S u w a n d i

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

BOKS LAPORAN SURVEI LAPANGAN PRODUKSI DAN PEMBENTUKAN HARGA KOMODITAS CABAI DI KABUPATEN MAGELANG DAN WONOSOBO

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, pertanian sayuran sudah cukup lama dikenal dan dibudidayakan.

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

BAB I PENDAHULUAN. Mawar merupakan salah satu tanaman kebanggaan Indonesia dan sangat

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hortikultura merupakan sektor penting untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Khususnya tanaman buah dan sayuran merupakan komoditas hortikultura yang berkembang pesat di Indonesia. Kebanyakan sayuran mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi disebabkan produk hortikultura ini senantiasa dikonsumsi setiap saat. Komoditas unggulan nasional hortikultura adalah pisang, mangga, manggis, jeruk, durian, anggrek, rimpang, kentang, bawang merah, dan cabai (Direktorat Jenderal Hortikultura 2008) 1. Cabai merupakan komoditas agribisnis yang besar pengaruhnya terhadap dinamika perokonomian nasional sehingga dimasukkan dalam jajaran komoditas penyumbang inflasi yang terjadi setiap tahun. Angka inflasi tahun 2010 sebesar 6,96 persen dan jenis bahan makanan yang memberikan andil besar dalam inflasi antara lain beras sebesar 1,29 persen, cabai merah sebesar 0,32 persen, dan cabai rawit sebesar 0,22 persen (BPS 2011) 2. Hal ini karena produk cabai digunakan dalam berbagai produk pangan baik olahan masakan tradisional maupun modern. Hampir seluruh menu masakan di Indonesia menggunakan cabai. Selain itu, cabai tidak dapat disubstitusi oleh komoditas lain. Tanaman cabai dapat dikelompokkan menjadi dua jenis: (1) cabai besar (C. annum) yang terdiri dari cabai merah dan cabai keriting, (2) cabai kecil dikenal dengan nama cabai rawit (Capsicum frustescens, C. pendulum, C. baccatum, dan C. chinense). Bila dibandingkan dengan cabai besar, pembudidayaan cabai rawit relatif lebih mudah karena cabai rawit memiliki keunggulan lebih tahan terhadap serangan hama penyakit serta dapat ditanam di lahan apapun (Setiadi 1999). Cabai rawit digemari untuk dijadikan bahan bumbu masakan karena memiliki rasa yang sangat pedas dibandingkan cabai besar. Selain itu, cabai rawit dapat membuat tampilan masakan menjadi cerah dan mampu meningkatkan selera 1 http://hortikultura.go.id/download/6_pilar.pdf [diakses tanggal 22 Januari 2012] 2 http://dds.bps.go.id/download_file/ip_februari_2011.pdf [diakses tanggal 17 Februari 2012] 1

makan. Kebutuhan akan cabai rawit semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan variasi menu masakan. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Cabai Rawit Dalam Rumah Tangga di Indonesia, 2004-2010 Serta Prediksi 2011-2012 Tahun Kilogram/kapita Pertumbuhan (%) 2004 1,147 2005 1,272 10,91 2006 1,168-8,20 2007 1,517 29,91 2008 1,444-4,81 2009 1,288-10,83 2010 1,298 0,81 Rata-rata 1,305 2,965 2011*) 1,307 0,66 2012*) 1,316 0,66 Sumber : Susenas, BPS (2012) Keterangan : *) angka prediksi pusdatin, Kementrian Pertanian Konsumsi cabai rawit selama periode tahun 2004-2010 relatif berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dapat dilihat pada Tabel 2, konsumsi cabai rawit pada tahun 2004 mencapai 1,147 kilogram/kapita kemudian berfluktuasi namun mengalami peningkatan menjadi 1,298 pada tahun 2010 atau meningkat sebesar 2,49 persen per tahun. Peningkatan konsumsi cabai rawit diprediksi masih akan terjadi pada tahun 2011 sehingga menjadi sebesar 1,307 kilogram/kapita atau naik 2,49 persen dibandingkan tahun 2010, kemudian diprediksikan kembali naik menjadi 1,316 kilogram/kapita pada tahun 2012. Permintaan masyarakat Indonesia akan kebutuhan cabai rawit terus meningkat terutama saat menjelang hari besar seperti hari raya. Untuk menghadapi prediksi permintaan yang cenderung meningkat maka harus didukung dengan peningkatan produksi cabai rawit. Sentra penghasil cabai rawit yaitu Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah yang merupakan kontributor utama produksi cabai rawit nasional. Namun provinsi yang memiliki tingkat kesuburan tanah yang cocok dan mendukung untuk ditanami cabai rawit 2

