BAB IV ANALISIS IDDAH DAN IH{DA>D DALAM FIKIH MADZHAB SYAFI I DAN FIKIH MADZHAB HANAFI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM MALIK DAN IMAM SYAFI I TENTANG TATA CARA RUJUK SERTA RELEVANSINYA TERHADAP PERATURAN MENTERI AGAMA NO.

Pertama, batas kepatutan untuk suami yang melakukan masa berkabung

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Apakah Wanita yang Dicerai Mendapat Warisan Dari Mantan Suaminya yang Wafat?

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH

YANG HARAM UNTUK DINIKAHI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IDDAH CERAI MATI PEREMPUAN KARIER YANG BEKERJA DALAM MASA IDDAH DAN BEKERJA DENGAN BERHIAS DIRI

Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar FIQIH, (Jakarta:KENCANA. 2003), Hal-141. Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: AMZAH.

BAB V ANALISIS. 1. Pendapat ulama yang Melarang Keluar Rumah dan Berhias Bagi Wanita Karier.

BAB V PENDAPAT EMPAT IMAM MAZHAB FIKIH DAN HAKIM PENGADILAN AGAMA KOTA PALANGKA RAYA TENTANG PENETAPAN MASA IDAH WANITA YANG DI CERAI

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ

1 NIKAH, THALAK, I DDAH, RUJU

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu?

BAB IV ANALISIS TENTANG IDDAH BAGI ISTRI YANG DITINGGAL MATI SUAMINYA DALAM KEADAAN HAMIL

HUKUM-HUKUM SEPUTAR N I F A S حفظه هللا Ustadz Abu Aniisah Syahrul Fatwa bin Lukman

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidhan) untuk mentaati perintah. Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

BAB IV. PERSPEKTIF IMAM SYAFI'I TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA GRESIK TENTANG CERAI GUGAT KARENA SUAMI MAFQU>D NO: 0036/PDT. G/2008/PA Gs.

MUNAKAHAT : IDDAH, RUJUK, FASAKH,KHULU DISEDIAKAN OLEH: SITI NUR ATIQAH

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Isi Surat Edaran Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur No.

PENGERTIAN TENTANG PUASA

dengan amanat pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan tersebut menyatakan bahwa

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH

BAB IV ANALISIS. A. Tinjauan Yuridis terhadap Formulasi Putusan Perkara Verzet atas Putusan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SAMPANG. NOMOR: 455/Pdt.G/2013.PA.Spg.

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

rukhs}oh (keringanan), solusi dan darurat.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG IDDAH

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

DZIKIR PAGI & PETANG dan PENJELASANNYA

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAKAN ASUSILA DAN PENGANIAYAAN OLEH OKNUM TNI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAHARUAN AKAD NIKAH SEBAGAI SYARAT RUJUK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

Siapakah Mahrammu? Al-Ustadz Abu Muhammad Dzulqarnain

Kepada Siapa Puasa Diwajibkan?

MEMAHAMI KANDUNGAN AL-QUR AN DENGAN METODE MANHAJI NAUFAL AHMAD RIJALUL ALAM

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

MEMBATALKAN PUASA. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA Yang membatalkan puasa ada enam perkara : 1. Makan dan minum Firman Allah SWT :

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan juga merupakan kodrati manusia untuk memenuhi

HUKUM ISLAM DALAM TATA KELOLA HAID DAN PROBLEMATIKANYA. Mursyidah Thahir

WAWANCARA KEPADA PELAKU TALAK DI LUAR PENGADILAN

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan

SIAPAKAH MAHRAMMU? 1

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IJAB AKAD NIKAH DALAM FIKIH EMPAT MADZHAB. A. Analisis Persamaan dan Perbedaan Lafadh-Lafadh Ijab yang Sah

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN NAFKAH ANAK ATAS DASAR EX AEQUO ET BONO DALAM STUDI PUTUSAN No.1735/Pdt.G/2013/PA.

