HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN PANTANG MAKANAN TERHADAP RISIKO KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA IBU



dokumen-dokumen yang mirip
kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANEMIA DAN KEK PADA IBU HAMIL AKHIR TRIMESTER III DENGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember)

STATUS GIZI IBU HAMIL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP BAYI YANG DILAHIRKAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa Kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI di Indoensia mencapai 359 per jumlah

BAB I PENDAHULUAN. atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat

BAB I PENDAHULUAN. keduanya menyatu membentuk sel yang akan tumbuh. Lama kehamilan

BAB Ι PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis yang terjadi pada setiap

makalah KEK dalam kehamilan

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. terpenting dalam pertumbuhan anak dimasa datang (Rodhi, 2011) World Health Organization (WHO) 2008, telah membagi umur kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GAMBARAN STATUS GIZI IBU HAMIL TRIMESTER I

Jurnal Kesehatan Medika Saintika Volome 8 Nomor 1 jurnal.syedzasaintika.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

PENGARUH KEKURANGAN ENERGI KRONIS (KEK) DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL

HUBUNGAN LINGKAR LENGAN ATAS (LILA) DAN KADAR HEMOGLOBIN (Hb) DENGAN BERAT BAYI LAHIR

BAB I PENDAHULUAN. panjang badan 50 cm (Pudjiadi, 2003). Menurut Depkes RI (2005), menyatakan salah satu faktor baik sebelum dan saat hamil yang

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya asupan zat gizi yang akan menyebabkan gizi buruk, kurang energi

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB II TINJUAN PUSTAKA. Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme, karena itu kebutuhan

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA Oleh : Supriyono *)

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 dari laporan Kota/Kabupaten

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tahun Konsep pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

GAMBARAN KEJADIAN KURANG ENERGI KRONIK DAN POLA MAKAN WANITA USIA SUBUR DI DESA PESINGGAHAN, KECAMATAN DAWAN, KLUNGKUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam porsi yang dimakan tetapi harus ditentukan pada mutu zat-zat gizi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

GAMBARAN KEJADIAN KURANG ENERGI KRONIK DAN POLA MAKAN WANITA USIA SUBUR DI DESA PESINGGAHAN KECAMATAN DAWAN KLUNGKUNG BALI 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai Volume IV No.1 Edisi Juni 2011, ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. cukup makan, maka akan terjadi konsekuensi fungsional. Tiga konsekuensi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KURANG ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS I DENPASAR SELATAN TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memfokuskan percepatan pencapaian target MDGs (Millenium

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika. Menurut World Health Organization (dalam Briawan, 2013), anemia

BAB I PENDAHULUAN. atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan mempunyai arti yang sangat penting bagi manusia, karena

HUBUNGAN PENAMBAHAN BERAT BADAN IBU SELAMA HAMIL DENGAN KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT DR. NOESMIR BATURAJA TAHUN 2014

PENELITIAN KURANG ENERGI KRONIS (KEK) IBU HAMIL DENGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dengan baik, bayi tumbuh sehat sesuai yang diharapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. defisiensi vitamin A, dan defisiensi yodium (Depkes RI, 2003).

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. anemia.kekurangan zat besi dalam tubuh mengakibatkan pembentukan hemoglobin

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam lima tahun pertama kehidupannya (Hadi, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut Manuaba (2010),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai tolak ukur keberhasilan kesehatan ibu maka salah satu indikator

PENYUSUNAN DAN PERENCANAAN MENU BERDASARKAN GIZI SEIMBANG

Penyusunan dan Perencanaan Menu Berdasarkan Gizi Seimbang

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

BUDAYA PANTANG MAKAN, STATUS EKONOMI, DAN PENGETAHUAN ZAT GIZI IBU HAMIL PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DENGAN STATUS GIZI. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. dari pertemuan sperma dan ovum sebagai rangkaian kejadian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand, Malaysia

BAB I PENDAHULUAN. dalam menilai proses tumbuh kembang pasca kelahiran ditinjau dari segi

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

GAMBARAN STATUS GIZI IBU HAMIL PADA KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RSUD WONOSARI TAHUN 2014

Rizqi Mufidah *), Dina Rahayuning P **), Laksmi Widajanti **)

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG KEKURANGAN ENERGI KRONIK (KEK) DI PUSKESMAS KEDUNG MUNDU KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

KATA PENGANTAR AI MARTIN SOPIAH, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

GIZI IBU HAMIL TRIMESTER 1

KUESIONER PENELITIAN PERILAKU DIET IBU NIFAS DI DESA TANJUNG SARI KECAMATAN BATANG KUIS KABUPATEN DELI SERDANG. 1. Nomor Responden :...

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN PANTANG MAKANAN TERHADAP RISIKO KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat SKRIPSI Oleh: Farida Hidayati NIM : 107101003200 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H / 2011 M

i

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, November 2011 Farida Hidayati, NIM: 107101003200 Hubungan antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi, dan Pantang Makanan terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011 xxiii +116 halaman+ 3 bagan+ 19 tabel+ 6 lampiran ABSTRAK Menurut WHO (2005), ibu hamil dengan risiko Kurang Energi Kronis (KEK) akan meningkatkan kesakitan maternal, terutama pada trimester ketiga (bulan 7-9) dan meningkatkan risiko melahirkan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola konsumsi, penyakit Infeksi, dan pantang makanan terhadap risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2011. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Sampel penelitian ini adalah ibu hamil yang melakukan kunjungan ke Puskesmas Ciputat sebanyak 108 ibu hamil. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square yaitu uji hipotesis beda dua proporsi. Dari 108 responden, ibu hamil yang mengalami risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat yaitu sebesar 40,4%. Pola konsumsi makanan pokok ibu hamil yang sesuai anjuran sebesar 42,6%, lauk hewani 46,3%, lauk nabati 67,6%, sayuran sebesar 39,8%, dan pola konsumsi buah sebesar 31,5%. Ibu hamil yang menderita penyakit tuberculosis ada 8,3%, penyakit diare 32,4%. Sebagian besar ibu hamil memiliki pantang makanan selama kehamilan yaitu sebesar 30,6%. Dari hasil analisis bivariat diperoleh variabel yang berhubungan dengan risiko KEK pada ibu hamil adalah pola konsumsi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, dan pantang makanan, sedangkan variabel pola konsumsi sayuran, konsumsi buah, penyakit tuberculosis, dan penyakit diare tidak berhubungan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat. Untuk penanggulangan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat, disarankan sebaiknya pada pemeriksaan antenatal untuk menambah satu kegiatan pelayanan yaitu pengukuran LILA pada setiap ibu hamil terutama pada trimester awal, sehingga dapat mendeteksi secara dini adanya risiko KEK, penyuluhan dan konseling gizi untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya gizi seimbang bagi ibu hamil perlu dilakukan, dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tinggi energi bagi ibu hamil harus ditingkatkan. Daftar bacaan: 56 bacaan (1989 2010). ii

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM Undergraduated Thesis, November, 2011 Farida Hidayati, NIM: 1071010032000 A Relation of Consumption Habit, Infection Disease, and Food Taboo with Risk of Chronic Energy Deficiency (CED) on Pregnant in Public Health Center of Ciputat Tangerang Selatan City at 2011 xxiii + 116 pages + 3 charts + 19 tables + 6 attachments ABSTRACT Based on WHO (2005), pregnant with risk of CED will increase maternal pain,especially on third trimester and increase risk of low birth weight babies. This study aims to determine a relation of consumption habit, infection disease, and food taboos with risk of chronic energy deficiency (CED) on pregnant in Public Health Center of Ciputat at 2011. This study uses a quantitative approach with a cross sectional study design. Samples are pregnant who visit to Public Health Center of Ciputat 108 pregnant. The statistical test used was the Chi-Square test that is two different hypothesis test proportions. Of the 108 respondents, pregnant are at risk of CED in pregnant in Public Health Center of Ciputat that of 40.4%. Consumption habits of staple food which appropriate with suggestion 42,6%, consumption habit of animal side dish 46,3%, consumption habit of vegetable side dish 67,6%, vegetable 39,8%, and fruit 31,5%. Pregnant who suffer tuberculosis disease 8,3% and diarrhea disease 32,4%. Most pregnant have food taboo during pregnancy 30,6%. From the results obtained by bivariate analysis of variables associated with risk of CED in pregnant is consumption habit of staple food, consumption of animal side dish, consumption of vegetable side dish, and food taboo, whereas other variables is consumption habit of vegetable, consumption habit of fruit, tuberculosis disease, and diarrhea disease not associated with risk of CED in pregnant at Public Health of Ciputat. To overcome CED in pregnant, should on antenatal examination to add one service activities is measured upper arm circumference in every pregnant who visit Public Health Center, especially on first trimester because this way easy, cheap and not have special expertise, so that can early detection risk of CED. Nutrition counseling to increase knowledge about important of balance nutrition for pregnant need held. PMT Giving high energy for pregnant can also be enhanced. Reading list: 56 readings (1989-2010) iii

iv

v

DATA RIWAYAT HIDUP DATA PRIBADI Nama Jenis Kelamin : Farida Hidayati : Perempuan Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 29 Mei 1989 Alamat Agama : Pamulang Indah MA Jl.Heligenia D12/28 RT.05/011 : Islam No.Kontak : 08569809005 E-mail : hidayati.farida@ymail.com RIWAYAT PENDIDIKAN TK Islam Al-Ghifary : 1994-1995 SDN Pondok Cabe Udik 1 : 1995-2001 SMP Negeri 1 Pamulang : 2001-2004 SMA Negeri 1 Pamulang : 2004-2007 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2007 sekarang PENGALAMAN ORGANISASI Sekretaris ROHIS SMAN 1 Pamulang Bendahara Komisariat Dakwah FKIK vi

LEMBAR PERSEMBAHAN Yang diperlukan untuk menggapai mimpi adalah cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang 1000x lebih keras dari baja dan hati yang akan bekerja keras dari biasanya (5cm). Skripsi ini dipersembahkan untuk orang-orang yang ku sayang dan menyayangiku Terima kasih mama, bapak, mbak (Akhirnya Foto-ku juga bisa dipajang ^_^) vii

KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr.Wb. Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanallahuwata ala, penggenggam langit dan bumi, pemberi hidayah, sumber segala ilmu dan pemilik kebenaran, yang karena keridhoan-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW atas cintanya menuntun jalan kehidupan bagi umatnya sampai akhir zaman. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan dalam rangka penyelesaian penulisan skripsi, terutama kepada : 1. Tidak ada nama yang paling kusebut dalam do a-do a di setiap shalat-ku selain teruntuk orangtua no.1 se-dunia dan tidak ada cita-cita yang paling aku perjuangkan selain cita-cita besar-ku yaitu membuatmu bahagia...makasih mama, bapak atas do a, kasih sayang dan motivasi yang tiada henti. 2. Kakaku terbaik se-dunia mbak Evy, mbak wati serta dek kybul yang tidak pernah bosan untuk memberikan energi semangat untukku (aku sayang kalian ^_^). 3. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. viii

4. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat sekaligus pembimbing 2 yang telah memberikan masukan dari awal hingga penulisan skripsi ini selesai. 5. Ibu Catur Rosidati, MKM selaku Pembimbing 1, terimakasih atas segala bimbingan, waktu dan fikiran yang ibu berikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Ibu Febriati, M.Si selaku dosen Penanggung Jawab Peminatan Gizi, terima kasih atas saran-sarannya yang sangat bermanfaat bagi penulis. 7. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah banyak memberikan pelajaran berharga kepada penulis selama perkuliahan. 8. Ibu Wilda Welis, SP., M.Kes sebagai penguji sidang skripsi, terima kasih atas masukannya. 9. Bpk. Dr. Abdillah Assegaf selaku kepala Puskesmas Ciputat. 10. Bpk. Purwo, terima kasih atas kemudahan perizinan penelitian, semoga Allah membalas kebaikan bapak. 11. Semua bidan-bidan yang bertugas di poli KIA (especially Bidan Oby, maaf sudah banyak merepotkan selama penelitian). 12. Keluarga kedua yang selalu menjadikan hari-hari berwarna di perjalanan kuliahku, GeeR (Karbella Kuantanades Hasty, Melli Wulandari, Hafifatul Auliya Rahmy, Lisa Ellizabet Aula) Allah begitu berbaik hati untuk mempertemukanku dengan kalian yang HEBAT... Luv U Coz Allah. 13. Teman terbaikku yang selalu tulus dan setia memberikan dukungan di setiap saat (makasih banyak Habsyi! semoga Allah selalu membalas kebaikanmu). ix

14. Sahabat itu seperti bintang, walau jauh dia bercahaya. Meski kadang menghilang, dia tetap ada dan selamanya di hati. Saudariku GAWAT 07 (Ovi, Ami, Rizka... semoga Persaudaraan kita karena Allah, thank s Sist ). 15. Partner penelitianku Winda chacha, makasih banyak atas kerjasamanya selama penelitian. 16. Teman-teman GIZI 2007, thank s for all friend. 17. Saudara-saudariku di KOMDA FKIK, terima kasih atas manisnya ukhuwah yang terlalu singkat ini. 18. Teman-teman seperjuangan kesmas 2007 yang selalu semangat untuk berjuang. Skripsi masih jauh dari sempurna maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang. Wassalamualaikum Wr.Wb. Ciputat, November 2011 Penulis x

DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN... ABSTRAK... ABSTRACT... PERNYATAAN PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... DAFTAR RIWAYAT HIDUP... LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR BAGAN... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vi vii viii xi xix xxii xxiii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1.2 Rumusan Masalah... 1.3 Pertanyaan Penelitian... 1.4 Tujuan... 1.4.1 Tujuan Umum... 1.4.2 Tujuan Khusus... 1 8 9 10 10 10 xi

1.5 Manfaat Penelitian... 1.5.1 Bagi Puskesmas... 1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat... 1.5.3 Bagi Peneliti... 1.6 Ruang Lingkup... 11 11 11 11 12 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil... 2.2 Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)... 2.2.1 Tujuan Pengukuran LILA... 2.2.2 Ambang Batas LILA... 2.2.3 Cara Mengukur LILA... 2.2.4 Tindak Lanjut Pengukuran LILA... 13 15 16 17 18 18 2.2.5 Tindakan yang Dilakukan pada Wanita Usia Subur (WUS) dengan Ukuran LILA Kurang dari 23,5 cm... 2.2.5.1 Upaya dari Masyarakat... 2.2.5.2 Upaya Petugas Lapangan... 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Hamil... 2.3.1 Pola Konsumsi... 2.3.1.1 Anjuran Makan Ibu Hamil... 2.3.2 Penyakit Infeksi... 20 20 22 22 22 24 39 xii

2.3.3 Sosial Ekonomi... 2.3.3.1 Pekerjaan... 2.3.3.2 Jumlah Anggota Keluarga... 2.3.3.3 Pendidikan... 2.3.3.4 Pantang Makanan... 2.4 Pengukuran Pola Konsumsi... 2.4.1 Pengertian Food Frequency (Frekuensi Makanan)... 2.4.2 Prinsip Food Frequency (Frekuensi Makanan)... 2.5 Kerangka Teori... 46 46 46 47 47 53 53 55 56 BAB III. KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep... 3.2 Definisi Operasional... 3.3 Hipotesis... 57 58 62 BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian..... 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.. 4.3 Popolasi dan Sampel 4.3.1 Populasi 4.3.2 Sampel. 63 63 63 63 63 xiii

4.4 Instrumen Penelitian... 4.5 Pengumpulan Data.. 4.6 Pengolahan Data. 4.7 Analisis Data... 4.7.1 Analisis Univariat.. 4.7.2 Analisis Bivariat.. 64 64 66 70 70 70 BAB V. HASIL 5.1 Gambaran Umum Puskesmas Ciputat 5.2 Analisis Univariat. 72 73 5.2.1 Gambaran Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat.. 73 5.2.2 Gambaran Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat... 74 5.2.2.1 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pokok pada ibu Hamil di Puskesmas Ciputat... 74 5.2.2.2 Gambaran Pola Konsumsi Lauk Hewani pada ibu Hamil di Puskesmas Ciputat.. 74 5.2.2.3 Gambaran Pola Konsumsi Lauk Nabati pada ibu Hamil di Puskesmas Ciputat.. 75 5.2.2.4 Gambaran Pola Konsumsi Sayuran pada ibu Hamil di Puskesmas Ciputat... 76 xiv

5.2.2.5 Gambaran Pola Konsumsi Buah pada ibu Hamil di Puskesmas Ciputat 76 5.2.3 Gambaran Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat... 77 5.2.3.1 Gammbaran Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat... 77 5.2.3.2 Gambaran Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat... 77 5.2.4 Gambaran Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat... 5.3 Analisis Bivariat... 78 78 5.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat 79 5.3.1.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat.. 79 5.3.1.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat.. 80 5.3.1.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Nabati pada xv

Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat.. 81 5.3.1.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat. 82 5.3.1.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat. 83 5.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat 85 5.3.2.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat. 85 5.3.2.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat 86 5.3.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat 87 BAB VI. PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian 89 xvi

6.2 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat.. 89 6.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat. 92 6.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat..... 92 6.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat... 95 6.3.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat... 97 6.3.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat.. 99 6.3.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat.. 101 6.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di Puskesmas xvii

Ciputat. 103 6.4.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat.. 103 6.4.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat.. 105 6.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat. 107 BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 7.2 Saran. 110 110 DAFTAR PUSTAKA. 112 LAMPIRAN xviii

DAFTAR TABEL 2.1 Anjuran Makan Ibu Hamil.. 3.1 Definisi Operasional 27 58 5.1 Distribusi Frekuensi Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 73 5.2 Distribusi Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011... 74 5.3 Distribusi Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011..... 74 5.4 Distribusi Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011..... 75 5.5 Distribusi Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011..... 76 5.6 Distribusi Pola Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011...... 76 5.7 Distribusi Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011..... 77 5.8 Distribusi Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011..... 77 5.9 Distribusi Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011..... 78 xix

5.10 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan PolaKonsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011..... 79 5.11 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011.. 80 5.12 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011.... 81 5.13 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011. 82 5.14 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011... 84 5.15 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011.... 85 5.16 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011... 86 xx

5.17 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011... 87 xxi

DAFTAR BAGAN 2.1 Skema Tindak Lanjut Pengukuran LILA 2.2 Kerangka Teori... 3.1 Kerangka Konsep 19 56 57 xxii

LAMPIRAN Lampiran 1. Permohonan Izin Penelitian di Puskesmas Ciputat Lampiran 2. Pemberian izin Penelitian dari Dinkes Kota Tangerang Selatan Lampiran 3. Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian dari Puskesmas Ciputat Lampiran 4. Output Analisis Univariat Lampiran 5. Output Analisis Bivariat Lampiran 6. Kuesioner Penelitian xxiii

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan kesehatan dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Hal ini tercermin pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terdiri dari umur harapan hidup, tingkat melek huruf dan pendapatan per kapita. IPM yang rendah antara lain dipengaruhi oleh status gizi dan kesehatan yang berdampak pada tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu (Kementerian Kesehatan, 2010). Salah satu langkah yang telah diambil pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI) adalah dengan upaya penanggulangan Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil yang merupakan salah satu cara untuk mencegah BBLR (Depkes RI, 1995). Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu sejak janin yang masih dalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya, agar dapat melahirkan bayi yang sehat (Depkes RI, 2003). Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, sekitar 146.000 bayi usia 0-1 tahun dan 86.000 bayi baru lahir (0-28 hari) meninggal setiap tahun di Indonesia. AKB di Indonesia adalah 34 per 1000 kelahiran hidup,

