BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darmawan Budi Santoso, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB 1 PENDAHULUAN. individu. Karena dalam pendidikan mengandung transformasi pengetahuan, nilainilai,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

I. PENDAHULUAN. agar mampu memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

BAB I PENDAHULUAN. siswa, pengajar, sarana prasarana, dan juga karena faktor lingkungan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran ini. Meskipun dianggap penting, banyak siswa yang mengeluh kesulitan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tri Sulistiani Yuliza, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia manapun di planet bumi ini. Untuk menciptakan SDM yang

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan diharapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di negara Indonesia dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. kebodohan menjadi kepintaran, dari kurang paham menjadi paham. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang akan dihadapi peserta didik dimasa yang akan datang. menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang secara pesat sehingga cara berpikir

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

BAB I PENDAHULUAN. pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk. diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN. Ruzz Media Group, 2009), hlm Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Setiap individu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring perkembangan waktu, ilmu pengetahuan dan teknologi pun kian mengalami peningkatan. Peningkatan itu tentunya harus diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya yang berkualitas dapat diperoleh melalui kegiatan pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu komponen supra sistem pembangunan yang dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan menurut UU RI No.20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dalam kehidupan masyarakat. Lebih lanjut, berdasarkan UU RI No.20 tahun 2003 bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan yang dimaksud dapat berupa pendidikan formal maupun pendidikan informal. Pendidikan formal diselenggarakan di sekolah-sekolah dan mempelajari berbagai disiplin ilmu, salah satunya adalah matematika. Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat penting dan wajib dipelajari pada setiap jenjang pendidikan. Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (BNSP, 2006: 388) dijelaskan bahwa, tujuan diberikannya mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma (secara luwes, akurat, efisien, dan tepat) dalam pemecahan masalah.

2 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan yang memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya didi dalam pemecahan masalah. National Council of Teacher of Mathematics (2000) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika telah mengalami perubahan, tidak lagi hanya menekankan pada peningkatan hasil belajar, namun juga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan : 1. Komunikasi matematis (mathematical communication); 2. Penalaran matematis (mathematical reasoning); 3. Pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving); 4. Mengaitkan ide-ide matematis (mathematical connections); 5. Representasi matematis (mathematical representation). Berdasarkan pemaparan di atas, kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan salah satu kemampuan yang penting dan harus dimiliki oleh siswa. Bell (1978:311) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses pokok dalam matematika. Sejalan dengan itu, Sumardyono (2010) dalam artikelnya yang berjudul Pengertian Dasar Problem Solving, mengatakan bahwa pemecahan masalah merupakan ikon yang sangat penting terutama dalam pembelajaran matematika, karena matematika merupakan pengetahuan yang logis, sistematis, berpola, artificial, dan tak kalah penting menghendaki justifikasi atau pembuktian. Kenyataan di lapangan, kemampuan pemecahan masalah siswa masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan oleh hasil tes yang dilakukan oleh lembaga

3 survey tiga tahunan Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2009, Indonesia berada di urutan ke-61 dari 65 negara yang disurvey dengan skor rata-rata kemampuan matematika siswa Indonesia yaitu 371, skor tersebut berada di bawah rata-rata skor internasional yaitu 496. Hal yang dinilai dalam PISA adalah kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah (problem solving), memformulasikan penalaran (reasoning), dan mengkomunikasikan gagasangagasan yang dimiikinya kepada orang lain (communication) (Astuti, 2010:2). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Amalia (dalam Andriatna, 2012 : 4) terhadap siswa kelas X dan XI pada tiga sekolah menunjukan bahwa siswa kelas X dan XI masih tergolong rendah dalam kemampuan pemacahan masalah matematis. Hal ini dilihat berdasarkan skor siswa yang diperoleh masih jauh di bawah skor maksimum yang diharapkan. Siswa kelas X dari tifa sekolah masingmasing hanya mampu mencapai skor maksimum 35, 17, dan 20 dari skor maksimum yang diharapkan yaitu 60. Dan untuk kelas XI dari masing-masing sekolah mencapai skor maksimum yaitu 33, 31, dan 27 dari skor maksimum yang diharapkan yaitu 50. Untuk mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis, seorang guru dituntut untuk memilih model pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis. Salah satu model pembelajaran yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuam pemecahan masalah matematis adalah model pembelajaran kooperatif, terutama tipe three-step interview, karena pada tipe ini siswa dituntut dapat memahami masalah (see), merumuskan rencana penyelesaian (plan), melaksanakan rencana penyelesaian (do) dan memeriksa kembali solusi yang telah didapatkan (check), yang merupakan teori pemecahan masalah Polya (Suherman, 2003). Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview. Penelitian ini berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Three-Step Interview dengan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP.