yang menunjukkan nilai produktivitas terbesar berada di Provinsi Jawa Barat (Lampiran 3). Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai Rawit Menurut Provinsi Jawa Barat Tahun 2007-2010 Tahun Luas Panen Produksi Produktivitas (Ha) (Ton) (Ton/Ha) 2007 6.623 79.713 12,04 2008 6.773 73.261 10,82 2009 7.106 106.304 14,96 2010 8.466 78.906 9,32 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 3 Berdasarkan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa luas panen di Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan tiap tahunnya. Sedangkan produksi dan produktivitas cenderung mengalami fluktuasi. Fluktuasi ini diperkiraan karena faktor perubahan cuaca yang mengganggu pola tanam dan kuantitas produksi cabai rawit. Musim hujan yang berkepanjangan pada tahun 2010 membuat produksi cabai rawit turun sebesar 25,77 persen. Selain itu, genangan air pada daerah penanaman dapat mengakibatkan kerontokan daun dan terserang penyakit akar. Pukulan air hujan dapat menyebabkan bunga dan bakal buah berguguran. Sementara itu, kelembaban udara yang tinggi meningkatkan penyebaran dan perkembangan hama serta penyakit tanaman (Harpenas dan Dermawan 2011). Apabila dicermati, hubungan antara produksi cabai rawit dan harga di tingkat pasar adalah negatif atau produksi berpengaruh nyata terhadap harga cabai rawit, artinya naik dan turunnya produksi selalu diikuti dengan turun dan naik harga cabai rawit. Cabai rawit memiliki beberapa jenis yaitu C. frutescens, C.baccatum,dan C. chinense. Keberadaan jenis C.baccatum dan C. chinense masih belum diketahui di Indonesia, sehingga yang teridentifikasi keberadaannya di Indonesia hanya jenis C. frutescens (Setiadi 1999). Capsicum frutescens memiliki beberapa varietas salah satunya cabai rawit cakra putih atau di pasaran dikenal dengan 3 http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=55&notab=19 [diakses tanggal 21 Januari 2012]. 3

nama cabai rawit merah (Prajnanta 2004). Cabai rawit merah memiliki harga yang sangat fluktuasi bila dibandingkan dengan jenis cabai lainnya termasuk cabai rawit hijau dikarenakan pasokan cabai rawit merah di pasaran yang fluktuatif disamping permintaan yang cenderung stabil (Lampiran 2). Gambar 1. Perkembangan Harga Cabai Tahun 2009-2011. Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2012) DKI Jakarta (melalui Pasar Induk Kramat Jati) merupakan daerah tujuan pasar tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya di Jawa sehingga Pasar Induk Kramat Jati sebagai pusat pasokan pasar cabai untuk wilayah Jabotabek dan sekitarnya, dapat digunakan sebagai patokan harga cabai dari titik produksi. Harga rata-rata tertinggi cabai rawit merah terjadi pada bulan Januari 2011 yang mencapai Rp 75.964,00 per kilogram. Tetapi delapan bulan kemudian harga cabai rawit merah jatuh hingga mencapai Rp 8.957,00 per kilogram. Ketidakmampuan para petani cabai rawit merah untuk melaksanakan dengan peramalan produksi dan pasar dapat menyebabkan banyak petani yang tidak mampu menjaga kesinambungan produksinya. Hal ini yang membuat harga cabai rawit merah cenderung mengalami fluktuasi disamping permintaannya yang cenderung stabil. 4

