BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan potensi wisata bertujuan untuk meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul,

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

NOMOR 18 TAHUN 1994 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. UMUM. Sejalan...

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan memiliki defenisi yang bervariasi, menurut Undang-Undang Nomor

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 18 Tahun 1994

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN III

BAB I PENDAHULUAN. peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi di berbagai negarad, pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadi agenda utama pemerintah Indonesia.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

2014 POTENSI EKOWISATA DI KAWASAN TAMAN BURU GUNUNG MASIGIT KAREUMBI

BAB I PENDAHULUAN. fungsi lindung dan fungsi konservasi semakin berkurang luasnya. Saat ini

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. daerah pegunungan, pantai, waduk, cagar alam, hutan maupun. dalam hayati maupun sosio kultural menjadikan daya tarik yang kuat bagi

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang dianugerahi dengan bentang alam yang sangat menakjubkan. Dengan total luas keseluruhan kawasan yang mencapai 5.193.250 km² (mencakup daratan dan lautan) dimana satu pertiga dari luas kawasan tersebut berupa daratan yang terkandung di dalamnya sumber daya alam yang melimpah. Pegunungan, pantai, lembah, lereng pegunungan, danau, sungai, perkebunan, dan lain-lain adalah contoh dari sekian banyak sumber daya alam yang terdapat di Negara Indonesia. Menurut Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia pengertian dari sumber daya alam itu sendiri adalah komponenkomponen hayati yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) dengan unsur non hayati di sekitarnya yang secara keseluruhan akan membentuk suatu ekosistem (Keanekaragaman Hayati Indonesia, 2000). Salah satu sumberdaya alam Indonesia yang terbesar adalah kawasan hutan yang berisi keanekaragaman jenis hayati, baik itu berupa satwa ataupun tumbuhan. Menurut Undang-Undang No 5 tahun 1967 pengertian hutan adalah suatu lapangan yang ditumbuhi oleh pepohonan yang secara menyeluruh membentuk persekutuan hidup alam hayati dengan lingkungannya. Pendapat lain menurut Helms mengenai hutan adalah suatu ekosistem yang dicirikan dengan penutupan oleh tajuk pohon-pohon yang cukup rapat dan luas, seringkali terdiri atas tegakan yang mempunyai sifat yang beragam, seperti komposisi jenis, struktur, kelas umur, dan proses-proses yang berhubungan; pada umumnya mencakup: padang rumput, sungai, ikan, serta satwa liar (Helms, 1998). Dari pendapat para ahli tersebut dapat diartikan bahwa hutan adalah suatu asosiasi yang di dalamnya terdapat interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungan yang membentuk suatu ekosistem di suatu kawasan. Peranan hutan bagi kehidupan sangat penting dan tidak dapat tergantikan, hal itu selaras dengan pernyataan beberapa ahli bahwasanya hutan berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan di muka bumi 1

ini yang mana keberadaannya sangat amat dilindungi oleh Negara tak terkecuali di Negara Indonesia. Hutan di Indonesia dibedakan menjadi beberapa jenis menurut fungsinya, yaitu hutan lindung, hutan produksi, dan hutan suaka alam. Hutanhutan tersebut memiliki fungi pokok masing-masing dan antara satu dengan yang lainnya tidak dapat disamakan sebab mempunyai ciri serta karakteristik yang berbeda-beda. Taman Nasional merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi utama sebagai tempat perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. IUCN menuturkan bahwa Taman nasional masuk kedalam kategori II kawasan konservasi IUCN yang digunakan sebagai kawasan perlindungan yang dikelola dengan fungsi pokok sebagai konservasi jenis dan spesies habitat yang beranekaragam serta untuk kegiatan rekreasi (IUCN, 2008). Taman Nasional masuk ke dalam kawasan pelestarian alam, di dalamnya terdapat ekosistem yang masih asli sehingga mampu menunjang keberadaan berbagai macam jenis satwa dan tumbuhan untuk hidup di dalamnya. Taman Nasional dikelola dengan sistem zonasi, beberapa zonasi yang terdapat di Taman Nasional antara lain adalah zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan, zona tradisional, zona religi, budaya, dan sejarah, zona rehabilitasi, dan zona khusus. Masing-masing zonasi tersebut diperuntukkan untuk segala macam kegiatan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait untuk mengelola kawasan hutan tersebut agar tercapainya hutan yang lestari. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah salah satu kawasan pelestarian yang ada di pulau Jawa, terletak di provinsi Jawa Timur dengan di wilayah administratifnya meliputi 4 kabupaten yang ada di Provinsi Jawa timur antara lain, Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Pasuruan. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ditetapkan menjadi taman nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 278/Kpts-VI/1997 pada tanggal 23 Mei 1997 dengan mencangkup luasan wilayah yang mencapai 50.276,3 ha. Kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru merupakan salah satu dari 88 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di 2

