BAB I PENDAHULUAN. membuat suatu perjanjian dalam jumlah yang banyak (Mass production of

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

Dokumen Perjanjian Asuransi

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupan mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

Azas Kebebasan Berkontrak & Perjanjian Baku

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah perjanjian bernama (benoemd/nominaat) dan perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. Pelaku usaha (produsen, dan/atau penjual barang dan jasa), pebisnis, perlu

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. Modal yang bernilai besar dalam menjalankan usaha; baik dari modal harta

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. dipastikan kapan akan terjadinya. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Dalam menjalani hidup. keinginan untuk mengatasi ketidakpastian (uncertainty).

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

PERJANJIAN ASURANSI MELALUI TELEMARKETING DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I. mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh. merek, pembeli harus memesan lebih dahulu ( indent ).

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dari aktivitas yang dilakukan. Tetapi beberapa di antara resiko, bahaya, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

III. METODE PENELITIAN HUKUM

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB I PENDAHULUAN. bersumber dari keinginan untuk mengatasi ketidakpastian (uncertainty).

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat telah memberikan kemajuan yang luar biasa kepada

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi risiko dalam kehidupan sehari hari. Risiko tersebut merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

Islamic Banking standard law

TINJAUAN HUKUM KONTRAK BAKU JUAL-BELI PERUMAHAN YANG MEMUAT KLAUSULA EKSONERASI WIDHARTO ISHAK / D

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 salah satunya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

LEMBAGA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. dana yang besar. Kebutuhan dana yang besar itu hanya dapat dipenuhi. dengan memperdayakan secara maksimal sumber-sumber dana yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB I PENDAHULUAN. mobilitas masyarakat yang semakin tinggi di era globalisasi sekarang ini. mengakibatkan kerugian pada konsumen.

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat tidak memahami apa itu klausula baku,

BAB I PENDAHULUAN. hidup sendiri, jadi manusia untuk bisa melangsungkan hidupnya harus

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi menunjukkan capaian yang cukup menggembirakan akhirakhir. persen, sebagaimana tersaji dalam tebel berikut ini.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

III. METODE PENELITIAN. permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala bersangkutan. 24

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. secara material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

Lex Crimen Vol. V/No. 6/Ags/2016

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian baku sudah banyak digunakan oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, terutama dalam hal bisnis. Perjanjian baku diperlukan karena adanya kebutuhan dari perusahaan atau badan usaha, sehingga perusahaan membuat suatu perjanjian dalam jumlah yang banyak (Mass production of contract) secara sepihak akibat diperlukannya suatu standardisasi terhadap perjanjian yang dibuatnya. Bagi dunia bisnis, dengan adanya perjanjian baku tersebut dapat mempermudah operasi bisnis secara efisien dengan mengurangi biaya serta dapat ditandatangani seketika oleh para pihak. Tetapi karena perjanjian baku tersebut dibuat secara sepihak oleh perusahaan atau badan usaha maka perjanjian baku tersebut menjadi berat sebelah karena tidak adanya kesempatan bagi pihak lawan untuk menegosiasi atau mempelajari perjanjian tersebut serta mengubah klasula-klausula dalam perjanjian baku tersebut yang tidak berkenaan bagi pihak lawan. Sehingga dalam hal ini pihak lawan yang disodorkan perjanjian baku menempati kedudukan yang sangat tertekan, sehingga hanya dapat bersikap take it or leave it Tujuan diadakan polis asuransi karena adanya suatu risiko yang pada dasarnya bersifat tidak pasti, tidak diketahui apakah akan terjadi dalam waktu dekat atau dikemudian hari. Dengan akan terjadinya suatu risiko, seseorang butuh suatu kepastian, salah satu cara dengan mengalihkan risiko (transfer of risk) kepada pihak lain yaitu Perusahaan Asuransi. Dalam polis asuransi jiwa 1