2 sedangkan angka kematian balita adalah 44 per 1000 kelahiran hidup, dan AKI melahirkan di Indonesia adalah 228 per 100.000 bayi kelahiran hidup. Diharapkan pada 2015 angka kematian bayi turun menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita turun menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup. Pencapaian pada 2015 merupakan target komitmen global Tujuan Pembangunan Milenium (UNICEF, 2010). Ibu hamil merupakan salah satu kelompok sasaran yang perlu mendapat perhatian khusus dalam penerapan pedoman umum gizi seimbang (PUGS) selain ibu menyusui. Hal ini didasarkan pada jenis masalah gizi yang dijumpai pada ibu hamil dan menyusui serta dampak negatif yang ditimbulkan karena status gizi yang buruk pada ibu hamil dan menyusui tidak hanya mengenai diri yang bersangkutan, tetapi juga pada perkembangan janin yang akan dilahirkan serta perkembangan dan pertumbuhan anak dikemudian hari (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa status gizi ibu tidak hanya memberikan dampak negatif terhadap status kesehatan dan risiko kematian dirinya, tetapi juga terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan janin yang dikandungnya dan lebih jauh lagi terhadap pertumbuhan janin tersebut sampai usia dewasa (Achadi, E. L, 2007). Pemeliharaan kehamilan dimulai dari perencanaan menu yang benar, masukan gizi pada ibu hamil sangat menentukan kesehatannya dan janin yang dikandungnya. Apabila masukan gizi pada ibu hamil tidak sesuai kebutuhan maka

3 kemungkinan akan terjadi gangguan dalam kehamilan, baik terhadap ibu maupun janin yang dikandungnya (Huliana, 2001 dalam Paath, E.F, et.al, 2004). Menurut Klein, Susan, et.al (2009), masukan gizi yang buruk khususnya saat hamil dapat menyebabkan kelelahan, lemas, kesulitan melawan infeksi, masalah kesehatan serius lainnya, keguguran atau bayi tidak bisa tumbuh dengan baik (kecil) atau cacat lahir, serta meningkatkan peluang pada bayi dan ibu meninggal saat atau sesudah kelahiran. Kebutuhan gizi ibu hamil dapat terpenuhi apabila ibu mengkonsumsi makanan yang beranekaragam termasuk buah segar dan sayuran berwarna. Dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh zat gizi dari makanan lainnya. Makanan yang beranekaragam memberikan manfaat yang besar terhadap kesehatan ibu hamil, karena makin beragam yang dikonsumsi, makin baik mutu makanannya (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000). Tetapi, pada kenyataannya di beberapa negara berkembang umumnya ditemukan larangan atau pantangan tertentu bagi makanan ibu hamil seperti berbagai jenis ikan, telur, udang, cumi, dan sebagainya. Dengan adanya pantangan dalam makanan maka semakin kecil peluang ibu untuk mengkonsumsi makan yang beragam. Sehingga masyarakat akan mengkonsumsi bahan makanan bergizi dalam jumlah yang kurang, dengan demikian penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul di masyarakat (Suhardjo, 1989).

4 Menurut Depkes RI (1994), ibu hamil yang berisiko KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran lingkar lengan atas (LILA) <23,5 cm, pengukuran LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko KEK wanita usia subur (WUS) termasuk ibu hamil. Ibu hamil dengan risiko KEK kemungkinan akan mengalami kesulitan pada saat persalinan, perdarahan, dan berpeluang untuk melahirkan bayi dengan BBLR yang akhirnya menyebabkan kematian pada ibu atau bayi (Depkes RI, 1996). BBLR akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak, perkembangan intelektual serta produktivitas dikemudian hari, selain itu dampak pada ibu hamil itu sendiri adalah akan mudah terkena penyakit dan resiko kematian (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Dari penelitian Puffer diperoleh gambaran bahwa AKB dari BBLR adalah 5-9 kali lebih besar dibandingkan dengan AKB dari bayi dengan berat lahir 2.500-2.999 gram. Selanjutnya AKB pada BBLR apabila dibandingkan dengan AKB dari bayi dengan berat lahir 3.000-3.499 gram adalah 7-13 kali lebih besar (Depkes RI, 1995). Berbagai penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa separuh dari penyebab terjadinya kasus BBLR adalah status gizi ibu (Achadi, E.L, 2007). Hasil penelitian Rosikin di Kota Cirebon tahun 2004 menunjukkan bahwa ibu hamil dengan risiko KEK berisiko melahirkan bayi BBLR sebanyak 3 kali dibanding ibu dengan LILA normal. Demikian juga dengan penelitian Susanto tahun 2006 di Biak mengatakan bahwa ibu hamil dengan risiko KEK berpeluang melahirkan bayi BBLR sebanyak 7 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak berisiko KEK.

5 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 prevalensi risiko KEK pada WUS termasuk ibu hamil sebesar 13,6%. Dari data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 1999 menunjukkan ibu hamil yang mengalami risiko KEK 27,6%, sedangkan laporan surkesnas 2002 menunjukkan 34% ibu hamil termasuk ke dalam risiko KEK, dan berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000-2005 ibu hamil yang menderita KEK sebesar 15,49%. Dalam Riskesdas 2007, salah satu provinsi yang mempunyai prevalensi diatas 10% adalah Provinsi Banten yaitu sebesar 12,6%. Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu wilayah yang terletak di bagian timur Provinsi Banten, kota ini berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Tangerang. Menurut data dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan 2010, AKI Kota Tangerang Selatan 36 per 100.000 kelahiran hidup dimana salah satu penyebabnya adalah penyakit infeksi sebesar 10%. Dalam jurnal Malnutrition and Infection: Complex Mechanisms and Global Impacts oleh Schaible, et.al (2007) disebutkan penelitian di Kenya yang menemukan hubungan signifikan antara penyakit infeksi dengan lingkar lengan atas dan serum albumin. Selain itu, dalam jurnal Malnutrition and Pregnancy Wastage In Zambia oleh Wamie, data survey status gizi FAO menunjukkan 90,5% ibu hamil menderita infeksi. Penyakit infeksi merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan ibu. Status gizi kurang akan meningkatkan kepekaan ibu terhadap risiko terjadinya infeksi, dan sebaliknya infeksi dapat meningkatkan risiko kurang gizi bahkan kematian (Achadi, E. L, 2007).

6 Sedangkan untuk angka kematian bayi 2,76 per 1000 kelahiran hidup dan jumlah kematian neonatal tahun 2010 sebanyak 54 bayi dan penyebab terbanyak yaitu BBLR sebesar 46%. Meskipun untuk angka kematian masih jauh di bawah angka kematian nasional, namun sebagai daerah perkotaan dimana berbagai sarana telah tersedia, kualitas pelayanan kesehatan tentu saja harus lebih baik, sehingga bisa menekan jumlah kematian, terutama kematian ibu dan bayi (Dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2010). Puskesmas Ciputat merupakan salah satu Puskesmas yang ada di Kota Tangerang Selatan. Puskesmas Ciputat mempunyai prevalensi KEK ibu hamil tertinggi dibandingkan dengan puskesmas lainnya. Prevalensi KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2009 sebesar 0,24% dan tahun 2010 meningkat menjadi 6,68%. Angka ini melebihi prevalensi KEK ibu hamil Kota Tangerang Selatan yang hanya sebesar 1,26%. Menurut WHO apabila prevalensi KEK 3-5% menunjukkan tidak ada kerawanan pangan di tingkat rumah tangga, 5-9% berarti harus berhati-hati kemungkinan rawan pangan, 10-19% menunjukkan situasi rawan pangan pada tingkat rumah tangga sudah pada tingkat buruk, 20-30% situasi rawan pangan gawat dan lebih dari 30% situasi rawan pangan adalah parah. Sedangkan menurut acuan Departemen Kesehatan (2003) tentang tingkat besaran masalah risiko KEK, yaitu <20% dikategorikan ringan, 20-30% termasuk sedang, dan >30% dikategorikan berat. Berdasarkan data bulanan Puskesmas Ciputat, pada bulan Januari tidak terdapat ibu hamil yang KEK, tetapi pada bulan Februari terdapat 7

7 orang dari 25 ibu hamil, bulan Maret 6 orang dari 27 ibu hamil dan bulan April meningkat menjadi 13 orang dari 31 ibu hamil. Menurut Depkes (1995), penyebab langsung KEK pada ibu hamil yaitu pola konsumsi dan penyakit infeksi, Sedangkan menurut Worthington (1985) dalam Soetjiningsih (1995) faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil adalah pola konsumsi, faktor biologi yang termasuk didalamnya penyakit infeksi, dan factor sosio-ekonomi. Menurut penelitian Azma di Kota Sukabumi (2003) pola konsumsi makan lauk nabati mempunyai hubungan bermakna dengan ibu hamil risiko KEK. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan Saraswati di Kota Sukabumi (2005) dan penelitian Albugis di Depok Jawa Barat (2008) menunjukkan bahwa pola konsumsi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap ibu hamil KEK. Berdasarkan penelitian Surasih di Kabupaten Banjarnegara (2005), pola konsumsi dan pantang makanan mempunyai hubungan bermakna dengan ibu hamil risiko KEK. Hasil studi pendahuluan pada tanggal 11 Mei 2011 yang dilakukan dengan cara pengukuran LILA dan wawancara pada 10 ibu hamil, didapatkan 60% ibu termasuk kedalam risiko KEK, 80% pola konsumsi ibu tidak sesuai dengan anjuran makan menurut Depkes RI serta 40% ada pantang makanan selama kehamilan seperti telur, ikan, udang. Dari prevalensi KEK ibu hamil di Puskesmas Ciputat yang sudah termasuk ke dalam kemungkinan rawan pangan dan berdasarkan acuan Depkes (2003) dapat dikategorikan tingkat ringan, maka peneliti tertarik untuk

8 mengetahui hubungan pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan terhadap risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 1.2 Rumusan Masalah Ibu hamil yang menderita gizi kurang, terutama Kurang Energi Kronis (KEK) berisiko akan mengalami kesulitan pada saat persalinan, perdarahan, dan berpeluang untuk melahirkan bayi dengan BBLR yang akhirnya menyebabkan kematian pada ibu atau bayi (Depkes RI, 1996). Pemeliharaan kehamilan dimulai dari perencanaan menu yang benar, kebutuhan gizi ibu hamil dapat terpenuhi apabila ibu mengkonsumsi makanan yang beranekaragam (Direktorat Gizi Masyarakat, 2000). Tetapi, pada kenyataannya di beberapa negara berkembang umumnya ditemukan larangan atau pantangan tertentu bagi makanan ibu hamil yang akan mengakibatkan semakin kecil peluang ibu untuk mengkonsumsi makan yang beragam. Dengan demikian penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul (Suhardjo, 1989). AKI Kota Tangerang Selatan 36 per 100.000 kelahiran hidupdimana salah satu penyebabnya adalah penyakit infeksi sebesar 10%. Penyakit infeksi merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan ibu. Status gizi kurang akan meningkatkan kepekaan ibu terhadap risiko terjadinya infeksi, dan sebaliknya infeksi dapat meningkatkan risiko kurang gizi bahkan kematian (Achadi, E. L, 2007).

9 Dari prevalensi KEK ibu hamil di Puskesmas Ciputat yang sudah termasuk ke dalam kemungkinan rawan pangan yaitu sebesar 6,68% dan berdasarkan hasil studi pendahuluan yang didapatkan 60% ibu termasuk kedalam risiko KEK, 80% pola konsumsi ibu tidak sesuai dengan anjuran makan menurut Depkes RI serta 40% ada makanan pantang selama kehamilan, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan terhadap risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011? 2. Bagaimana gambaran pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah-buahan) ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011? 3. Bagaimana gambaran penyakit infeksi (tuberculosis, diare) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011? 4. Bagaimana gambaran pantang makanan pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011? 5. Apakah ada hubungan antara pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah-buahan) dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?

10 6. Apakah ada hubungan antara penyakit infeksi (tuberculosis, diare) dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011? 7. Apakah ada hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan dengan risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 2. Diketahuinya gambaran pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah-buahan) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 3. Diketahuinya gambaran penyakit infeksi (tuberculosis, diare) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 4. Diketahuinya gambaran pantang makanan pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 5. Diketahuinya hubungan antara pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah-buahan) dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.

11 6. Diketahuinya hubungan antara penyakit infeksi (tuberculosis, diare) dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 7. Diketahuinya hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Puskesmas Memberikan informasi kepada pihak Puskesmas tentang keterkaitan antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu hamil. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan program gizi di wilayah Puskesmas khususnya program untuk ibu hamil. 1.4.2 Bagi PSKM Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan dan digunakan untuk mengembangkan keilmuan khususnya sebagai bahan untuk memperluas hasil-hasil penelitian yang telah ada sebelumnya. 1.4.3 Bagi Peneliti Menambah wawasan dan menjadi pengembangan kompetensi diri sesuai dengan keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan dalam meneliti masalah yang berkaitan dengan gizi masyarakat. Serta menjadi bahan bacaan dan bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

12 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. Penelitian dilakukan oleh mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juni-Juli 2011. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan karena tingginya prevalensi KEK di Puskesmas Ciputat.

13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil Menurut Depkes (1995), ibu hamil yang berisiko KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran LILA <23,5 cm, sedangkan ibu KEK adalah ibu yang mempunyai ukuran LILA <23,5 cm dan dengan beberapa kriteria sebagai berikut: a) Berat badan ibu sebelum hamil <42 kg b) Tinggi badan ibu <145 cm c) Berat badan ibu pada kehamilan trimester III <45 kg d) IMT sebelum hamil <17,00 e) Ibu menderita anemia (Hb <11 gr%) Menurut WHO (2005), ibu hamil dengan risiko KEK akan meningkatkan kemungkinan kesakitan maternal, terutama pada trimester ketiga (bulan 7-9) dan meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Ibu hamil dengan risiko KEK kemungkinan akan mengalami kesulitan pada saat persalinan, perdarahan, dan berpeluang untuk melahirkan bayi dengan BBLR yang akhirnya menyebabkan kematian pada ibu atau bayi (Depkes RI, 1995). Risiko KEK pada ibu hamil mempunyai akibat tidak saja pada terhambatnya pertumbuhan janin, berat badan lahir, pertumbuhan bayi dan anak, tetapi juga mempunyai pengaruh buruk pada generasi selanjutnya. Siklus status gizi yang

14 kurang baik ini berlanjut dari status gizi pada masa bayi, balita, masa remaja, dan calon ibu sebagai generasi selanjutnya (Berg, A, 1986). Data menunjukkan bahwa sepertiga (35,65%) wanita usia subur (WUS) KEK. Masalah ini akan menghambat pertumbuhan janin sehingga akan menimbulkan risiko BBLR (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000). Ibu hamil KEK mempunyai risiko kesakitan yang lebih besar, terutama pada trimester ketiga kehamilan, akibatnya mempunyai risiko lebih besar untuk melahirkan BBLR. Selain itu ibu hamil KEK yang telah melalui masa persalinan dengan selamat, akan mengalami masa pascasalin yang sulit karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan. Hal ini akan mempengaruhi produksi ASI dan menurunkan kemampuan merawat anak serta dirinya sendiri (Depkes RI, 1995). Menurut Guthrie (1995) dalam Hapni (2004), ibu hamil yang menderita KEK dapat terjadi karena jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup, atau penggunaan zat gizi dalam tubuh tidak optimal, atau kedua-duanya. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah sel darah dalam tubuh, sehingga suplai darah dan zat-zat gizi yang diberikan ke janin berkurang, maka pertumbuhan janin akan terhambat dan bayi yang dilahirkan akan BBLR. Berbagai penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa separuh dari penyebab terjadinya kasus BBLR adalah status gizi ibu (Achadi, E.L, 2007). Hasil penelitian Rosikin di Kota Cirebon (2004), menunjukkan bahwa ibu hamil dengan risiko KEK berisiko melahirkan bayi BBLR sebanyak 3 kali dibanding ibu dengan

15 LILA normal. Demikian juga dengan penelitian Susanto (2006) dalam Khasanah (2010) di Biak mengatakan bahwa ibu hamil dengan risiko KEK berpeluang melahirkan bayi BBLR sebanyak 7 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak berisiko KEK. Berdasarkan penelitian Saraswati, dkk. di Jawa Barat (1998) menunjukkan bahwa ibu hamil dengan KEK pada batas 23 cm mempunyai risiko 2,0087 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai LILA lebih dari 23 cm. 2.2 Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) Menurut Depkes RI (1994), pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kurang energi kronis (KEK) wanita usia subur (WUS), pengukuran LILA dilakukan sebagai tindakan pencegahan dan penanggulangan terhadap ibu hamil KEK. Wanita usia subur adalah wanita usia 15-45 tahun yang terdiri dari remaja, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur (PUS). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penggunaan alat ukur LILA merupakan cara yang sederhana, sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Pengukuran LILA pada ibu hamil adalah salah satu cara yang dilakukan untuk menanggulangi kejadian ibu hamil dengan risiko KEK yang mengakibatkan kejadian BBLR dan juga sebaai usaha untuk menurunkan AKI dan AKB (Depkes RI, 1994).

16 Penggunaan LILA cukup representatif, ukuran LILA ibu hamil terkait erat dengan indeks massa tubuh (IMT) ibu hamil. Semakin tinggi LILA ibu hamil diikuti pula dengan semakin tinggi IMT ibu. Penggunaan LILA telah digunakan di banyak negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, pengukuran LILA sebagai indikator risiko KEK telah sering digunakan dalam penelitian. Selain murah, mudah, cepat dan praktis untuk penggunaan di lapangan, LILA cukup representatif dalam menentukkan status gizi ibu hamil terutama berkaitan dengan risiko KEK (Hardinsyah, 1999 dalam Marlenywati 2010). Menurut Gibson (2005) dalam Mulyaningrum (2009), pengukuran mid-upper-arm circumference (MUAC) atau yang lebih dikenal dengan LILA dapat melihat perubahan secara pararel dalam massa otot sehingga bermanfaat untuk mendiagnosis kekurangan gizi. Pada penelitian di India didapatkan hasil yaitu besar LILA relatif stabil atau hanya sedikit perubahan selama masa hamil, dan pengukurannya independen terhadap umur kehamilan. Oleh sebab itu, LILA hanya dapat digunakan untuk penapisan (screening). Screening bermanfaat dalam program gizi dan kesehatan misalnya dalam menentukan wanita hamil yang perlu mendapatkan PMT (pemberian makanan tambahan) atau membutuhkan penyuluhan, pengobatan atau lainnya selama periode kehamilan, namun tidak disarankan untuk digunakan dalam mengevaluasi hasil intervensi (Shah, 2001 dalam Khasanah 2010). 2.2.1 Tujuan Pengukuran LILA Beberapa tujuan pengukuran LILA adalah mencakup masalah WUS baik ibu hamil maupun calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas

17 sektoral. Adapun tujuan pengukuran LILA menurut Depkes RI (1994) adalah sebagai berikut: a. Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR). b. Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam pencegahan dan penanggulangan KEK. c. Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. d. Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS yang menderita KEK. e. Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita KEK. 2.2.2 Ambang Batas LILA Ambang batas LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang 23,5 cm atau dibagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak (Supariasa, 2002).