Kabupaten penghasil cabai rawit di wilayah Jawa Barat dengan luas areal tanam terbesar berada di Kabupaten Garut (Lampiran 4). Sesuai dengan karakteristik wilayah Kabupaten Garut, peran sektor pertanian masih merupakan sektor andalan. Hal ini tercermin dari mata pencaharian masyarakat Kabupaten Garut sampai tahun 2008 sebesar 32,57% bertumpu pada sektor pertanian, meningkat dari sebesar 31,45% pada tahun 2007, serta dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB pada tahun 2008 sebesar 48,36% paling tinggi bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Subsektor hortikultura telah berperan besar dalam pembangunan Kabupaten Garut, baik peran langsung terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan masyarakat, dan penciptaan ketahanan pangan, maupun peran tidak langsung melalui penciptaan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan subsektor dan sektor lain (LPPD Kabupaten Garut 2010). Sayuran yang teridentifikasi sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Garut salah satunya yaitu cabai rawit merah, tepatnya berada di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug. Pada umumnya, petani cabai tidak menjual langsung hasil produksinya ke pasar-pasar di kota besar disebabkan oleh keterbatasan yang dimiliki petani, seperti alat transportasi, pengepakan, dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pemasaran komoditi tersebut. Selain itu, adanya keterikatan petani kepada pedagang pengumpul dalam permodalan untuk pembelian benih atau bibit, pupuk, pestisida, dan lainnya, yang berjumlah cukup besar. Hal ini mendorong petani untuk menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul. Sebaliknya, bagi petani yang tidak terikat pinjaman, bebas dalam menentukan pilihan kepada siapa ia akan jual hasil produksinya seperti menjual langsung kepada konsumen pemakai melalui pasar-pasar di tingkat desa atau pasar tingkat kecamatan. Biasanya petani yang demikian mencari pembeli dengan harga tertinggi (Setiadi 1995; Hutabarat dan Rahmanto 2004). Sama halnya dengan yang terjadi di Kabupaten Garut yaitu mekanisme pemasaran untuk komoditas cabai rawit merah di Kabupaten Garut adalah mekanisme yang menganut sistem pasar terbuka. Sistem pasar terbuka pada komoditas cabai rawit merah menempatkan pedagang pengumpul pada posisi 5

tawar yang lebih kuat dibandingkan dengan petani produsen cabai rawit merah pada penentuan harga jual. Masa panen pada komoditas cabai rawit merah seringkali hanya ditangani oleh satu orang pengumpul dari awal panen hingga akhir panen. Kondisi ini telah membatasi kebebasan petani dalam menjual cabai rawit merah kepada pengumpul lain pada saat panen berikutnya. Pemasaran cabai rawit merah selalu melibatkan berbagai lembaga pemasaran pada berbagai tingkat saluran distribusi. Banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat berarti pula sistem pemasaran yang terjadi tidak efisien dan farmer s share yang diperoleh tidak sebanding atau tidak proporsional dengan harga di tingkat konsumen akhir (LPPD Kabupaten Garut 2010). 1.2 Perumusan Masalah Harga komoditas cabai rawit merah sulit diprediksi, mengingat fluktuasi harga cabai rawit merah yang berubah-ubah. Pada dasarnya, fluktuasi harga cabai ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara jumlah pasokan dengan jumlah permintaan yang dibutuhkan konsumen. Kelebihan jumlah pasokan ini akan berdampak pada turunya harga komoditas, dan sebaliknya jika terjadi kekurangan jumlah pasokan. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya ketidakseimbangan tersebut disebabkan karena pola produksi (adanya on season dan off season) dan pola tanamnya. Selama ini budidaya cabai rawit merah dilakukan secara musiman (seasonal) dengan umur panen 4 hingga 8 bulan lamanya. Kebanyakan petani cabai rawit merah di Desa Cigedug melakukan budidaya setelah musim hujan atau pada bulan Desember - Januari sehingga saat panen pada bulan Mei sampai dengan puncak panen raya pada bulan Juli dan Agustus harga cenderung menurun. Sedangkan pada musim penghujan, produksinya akan menurun sehingga membuat harga cabai rawit merah melambung tinggi. Oleh karena itu dikatakan prospek pasarnya tidak stabil dan pola ini hampir terjadi setiap tahunnya. Belum lama ini, masyarakat Indonesia dihadapkan pada kelangkaan cabai rawit merah saat menjelang hari besar yang berakibat pada kenaikan harga yaitu mencapai Rp 120.000,00 per kilogram. Kenaikan harga ini bahkan melebihi harga cabai merah besar yang hanya mencapai Rp 90.000,00 per kilogram. 6