perusahaan asuransi diadakan untuk melindungi seseorang dari sesuatu yang pasti terjadi, terkait jiwa yang ada pada diri seseorang. Dengan asuransi jenis ini, maka seseorang akan dilindungi secara finansial untuk jangka waktu tertentu atau umur tertentu sesuai yang disepakati. Menurut Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), yang dimaksud dengan asuransi/pertanggungan adalah Perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Menurut Stein seorang sarjana hukum Belanda, bahwa suatu perjanjian baku dapat diterima berdasarkan fiksi tentang adanya kemauan dan kepercayaan (fictie van wil en vertouwen), yakni kemauan dan kepercayaan mengikatkan diri ke dalam perjanjian tersebut. 1 Selanjutnya, Aseer-Rutten menyatakan bahwa seorang mengikat kepada perjanian baku karena dia sudah menandatangai perjanjian tersebut, sehingga dia harus dianggap mengetahui, serta menghendaki dan karenanya bertanggung jawab kepada isi dari perjanjian tersebut. 2 Menurut Paulus J. Soepratignja, pembuatan perjanjian baku hanya akan dilakukan, jika muncul urgensi tanggapan atas kepentingan pelaku usaha, yaitu : a. Menghadapi kegiatan transaksional dalam frekuensi tinggi b. Demi persaingan bisnis, harus memberikan pelayanan secara efisien dan efektif kepada konsumen c. Demi efisiensi pendistribusian hasil produksi, seluruh atau sebagian syarat-syarat dalam tiap transaksi harus telah 1 Mariam Darus Badrulzman. 1986. Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat Dari Sudut Perjanjian Baku (Standar), Dalam Pembinaan Hukum Nasional, Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen, Binacipta, Bandung, hlm. 58. 2 Ibid 2

dipersiapkan lebih dahulu secara tertulis, agar segera dapat diketahui oleh konsumen. d. Mengimbangi tingginya frekuensi kegiatan transaksional, sehingga harus menyediakan naskah dan/atau persyaratan perjanjian, secara massal dan berseragam untuk transaksi yang sama, dengan tanpa memperlihatkan kondisi dan/atau kebutuhan masing-masing dari konsumen. e. Persyaratan perjanjian secara massal dan berseragam tersebut, secara efektif harus dapat memberi jaminan atas kekuatan dan kepastian hukum bagi pelaku usaha sendiri serta bagi konsumen. 3 Maka alasan diadakannya perjanjian baku memang dibuat untuk melindungi kepentingan atau keuntungan pelaku usaha karena suatu perikatan dapat menimbulkan risiko yang besar bagi pelaku usaha. Apabila perjanjian tersebut tidak menimbulkan risiko yang besar bagi pelaku usaha maka pelaku usaha tidak perlu untuk membuat perjanjian baku karena biaya yang dihasilkan dapat merugikan pelaku usaha. Tetapi dalam Pasal 1320 KUH Perdata dijelaskan mengenai syarat sahnya perjanjian untuk menguji mengikat atau tidak mengikatnya suatu perjanian. Terdapat 4 syarat sahnya perjanjian, yaitu : 1. Sepakat bagi para pihak yang mengadakan perikatan 2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian 3. Adanya objek yang dapat ditentukan 4. Sebab atau causa yang tidak dilarang Pada umumnya, bahwa apabila persyaratan subjektif perjanjian (kata sepakat dan kecakapan untuk melakukan perikatan) tidak dipenuhi tidak mengakibatkan batalnya perjanjian, tetapi hanya dapat dibatalkan melalui putusan 3 Paulus J. Soepratignja. 2007. Teknik Pembuatan Akta Kontrak, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, hlm. 146. 3

