2.Undang-undang No. 22 tahun 1948 Republik Indonesia dan Undang-undang tersebut dalam Staatsblad Indonesia Timur no.

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PROPINSI IRIAN BARAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:20 TAHUN 1958 (20/1958) Tanggal:17 JUNI 1958 (JAKARTA)

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:60 TAHUN 1958 (60/1958) Tanggal:17 JULI 1958 (JAKARTA)

MALUKU. DAERAH SWATANTARA TINGKAT I. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

UU 64/1958, PEMBENTUKAN DAERAH DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR *)


PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA-KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) SUMATERA TENGAH. OTONOM KOTA-KECIL PEMBENTUKAN.

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 64 TAHUN 1958 (64/1958) Tanggal: 11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II HALMAHERA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMBENTUKAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAN DEWAN PEMERINTAH DAERAH PERALIHAN *) DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. DEWAN PEMERINTAH DAERAH PERALIHAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 1958 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I BALI, NUSA TENGGARA BARAT DAN NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA KECIL DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DAN DEWAN PEMERINTAH DAERAH PERALIHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR MILITER IBU KOTA. PENCABUTAN KEMBALI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1946 TENTANG PEMBAHARUAN KOMITE NASIONAL PUSAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II HALMAHERA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA BESAR DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

Presiden Republik Indonesia,

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V.

BEA METERAI. PAJAK PENDAPATAN PAJAK PERSEROAN. MODAL PERSEROAN/PERSEKUTUAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1958 TENTANG PERSETUJUAN KONPENSI HAK-HAK POLITIK KAUM WANITA *) Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

b.bahwa peraturan+peraturan yang termaktub dalam undang+undang darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai undang+undang;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1946 TENTANG SUSUNAN DAN PEMILIHAN ANGGOTA KOMITE NASIONAL PUSAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan:

Menimbang: bahwa perlu diadakan peraturan baru mengenai undian sesuai dengan keadaan sekarang; Mengingat akan :

Presiden Republik Indonesia, Mengingat : a. pasal-pasal 96, 1 31 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara; b. Undang-undang No.

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:61 TAHUN 1958 (61/1958) Tanggal:25 JULI 1958 (JAKARTA)

Indeks: PERBURUHAN INTERNASIONAL. KONPENSI NO. 98.

Tentang: PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH *) PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM. PROPINSI SUMATERA TENGAH.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1951 TENTANG NASIONALISASI DE JAVASCHE BANK N.V. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UU 80/1958, DEWAN PERANCANG NASIONAL *) Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:80 TAHUN 1958 (80/1958) Tanggal:23 OKTOBER 1958 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUPIORI DI PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Mengingat: pasal 97, 131 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1959

PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PROPINSI ACEH DAN PERUBAHAN PERATURAN PEMBENTUKAN PROPINSI SUMATERA UTARA *)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA TENGAH

RGS Mitra 1 of 11 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SUPIORI DI PROVINSI PAPUA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

UU 7/1951, PERUBAHAN DAN TAMBAHAN UNDANG UNDANG LALU LINTAS JALAN (WEGVERKEERSORDONNANTIE, STAATSBLAD 1933 NO. 86) Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG 1946 NOMOR 12 TENTANG PEMBAHARUAN KOMITE NASIONAL PUSAT. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UANG MUKA. BANK INDONESIA. PEMBERIAN SURAT KUASA PENGAMBILAN KEPADA MENTERI KEUANGAN.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1958 TENTANG PENYERAHAN URUSAN LALU-LINTAS JALAN KEPADA DAERAH TINGKAT KE-I

Tentang: PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA NEGARA DENGAN DAERAH-DAERAH, YANG BERHAK MENGURUS RUMAH- TANGGANYA SENDIRI *)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN NEGARA TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 80 TAHUN 1958 (80/1958) TENTANG DEWAN PERANCANG NASIONAL *) Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1959 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1956 TENTANG PERATURAN-PERATURAN DAN TINDAKAN-TINDAKAN MENGENAI TANAH-TANAH PERKEBUNAN KONSESI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MASA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1957 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH-DAERAH TINGKAT I SUMATERA BARAT, JAMBI DAN RIAU

Presiden Republik Indonesia, Mengingat : a. pasal-pasal 96, 131 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara; b. Undang-undang No. 22 tahun 1948.

Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1991 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1958 TENTANG PERSETUJUAN KONVENSI HAK HAK POLITIK KAUM WANITA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RGS Mitra 1 of 5 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN

UU 9/1956, PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KOTA-BESAR DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPISI SUMATERA TENGAH

PENETAPAN PERATURAN UMUM MENGENAI SYARAT-SYARAT KECAKAPAN, PENGETAHUAN DAN CARA PEMILIHAN SERTA PENGESAHAN KEPALA DAERAH

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perlu menetapkan kembali ketentuan-ketentuan mengenai susunan dan tugas kewajiban Dewan Urusan Pegawai;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1954 TENTANG UNDIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN UMUM RETRIBUSI DAERAH. Presiden Republik Indonesia,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RGS Mitra 1 of 7 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1955 TENTANG PENJUALAN RUMAH-RUMAH NEGERI KEPADA PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 61 TAHUN 1958 (61/1958) Tanggal: 25 JULI 1958 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA PADANG SIDEMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

UU 11/1959, KEDUDUKAN KEUANGAN PRESIDEN, WAKIL PRESIDEN DAN PEJABAT YANG MENJALANKAN PEKERJAAN JABATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Presiden Republik Indonesia,

NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SINGKAWANG

UU 34/2003, PEMBENTUKAN KABUPATEN MELAWI DAN KABUPATEN SEKADAU DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANJUNGBALAI. NOMOR: 5 /Kpts/KPU /2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

UU 15/1956, PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PROPINSI IRIAN BARAT Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:15 TAHUN 1956 (15/1956) Tanggal:16 AGUSTUS 1956 (JAKARTA) Tentang:PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PROPINSI IRIAN BARAT *) Presiden Republik Indonesia, Menimbang: bahwa setelah ditetapkan Undang-undang Pembatalan Persetujuan Konperensi Meja Bundar, maka tidak ada rintangan-rintangan lagi untuk melaksanakan cita-cita untuk membentuk Irian Barat menjadi Propinsi Otonom, sesuai dengan isi dan jiwa Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Mengingat: a.undang-undang Pembatalan Persetujuan Konperensi Meja Bundar; b.1.pasal 2, 89, 131 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; 2.Undang-undang No. 22 tahun 1948 Republik Indonesia dan Undang-undang tersebut dalam Staatsblad Indonesia Timur no. 44 tahun 1950; 3.Peraturan-Pemerintah Republik Indonesia Serikat No. 21 tahun 1950. c.piagam Persetujuan Republik Indonesia Serikat dan Pemerintah Republik Indonesia tanggal 19 Mei 1950 dan Pernyataan Bersama tanggal 19 dan 20 Juli 1950. Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat: Memutuskan: Menetapkan : Undang-undang tentang pembentukan Daerah Otonom Propinsi Irian Barat. Bab I Ketentuan Umum Pasal 1. Propinsi Maluku sebagai dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat No. 21 tahun 1950, dibagi menjadi dua, yaitu: a.propinsi Maluku, b.propinsi Irian Barat. Pasal 2. *1173 (1) Propinsi Irian Barat dimaksud pasal 1 sub b meliputi: 1.Wilayah Irian Barat yang pada saat pembatalan Persetujuan Konperensi Meja Bundar pada tanggal 21 April 1956 masih berada di dalam kekuasaan de facto Kerajaan Belanda tanpa persetujuan Pemerintah Republik Indonesia;