18 2.2.3 Cara Mengukur LILA Pengukuran LILA dilakukan melalui urutan yang telah ditetapkan. Ada tujuh urutan pengukuran LILA menurut Supariasa (2002), yaitu: 1) Tetapkan posisi bahu dan siku 2) Letakkan pita antara bahu dan siku 3) Tentukan titik tengah lengan 4) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan 5) Pita jangan terlalu ketat 6) Pita jangan terlalu longgar 7) Cara pembacaan skala yang benar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri. Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga permukaannya tidak rata. 2.2.4 Tindak Lanjut Pengukuran LILA Hasil pengukuran LILA ada dua kemungkinan yaitu kurang dari 23,5 cm dan diatas atau sama dengan 23,5 cm. Apabila hasil pengukuran <23,5 cm berarti risiko KEK dan 23,5 cm berarti tidak berisiko KEK

19 (Depkes RI, 1994). Skema tindak lanjut pengukuran LILA dapat dilihat pada bagan 2.1 Bagan 2.1 Skema Tindak Lanjut Pengukuran LILA PENGUKURAN LILA WANITA USIA SUBUR (WUS) Dasa wisma Kelompok Masyarakat Posyandu Polindes/ Pustu Perusahaan Lainlain <23,5 cm Risiko KEK 23,5 cm Bukan Risiko KEK Anjuran: a. Makan cukup dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang b. Hidup sehat c. Tunda kehamilan d. Bila hamil segera dirujuk sedini mungkin e. Diberi penyuluhan dan melaksankan anjuran. Anjuran: a. Pertahankan kondisi kesehatan b. Bila hamil, periksa kehamilan kepada petugas kesehatan. Sumber: Depkes RI, 1994.

20 2.2.5 Tindakan yang Dilakukan pada Wanita usia Subur (WUS) dengan Ukuran LILA Kurang dari 23,5 cm 2.2.5.1 Upaya dari Masyarakat Upaya masyarakat dapat diwujudkan melalui upaya perorangan/keluarga maupun upaya kelompok. Upaya tersebut antara lain: 1. Memberikan penyuluhan dan melaksanakan nasihat/anjuran bagi WUS/remaja/PUS a. Tambah makan Setiap kali makan satu piring lebih banyak dari biasa dengan memperhatikan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). b. Istirahat lebih banyak Untuk meningkatkan berat badan sebaiknya istirahat siang sedikitnya dua jam dalam sehari atau mengurangi kegiatan fisik yang melelahkan. c. Mengikuti KB - Sebaiknya ibu yang baru melahirkan segera menjadi peserta KB, agar kondisi ibu dapat dipulihkan kembali - Pendewasaan usia perkawinan pada remaja - PUS yang baru menikah agar menunda kehamilan. d. Mencegah penyakit,antara lain: - Malaria, dengan penggunaan kelambu

21 - Cacingan, dengan kebersihan rumah/lingkungan dan memakai alas kaki - Diare, dengan kebersihan makanan dan lingkungan. 2. Memberikan penyuluhan dan melaksanakan nasihat/anjuran bagi ibu hamil/ibu menyusui a. Tambah makan Setiap kali makan 1 piring lebih banyak dari biasa dengan memperhatikan PUGS. b. Istirahat lebih banyak Ibu hamil sebaiknya menghemat tenaga dengan cara istirahat siang hari sedikitnya 2 jam sehari atau mengurangi kegiatan yang melelahkan. c. Minum tablet besi/tablet tambah darah d. Periksa kehamilan secara teratur e. Ikut KB segera setelah melahirkan 3. Pembagian makanan dalam keluarga diprioritaskan bagi ibu dan anak 4. Pemberian makanan tambahan pemulihan 5. Peningkatan pendapatan keluarga melalui kelompok-kelompok yang ada di masyarakat dengan memprioritaskan WUS yang menderita KEK sebagai pesertanya.

22 2.2.5.2 Upaya Petugas Lapangan 1. Penyuluhan sesuai potensi/kondisi spesifik daerah 2. Pencegahan dan penanggulangan sesuai bidang tugas masingmasing, antara lain: a. Pemberian tablet besi b. Pelayanan kontrasepsi c. Pemeriksaan kehamilan d. PMT pemulihan e. Pencegahan atau pengobatan penyakit f. Penganekaragaman konsumsi pangan g. Usaha peningkatan pendapatan keluarga. 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Hamil Menurut Depkes (1995), penyebab langsung KEK pada ibu hamil yaitu pola konsumsi dan penyakit infeksi, Sedangkan menurut Worthington (1985) dalam Soetjiningsih (1995) faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil adalah pola konsumsi, faktor biologi yang termasuk didalamnya penyakit infeksi, dan faktor sosio-ekonomi. 2.3.1 Pola Konsumsi Pola konsumsi adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola konsumsi masyarakat ini dapat menunjukkan tingkat keberagaman

23 pangan masyarakat (Baliwati, dkk, 2004). Sedangkan menurut Santoso, dkk (2004) pola konsumsi adalah berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu yang dipengaruhi oleh kebiasaan, kesenangan, budaya, agama, ekonomi, lingkungan alam, dsb. Pola konsumsi dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu pangan pokok, lauk pauk, sayur dan buah-buahan. Pola konsumsi pangan pokok merupakan susunan beragam pangan pokok (sumber karbohidrat) yang biasa dikonsumsi penduduk (Suhardjo, 1989). Menilai status gizi seseorang dapat melalui pola konsumsi yang ada, pola konsumsi seseorang tidak lepas dari kebiasaan makan yang dilakukannya. Kebiasaan makan seringkali merupakan suatu pola yang berulang atau bagian dari rangkaian panjang kebiasaan hidup secara keseluruhan yang dapat diukur dengan pola konsumsi pangan (Hardinsyah, 1989 dalam Desmawita 2002). Pola konsumsi adalah jenis frekuensi beragam pangan yang biasa dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang (Suhardjo, 1989). Dalam hal pola konsumsi, permasalahan yang dihadapi tidak hanya mencakup ketidakseimbangan komposisi pangan yang dikonsumsi, tetapi juga masalah masih belum terpenuhinya kecukupan

24 gizi. Penganekaragaman konsumsi pangan selama ini sering diartikan terlalu sederhana, berupa penganekaragaman konsumsi pangan pokok, terutama pangan non beras. Penganekaragaman konsumsi pangan seharusnya mengkonsumsi aneka ragam pangan dari berbagai kelompok pangan baik pangan pokok, lauk-pauk, sayuran maupun buah dalam jumlah yang cukup. Tujuan utama penganekaragaman konsumsi pangan adalah untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi dan mengurangi ketergantungan konsumsi pangan pada salah satu jenis atau kelompok pangan (Baliwati, dkk, 2004). 2.3.1.1 Anjuran Makan Ibu Hamil Konsumsi makanan yang adekuat untuk ibu hamil adalah yang jika dikonsumsi tiap harinya dapat memenuhi kebutuhan zat-zat gizi dalam kualitas maupun kuantitasnya serta mendukung kondisi fisiologis yang sedang dialami ibu hamil. Kualitas makanan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam susunan makanan dan perbandingan yang satu terhadap lainnya. Kuantitas menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh (Sediaoetama, 1993 dalam Marlenywati 2010). Kehamilan merupakan masa kehidupan yang penting. Pada masa ini ibu harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menyambut kelahiran bayinya. Ibu sehat akan melahirkan bayi yang sehat. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan ibu

25 adalah keadaan gizi ibu. Selama kehamilan ibu perlu memperhatikan makanan sehari-hari agar terpenuhi zat gizi yang dibutuhkan selama kehamilan (Pudjiadji, 2000). Menurut Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI (2000), kebutuhan gizi ibu hamil dapat terpenuhi apabila ibu mengkonsumsi makanan yang beranekaragam, dengan mengkonsumsi makanan yang beranekaragam, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh zat gizi dari makanan lainnya. Makanan yang beranekaragam memberikan manfaat yang besar terhadap kesehatan ibu hamil, karena makin beragam yang dikonsumsi, makin baik mutu makanannya. Makanan aneka ragam adalah hidangan dengan menu yang bervariasi paling sedikit terdiri dari: a) Satu jenis makanan pokok, misalnya nasi, jagung, roti, ubi, kentang, sagu, dsb yang merupakan sumber zat tenaga. b) Satu jenis lauk pauk, misalnya tempe, tahu, telur, ikan, daging, dsb yang merupakan zat pembangun c) Satu jenis sayuran dan buah-buahan yang merupakan sumber zat pengatur. Pola makanan yang baik bagi ibu hamil harus memenuhi sumber karbohidrat, protein dan lemak serta vitamin dan mineral. Apabila kebutuhan kalori, protein, vitamin, dan mineral yang meningkat ini tidak dapat dipenuhi melalui konsumsi makanan oleh

26 ibu hamil, akan terjadi kekurangan gizi. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat berakibat: a. Berat badan bayi pada waktu lahir rendah atau sering disebut Berat Badan Bayi Rendah (BBLR) b. Kelahiran prematur (lahir belum cukup umur kehamilan) c. Lahir dengan berbagai kesulitan, dan lahir mati (Notoatmodjo, 2003). Ibu hamil yang kekurangan gizi berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Oleh karena itu, ibu hamil harus memahami dan mempraktikkan pola hidup sehat bergizi seimbang sebagai salah satu upaya untuk menjaga keadaan gizi ibu dan janinnya tetap sehat (Kurniasih, dkk, 2010). Hidangan bagi ibu hamil sebaiknya memperhatikan prinssip menu seimbang, yaitu mengandung semua unsure zat gizi, yaitu sumber karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan air. Bahkan makanan yang dipilih juga harus cukup mengandung serat, yaitu yang bersumber dari sayur dan buah. Jenis bahan makanan yang digunakan sebaiknya bersumber dari bahan makanan segar, hindari bahan makanan hasil awetan (Sulistyoningsih, 2011). Anjuran pembagian makanan sehari ibu hamil dapat disederhanakan dalam bentuk bahan makanan dengan memakai ukuran rumah tangga (URT) sebagai berikut:

27 Bahan Makanan atau Penukarny* Tabel 2.1 Anjuran Makan Ibu Hamil Trimester I Anjuran Makan Ibu Hamil Trimester II & III Nasi 5 porsi 5 porsi Sayur 4 porsi 3 porsi Buah 3 porsi 5 porsi Tempe 3 porsi 3 porsi Daging 3 porsi 4 porsi Minyak 4 porsi 4 porsi Susu 1 porsi 1 porsi Sumber: Anjuran Pembagian Makanan Sehari Ibu Hamil dalam Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang, 2010. *Keterangan: 1. Nasi 1 porsi = ¾ gls = 100 gram 2. Sayur 1 porsi = 1 gls = 100 gram 3. Buah 1 porsi = 1-2 bh = 50-190 gram 4. Tempe 1 porsi = 2 ptg sdg = 50 gram 5. Daging 1 porsi = 1 ptg sdg = 35 gram 6. Minyak 1 porsi = 1 sdt = 5 gram 7. Susu bubuk 1 porsi = 4sdm Dengan mengkonsumsi makanan tersebut diperhitungan bahwa kebutuhan gizi ibu hamil dapat tercukupi.

28 Menurut Almatsier (2001), dalam PUGS susunan makanan yang dianjurkan adalah menjamin keseimbangan zat-zat gizi. Hal ini dapat dicapai dengan mengkonsumsi beranekaragam makanan tiap hari. Tiap makanan dapat saling melengkapi dalam zat-zat gizi yang dikandungnya. Pengelompokan bahan makanan disederhanakan, yaitu didasarkan pada tiga fungsi utama zat-zat gizi, yaitu sebagai berikut: 1. Sumber zat energi/tenaga: padi-padian, tepung-tepungan, umbiumbian, sagu. 2. Sumber zat pengatur: sayuran dan buah-buahan. 3. Sumber zat pembangun: ikan, ayam telur, daging, susu, kacangkacangan dan hasil olahannya, seperti tempe, tahu dan oncom. Untuk mencapai prinsip gizi seimbang hendaknya susunan makanan sehari terdiri dari campuran ketiga kelompok bahan makanan tersebut yang terdiri dari: 1. Bahan Makanan Pokok Dalam susunan hidangan Indonesia sehari-hari, bahan makanan pokok merupakan bahan makanan yang memegang peranan penting. Pada umumnya porsi makanan pokok dalam jumlah (kuantitas/volume) terlihat lebih banyak dari bahan makanan lainnya (Santoso, dkk, 2004). Porsi nasi dalam prinsip gizi seimbang untuk ibu hamil adalah 5 porsi untuk semua trimester.

29 Dari sudut ilmu gizi, bahan makanan pokok merupakan sumber energi dan mengandung banyak karbohidrat (Santoso, dkk, 2004). Karbohidrat dikenal sebagai zat gizi makro sumber bahan bakar (energi) utama bagi tubuh. Karena sebagian besar energi berasal dari karbohidrat, maka makanan sumber karbohidrat digolongkan sebagai makanan pokok (Kurniasih, dkk, 2010). Kebutuhan akan energi pada trimester 1 meningkat secara minimal. Setelah itu, sepanjang trimester 2 dan 3, kebutuhan akan terus membesar sampai pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester 2 diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu, yaitu penambahan volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara, serta penumpukan lemak. Sepanjang trimester 3, energi tambahan dipergunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta. Pertambahan energi disebabkan oleh peningkatan laju metabolisme basal. Selain itu, tambahan energi juga diperlukan untuk menjaga ketersediaan cadangan protein. Pertambahan energi ini terutama diperlukan pada 20 minggu terakhir dari masa kehamilan, yaitu ketika pertumbuhan janin berlangsung sangat pesat. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004 menganjurkan tambahan energi sebesar 180 kkal untuk trimester I, 300 kkal untuk trimester II dan III (Arisman, 2004 ). Intake energi yang cukup yaitu penambahan 55.000 kkal selama 9 bulan kehamilan (Irawati, 2006) diperlukan untuk: 1. Fetus (pertumbuhan fetus dan aktivitas fisik fetus)

30 2. Ibu (peningkatan basal metabolisme, simpanan lemak, pertumbuhan uterus dan payudara, volume darah bertambah dan perubahan aktivitas). Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi. Menurut Glade B. Curtis mengatakan bahwa tidak ada satu rekomendasi yang mengatur berapa sebenarnya kebutuhan ideal karbohidrat bagi ibu hamil. Namun, beberapa ahli gizi sepakat sekitar 60% dari seluruh kalori yang dibutuhkan tubuh adalah karbohidrat. Jadi, ibu hamil membutuhkan karbohidrat sekitar 1.500 kalori (Kristiyanasari, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Syahnimar (2004), menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara frekuensi makan makanan pokok dengan risiko KEK, selain itu wanita yang mempunyai frekuensi makan makanan pokok yang kurang dapat berpeluang untuk mengalami risiko KEK sebanyak 3,2 kali dibanding dengan wanita dengan frekuensi makan makanan pokok cukup. Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, dengan demikian agar selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup ke dalam tubuhnya. Menurut Suhardjo (1988) dalam prinsipprinsip ilmu gizi, seseorang tidak dapat bekerja dengan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun apabila kebiasaan menggunakan cadangan ini terus menerus, maka akan dapat

31 mengakibatkan keadaan kurang gizi khususnya energi (Kartasapoetra, dkk, 2003). Asupan energi pada trimester 1 diperlukan untuk menyalurkan makanan dan pembentukan hormon, sedangkan pada janin diperlukan untuk pembentukan organ (Sadler, 2000). Asupan energi pada trimester 2 diperlukan untuk pertumbuhan kepala, badan, dan tulang janin. Trimester 3 juga terjadi pertumbuhan janin dan plasenta serta cairan amnion akan berlangsung cepat selama trimester 3 (Sulistyoningsih, 2011). Ketika jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup atau tidak adekuat. Hal ini menyebabkan penurunan volume darah, sehingga aliran darah ke plasenta menurun, maka ukuran plasenta berkurang dan transfer nutrient juga berkurang yang mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat dan bayi yang dilahirkan akan BBLR. Hal ini terjadi karena pentingnya peran plasenta yaitu sebagai alat transport, menyeleksi zat-zat makanan sebelum mencapai janin, efisiensi plasenta dalam mengkonsentrasikan, mensintesis, dan transport zat gizi menentukan suplai ke janin. 2. Bahan Makanan Lauk Pauk Kadar zat makanan (gizi) pada setiap bahan makanan memang tidak sama, ada yang rendah dan ada pula yang tinggi, karena itu setiap bahan makanan akan saling melengkapi zat makanan/gizinya yang

32 selalu dibutuhkan tubuh manusia guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik serta energi yang cukup guna melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Zat makanan (gizi) yang diperlukan tubuh manusia ada yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau biasa disebut dengan lauk nabati dan ada pula yang berasal dari hewan yaitu lauk hewani (Kartasapoetra, dkk, 2003). Lauk sebaiknya terdiri dari atas campuran lauk hewani dan nabati. Lauk hewani, seperti daging, ayam, ikan, udang dan telur mengandung protein dengan nilai biologi lebih tinggi daripada lauk nabati. Kacang-kacangan dalam bentuk kering atau hasil olahannya, walaupun mengandung protein dengan nilai biologi sedikit lebih rendah daripada lauk hewani karena mengandung lebih sedikit asam amino esensial metionin, merupakan sumber protein yang baik. Pengolahan kacang-kacangan menjadi tempe, tahu, susu kedelai, dan oncom tidak saja meningkatkan cita rasa tetapi juga meningkatkan kecernaan dan ketersediaan zat-zat gizi bagi tubuh (Almatsier, 2001). Dalam pola makan bergizi seimbang porsi lauk-pauk sumber protein hewani ibu hamil harus lebih besar daripada ibu tidak hamil. Bila kebutuhan energy ibu hamil 2.000 kkal per hari, maka kebutuhan proteinnya 50 gram ditambah 17 gram protein, yang setara dengan 1 porsi daging (35 gram) dan 1 porsi tempe (50 gram). Adapun makanan kaya protein nabati adalah kacang-kacangan dan hasil olahnya, terutama tempe, tahu susu kedelai (Kurniasih, dkk, 2010).

