BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang artinya manusia selalu bersama manusia lainnya dalam pergaulan hidup dan kemudian bermasyarakat. Manusia saling membutuhkan satu dengan yang lain. Tidak ada seorang manusiapun yang mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Hidup bersama dalam masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa bagi manusia dan hanya manusia yang memiliki kelainan saja yang ingin hidup mengasingkan diri dari orang lain. Salah satu bentuk hidup bersama yang terkecil adalah keluarga. Keluarga ini terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang terbentuk karena perkawinan. Perkawinan dalam Islam merupakan fitrah manusia agar seorang muslim dapat memikul amanah dan tanggung jawabnya yang paling besar di dalam dirinya terhadap orang yang paling berhak mendapat pendidikan dan pemeliharaan. Di samping itu perkawinan memiliki manfaat yang paling besar terhadap kepentingan-kepentingan sosial lainnya. Kepentingan sosial itu adalah memelihara kelangsungan jenis manusia, memelihara keturunan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta menjaga ketentraman jiwa. Selain memiliki faedah yang besar, perkawinan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membentuk suatu keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-undang No. 1 tahun
1974 pasal 1 bahwa: Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sesuai dengan rumusan itu, perkawinan tidak cukup dengan ikatan lahir atau batin saja tetapi harus kedua-duanya. Dengan adanya ikatan lahir dan batin inilah perkawinan merupakan satu perbuatan hukum disamping perbuatan keagamaan. Dikatakan sebagai perbuatan hukum karena perbutan itu menimbulkan akibat-akibat hukum baik berupa hak maupun kewajiban bagi keduanya. Sedangkan yang dimaksud sebagai akibat perbuatan keagamaan karena dalam pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan ajaran dari masing-masing agama dan kepercayaan yang sejak dahulu sudah memberikan aturan-aturan tentang bagaimana perkawinan itu harus dilaksanakan. Dari segi Agama Islam misalnya, syarat sahnya perkawinan penting sekali terutama untuk menentukan sejak kapan sepasang pria dan wanita itu dihalalkan melakukan hubungan kelamin sehingga terbebas dari dosa perzinaan. Zina merupakan perbuatan yang sangat tercela dan dapat merusak kehidupan manusia. Oleh sebab itu, dalam Agama Islam zina adalah perbuatan dosa besar yang bukan saja menjadi urusan pribadi yang bersangkutan dengan Tuhan belaka tetapi juga termasuk kejahatan (pidana) dimana Negara melindungi dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang melakukannya. Apalagi di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam maka hukum Islam sangat mempengaruhi sikap moral dan kesadaran hukum masyarakatnya.
Faktor di atas antara lain yang menjadikan Agama Islam menggunakan asas atau tata cara perkawinan yang sederhana, dengan tujuan agar seseorang tidak terjebak atau terjerumus ke dalam perzinaan. Tata cara yang sederhana itu nampaknya sejalan dengan Undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 2 ayat (1) yang berbunyi : Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Dari pasal tersebut sepertinya memberikan peluang bagi anasir-anasir Hukum Adat untuk mengikuti dan bahkan berpadu dengan Hukum Islam dalam perkawinan. Selain itu disebabkan oleh kesadaran masyarakatnya yang menghendaki demikian. Salah satu tata cara perkawinan adat yang masih kelihatan sampai saat ini adalah perkawinan yang tidak dicatatkan pada pejabat yang berwenang atau di dalam Islam disebut sebagai perkawinan sirri. Perkawinan ini hanya dilaksanakan di depan Tuan Kadi, Penghulu atau Kyai dengan memenuhi syariat Islam sehingga perkawinan ini tidak sampai dicatatkan di kantor yang berwenang untuk itu. Perkawinan sudah sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan. Bertemunya rukun dengan syarat inilah yang menentukan sahnya suatu perbuatan secara sempurna. Adapun yang termasuk dalam rukun perkawinan adalah sebagai berikut: 1. Pihak-pihak yang melaksanakan aqad nikah yaitu mempelai pria dan wanita 2. Adanya aqad (sighat) yaitu perkataan dari pihak wali perempuan atau wakilnya (ijab) dan diterima oleh pihak laki-laki atau wakilnya (qabul). 3. Adanya wali dari calon istri 4. Adanya dua orang saksi