2.Kewedanaan Tidore, Distrik-distrik Weda dan Petani, yang sekarang termasuk.lingkungan Daerah Maluku Utara. (2) Propinsi Maluku menurut undang-undang ini meliputi wilayah Propinsi Maluku menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Serikat No. 21 tahun 1950 dikurangi dengan wilayah Propinsi Irian Barat tersebut ayat 1 pasal ini. (3) Daerah Maluku Utara meliputi Daerah Maluku Utara lama menurut Staatsblad tahun 1946 No. 143, dikurangi dengan wilayah tersebut pada ayat 1 sub 2 pasal ini. Pasal 3. Daerah dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 dibentuk sebagai Daerah Otonom Propinsi Irian Barat, selanjutnya dalam undang-undang ini disebut "Propinsi" yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan Undang-undang No. 22 tahun 1948. Pasal 4. Pemerintah Daerah Propinsi berkedudukan untuk sementara waktu di Tidore. Pasal 5. (1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi dan Dewan Pemerintah Daerah Propinsi terdiri dari masing-masing 20 dan 5 orang anggota. (2) Dalam jumlah banyaknya anggota Dewan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat 1 di atas, tidak termasuk Ketua Dewan Pemerintah Daerah. Pasal 6. (1) Menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang No. 10 tahun 1956, bilamana ternyata, bahwa berhubung dengan sesuatu hal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, sebagaimana termaksud dalam pasal 5 ayat 1 belum dapat dibentuk, Pemerintah Daerah dijalankan oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi bersama-sama dengan satu Dewan Pemerintah Daerah yang terdiri dari sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang dan diangkat oleh Menteri Dalam Negeri dari calon-calon yang dimajukan oleh Gubernur. (2) Gubernur memajukan calon dua kali lipat jumlah anggota tersebut ayat 1, diambilkan dari calon-calon yang dimajukan oleh partai-partai politik dan/atau organisasi-organisasi massa, sesuai dengan hasrat dan kepentingan rakyat Irian Barat. (3) Dalam hal keadaan dan kepentingan perjuangan untuk mewujudkan kekuasaan de facto Republik Indonesia atas wilayah Irian Barat sangat menghendakinya, maka Menteri Dalam Negeri berhak menambah jumlah anggota Dewan Pemerintah Daerah tersebut dalam ayat 1, dengan, mengangkat sebanyak-banyaknya 5 (lima) anggota lagi. *1174 BAB II. Tentang Tugas Utama Dari Pemerintah Propinsi. Pasal 7. (1) Disamping menjalankan tugas tersebut Bab III undang-undang ini, Pemerintah Propinsi bertugas pertama-tama membantu Pemerintah Pusat dalam perjuangannya untuk mengembalikan daerah tersebut dalam pasal 2 ayat 1 sub 1 dalam wilayah kekuasaan de facto Republik Indonesia. (2) Tugas tersebut dalam ayat 1 dilaksanakan dengan usaha-usaha

pembangunan dan kegiatan-kegiatan lainnya di Propinsi Irian Barat dan Propinsi Maluku oleh penguasa-penguasa yang berkepentingan. Bab III. Tentang Urusan Rumah Tangga Dan Kewajiban- Kewajiban Propinsi. Pasal 8. (1) Urusan rumah tangga dan kewajiban Propinsi antara lain meliputi: 1. urusan kesehatan, 2. urusan pekerjaan umum, 3. urusan pertanian, 4. urusan kehewanan, 5. urusan perikanan, 6. urusan pendidikan, pengajaran dan kebudayaan, 7. urusan sosial. (2) Penyerahan urusan rumah tangga dan kewajiban Propinsi ini lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 9. (1) Untuk menyelenggarakan urusan rumah tangga dan kewajiban-kewajiban termaksud dalam undang-undang ini, Propinsi berhak membentuk dan menyusun dinas (urusan) Propinsi menurut petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Menteri yang bersangkutan. (2) Propinsi mengusahakan agar Menteri yang bersangkutan masing-masing mengetahui jalannya hal-hal yang dilaksanakan oleh Propinsi dengan mengirimkan laporan berkala tentang hal-hal yang termasuk rumah tangga Propinsi. Pasal 10. Ketentuan-ketentuan mengenai pegawai Daerah Otonom Propinsi, tanah, bangunan, gedung inpentaris, hutang-piutang, dan peraturan-peraturan yang berlaku sebelum berlakunya undang-undang ini yang lazim berlaku bagi pembentukan sesuatu Propinsi dan soal-soal yang timbul mengenai hal-hal itu, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri bersama-sama dengan Menteri yang bersangkutan. Bab IV. Ketentuan Penutup. Pasal 11. *1175 (1) Undang-undang ini disebut "Undang-undang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Irian Barat". (2) Pada waktu berlakunya undang-undang ini, segala ketentuan dalam peraturan-peraturan yang bertentangan atau tidak sejalan dengan,undang-undang ini, dianggap dicabut atau dihentikan berlakunya. Pasal 12. Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1956. Presiden Republik Indonesia, SOEKARNO. Diundangkan pada tanggal 16 Agustus 1956. Menteri Kehakiman, MULJATNO. Menteri Dalam Negeri, SUNARJO MEMORI PENJELASAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PROPINSI IRIAN BARAT PENJELASAN UMUM Pasal 2 Undang-undang Dasar Sementara menetapkan, bahwa Republik Indonesia meliputi seluruh daerah Indonesia sebagai diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, yakni seluruh daerah bekas Hindia-Belanda dahulu. Persetujuan K.M.B. menghambat pembentukan Propinsi Irian Barat. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 dan 2 Propinsi Maluku seperti tersebut dalam Peraturan Pemerintah No.21 Republik Indonesia Serikat tahun 1950 dibagi menjadi dua, yaitu Propinsi Irian Barat dan Propinsi Maluku. Wilayah propinsi Irian Barat dijelaskan dalam pasal 2 ayat 1. *1176 Pasal 3 Dalam pasal ini Propinsi Irian Barat ditetapkan menjadi Propinsi Otonom. Pasal 4 Ibu kota propinsi untuk sementara waktu di tempatkan di Tidore untuk menjamin perhubungan yang memuaskan dengan pemerintah Pusat dan dengan semua bagian-bagian propinsi. Pasal 5 Jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Irian Barat ditetapkan atas dasar perhitungan jumlah penduduk dengan pengertian, bahwa kalau di Jawa bagi tiap-tiap 200.000 sampai 240.000 penduduk ditetapkan 1 anggota, maka untuk Irian Barat diambil dasar perhitungan 1 anggota bagi tiap 50.000 penduduk. Perhitungan sedemikian itu dianggap cukup beralasan kalau diingat., bahwa jumlah jiwa penduduk di Irian Barat amat tipis, hanya + 1 juta bagi daerah yang luasnya lebih kurang sama dengan daerah Kalimantan yang berpenduduk lebih kurang 4 juta, di samping untuk menjaga jangan sampai jumlah anggota perwakilan propinsi Irian Barat terlalu kecil adanya. Setelah persetujuan tersebut dibatalkan, maka tidak ada rintangan-rintangan lagi untuk melaksanakan cita-cita untuk membentuk Irian Barat sebagai Propinsi Otonom. Pembentukan Propinsi Irian Barat adalah suatu perwujudan dari hasrat bangsa Indonesia akan claim nasionalnya. Jumlah anggota Dewan Pemerintah Daerah, tidak termasuk Kepala Daerah yang karena jabatannya menjadi Ketua merangkap anggota Dewan Pemerintah Daerah, ditetapkan secara positip, yaitu 5 orang. Dalam hal suara-suara pada waktu pemungutan suara sama berat, yang menentukan keputusan ialah suara Ketua.