33 WHO menganjurkan tambahan protein sebanyak 0,75 g/kg berat badan bagi wanita (Pudjiadi, 2000). Sedangkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004 menganjurkan tambahan protein sebesar 17 gram, baik untuk trimester I, II maupun III (Arisman, 2004). Konsumsi protein kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan terjadinya: 1. Defisiensi protein selama pertumbuhan fetus 2. Pengurangan transfer protein ke fetus 3. Penurunan jumlah sel dalam jaringan ketika lahir 4. Efek serius pada otak (Irawati, A, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan Saraswati (2006) terhadap ibu hamil di Sukabumi menunjukkan bahwa pola konsumsi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap ibu hamil KEK. Pola konsumsi lauk hewani pada ibu hamil yaitu sebesar 27,60% ibu hamil tidak pernah mengkonsumsi daging dan diatas 65% ibu hamil tidak pernah mengkonsumsi hati, terlihat bahwa mereka mengkonsumsi makanan yang kurang dari aspek kuantitas dan kualitas. Menurut Penelitian Azma (2002) di Sukabumi, proporsi ibu dengan pola konsumsi lauk nabati tidak sesuai mengalami risiko 30,4% dan 9,4% ibu hamil dengan pola konsumsi lauk nabati sesuai. Ibu hamil dengan pola konsumsi lauk nabati tidak sesuai mempunyai risiko untuk KEK sebesar 4,225 kali dibanding dengan ibu hamil dengan pola konsumsi lauk nabati sesuai.

34 Dalam buku ilmu gizi, protein selain akan digunakan bagi pembangun struktur tubuh (pembentukan berbagai jaringan) juga akan disimpan untuk digunakan dalam keadaan darurat, sehingga pertumbuhan terus berlangsung, akan tetapi apabila dalam keadaan terus-menerus menerima makanan yang tidak seimbang, dengan sendirinya akan terjadi pertumbuhan yang kurang baik, daya tahan tubuh menurun, rentan terhadap penyakit, dll. Proses-proses yang berlangsung di dalam tubuh dikendalikan oleh tersedianya protein di dalam tubuh. Proses pencernaan misalnya hanya akan berlangsung secara teratur dengan dukungan hormon yang mencukupinya, sedangkan hormon itu terdiri dari protein. Untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan kecepatan sintesis protein, maka pangan yang dikonsumsi harus mengandung asam amino dalam jumlah dan kualitas yang cukup. Asam amino arginin dan taurin secara fungsional penting dalam perkembangan janin dan bayi. Protein yang akan dihidrolisis menjadi asam amino, diabsorpsi dan diangkut melalui sistem portae ke hati. Asam amino masuk sirkulasi sistemik dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Hati merupakan tempat sintesis protein dari asam amino. Karena adanya penggunaan kembali asam amino maka sintesis dan degradasi protein akan terjadi setiap hari terhadap protein yang dikonsumsi. Pada saat hamil terjadi metabolisme asam amino yang cukup tinggi. Peningkatan volume darah dan

35 pertumbuhan jaringan ibu membutuhkan sejumlah protein (Aritonang, 2010). Protein yang tidak memenuhi kebutuhan secara nyata akan menurunkan pertumbuhan janin yaitu penurunan berat badan ibu, penurunan jumlah sel, dan berbagai perubahan biokimia. Janin menerima asam amino dari ibu melalui plasenta dengan sistem transport tidak aktif (difasillitasi). Konsentrasi asam amino pada janin lebih tinggi daripada ibu. Plasenta sangat aktif dalam metabolisme yang berperan penting dalam metabolisme nitrogen. (Aritonang, 2010). Hampir 70% protein digunakan untuk pertumbuhan janin yang dikandung. Pertumbuhan dimulai dari pertumbuhan sebesar sel sampai tubuh janin mencapai kurang lebih 3.5 kg, protein juga digunakan untuk pembentukan plasenta. Bila asupan protein tidak mencukupi maka plasenta menjadi kurang sempurna padahal plasenta berfungsi untuk menunjang, memelihara, dan menyalurkan makanan bagi janin. Protein juga diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak dan myelin selama masa janin dan berkaitan erat dengan kecerdasan. Selain untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, protein juga dibutuhkan untuk persiapan persalinan. Sebanyak 300-500 ml darah diperkirakan akan hilang pada persalinan sehingga cadangan darah diperlukan pada periode tersebut dan hal ini tidak terlepas dari peran plasenta (Sulistyoningsih, 2011).

36 3. Bahan Makanan Sayuran Vitamin dan mineral terutama banyak terdapat dalam sayur dan buah, khususnya yang berwarna kuning dan hijau gelap. Vitamin dan mineral adalah zat gizi makro yang memperlancar proses pembuatan energi dan proses biologis lainnya yang diperlukan untuk mempertahankan kesehatan. Oleh sebab itu didalam tumpeng gizi seimbang, sayuran dan buah dianjurkan dikonsumsi sesering mungkin setiap hari (Kurniasih, dkk, 2010). Sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral yang diperlukan untuk mengatur metabolisme di dalam tubuh. Vitamin B1 yang terdapat dalam buah dan sayuran berfungsi sebagai enzim yang penting untuk menghasilkan energi dan metabolime karbohidrat serta membantu fungsi normal syaraf, otot dan jantung serta vitamin B6 berperan dalam pembentukan protein tubuh (Almatsier, 2001). Menurut Kartasapoetra, dkk, (2003), vitamin B6 diperlukan pada proses metabolisme protein, apabila terjadi defisensi vitamin ini, maka akan terjadi ketidaknormalan pada metabolisme protein sehingga tidak dapat mengubah asam amino menjadi niasin. Vitamin B6 ini banyak terkandung pada sayur mayur. Pada penelitian Azma (2002) di Sukabumi, terlihat prevalensi ibu hamil yang menderita risiko KEK lebih banyak dijumpai pada ibu hamil dengan frekuensi konsumsi sayur <3 kali sehari (29,6%) dan 22,4% ibu hamil yang frekuensi konsumsi sayur 3 kali sehari. Ibu

37 hamil yang frekuensi konsumsi sayur <3 kali sehari mempunyai risiko untuk KEK sebesar 1,456 kali disbanding dengan frekuensi konsumsi sayur 3 kali sehari. Sedangkan pada penelitian Yuliani (2002) di Bogor, sebagian besar pola konsumsi sayuran pada ibu hamil tidak sesuai dengan anjuran makan ibu hamil yaitu sebesar 81,6%. 4. Bahan Makanan Buah-buahan Buah berwarna kuning seperti mangga, papaya dan pisang raja kaya akan provitamin A, sedangkan buah seperti jeruk, jambu biji, dan rambutan kaya akan vitamin C. Secara keseluruhan buah merupakan sumber vitamin A, vitamin C, kalium dan serat. Sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral yang diperlukan untuk mengatur metabolisme di dalam tubuh. Vitamin B1 yang terdapat dalam buah dan sayuran berfungsi sebagai enzim yang penting untuk menghasilkan energi dan metabolime karbohidrat serta membantu fungsi normal syaraf, otot dan jantung serta vitamin B6 berperan dalam pembentukan protein tubuh (Almatsier, 2001). Vitamin B1 sangat diperlukan tubuh, tersedianya dalam tubuh karena diserap usus dari makanan, selanjutnya diangkat bersama darah ke jaringan-jaringan tubuh. Vitamin B1 ditemukan sebagai cadangan dalam jumlah yang terbatas di dalam hati, jantung, otot dan otak. Sebagai cadangan diperlukan untuk memelihara fungsi alat-alat tubuh. Vitamin B1 membantu dalam pembakaran karbohidrat dan diangkat di

38 dalam darah oleh sel darah putih yang mempunyai inti dengan vitamin B1. Dari fungsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa makin banyak karbohidrat yang dikonsumsi maka kebutuhan akan vitamin B1 akan banyak pula, salah satu contoh bagi ibu-ibu yang sedang hamil atau menyusui sudah tentu akan memerlukan vitamin B1 lebih banyak daripada biasanya (Kartasapoetra, dkk, 2003). Pada penelitian Azma (2002), terlihat prevalensi ibu hamil yang menderita risiko KEK lebih banyak dijumpai pada ibu hamil dengan frekuensi konsumsi <2 kali sehari sebesar 30,7% dan 24,2% ibu hamil dengan frekuensi konsumsi buah 2 kali sehari mengalami risiko KEK. Begitu juga dengan hasil penelitian Hapni (2004) dan penelitian Yuliani (2002). 5. Susu dan Hasil Olahannya Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna. Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu, yaitu protein bernilai biologi tinggi, kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin. Susu merupakan sumber kalsium paling baik, karena disamping kadar kalsium yang tinggi, laktosa didalam susu membantu absorpsi susu didalam saluran cerna. Balita, ibu hamil dan ibu menyusui dianjurkan paling kurang minum satu gelas susu sehari, atau hasil olahannya berupa yogurt, yakult, dan keju dalam jumlah yang ekivalen (Almatsier, 2001).

39 2.3.2 Penyakit Infeksi Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan). Penyakit infeksi merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan ibu. Status gizi kurang akan meningkatkan kepekaan ibu terhadap risiko terjadinya infeksi, dan sebaliknya infeksi dapat meningkatkan risiko kurang gizi (Achadi, E. L, 2007). Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah infeksi, penyakit infeksi terkait status gizi yaitu TB, diare, dan malaria (Supariasa, 2002). Kekurangan zat gizi makro berkontribusi terhadap penyakit infeksi dan sebaliknya penyakit infeksi menyebabkan terjadinya malnutrisi. Orang yang menderita kekurangan gizi akan sangat rentan terhadap berbagai penyakit. Hal ini karena kurangnya asupan makanan yang bergizi yang dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh. Demikian pula jika seseorang terkena penyakit infeksi akan

40 menurunkan nafsu makannya sehingga jika tidak tertangani akan menyebabkan kekurangan gizi (Moechji, 2003). Dalam jurnal Malnutrition and Infection: Complex Mechanisms and Global Impacts oleh Schaible, et.al (2007) disebutkan sebuah penelitian di Kenya yang menemukan hubungan signifikan antara penyakit infeksi dengan lingkar lengan atas dan serum albumin. Infeksi menyebabkan hilangnya energi pada bagian dari individu, yang dapat mengurangi produktivitas pada tingkat masyarakat dan mengakibatkan kekurangan gizi. Contoh bagaimana infeksi dapat berkontribusi untuk gizi buruk adalah: (1) infeksi pencernaan bisa menyebabkan diare; (2) HIV / AIDS, tuberkulosis, dan infeksi kronis lainnya dapat menyebabkan cachexia dan anemia, dan (3) parasit usus dapat menyebabkan anemia dan gizi buruk. Selain itu, dalam jurnal Malnutrition and Pregnancy Wastage In Zambia oleh Wamie, data survey status gizi FAO menunjukkan 90,5% ibu hamil menderita infeksi. Bisai dan Bose (2008) dalam Marlenywati (2010) mengemukakan bahwa disamping asupan makanan yang inadekuat, KEK pada seseorang juga disebabkan oleh penyakit infeksi yang dideritanya. Penyakit infeksi ini menyebabkan meningkatnya angka kesakitan akibat menurunnya imunitas tubuh. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mulyaningrum (2009) di daerah Jakarta yang menunjukkan bahwa ibu hamil yang memiliki penyakit infeksi beresiko

41 terkena KEK sebesar 30% dan penelitian Surasih (2005) di Banjarnegara diperoleh proporsi ibu hamil yang menderita penyakit infeksi (diare, TBC, dll) sebesar 36,10%. Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolakbalik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanisme. Infeksi yang akut mengakibatkan kurangnya nafsu makan dan toleransi terhadap makanan. Di berbagai tempat di dunia, makanan dapat tercemar oleh berbagai bibit penyakit yang menimbulkan gangguan dalam penyerapan zat gizi oleh tubuh. Orang yang mengalami gizi kurang daya tahan tubuh terhadap penyakit menjadi rendah, sehingga mudah terkena serangan penyakit infeksi. Demikian pula sebaliknya, orang yang kena penyakit infeksi dapat mengalami gizi kurang (Suhardjo, 1989). Status gizi, atau tingkat konsumsi pangan merupakan bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga mempengaruhi status gizi. Infeksi dan demam dapat menyebabkan merosotnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencernakan makanan. Parasit dalam usus, seperti cacing gelang dan cacing pita bersaing dengan tubuh dalam memperoleh makanan dan dengan demikian menghalangi zat gizi ke dalam arus darah. Keadaan yang demikian membantu terjadinya kurang gizi. Wanita hamil dan menyusui yang harus melakukan beban kerja berat memerlukan banyak

42 sekali makanan baik untuk kondisi kesehatan tubuhnya maupun untuk kebutuhan energinya. Selama status kesehatan dan gizi saling mempengaruhi, diperlukan perhatian khusus untuk mencukupi keduaduanya (Suhardjo, 2003). Scrimshaw, dkk (1959) dalam Supariasa (2002) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara interaksi (bakteri, virus dan parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi. Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu: a. Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, rendahnya absorpsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit. b. Peningkatan kehilangan cairan atau zat gizi akibat diare, mual/muntah dan pendarahan terus menerus. c. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit (human host/parasit) yang terdapat didalam tubuh. 1. Tuberculosis Infeksi pernafasan seperti tuberculosis, pneumonia, asma, dll berhubungan dengan tingginya kesakitan pada ibu hamil dan harus ditindaklanjuti dengan segera. Infeksi pernafasan banyak

43 terjadi pada ibu hamil khususnya trimester II dan III. Perempuan dengan infeksi pernafasan seharusnya menerima konseling sebelum hamil dan pendidikan tentang risiko dari kehamilan dan pengobatan yang berkelanjutan. Tuberculosis biasanya ditunjukkan dengan gejala batuk, penurunan berat badan dan keringat di malam hari (Stone Sophia, 2009). Tuberculosis merupakan suatu penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, biasanya terdapat pada paru tetapi mungkin juga terdapat pada organ lain seperti pada kelenjar getah bening, ginjal, jantung dan lain sebagainya. Reaksi pertama akibat penyakit tuberculosis adalah batuk, demam, berat badan menurun, dan badan lemah. Hal ini menyebabkan metabolisme dalam tubuh meningkat, sehingga tubuh membutuhkan energi lebih yang diperoleh dari makanan. Badan yang lemah biasanya dipengaruhi oleh nafsu makan yang menurun sehingga asupan makanan yang seharusnya diberikan lebih tidak dapat tercukupi sehingga menyebabkan berat badan menurun, efek TB pada kehamilan akan berpengaruh terhadap status nutrisi yang buruk yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortaliltas maternal (http://digulib.unimus.ac.id). Dalam jurnal Tuberculosis and Pregnancy oleh Arora, et.al (2003) menyatakan bahwa dampak TB pada kehamilan diataranya akan mengakibatkan kekebalan tubuh

44 menurun, stress kehamilan dan akan berpengaruh terhadap status gizi ibu hamil. Untuk mengetahui tentang penderita tuberculosis dengan baik harus dikenali tanda dan gejalanya. Seseorang ditetapkan sebagai tersangka penderita tuberculosis paru apabila ditemukan gejala klinis utama (cardinal symptom) pada dirinya. Gejala utama pada tersangka tuberculosis adalah: a. Batuk berdahak lebih dari tiga minggu b. Batuk berdarah c. Sesak nafas d. Nyeri dada Gejala lainnya adalah berkeringat pada malam hari, demam tidak tinggi/meriang, dan penurunan berat badan. Dengan strategi DOTS (directly observed treatment shourtcourse), gejala utamanya adalah batuk berdahak dan/atau terus menerus selama 3 minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka (Widoyono, 2008). Dalam Riskesdas (2007), gejala tuberculosis yaitu batuk 2 minggu disertai dahak atau dahak bercampur darah dan berat badan sulit bertambah atau menurun. 2. Diare Diare menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga mengurangi asupan gizi, dan diare dapat mengurangi daya serap

45 usus terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari makanan yang mengalami diare akan meningkat, sehingga setiap serangan diare akan menyebabkan kekurangan gizi. Beberapa gejala dan tanda diare antara lain: berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare, muntah, demam dan gejala dehidrasi (Widoyono, 2008). Gejala dan tanda dari diare yaitu buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa cairan saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari) (Sarjana dkk, 2007). Infeksi mempengaruhi status protein. Misalnya infeksi ringan sekalipun akan mengakibatkan bertambahnya kehilangan nitrogen melalui urin. Infeksi juga membantu terjadinya kekurangan protein karena menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Seperti kita ketahui infeksi cacing bisa mengurangi absorpsi nitrogen apa lagi jika disertai diare. Telah banyak sekali penyelidikan yang menunjukkan bahwa kekurangan kalori protein yang berat terjadi jika menderita diare atau penyakit infeksi lainnya (Sastroamidjo, 1980). Banyak infeksi mengganggu absorpsi nutrient dalam saluran cerna. Pada penyakit diare, absorpsi lemak dari makanan hanya 58% dari keadaan normalnya, dan absorpsi protein dari makanan hanya 44% dari keadaan normalnya. Karena hal inilah,

46 absorpsi energi dari makanan hanya sekitar 71% dari keadaan normalnya (Gibney, et al, 2008). 2.3.3 Sosial Ekonomi 2.3.3.1 Pekerjaan Ketersediaan bahan pangan dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi rumah tangga. Ibu yang bekerja dan mempunyai pengahasilan sendiri akan dapat menyediakan makanan yang mengandung sumber zat gizi dalam jumlah yang cukup dibandingkan ibu yang tidak bekerja (Khumaidi, 1989). 2.3.3.2 Jumlah Anggota Keluarga Keluarga dengan banyak anak dan jarak kehamilan antar anak yang amat dekat akan menimbulkan banyak masalah. Jika pendapatan keluarga terbatas sedangkan anak banyak, maka pemerataan dan kecukupan makanan di dalam keluarga kurang bisa dijamin. Keluarga ini disebut keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya hampir tidak pernah tercukupi dan dengan demikian penyakit pun terus mengintai (Apriadji, 1986).

47 2.3.3.3 Pendidikan Menurut Hardinsyah (1999) dalam Mulyaningrum (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu hamil atau suami akan semakin rendah kejadian KEK pada ibu hamil dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan suami biasanya diikuti dengan meningkatnya pendapatan keluarga termasuk kesehatan dan gizi ibu hamil pada perhatian terhadap istri yang hamil semakin meningkat. Menurut Schultz (1984) dan Cadwell (1979) dalam Mulyaningrum (2009) mengatakan bahwa pendidikan itu dapat memperbaiki cara penggunaan sumberdaya keluarga, sehingga akan berdampak positif terhadap kelangsungan hidup keluarga, salah satunya dalam perawatan ibu hamil. Ibu dengan pendidikan tinggi tidak banyak dipengaruhi oleh praktik tradisional yang merugikan terhadap ibu hamil dan kualitas maupun kuantitas makanan untuk konsumsi setiap harinya. 2.3.3.4 Pantang Makanan Makanan pantang atau pantang makanan adalah bahan makanan atau masukan yang tidak boleh dimakan oleh para individu dalam masyarakat karena alasan-alasan yang bersifat budaya. Biasanya pihak yang diharuskan memantang memiliki ciri-ciri tertentu, atau sedang mengalami keadaan

48 tertentu (misalnya karena sedang hamil atau menyusui), dan karena dalam kebudayaan setempat terdapat suatu kepercayaan tertentu terhadap bahan makanan tersebut (misalnya berkenaan dengan sifat keramatnya). Adat memantang makan itu diajarkan secara turun temurun dan cenderung ditaati walaupun individu yang menjalankannya mungkin tidak terlalu paham atau yakin akan rasional dari alasan-alasan memantang makanan yang bersangkutan, dan sekedar karena patuh akan tradisi setempat (Swasono, 1998). Sedangkan menurut Sediaoetama (1990), pantang makanan yaitu tidak boleh makan jenis makanan tertentu dijumpai pada masyarakat karena alasan budaya dan kesehatan di berbagai negara seluruh dunia. Dari sudut ilmu gizi, pantang makanan dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Kelompok pertama, pantang makanan yang tidak berdasarkan agama (kepercayaan) 2. Kelompok kedua, pantang makanan yang berdasarkan agama (kepercayaan) 3. Kelompok ketiga, pantangan yang jelas akibatnya terhadap kesehatan. Pangan dan gizi sangat berkaitan erat karena gizi seseorang sangat tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsinya. Masalah pangan antara lain menyangkut

49 ketersediaan pangan dan kerawanan pangan yang dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan adat/kepercayaan yang terkait dengan tabu makanan. Banyak sekali penemuan para peneliti yang menyatakan bahwa faktor budaya sangat berperan dalam proses konsumsi pangan dan terjadinya masalah gizi di berbagai masyarakat dan negara. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Berbagai budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda terhadap pangan (Baliwati, dkk, 2004). Kepercayaan masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan. Semakin banyak pantangan dalam makanan maka semakin kecil peluang keluarga untuk mengkonsumsi makan yang beragam. Beberapa jenis bahan makanan dilarang dimakan oleh anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui ataupun kaum remaja. Jika ditinjau dari konteks gizi, bahan makanan tersebut justru mengandung nilai gizi yang tinggi, tetapi tabu itu tetap dijalankan dengan alasan takut menanggung risiko yang akan timbul. Sehingga masyarakat yang demikian akan mengkonsumsi bahan makanan bergizi dalam jumlah yang kurang, dengan demikian maka penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul di masyarakat. (Suhardjo, 1989).

