BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB II LANDASAN TEORI

II. TINJAUAN PUSTAKA. solusi. Sebagai contoh, suatu masalah dapat direpresentasikan dengan obyek,

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Representasi Matematis

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Strategi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Felder (1994: 5) menjelaskan bahwa dalam strategi TAPPS siswa mengerjakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Representasi Matematis

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum belief diartikan sebagai keyakinan atau kepercayaan diri terhadap

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

BAB II. Tinjauan Pustaka

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aspek penting yang menjadi salah satu prioritas utama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

BAB II LANDASAN TEORI. Kata komunikasi berasal dari bahasa latincommunicare, berarti. merupakan proses informasi ilmu dari guru kepada siswa.

Geometri Siswa SMP Ditinjau dari Kemampuan Matematika. (Surabaya: PPs UNESA, 2014), 1.

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Representasi Matematis. solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000).

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Belajar yang Melandasi Problem Based Learning

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORETIS. (2006:10) mengemukakan, Belajar matematika merupakan suatu perubahan. praktis bersikap positif, bertindak aktif dan kreatif.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model Problem Based Learning dikembangkan oleh Barrows sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB II KAJIAN TEORITIK. A. Kemampuan Representasi Matematis

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika terdiri dari berbagai konsep yang tersusun secara hierarkis, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Depdiknas (2006) mengungkapkan bahwa dalam pendidikan, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Wahyudin Djumanta, Dkk.,Belajar Matematika Aktif Dan Menyenangkan,(Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

BAB II LANDASAN TEORI. A. Keterlaksanaan Pembelajaran Matematika

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan mampu mengkomunikasikan

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

BAB II KAJIAN TEORITIK. NCTM (2000) menyatakan bahwa komunikasi matematis merupakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pada pokok bahasan segiempat sebagai berikut:

ANALISIS KUALITATIF GAYA BERPIKIR SISWA SMA DALAM MEMECAHKAN MASALAH FISIKA PADA MATERI GERAK PARABOLA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

II. KERANGKA TEORITIS. kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Matematika telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. dahulu kita harus mengetahui definisi dari masalah itu sendiri. Prayitno (1985)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Putri Hidayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika pada umumnya identik dengan perhitungan

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

1) Yanin Karuniasih; 2) Drs. Sudarno Herlambang, M.Si; 3) Drs. Yusuf suharto ABSTRAK: Kata kunci:

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi berdasarkan Standar Isi (SI) memiliki peran penting

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORITIK. a. Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB II KAJIAN TEORETIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

mengungkapkan kembali materi yang diperoleh.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MULTIPLE REPRESENTASI CALON GURU DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DITINJAU DARI BERFIKIR KREATIF

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

Implementasi Model Project Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Kemampuan Representasi Matematis Kemampuan representasi matematis merupakan kemampuan mengungkapkan atau membuat model dari ide-ide atau konsep matematika ke dalam bentuk matematis yang baru (Yudhanegara dan Lestari, 2014). Representasi adalah bentuk interpretasi pemikiran siswa terhadap suatu masalah, yang digunakan sebagai alat bantu untuk menemukan solusi dari masalah tersebut (Sabirin, 2014). Tujuan representasi adalah mempermudah siswa menyelesaikan masalah matematika yang sifatnya abstrak menjadi lebih konkret bagi siswa (Yazid, 2012). Handayani (2015) menyatakan kemampuan representasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan pemahaman matematis, representasi sendiri adalah fokus utama untuk mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman siswa dalam memahami suatu konsep matematika. Representasi matematis dapat digolongkan menjadi dua, yaitu representasi eksternal dan representasi internal. Representasi internal seseorang sulit untuk diamati secara langsung karena merupakan aktivitas mental seseorang di dalam otaknya. Tetapi representasi eksternal seseorang dapat disimpulkan atau diduga berdasarkan representasi eksternalnya dalam berbagai kondisi, misalnya melalui pengungkapannya melalui kata-kata (lisan), melalui tulisan berupa simbol, gambar, grafik, tabel, ataupun melalui alat peraga (Hutagaol, 2013). 8

