ANALISA KINERJA THERMAL HEAT PIPE AIR CONDITIONING (HPAC) DENGAN DAN TANPA BAGIAN ADIABATIK YANG DIPASANG PADA POSISI HORIZONTAL

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Ilmiah TEKNIK DESAIN MEKANIKA Vol. 5 No. 3, September 2016 (1-6)

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

PENGARUH BEBAN PENDINGIN TERHADAP TEMPERATUR SISTEM PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP DENGAN PENAMBAHAN KONDENSOR DUMMY

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK TERMODINAMIKA DARI PEMANASAN REFRIGERANT 12 TERHADAP PENGARUH PENDINGINAN

PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

PENGARUH FLUIDA KERJA CAMPURAN AIR ASETON TERHADAP KINERJA PERPINDAHAN PANAS PADA PIPA KALOR

SKRIPSI PENGARUH SUDUT PELETAKAN PIPA KALOR BERTINGKAT TERHADAP KINERJA PIPA KALOR DALAM SISTEM PENDINGINAN CPU (CENTRAL PROCESSING UNIT) Oleh :

Ahmad Farid* dan Moh. Edi.S. Iman Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasakti Tegal Jl. Halmahera km 1, Tegal *

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II LANDASAN TEORI

PENINGKATAN UNJUK KERJA KETEL TRADISIONAL MELALUI HEAT EXCHANGER

Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293, Indonesia 2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu,

PERPINDAHAN PANAS PIPA KALOR SUDUT KEMIRINGAN

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

Pengaruh Debit Udara Kondenser terhadap Kinerja Mesin Tata Udara dengan Refrigeran R410a

PENGARUH PENGGUNAAN KATUP EKSPANSI JENIS KAPILER DAN TERMOSTATIK TERHADAP TEKANAN DAN TEMPERATUR PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP HIBRIDA

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN

KINERJA PIPA KALOR DENGAN STRUKTUR SUMBU FIBER CARBON dan STAINLESS STEEL MESH 100 dengan FLUIDA KERJA AIR

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

PEMINAR PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT. Oleh: Ir. Harman, M.T.

APLIKASI MODUL EVAPORATIVE COOLING AKTIF PADA AC SPLIT 1 PK

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

KINERJA AIR CONDITONING HIBRIDA PADA LAJU ALIRAN AIR BERBEDA DENGAN KONDENSOR DUMMY TIPE HELICAL COIL (1/4", 6,7 m) SEBAGAI WATER HEATER

ANALISA PENGARUH VARIASI LAJU ALIRAN UDARA TERHADAP EFEKTIVITAS HEAT EXCHANGER MEMANFAATKAN ENERGI PANAS LPG

KARAKTERISTIK PIPA KALOR DENGAN FLUIDA KERJA ASETON, FILLING RATIO 60% PADA POSISI HORIZONTAL, KEMIRINGAN 45º DAN VERTIKAL

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

KARAKTERISTIK KINERJA PIPA KALOR MENGGUNAKAN STRUKTUR WICK SCREEN 100 MESH DENGAN FLUIDA KERJA AIR

PENGARUH PENAMBAHAN KONDENSOR DUMMY (TIPE HELICAL COIL, TROMBONE COIL DAN MULTI HELICAL COIL) TERHADAP TEMPERATUR RUANGAN DAN TEMPERATUR AIR PANAS

OPTIMALISASI MESIN PENDINGIN UDARA UNTUK MULTI RUANG ALI RIDHO

EFEK RASIO TEKANAN KOMPRESOR TERHADAP UNJUK KERJA SISTEM REFRIGERASI R 141B

EFEK PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA AIR PENDINGIN PADA KONDENSOR TERHADAP KINERJA MESIN REFRIGERASI FOCUS 808

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

Pengaruh Variasi Putaran Poros Kompresor Terhadap Performansi Sistem Refrigrasi

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

PENGARUH LAJU ALIRAN UDARA TERHADAP KINERJA SISTEM REFRIGERASI PADA TATA UDARA SENTRAL. M. Nuriyadi ABSTRACT

Analisis Beban Thermal Rancangan Mesin Es Puter Dengan Kompresor ½ PK Untuk Skala Industri Rumah Tangga

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) VIII

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

UJI PRESTASI PENDINGINAN EVAPORASI KONTAK TIDAK LANGSUNG (INDIRECT EVAPORATIVE COOLING) DENGAN VARIASI TEMPERATUR MEDIA PENDINGIN AIR