Apabila salah salah satu rukun itu tidak dipenuhi maka perkawinan tersebut dianggap tidak sah dan dianggap tidak pernah ada perkawinan. Oleh karena itu diharamkan baginya yang tidak memenuhi rukun tersebut untuk mengadakan hubungan seksual maupun segala larangan agama dalam pergaulan. Dengan demikian apabila keempat rukun itu sudah terpenuhi maka perkawinan yang dilakukan sudah dianggap sah. Sistem perkawinan di atas menurut Hukum Islam sudah dianggap sah, namun tidaklah demikian apabila perkawinan tersebut dihubungkan dengan ketentuan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat (2) yang berbunyi: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Jadi, jelaslah bahwa suatu perkawinan yang sah di Indonesia haruslah didaftarkan dan dicatatkan di Kantor Pencatat Nikah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tetapi dalam kenyataannya, tidak sedikit dari masyarakat Indonesia yang belum memiliki kesadaran hukum tentang pelaksanaan perkawinan. Sehingga masih ada beberapa warga masyarakat Indonesia yang melakukan perkawinan sirri tanpa menyadari akibat yang ditimbulkan dari perkawinan yang mereka lakukan tersebut. Selain hal tersebut di atas menurut pengamatan sementara yang dilakukan oleh peneliti, beberapa dari masyarakat di Kecamatan Medan Deli tersebut melakukan kawin sirri dikarenakan mereka ingin berpoligami. Karena dengan melakukan kawin sirri ini memberikan kemudahan kepada seorang laki-laki untuk melakukan poligami tanpa harus melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Ada juga sebagian masyarakat yang menyatakan bahwa dengan kawin sirri ini prosedur pelaksanaannya lebih mudah dan biayanya lebih murah. Selain itu, dari segi pendidikan warga masyarakat Kecamatan Medan Deli tersebut masih cukup rendah sehingga pengetahuan warga masyarakatnya pun terbatas. Dari beberapa uraian di atas timbul problematika yang harus dijawab dalam kaitannya dengan pelaksanaan perkawinan sirri dan akibat hukum yang ditimbulkannya. Karena setiap perbuatan hukum pastilah menimbulkan akibat hukum. Begitu pula perkawinan sirri yang merupakan perbuatan hukum pasti menimbulkan akibatakibat hukum. Akibat hukum tersebut misalnya bagi pasangan suami istri, status anak yang dilahirkan dan juga terhadap harta benda dalam perkawinan. Tidak terkecuali di Kecamatan Medan Deli yang sampai saat ini masih ditemukan kasus kawin sirri. Letaknya yang berada di daerah pinggiran kota membuat sebahagian masyarakat Kecamatan Medan Deli ini masih memilih jalan untuk melakukan perkawinan sirri yang tentunya dilakukan karena berbagai faktor, baik itu dari faktor ekonomi, sosial maupun budaya. Berangkat dari itu maka penulis mengambil judul Skripsi ini Tinjauan Yuridis Mengenai Perkawinan Sirri Dan Akibat Hukumnya Ditinjau dari Undangundang No. 1 Tahun 1974 dan melakukan penelitian di Kecamatan Medan Deli, Kotamadya Medan, Sumatera Utara.
B. Perumusan Masalah Perumusan masalah atau sering diistilahkan problematika merupakan bagian penting yang harus ada dalam penulisan suatu karya ilmiah. Dengan adanya permasalahan yang jelas, maka proses pemecahannya juga akan terarah dan terpusat pada permasalahan tersebut. Menurut Arikunto, problematika adalah sebagian pokok dari kegiatan penelitian. 1 Berdasarkan latar belakang masalah di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah faktor-faktor yang mendorong seseorang melakukan perkawinan sirri di Kecamatan Medan Deli? 2. Bagaimana prosedur pelaksanaan kawin sirri di Kecamatan Medan Deli? 3. Bagaimanakah akibat hukum dari perkawinan sirri ditinjau dari Undangundang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, baik bagi pasangan suami istri, anak yang dilahirkan serta harta benda yang diperoleh dari perkawinan tersebut? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian : 1. Mendeskripsikan faktor-faktor yang mendorong seseorang melakukan perkawinan sirri di Kecamatan Medan Deli. 2. Mendeskripsikan prosedur pelaksanaan perkawinan sirri di Kecamatan Medan Deli. 1 Arikunto, S, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), hal. 51.
