Keragaan Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Lokal Srowot Banyumas Karena Pengaruh Selfing Pada Generasi F2 Selfing Bambang Nugroho 1, Gayuh Prasetyo Budi 2 1,2 Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Jl. Raya Dukuhwaluh, PO BOX 202 Purwokerto 53182 Telp. (0281) 636751 ext 127 1 Email : bambangpert_ump@yahoo.com ABSTRAK Penelitian dengan judul: Keragaan Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Lokal Srowot Banyumas Karena Pengaruh Selfing Pada Generasi F2 bertujuan melihat penampilan progeni F2 selfing varietas jagung lokal Srowot Banyumas. Penelitian dilaksanakan di Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Tempat penelitian terletak pada ketinggian kurang lebih 146 m dpl. berlangsung selama 8 bulan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yang terdiri atas 9 genotip dengan empat ulangan. Hasil penelitian diuji dengan uji t (uji progenitas). Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Terjadi depresi tangkar pada generasi F2 varietas lokal Srowot terhadap komponen pertumbuhan vegetatif tanaman, berupa penurunan tinggi tanaman sebesar 25,47 cm (10,47 %). (2) Depresi tangkar terhadap komponen hasil terjadi pada semua komponen hasil yaitu pada jumlah biji per tongkol sebesar 81,45 biji (27,17 %), pada bobot biji per tongkol sebesar 35,99 g (32,17 %), dan produksi biji kering per tanaman 31, 63 g (36,86 %) Kata kunci: keragaan progeni kedua (F2), selfing, varietas jagung lokal srowot banyumas PENDAHULUAN Untuk memenuhi kebutuhan benih jagung hibrida sebagai upaya mengatasi pencapaian dan pelestarian swasembada pangan perlu terus menerus dirakit galur-galur murni sebagai bahan pembentukan varietas hibrida terutama dari varietas-varietas lokal yang secara tradisional baik dari segi rasa (taste) maupun budidaya telah dapat diterima dan beradaptasi dengan wilayah setempat. Pada tanaman menyerbuk silang setiap individu tanaman heterozigot, dan apabila ditanam di lapangan akan terjadi persilangan dari tanaman heterozigot di sekitarnya. Persilangan untuk menciptakan populasi baru untuk menggabungkan sifat-sifat baik yang diinginkan dari tetua yang diwariskan pada turunannya disebut hibridisasi (Hasyim, 1999). Peristiwa ketegaran hibrid dan tekanan inbreeding telah lama dikenal pada tanaman jagung. Ketegaran hibrid atau heterosis didefinisikan sebagai meningkatnya ketegaran (vigor) dan besar turunan F1 melebihi kedua tetuanya, bila dua galur inbreed disilangkan (Makmur, 1992). Galur inbreed ini diperoleh dengan melakukan selfing pada varietas bersari bebas yang heterozigot dilakukan sebanyak 7 kali sehingga dihasilkan galur inbreed yang mengalami penurunan vigor maksimal atau disebut tilt minimum yang biasanya ditandai dengan penurunan tinggi tanaman maksimal. Program pemuliaan jagung hibrida pada dasarnya terdiri dari empat tahap (Singh, 1987), yaitu : 1. Pembentukan galur-galur murni yang stabil, vigor, serta berdaya hasil benih tinggi. 2. Pengujian daya gabung dan penampilan per se dari galur-galur murni tersebut. 3. Penggunaan galur-galur murni terpilih dalam pembentukan hibrida yang lebih produktif. 4. Perbaikan daya hasil serta ketahanan terhadap hama dan penyakit. Dalam membentuk galur murni baru, seorang pemulia mulai dengan individu tanaman yang heterozigot. Dengan penyerbukan sendiri, terjadi segregasi dan penurunan vigor. Tambahan penurunan vigor akan terlihat pada tiap generasi penyerbukan sendiri hingga galur homozigot terbentuk. Sekitar setengah dari total penurunan vigor terjadi pada generasi pertama penyerbukan sendiri, kemudian menjadi setengahnya pada generasi berikutnya. Selain mengalami penurunan vigor, individu tanaman yang diserbuk sendiri menampakkan berbagai kekurangan seperti: tanaman bertambah pendek, cenderung rebah, peka terhadap penyakit, dan bermacam-macam karakter lain yang tidak diinginkan. Munculnya 20