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

SURAT KETERANGAN No : 339B /UN /TU.00.00/2015

ANALISIS ENERGI PENINGKATAN KINERJA MESIN PENDINGIN MENGGUNAKAN LIQUID-SUCTION SUBCOOLER DENGAN VARIASI TEMPERATUR LINGKUNGAN

PERANCANGAN KONDENSOR MESIN PENGERING PAKAIAN MENGGUNAKAN AIR CONDITIONER ½ PK SIKLUS UDARA TERTUTUP

STUDI EKSPERIMENTAL UNJUK KERJA RADIATOR PADA SUMBER ENERGI PANAS PADA RANCANG BANGUN SIMULASI ALAT PENGERING

IV. METODE PENELITIAN

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

PENGUJIAN DIRECT EVAPORATIVE COOLING POSISI VERTIKAL DENGAN ALIRAN SEARAH

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

BAB IV PEMILIHAN SISTEM PEMANASAN AIR

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

Maka persamaan energi,

Potensi Air Kondensat Sebagai Media Pendingin Untuk Aplikasi Modul Evaporative Cooling Terhadap Performansi AC Split 1 PK

BAB II STUDI PUSTAKA

PENGUJIAN PERBANDINGAN UNJUK KERJA ANTARA SISTEM AIR-COOLED CHILLER

PEMBUATAN ALAT PENGERING SERBUK TEMBAGA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM REFRIGERASI KOMPRESI UAP

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN

BAB III DESAIN SISTEM REFRIGERASI ADSORPSI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK

Jurnal Pembuatan Dan Pengujian Alat Uji Prestasi Sistem Pengkondisian Udara (Air Conditioning)Jenis Split

EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA DOUBLE PIPE HEAT EXCHANGER DENGAN GROOVE. Putu Wijaya Sunu*, Daud Simon Anakottapary dan Wayan G.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

Bab IV Analisa dan Pembahasan

STUDI EKSPERIMENTAL PERFORMANSI COOLING PAD BERBAHAN SUMBU KOMPOR TANPA DUCTING DAN DENGAN DUCTING ABSTRAK

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK

BAB III PERANCANGAN, INSTALASI PERALATAN DAN PENGUJIAN

Komparasi Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Temperatur dan Tekanan Mesin Pendingin

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

PERFORMANSI RESIDENTIAL AIR CONDITIONING HIBRIDA DENGAN STANDBY MODE MENGGUNAKAN REFRIGERAN HCR-22 UNTUK PENDINGIN DAN PEMANAS RUANGAN

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

RANCANG BANGUN EVAPORATOR UNTUK MESIN PENGERING PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1PK SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

Bab IV Analisa dan Pembahasan

ANALISA PENGARUH ARUS ALIRAN UDARA MASUK EVAPORATOR TERHADAP COEFFICIENT OF PERFORMANCE

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUHPENGGUNAAN EJEKTOR SEBAGAI PENGGANTI KATUP EKSPANSI UNTUK MENINGKATKAN KINERJA SIKLUS REFRIGERASI PADA MESIN AC

PEMANFAATAN PANAS DI PIPA TEKANAN TINGGI PADA MESIN PENDINGIN (AC)

Transkripsi:

Prosiding Konferensi Nasional Engineering Perhotelan IX - 2018 (277-283) ISSN 2338 414X ANALISA KINERJA THERMAL HEAT PIPE AIR CONDITIONING (HPAC) DENGAN DAN TANPA BAGIAN ADIABATIK YANG DIPASANG PADA POSISI HORIZONTAL I Made Dwi Janu Wanantha 3, Wayan Nata Septiadi 1,2*, Hendra Wijaksana 1 1 Program Studi Teknik Mesin Universitas Udayana, Badung-Bali 2 Laboratorium Perpindahan Panas, Program Studi Teknik Mesin, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Badung-Bali 803611 3 Mahasiswa Sarjana (S1) Program Studi Teknik mesin Universitas Udayana Abstrak Pipa kalor merupakan alat penukar kalor dengan dimensi yang kecil tetapi dapat memindahkan kalor yang besar. Banyak penelitian mengenai pipa kalor, guna memperoleh peningkatan kinerja termalnya dengan memvariasikan bagian adiabatik dan tanpa bagian adiabatik. Dalam penelitian ini pipa kalor dibuat dari pipa tembaga berdiameter 1 cm dan panjang 71 cm dan dengan fluida air didalamnya. Tujuan dari penelitian ini untuk memperkecil kinerja kompresor pada AC dan memberikan kinerja pada AC yang lebih baik. Variasi pengujian menggunakan 3 variasi pengujian yaitu posisi heat pipe horizontal, heat pipe dengan adiabatik dan heat pipe tanpa bagian adiabatic dengan temperatur pada kabin 20 C, 18 C, dan 16 C untuk melihat pengaruh terhadap beban pendinginan pada AC. Dalam proses penelitian yang dilakukan bagian evaporator dipasang pemanas (heater) dengan daya 1000 watt yang bertujuan untuk memanaskan udara didalam kabin sehingga konstan 30 C sebelum memulai pengujian, kecepatan udara didalam ducting konstan sebesar 1,3 m/s yang diukur dengan air flow meter. Dari hasil pengujian ditemperatur 16 C tanpa heat pipe membutuhkan waktu 1542 detik dengan konsumsi daya 0,103 kwh dan beban pendinginan evaporator 7,663 kj/s. Penggunaan heat pipe tanpa adiabatik membutuhkan waktu 1211 detik dengan konsumsi daya 0,081 kwh dan beban pendinginan evaporator 9,706 kj/s. dan heat pipe dengan bagian adiabatic membutuhkan waktu 1189 detik dengan konsumsi daya 0,079 kwh dan beban pendinginan evaporator 8,684 kj/s. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan heat pipe adiabatic lebih bagus dan lebih mengefisiensikan waktu pencapaian temperatur kabin. Kata Kunci : pipa kalor, adiabatic, horizontal Abstract Heat pipe is a heat exchanger with a small dimension but can move a large heat. Much research on heat pipe, in order to obtain improved thermal performance by varying the adiabatic portion and without adiabatic portions. In this research heat pipe is made from copper pipe diameter 1 cm and length 71 cm with water fluidinside. The purpose of this study is to minimize the performance of compressors in air conditioners and provide better AC performance. The test variation uses three test variations: horizontal heat pipe position, heat pipe with adiabatic and heat pipe without adiabatic portion with temperature at cabin 20C, 18C, and 16C to see the effect of cooling load on AC. In the experimental process the evaporator section is installed with 1000 watts heater which aims to heat the air inside the cabin so that the constant is 30C before starting the test, the air velocity inside the ducting constant is 1.3 m / s as measured by the air flow meter. From the test results at 16C temperature without heat pipe takes 1542 seconds with power consumption of 0.103 kwh and 7.663 kj / s evaporator cooling load. The use of heat pipe without adiabatik takes 1211 seconds with power consumption of 0.081 kwh and evaporator cooling load 9,706 kj / s. and heat pipe with adiabatic section takes 1189 seconds with power consumption of 0.079 kwh and evaporator cooling load 8,684 kj / s. This indicates that the use of heat pipe adiabatic better and more efficient when the temperature of cabin achievement. Keywords : heat pipe, adiabatic, horizontal 1. Pendahuluan Pada perkembangan beberapa akhir tahun ini, biaya oprasional bangunan telah habis hingga 45% digunakan untuk pengkondisian udara. Sebagai salah satu cara untuk memberikan efisiensi energi pada pengkondisian udara adalah dengan cara menambahkan heat pipe sebagai precooling dan humidifier pada sistem pengkondisian udara, juga penambahan heat pipe pada udara inlet pendingin kondensor system refrigerasi, dimana tanpa memerlukan system tambahan dari luar system. Heat Pipe atau pipa kalor sebagai solusi untuk alat penukar kalor yang tidak membutuhkan konsumsi daya tambahan. Heat pipe merupakan sebuah alat heat exhanger dengan kemampuan transfer panas yang sangat baik. [2] Heat Pipe atau pipa kalor sebagai solusi untuk alat penukar kalor yang tidak membutuhkan konsumsi daya tambahan. Heat pipe merupakan sebuah alat heat exhanger dengan kemampuan transfer panas yang sangat baik. Pertama kali heat pipe dikenalkan oleh Gaugler (Gaugler.R.S 1944) pada tahun 1942 dan terus berkembang hingga saat ini. Beberapa kajian tentang heat pipe pada pengkondisian udara yang telah dilakukan, menunjukan bahwa heat pipe dapat berfungsi sebagai precooler dan reheater, sehingga dapat menghemat energy. [3] korenpondensi: Tel./Fax.: 081916356509 E-mail: wayan.nata@gmail.com Teknik Mesin Universitas Udayana 2018