pengadilan. Apabila persyaratan yang menyangkut objek perjanjian (suatu hal tertentu dan adanya kausa hukum yang halal) tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Putusan pengadilan adalah perlu untuk menyatakan pembatalan. Pihak yang berkepentingan harus mengajukan permohonan kepada pengadilan supaya persetujuan yang dibuatnya dibatalkan. Andaikata pengadilan mengabulkan permohonan tersebut, maka persetujuan yang dibatalkan tersebut menjadi batal dari semula. Persetujuan tersebut mempunyai akibat-akibat hukum, namun kita harus memperhitungkan bahwa akibat-akibat tersebut pada suatu ketika dapat dibatalkan. 4 Dalam mengadakan polis asuransi jiwa tersebut, Penanggung memiliki kewajiban untuk menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan perjanjian asuransi, termasuk sebelum dimulai perjanjian. Apabila Penanggung tidak menjelaskan hak dan kewajiban Tertanggung, maka Penanggung telah melanggar prinsip good faith. Karena itu, Penanggung dapat dituntut dan harus bertanggung jawab atas ganti rugi yang diderita Tertanggung. Salah satu kewajiban Tertanggung atau pembeli polis adalah membayar premi dalam waktu-waktu tertentu yang disepakati. Karena latar belakang dan tempat tinggal para Tertanggung yang beraneka ragam, perusahaan biasanya menggunakan jasa dari sejumlah petugas lapangan atau yang disebut agen untuk mengutip premi. Salah satu tugas penagih premi adalah mencari calon pembeli polis. 4 Purwahid Patrik.1986. Asas Iktikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, Badan Penerbit UNDIP, Semarang. hlm. 150. 4

Para agen asuransi jiwa inilah yang selalu berusaha mempengaruhi setiap orang secara persuasif untuk membeli polis yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi jiwa dengan meningkatkan pemahaman dan kesadaran calon tertanggung tentang manfaat dari produk asuransi jiwa. Para agen asuransi jiwa dalam menjual produk (polis) harus bicara sejujur-jujurnya, agar para calon pembeli polis tidak mengalami kekecewaan setelah membeli produk tersebut. 5 Dalam melakukan kegiatannya para agen asuransi jiwa ini selalu bertindak untuk dan atas nama perusahaan asuransi jiwa. Sepanjang agen asuransi jiwa tersebut telah diberi kuasa untuk itu,segala tindakannya menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan. Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata menjelaskan bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik, dimana ketentuan ini tidak memberikan akibat yang signifikan untuk dapat membatalkan suatu perjanjian yang telah ditandatangani oleh para pihak, kemudian oleh Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang secara tegas telah diakui mempunyai kekuatan sebagai undang-undang (bahkan berlaku sebagai lex specialis) yang berlaku dan mengikat para pihak yang menandatangani perjanjian tersebut untuk dapat menjaga agar tidak terjadi kesewenangwenangan oleh pihak yang posisinya lebih lemah. Prinsip itikad baik (Good Faith) menjadi asas yang paling penting dalam hukum perjanjian. Prinsip itikad baik menjadi salah satu instrument hukum untuk membatasi kebebasan berkontrak dan kekuatan mengikatnya perjanjian. Prinsip itikad baik yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata seharusnya 5 Djoko Prakosa dan I Ketut Murtika.2000. Hukum Asuransi Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta. hlm. 307. 5

diberlakukan bukan hanya pada saat ditandatanganinya dan dilaksanakan perjanjian, tetapi juga pada saat perancangan perjanjian. Akan tetapi karena keberadaan polis asuransi yang hanya ditandatangani oleh pihak perusahaan asuransi sebagai pihak Penanggung, akan sangat memungkinkan terjadinya pihak Tertanggung mengalami kerugian karena ketidakpahamannya ketika mengadakan polis asuransi. Sehingga akan sangat berguna apabila dapat dijelaskan secara mendetail mengenai kekuatan hukum polis asuransi kerugian dengan hanya ditandatangani oleh Penanggung. Hal ini akan memberikan kepastian hukum bagi tertanggung dalam hal terjadinya kelalaian oleh pihak agen asuransi. Dalam hukum benda, itikad baik adalah suatu analisir subjektif (praperjanjian). Bahkan, analisir subjektif inilah yang dimaksudkan oleh pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Dalam analisir ini, itikad baik memliki arti kejujuran atau bersih. Ridwan Khairandy menjelaskan mengenai kerangka analisir subjektif dalam itikad baik, bahwa standar itikad baik dalam mengadakan suatu perjanjian didasarkan pada kecermatan dalam berkontrak. Dengan asas ini, para pihak masing-masing memiliki kewajiban untuk menjelaskan dan meneliti fakta material yang berkaitan dengan perjanjian tersebut. Dengan standar tersebut, perilaku para pihak dalam melaksanakan perjanjian dan penilaian terhadap isi perjanjian harus didasarkan pada prinsip kerasionalan dan kepatutan. 6 Dalam pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata hakim diberikan kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian, jangan sampai pelaksanaan itu 6 Ridwan Khairandy.2003. Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak cetakan 1, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. hlm. 348-349 6