Syarah Istighfar dan Taubat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB IV KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MANHAJ. sama, pengambilan hukum yang dilakukan oleh lembaga Dewan Hisbah yang

BAB III KAJIAN OBYEK PENELITIAN. A. Gambaran Umum Desa Telukawur Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. diliputi rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah


USAMAH MUHAMMAD ( ) TALAK DALAM PRESPEKTIF SAYYID QUTBH DAN QURAISH SHIHAB BAB I PENDAHULUAN

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

pengadilan menganggap bahwa yang bersangkutan sudah meninggal.

BAB II PENGERTIAN TENTANG NAFKAH, NAFKAH IDDAH MUT AH DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN POSITIF

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG IDDAH. Iddah adalah sebuah kewajiban yang harus dijalani oleh isteri setelah

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. A. Deskripsi Pendapat Hukum Para Ulama di Kota Banjarmasin Tentang Ihdad di

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA DENGAN PROSES PERDAMAIAN DI MAHKAMAH SYARI AH KUCHING SARAWAK MALAYSIA

BAB V ANALISIS KOMPARATIF PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT PENDAPAT EMPAT MADZHAB DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI HIBAH BERSYARAT DI DUSUN MOYORUTI DESA BRENGKOK KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN

TAFSIR SURAT AL-QAARI AH

BAB I PENDAHULUAN. membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Al-Qur an merupakan kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

TAFSIR AL BAQARAH Talak (Cerai) dalam Islam. Varyzcha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan lembaga yang melahirkan keluarga, tempat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

H}AD}A>NAH ANAK BELUM MUMAYYIZ KEPADA AYAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

dan kepada kaum perempuan (sesama) mereka (QS an-nur [24]: 31).

BAB IV. Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 2 Tahun 2008 Tentang Partai. Politik, dalam pasal 1 ayat (1) yang berbunyi : Partai politik adalah

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan-nya, tidak terkecuali manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. 3 Sesuai

Menjaga Kebersihan Jasmani bagian dari Sunnah Rasulullah

BAB IV. A. Analisis tentang Ketentuan Aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Islam di Indonesia, Jakarta, Departemen Agama, 2001, hlm. 14.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Islam, hadis menempati posisi kedua setelah al-qur an sebagai

KAIDAH FIQH. Sebuah Ijtihad Tidak Bisa Dibatalkan Dengan Ijtihad Lain. حفظه هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berarti hitungan. Disebut demikian karena iddah

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa

BAB I PENDAHULUAN. kepada-nya. Allah SWT melalui rasulnya memberikan hudan bagi manusia agar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. membahas pada konsentrasi iddah janda, namun penulis hanya menemukan

BAB II. yang berarti bilangan atau hitungan, misalnya bilangan harta atau hari jika

PROSES AKAD NIKAH. Publication : 1437 H_2016 M. Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa

KEWAJIBAN PUASA. Publication: 1435 H_2014 M. Tafsir Surat al-baqarah ayat

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS IDDAH DAN IH{DA>D DALAM FIKIH MADZHAB SYAFI I DAN FIKIH MADZHAB HANAFI Setelah paparan dari Bab II dan Bab III yang berisi tentang iddah dan ih}da>d dalam perspektif Madzhab Syafi i dan Madzhab Hanafi, maka dalam bab ini akan dipaparkan bagaiman perbandingan (persamaan dan perbedaan) antara kedua madzhab tersebut. A. Persamaan Madzhab Syafi i dan Madzhab Hanafi dalam Mengatur Iddah dan Ih}da>d Ada banyak sekali persamaan antara dua madzhab ini dalam hal mengatur iddah dan ih}da>d. Yang pertama adalah dalam memaknai iddah dan ih}da>d. Keduanya sepakat mengartikan iddah sebagai masa menunggu, dimana seorang perempuan tidak diperbolehkan untuk menikah kembali karena dikhawatirkan terjadinya percampuran nasab. Dalam masa menunggu ini, seorang perempuan dapat diketahui tentang kekosongan rahimnya dari kehamilan. Selain itu, persamaan lain adalah dari berbagai macam jangka waktu iddah. Seperti iddah-nya perempuan yang dicerai oleh suaminya dalam keadaan belum baligh (haid) atau sudah putus haidnya (menopause). Kedua madzhab ini, beranggapan lama iddah dalam kondisi seperti ini adalah 3 bulan lamanya. Begitupun dengan iddah perempuan yang dicerai oleh suaminya dalam keadaan belum berhubungan suami istri. Menurut dua madzhab ini 59