Skema pipa kalor seperti terlihat pada gambar 1.1, dimana kalor diserap pada bagian evaporator sehingga fluida kerja yang terdapat pada bagian evaporator terpanaskan dan mengalami perubahan fasa menjadi uap.. Gambar 2.2 Rancangan Bagian Adiabatik (kiri) dan Tanpa Adiabatik (kanan) Gambar 1.1 Skema Pipa Kalor Uap mengalir kembali melalui lintasan uap pipa kalor menuju bagian kondensor dan mengalami kondensasi. Fluida kondensat mengalir ke bagian evaporator melalui struktur sumbu kapiler yang cukup untuk proses ini akan berlanjut selama ada tekanan kapiler yang cukup untuk membawa cairan kembali ke daerah evaporator. 2.3 Skematik Pengujian Skematik pengujian pipa kalor terlihat pada gambar 2.3, komponen tersebut terdiri dari : (1) Heater, (2) fan, (3) heat pipe Evaporator, (4) Sistem AC, (5) ducting inlet, (6) kabin, (7) ducting outlet, (8) heat pipe kondensor, (9) fan, (10) alat ukur. Pada penelitian terdahulu Sigit Julius Setyawan, telah melakukan penelitian untuk mengenai aplikasi Heat Pipe pada pengkondisian udara dengan variasi Mass Flow Rate udara dan orientasi heat pipe [1]. Dan juga pada penelitian Mcfarland, telah melakukan penelitian untuk mengetahui efek heat pipe pada pengkondisian udara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kinerja thermal pipa kalor dengan memvariasikan bagian adiabatic dan tanpa bagian adaibatik pada posisi horizontal untuk melihat beban pendinginan pada evaporator AC dan juga temperature masuk udara ke dalam ruangan. 2. METODE PENELITIAN 2.1 Bahan dan Alat Dalam proses penelitian ini bahan yang digunakan adalah sebagai berikut : Heat Pipe, Kipas (fan), alumunium ducting, pemanas (heater), pipa PVC, sambungan pipa L, isolasi ducting, lem, silicon, kabel dan sekrup. Alat yang digunakan yaitu AC, Modul NI 9213, thermocouple type K, air flow meter, dan tang amphere. 2.2 Tahap Design dan Perancangan Alat 2.2.1 Perancangan Sistem HPAC Gambar 2.1 dibawah ini merupakan rancangan dari system Heat Pipe Air Conditioning dengan variasi tanpa adiabatic dan tanpa adiabatik Gambar 2.3 Skematik Pengujian Bagian evaporator dipasang pemanas (heater) yang bertujuan untuk memanaskan udara didalam kabin sehingga konstan 30 C sebelum memulai pengujian. Pengambilan data temperature akan direkam menggunakan modul NI 9213, pengukuran suhu menggunakan thermocouple tipe K dengan 8 buah pengukuran temperature. Dimana (T1) temperatur pada kabin, (T2) temperatur setelah heater, (T3) temperatur evaporator, (T4) temperatur pipa keluaran dari evap, (T5) temperatur pipa keluaran dari kabin, (T6) temperatur ducting outlet, (T7) temperatur kondensor, dan (T8) temperature lingkungan, setelah semua thermocouple terpasang dengan baik selanjutnya dilakukan pengujian dengan mengkonstankan temperature didalam kabin dengan cara menghidupkan heater. Daya kompresor dapat dihitung dengan menggunakan rumus.. (1) Untuk menghitung debit udara yang masuk ke dalam ducting. (2) Menghitung laju aliran massa udara digunakan rumus. (3) Gambar 2.1 Rancangan system Heat Pipe Air Conditioning Menghitung Beban Pendinginan pada evaporator dan kondensor digunakan rumus.. (4) 278