Kenaikan ini didorong permintaan yang tinggi menjelang Hari Raya dan musim hujan sepanjang tahun (Lukman Ismail 2011) 4. Menurut Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut (2009), kondisi ini disebabkan karena tidak adanya koordinasi dan kerjasama antar kabupaten sentra produksi dalam hal jaringan informasi pasar, perkembangan produksi, perkembangan luas tanam, penggunaan teknologi, dan tidak ada informasi alur distribusi atau jaringan pemasaran baik di tingkat regional maupun pasar lokal 5. Selain itu, karena persebaran produksinya tidak merata sepanjang tahun di seluruh daerah, maka menyebabkan harganya tidak merata dan menjadi tidak stabil. Hal ini berdampak pada keputusan investasi petani cabai rawit merah akibat ketidakpastian penerimaan yang akan diperoleh karena petani menanggung risiko usaha yang tinggi. Desa Cigedug Kecamatan Cigedug sebagai salah satu sentra produksi cabai rawit merah dengan rata-rata nilai produktivitas sebesar 26 ton/ha 6. Sistem tanam yang dilakukan oleh petani di desa ini yaitu monokultur dan tumpang sari. Jaringan pemasaran cabai rawit merah di Kecamatan Cigedug pada tahun 2011 dimana 97 persen hasil produksi disalurkan melalui pedagang pengumpul desa dan pedagang pengecer (BP3K Kecamatan Cigedug 2011). Cabai rawit merah ini kemudian disalurkan ke pasar induk serta industri makanan seperti Indofood. Namun, dominan hasil panen disalurkan ke pasar induk dikarenakan pedagang pengumpul desa lebih memilih menghadapi fluktuasi harga yang dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar. Dilihat dari sisi petani, para petani cabai rawit merah di Desa Cigedug memiliki ketergantungan dengan pihak pedagang pengumpul desa. Hal ini terjadi akibat adanya masalah keterbatasan ilmu dan pengalaman serta diperlukan modal yang besar seperti menyewa alat transportasi dalam mendistribusikan cabai rawit merah sehingga menjadikan petani di Desa Cigedug tidak berani untuk terjun langsung ke pasar sehingga keuntungan yang didapat di tingkat petani relatif kecil. Kondisi ini melemahkan posisi petani karena daya tawar petani yang lemah 4 http://m.politikana.com/baca/2011/01/08/kupipaste-rencana-pemerintah-terkait-kenaikan-harga-cabai [diakses tanggal 25 Januari 2012] 5 http://www.garutkab.go.id/galleries/pdf_link/sda/profil_cabe.pdf [diakses tanggal 25Januari 2012] 6 Monografi Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 (diolah). 7

khususnya dalam penetapan harga. Selain itu, terbatasnya akses informasi pasar yang diterima petani dimana informasi pasar berasal dari pedagang pengumpul desa serta kurangnya jalinan kerjasama antar petani atau antar kelompok. Berdasarkan kondisi tersebut petani menjadi pihak yang sering kali dirugikan akibat adanya fluktuasi harga dan para pedaganglah yang mendapatkan akses lebih untuk memperoleh harga yang lebih tinggi. Sebagai produsen, petani tidak memiliki posisi tawar yang tinggi dalam hal penentuan harga dipasar sehingga petani hanya berperan sebagai price taker. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan pada sistem pemasaran, sehingga para petani cabai rawit merah diharapkan dapat memperoleh bagian harga yang memadai bagi peningkatan usahataninya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar cabai rawit merah di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. 2. Bagaimana marjin pemasaran, farmer s share, serta rasio keuntungan dan biaya serta keterpaduan pasar vertikal cabai rawit merah antara pasar di tingkat petani di Desa Cigedug dengan Pasar Induk Kramat Jati? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui sistem pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut meliputi: 1. Menganalisis saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar cabai rawit merah di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. 2. Menganalisis marjin pemasaran, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya, serta keterpaduan pasar vertikal cabai rawit merah antara pasar di tingkat petani di Desa Cigedug dengan Pasar Induk Kramat Jati. 8

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberi manfaat bagi: 1. Produsen cabai rawit merah, sebagai informasi untuk membantu dalam perencanaan produksi dan pemasarannya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. 2. Lembaga terkait, sebagai bahan masukan dalam membuat kebijakan. 3. Pihak peneliti lainnya, sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya. 4. Mahasiswa, sebagai salah satu referensi mengenai sistem pemasaran cabai rawit merah untuk menambah pengetahuan para pembaca. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut dengan berfokus pada komoditas cabai rawit merah segar. Responden dalam penelitian ini adalah petani yang berada di Desa Cigedug sebagai produsen dan lembaga pemasaran yang terkait. Wilayah ini dipilih secara sengaja (purposive) karena Desa Cigedug merupakan salah satu sentra produksi cabai rawit merah. Analisis penelitian difokuskan menganalisis sistem pemasaran cabai rawit merah segar. Analisis sistem pemasaran mengkaji saluran pemasaran cabai rawit merah segar, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran, farmer s share, serta rasio keuntungan dan biaya serta keterpaduan pasar vertikal. Model yang digunakan untuk menganalisis keterpaduan pasar vertikal cabai rawit merah di tingkat petani di Desa Cigedug Pasar Induk Kramat Jati yaitu menggunakan model pendekatan Autoregressive Distributited Lag. 9