fenomena-fenomena tersebut dikenal dengan istilah depresi tangkar dalam atau inbreeding depression (Poehlman, 1983). Depresi tangkar dalam terjadi akibat peningkatan homozigositas dari gen-gen resesif yang bersifat menghambat (Poehlman 1983; Jones dan Bingham, 1995). Tanaman jagung generasi S 1, tekanan silang dalam terhadap tinggi tanaman (10.4%) lebih rendah dari tekanan silang dalam terhadap hasil (32.9%) (Jones dan Bingham, 1995). Tanaman yang tidak diinginkan dibuang dan tanaman-tanaman yang paling vigor dipelihara dan diserbuk sendiri pada generasi-generasi berikutnya. Teknologi hibrida memanfaatkan phenomena aksi gen yang disebut heterosis, yaitu gejala pertumbuhan dan kapasitas produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan non hibrida, yang diakibatkan oleh adanya gen-gen heterozigot ini diketahui pertama kali pada tahun 1920 pada tanaman jagung di Amerika Serikat. Gejala heterosis dan depresi inbreding ini secara nyata terjadi pada tanaman menyerbuk silang (seperti pada jagung), dan kurang nyata terjadi pada tanaman yang cara penyerbukannya tetutup atau menyerbuk sendiri seperti pada padi atau kacang-kacangan. Sebagai upaya untuk merakit varietas hibrida lokal untuk memenuhi kebutuhan benih hibrida di wilayah Banyumas yang juga dapat digunakan untuk keunggulan Fakultas Pertanian UMP, maka perlu dilakukan pembentukan galur murni dengan melakukan selfing (penyerbukan sendiri) pada varietasvarietas jagung lokal yang ada. A. Penelitian I: Selfing Generasi F1 1. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Penelitian akan dilaksanakan di Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Tempat penelitian terletak pada ketinggian kurang lebih 85 m dpl. Penelitian berlangsung selama 8 bulan. 2. Bahan dan Alat Bahan yang akan digunakan dalam penelitian hasil selfing pada generasi F2 yang tetuanya merupakan hasil selfing varietas Lokal Srowot Banyumas Pada Penelitian sebelumnya. Sedangkan alat yang digunakan antara lain: polybag ukuran 35 x 45 cm; media tanam: tanah dan kompos/pupuk kandang; Pupuk N, P dan K; gunting tanaman; pinset, petridish, kuas, kantong kertas, benang, label berwarna; dan alat untuk budidaya tanaman jagung. 3. Rancangan Percobaan Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yang terdiri atas 9 genotip dengan empat ulangan. 4. Pelaksanaan Percobaan a. Pembuatan media tanam, media tanam yang digunakan adalah tanah dan kompos/pupuk kandang dimasukkan kedalam polybag ukuran 35 x 45 cm dan diletakkan pada tempat yang telah ditentukan, kemudian polybag tersebut diberi label perlakuan. b. Penanaman, tiap polybag ditanami 2 benih jagung, setelah tanaman tumbuh dipilih satu tanaman yang baik sedangkan yang lainnya dibuang. c. Pemupukan, pemupukan menggunakan pupuk urea, SP 36, KCl dengan dosis sesuai anjuran. Pemupukan dilakukan dengan cara ditugal sejauh 5 cm dari lubang tanam dengan kedalaman 10 cm kemudian ditutup tanah. d. Pemeliharaan tanaman. pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan melihat intensitas serangan. dilakukan secara mekanis, namun apabila serangan intensitasnya tinggi, pengendalian dilakukan dengan menggunakan cara kimiawi. f. Perlakuan selfing (penyerbukan sendiri), varietas tanaman yang mendapat perlakuan selfing (penyerbukan sendiri) penyerbukan pada tangkol bunga betina dilakukan dengan menggunakan bunga jantan yang terdapat pada tanaman itu sendiri. g. Panen, pemanenan dilakukan setelah tanaman memenuhi kriteria panen (kurang lebih umur 90 hari setelah tanam). 21