.. (5) Pengujian system Heat Pipe Air Conditioning ini dilakukan dengan memvariasikan posisi Heat Pipe dan Temperatur pada kabin. Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Persiapkan peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan, pasang thermocouple di tempat yang sudah ditentukan. b. Catat temperatur awal pada kabin sampai mencapai 30 C dan temperature lingkungan sebelum proses sistem dimulai. c. Hidupkan alat dan catat temperatur pada thermocouple yang sudah terpasang d. Perhatikan temperatur hingga mencapai 20 C e. Hitung beban pendinginan Heat Pipe Evaporator dan Heat Pipe Kondensor, f. Hitung juga konsumsi daya dengan tang ampere dan tunggu hingga 5 menit sebelum alat dimatikan. g. Matikan alat dan tunggu temperatur kabin mencapai 30 C h. Lakukan pengulangan c-d untuk temperatur 18 C i. Lakukan pengulangan e-g j. Lakukan pengulangan c-d untuk temperature 16 C k. Lakukan pengulangan e-g. 2.4 Cara Kerja Alat memposisikan heat pipe pada posisi horizontal. Dapat dilihat pengukuran dibeberapa titik seperti tabel berikut: Tabel 1. Data Perbandingan Temperatur 20 C, 18, dan 16 Tanpa Menggunakan Heat Pipe posisi Horizontal Tabel 2. Perbandingan temperatur yang digunakan pada temperatur 20 C, 18 C dan 16 C menggunakan heat pipe tanpa adiabatik posisi horizontal a. Cara kerja AC tanpa menggunakan heat pipe. Udara masuk dari luar menuju reheater, fungsi reheater tersebut bertujuan untuk memanaskan udara agar udara yang masuk ke sistem konstan, kemudian udara yang sudah dipanaskan dari reheater akan masuk ke evaporator AC yang bertujuan untuk mendinginkan udara yang tadinya di panaskan dari reheater. Setelah udara dingin, kemudian udara tersebut akan masuk ke dalam ruangan kabin. Udara yang yang ada di ruangan akan keluar ke saluran outlet ducting, udara tersebut akan keluar karena diserap oleh fan outdoor. b. Cara kerja AC dengan menggunakan heat pipe pada posisi horizontal Udara masuk dari luar menuju reheater, fungsi reheater tersebut bertujuan untuk memanaskan udara masuk, kemudian udara yang sudah dipanaskan dari reheater akan masuk ke evaporator heat pipe yang bertujuan untuk mendinginkan udara yang tadinya di panaskan dari reheater. Setelah udara dingin, kemudian udara tersebut akan masuk ke evaporator AC, dan kemudian udara tersebut akan masuk ke ruangan. Udara yang terdapat dari ruangan akan keluar ke saluran outlet, dimana udara tersebut akan keluar menuju kondensor heat pipe. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Data Penelitian Dari penelitian yang dilakukan terdapat tiga penelitian yang digunakan yang pertama adalah penelitian tanpa menggunakan heat pipe, kedua mengaplikasikan heat pipe tanpa adiabatik, dan ketiga mengaplikasikan heat pipe dengan adiabatik. Tujuan dari melakukan penelitian ini dapat melihat performa heat pipe pada pengkondisian udara dengan Tabel 3. Perbandingan temperatur yang digunakan pada temperatur 20 C, 18 C dan 16 C dengan menggunakan heat pipe adiabatik posisi horizontal Dari data tabel diatas menunjukkan distribusi temperatur yang ada didalam ducting, konsumsi daya kompresor dan juga beban pendinginan pada evaporator dan beban pendinginan pada kondensor. Temperatur sepanjang heat pipe menurun dari posisi evaporator sampai pada kondensor. Dapat kita lihat pada tabel diatas dalam penggunaan heat pipe adiabatik temperatur pada evaporator semakin rendah hingga mencapai tempeatur suhu 10 C pada titik pengukuran T4 dengan daya kompresor 0,079 kwh. Hal ini mengindikasi bahwa penggunaan heat pipe adiabatik dalam pengkondisian udara sangat memiliki pengaruh yang cukup bagus dalam mereduksi temperatur pada saat evaporator bekerja. Dan juga untuk konsumsi daya, semakin rendah dalam mencapai temperatur setting yang diinginkan, semakin besar pula konsumsi daya yang dibutuhkan. 279