3. Mendeskripsikan akibat hukum yang timbul dari perkawinan sirri di Kecamatan Medan Deli, baik itu status perkawinannya, anak yang dilahirkan dan harta benda dalam perkawinan sirri ditinjau dari UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Manfaat Penelitian : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan informasi yang penting bagi dunia pendidikan khususnya mengenai peraturan tentang perkawinan di Indonesia. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan baru yang bermanfaat mengenai sistem perkawinan menurut Hukum Islam dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta sebagai wahana untuk menuangkan daya kreatif yang berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan peneliti mengenai masalah hukum perkawinan. b. Bagi Masyarakat Bagi masyarakat khususnya masyarakat Kecamatan Medan Deli sebagai informasi mengenai aturan-aturan dalam perkawinan serta sebagai bahan pertimbangan apabila ada masyarakat yang akan melakukan perkawinan sirri.
c. Bagi Kantor Urusan Agama Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Kantor Urusan Agama sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk memberikan pengarahan kepada masyarakat luas yang akan melaksanakan perkawinan. D. Keaslian Penulisan Dalam rangka mengembangkan diri dan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum, disamping belajar dan membaca buku yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini, dan mengingat pentingnya peranan hukum dalam perkawinan di Indonesia yang menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan, sehingga penulis mencoba menerapkan tinjauan yuridis mengenai perkawinan sirri dan akibat hukumnya, dimana penulis dalam mengambil judul ini telah meninjau ke perpustakaan USU untuk memastikan bahwa belum pernah ada mahasiswa yang membahas tentang judul tersebut di atas sehingga penulis mencoba membahas dan menuangkannya ke dalam sebuah skripsi. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal serta memperoleh fakta dari permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini penulis juga mengadakan penelitian ke Kecamatan Medan Deli Kotamadya Medan, dimana penulis mendapatkan informasi bahwa di daerah tersebut terdapat beberapa pasangan suami istri yang melakukan kawin sirri.
E. Tinjauan Kepustakaan Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2 Rumusan pengertian perkawinan dalam pasal 1 Undang-undang No. 1 tahun 1974 tersebut bukan saja memuat pengertian atau arti perkawinan itu sendiri, tetapi juga mencantumkan tujuan dan dasar perkawinan. Pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, sedangkan tujuannya adalah untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal yang didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan jika dihubungkan dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 tahun 1974 yaitu suatu perkawinan didasarkan kepada hukum agamanya atau kepercayaannya masing-masing, sedangkan pasal 2 ayat (2) menentukan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan pasal 2 ayat (1) dan (2) merupakan syarat sahnya suatu perkawinan menurut hukum positif. Secara etimologi (bahasa) nikah sirri artinya nikah yang dilakukan secara diam-diam (rahasia). Sirri berasal dari bahasa Arab yaitu sirrun, yang artinya diam (rahasia) sebagai lawan kata dari jahr yang mengandung arti terangterangan, nikah sirri dikenal dalam konteks hukum positif. Secara terminology 2 Lihat Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(istilah), nikah sirri berarti pernikahan yang dilakukan dengan tidak mencatat dalam catatan yang disediakan untuk itu. 3 Nikah sirri, atau yang bagi masyarakat awam disebut pula nikah bawah tangan, memiliki dua pengertian. Pertama, nikah sirri secara fiqh, yaitu nikah yang dirahasiakan dan hanya diketahui pihak yang terkait. Pihak terkait ini merahasiakan pernikahan itu, dan tidak seorang pun dari mereka diperbolehkan menceritakan akad tersebut kepada orang lain. Kedua, nikah sirri dalam persepsi masyarakat, yakni pernikahan yang tidak dicatatkan secara resmi ke Kantor Urusan Agama (KUA). Masyarakat menganggap, pernikahan yang dilaksanakan walaupun tidak dirahasiakan, tetap dikatakan sirri selama belum didaftarkan secara resmi ke KUA. 4 Hukum Indonesia tidak mengenal istilah nikah sirri dan tidak mengatur secara khusus. Namun, secara sosiologis, istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan dan dianggap ada dengan tanpa memenuhi ketentuan Undang-undang, khususnya Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat (2), Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5 3 IKAHI, Majalah Hukum Varia Peradilan No. 297 Agustus 2010, (Jakarta: IKAHI, 2010), hal. 49 4 Dampak Nikah Sirri: Al-Arham Edisi 18 (B), http://rahima.or.id/index.php?option=com _content&view = article&id=474:dampak-nikah-sirri--al-arham-edisi-18-b&catid=19:al-arham& Itemid=328, (10 Agustus 2011, pukul. 17.33 WIB). 5 Ibid.
