BAB 1 PENDAHULUAN. pada lansia yaitu hipertensi. Hipertensi adalah gangguan pada pembuluh darah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa gejala, sehingga disebut sebagai Silent Killer (pembunuh terselubung).

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2011, pada tahun UHH adalah 66,4

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi di abad ke-21 ini mampu mengubah

I. PENDAHULUAN. satu sasaran dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini ditandai dengan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan terdapat 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari seluruh total

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan untuk dapatbertahan hidup. (Nugroho,2008). struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai istilah bergesernya umur sebuah populasi menuju usia tua. (1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu (Dinkes, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang. ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sustrani, dkk (2009) dalam Putra (2014) mengatakan hipertensi sering

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%. Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. 7%, sehingga Indonesia mulai masuk dalam kelompok negara berstruktur

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang

BAB I PENDAHULUAN. berumur 60 tahun atau lebih. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi alam dan masyarakat yang sangat kompleks, menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. psikologik, dan sosial-ekonomi, serta spiritual (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025 diproyeksikan

I. PENDAHULUAN. tahun. Peningkatan penduduk usia lanjut di Indonesia akan menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan kesempatan untuk melewati masa ini. tahun 2014, jumlah lansia di Provinsi Jawa Tengah meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.


BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan unit terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi dimana jika tekanan

BAB 1 PENDAHULUAN. transisi epidemiologi. Secara garis besar proses transisi epidemiologi adalah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi. Menurut Basha (2009) hipertensi adalah satu keadaan dimana seseorang

BAB I PENDAHULUAN. masih banyak ditemukan di Indonesia maupun di dunia. Penderita hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. pemeriksaan tekanan darah dengan menggunakan sphygmomanometer

2014 GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN LANSIA TENTANG HIPERTENSI DI RW 05 DESA DAYEUHKOLOT KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dewasa, dimana pada masa ini seseorang akan mengalami penurunan kemampuan


BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi dan sistem

STABILITAS TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI WERDHA MOJOPAHIT KABUPATEN MOJOKERTO. Abdul Muhith *) Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami berbagai perkembangan penyakit yang bersifat degeneratif.

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai hal yang menyusahkan, bahkan membahayakan jiwa. Namun di era

BAB I PENDAHULUAN. killer) diantara pembunuh lainnya seperti diabetes, hiperkolesterolemia dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembunuh sejati, tetapi penyakit ini digolongkan sebagai the silent killer

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi dimana tekanan darah sistolik lebih

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) adalah komitmen negara terhadap rakyat

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang lebih dari delapan dekade terakhir. Hipertensi merupakan

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy); semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. kasus yang belum terselesaikan. Disisi lain juga telah terjadi peningkatan

populasi yang rentan atau vulnerable sebagai akibat terpajan risiko atau akibat buruk dari masalah kesehatan dari keseluruhan populasi (Stanhope dan

BAB I PENDAHULUAN. yang memompa dengan kuat dan arteriol yang sempit sehinggga darah mengalir

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi sering disebut sebagai penyakit silent killer karena pada

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan gejala terlebih dahulu dan ditemukan secara kebetulan saat

BAB I PENDAHULUAN. ringan (TD diastole ), sedang (TD diastole ), dan berat (Td

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit saat ini telah mengalami perubahan yaitu adanya transisi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. akhirnya mengubah gaya hidup manusia. Konsumsi makanan cepat saji, kurang

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses penuaan

BAB I PENDAHULUAN. minuman pahit (Soeria, 2013). Coklat berasal dari tanaman kakao dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. setelah stroke dan tuberkulosis dan dikategorikan sebagai the silent disease