3.2 Data Kecepatan Aliran Udara 3.2.1 Kecepatan aliran udara dialam ducting heat pipe Kecepatan udara dapat ukur dengan menggunakan air flow meter dengan kecepatan 1,3 m/s 3.3 Menghitung Debit dan Laju Aliran Massa Udara Dari table psychometric chart pada udara didapat: = 1,2 kg/ Cp = 1,03 kj/kg.k Perbandingan beban pendinginan evaporator pada saat temperatur setting kabin telah tercapai dalam melakukan variasi tanpa heat pipe, heat pipe tanpa adiabatic, dan juga heat pipe dengan adiabatic dapat dilihat pada gambar 4.2. Dapat dilihat pada gambar untuk pencapaian temperatur kabin 20 C penggunaan heat pipe dengan adiabatik memerlukan daya 6,136 kw, untuk heat pipe tanpa adiabatik memerlukan daya 8,174 kw, sedangkan tanpa heat pipe memerlukan daya sebesar 7,663 kw. Untuk temperatur kabin 18 C penggunaan heat pipe dengan adiabatik membutuhkan daya 8,174 kw, heat pipe tanpa adiabatik sebesar 8,684 kw dan tanpa heat pipe membutuhkan daya sebesar 7,633 kw. Dan untuk pencapian temperatur kabin 16 C heat pipe dengan adiabatik membutuhkan daya sebesar 8,684 kw, heat pipe tanpa adiabatik sebesar 9,706 kw dan untuk tanpa heat pipe membuthkan daya sebesar 8,174 kw. Dari semua kondisi yang terlihat penggunaan heat pipe adiabatik pada sistem air conditioning (HPAC), heat pipe dengan adiabatik lebih sedikit memerlukan daya dibandingkan heat pipe tanpa adiabatik dan juga tanpa heat pipe, karena penggunaan adiabatik pada heat pipe mengisolasi terjadinya temperatur suhu didalam sistem keluar ke lingkungan dan juga mengatasi terjadinya pengaruh suhu dari lingkungan masuk ke dalam sistem, dan hasilnya temperatur yang masuk ke dalam evaporator AC lebih dingin sehingga kerja kompresor AC menjadi lebih ringan. 3.4 Data Grafik Garis Tanpa Menggunakan Heat Pipe Gambar 3.1. Grafik Beban Kompresor Perbandingan daya kompresor pada saat temperatur setting kabin telah tercapai dalam melakukan variasi tanpa heat pipe, heat pipe tanpa adiabatic, dan juga heat pipe dengan adiabatic dapat dilihat pada gambar 4.1. Dapat dilihat pada gambar untuk pencapaian temperatur kabin 20 C penggunaan heat pipe dengan adiabatik memerlukan daya 0,036 kwh, untuk heat pipe tanpa adiabatik memerlukan daya 0,041 kwh, sedangkan tanpa heat pipe memerlukan daya sebesar 0,046 kwh. Untuk temperatur kabin 18 C penggunaan heat pipe dengan adiabatik membutuhkan daya 0,045 kwh, heat pipe tanpa adiabatik sebesar 0,047 dan tanpa heat pipe membutuhkan daya sebesar 0,070 kwh. Dan untuk pencapian temperatur kabin 16 C heat pipe dengan adiabatik membutuhkan daya sebesar 0,079 kwh, heat pipe tanpa adiabatik sebesar 0,081 kwh dan untuk tanpa heat pipe membuthkan daya sebesar 0,103 kwh. Dari semua kondisi yang terlihat penggunaan heat pipe adiabatik pada sistem air conditioning (HPAC), heat pipe dengan adiabatik lebih efektif untuk digunakan dibandingkan heat pipe tanpa adiabatik dan juga tanpa heat pipe Pada Temperatur 20 C, 18 C, dan 16 C pada Posisi Horizontal Gambar 3.3 Grafik Tanpa Heat Pipe 20 C Gambar 3.2. Grafik Beban Pendinginan EVaporator Gambar 3.4 Grafik Tanpa Heat Pipe 18 C 280