9 Menurut NCTM (2000) standar dari representasi matematis adalah sebagai berikut: (1) membuat dan menggunakan representasi untuk mengorganisasi, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide matematis, (2) menggunakan representasi untuk memodelkan dan menafsirkan fenomena fisik, sosial, dan matematika, dan (3) memilih, menerapkan, dan menerjemahkan representasi untuk memecahkan masalah. Luitel (2017) menyatakan indikator kemampuan representasi matematis dalam pembelajaran matematika sebagai berikut : Representasi 1. Representasi visual Tabel 2.1 : Indikator Kemampuan Representasi Matematis Bentuk-bentuk oprasional (indikator) 1. Menyatakan konsep matematis dengan menggunakan representasi diagram, grafik, atau table, dan gambar. 2. Menyatakan hubungan antar konsep matematis dengan menggunakan representasi diagram, grafik, atau table, dan gambar. 3. Menyelesaikan masalah matematis dengan menggunakan representasi diagram, grafik, atau table, dan gambar. 4. Menyajikan kembali data atau informasi dengan menggunakan representasi diagram, grafik, atau table, dan gambar. 5. Menyelidik pemahaman pembelajaran matematis dengan menggunakan representasi diagram, grafik, atau table, dan gambar. 2. Representasi verbal 3. Representasi simbolik 1. Menyatakan konsep matematis dengan menggunakan representasi teks tertulis atau kata-kata. 2. Menyatakan hubungan antar konsep matematis dengan menggunakan representasi teks tertulis atau kata-kata. 3. Menyelesaikan masalah matematis dengan menggunakan representasi teks tertulis atau kata-kata. 4. Menyajikan kembali data atau informasi dengan menggunakan representasi teks tertulis atau kata-kata. 5. Menyelidik pemahaman pembelajaran matematis dengan menggunakan representasi teks tertulis atau kata-kata. 1. Menyatakan konsep matematis dengan menggunakan representasi ekspresi matematika. 2. Menyatakan hubungan antar konsep matematis dengan menggunakan representasi ekspresi matematika. 3. Menyelesaikan masalah matematis dengan menggunakan representasi ekspresi matematika. 4. Menyajikan kembali data atau informasi dengan menggunakan representasi ekspresi matematika. 5. Menyelidik pemahaman pembelajaran matematis dengan menggunakan representasi ekspresi matematika.

10 Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan representasi matematis merupakan kemampuan seseorang untuk menyajikan gagasan atau ide-ide matematis ke dalam bentuk visual, verbal, maupun simbol matematis sehingga permasalahan yang dirasa sulit akan lebih mudah diselesaikan. Tentunya dalam merepresentasikan suatu masalah harus berkaitan dengan pemahaman konsep yang telah dipelajari sebelumnya. 2.1.2 Pembelajaran Berbasis Masalah a. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari suatu materi pelajaran (Setyorini, Sukiswo, dan Subali, 2011). Selain itu, Noer (2011) juga menyatakan pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran dimana pemberian masalah sebagai proses belajar yang harus dipecahkan oleh siswa. Gunantara, Suarjana, dan Riastini (2014) menyatakan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan motivasi dan rasa ingin tahu siswa dalam memecahkan suatu masalah. Model pembelajaran ini mendorong segenap pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki siswa untuk menyelesaikan masalah yang kaya dengan konsep-konsep matematika (Herman, 2007). Berdasarkan pendapat diatas model pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang berhubungan dengan masalah. Masalah yang diberikan berkaitan dengan dunia nyata. Siswa berperan sebagai subjek yang aktif

11 memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran sedangkan guru sebagai fasilitator. b. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah Menurut Tan (2009) karakteristik yang terdapat dalam proses pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut: (1) pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah, (2) masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang, (3) masalah menuntut perspektif majemuk, (4) masalah membuat siswa tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru, (5) sangat mengutamakan belajar mandiri, (6) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi tidak dari satu sumber saja, (7) pembelajaran kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. (8) Siswa bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling berbagi, dan melakukan presentasi. Karakteristik lainnya dalam pembelajaran berbasis masalah yaitu: melalui kegiatan kolaboratif guru memposisikan siswa sebagai self-directed problem solver, melatih siswa untuk terampil menyajikan temuan, mendorong siswa untuk mampu menemukan masalah dan mengolaborasinya dengan mengajukan dugaandugaan dan merencanakan penyelesaian, memfasilitasi siswa untuk mengeksplorasi berbagai alternatif penyelesaian dan implikasinya, serta mengumpulkan dan mendistribusikan informasi, dan membiasakan siswa untuk merefleksi tentang efektivitas cara berpikir mereka dalam menyelesaikan masalah (Herman, 2007). Berdasarkan penjelasan mengenai karakteristik pembelajaran berbasis masalah dapat disimpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam pembelajaran

