BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Kegiatan belajar mengajar sebagai salah satu kegiatan rutin yang umumnya dilaksanakan guru di kelas, bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan berbagai faktor dan unsur. Oleh karena itu, eksistensi seorang guru tidak hanya diukur dari penguasaan materi pelajaran atau menyiapkan perangkat media yang diperlukan, tetapi juga kemampuan menciptakan kondisi belajar yang kondusif. Pembelajaran yang dilakukan di sekolah khususnya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus mampu membawa peserta didik mencapai keberhasilan dalam proses belajar dengan adanya perubahan tingkah laku, pengetahuan, maupun keterampilan. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Melalui IPA, peserta didik diharapkan dapat mempelajari diri sendiri, alam sekitar, dan mampu mengembangkannya. Selanjutnya, peserta didik menerapkan IPA dalam kehidupan sehari-hari. Namun, sebagian besar peserta didik menganggap bahwa IPA merupakan ilmu yang hanya hafalan dan menghitung, yang mana menambah kesan bahwa IPA sebagai ilmu yang sulit untuk dipelajari. Berdasarkan hasil obeservasi yang dilakukan peneliti ketika melaksanakan KKN-PPL di SMP N 4 Wates pada tahun 2011, pembelajaran IPA dalam pelaksanaannya masih terpisah. Hal tersebut disebabkan guru 1
yang mengajarkan merupakan guru yang spesifik pada masing-masing disiplin ilmu, yaitu biologi dan fisika. Walaupun ada guru yang memang mempunyai kemampuan penuh untuk mengajarkan IPA terpadu, namun belum mampu untuk melaksanakan IPA terpadu sepenuhnya. Observasi kelas dilakukan pada kelas VIIE. Kelas VIIE terdiri dari 32 peserta didik, di mana 18 peserta didik laki-laki dan 14 peserta didik perempuan. Selama kurang lebih tiga bulan melakukan pembelajaran, peneliti mengamati bahwa dalam pembelajaran IPA, peserta didik kurang melibatkan diri secara aktif dalam proses pembelajaran. Peserta didik cenderung pasif, mendengarkan penjelasan materi, dan sebagian terkesan mengantuk. Ketika menanggapi pertanyaan yang diberikan guru, peserta didik cenderung juga kurang aktif. Hal itu terlihat dari sedikit peserta didik yang menjawab pertanyaan guru secara suka rela, sehingga guru harus menunjuk salah satu peserta didik untuk menjawab pertanyaan. Aktivitas peserta didik yang seperti itu mengakibatkan pembelajaran yang berjalan satu arah. Guru berperan sebagai sumber informasi atau sering disebut teacher centered learning. Aktivitas peserta didik dalam berdiskusi juga rendah. Peserta didik yang mempunyai kemampuan diatas rata-rata lebih mendominasi jalannya diskusi, sedangkan aktivitas peserta didik lain lebih ke arah yang negatif, seperti bermain sendiri, mengganggu teman lainnya, dan mengobrol yang bukan masalah pelajaran. Peserta didik merasa sungkan untuk mengungkapkan pendapat dalam diskusi, sehingga guru harus menunjuk peserta didik agar 2
mau berpendapat. Selain itu, aktivitas peserta didik dalam mencatat hasil pembelajaran dan mencatat hal-hal penting dari materi yang diajarkan juga rendah. Peserta didik lebih suka mencatat atau menulis yang tidak berhubungan dengan pelajaran. Aktivitas belajar yang rendah berimbas pada nilai ulangan harian peserta didik yang tidak memuaskan. Hasil ulangan harian yang sempat peneliti lakukan adalah pada materi pengukuran. Berdasarkan nilai kognitif hasil belajar yang di peroleh peserta didik masih rendah, yaitu masih ada 43,75% peserta didik yang nilainya belum tuntas dari KKM dan baru 56,25% peserta didik tuntas dari KKM, di mana tetapan KKM pada materi Pengukuran di SMP N 4 Wates sebesar 75, sehingga perlu dilakukan perubahan dalam pembelajaran yaitu dengan model pembelajaran yang menciptakan pembelajaran lebih berpusat pada peserta didik atau students centered learning. Guru hanya bertugas sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya, agar suasana kelas lebih kondusif. Dari hal tersebut dapat dilihat kebutuhan pembelajaran kooperatif sangat besar untuk peserta didik, namun karena pembelajaran kooperatif yang belum optimal dalam pelaksanaan menjadikan peserta didik belum mampu terlibat secara aktif dalam kelompok dengan tanggung jawab individualnya. Peserta didik yang saling menjelaskan pengertian suatu konsep pada temannya, sebenarnya sedang mengalami proses belajar yang sangat efektif yang bisa memberikan pemahaman konsep yang jauh lebih maksimal 3