Gambar 3.8 Grafik Heat Pipe Tanpa Adiabatik 16 C Gambar 3.5 Grafik Tanpa Heat Pipe 16 C Gambar 3.3, 3.4 dan 3.5 merupakan grafik hubungan antara temperatur ( C) terhadap fungsi waktu, menurunnya temperatur bersamaan dengan bertambahnya waktu. Grafik diatas merupakam distribusi temperatur sistem air conditioning tanpa menggunakan heat pipe pada temperatur kabin 20 C, 18 C dan 16 C dari gambar 4.3, 4.4 dan 4.5 dapat dilihat bahwa waktu untuk mencapai temperatur kabin 20 C, 18 C, 16 C dari temperatur 30 C diperoleh waktu masing-masing 643 detik, 886 detik dan 1542 detik 3.5 Data Grafik Garis Heat Pipe Tanpa Adiabatik Pada Temperatur 20 C, 18 C, dan 16 C pada Posisi Horizontal Gambar 3.6, 3.7 dan 3.8 merupakan grafik distribusi temperatur sistem heat pipe air conditioning tanpa adiabatik posisi horizontal pada pencapaian temperatur kabin 20 C, 18 C, dan 16 C. Dari gambar 4.6 dapat dilihat bahwa untuk mencapai temperatur 20 C dari temperatur 30 C diperlukan waktu 688 detik. Hal ini lebih cepat 40 detik dibandingkan tanpa penggunaan heat pipe. Temperatur udara setelah melewati heat pipe (temperatur masuk evaporator Ac) selisih 27 C dimana terjadi penurunan temperatur oleh heat pipe sebesar 3 C. Adanya penurunan temperatur mengakibatkan kerja evaporator AC lebih ringan sehingga pencapaian temperatur kabin lebih cepat dibandingkan sistem air conditioning tanpa menggunakan heat pipe. Pencapaian temperatur kabin 18 C dan 16 C masing-masing memerlukan waktu 703 detik dan 1211 detik. Hal ini terlihat pada gambar 3.7 dan 3.8. Seperti halnya pada pencapaian temperatur kabin 20 C sistem heat pipe air conditioning mencapai temperatur kabin 18 C dan 16 C lebih cepat dibandingkan dengan tanpa menggunakan heat pipe. Adanya waktu yang dibutuhkan masing-masing 183 detik dan 331 detik lebih cepat dibandingkan tanpa menggunakan heat pipe. Adanya heat pipe sebelum evaporator AC mampu mereduksi temperatur sebesar 5 C dan 6 C. 3.6 Data Grafik Garis Heat Pipe Adiabatik Pada Temperatur 20 C, 18 C, dan 16 C pada Posisi Horizontal Gambar 3.6 Grafik Heat Pipe Tanpa Adiabatik 20 C Gambar 3.9 Grafik Heat Pipe Adiabatik 20 C Gambar 3.7 Grafik Heat Pipe Tanpa Adiabatik 18 C 281