4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional? 2. Bagaimana respons siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview? C. Batasan Masalah Untuk menghindari kekeliruan pemahaman, maka ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut: 1. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMPN 32 Bandung. 2. Pokok bahasan yang dipilih dalam penelitian adalah bangun datar segitiga dan segiempat. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. 2. Untuk mengetahui bagaimana respons siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview. E. Manfaat Penelitian penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat nyata bagi berbagai kalangan berikut ini : 1. Bagi siswa, diharapkan dapat menikmati proses pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

5 2. Bagi guru bidang studi matematika, model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dapat dijadikan salah satu pembelajaran alternatif dalam menyampaikan materi kepada siswa khususnya jika berhubungan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. 3. Bagi peneliti, memberikan gambaran yang jelas tentang aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dalam aktivitas pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis. 4. Bagi sekolah dan mutu pendidikan, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengaplikasikan model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan matematika di Indonesia. F. Definisi Operasional 1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan prosedur belajar mengajar melalui kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa belajar bersama dalam kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Setiap kelompok tersebut diberi tugas yang nantinya harus dipecahkan dalam kelompok melalui diskusi ataupun tanya jawab dan menyimpulkannya. 2. Model pembelajaran Three-Step Interview Model pembelajaran three-step interview merupakan salah satu dari tipe pembelajaran kooperatif yang pada tahap inti terdiri dari tiga tahapan wawancara (yang melakukan wawancara dan narasumber adalah siswa), yaitu: a) Tahap pertama Siswa A bertanya tentang LKS B pada Siswa B, kemudian Siswa B menjelaskan pada Siswa A. Siswa C bertanya tentang LKS D pada Siswa D, kemudian Siswa D menjelaskan pada Siswa C.

6 b) Tahap kedua Siswa B bertanya tentang LKS A pada Siswa A, kemudian Siswa A menjelaskan pada Siswa B. Siswa D bertanya tentang LKS C pada Siswa C, kemudian Siswa C menjelaskan pada Siswa D. c) Tahap ketiga semua anggota kelompok berkumpul dan setiap siswa saling menyampaikan informasi atau materi kepada teman sekelompoknya (yang diperoleh pada tahap satu dan tahap dua). Siswa A menjelaskan materi Siswa B, Siswa B menjelaskan materi Siswa A, Siswa C menjelaskan materi Siswa D, dan Siswa D menjelaskan materi Siswa C. 3. Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari hari 4. Kemampuan pemecahan masalah matematis Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia yang menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya, dan bukanlah suatu keterampilan yang generik yang dapat diperoleh secara instan. Pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian Polya (Suherman:2003:91), yaitu : 1. Memahami masalah (see) 2. Merencanakan penyelesaian (plan) 3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana (do) 4. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan (check) 5. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Konvensional adalah pembelajaran yang menggunakan metode ekspositori, yaitu guru menjelaskan materi dan tanya jawab, kemudian guru memberikan contoh soal dan siswa mengerjakannya.

7 G. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP yang menggunakan pembelajaran model kooperatif tipe three-step interview lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya konvensional.