Indonesia berdasarkan Lampiran III, Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional 2010-2025. Oleh karenanya kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru cukup terkenal dan ramai dikunjungi oleh kalangan wisatawan domestik maupun mancanegara. Kegiatan pariwisata yang ada di kawasan Taman Nasional merupakan bentuk pariwisata yang berwawasan lingkungan atau dalam istilah kehutanan disebut ekowisata yang dilakukan di zona pemanfaatan yang bisa dimanfaatkan sebagai kawasan wisata alam. Pemerintah saat ini banyak menggenjot dunia kepariwisataan di Indonesia dikarenakan dari sektor ini dapat meningkatkan pendapatan di tiap-tiap daerah serta menyumbang pendapatan devisa negara tertinggi ke 4 setelah minyak dan gas bumi, batubara, dan kelapa sawit untuk negara Indonesia (Kementrian Pariwisata & Ekonomi Kreatif RI, 2013). Bentang alam yang menawan serta menakjubkan dijadikan nilai jual dari tempat-tempat wisata yang ada di Indonesia untuk menarik banyak wisatawan baik dari kalangan domestik maupun mancanegara. Kegiatan pariwisata saat ini banyak dilakukan di kawasan konservasi seperti Taman Nasional yang notabenenya adalah sebagai kawasan pelestarian alam dan juga perlindungan keanekaragaman jenis hayati. Hal tersebut dikarenakan saat ini banyak orang yang sadar akan pentingnya keberadaan sumber daya alam hayati yang sangat melimpah dan juga kebanyakan masyarakat saat ini lebih senang untuk berwisata di alam terbuka. Hal senada juga diungkapkan oleh Pickering dan Hill yang mengatakan bahwasanya kegiatan wisata yang dilakukan di kawasan konservasi mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya karena adanya peningkatan kesadaran tentang konservasi alam (Pickering & Hill, 2007). Selain itu, menurut Plummer dan Fennel kegiatan ekowisata memungkinkan masyarakat, khususnya masyarakat lokal untuk hidup berdampingan dengan kawasan konservasi (Plummer & Fennel, 2009). Ekowisata adalah bentuk wisata yang mulai banyak dikelola oleh berbagai pihak. Ekowisata dan pariwisata memiliki perbedaan makna yang cukup mencolok. Ekowisata adalah wisata yang berbasis lingkungan sedangkan pariwisata bukan berbasis lingkungan. Seperti yang dituturkan oleh Linberg 3