melanggar kepatutan dan keadilan. Ini berarti, hakim berkuasa untuk menyimpang dari isi perjanjian, apabila terdapat suatu klausul yang bertentangan denga itikad baik. Jika pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata tersebut dapat dipandang sebagai suatu kepastian hukum, maka pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata dapat dipandang sebagai suatu tuntutan keadilan. 7 B. Rumusan Masalah 1. Apakah dasar pertimbangan hakim dalam perkara No. 560K/Pdt.Sus/2012 sehingga mendudukkan perjanjian yang tidak ditandatangani oleh Tertanggung adalah sah menurut hukum dan menjadi dasar hubungan hukum antara perusahaan asuransi dengan Alm. Mardi Simarmata (Tertanggung)? 2. Sudah tepatkah putusan hakim dalam perkara tersebut, berdasarkan asasasas hukum perjanjian dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam perkara No. 560K/Pdt.Sus/2012 sehingga mendudukkan perjanjian yang tidak ditandatangani oleh Tertanggung adalah sah menurut hukum dan menjadi dasar hubungan hukum antara perusahaan asuransi dengan Alm. Mardi Simarmata (Tertanggung) 7 Daeng Naja.2006. Contract Drafting cetakan kedua, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. hlm. 22. 7

2. Menganalisis ketepatan putusan hakim dalam perkara tersebut, berdasarkan asas-asas hukum perjanjian dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. D. Manfaat Penelitian 1. Manfat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara, khususnya dalam hal ini pada konteks perjanjian baku (Polis Asuransi). Serta memberikan sumbangan pemikiran dan wacana kepada pembaca, agar memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan agar para penegak hukum yang terkait dalam topik penelitian ini dapat mengetahui dengan jelas mengenai ketepatan putusan hakim dalam memutus perkara, khususnya pada isu hukum perjanjian baku. E. Metode Penelitian Penelitian ini akan disusun dengan menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidahkaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Yuridis Normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positivis. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata. 8

Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute aproach) dan pendekatan kasus (case aproach). Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk mengetahui keseluruhan peraturan hukum khususnya hukum perdata di Indonesia. Pendekatan kasus bertujuan untuk mepelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus sebagaimana yang dapat dilihat dalam yurisprudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus peneltian, yaitu perkara perdata. a. Bahan hukum primer yang digunakan yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Buku Ketiga (Perikatan), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Buku Kesatu Bab IX tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah b. Bahan hukum sekunder yaitu Putusan Nomor 560K/Pdt.Sus/2012, literatur dan jurnal hukum tentang hukum perjanjian, arbitrase serta mengenai hukum asuransi. c. Bahan hukum tersier Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris dan Kamus Hukum. 9

F. Sistematika Penulisan Bagian isi skripsi meliputi tiga substansi utama, yaitu pendahuluan, pembahasan (analisis) dan penutup. 1. Bab Pendahuluan Bab ini berisi tentang pendahuluan yang berisi: Latar Belakang Penelitian, Rumusan Masalah, Manfaat Penelitian, Tujuan Penelitan, dan Metode Penelitian Tinjauan Yuridis dalam Perkara tentang Perjanjian Baku. 2. Bab Pembahasan Bab kedua berisi tentang tinjauan pustaka yang terdiri dari beberapa subbab. Sub-bab kesatu yang secara garis besar menguraikan tinjauan umum tentang Asuransi; sub-bab kedua, menguraikan tinjauan umum tentang asuransi jiwa; dan sub-bab ketiga, menguraikan tinjauan umum tentang polis asuransi; sub-bab keempat, menguraikan tinjauan umum tentang klausula baku; sub-bab kelima, menguraikan tinjauan umum tentang perlindungan konsumen dan sub-bab keenam tentang teori eksaminasi. Kemudian terdapat bagian pembahasan mengenai eksaminasi Putusan Mahkamah Agung Nomor 560K/Pdt.Sus/2012. 3. Bab Penutup Bab ketiga berisi kesimpulan dan saran. 10