50 A. Berg (1986) dalam Pudjiadi (2000), diberbagai negara atau daerah terdapat 3 kelompok masyarakat yang biasanya mempunyai makanan pantangan, yaitu anak kecil, ibu hamil dan ibu yang menyusui. Khusus mengenai hal itu di Indonesia antara lain dikemukakan sebagai berikut: a) Pada anak kecil di banyak daerah, makanan yang bergizi dijauhkan dari anak-anak, karena takut akan akibat-akibat yang sebaliknya. Di beberapa daerah ikan dilarang untuk anak-anak karena menurut kepercayaan mereka ikan akan menyebabkan penyakit cacingan, sakit mata atau sakit kulit. Di tempat lain kacang-kacangan yang kaya dengan protein seringkali tidak diberikan kepada anak-anak karena khawatir perut anaknya akan kembung. b) Pada ibu yang sedang hamil, berdasarkan hasil studi di Kalimantan Tengah ditemukan fakta adanya 27 jenis ikan yang merupakan makanan pantangan, dengan alasan apabila ikan-ikan itu dimakan dapat menyebabkan maruyan (gangguan pada kesehatan ibu), mabuk, merusak badan, sulit melahirkan, peranakan bisa ke luar, dsb. c) Pada ibu yang sedang menyusui, di Indonesia banyak wanita mengurangi makan sesudah melahirkan anak untuk menjaga bentuk tubuhnya. Di Jawa, makan telur dipantangkan selama ibu sedang menyusui anaknya, karena diduga telur bisa

51 menyebabkan pendarahan. Di Kalimantan Tengah ada berbagai jenis ikan tertentu yang dipantang karena bisa menyebabkan air susu ibu berbau amis dan mengakibatkan bayinya sakit perut, dll. Seringkali ditemukan seorang wanita yang sedang hamil diharuskan pantang terhadap berbagai jenis bahan makanan, seperti ikan, dan sebagainya. Ada juga wanita hamil yang hanya dibolehkan makan nasi dengan sedikit garam saja, sedang makanan lain tidak diperkenankan. Penjelasan yang luas akan faedah makanan, bahaya pantangan semacam itu haruslah diberikan lebih dulu kepada wanita hamil, sehingga dia merasa yakin bahwa pantangan semacam itu akan merusak dirinya dan bayinya (Moehji, 2003). Seringkali ditemukan adanya pantang makanan bagi wanita hamil terhadap beberapa jenis makanan tertentu yang jika dilihat dari nilai gizi, bahan makanan tersebut mungkin saja dibutuhkan oleh ibu. Secara umum, tidak ada pantang makanan bagi ibu hamil selama ibu tidak mengalami komplikasi ataupun mengalami penyakit lain. Ibu hamil boleh mengkonsumsi makanan yang diinginkan dengan jumlah yang tidak berlebihan. Adanya pantangan seperti itu akan menghambat pemenuhan kebutuhan gizi ibu yang akhirnya berbahaya bagi kesehatan ibu

52 serta pertumbuhan dan perkembangan janin, sehingga perlu penjelasan kepada ibu tentang manfaat makanan serta bahaya pantangan (Sulistyoningsih, 2011). Hasil penelitian Yuliani (2002) di Bogor, didapatkan proporsi ibu hamil yang mempunyai pantang makanan sebesar 15,3%. Sedangkan penelitian Surasih (2005) di Banjarnegara diperoleh proporsi adanya pantangan terhadap makanan sebesar 39,20% dan dari 39,20% yang berpantangan tersebut didapat 44,73% ibu hamil berpantangan terhadap ikan. Dalam penelitian Kamarullah (2001), diperoleh 50% ibu hamil KEK memiliki pantangan, seperti mengkonsumsi ikan, cumi-cumi, dll. Apabila diamati jenis makanan yang dipantang dikonsumsi sebagian besar adalah jenis makanan yang bernilai gizi tinggi. Disisi lain kelompok yang berpantang mengkonsumsi adalah mereka yang tergolong kelompok rawan gizi. Kondisi demikian, tentunya akan memperburuk keadaan ibu hamil. Ibu hamil merupakan kelompk yang paling rawan terhadap makanan sumber protein hewani. Hal ini seharusnya tidak dilakukan, karena pangan sumber protein ini sangan diperlukan untuk pertumbuhan dan sebagai zat pembangun.

53 2.4 Pengukuran Pola Konsumsi Pengukuran pola konsumsi dengan menggunakan survey konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perseorangan serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut. Sedangkan tujuan khusus dari survei konsumsi makanan adalah: 1. Menentukan tingkat kecukupan konsumsi pangan nasional dan kelompok masyarakat. 2. Menentukan status kesehatan, gizi keluarga dan individu. 3. Menentukan pedoman kecukupan makanan dan program pengadaan pangan 4. Sebagai dasar perencanaan dan program pengembangan gizi 5. Sebagai sarana pendidikan gizi masyarakat, khususnya golongan yang berisiko tinggi mengalami kekurangan gizi 6. Menentukan perundang-undangan yang berkenaan dengan makanan, kesehatan, dan gizi masyarakat (Supariasa, 2002). 2.4.1 Pengertian Food Frequency (Frekuensi Makanan) Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada

54 periode tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden (Supariasa, 2002). Langkah-langkah metode frekuensi makanan sebagai berikut: 1. Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya. 2. Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumbersumber zat gizi tertentu selama periode tertentu pula. Menurut Hartriyanti, dkk (2007), beberapa jenis food frequency adalah sebagai berikut: 1. Simple or nonquantitative FFQ, tidak memberikan pilihan tentang porsi yang biasa dikonsumsi sehingga menggunakan standar porsi. 2. Semiquantitative FFQ, memberikan porsi yang dikonsumsi, misalnya sepotong roti, secangkir kopi. 3. Quantitative FFQ, memberikan pilihan porsi yang biasa dikonsumsi responden, seperti kecil, sedang, atau besar. Metode frekuensi makanan mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut:

55 1. Kelebihan metode frekuensi makanan: a. Relatif murah dan sederhana b. Dapat dilakukan sendiri oleh responden c. Tidak membutuhkan latihan khusus d. Dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan. 2. Kekurangan metode frekuensi makanan: a. Tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari b. Sulit untuk mengembangkan kuesioner pengumpulan data c. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi. 2.4.2 Prinsip Food Frequency (Frekuensi Makanan) Prinsip pendekatan frekuensi makan dalam kaitan antara asupan pangan (zat gizi) dengan timbulnya penyakit adalah bahwa rata-rata asupan jangka panjang (misalnya, diatas satu minggu, bulan, atau tahun), merupakan paparan yang lebih bermakna dibandingkan asupan pada beberapa hari. Oleh karena itu, perkiraan asupan pangan secara kasar dalam jangka panjang lebih tepat daripada perkiraan asupan pangan periode yang singkat yang diperoleh dengan metode ingatan 24 jam atau metode penimbangan pangan (Siagian, A, 2010).

56 2.5 Kerangka Teori Bagan 2.2 Kerangka Teori Faktor sosio-ekonomi 1. Pekerjaan 2. Jumlah anggota keluarga 3. Pendidikan ibu 4. Tabu/pantang makanan Pola Konsumsi 1. Makanan pokok 2. Lauk hewani 3. Lauk nabati 4. Sayuran 5. Buah-buahan Risiko KEK Penyakit Infeksi Sumber: Modifikasi Departemen Kesehatan RI (1995) dan (1999), Worthington (1985) dalam Soetjiningsih (1995).

57 BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep Dari kerangka teori yang terdapat pada bagan 2.2, maka disusunlah kerangka konsep yang terdiri dari variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen adalah risiko KEK, sedangkan variabel independen terdiri dari pola konsumsi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah-buahan, serta penyakit infeksi dan pantang makanan. Pola konsumsi Bagan 3.1 Kerangka Konsep - Pola konsumsi makanan pokok - Pola konsumsi lauk hewani - Pola konsumsi lauk nabati - Pola konsumsi sayuran - Pola konsumsi buah-buahan Penyakit infeksi Risiko KEK - Penyakit tuberculosis - Penyakit diare Pantang makanan

58 3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No. Variabel Definisi I. Dependen 1 Risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil II. Independen 1 Pola konsumsi makanan pokok Operasional Ibu hamil yang mempunyai ukuran lingkar lengan atas (LILA) < 23,5 cm, BB sebelum hamil >42 kg, TB >145cm, BB ibu pada kehamilan trimester III >45 kg), IMT sebelum hamil >17 dan kadar Hb >11 gr%) (Depkes, 1995). Gambaran jumlah dan frekuensi makanan pokok yang dikonsumsi responden seharihari. Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala 1. Pita LILA 2. Timbangan BB 3. Microtoise 4. Alat ukur kadar Hb (sianmethemogl obin) FFQ Semikuantitatif 1. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) 2. Penimbangan berat badan (BB) 3. Pengukuran tinggi badan (TB) 4. Pemeriksaan kadar Hb Wawancara 0. Risiko KEK (LILA <23,5 cm, BB sebelum hamil >42 kg, TB >145cm, BB ibu pada kehamilan trimester III >45 kg), IMT sebelum hamil >17 dan kadar Hb >11 gr%) 1. Tidak berisiko KEK 23,5 cm (Depkes, 1995). 0. Tidak sesuai Jika <5 porsi nasi atau setara dengan bahan makanan penukar. 1. Sesuai Jika 5 porsi nasi atau setara dengan bahan makanan penukar. (PGS, 2010). Ordinal Ordinal

59 2 Pola konsumsi lauk hewani Gambaran jumlah dan frekuensi lauk hewani yang dikonsumsi responden seharihari. FFQ semikuantitatif Wawancara 0. Tidak sesuai Jika <3 porsi daging atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester I). Jika <4 porsi daging atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester II dan III). Ordinal 1. Sesuai Jika 3 porsi daging atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester I). Jika 4 porsi daging atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester II dan III). 3 Pola konsumsi lauk nabati Gambaran jumlah dan frekuensi lauk nabati yang dikonsumsi responden seharihari.. FFQ semikuantitatif Wawancara (PGS, 2010). 0. Tidak sesuai Jika <3 porsi tempe atau setara dengan bahan makanan penukar. 1. Sesuai Jika 3 porsi tempe atau setara dengan bahan makanan penukar. (PGS, 2010).

60 4 Pola konsumsi sayuran Gambaran jumlah dan frekuensi sayuran yang dikonsumsi responden seharihari. FFQ semikuantitatif Wawancara 0. Tidak sesuai Jika <4 porsi sayur atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester I). Jika <3 porsi sayur atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester II dan III). 1. Sesuai Jika 4 porsi sayur atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester I). Jika 3 porsi sayur atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester II dan III). Ordinal (PGS, 2010). 5 Pola konsumsi buah-buahan Gambaran jumlah dan frekuensi buah yang dikonsumsi responden seharihari. FFQ semikuantitatif Wawancara 0. Tidak sesuai Jika <4 porsi buah atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester I). Jika <5 porsi buah atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester II dan III). 1. Sesuai Jika 4 porsi buah atau setara dengan bahan Ordinal

61 6 Penyakit Jika responden tuberculosis mengalami gejala yang termasuk ke dalam gejala penyakit tuberculosis dalam waktu 1 tahun terakhir. 7 Penyakit diare Jika responden mengalami gejala yang termasuk ke dalam gejala penyakit diare dalam waktu 1 bulan terakhir. 8 Pantang Tidak boleh makan makanan jenis makanan tertentu yang merupakan sumber energi (protein, karbohidrat, lemak) karena alasan budaya dan kesehatan. (PGS, 2010). Kuesioner Wawancara 0. Ya 1. Tidak makanan penukar (trimester I). Jika 5 porsi buah atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester II dan III). (Riskesdas, 2007) Kuesioner Wawancara 0. Ya 1. Tidak (Riskesdas, 2007) Kuesioner Wawancara 0. Ada 1. Tidak ada Sediaoetama (1990). Ordinal Ordinal Ordinal

46 3.3 Hipotesis 1. Ada hubungan antara pola konsumsi makanan pokok dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 2. Ada hubungan antara pola konsumsi lauk hewani dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 3. Ada hubungan antara pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 4. Ada hubungan antara pola konsumsi sayuran dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 5. Ada hubungan antara pola konsumsi buah-buahan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 6. Ada hubungan antara penyakit tuberculosis dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 7. Ada hubungan antara penyakit diare dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. 8. Ada hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.

63 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan studi analitik. Rancangan penelitian menggunakan desain studi cross sectional dimana pengukuran variabel independen maupun dependen dilakukan dalam waktu yang bersamaan. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Ciputat, Kota Tangerang Selatan pada bulan Juni sampai Juli 2011. 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang melakukan kunjungan ke puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan. 4.3.2 Sampel Jumlah sampel pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi (Ariawan, 1998), sebagai berikut: n =

64 Keterangan: n = Besar sampel Z1-α/2 = Nilai Z pada derjat kepercayaan 1-α/2 atau derajat kepercayaan α pada uji dua sisi (two tail), yaitu sebesar 95% = 1,96. Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji 1-β, yaitu sebesar 80% = 0,84. P = Proporsi rata-rata = (P 1 +P 2 )/2 P1 = 30,4% (Proporsi ibu hamil risiko KEK dengan frekuensi lauk nabati < 3 kali/hari). P2 = 9,4% (Proporsi ibu hamil risiko KEK dengan frekuensi lauk nabati 3 kali/hari). Dari hasil perhitungan diatas, maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 108 orang. 4.4 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Pita LILA untuk mengukur lingkar lengan atas ibu hamil. Pengukuran LILA dilakukan melalui urutan yang telah ditetapkan. Ada tujuh urutan pengukuran LILA menurut Supariasa (2002), yaitu: a) Tetapkan posisi bahu dan siku

65 b) Letakkan pita antara bahu dan siku c) Tentukan titik tengah lengan d) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan e) Pita jangan terlalu ketat f) Pita jangan terlalu longgar g) Cara pembacaan skala yang benar. 2. Timbangan yang telah dikalibrasi untuk mengetahui berat badan (BB) ibu. Cara mengukurnya yaitu: orang yang diukur harus menggunakan baju seminal mungkin dan tanpa alas kaki. 3. Microtoise untuk mengukur tinggi badan (TB) ibu. Cara mengukur TB, yaitu: a) Subjek berdiri tegak dan telapak kaki rata dengan lantai. Micotoise diukur pada tengkorak kepala yang menonjol dan tinggi badan dicatat yang mendekati 0,5 cm b) Perlu diperhatikan, kepala mesti dalam posisi frankfurt plane, telinga sejajar dengan garis mata. 4. Pemeriksaan kadar Hb dengan cara fotoelektrik yaitu sian methemoglobin untuk mengetahui kadar Hb ibu. Caranya sebagai berikut: a) Ke dalam tabung kalorimeter dimasukkan 5,0 ml larutan Drabkin. b) Dengan pipet hemoglobin diambil 20 ul darah; sebelah luar ujung pipet dibersihkan, lalu darah itu dimasukkan ke dalam tabung kalorimeter dengan membilasnya beberapa kali. c) Campurlah isi tabung dengan membalikkannya beberapa kali. Tindakan ini juga akan menyelenggarakan perubahan hemoglobin menjadi sianmethemoglobin.

66 d) Bacalah dalam spektrofotometer pada gelombang 540 nm, sebagai blanko digunakan larutan Drabkin. e) Kadar hemoglobin ditentukkan dari perbandingan absorbansinya dengan absorbansi standard sianmethemoglobin atau dibaca dari kurve tera. 5. Kuesioner yang terdiri dari data identitas ibu, penyakit infeksi, dan pantangan terhadap makanan. 6. Form FFQ semikuantitatif untuk mengetahui pola konsumsi ibu hamil. 4.5 Pengumpulan Data Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer yaitu data yang diperoleh dari pengukuran LILA, penimbangan BB, pengukuran TB, hasil pemeriksaan kadar Hb, jawaban kuesioner dan form FFQ semikuantitatif. 4.6 Pengolahan Data 1. Editing Dalam pengolahan data dilakukan beberapa tahap, yaitu sebagai berikut: Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapannya terlebih dahulu. 2. Coding Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode pada setiap jawaban yang terdiri variabel risiko KEK, pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan.

67 a. Risiko KEK Pada variabel risiko KEK, dilakukan pengukuran lingkar lengan atas (LILA) Ibu hamil. Dikategorikan menjadi dua, yaitu risiko KEK dan tidak berisiko KEK. Ada pun kodenya adalah sebagai berikut: 0. Risiko KEK ( LILA <23,5 cm, BB sebelum hamil >42 kg, TB >145cm, BB ibu pada kehamilan trimester III >45 kg), IMT sebelum hamil >17 dan kadar Hb >11 gr%) 1. Tidak berisiko KEK 23,5 cm b. Pola konsumsi Pengukuran pola konsumsi menggunakan Food Frequency Questioner (FFQ) semikuantitatif, bahan makanan yang dikonsumsi ibu sehari-hari terdiri dari: 1) Makanan pokok 0. Tidak sesuai, jika: <5 porsi nasi atau setara dengan bahan makanan penukar. 1. Sesuai, jika frekuensi 5 porsi nasi atau setara dengan bahan makanan penukar. 2) Lauk hewani 0. Tidak sesuai jika: <3 porsi daging atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester I). Jika <4 porsi daging atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester II dan III). 1. Sesuai jika: 3 porsi daging atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester I). Jika 4 porsi daging atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester II dan III).