F. Metodologi Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Deli, Kotamadya Medan, Sumatera Utara yang berdasarkan informasi dan keterangan dari masyarakat setempat bahwa beberapa penduduknya masih ada yang melakukan perkawinan sirri. 2. Fokus Penelitian Yang dimaksud fokus penelitian adalah penentuan keleluasaan (scope) permasalahan dan batas penelitian. Sejalan dengan hal tersebut di atas maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah : Faktor-faktor pendorong perkawinan sirri di Kecamatan Medan Deli, Medan Sumatera Utara. Prosedur pelaksanaan perkawinan sirri di Kecamatan Medan Deli, Medan Sumatera Utara. Akibat hukum perkawinan sirri ditinjau dari Undang-undang No. 1 Tahun 1974 baik bagi status perkawinannya, pasangan suami istri, anak yang dilahirkan serta harta benda dalam perkawinan. 3. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. 6 6 Arikunto, Op. Cit, hal. 114.
Dalam penelitian ini terdapat dua sumber data yaitu: a. Sumber data primer Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu maupun perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuisioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Dalam hal ini peneliti memperoleh data langsung dari para pelaku yang melaksanakan kawin sirri, orang tua pasangan kawin sirri, Tuan Kadi, Camat Medan Deli dan Pegawai Pencatat Nikah di KUA Kecamatan Medan Deli. Peneliti menggunakan wawancara dalam memperoleh data melalui responden yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan peneliti baik pertanyaan tertulis maupun pertanyaan lisan. Sumber data langsung ini digunakan untuk mencari data tentang faktor pendorong terjadinya perkawinan sirri, proedur pelaksanaan perkawinan sirri dan akibat yang timbul dari adanya kawin sirri tersebut. Dalam penelitiaan ini peneliti telah melakukan wawancara dengan 15 (lima belas) pasang pelaku kawin sirri. b. Sumber data sekunder Metode pengumpulan data sekunder sering disebut metode penggunaan bahan dokumen. Karena dalam hal ini peneliti tidak secara langsung mengambil data sendiri tetapi meneliti dan memanfaatkan data atau dokumen yang dihasilkan oleh pihak-pihak lain. Seperti buku-buku yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Peneliti menggunakan dokumentasi, maka dokumen atau catatanlah yang menjadi sumber data,
sedang isi catatan adalah subyek penelitian. Sumber data sekunder ini digunakan untuk mengetahui monografi Kecamatan Medan Deli yang meliputi: jumlah penduduk, kondisi geografis, agama, pendidikan dan mata pencaharian penduduk Kecamatan Medan Deli. Selain itu, penulis juga mengambil data dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Medan Deli yang meliputi: persyaratan melangsungkan pernikahan berdasarkan ketentuan yang berlaku, jumlah masyarakat Kecamatan Medan Deli yang melangsungkan perkawinan dan jumlah masyarakat Kecamatan Medan Deli yang melakukan poligami. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Untuk memperoleh informasi yang tepat dan obyektif setiap wawancara harus mampu menciptakan hubungan baik dengan responden ialah suatu psikologis yang menunjukan bahwa responden sedia bekerja sama menjawab pertanyaan dan memberi infomasi sesuai dengan pikiran dan keadaan yang sebenarnya. Metode wawancara ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh keterangan langsung mengenai faktor pendorong terjadinya kawin sirri, prosedur pelaksanaan kawin sirri, dan akibat hukum yang timbul dari adanya kawin sirri di Kecamatan Medan Deli. Dalam penelitian ini penulis telah melakukan wawancara antara lain dengan pasangan suami istri yang melakukan kawin sirri, orang tua pasangan kawin sirri, Camat Medan Deli, Tuan Kadi, Pegawai Pencatat
Nikah di KUA Kecamatan Medan Deli serta warga masyarakat desa setempat. Dalam penelitian ini peneliti telah melakukan wawancara dengan 15 (lima belas) pasang pelaku kawin sirri. b. Dokumentasi Teknik dokumentasi adalah mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip yang termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian. Data yang diperoleh dari teknik dokumentasi ini yaitu data monografi yang meliputi kondisi geografis, agama, pendidikan dan mata pencaharian penduduk Kecamatan Medan Deli serta persyaratan untuk melangsungkan perkawinan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dan dokumen tersebut berupa data atau catatan yang diperoleh langsung dari Kantor Kecamatan Medan Deli dan Kantor Urusan Agama Kecamatan Medan Deli. 5. Teknik Keabsahan Data Sejalan dengan penelitian yang bersifat kualitatif, maka uji validitas di lakukan dengan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. 7 Lexy J. Moleong membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan sumber, metode, penyidik dan teori. 8 7 Moleong, L.J, Metode Penelitian Kualitatif (Cetakan Keenam), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 178. 8 Ibid.