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat menyebabkan meningkatnya Umur Harapan Hidup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terdeteksi meskipun sudah bertahun-tahun. Hipertensi dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian kerena payah jantung, infark miocardium, stroke, atau gagal. ginjal (Pierece, 2005 dalam Cahyani 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lansia merupakan tahap akhir perkembangan dari kehidupan manusia (Dewi, 2014). Dimasa ini lansia mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ (Azizah, 2011). Resiko lansia terkena penyakit disebabkan oleh perubahan yang terjadi selama penambahan usia atau yang disebut proses penuaan (Ahmad, 2011). Darmojo & Martono (2010) menjelaskan bahwa pada kondisi ini manusia lambat laun mengalami kemunduran secara progresif dan akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan juga tertumpuknya distorsi metabolik dan struktural yang disebut penyakit degeneratif. Salah satu penyakit degeneratif yang sering terdapat pada lansia yaitu hipertensi. Hipertensi adalah gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan nutrisi oksigen dan pembuluh darah yang dibawa darah terhambat sehingga tidak sampai kepada jaringan yang membutuhkan (Sulistyarini, 2013). Hipertensi seringkali disebut The Silent Killer karena hipertensi seringkali tidak menunjukan tanda gejala bahkan sampai stadium terakhir (Sidabutar, 2009). Endang (2014) menjelaskan jika hipertensi tidak dikontrol dengan baik, maka dapat mengakibatkan terjadinya infark jantung, gagal jantung, gagal ginjal, stroke, dan kerusakan mata. Selain itu, kualitas hidup penderita menjadi rendah dan kemungkinan terburuk yaitu kematian yang diakibatkan komplikasi dari hipertensi itu sendiri (Ridwan, 2009). Hipertensi banyak terjadi pada umur 35-44 tahun (6,3%), umur 44-54 (11,9%) dan umur 55-64 (17,2%), sehingga dari prevalensi diatas maka dapat disimpulkan bahwa lansia rentan terkena hipertensi (Riskesdas, 2013). Berdasarkan 1

2 Dinkes Jatim Prevalensi lansia dengan hipertensi yaitu sekitar 685.994 jiwa (Dinkes Jatim,2015). Sedangkan berdasarkan Dinkes Surabaya prevalensi lansia dengan hipertensi yaitu 137.337 jiwa (Dinkes Surabaya, 2015). Menurut rekap penyakit degeneratif di Posyandu Lansia Puskesmas Pakis tahun 2017 adalah sebanyak 248 orang terkena hipertensi. Proses penuaan dapat menyebabkan perubahan dalam struktur dan fungsi tubuh. Salah satu proses penuaan yang menyebabkan meningkatnya resiko hipertensi ialah penuaan pada system kardiovaskular (Stanley, 2007). Beberapa faktor yang terkait proses menua dapat meningkatkan resiko lansia mengalami hipertensi. Seperti contohnya kekakuan pada aorta, peningkatan afterload (Membutuhkan daya lebih banyak untuk memompa darah dari ventrikel), dan peningkatan tahanan vaskuler. Perubahan reflek baroreseptor diindikasikan dengan fluktuasi tekanan darah selama melakukan aktivitas fisik atau mengalami stress emosional.(dewi, 2014). Hipertensi pada dasarnya memiliki sifat cenderung tidak stabil dan sulit dikontrol, baik dengan tindakan pengobatan maupun dengan tindakan-tindakan medis lainnya (Endang, 2014). Banyak metode yang telah ditemukan untuk mengatasi hipertensi, baik secara farmakologi dan non-farmakologi. Terapi farmakologi yaitu terapi yang penderitanya harus minum obat secara rutin, hal ini menyebabkan penderita menjadi bosan, sehingga penderita hipertensi kurang patuh meminum obat (Harvey, 2013). Salah satu pencegahan ketergantungan obat hipertensi yaitu melakukan terapi non farmakologis (Nisa, 2012). Terapi non farmakologis untuk hipertensi yaitu olahraga secara teratur, menjaga berat badan, mengurangi asupan garam, dan meninggalkan kebiasaan merokok, dan lain-lain