68 3) Lauk nabati 0. Tidak sesuai jika: <3 porsi tempe atau setara dengan bahan makanan penukar. 1. Sesuai jika: 3 porsi tempe atau setara dengan bahan makanan penukar. 4) Sayuran 0. Tidak sesuai jika: <4 porsi sayur atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester I). Jika <3 porsi sayur atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester II dan III). 1. Sesuai jika: 4 porsi sayur atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester I). Jika 3 porsi sayur atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester II dan III). 5) Buah-buahan 0. Tidak sesuai jika: <4 porsi buah atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester I). Jika <5 porsi buah atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester II dan III). 1. Sesuai jika: 4 porsi buah atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester I). Jika 5 porsi buah atau setara dengan bahan makanan penukar (trimester II dan III). c. Penyakit infeksi Variabel penyakit infeksi dilihat dari salah satu penyakit infeksi terkait status gizi yang diderita oleh ibu hamil yaitu penyakit tuberculosis dan diare yang dilihat dari gejala-gejala penyakit.

69 1) Penyakit tuberculosis Terdiri dari beberapa pertanyaan, jika responden mengalami beberapa gejala yang ada dalam pertanyaan, maka responden sudah menderita penyakit tersebut. Kodenya adalah: 0. Ya 1. Tidak 2) Penyakit diare Terdiri dari beberapa pertanyaan, jika responden mengalami beberapa gejala yang ada dalam pertanyaan, maka responden sudah menderita penyakit tersebut. Kodenya adalah: 0. Ya 1. Tidak d. Pantangan makan Variabel ini terdiri dari pertanyaan mengenai ada atau tidak kebiasaan tidak boleh makan jenis makanan tertentu pada responden karena alasan budaya dan kesehatan. Kodenya adalah sebagai berikut: 0. Ada 1. Tidak ada 3. Entry Memasukkan data dengan menggunakan komputer untuk analisa lebih lanjut.

70 4. Cleaning Pengecekkan kembali, untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data yang sudah dimasukkan, baik dalam pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode. Dengan demikian data telah siap dianalisis menggunakan program pengolahan data. 4.7 Analisis Data 4.7.1 Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk menyajikan dan menggambarkan distribusi frekuensi dari setiap variabel yang diteliti dalam bentuk presentase dan disajikan dalam bentuk tabel. Analisis univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gamabaran variabel independennya, yaitu pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan. Serta variabel dependennya, yaitu risiko kurang energi kronis (KEK). 4.7.2 Analisis Bivariat Analisa bivariat digunakan untuk melihat kemungkinan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Pada analisis ini digunakan uji chi square dengan rumus: X 2 = (O-E) 2 E df = (k-1) (b-1)

71 Keterangan: X 2 O E k b = Chi square = Nilai observasi = Nilai ekspektasi = Jumlah kolom = Jumlah baris Melalui uji statistic chi square akan diperoleh nilai P, dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan berhubungan jika mempunyai nilai p 0,05 dan dikatakan tidak berhubungan jika mempunyai nilai p>0,05.

72 BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum Puskesmas Ciputat Puskesmas Ciputat terletak ± 6 km sebelah utara Kota Tangerang Selatan. Luas wilayah Kecamatan Ciputat kira-kira 13.311 Ha dengan sebagian besar berupa tanah darat atau kering (93,64%) sisanya adalah rawa atau danau. Letak Puskesmas Ciputat berbatasan dengan : a. Sebelah utara: wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah b.sebelah selatan : wilayah kerja Puskesmas Pamulang c. Sebelah barat: wilayah kerja Puskesmas Pamulang d.sebelah timur: wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur Puskesmas Ciputat terletak di Jalan Ki Hajar Dewantoro No. 7 Kelurahan Ciputat, Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Dibangun di atas tanah seluas 693 m 2 dengan luas bangunan ± 1200 m 2 yang terdiri dari 2 lantai. Kegiatan pelayanan dipusatkan di lantai 1, sedangankan di lantai 2 difungsikan sebagai ruang kepala puskesmas dan staff, data, serta ruang rapat. Di lantai 2 juga terdapat ruang pelayanan pengobatan TB paru, klinik sanitasi, klinik Pusat Terapi (PTRM) dan laboratorium. Wilayah kerja puskesmas terdiri dari 2 kelurahan yaitu kelurahan Ciputat dan Kelurahan Cipayung.

73 5.2 Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi variabel dependen yaitu risiko KEK pada ibu hamil beserta variabel independennya yaitu pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buahbuahan), penyakit infeksi (tuberculosis, diare), dan pantang makanan. 5.2.1 Gambaran Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Gambaran risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Risiko KEK Jumlah Persentase Ya 44 40,7 Tidak 64 59,3 Total 108 100 Berdasarkan tabel 5.1, risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat yaitu sebesar 40,7% atau sebanyak 44 orang.

74 5.2.2 Gambaran Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat 5.2.2.1 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Gambaran pola konsumsi makanan pokok pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Distribusi Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Pola Konsumsi Makanan Pokok Jumlah Persentase Tidak sesuai anjuran 62 57,4 Sesuai anjuran 46 42,6 Total 108 100 Pola konsumsi makanan pokok ibu hamil di Puskesmas ciputat yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis yaitu 62 orang ( 57,4%). 5.2.2.2 Gambaran Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Gambaran pola konsumsi lauk hewani pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Distribusi Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Pola Konsumsi Lauk Hewani Jumlah Persentase Tidak sesuai anjuran 58 53,7 Sesuai anjuran 50 46,3 Total 108 100

75 Pola konsumsi lauk hewani ibu hamil di Puskesmas ciputat yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis yaitu ada 58 orang (53,7%). 5.2.2.3 Gambaran Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Gambaran pola konsumsi lauk nabati pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4 Distribusi Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Pola Konsumsi Lauk Nabati Jumlah Persentase Tidak sesuai anjuran 35 32,4 Sesuai anjuran 73 67,6 Total 108 100 Pola konsumsi lauk nabati ibu hamil di Puskesmas ciputat yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis adalah 35 orang (32,4%). 5.2.2.4 Gambaran Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Gambaran pola konsumsi sayuran pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.5.

76 Tabel 5.5 Distribusi Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Pola Konsumsi Sayuran Jumlah Persentase Tidak sesuai anjuran 65 60,2 Sesuai anjuran 43 39,8 Total 108 100 Pola konsumsi sayuran pada ibu hamil di Puskesmas ciputat yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis yaitu sebesar 60,2% ( 65 orang). 5.2.2.5 Gambaran Pola Konsumsi Buah-buahan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Gambaran pola konsumsi buah pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.6. Tabel 5.6 Distribusi Pola Konsumsi Buah-buahan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Pola Konsumsi Buah-buahan Jumlah Persentase Tidak sesuai anjuran 74 68,5 Sesuai anjuran 34 31,5 Total 108 100 Pola konsumsi buah pada ibu hamil di Puskesmas ciputat yang tidak sesuai anjuran berdasarkan hasil analisis yaitu 74 orang (68,5%).

77 5.2.3 Gambaran Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat 5.2.3.1 Gambaran Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Gambaran penyakit tuberculosis pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.7. Tabel 5.7 Distribusi Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Penyakit Tuberculosis Jumlah Persentase Ya 9 8,3 Tidak 99 91,7 Total 108 Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa 9 orang (8,3%) ibu hamil menderita penyakit tuberculosis. 5.2.3.2 Gambaran Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Gambaran penyakit diare pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.8. Tabel 5.8 Distribusi Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Penyakit Diare Jumlah Persentase Ya 35 32,4 Tidak 73 67,6 Total 108 100

78 Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa 35 orang (32,4%) ibu hamil menderita penyakit diare. 5.2.3.3 Gambaran Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Gambaran pantang makanan pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.9. Tabel 5.9 Distribusi Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Pantang Makanan Jumlah Persentase Ya 33 30,6 Tidak 75 69,4 Total 108 100 Berdasarkan tabel 5.9, ibu hamil yang memiliki pantang makanan yaitu ada 33 orang (30,6%). 5.3 Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independen yaitu pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran, dan buah-buahan), penyakit infeksi (tuberculosis, diare) dan pantang makanan dengan variabel dependennya yaitu risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat. Melalui uji Chi Square akan diperoleh nilai P, dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan

79 bermakna jika mempunyai nilai P 0,05 dan dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai P >0,05. 5.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat 5.3.1.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi makanan pokok dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.10. Tabel 5.10 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Pola Konsumsi Makanan Pokok Tidak sesuai Risiko KEK Total Ya Tidak P-value N % n % n % 34 54,8 28 45,2 62 100 0,001 anjuran Sesuai anjuran 10 21,7 36 78,3 46 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100 Berdasarkan tabel 5.10 hasil analisis hubungan antara pola konsumsi makanan pokok dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 62 ibu yang pola konsumsi makanan pokok tidak sesuai anjuran, terdapat 34 ibu

80 hamil (54,8%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 46 ibu yang pola konsumsi makanan pokok sesuai anjuran, terdapat 10 ibu hamil (21,7%) yang termasuk risiko KEK. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,001 ( 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola konsumsi makanan pokok dengan risiko KEK. 5.3.1.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi lauk hewani dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.11. Tabel 5.11 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Pola Konsumsi Lauk Hewani Risiko KEK Total Ya Tidak P-value N % n % n % 36 62,1 22 37,9 58 100 0,000 Tidak sesuai Anjuran Sesuai anjuran 8 16,0 42 84,0 50 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100 Berdasarkan tabel 5.11 hasil analisis hubungan antara pola konsumsi lauk hewani dengan risiko KEK pada ibu hamil di

81 Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 58 ibu yang pola konsumsi lauk hewani tidak sesuai anjuran, terdapat 36 ibu hamil (62,1%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 50 ibu yang pola konsumsi lauk hewani sesuai anjuran, terdapat 8 ibu hamil (16,0%) yang termasuk risiko KEK. Dari hasil uji statistik pada 5% diperoleh nilai p= 0,000 ( 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola konsumsi lauk hewani dengan risiko KEK. 5.3.1.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.12. Tabel 5.12 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Pola Konsumsi Lauk Nabati Risiko KEK Total Ya Tidak P-value N % n % N % 22 62,9 13 37,1 35 100 0,002 Tidak sesuai Anjuran Sesuai anjuran 22 30,1 51 69,9 73 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100

82 Berdasarkan tabel 5.12 hasil analisis hubungan antara pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 35 ibu yang pola konsumsi lauk nabati tidak sesuai anjuran, terdapat 22 ibu hamil (62,9%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 73 ibu yang pola konsumsi lauk nabati sesuai anjuran, terdapat 22 ibu hamil (30,1%) yang termasuk risiko KEK. Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh nilai p= 0,002 ( 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK. 5.3.1.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi sayuran dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.13. Tabel 5.13 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Pola Konsumsi Sayuran Risiko KEK Total Ya Tidak P-value N % n % n % 29 44,6 36 55,4 65 100 0,419 Tidak sesuai Anjuran Sesuai anjuran 15 34,9 28 65,1 43 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100

83 Berdasarkan tabel 5.13 hasil analisis hubungan antara pola konsumsi sayuran dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 65 ibu yang pola konsumsi sayurannya tidak sesuai anjuran, terdapat 29 ibu hamil (44,6%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 43 ibu yang pola konsumsi sayurannya sesuai anjuran, terdapat 15 ibu hamil (34,9%) yang termasuk risiko KEK. Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh nilai p= 0,419 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pola konsumsi sayuran dengan risiko KEK. 5.3.1.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Hasil analisis bivariat antara pola konsumsi buah dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.14.

84 Tabel 5.14 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Pola Konsumsi Buah Risiko KEK Total Ya Tidak P-value N % n % n % 30 40,5 44 59,5 74 100 1,000 Tidak sesuai Anjuran Sesuai anjuran 14 41,2 20 58,8 34 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100 Berdasarkan tabel 5.14 hasil analisis hubungan antara pola konsumsi buah dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 74 ibu hamil yang pola konsumsi buah tidak sesuai anjuran, terdapat 30 ibu hamil (40,5%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 34 ibu yang pola konsumsi sayurannya sesuai anjuran, terdapat 14 ibu hamil (41,2%) yang termasuk risiko KEK. Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh nilai p= 1,000 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pola konsumsi buah dengan risiko KEK.

85 5.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat 5.3.2.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Hasil analisis bivariat antara penyakit tuberculosis dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.15. Tabel 5.15 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Risiko KEK Penyakit Total Ya Tidak Tuberculosis N % n % n % P-value Ya 3 33,3 6 66,7 9 100 0,735 Tidak 41 41,4 58 58,6 99 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100 Berdasarkan tabel 5.15 hasil analisis hubungan antara penyakit tuberculosis dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 9 ibu hamil yang menderita penyakit tuberculosis, terdapat 3 ibu hamil (33,3%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 99 ibu hamil yang tidak menderita penyakit tuberculosis, terdapat 41 ibu hamil (41,4%) yang termasuk risiko KEK.

86 Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh nilai p=0,461 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara penyakit tuberculosis dengan risiko KEK. 5.3.2.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Hasil analisis bivariat antara penyakit diare dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.16. Tabel 5.16 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Risiko KEK Total Penyakit Diare Ya Tidak P-value N % n % n % Ya 19 54,3 16 45,7 35 100 0,076 Tidak 25 34,2 48 65,8 73 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100 Berdasarkan tabel 5.16 hasil analisis hubungan antara penyakit diare dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 35 ibu hamil yang menderita penyakit diare, terdapat 19 ibu hamil (54,3%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 73 ibu hamil yang tidak menderita penyakit diare, terdapat 25 ibu hamil (34,2%) yang termasuk risiko KEK.

87 Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh nilai p=0,076 (>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara penyakit diare dengan risiko KEK. 5.3.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Hasil analisis bivariat antara pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.17. Tabel 5.17 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011 Risiko KEK Pantang Total Ya Tidak Makanan N % n % n % P-value Ada 19 57,6 14 42,4 33 100 0,032 Tidak 25 33,3 50 66,7 75 100 Total 44 40,7 64 59,3 108 100 Berdasarkan tabel 5.17 hasil analisis hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tahun 2011 diperoleh bahwa diantara 33 ibu hamil yang mempunyai pantang makanan selama kehamilan, terdapat 19 ibu hamil (57,6%) yang risiko KEK. Sedangkan dari 75 ibu hamil yang tidak mempunyai pantang makanan, terdapat 25 ibu hamil (33,3%) yang termasuk risiko KEK.

88 Dari hasil uji statistik pada tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh nilai p=0,032 ( 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK.

89 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian 1. Penggunaan desain studi cross sectional hanya dapat melihat hubungan antar variabel tetapi tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat antar variabel tersebut. 2. Variabel penyakit infeksi tidak dilakukan pemeriksaan klinis atau hanya dilihat dari gejala-gejala umum saja yang dilakukan dengan wawancara pertanyaan mendalam. 3. Pengukuran pola konsumsi yang mengandalkan daya ingat responden. 6.2 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Dari hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat sebesar 40,7%. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Surasih (2005) di Kabupaten Banjarnegara yang memperlihatkan fakta bahwa risiko KEK pada ibu hamil sebesar 41,2 %. Hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan Susenas (Survey Sosial Ekonomi Nasional) pada tahun 1999 yang menunjukkan ibu hamil yang mengalami risiko KEK berkisar 27,6%. Hasil penelitian ini juga lebih tinggi dibanding hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2000-2005 bahwa ibu

90 hamil risiko KEK sebesar 15,49%. Selain itu hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hapni (2004) di DKI Jakarta dimana didapatkan ibu hamil yang mengalami risiko KEK adalah 17,1%, dan pada penelitian yang dilakukan Azma (2002) di Kota Sukabumi didapatkan risiko KEK yaitu 28,8%. Menurut WHO apabila prevalensi KEK 3-5% menunjukkan tidak ada kerawanan pangan di tingkat rumah tangga, 5-9% berarti harus berhati-hati kemungkinan rawan pangan, 10-19% menunjukkan situasi rawan pangan pada tingkat rumah tangga sudah pada tingkat buruk, 20-30% situasi rawan pangan gawat dan lebih dari 30% situasi rawan pangan adalah parah. Sedangkan berdasarkan acuan Departemen Kesehatan tahun 2003 tentang tingkat besaran masalah risiko KEK, yaitu <20% (ringan), 20-30% (sedang), dan >30% (berat). Menurut WHO (2005), ibu hamil dengan risiko KEK akan meningkatkan kemungkinan kesakitan maternal, terutama pada trimester ketiga (bulan 7-9) dan meningkatkan risiko melahirkan BBLR. Ibu hamil dengan risiko KEK akan mengalami kesulitan pada saat persalinan, perdarahan, dan berpeluang untuk melahirkan bayi dengan BBLR yang akhirnya menyebabkan kematian pada ibu atau bayi (Depkes RI, 1995). Menurut FAO (1988), jika seseorang mengalami sekali atau lebih kekurangan energi, maka dapat terjadi penurunan berat badan dengan aktifitas ringan sekali pun dan pada tingkat permintaan energi BMR yang rendah sehingga mereka

91 akan mengurangi sejumlah aktivitas untuk menyeimbangkan masukan energi yang lebih rendah tersebut. Ketidakseimbangan energi yang memicu rendahnya berat badan dan simpanan energi dalam tubuhnya akan menyebabkan kurang energi kronis (KEK). KEK mengacu pada lebih rendahnya masukan energi dibandingkan besarnya energi yang dibutuhkan yang berlangsung pada periode tertentu, bulan hingga tahun (Norgan, 1987 dalam Syahnimar 2004). Dalam penelitian ini, sebagian besar pola konsumsi ibu tidak sesuai anjuran makan ibu hamil seperti pola konsumsi makanan pokok yang sesuai 42,6%, lauk hewani 46,3%, lauk nabati 67,6%, sayuran 39,8%, dan buah hanya 31,5%. Menurut Guthrie (1995) dalam Hapni (2004), ibu hamil yang menderita risiko KEK dapat terjadi karena jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup, atau penggunaan zat gizi dalam tubuh tidak optimal, atau kedua-duanya. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah sel darah dalam tubuh, sehingga suplai darah dan zat-zat gizi yang diberikan ke janin berkurang, maka pertumbuhan janin akan terhambat dan bayi yang dilahirkan akan BBLR.