B. Penelitian II: Melihat Keragaan Fenotip F2 1. Tempat dan Waktu Penelitian akan dilaksanakan di Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Tempat penelitian terletak pada ketinggian kurang lebih 85 m dpl. Penelitian direncanakan berlangsung selama 8 bulan. 2. Bahan dan Alat Bahan yang akan digunakan dalam penelitian hasil selfing pada Penelitian I (F2). Sedangkan alat yang digunakan antara lain: polybag ukuran 35 x 45 cm; media tanam: tanah dan kompos/pupuk kandang; Pupuk N, P dan K;, label berwarna; dan alat untuk budidaya tanaman jagung. 3. Rancangan Percobaan Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yang terdiri atas 9 genotip dengan empat ulangan. Hasil penelitian diuji dengan uji t (uji progenitas). 4. Pelaksanaan Percobaan a. Pembuatan media tanam. Media tanam yang digunakan adalah tanah dan kompos/pupuk kandang dimasukkan kedalam polybag ukuran 35 x 45 cm dan diletakkan pada tempat yang telah ditentukan, kemudian polybag tersebut diberi label perlakuan. b. Penanaman. Tiap polybag ditanami 2 benih jagung, setelah tanaman tumbuh dipilih satu tanaman yang baik sedangkan yang lainnya dibuang. d. Pemupukan. Pemupukan menggunakan pupuk urea, SP 36, KCl dengan dosis sesuai anjuran. Pemupukan dilakukan dengan cara ditugal sejauh 5 cm dari lubang tanam dengan kedalaman 10 cm kemudian ditutup tanah. e. Pemeliharaan tanaman Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan melihat intensitas serangan. Dilakukan secara mekanis, namun apabila serangan intensitasnya tinggi, pengendalian dilakukan dengan menggunakan cara kimiawi. g. Panen. Pemanenan dilakukan setelah tanaman memenuhi kriteria panen (kurang lebih umur 90 hari setelah tanam). 5. Variabel yang Diamati Variabel pengamatan pertumbuhan dan hasil tanaman yang diamati meliputi: (a) Tinggi tanaman (cm). Diukur dari permukaan media tanam sampai tinggi daun yang tertinggi, dilakukan dua minggu sekali sampai periode vegetatifnya sudah maksimal. (b) Jumlah daun (helai), (c). Berat biji per tongkol (g), (d) Jumlah bij per tongkol (biji), (e) Produksi biji kering per tanaman (g). HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh selfing terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman pada generasi F2 Indikator yang digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakukan selfing terhadap komponen pertumbuhan vegetatif adalah tinggi tanaman dan jumlah daun. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji t menunjukkan tinggi tanaman F1 berbeda nyata dengan tinggi tanaman F2 (t-hitung > t tabel 2,921) 2,46 > 2,120, dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa rerata tinggi tanaman F1 (242,22 cm) mengalami penurunan setelah perlakuan selfing (F2) yaitu dengan rerata tinggi tanaman 216,86 cm (10,47 %), hal ini sesuai dengan pendapat Poehlman (1983); Jones dan Bingham (1995) yang mengatakan depresi tangkar akan terjadi dengan perlakuan selfing disebabkan terjadinya peningkatan homozigositas dari gen-gen resesif yang bersifat menghambat. 22
Tabel 5.1. Hasil analisis uji t rerata tinggi tanaman (cm) dan jumlah daun (helai) Genotipe Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun (helai) F1 F2 F1 F2 G1 271,25 210,00 9,75 10,25 G2 265,50 246,50 11,50 12,25 G3 205,00 250,75 12,50 11,25 G4 277,25 238,75 12,50 11,25 G5 247,75 234,00 11,00 12,25 G6 175,50 198,75 10,50 11,00 G7 240,75 186,50 11,25 11,25 G8 249,75 192,75 11,25 10,50 G9 247,25 193,75 11,50 11,25 Rerata 242,22 216,75 11,31 9,28 t hitung 2,46 0,06 t tabel 5% 2,121 2,121 t tabel 1 % 2,921 2,921 Keterangan berbeda nyata tidak berbeda nyata Tabel 5.2. Hasil analisis uji t rerata jumlah biji per tongkol (biji), bobot biji per tongkol (g), dan produksi biji kering per tanaman (g) Genotipe jumlah biji per tongkol (biji) bobot biji per tongkol (g) produksi biji kering per tanaman (g) F1 F2 F1 F2 F1 F2 G1 327,50 206,00 94,80 62,75 83,33 45,75 G2 323,00 243,50 120,25 103,05 96,33 67,00 G3 293,00 221,75 128,30 76,35 86,83 55,40 G4 310,25 277,50 140,08 107,95 103,23 73,05 G5 320,75 263,25 109,73 101,00 83,28 77,95 G6 211,00 214,00 76,68 54,58 61,50 42,28 G7 266,75 145,50 108,38 53,75 82,13 36,65 G8 329,25 181,75 114,88 60,38 86,33 42,20 G1 316,50 211,75 113,90 63,33 89,25 47,25 Rerata 299,78 218,33 111,89 75,14 85,80 54,17 t hitung 10,97 39,74 5,59 t tabel 5% 2,121 2,121 2,121 t tabel 1 % 2,921 2,921 2,921 Keterangan Berbeda sangat nyata Berbeda sangat nyata Berbeda sangat nyata Hasil yang berbeda ditunjukkan pada indikator pertumbuhan vegetatif jumlah daun, hasil analisis uji t menunjukkan jumlah daun tidak berbeda nyata (t-hitung < t tabel 5 %) 0,06 < 2,120, dari data yang 23