ekowisata adalah bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab ke wilayahwilayah alamiah yang melindungi lingkungan serta meningkatkan taraf hidup penduduk sekitar (Linberg, 1995). Dikatakan berwawasan lingkungan dikarenakan ekowisata adalah kegiatan pariwisata yang dilakukan di tempat atau kawasan yang mempunyai fungsi sebagai pelindung keanekaragaman jenis hayati sehingga kegiatan wisata yang ada didalamnya juga dibatasi. Ekowisata juga merupakan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan. Ekowisata dipilih sebagai alternatif wisata bukan hanya karena kegiatan wisata tersebut terletak pada kawasan yang melindungi alam, ekowisata juga dipilih dikarenakan ekowisata mampu meningkatkan pergerakan ekonomi di wilayah sekitar kawasan wisata. Hal itu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal yang akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi daerah tempat wisata tersebut berada. Peningkatan pendapatan tersebut dipicu oleh transaksi yang dilakukan oleh para pelaku wisata dengan para pelaku perdagangan di sektor wisata sehingga menimbulkan gejolak ekonomi yang kuat diantara wisatawan dengan penduduk setempat. Selain itu menurut Spillane pariwisata adalah sebuah industri jasa yang digolongkan sebagai industri ketiga (tertiary Industry), cukup berperan penting dalam menetapkan kebijaksanaan tentang kesempatan kerja, sehingga keberadaan ekowisata mampu menyerap tenaga kerja khususnya masyarakat disekitar kawasan wisata (Spillane, 1987). Nilai ekonomi yang besar di dalam kegiatan wisata alam bukan hanya karena adanya aktivitas ekonomi antara wisatawan dengan warga setempat seperti jual beli cinderamata, jasa angkutan, penginapan dan lain sebagainya. Akan tetapi, dari retribusi yang dibayarkan oleh para wisatawan ketika memasuki areal pariwisata sebagai bentuk pertukaran antara uang dengan jasa wisata yang ditawarkan oleh pihak pengelola, yang dalam bahasan ini adalah pihak dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Retribusi yang dibayarkan oleh wisatawan sepenuhnya akan masuk ke kas negara, yang kemudian akan diputar lagi untuk kegiatan pengelolaan kawasan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kegiatan pengelolaan tersebut termasuk ke dalamnya perawatan kawasan ekowisata, pengawasan, dan lain-lain. Jasa lingkungan adalah sesuatu yang tidak 4

memiliki nilai ekonomi, maka menurut Djajadiningrat untuk menentukan nilai ekonomi dari suatu jasa lingkungan adalah dengan menggunakan Willingness to pay. Willingnes to pay adalah keinginan seseorang untuk membayar suatu barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis dari suatu ekosistem bisa diterjemahkan ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa tersebut (Djajadiningrat, 2014). 1.2 Rumusan Masalah Sampai saat ini belum pernah dilakukannya pendugaan nilai jasa lingkungan di kawasan wisata alam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, maka dari itu perlu dilakukannya pendugaan nilai jasa lingkungan di kawasan tersebut mengingat potensi wisata alam yang sangat besar di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dengan menggunakan metode analisis kesediaan membayar (Willingness to Pay) kepada para pengunjung domestik wisata Gunung Bromo. Metode tersebut digunakan bukan hanya untuk menentukan nilai jasa lingkungan saja melainkan untuk mengetahui karakteristik sosial ekonomi dari pengunjung domestik kawasan wisata Gunung Bromo di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui nilai kesedian membayar pengunjung wisata dan nilai jasa lingkungan dari kegiatan wisata alam di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 2. Mengetahui karakteristik pengunjung wisata alam Gunung Bromo di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 1.4 Urgensi Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui presentase kesediaan membayar pengunjung wisata di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan karakteristik pengunjung wisata di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berdasarkan pengunjung wisata domestik yang digunakan sebagai dasar 5

untuk melihat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesediaan pengunjung domestik untuk membayar retribusi masuk ke dalam kawasan Taman Nasional. Adapun luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah agar diperoleh hasil penelitain berupa nilai jasa lingkungan dari sumber daya alam di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berdasarkan dari kerelaan pengunjung untuk mengeluarkan biaya guna memperoleh jasa lingkungan dalam bentuk wisata alam Gunung Bromo. Manfaat dari penelitian ini adalah informasi bagi pihak-pihak terkait untuk menentukan arah pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di kawasan taman Nasional Bromo Tengger Semeru secara optimal guna menjaga kelestarian dan kebermanfaatannya di masa mendatang. Manfaat lain dari penelitian ini adalah meningkatkan apresiasi masyarakat (pengunjung) khususnya wisatawan domestik terhadap sumber daya alam yang telah mereka nikmati dalam hal ini adalah kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. 6