12 berbasis masalah yaitu adanya suatu permasalahan, pembelajaran berpusat pada siswa, dan belajar dalam kelompok kecil. c. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah Menurut EE dan Tan (2009) langkah-langkah dalam pembelajaran berbasis masalah yaitu: Pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah, biasanya masalah memiliki konteks dengan dunia nyata, Siswa secara berkelompok aktif merumuskan masalah dan mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka, Mempelajari dan mencari sendiri materi yang terkait dengan masalah, Melaporkan solusi dari masalah. Lebih lanjut Nafiah dan Suyanto (2014) menyatakan langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut: Tabel 2.2 : Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah Fase Fase 1: orientasi siswa pada masalah. Fase 2: mengorganisasikan siswa untuk belajar. Fase 3: membimbing pengalaman individual/kelompok. Fase 4: mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Fase 5: menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Perilaku Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Mendeskripsikan berbagai kebutuhan penting. Mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah. Memotivasi siswa agar dapat terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah. Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahan yang dihadapi. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. Berdasarkan paparan di atas maka peneliti menyimpulkan langkah-langkah dalam pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut: orientasi siswa pada

13 masalah, menjelaskan tujuan pembelajaran, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan dan diskusi, melaporkan hasil diskusi, dan mengevaluasi hasil diskusi. Dalam penelitian ini langkah-langkah pembelajaran yang akan digunakan adalah yang dikemukakan oleh Nafiah dan Suyanto. 2.1.3 Kemampuan Representasi Matematis dengan Pembelajaran Berbasis Masalah Ruseffendi (2006) menyatakan bahwa proses pembelajaran matematika di kelas, siswa hanya diberi tahu oleh guru dan bukan melalui kegiatan eksplorasi. Akibatnya kemampuan representasi matematis siswa kurang berkembang. Kusumaningsih dan Marta (2014) menyatakan bahwa siswa akan mampu merepresentasikan informasi serta ide-ide yang diperoleh dalam simbol-simbol matematika, atau gambar dengan peran guru difokuskan sebagai pembimbing dan fasilitator. Sebagai upaya dalam mengembangkan kemampuan representasi matematis siswa, maka diperlukan desain pembelajaran matematika yang dapat memberikan kesempatan untuk mengkonstruk pengetahuannya sendiri, memunculkan ideidenya sendiri, siswa juga difasilitasi dalam kegiatan diskusi karena melalui kegiatan diskusi siswa akan saling bertukar pendapat, siswa dapat mengeluarkan berbagai ide/gagasan (Handayani, 2015) Yudhanegara (2016) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah menuntut setiap siswa untuk aktif berkontribusi dalam upaya memecahkan masalah kelompok dengan mendiskusikan dan merepresentasikan sesuatu, siswa akan terampil menyampaikan gagasannya, terbuka dengan kemungkinan lainnya, dan mampu mengapresiasi gagasan siswa lain.

14 Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar bagi siswa untuk belajar. Siswa dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian melalui masalah tersebut siswa belajar untuk memecahkan masalah tersebut dengan pengetahuan yang dimilikinya. Jenita, Sudaryati, dan Ambarwati (2016) menyatatakan pembelajaran berbasis masalah memiliki lima fase yang dapat mengembangkan kemampuan representasi matematis siswa. Berdasarkan hal diatas, peneliti menyusun aktivitas indikator kemampuan representasi matematis siswa dalam pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut : Tabel 2.3 Indikator Kemampuan Representasi Matematis dalam Pembelajaran Berbasis Masalah Fase PBM Representasi Bentuk operasional 1. Verbal Siswa dapat menuliskan suatu konsep matematis. Orientasi siswa pada Visual Siswa dapat menyatakan suatu konsep matematis kedalam bentuk diagram, grafik, atau tabel, dan gambar. masalah. Simbolik Siswa dapat menyatakan suatu konsep matematis kedalam ekspresi matematika. 2. Verbal Siswa dapat menuliskan hubungan antar konsep matematis. Mengorganisa sikan siswa Visual Siswa dapat menyatakan hubungan antar konsep matematis kedalam bentuk diagram, grafik, atau tabel, dan gambar. untuk belajar. Simbolik Siswa dapat menyatakan hubungan antar konsep matematis kedalam ekspresi matematis. 3. Verbal Siswa dapat menyelesaikan masalah matematis dengan kata-kata. Membimbing pengalaman Visual Siswa dapat menyelesaikan masalah matematis kedalam bentuk diagram, grafik, atau tabel, dan gambar. individual/ Simbolik Siswa dapat menyelesaikan masalah matematis dengan kelompok melibatkan ekspresi matematika. 4. Mengembang Verbal Siswa dapat menyajikan kembali data atau informasi matematis dengan kata-kata. kan dan menyajikan Visual Siswa dapat menyajikan kembali data atau informasi kedalam bentuk diagram, grafik, atau tabel, dan gambar. hasil karya. Simbolik Siswa dapat menyajikan kembali data atau informasi dengan 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. ekspresi matematika. Verbal Siswa dapat menuliskan kesimpulan dari pemahaman pembelajaran matematis. Visual Siswa dapat menyimpulan dari pemahaman pembelajaran matematis dengan menggunakan diagram, grafik, atau tabel,dan gambar. Simbolik Siswa dapat menyimpulan dari pemahaman pembelajaran matematis dengan menggunakan ekspresi matematis.