diperoleh dapat dilihat bahwa rerata tinggi tanaman F1 (11,31 helai) tidak mengalami penurunan yang nyata dengan F2 yaitu dengan rerata jumlah daun 11,25 atau hanya 0,5 %. (Tabel 5.1) B. Pengaruh selfing terhadap komponen hasil tanaman. Indikator hasil tanaman ditunjukkan jumlah biji per tongkol (biji), bobot biji per tongkol (g), produksi biji kering per tanaman (g) Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji t menunjukkan jumlah biji per tongkol, bobot biji per tongkol dan produksi biji kering per tanaman F1 dan F2 berbeda sangat nyata (t-hitung > t tabel 1 %). (Tabel 5.2) Hasil analisis terhadap komponen hasil jumlah biji per tongkol menunjukkan jumlah biji per tongkol F1 dan F2 berbeda sangat nyata (t-hitung > t tabel 1 %). Rerata jumlah biji per tongkol F1 sebanyak 299,78 biji berbeda sangat nyata dengan rerata jumlah biji per tongkol F2 sebanyak 218,33, terjadi penurunan sebesar 81,45 biji atau sebesar 27,17 %. Untuk komponen bobot biji per tongkol analisis statistik dengan menggunakan uji t menunjukkan rerata bobot biji per tongkol F1 111,89 g dan bobot biji per tongkol F2 75,90 g, hasil ini menunjukkan bobot biji per tongkol berbeda sangat nyata (thitung > t tabel 1 %) terjadi penurunan bobot biji per tongkol sebesar 35,99 g atau sebesar 32,17 %. Sedangkan untuk komponen hasil produksi biji kering per tanaman juga menunjukkan hasil berbeda sangat nyata, untuk F1 rerata produksi biji kering per tanaman sebesar 85,80 g dan F2 sebesar 54,17 g atau mengalami penurunan sebesar 31, 63 g atau 36,86 % Hasil percobaan ini menunjukkan telah terjadi depresi tangkar pada generasi F2 Varietas Lokal Srowot pada pertumbuhan vegetatif tinggi tanaman sebesar (10,47 %) dan terhadap komponen hasil tanaman jumlah biji per tongkol sebesar 27,17 %., terhadap bobot biji per tongkol sebesar 32,17 %. dan terhadap komponen hasil produksi biji kering per tanaman terjadi penurunan sebesar 36,86 %. Hal ini sejalan dengan pendapat Jones dan Bingham (1995) mengatakan pada tanaman jagung generasi S 1, tekanan silang dalam terhadap tinggi tanaman (10.4%) lebih rendah dari tekanan silang dalam terhadap hasil (32.9%). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Terjadi depresi tangkar pada generasi F2 varietas lokal Srowot terhadap komponen pertumbuhan vegetatif tanaman, berupa penurunan tinggi tanaman sebesar 25,47 cm (10,47 %), (2) Depresi tangkar terhadap komponen hasil terjadi pada semua komponen hasil yaitu pada jumlah biji per tongkol sebesar 81,45 biji (27,17 %), pada bobot biji per tongkol sebesar 35,99 g (32,17 %), dan produksi biji kering per tanaman 31, 63 g (36,86 %) UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dapat terlaksana atas bantuan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada: Ketua Lembaga Peneliltian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah membiayai dan memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang memberi ijin kepada kami untuk melaksanakan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Hasyim, H., 1999. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan Jones, J. S. and E. T. Bingham. 1995. Inbreeding depression in alfalfa and cross pollinated crops. p. 209-229. In: Janick, J. (ed). Plant Breeding Reviews. Volume 13. John Wiley & Sons, Inc. Makmur, A., 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. Poehlman, J. M. 1983. Breeding Field Crops. Second ed. The Avi Publishing Company, Inc. Westport. 486p. Singh, J. 1987. Field Manual of Maize Breeding Procedures. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome. 24