BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Penulis dengan mengacu pada rumusan masalah, maka dapat disimpulkan bahwa alasan Pemerintah mengubah status Kawasan Konservasi menjadi Kawasan Pemanfaatan Umum yang diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar Badung Gianyar dan Tabanan dengan maksud sebagai berikut: ditinjau dari aspek non yuridis huruf a) bahwa memperhatikan perkembangan kebijakan strategis nasional dan dinamika internal di Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan, khususnya terkait pemanfaatan ruang di Kawasan Teluk Benoa, sehingga perlu dilakukan revitalisasi; huruf b bahwa Kawasan Teluk Benoa dapat dikembangkan sebagai kawasan yang potensial guna pengembangan kegiatan ekonomi serta sosial budaya dan agama, dengan tetap mempertimbangkan kelestarian fungsi Taman Hutan Raya Ngurah Rai dan pelestarian ekosistem kawasan sekitarnya, serta keberadaan prasarana dan sarana infrastruktur di Kawasan Teluk Benoa; kemudian ditinjau dari aspek yuridis huruf c bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Denpasar Badung Gianyar dan Tabanan perlu dirubah karena Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar Badung Gianyar dan Tabanan inkonsistensi dan tidak sinkronisasi / harmonisasi terhadap materi muatan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Alasan Peraturan Presiden Republik Indonesia tersebut dirubah adalah Peraturan Presiden baik secara formil maupun materiil tidak berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang secara eksplisit diatur pada Pasal 13 yang menjelaskan bahwa materi muatan Peraturan Presiden berisi materi muatan yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan. 1 Selain itu, diatur pula pada Pasal 18 menjelaskan bahwa Dalam penyusunan Program Legislasi Nasional (yang selanjutnya disingkat Prolegnas) sebagimana dimaksud Pasal 16, penyusunan daftar Rancangan Undang-Undang didasarkan atas: a) Perintah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c) perintah Undang-Undang lainnya; d) sistem perencanaan pembangunan nasional; e) rencana pembangunan jangka panjang nasional; f) rencana pembangunan jangka menengah; g) rencana kerja pemerintah dan rencana strategis DPR; dan h) aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat. 2 B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang dilakukan oleh penulis, Penulis memberikan saran kepada stakeholder (pemangku kepentingan) sebagai berikut: 1 Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234). 2 Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).
1. Bagi Pemerintah Pusat (Central Government), Pemerintah Pusat seharusnya mengambil kebijakan konservatif terhadap Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sebagaimana Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya mengatur secara jelas bahwa Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya meliputi tumbuhan, satwa, tumbuhan liar, satwa liar, habitat, kawasan suaka alam, cagar alam, suaka margasatwa, cagar biosfer, kawasan pelestarian alam, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam; harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat dan umat manusia sesuai dengan kemampuan dan fungsinya dengan prinsip pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang dikaitkan dengan melestarikan (melanggengkan, tidak merubah) kemampuan lingkungan, sehingga dalam setiap perubahan yang merupakan konsekuensi dari proses pembangunan selalu diupayakan untuk meniadakan atau mengurangi dampak negatifnya, agar keadaan lingkungan menjadi serasi dan seimbang pada tingkatan yang baru. Pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang membawa kepada keserasian antara pembangunan dan lingkungan dan berusaha melestarikan lingkungan itu an sich digunakan dalam rangka kawasan pelestarian alam dan kawasan suaka alam, yang berarti bahwa kawasan ini harus dilestarikan, dilanggengkan, tidak boleh dirubah. 2. Bagi Pemerintah Daerah (Local Government), Pemerintah Daerah Provinsi Bali seharusnya mengambil kebijakan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 9 ayat (3) menjelaskan Urusan Pemerintahan Konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota; Pasal 9 ayat (4) menjelaskan Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah; Pasal 11 ayat (1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana
di maksud dalam Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan; Pasal 11 ayat (2) Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar; Pasal 11 ayat (3) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar; Pasal 12 ayat (2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: (a) tenaga kerja; (b) pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; (c) pangan; (d) pertanahan; (e) lingkungan hidup; (f) administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; (g) pemberdayaan masyarakat dan Desa; (h) pengendalian penduduk dan keluarga berencana; (i) perhubungan; (j) komunikasi dan informatika; (k) koperasi, usaha kecil, dan menengah; (l) penanaman modal; (m) kepemudaan dan olah raga; (n) statistik; (o) persandian; (p) kebudayaan; (q) perpustakaan; dan (r) kearsipan. Dari pemaparan diatas, Pemerintah Daerah Provinsi Bali memiliki otonomi daerah; otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan Desentralisasi; Desentralisasi adalah Penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. 3. Bagi Pemerintah Pusat (Central Government) dan Pemerintah Daerah (Local Government), karena Reklamasi Pantai di Teluk Benoa Kabupaten Badung Provinsi Bali sudah terealisasi maka Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Bali bersama-sama membentuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (selanjutnya disingkat AMDAL), Kerangka Acuan, Analisis Dampak Lingkungan hidup (selanjutnya disingkat ANDAL), Izin Lingkungan, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UPL-UKL), Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
(selanjutnya disingkat RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat RPL), Kajian Lingkungan Hidup Strategis (selanjutnya disingkat KLHS), Audit Lingkungan Hidup, Dampak Pengaruh Lingkungan Hidup, dan Penanggulangan atau Mitigasi Bencana Alam ataupun Bencana Non Alam sebagaimana Undang-Undang dan/atau Peraturan Perundang-undangan mengatur secara jelas.