92 6.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat 6.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Bahan makanan pokok merupakan bahan makanan yang memegang peranan penting. Pada umumnya porsi makanan pokok dalam jumlah (kuantitas/volume) terlihat lebih banyak dari bahan makanan lainnya (Santoso, dkk, 2004). Sumber energi bisa didapat dengan mengkonsumsi beras, jagung, gandum, kentang, ubi jalar, ubi kayu, dan sagu (Arisman, 2004). Kebutuhan akan energi pada trimester 1 meningkat secara minimal. Setelah itu, sepanjang trimester 2 dan 3, kebutuhan akan terus membesar sampai pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester 2 diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu, yaitu penambahan volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara, serta penumpukan lemak. Sepanjang trimester 3, energi tambahan dipergunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta. Pertambahan energi disebabkan oleh peningkatan laju metabolisme basal. Selain itu, tambahan energi juga diperlukan untuk menjaga ketersediaan cadangan protein. Pertambahan energi ini terutama diperlukan pada 20 minggu terakhir dari masa kehamilan, yaitu ketika pertumbuhan janin berlangsung sangat pesat. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004 menganjurkan tambahan energi sebesar 180 kkal untuk trimester 1, 300 kkal untuk trimester

93 2 dan 3 (Arisman, 2004 ). Intake energi yang cukup yaitu penambahan 55.000 kkal selama 9 bulan kehamilan (Irawati, 2006) diperlukan untuk: 1. Fetus (pertumbuhan fetus dan aktivitas fisik fetus) 2. Ibu (peningkatan basal metabolisme, simpanan lemak, pertumbuhan uterus dan payudara, volume darah bertambah dan perubahan aktivitas). Hasil penelitian menunjukkan ibu dengan pola konsumsi makanan pokok tidak sesuai anjuran lebih banyak (62%) dari pada ibu dengan pola konsumsi makanan pokok sesuai anjuran (46%). Berdasarkan uji chi square didapatkan bahwa ibu dengan pola konsumsi makanan pokok tidak sesuai anjuran dengan risiko KEK lebih tinggi dibandingkan dengan ibu dengan pola konsumsi makanan pokok sesuai anjuran. Proporsi dari kelompok responden pola konsumsi makanan pokok tidak sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 54,8% dan pada kelompok responden pola konsumsi makanan pokok sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 21,7%. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-value 0,001 (p-value 0,05) artinya pada alpha 5% terdapat hubungan antara pola konsumsi makanan pokok dengan risiko KEK. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syahnimar (2004) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara frekuensi makan makanan pokok dengan risiko KEK. Dari sudut ilmu gizi, bahan makanan pokok merupakan sumber energi dan mengandung banyak karbohidrat (Santoso, dkk, 2004). Karbohidrat dikenal sebagai zat gizi makro sumber bahan bakar (energi)

94 utama bagi tubuh. Karena sebagian besar energi berasal dari karbohidrat, maka makanan sumber karbohidrat digolongkan sebagai makanan pokok (Kurniasih, dkk, 2010). Hasil penelitian ini sesuai dengan fungsi utama karbohidrat yaitu menyediakan keperluan energi bagi tubuh, selain itu juga menyiapkan cadangan energi siap pakai dalam bentuk glikogen. Apabila karbohidrat kurang dari kebutuhan tubuh, maka tidak ada simpanan cadangan energi dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen yang sewaktu-waktu diperlukan dan digunakan pada saat tubuh mengalami kekurangan energi (Kartasapoetra, dkk, 2003). Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, dengan demikian agar selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup ke dalam tubuhnya. Menurut Suhardjo (1988) dalam prinsip-prinsip ilmu gizi, seseorang tidak dapat bekerja dengan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun apabila kebiasaan menggunakan cadangan ini terus menerus, maka akan dapat mengakibatkan keadaan kurang gizi khususnya energi (Kartasapoetra, dkk, 2003). Asupan energi pada trimester 1 diperlukan untuk menyalurkan makanan dan pembentukan hormon, sedangkan pada janin diperlukan untuk pembentukan organ (Sadler, 2000). Asupan energi pada trimester 2 diperlukan untuk pertumbuhan kepala, badan, dan tulang janin. Trimester 3

95 juga terjadi pertumbuhan janin dan plasenta serta cairan amnion akan berlangsung cepat selama trimester 3 (Sulistyoningsih, 2011). Ketika jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup atau tidak adekuat. Hal ini menyebabkan penurunan volume darah, sehingga aliran darah ke plasenta menurun, maka ukuran plasenta berkurang dan transfer nutrient juga berkurang yang mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat dan bayi yang dilahirkan akan BBLR. Hal ini terjadi karena pentingnya peran plasenta yaitu sebagai alat transport, menyeleksi zat-zat makanan sebelum mencapai janin, efisiensi plasenta dalam mengkonsentrasikan, mensintesis, dan transport zat gizi menentukan suplai ke janin. 6.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Kadar zat makanan (gizi) pada setiap bahan makanan memang tidak sama, ada yang rendah dan ada pula yang tinggi, karena itu setiap bahan makanan akan saling melengkapi zat makanan/gizinya yang selalu dibutuhkan tubuh manusia guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik serta energi yang cukup guna melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Zat makanan (gizi) yang diperlukan tubuh manusia ada yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau biasa disebut dengan lauk nabati dan ada pula yang berasal dari hewan yaitu lauk hewani (Kartasapoetra, dkk, 2003). Hasil penelitian menunjukkan ibu dengan konsumsi lauk hewani tidak sesuai anjuran lebih banyak (53,7%) dari pada ibu dengan pola lauk

96 hewani sesuai anjuran (46,3%). Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa proporsi dari kelompok responden pola konsumsi lauk hewani tidak sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 62,1% dan pada kelompok responden pola konsumsi lauk hewani sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 16,0%. Begitu juga dengan hasil uji chi square diperoleh nilai p-value= 0,000 (pvalue 0,05) yang menyatakan ada hubungan antara pola konsumsi lauk hewani dengan risiko KEK. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saraswati (2006). Lauk sebaiknya terdiri dari atas campuran lauk hewani dan nabati. Lauk hewani, seperti daging, ayam, ikan, udang dan telur mengandung protein dengan nilai biologi lebih tinggi daripada lauk nabati (Almatsier, 2001). Dalam buku ilmu gizi, protein selain akan digunakan bagi pembangun struktur tubuh (pembentukan berbagai jaringan) juga akan disimpan untuk digunakan dalam keadaan darurat, sehingga pertumbuhan terus berlangsung, akan tetapi apabila dalam keadaan terus-menerus menerima makanan yang tidak seimbang, dengan sendirinya akan terjadi pertumbuhan yang kurang baik, daya tahan tubuh menurun, rentan terhadap penyakit, dll. Proses-proses yang berlangsung di dalam tubuh dikendalikan oleh tersedianya protein di dalam tubuh. Proses pencernaan misalnya hanya akan berlangsung secara teratur dengan dukungan hormon yang mencukupinya, sedangkan hormon itu terdiri dari protein.

97 Ketika zat gizi yang masuk ke dalam tubuh berkurang atau tidak adekuat, maka tubuh akan menggunakan cadangan lemak untuk memenuhi kebutuhannya dan terjadi penurunan cadangan lemak dalam tubuh. Kemudian simpanan cadangan lemak dalam tubuh habis, maka terjadilah penurunan fungsional dalam jaringan hingga kerusakan jaringan. Hal ini ditandai dengan penurunan berat badan ibu, pertumbuhan janin terhambat, dan penurunan fungsi imun ibu. Karena cadangan lemak dalam tubuh habis, maka terjadi perubahan biokimia yaitu sel-sel beradaptasi dan berkompensasi dengan cara menggunakan cadangan protein yang ada di hati dan otot untuk dirubah menjadi energi (Aritonang, 2010). Hal ini menyebabkan penurunan volume darah, sehingga aliran darah ke plasenta menurun, maka ukuran plasenta berkurang dan transfer nutrient juga berkurang yang mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat dan bayi yang dilahirkan akan BBLR. Hal ini terjadi karena pentingnya peran plasenta yaitu sebagai alat transport, menyeleksi zat-zat makanan sebelum mencapai janin, efisiensi plasenta dalam mengkonsentrasikan, mensintesis, dan transport zat gizi menentukan suplai ke janin. 6.3.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Hasil penelitian menunjukkan ibu dengan pola konsumsi lauk nabati tidak sesuai anjuran sebesar 32,4%, sedangkan ibu dengan pola konsumsi lauk nabati sesuai anjuran sebesar 67,6%. Berdasarkan hasil analisis

98 diketahui bahwa ibu dengan pola konsumsi lauk nabati tidak sesuai anjuran dengan risiko KEK lebih tinggi dibandingkan dengan ibu dengan pola konsumsi lauk nabati sesuai anjuran. Proporsi dari kelompok responden pola konsumsi lauk nabati tidak sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 62,9% dan pada kelompok responden pola konsumsi lauk nabati sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 30,1%. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p- value 0,002 (p-value 0,05) artinya pada alpha 5% terdapat hubungan antara pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Azma (2002) di Kota Sukabumi yang menunjukkan ada hubungan antara pola konsumsi lauk nabati dengan risiko KEK pada ibu hamil. Kacang-kacangan dalam bentuk kering atau hasil olahannya, walaupun mengandung protein dengan nilai biologi sedikit lebih rendah daripada lauk hewani karena mengandung lebih sedikit asam amino esensial metionin, merupakan sumber protein yang baik. Pengolahan kacangkacangan menjadi tempe, tahu, susu kedelai, dan oncom tidak saja meningkatkan cita rasa tetapi juga meningkatkan kecernaan dan ketersediaan zat-zat gizi bagi tubuh (Almatsier, 2001). Kurangnya karbohidrat, protein dan zat lemak dalam tubuh dapat menyebabkan pembakaran ketiga unsur tersebut kurang menghasilkan energi, akibatnya tubuh menjadi lesu, kurang bergairah untuk melakukan berbagai kegiatan dan kondisi tubuh yang demikian tentunya akan banyak

99 menimbulkan kerugian, misalnya peka akan macam-macam penyakit, produktivitas kerja sangat lemah, dll (Kartasapoetra, dkk, 2003). Apabila asupan protein tidak mencukupi maka plasenta menjadi kurang sempurna karena transfer nutrient berkurang yang mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat, padahal plasenta berfungsi untuk menunjang, memelihara, dan menyalurkan makanan bagi janin. Protein juga diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak dan myelin selama masa janin dan berkaitan erat dengan kecerdasan. Selain untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, protein juga dibutuhkan untuk persiapan persalinan. Ketika asupan tidak adekuat, hal ini menyebabkan penurunan volume darah sehingga aliran darah menurun, padahal sebanyak 300-500 ml darah diperkirakan akan hilang pada persalinan (Sulistyoningsih, 2011). 6.3.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Vitamin dan mineral terutama banyak terdapat dalam sayur dan buah, khususnya yang berwarna kuning dan hijau gelap. Vitamin dan mineral adalah zat gizi makro yang memperlancar proses pembuatan energi dan proses biologis lainnya yang diperlukan untuk mempertahankan kesehatan. Oleh sebab itu didalam tumpeng gizi seimbang, sayuran dan buah dianjurkan dikonsumsi sesering mungkin setiap hari (Kurniasih, dkk, 2010).

100 Hasil penelitian menunjukkan ibu dengan pola konsumsi sayuran tidak sesuai anjuran sebesar 68,5% lebih tinggi daripada ibu dengan pola konsumsi sayuran sesuai anjuran sebesar 39,8%. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa proporsi dari kelompok responden pola konsumsi sayuran tidak sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 44,6% dan pada kelompok responden pola konsumsi sayuran sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 34,9%. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-value 0,419 (p-value>0,05) artinya pada alpha 5% tidak terdapat hubungan signifikan proporsi ibu hamil risiko KEK dengan pola konsumsi sayuran sesuai anjuran dengan proporsi ibu hamil risiko KEK dengan pola konsumsi sayuran tidak sesuai anjuran. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Azma (2002) di Sukabumi dan Yuliani (2002) di Bogor didapatkan tidak ada hubungan antara pola konsumsi sayuran dengan risiko KEK pada ibu hamil. Sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral yang diperlukan untuk mengatur metabolisme di dalam tubuh. Vitamin B1 yang terdapat dalam buah dan sayuran berfungsi sebagai enzim yang penting untuk menghasilkan energi dan metabolime karbohidrat serta membantu fungsi normal syaraf, otot dan jantung serta vitamin B6 berperan dalam pembentukan protein tubuh (Almatsier, 2001). Menurut Kartasapoetra, dkk, (2003), vitamin B6 diperlukan pada proses metabolisme protein, apabila terjadi defisensi vitamin ini, maka akan terjadi ketidaknormalan pada metabolisme protein sehingga tidak dapat mengubah asam amino menjadi

101 niasin. Padahal fungsi niasin sangat penting yaitu untuk akivitas metabolisme glukosa, dan lemak. Vitamin B6 ini banyak terkandung pada sayur mayur. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pola konsumsi buah dengan risiko KEK pada ibu hamil, kemungkinan hal ini disebabkan dengan pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral ibu hamil dicukupi dengan konsumsi protein hewani seperti daging, hati dan ikan, sebab dalam pedoman gizi seimbang dijelaskan makanan sumber protein hewani adalah juga sumber vitamin dan mineral penting khususnya vitamin A, zat besi, dan folat yang sangat dibutuhkan bagi ibu hamil. 6.3.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Menurut Almatsier (2011), sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral yang diperlukan untuk mengatur metabolisme di dalam tubuh. Vitamin B1 yang terdapat dalam buah dan sayuran berfungsi sebagai enzim yang penting untuk menghasilkan energi dan metabolime karbohidrat serta membantu fungsi normal syaraf, otot dan jantung serta vitamin B6 berperan dalam pembentukan protein tubuh. Hasil penelitian menunjukkan ibu yang pola konsumsi buah tidak sesuai anjuran sebesar 68,5% lebih tinggi daripada ibu yang pola konsumsi buah sesuai anjuran sebesar 31,5%. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa proporsi dari kelompok responden pola konsumsi buah tidak sesuai

102 anjuran dengan risiko KEK sebesar 40,5% dan pada kelompok responden pola konsumsi buah sesuai anjuran dengan risiko KEK sebesar 41,2%. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p-value 1,000 (p-value>0,05) artinya pada alpha 5% tidak terdapat hubungan signifikan proporsi ibu hamil risiko KEK dengan pola konsumsi buah sesuai anjuran dengan proporsi ibu hamil risiko KEK dengan pola konsumsi buah tidak sesuai anjuran. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hapni (2004), Azma (2002) di Sukabumi dan Yuliani (2002) di Bogor yang menyatakan tidak ada hubungan antara pola konsumsi buah dengan risiko KEK pada ibu hamil. Vitamin B1 sangat diperlukan tubuh, tersedianya dalam tubuh karena diserap usus dari makanan, selanjutnya diangkat bersama darah ke jaringan-jaringan tubuh. Vitamin B1 ditemukan sebagai cadangan dalam jumlah yang terbatas di dalam hati, jantung, otot dan otak. Sebagai cadangan diperlukan untuk memelihara fungsi alat-alat tubuh. Vitamin B1 membantu dalam pembakaran karbohidrat dan diangkat di dalam darah oleh sel darah putih yang mempunyai inti dengan vitamin B1. Dari fungsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa makin banyak karbohidrat yang dikonsumsi maka kebutuhan akan vitamin B1 akan banyak pula, salah satu contoh bagi ibu-ibu yang sedang hamil atau menyusui sudah tentu akan memerlukan vitamin B1 lebih banyak daripada biasanya (Kartasapoetra, dkk, 2003). Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pola konsumsi buah dengan risiko KEK pada ibu hamil, kemungkinan hal ini

103 disebabkan dengan pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral ibu hamil dicukupi dengan konsumsi protein hewani seperti daging, hati, ikan, sebab dalam pedoman gizi seimbang dijelaskan makanan sumber protein hewani adalah juga sumber vitamin dan mineral penting khususnya vitamin A, zat besi, dan folat yang sangat dibutuhkan bagi ibu hamil. 6.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya kurang gizi sebagai akibat menurunya nafsu makan. Adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah infeksi. Penyakit yang umumnya terkait dengan masalah gizi antara lain diare, tuberculosis, malaria (Supariasa, 2002). 6.4.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tuberculosis merupakan suatu penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, biasanya terdapat pada paru tetapi mungkin juga terdapat pada organ lain seperti pada kelenjar getah bening, ginjal, jantung dan lain sebagainya. Reaksi pertama akibat penyakit

104 tuberculosis adalah batuk, demam, berat badan menurun, dan badan lemah. Hal ini menyebabkan metabolisme dalam tubuh meningkat, sehingga tubuh membutuhkan energi lebih yang diperoleh dari makanan. Badan yang lemah biasanya dipengaruhi oleh nafsu makan yang menurun sehingga asupan makanan yang seharusnya diberikan lebih tidak dapat tercukupi sehingga menyebabkan berat badan menurun, efek TB pada kehamilan akan berpengaruh terhadap status nutrisi yang buruk yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortaliltas maternal (http://digulib.unimus.ac.id). Dalam jurnal Tuberculosis and Pregnancy oleh Arora, et.al (2003) menyatakan bahwa dampak TB pada kehamilan diataranya akan mengakibatkan kekebalan tubuh menurun, stress kehamilan dan akan berpengaruh terhadap status gizi ibu hamil. Pada penelitian yang dilakukan oleh Purnadhibarata, dkk (2005), dikemukakan ibu hamil yang memiliki penyakit infeksi selama kehamilannya dapat berpengaruh terhadap bayi yang akan dilahirkan dan dapat berakibat BBLR bahkan dapat mengakibatkan kematian bayi. Dari 1547 sampel yang diteliti didapatkan ibu hamil yang memiliki penyakit infeksi yang melahirkan bayi BBLR lebih banyak daripada ibu yang tidak mempunyai penyakit infeksi dan melahirkan anaknya non BBLR. Hasil penelitian menunjukkan ibu yang menderita tuberculosis sebesar 8,3%. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa proporsi dari kelompok responden yang menderita tuberculosis dengan risiko KEK sebesar 33,3% dan pada kelompok responden yang tidak menderita tuberculosis

105 dengan risiko KEK sebesar 41,4%. Begitu juga dengan hasil uji chi square diperoleh nilai p-value= 0,735 (p-value>0,05) yang menyatakan tidak ada hubungan antara penyakit tuberculosis dengan risiko KEK. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Surasih (2005) di Banjarnegara bahwa tidak ada hubungan antara penyakit infeksi (tuberculosis, diare) dengan keadaan risiko KEK pada ibu hamil. Menurut Schaible & Kauffman (2007) hubungan antara kurang gizi dengan penyakit tuberculosis tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Artinya jika infeksi masih akut dan derajat parahnya infeksi masih rendah tidak terlalu berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Sebaliknya jika infeksi sudah kronis dan berlangsung lama akan dapat mempengaruhi status gizi orang tersebut. Dalam penelitian ini, infeksi masih rendah sehingga tidak berpengaruh terhadap status gizi ibu hamil tersebut. 6.4.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Diare menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga mengurangi asupan gizi, dan diare juga dapat mengurangi daya serap usus terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari makanan yang mengalami diare akan meningkat, sehingga setiap serangan diare akan menyebabkan kekurangan gizi. Beberapa gejala dan tanda diare antara lain: berak cair atau

106 lembek dan sering adalah gejala khas diare, muntah, demam dan gejala dehidrasi (Widoyono, 2008). Infeksi mempengaruhi status protein. Misalnya infeksi ringan sekalipun akan mengakibatkan bertambahnya kehilangan nitrogen melalui urin. Infeksi juga membantu terjadinya kekurangan protein karena menyebabkan berkurangnya nafsu makan (Sastroamidjo, 1980). Bisai dan Bose (2008) dalam Marlenywati (2010) mengemukakan bahwa disamping asupan makanan yang inadekuat, KEK pada seseorang juga disebabkan oleh penyakit infeksi yang dideritanya. Penyakit infeksi ini menyebabkan meningkatnya angka kesakitan akibat menurunnya imunitas tubuh. Banyak infeksi mengganggu absorpsi nutrient dalam saluran cerna. Pada penyakit diare, absorpsi lemak dari makanan hanya 58% dari keadaan normalnya, dan absorpsi protein dari makanan hanya 44% dari keadaan normalnya. Karena hal inilah, absorpsi energi dari makanan hanya sekitar 71% dari keadaan normalnya (Gibney, et al, 2008). Hasil penelitian menunjukkan ibu yang menderita diare sebesar 32,4%, sedangkan yang tidak menderita diare sebesar 67,6%. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa proporsi dari kelompok responden yang menderita diare dengan risiko KEK sebesar 54,3% dan pada kelompok responden yang tidak menderita diare dengan risiko KEK sebesar 34,2%. Begitu juga dengan hasil uji chi square diperoleh nilai p-value= 0,076 (pvalue>0,05) yang menyatakan tidak ada hubungan antara penyakit diare dengan risiko KEK.