60 tidak ada iddah bagi keduanya karena telah dijelaskan dengan terang dalam al-qur an. Berikutnya adalah iddah-nya seorang perempuan hamil. Kedua madzhab ini merujuk kembali ke dalam al-qur an yang menjelaskan bahwa waktu iddah perempuan hamil ialah sampai melahirkan, sehingga diketahui bersihnya rahim dari kehamilan. Persamaan berikutnya adalah mengenai ih}da>d. Kedua madzhab inipun sama dalam hal memaknai ih}da>d. Keduanya sama-sama memaknai ih}da>d sebagai masa berkabungnya istri atas meninggalnya suami. Dalam masa berkabung ini, istri wajib meninggalkan berhias diri, baik menjauhi wewangian, bercelak, maupun memakai perhiasan. Dan kedua madzhab ini sepakat, bahwa ih}da>d berlangsung ketika seorang perempuan melaksanakan iddah kematian suaminya, dan lamanya waktu iddah itu adalah 4 bulan 10 hari. B. Perbedaan Madzhab Syafi i dan Madzhab Hanafi dalam Mengatur Iddah dan Ih{da>d Selain ada persamaan, ada pula perbedaan antara madzhab Syafi i dan madzhab Hanafi mengenai iddah dan ih}da>d. Dalam al-qur an surat al-baqarah ayat 228 menjelaskan sebagai berikut. و ٱل م ط ل ق ت ي ت ب ص ن أ ب نف أ سأهن ث ل ث ة ق ر و ء... اىل اخره Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru>.

61 Masa iddah bagi perempuan yang dicerai oleh suaminya dan dalam keadaan tidak terputus haidnya (belum menopause), yaitu selama 3 kali quru>. Yang menjadi sumber perbedaan disini adalah lafadz ق ر و ء. Menurut madzhab Syafi i lafadz Quru> di sini diartikan sebagai suci. Sedangkan menurut madzhab Hanafi, lafadz quru> bermakna haid. Menurut madzhab Syafi i, quru> di sini diartikan sebagai masa suci seorang perempuan dengan alasan yang sudah dijelaskan di bab-bab sebelumnya. Alasan pertama adalah dalam tata bahasa Arab jika suatu kata yang menunjukkan pengertian bilangan menggunakan huruf ta (ة) sebagai,(ثالث) bukan tsala>ts (ثالثة) tanda mu annats (feminin), seperti kata tsala>tsah maka kata yang ditunjuk oleh bilangan itu biasanya mestilah mudzakkar (maskulin). Berdasarkan ketentuan ini, maka kata quru> pastilah berarti mudzakkar karena al-qur an menggunakan kata tsala>tsah (ثالثة) bukan tsala>ts sebelum kata quru>. Oleh karena itu, quru> diartikan sebagai ath-thuhru (ثالث) yang (احليضة) yang berarti suci dan jenis mudzakkar, bukan al-h}aid}ah (الطهر) berarti haid yang berjenis mu annats. Alasan yang kedua adalah ulama madzhab Syafi i men-qiyas-kan kalimat li iddatihinna pada surat ath- Thala>q ayat 1 kepada pengertian kalimat li yaum al-qiya>mah pada surat al- Anbiya> ayat 47. Pada ayat 1 surat ath-thala>q di atas menjelaskan agar talak