Pasal 6 Dengan ketentuan ini akan dapat dihindarkan kesukaran-kesukaran yang timbul, apabila Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi belum dapat dibentuk. Pasal 7 Propinsi Irian Barat memang mempunyai sifat yang Khusus. Karena itu kecuali mempunyai tugas kewajiban propinsi biasa, seperti dimaksud dalam Bab III Undang-undang ini, mempunyai tugas khusus tersebut dalam pasal 7. Pasal 8 Dalam pasal 8 ditetapkan lapangan kekuasaan dan kewajiban yang sedikit-dikitnya akan merupakan lapangan kekuasaan dan kewajiban propinsi, yang lambat-laun akan bisa ditambah. Baik tambahan maupun penyerahan urusan rumah tangga dan kewajiban Propinsi akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Pada tiap-tiap pembentukan daerah otonom propinsi diadakan ketentuan-ketentuan mengenai pegawai, tanah, bangunan, gedung, inpentaris, hutang-piutang dan peraturan-peraturan yang masih berlaku: umpamanya mengenai pegawai ditentukan, bahwa pegawai negara dapat diangkat sebagai pegawai otonom atau hanya diperbantukan pada propinsi. Mengenai gedung tanah, inpentaris biasanya ditentukan, bahwa apabila propinsi memerlukan barang-barang guna menyelenggarakan rumah tangganya, maka oleh yang berwajib diserahkan barang-barang itu dengan hak pakai. Begitu pula mengenai hutang-piutang dan aturan-aturan yang masih berlaku di daerah yang sekarang dijadikan propinsi, diadakan ketentuan-ketentuan tersendiri. Ketentuan-ketentuan tersebut dan kesulitan-kesulitan yang mungkin timbul dari padanya, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri bersama-sama dengan Menteri yang bersangkutan. *1177 Pasal 11 dan 12.Cukup jelas. Termasuk Lembaran-Negara No. 43 tahun 1956. -------------------------------- CATATAN *)Disetujui D.P.R. dalam rapat pleno terbuka ke-46 pada hari Selasa tanggal 14 Agustus 1956, P.11/1956 DICETAK ULANG