adiabatik. Pada gambar 4.12 terlihat untuk pencapaian temperatur kabin 20 C masing masing membutuhkan waktu 634 detik, 608 detik dan 535 detik. Untuk mencapai temperatur kabin 18 C tanpa menggunakan heat pipe membutuhkan waktu 886 detik, untuk heat pipe tanpa adiabatik membutuhkan waktu 703 detik dan untuk heat pipe dengan adiabatik membutuhkan waktu 670 detik. Untuk sistem air conditioning tanpa heat pipe, HPAC dengan adiabatik dan tanpa adiabatik pada posisi horizontal seperti terlihat pada gambar 3.12, 3.13 dan 3.14 merupakan penurunan distrubusi temperatur pada sistem air conditioning tanpa heat pipe, heat pipe tanpa adiabatik dan heat pipe dengan adiabatik. Dari gambar tersebut tanpa menggunakan heat pipe membutuhkan waktu 154, untuk penggunaan heat pipe tanpa adiabatik membutuhkan waktu 1211 detik dan untuk penggunaan heat pipe dengan adiabatik membutuhkan waktu 1189 detik untuk mencapai Gambar 3.10 Grafik Heat Pipe Adiabatik 18 C temperatur kabin 16 C. Dari semua kondisi terlihat bahwa pemakaian heat pipe pada sistem air conditioning (HPAC), heat pipe dengan adiabatik lebih efektif untuk digunakan dibandingkan dengan pemakaian heat pipe tanpa adiabatik dan tanpa heat pipe. Dimana waktu yang dibutuhkan heat pipe dengan adiabatik untuk mencapai temperatur kabin 20 C 73 detik dibandingkan dengan heat pipe tanpa adiabatik dan 108 detik lebih cepat dibandingkan tanpa menggunakan heat pipe. Untuk mencapai temperatur kabin 18 C dengan heat pipe adiabatik membutuhkan waktu 33 detik lebih cepat dibandingkan heat pipe tanpa adiabatik dan 216 detik lebih cepat dibandingkan tanpa menggunakan heat pipe. Untuk mencapai temperatur kabin 16 C dengan heat pipe adiabatik membutuhkan waktu 22 detik lebih cepat dibandingkan dengan heat pipe tanpa adiabatik, dan lebih cepat 353 detik dibandingkan dengan tanpa menggunakan heat pipe. Gambar 3.11 Grafik Heat Pipe Adiabatik 16 C Gambar 3.9, 3.10 dan 3.11 merupakan grafik distribusi temperatur sistem heat pipe air conditioning adiabatik posisi horizontal pada pencapaian temperatur kabin 20 C, 18 C, dan 16 C. Dari gambar 3.9 dapat dilihat bahwa untuk mencapai temperatur 20 C dari temperatur 30 C diperlukan waktu 535 detik. Hal ini lebih cepat 153 detik dibandingkan tanpa penggunaan heat pipe. Temperatur udara setelah melewati heat pipe (temperatur masuk evaporator Ac) selisih 27 C dimana terjadi penurunan temperatur oleh heat pipe sebesar 3 C. Pencapaian temperatur kabin 18 C dan 16 C masing-masing memerlukan waktu 670 detik dan 1189 detik. Hal ini terlihat pada gambar 3.10 dan 3.11. Seperti halnya pada pencapaian temperatur kabin 20 C sistem heat pipe air conditioning mencapai temperatur kabin 18 C dan 16 C lebih cepat dibandingkan dengan tanpa menggunakan heat pipe. Adanya waktu yang dibutuhkan masing-masing 216 detik dan 353 detik lebih cepat dibandingkan tanpa menggunakan heat pipe. Adanya heat pipe sebelum evaporator AC mampu mereduksi temperatur sebesar 5 C dan 4 C. Gambar 3.12 Grafik Perbandingan Temperatur 20 C 3.7 Data Grafik Perbandingan Tanpa Heat Pipe, Heat Pipe tanpa Adiabatik, dan Heat Pipe Adiabatik Temperatur Kabin 20 C, 18 C, dan 16 C Pada gambar 3.12, 3.13 dan 3.14 merupakan distribusi temperatur kabin pada sistem air conditioning tanpa menggunakan heat pipe, sistem air conditioning heat pipe tanpa adiabatik dan sistem air conditioning heat pipe dengan Gambar 3.13 Grafik Perbandingan Temperatur 18 C 282

Characteristics Study. International Journal of Thermal Sciences 46, 164-17. Gambar 3.14 Grafik Perbandingan Temperatur 16 C 4 KESIMPULAN Penggunaan heat pipe sangat berpengaruh dengan baik dalam mereduksi temperatur udara masuk ke evaporator AC, bahkan dapat mereduksi temperatur sampai dengan 10 C dibandingkan tanpa menggunakan heat pipe. Penggunaan heat pipe secara horizontal dengan adanya bagian adiabatic lebih baik dibandingkan tanpa adanya bagian adiabatik yakni beban pendinginan dan konsumsi daya kompresor masingmasing menvapai 8,864 kw, 0,079 kwh serta 9,706 kw dan 0,081 kwh. Waktu yang dibutuhkan system HPAC untuk temperatur kabin 16 C penggunaan heat pipe pada posisi horizontal dengan adanya bagian adiabatic membutuhkan waktu 100 detik lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan heat pipe tanpa bagian adiabatic, dimana dengan adiabatik membutuhkan waktu 1189 detik dan tanpa bagian adiabatik membutuhkan waktu 1211 detik. Beban pendinginan dan konsumsi daya system HPAC pada heat pipe posisi horizontal dengan adanya bagian adiabatic lebih rendah 8,7 % dan 2,4% untuk daya kompresor tanpa bagiana diabatik pada pencapian temperatur kabin 16 C. DAFTAR PUSTAKA [1] Julius Setyawan Sigit, 2012 aplikasi Heat Pipe pada pengkondisian udara dengan variasi Mass Flow Rate udara dan orientasi heat pipe Skripsi. Fakultas Teknik Mesin Universitas Indonesia, Jakarta. [2] Krishan, Arvin Dkk (2001), Climate Responsive Architecture ; A Design Handbook for Energy Efficient Buildings, Tata McGraw Hill, New Delhi [3] Yau, Y. H. (2006). Application of a Heat pipe Heat Exchanger to Dehumidification Enhancement in a HVAC System for Tropical Climates a Baseline Performance 283