62 dijatuhkan pada waktunya. Karena yang diperintahkan talak dijatuhkan pada masa suci, maka tentulah yang dimaksud dengan quru> adalah masa suci. Dan alasan terakhir adalah karena tujuan dari dijadikannya masa suci untuk menjatuhkan talak adalah agar perempuan tidak menderita karena terlalu lama dalam masa iddah-nya. Karena jika dihitung dengan suci, akan semakin cepat berakhirnya masa iddah. Berbeda dengan madzhab Hanafi, yang mengartikan quru> dengan haid. Alasan pertamanya adalah dengan menggunakan masa haid sebagai patokan iddah, maka akan diketahui bahwa seorang perempuan tidak sedang mengandung (hamil). Ini merupakan salah satu tujuan dari diwajibkannya iddah, mengetahui bersihnya rahim dari kehamilan. Alasan kedua dari madzhab ini adalah dalam sebuah Hadis Nabi, menerangkan bahwa aqra memiliki makna haid, karena hadis tersebut menerangkan tentang larangan wanita yang dilarang untuk sholat. Alasan ketiga berupa Hadis Nabi juga yang menjelaskan tentang iddah-nya budak perempuan, yaitu dua kali haid. dengan begitu, iddah-nya perempuan merdeka pun dihitung dengan haid juga. Dengan adanya perbedaan makna dalam lafadz quru> ini, akan muncul perbedaan mengenai lamanya perhitungan masa iddah yang dijalani oleh wanita ber- iddah. Masa iddah akan lebih lama jika dihitung berdasarkan masa haid (pendapat madzhab Hanafi), sedangkan jika dihitung berdasarkan masa suci akan lebih cepat (pendapat madzhab Syafi i). Adapun simulasinya sebagai berikut.

63 1 2 3 4 5 6 7 Talak Haid Suci Haid Suci Haid Suci (Ketika Suci) Tabel 4.1 Perhitungan Quru> Jika yang dijadikan patokan adalah 3 kali suci, masa iddah-nya mulai dihitung dari ketika masa suci saat dijatuhkan talak tersebut (1), dan berakhir ketika haid ketiga datang (6). Di sini masa iddah melewati 2 kali haid. Jika yang dijadikan patokan adalah 3 kali haid, masa iddah-nya mulai dihitung dari haid pertama setelah talak tersebut dijatuhkan (2), dan berakhir ketika haid ketiga selesai secara sempurna atau sudah suci kembali (7). Di sini masa iddah melewati 3 kali haid secara sempurna. Perbedaan selanjutnya terdapat pada larangan keluarnya wanita yang sedang menjalani ih}da>d. Kedua madzhab ini, baik madzhab Hanafi maupun madzhab Syafi i, sama-sama membolehkan wanita yang sedang ber-ih}da>d untuk keluar rumah, akan tetapi dengan alasan tertentu. Menurut Abu> Ish}aq Ibrahim asy-syirazi dalam kitabnya Tanbi>hu fi> Fiqhu asy-sya>fi i>, wanita yang sedang menjalani masa ih}da>d diperbolehkan keluar dari rumah pada waktu siang hari untuk melaksanakan keperluannya 118 Sedangkan menurut Imam Ibnu Nujaim al-hanafi, wanita.(لقضاء احلاجة) yang sedang menjalani masa ih}da>d diperbolehkan keluar dari rumah pada 118 Abu> Ish}aq Ibrahim asy-syirazi, Tanbi>hu fi> Fiqhu asy-sya>fi i>, 201.

64 waktu siang hingga sebagian malam dan tidak sampai menginap di luar rumah untuk bekerja guna melangsungkan hidup. 119 Dari dua pendapat ini, untuk masalah ih}da>d madzhab Syafi i lebih cenderung longgar karena tidak menyebutkan keperluan-keperluan tertentu, sedangkan madzhab Hanafi hanya diperbolehkan untuk bekerja saja tidak untuk keperluan yang lain seperti berkunjung. Perbedaan selanjutnya adalah dalam madzhab Hanafi, seorang perempuan yang dijatuhi talak oleh suami, maka ia wajib ber-ih}da>d pula, karena hal ini untuk menunjukkan rasa sedih atas hilangnya nikmat perkawinan. Sedangkan menurut madzhab Syafi i, perempuan yang ditalak tidak diwajibkan ber-ih}da>d, hanya dianjurkan saja. Hal ini karena suami telah menganiaya isteri dengan menjatuhkan talak, maka tidak lazim dan tidak harus baginya untuk menunjukkan rasa sedih dan menyesal atas perpisahan tersebut. 119 Imam Ibnu Nujaim al-h}anafi>, Al-Bah}r ar-ra> iq Syarh} Kanz ad-daqa> iq, 166.