3 (Ikawati, 2011). Salah satu terapi non farmakologi yang dapat mempengaruhi tekanan darah adalah terapi warna (Azeemi, 2007). Terapi warna merupakan terapi yang memanfaatkan energi cahaya dan spektrum warna untuk membantu memulihkan keseimbangan emosional yang ditimbulkan akibat ketidakseimbangan aktifitas fisik (Penni, 2012). Terapi warna bertujuan yaitu untuk menyeimbangkan pusat energi tubuh kita dengan meningkatkan energi pusat tubuh kita/cakra dengan menggunakan 7 warna dari spektrum cahaya yang bisa membantu merangsang tubuh kita sendiri untuk proses penyembuhan. Energi pusat/cakra digambarkan seperti Jam besar yang terdapat di tubuh kita, jam tersebut tidak akan bisa bergerak jika mesin dari jam tersebut tidak bekerja sama dengan baik, sehingga dibutuhkan keseimbangan antara ketujuh warna tersebut (Sudeshna, 2015). Salah satu terapi warna yang mampu menurunkan tekanan darah yaitu terapi warna hijau. Terapi warna hijau sendiri mampu mengurangi ketegangan, menurunkan tekanan darah, menekan aktivitas sistem saraf simpatis, dan mampu melebarkan pembuluh darah (Azeemi, 2007). Selain itu, terapi warna hijau juga dapat merangsang hipofisis dalam mengeluarkan berbagai neuro hormone seperti oksitosin, serotonin, dan beta endorphin, yang juga dapat menurunkan tekanan darah (Honig, 2007). Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Susanto (2012) ketika 68 responden diberikan paparan kertas A4 background putih dengan tulisan 18 nama benda, hewan ataupun tumbuhan dengan warna hitam, merah, biru, dan hijau. Tekanan darah responden tersebut berubah dengan hasil tekanan darah rata-rata sebelum intervensi adalah 156,62/95,94 mmhg dan sesudah intervensi hijau 153,47/91,15 mmhg, intervensi merah 161,32/97,68 mmhg, dan intervensi biru

4 156,79/96,65 mmhg. Hal ini menunjukan bahwa warna hijau mampu menurunkan tekanan darah. Pada penelitian Arthini,dkk (2015) kepada 15 responden yang menderita hipertensi di panti sosial tresna Werdha Wana Seraya Denpasar, menunjukan bahwa pemberian terapi warna hijau yang dilakukan 1 kali tiap harinya selama 7 hari dengan responden ditempatkan pada ruangan yang sudah di cat warna hijau, dan melihat slide power point selama 10 menit menunjukan adanya perbedaan tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah terapi warna hijau yaitu tekanan darah sistolik rata-rata sebelum terapi 145,49 mmhg dan setelah terapi didapatkan hasil tekanan darah sistolik rata-rata yaitu 138,49 mmhg. Hal tersebut menunjukan adanya penurunan tekanan darah sistolik rata-rata setelah diberikan terapi warna hijau. Namun demikian penelitian yang dilakukan oleh peneliti tersebut hanya memaparkan penurunan tekanan darah sistolik tidak dengan diastolik, sedangkan pada penelitian ini peneliti melakukan pengukuran sistolik dan diastolik sesudah dilakukan terapi warna hijau selama 5 menit yang dilakukan 1 kali tiap harinya selama 7 hari. Berdasarkan fenomena dan permasalahan tersebut penulis ingin meneliti lebih jauh tentang Pengaruh Pengaruh Terapi Warma Hijau Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada lansia dengan Hipertensi. 1.2 Rumusan Masalah Apakah ada pengaruh terapi warna hijau terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi stadium I.

5 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Menjelaskan Pengaruh Terapi Warna hijau terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi stadium I 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi tekanan darah sebelum dilakukan intervensi terapi warna hijau. 2. Mengidentifikasi tekanan darah setelah dilakukan intervensi terapi warna hijau. 3. Menganalisa pengaruh terapi warna hijau terhadap perubahan tekanan darah pada penderita lansia. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1.4.1 Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai terapi warna hijau terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. 1.4.2 Praktis 1. Lansia Penelitian ini direkomendasikan untuk dapat diterapkan oleh para lansia dalam menurunkan tekanan darah. 2. Peneliti Sebagai sarana pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan yang dapat diaplikasikan di lingkungan masyarakat.