107 Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Mulyaningrum (2009) di daerah Jakarta dan penelitian Surasih (2005) di Banjarnegara yang menunjukkan tidak ada hubungan antara penyakit infeksi (tbc, diare, dll) dengan risiko KEK). Hal ini terjadi karena ibu hamil selalu memeriksakan kehamilan dan keadaan kesehatannya setiap bulan ke tenaga kesehatan. Dengan adanya hal tersebut maka mempengaruhi korelasi antara penyakit diare dengan keadaan risiko KEK pada Ibu hamil di Puskesmas Ciputat. 6.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Seringkali ditemukan adanya pantang makanan bagi wanita hamil terhadap beberapa jenis makanan tertentu yang jika dilihat dari nilai gizi, bahan makanan tersebut mungkin saja dibutuhkan oleh ibu. Secara umum, tidak ada pantang makanan bagi ibu hamil selama ibu tidak mengalami komplikasi ataupun mengalami penyakit lain. Ibu hamil boleh mengkonsumsi makanan yang diinginkan dengan jumlah yang tidak berlebihan. Adanya pantangan seperti itu akan menghambat pemenuhan kebutuhan gizi ibu yang akhirnya berbahaya bagi kesehatan ibu serta pertumbuhan dan perkembangan janin, sehingga perlu penjelasan kepada ibu tentang manfaat makanan serta bahaya pantangan (Sulistyoningsih, 2011). Hasil penelitian menunjukkan ibu yang mempunyai pantang makanan selama kehamilan sebesar 30,6%, sedangkan ibu yang tidak ada pantang makanan selama kehamilan sebesar 69,4%. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa

108 proporsi dari kelompok responden yang mempunyai pantang makanan selama kehamilan dengan risiko KEK sebesar 57,6% dan pada kelompok responden yang tidak ada pantang makanan selama kehamilan dengan risiko KEK sebesar 33,3%. Hasil analisis menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai pantang makanan dengan risiko KEK lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak ada pantang makanan selama kehamilan. Begitu juga dengan hasil uji chi-square diperoleh nilai p-value= 0,032 (p-value 0,05) yang menyatakan ada hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK. Jenis pantang makanan yaitu makanan yang merupakan sumber energi (karbohidrat, protein dan lemak). Dalam hasil penelitian ini sebesar 30,6% ibu hamil memiliki pantang makanan yang merupakan sumber protein yaitu ikan, udang, cumi dan telur, dimana fungsi protein sangat penting dalam tubuh. Protein selain akan digunakan bagi pembangun struktur tubuh (pembentukan berbagai jaringan) juga akan disimpan untuk digunakan dalam keadaan darurat, sehingga pertumbuhan terus berlangsung, akan tetapi apabila dalam keadaan terus-menerus menerima makanan yang tidak seimbang, dengan sendirinya akan terjadi pertumbuhan yang kurang baik, daya tahan tubuh menurun, rentan terhadap penyakit, dll (Kartasapoetra, dkk, 2003). Dari 30,6%, sebesar 72,7% pantang makanan disebabakan alasan budaya, sedangkan sisanya karena alasan kesehatan. Apabila alasan kesehatan, ibu hamil dapat mengganti dengan bahan makanan lain yang setara nilai gizi yang dikandungnya dengan makanan yang menjadi pantangan tersebut. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil studi di Kalimantan Tengah ditemukan fakta adanya 27 jenis ikan yang merupakan makanan pantangan. Selain

109 itu hasil penelitian Yuliani (2002) di Bogor, didapatkan proporsi ibu hamil yang mempunyai pantang makanan sebesar 15,3%. Sedangkan penelitian Surasih (2005) di Banjarnegara diperoleh proporsi adanya pantangan terhadap makanan sebesar 39,20% dan dari 39,20% yang berpantangan tersebut didapat 44,73% ibu hamil berpantangan terhadap ikan. Dalam penelitian Kamarullah (2001), diperoleh 50% ibu hamil KEK memiliki pantangan, seperti mengkonsumsi ikan, cumi-cumi, dll. Apabila diamati jenis makanan yang dipantang dikonsumsi sebagian besar adalah jenis makanan yang bernilai gizi tinggi. Disisi lain kelompok yang berpantang mengkonsumsi adalah mereka yang tergolong kelompok rawan gizi yaitu ibu hamil. Kondisi demikian, tentunya akan memperburuk keadaan ibu hamil. Ibu hamil merupakan kelompk yang paling rawan terhadap makanan sumber protein hewani. Hal ini seharusnya tidak dilakukan, karena pangan sumber protein ini sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan sebagai zat pembangun. Kepercayaan masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan. Semakin banyak pantangan dalam makanan maka semakin kecil peluang untuk mengkonsumsi makan yang beragam. Beberapa jenis bahan makanan dilarang dimakan oleh anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui ataupun kaum remaja. Jika ditinjau dari konteks gizi, bahan makanan tersebut justru mengandung nilai gizi yang tinggi, tetapi tabu itu tetap dijalankan dengan alasan takut menanggung risiko yang akan timbul. Sehingga masyarakat yang demikian akan mengkonsumsi bahan makanan bergizi dalam jumlah yang kurang, dengan demikian maka penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul di masyarakat (Suhardjo, 1989).

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1. Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat yaitu sebesar 40,7%. 2. Sebagian besar pola konsumsi pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat tidak sesuai anjuran yaitu pola konsumsi makanan pokok, pola konsumsi lauk hewani, pola konsumsi sayuran dan pola konsumsi buah. Sedangkan pola konsumsi lauk nabati lebih dari 50% sesuai anjuran. 3. Gambaran penyakit infeksi pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat yaitu penyakit tuberculosis sebesar 8,3%, dan penyakit diare sebesar 32,4%. 4. Ibu yang memiliki pantang makanan selama kehamilan sebesar 30,6%. 5. Variabel yang berhubungan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat adalah pola konsumsi makanan pokok, pola konsumsi lauk hewani, pola konsumsi lauk nabati, dan pantang makanan. Sedangkan variabel yang tidak berhubungan adalah pola konsumsi sayuran, pola konsumsi buah, penyakit tuberculosis, dan penyakit diare. 7.2 Saran 1. Puskesmas Ciputat a. Perlu dilakukannya penyuluhan dan konseling gizi untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya gizi seimbang bagi ibu hamil dan 110

meluruskan kekeliruan pantang makanan serta memberitahukan aternatif bahan makanan pengganti bagi ibu hamil yang mempunyai pantang makanan yang disebabkan oleh alergi. b. Sebaiknya penambahan satu kegiatan pelayanan pada pemeriksaan antenatal, yaitu pengukuran LILA pada setiap ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas, terutama pada trimester awal karena cara ini mudah dilakukan, murah dan tidak memerlukan keahlian khusus, sehingga dapat mendeteksi secara dini adanya risiko KEK. Pelayanan atau asuhan ANC standar minimal 7 T yang sudah diterapkan ditambahkan lagi 1 T yaitu: Tangan diukur LILA. c. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tinggi energi bagi ibu hamil harus ditingkatkan. 2. Ibu hamil a. Meningkatkan kemandirian dalam deteksi dini risiko KEK, misalnya melalui pengukuran LILA di posyandu, puskesmas, dll. b. Membiasakan makan dengan variasi menu makanan yang beragam dan mengandung gizi tinggi. 3. Penelitian selanjutnya a. Untuk penelitian selanjutnya, penelitian terkait risiko Kurang Energi Kronis (KEK) ibu hamil sebaiknya meneliti faktor-faktor lain yang dimungkinkan berhubungan dengan risiko Kurang Energi Kronis (KEK) ibu hamil diluar variabel yang diteliti pada penelitian ini. 111

DAFTAR PUSTAKA Achadi, Endang. L. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, dalam Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, FKM UI. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Albugis, D. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kurang Energi Kronis pada Ibu Hamil di Wilayah Puskesmas Jembatan Serong Kecamatan Pancoran Mas Depok Tahun 2008 (Analisis Data Sekunder). Skripsi. FKM UI. Depok. Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Anonimous. 2010. Tuberkulosis. Diakses pada tanggal 1 Mei 2011 dari situs http://digulib.unimus.ac.id Apriadji. WH. 1986. Gizi Keluarga. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. FKM UI. Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC. Aritonang, Evawany. 2010. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil. Bogor: IPB Press. Arora, et.al. 2003. Tuberculosis and Pregnancy. Azma, N. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ibu Hamil Risiko KEK di Kota Sukabumi. Skripsi. FKM UI. Depok. Baliwati, Yayuk Farida, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Berg, Alan. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: CV Rajawali. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. 2000. Menuju Hidup Sehat bagi Ibu Hamil dan Ibu Menyusui. Jakarta:Direktorat Gizi Masyarakat. 112

Depkes RI. 1994. Pedoman Penggunaan Alat Ukur LILA pada WUS. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI.. 1994. Pedoman Penanggulangan Ibu Hamil Kekurangan Enargi Kronis. Jakarta: Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat.. 1999. Ibu Sehat Bayi Sehat. Jakarta: Depkes RI..2003. Program Gizi Makro. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat. Desmawita. 2002. Pola Konsumsi, Status Gizi dan Status Anemia pada Remaja Puteri dan Puteri. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Gibney, et all. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC. Hapni, Yenty. 2004. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Pulau Kelapa Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Tahun 2004. Skripsi. FKM UI. Depok. Hartriyanti, dkk. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, dalam Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, FKM UI. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Irawati, Anies. 2006. Antropometri Maternal dan Outcome Kehamilan. FKM UI. Kamarullah. 2001. Identifikasi Faktor-Faktor Sosial, Ekonomi dan Kesehatan pada Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) di Daerah Pantai. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Kartasapoetra, G. 2003. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja). Jakarta: Rineka Cipta. Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Gizi Ibu Hamil dan Pengembangan Makanan Tambahan Ibu Hamil Berbasis Pangan Lokal. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 113

Khasanah, Nur. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Hamil di Indonesia Tahun 2007 (Analisis Data Riskesdas 2007). Skripsi. PSKM UIN Syahid. Khumaidi, M. 1989. Gizi Masyarakat. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Klein, S, et.al. 2009. Bila Perempuan Melahirkan:Panduan Menangani Persalinan. Yogyakarta: INSIST Press. Kristiyanasari, W. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta: Nuha Medika. Kurniasih, dkk. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta: PT Gramedia. Marlenywati. 2010. Risiko KEK pada Ibu Hamil Remaja di Kota Pontianak Tahun 2010. Tesis. FKM UI. Depok. Moehji, Sjahmien. 2003. Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta:Papas Sinar Sinanti. Mulyaningrum, Sri. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Provinsi DKI Jakarta (Analisis Data Riskesdas 2007). Skripsi. FKM UI. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta:Rineka Cipta. Paath, E.F, et.al. 2004. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC. Pudjiadi, S. 2000. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. Rosikin. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian BBLR di Puskesmas Cangkol Kota Cirebon tahun 2004. Tesis. FKM UI. Depok. Santoso, dkk. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta. 114

Saraswati, dkk. 1998. Resiko Ibu Hamil KEK dan Anemia untuk Melahirkan Bayi dengan BBLR. Penelitian Gizi dan Makanan. Jilid 21. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. Dekes RI. Bogor. Sarjana dan Hoirun Nisa. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: UIN Press. Sastroamidjojo, Soemilah. -----. Hubungan keadaan Gizi dengan lnfeksi Parasit. Diakses pada tanggal 1 Mei 2011 dari situs http://www.kalbe.co.id Schaible, et.al. 2007. Malnutrition and Infection: Complex Mechanisms and Global Impacts. Sediaoetama, A.D. 1990. Ilmu Gizi Menurut Pandangan Islam. Jakarta: Dian Rakyat. Siagian, Albiner. 2010. Epidemiologi Gizi. Jakarta: Erlangga. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. Stone Sophia. 2009. Respiratory Disease in Pregnancy. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan kebudayaan Institut Pertanian Bogor. Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta:Bumi Aksara. Sulistyoningsih, Hariyani. 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu. Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Surasih, H. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keadaan Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2005. Skripsi. Kesmas UNS. 115

Syahnimar, Lenny. 2004. Analisis Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan Faktorfaktor yang Berhubungan pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2004. Skripsi. FKM UI. Depok. UNICEF. 2010. Penuntun Hidup Sehat. Wamie, et.al. Malnutrition and Pregnancy Wastage In Zambia.University of Lusaka. Zambia. WHO. 2005. Profil Kesehatan dan Pembangunan Perempuan di Indonesia. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemilogi, Penularan, Pencegahan&Pemberantasannya. Jakarta:Erlangga. Yuliani, Essy. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Risiko KEK pada Ibu Hamil di Kabupaten Bogor Tahun 2002. Skripsi. FKM UI. Depok. 116

PERNYATAAN PERSETUJUAN Assalamua alaikum Wr. Wb. Saya Farida Hidayati mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sedang melakukan penelitian tentang Hubungan antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi dan Pantang Makanan terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. Untuk itu saya memohon kesediaan Ibu untuk menjawab pertanyaan dengan jujur guna menjaga validitas penelitian. Identitas dan jawaban Ibu akan dijaga dan dirahasiakan. Atas perhatian dan kerjasama Ibu, saya ucapkan terima kasih. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Bersedia Tidak Bersedia Ciputat, Juli 2011 Responden, ( )

KUESIONER PENELITIAN Hubungan antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi dan Pantang Makanan terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011 Data Responden 1. No. Responden 2. Nama ibu 3. Alamat /No.kontak 4. Umur Kehamilan : bln a. Trimester I b. Trimester II c. Trimester III 5. LILA Cm 6. BB sebelum hamil Kg 7. TB sebelum hamil Cm 8. TB sekarang Cm 9. BB ibu sekarang (untuk trimester III) Kg 10. IMT 11. Kadar hb 12. Risiko KEK 0. Ya 1. Tidak

A. Pantangan Makanan PERTANYAAN A1. Apakah ibu memiliki pantangan makanan dibawah ini selama kehamilan? 1. Sumber Protein a. Ikan b. Telur c. Udang d. e. 2. Sumber Karbohidrat a. Singkong b. Mie c. Kentang d. 3. Sumber Lemak a. Daging sapi b. Daging ayam c. d. 4. Lainnya (sayuran dan buah-buahan) a. b. c. KODE (Diisi oleh Peneliti) [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] A2. Jika ya, sebutkan alasannya......

Penyakit Infeksi PERTANYAAN KODE (Diisi oleh Peneliti) B. Penyakit Diare B1. Apakah ibu pernah menderita diare? [ ] B1 0. Ya B3 1. Tidak B2. Apakah ibu pernah menderita buang air besar lebih dari 3 kali dalam [ ] B2 sehari dengan kotoran/tinja lembek atau cair? 0. Ya 1. Tidak C1 B3. Berapa kali frekuensi dalam sehari?...kali Berapa lama?...hari B4. Siapa yang mendiagnosis ibu menderita diare? [ ] B31 [ ]B32 [ ] B4 0. Dokter 1. Perawat 2. Bidan B5. Jika ya, apakah pada saat diare, diatasi dengan pemberian [ ] B5 oralit/pemberian larutan gula garam/cairan rumah tangga? 0. Ya 1. Tidak

C. Penyakit Tuberculosis C1. Apakah ibu pernah menderita TB paru? [ ] C1 0. Ya C8 1. Tidak C2. Apakah ibu pernah menderita batuk 2 minggu disertai dahak dan nafsu makan menurun? 0. Ya 1. Tidak C3. Apakah ibu pernah menderita batuk 2 minggu disertai dahak dan berat badan menurun/sulit bertambah? 0. Ya 1. Tidak C4. Apakah ibu pernah menderita batuk 2 minggu disertai dahak dan demam,? 0. Ya 1. Tidak C5. Apakah ibu pernah menderita batuk 2 minggu disertai dahak dan sesak nafas? 0. Ya 1. Tidak C6. Apakah ibu pernah menderita batuk 2 minggu disertai dahak dan nyeri dada? 0. Ya 1. Tidak C7. Apakah ibu pernah menderita batuk 2 minggu disertai dahak dan keringat pada malam hari? 0. Ya 1. Tidak [ ] C2 [ ] C3 [ ] C4 [ ] C5 [ ] C6 [ ] C7

C8. Siapa yang mendiagnosis/ menetapkan ibu menderita TB [ ] C8 paru? 0. Dokter 1. Perawat 2. Bidan C9. Jika ya, berapa lama pengobatannya?.. [ ] C9 Sebutkan jenis obat yang diberikan?... Pola Konsumsi 1. Nasi..x/hari 2. Lauk hewani.x/hari 3. Lauk nabati..x/hari 4. Sayuran x/hari 5. Buah.x/hari 6. Susu..x/hari

FFQ SEMI KUANTITATIF Jumlah Frekuensi Konsumsi Nama Bahan Makanan URT (gram) Tidak Pernah 1x/hari 2-3x/hari 4-6x/hari 1x/minggu 1-3x/minggu 2-4x/minggu 1x/bulan 1-3x/bulan Makanan Pokok 1. Nasi ¾ gelas 100 2. Roti 3 iris 70 3. Mie 1 gelas 50 4. Singkong 1 ½ ptg 120 5. Kentang 2 bj bsr 200 6. 7. Lauk Hewani 1. Ikan 1 ptg sdg 50 2. Daging ayam 1 ptg sdg 50 3. Daging sapi 1 ptg sdg 50 4. Telur 1 butir 60 5. Udang ¼ gelas 50 6. 7. Lauk Nabati 1. Tempe 2 ptg sdg 50 2. Tahu 2 ptg sdg 110 3. Kacang hijau 2 sdm 20 4. 5.

Jumlah Frekuensi Konsumsi Nama Bahan Makanan URT (gr) Tidak Pernah 1x/hari 2-3x/hari 4-6x/hari 1x/minggu 1-3x/minggu 2-4x/minggu 1x/bulan 1-3x/bulan Sayuran 1. Bayam 1 mngkk 100 2. Daun singkong 3. Kacang panjang 4. Sawi 5. Wortel 6. 7. Buah-buahan 1. Pepaya 1 ptg sdg 100 2. Jeruk 1 buah sdg 100 3. Apel ½ buah sdg 75 4. Pisang 1 buah sdg 50 5. 6. Susu dan olahannya 1. Susu 1 gls 200 2. 3. Lainnya 1. Air putih 2. Gula 1 sdm 10 3. Minyak