15 2.1.4 Karakteristik Cara Berpikir Karakteristik merupakan ciri-ciri khusus. Menurut Uno (2008) karakteristik cara berpikir merupakan cara yang khas dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar. DePorter & Hernacki (2004:124) membagi siswa ke dalam beberapa tipe karakteristik cara berpikir matematika diantaranya Sekuensial Konkret (SK), Sekuensial Abstrak (SA), Acak Konkret (AK), dan Acak Abstrak (AA). Tipe skuensial cenderung berpikir yang di dominasi otak kiri sedangkan tipe acak cenderung berpikir yang didominasi otak kanan. Clougherty (2009) juga menyatakan bahwa siswa dengan karakteristik cara berpikir sekuensial cenderung teratur dan sistematis. Sedangkan siswa dengan karakteristik cara berpikir acak cenderung berpikir acak dan tidak mengikuti aturan. Pertama, siswa tipe sekuensial konkret. Clougherty (2009) menyatakan bahwa siswa tipe sekuensial konkret memiliki sifat teratur, terorganisir, terfokus dan selalu tepat. Lebih lanjut DePorter & Hernacki (2004:128) mengemukakan siswa tipe sekuensial konkret (SK) mempunyai karakteristik sebagai berikut: (a) siswa berpegang pada kenyataan dan proses informasi yang teratur, linear dan sekuensial, (b) realitas dapat mereka ketahui melalui panca indra mereka, yakni indra penglihatan, peraba, pendengaran, perasa dan penciuman, (c) siswa memperhatikan dan mengingat realitas begitu mudah dan mengingat fakta, informasi dan rumus khusus dapat diingat secara mudah, (d) catatan atau makalah adalah cara yang baik bagi siswa untuk belajar, (e) siswa mengatur tugas-tugas menjadi proses tahap demi tahap dan berusaha keras untuk mendapatkan

16 kesempurnaan pada setiap tahap, (f) siswa menyukai pengarahan dan prosedur khusus. Kedua, siswa tipe Sekuensial Abstrak (SA) mempunyai karakteristik sebagai berikut: (a) Realitas adalah teori metafisis dan pemikiran abstrak, (b) Siswa suka berpikir dalam konsep dan menganalisis informasi, (c) Siswa sangat menghargai orang-orang dan peristiwa yang teratur rapi, (d) siswa mudah menemukan kata kunci atau detail-detail penting seperti titik-titik kunci dan detail-detail pening, (e) siswa memiliki Proses berpikir logis, rasional dan intelektual, (f) Siswa mempunyai aktivitas favorit seperti membaca dan jika suatu proyek perlu diteliti, mereka akan melakukannya dengan mendalam, (g) siswa ingin mengetahui sebab-sebab di balik akibat dan memahami teori serta konsep (DePorter & Hernacki, 2004:128). Ketiga, siswa tipe Acak Konkret (AK) mempunyai karakteristik sebagai berikut: (a) Siswa memiliki sikap eksperimental yang diikuti perilaku yang kurang terstuktur, (b) Siswa berpegang pada realitas tetapi melakukan pendekatan cobasalah (trial and error), (c) biasanya siswa melakukan lompatan intuitif untuk pemikiran kreatif yang sebenarnya, (d) Siswa memiliki dorongan kuat untuk menemukan alternatif dan mengerjakan sesuatu dengan cara mereka sendiri, (e) waktu bukanlah prioritas sehingga mereka cenderung tidak memperdulikan waktu jika sedang dalam situasi yang menarik, (f) berorientasi pada proses daripada hasil, akibatnya proyek-proyek sering kali tidak berjalan sesuai dengan yang mereka rencanakan (DePorter & Hernacki, 2004:128).