Dalam hal ini peneliti menggunakan triangulasi dengan sumber. Hal ini sejalan dengan pernyataan Moleong bahwa teknik triangulasi yang banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber. Pemeriksaan data dengan triangulasi sumber dapat dicapai dengan jalan: 1. Membandingkan data pengamatan dengan hasil wawancara. 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. 3. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada atau pemerintah. 4. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. 9 Model triangulasi yang digunakan adalah : a. Data Sama b. Sumber Sama Sumber Beda Metode Beda Waktu Beda Metode Beda Model triangulasi diatas yaitu untuk memeperoleh data yang valid yaitu penulis mengambil data yang sama tetapi diambil dengan metode dan sumber yang berlainan. Kemudian menghimpun data dari sumber satu orang akan tetapi dalam waktu dan metode yang berbeda untuk mengetahui kepastiannya. 9 Ibid.
6. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian secara teknik dilaksanakan secara induktif yaitu analisis yang dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pengumpulan Data. Pengumpulan data adalah mengumpulkan data-data yang diperoleh dari lapangan baik berupa catatan dilapangan, gambar, dokumen, dan lainnya diperiksa kembali, diatur dan kemudian diurutkan. Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data dari para pelaku perkawinan sirri, penghulu, orang tua pasangan kawin sirri, camat Medan Deli, Pegawai Pencatat Nikah/KUA Kecamatan Medan Deli, dan dokumen-dokumen atau sumber-sumber yang mendukung penelitian ini. b. Reduksi Data. Hasil penelitian dari lapangan sebagai bahan mentah dirangkum, direduksi kembali kemudian disusun supaya lebih sistematis, yang difokuskan kepada pokok-pokok dari hasil penelitian. Hal ini bertujuan untuk mempermudah di dalam mencari kembali data yang diperoleh apabila diperlukan kembali. Dari data-data itu peneliti membuat catatan atau rangkuman yang disusun secara sistematis.
c. Sajian Data. Sajian data ini membantu peneliti untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari hasil penelitian yang kemudian disusun secara sistematis. d. Verifikasi Data. Dari data yang diperoleh dari hasil wawancara, dan dokumentasi kemudian peneliti mencari makna dari hasil penelitian atau dari hasil yang terkumpul. Peneliti berusaha untuk mencari pola hubungan serta hal-hal yang sering timbul. Dari hasil data yang diperoleh peneliti membuat kesimpulan-kesimpulan kemudian diverifikasi. Pengumpulan Data Penyajian Data Reduksi Data Kesimpulan-kesimpulan : Penarikan / Verifikasi G. Sistematika Penulisan Sistematika disusun dengan tujuan agar pokok-pokok masalah yang dibahas disusun secara urut dan teratur. Sistematika penulisan skripsi disusun sebagai berikut:
1. Bagian pendahuluan skripsi Pada bagian ini berisi judul, halaman pengesahan, halaman motto dan halaman persembahan, pernyataan, sari, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel dan daftar lampiran. 2. Bagian isi skripsi Terdiri dari : BAB I : Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah atau fokus masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian serta sistematika penulisan skripsi. BAB II : Tinjauan umum terhadap hukum perkawinan di Indonesia yang meliputi sejarah hukum perkawinan di Indonesia, asas-asas perkawinan, dan syarat-syarat sahnya perkawinan. BAB III : Tinjauan yuridis terhadap perkawinan sirri yang berisi pengertian perkawinan, tujuan perkawinan, pengertian kawin sirri, faktorfaktor terjadinya kawin sirri, serta akibat hukum perkawinan sirri terhadap suami istri, anak dan harta. BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan, pada bab ini berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya. BAB V : Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran-saran 3. Bagian akhir skripsi, berisi daftar pustaka, hasil wawancara dan lampiranlampiran.