daripada apabila peserta didik mendengarkan penjelasan guru. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran diperlukan suatu metode pembelajaran yang dapat melibatkan peran aktif peserta didik dalam belajar, sehingga aktivitas peserta didik juga meningkat. Dalam penyampaian materi, model pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengaktifkan peserta didik di dalam kelas. Selain itu, dengan pembelajaran kooperatif peserta didik terlibat langsung dalam pembelajaran. Adanya keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran akan menghindarkan peserta didik dari perilaku-perilaku yang tidak sesuai dan menganggu proses belajar mengajar. Model pembelajaran kooperatif terdapat beberapa macam atau tipenya. Salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, peserta didik memperoleh prestasi lebih baik, mempunyai sikap yang lebih baik dan lebih positif terhadap pembelajaran, di samping saling menghargai perbedaan dan pendapat orang lain (Rusman, 2011: 218). Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat diterapkan untuk memcahkan masalah yang dihadapi peserta didik kelas VIIE SMP N 4 Wates. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw Sebagai Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar IPA Peserta Didik Kelas VIIE Semester II pada Tema Pencemaran Air di SMP N 4 Wates 4
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Pembelajaran IPA di SMP N 4 Wates belum diajarkan secara terpadu, karena sebagian guru masih spesifik pada bidang biologi dan fisika. 2. Pembelajaran berjalan satu arah yang berpusat pada guru atau teacher centered learning, dimana guru sebagai sumber informasi. 3. Perilaku peserta didik kelas VII E selama pembelajaran menunjukkan pada rendahnya aktivitas peserta didik dalam belajar. 4. Aktivitas peserta didik lain lebih ke arah yang negatif, seperti bermain sendiri, mengganggu teman lainnya dan mengobrol yang bukan masalah pelajaran. 5. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang belum optimal. C. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada penerapan model pembelajaran kooperatif yang lebih optimal berupa Jigsaw untuk meningkatkan aktivitas belajar IPA peserta didik dengan tema pencemaran air yang merupakan rekaan peneliti. 5
D. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimana mengatasi aktivitas belajar peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada tema Pencemaran Air kelas VIIE SMP N 4 Wates tahun ajaran 2011-2012? 2. Seberapa besar peningkatan aktivitas belajar peserta didik menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada tema Pencemaran Air kelas VIIE SMP N 4 Wates tahun ajaran 2011-2012? E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui cara mengatasi aktivitas belajar peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada tema Pencemaran Air kelas VIIE SMP N 4 Wates tahun ajaran 2011-2012. 2. Mengetahui peningkatan aktivitas belajar peserta didik menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada tema Pencemaran Air kelas VIIE SMP N 4 Wates tahun ajaran 2011-2012. 6
F. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Guru Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran bagi peserta didik dalam mengajarkan IPA. 2. Bagi peneliti Penelitian ini menjadi pengalaman, peneliti juga dapat mempraktikkan dan menerapkan berbagai ilmu mengajar yang diperoleh selama menjadi mahasiswa. 3. Bagi sekolah Sebagai sumber informasi pada pendidik untuk mengembangkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas peserta didik pada saat belajar IPA sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPA. 4. Bagi Pembaca Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian berikutnya. 7
G. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah aktivitas belajar peserta didik terhadap pembelajaran, yang diamati menggunakan lembar observasi aktivitas belajar terhadap pembelajaran dan dinyatakan dalam persentase. Macam-macam aktivitas belajar menurut Dierich (Oemar Hamalik, 2009: 172-173) ada 8 aktivitas antara lain: aktivitas visual, aktivitas lisan, aktivitas mendengarkan, aktivitas menulis, aktivitas menggambar, aktivitas metrik, aktivitas mental, dan aktivitas emosional. Dalam penelitian hanya diobservasi 5 aktivitas yaitu aktivitas lisan, aktivitas menulis, aktivitas visual, aktivitas mendengarkan dan aktivitas mental. 8