17 Keempat, siswa tipe Acak Abstrak (AA) mempunyai karakteristik sebagai berikut: (a) Bagi siswa tipe Acak Abstrak, dunia nyata adalah dunia perasaan dan emosi, mereka tertarik pada nuansa dan sebagian lagi cenderung pada mistisisme, (b) siswa menyerap ide-ide, informasi dan mengaturnya dengan refleksi (lamban tetapi tepat), kadang-kadang hal ini memakan waku lama sehingga orang lain tidak menyangka bahwa siswa mempunyai reaksi atau pendapat, (c) siswa mengingat dengan baik jika informasi dipersonifikasi, (d) perasaan siswa dapat meningkatkan atau mempengaruhi belajar mereka, (e) siswa merasa dibatasi jika berada di lingkungan yang sangat teratur, (f) siswa suka berada di lingkungan yang tidak teratur dan berhubungan dengan orang-orang, (g) siswa mengalami peristiwa secara holistik. Mereka perlu melihat keseluruhan gambar sekaligus, bukan bertahap, sehingga mereka sangat terbantu jika mengetahui bagaimana sesuatu terhubung dengan keseluruhannya sebelum masuk ke dalam detail (DePorter & Hernacki, 2004:128). Dari keempat karakteristik cara berpikir matematika tersebut tidak ada salah satu yang lebih baik daripada yang lainnya, hanya berbeda saja, tetapi meskipun demikian karakteristik cara berpikir matematika ini sangat mempengaruhi keberhasilan seseorang karena karakteristik cara berpikir ini mempengaruhi seseorang dalam menentukan langkah-langkah untuk mencapai tujuannya (DePorter & Hernacki, 2004:142). 2.2 Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian mengenai kemampuan representasi matematis sebelumnya sudah pernah diteliti. Penelitian tersebut menggunakan beberapa pendekatan serta model pembelajaran tertentu. Sejalan dengan kemampuan representasi matematis,

18 pembelajarana berbasis masalah juga sudah sering diteliti. Pembelajaran berbasis masalah sering diteliti untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa. Berikut adalah penelitian yang sebelumnya telah dilakukan yang relevan dengan penelitian kemampuan representasi siswa dalam pembelajaran berbasis masalah: Tabel 2.4 : Penelitian yang Relevan Peneliti Judul Persamaan Perbedaan Kartini Hutagaol (2013). Pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa sekolah menengah pertama. Meneliti kemampuan representasi matematis. Penelitian ini menggunakan pembelajaran kontekstual, sedangkan saya menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Subjek penelitian ini adalah siswa SMP di Bandung, sedangkan subjek penelitian saya adalah siswa SMP di Malang. Leo Adhar Effendi (2012). Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa smp. Meneliti kemampuan representasi matematis siswa. Subjek penelitian siswa SMP. Penelitian ini menggunakan metode penemuan terbimbing sedangkan penelitian saya menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Gd. Gunantara, md suarjana, dan Nanci riastini (2014). Penerapan model pembelajaran problem based learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Penelitian menggunakan model pembelajaran problem based learning. Penelitian ini membahas mengenai meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sedangkan saya membahas mengenai meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. Subjek penelitian ini adalah siswa sd, sedangkan subjek penelitian saya adalah siswa smp. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hutagaol (2013) menyatakan bahwa, Pembelajaran kontekstual secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa SMP dibanding pembelajaran

19 konvensional (biasa). Pembelajaran yang berpusat kepada siswa lebih baik digunakan jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Effendi (2012) menyatakan Secara keseluruhan peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Bila memperhatikan kemampuan awal matematis, pada kemampuan awal sedang dan tinggi peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Akan tetapi, pada kemampuan awal rendah peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional tidak berbeda signifikan. Gunantara, Suarjana, dan Riastini (2014) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dengan perolehan angka rata-rata kemampuan pemecahan masalah secara klasikal pada siklus I sebesar 70% (berada pada kriteria sedang). sedangkan pada siklus II rata-rata kemampuan pemecahan masalah sebesar 86,42% (berada pada kriteria tinggi). Dengan demikian, dari siklus I ke siklus II untuk kemampuan pemecahan masalah mengalami peningkatan sebanyak 16,42%. Maka dapat dinyatakan bahwa penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.