BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu. tentang sistem pendidikan nasional sebagai berikut:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang No.20 tahun 2003). Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan kemajuan bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Hal ini dapat terlihat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sebelumnya. UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa fungsi

I. PENDAHULUAN. seharusnya dicapai melalui proses pendidikan dan latihan. mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan peserta didik guna

BAB I PENDAHULUAN. teknologi diperlukan sumber daya manusia yang tangguh. Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. dan peluang yang memadai untuk belajar dan mempelajari hal hal yang di

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembelajaran kewirausahaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan masa depan. Demikian halnya dengan Indonesia yang menaruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu usaha yang bertujuan untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan mempunyai tujuan untuk membentuk manusia yang maju.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, supaya anak didik menjadi manusia yang berkualitas, profesional,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Dara Lugina, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 bahwa Tiap-tiap. perubahan yaitu memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah pilar utama dalam pembentukan mental/karakter seorang

I. PENDAHULUAN. Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI (2009:171) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. ataupun tinta hitam tergantung yang menuliskannya. No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dikatakan berjalan baik apabila mampu berperan secara proporsif,

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu sektor yang paling penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. yang sedang terjadi dengan apa yang diharapkan terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 3 berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sekolompok orang (kepala sekolah guru-guru, staf, dan siswa) untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dan keterampilan. Menurut Suharjo (2006: 1), pendidikan memainkan peranan. emosi, pengetahuan dan pengalaman peserta didik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memiliki peran strategis dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. yang baik (Hamalik, 2009, h. 60). Dalam UU No. 20 Tahun 2003 pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU SISDIKNAS 2003, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. warga negara yang demokrasi sehingga bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam suatu pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku yang baik. Pada dasarnya pendidikan merupakan proses untuk

BAB.I. PENDAHULUAN. landasan moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 yang menyatakan bahwa : Proses pembelajaran pada umumnya memiliki komponen-komponen

PENGEMBANGAN AKTIVITAS BELAJAR EKONOMI MELALUI METODE PEMBELAJARAN JIGSAW PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 TERAS TAHUN AJARAN 2009/2010

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. manusia, baik aspek kemampuan, kepribadian, maupun tanggung jawab.

2014 IMPLEMENTASI MEDIA TIGA DIMENSI PADA PEMBELAJARAN MENGHIAS KAIN DI SMP NEGERI 3 LEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. yang menyenangkan dan mudah dipahami oleh siswa. Pendidikan berfungsi

I. PENDAHULUAN. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, pengendalian diri dan keterampilan untuk membuat dirinya berguna di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karakter kuat, berpandangan luas ke depan untuk meraih cita-cita yang

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Hasim Bisri, 2016

BAB I PENDAHULUAN. yang memang harus terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar lahiriah seperti

BAB I PENDAHULUAN. terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis

(PTK Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 10 Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam usaha pencapaian tujuan

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Berdasarkan pendapat diatas, menegaskan bahwa pendidikan sangat penting bagi setiap insan manusia. Pendidikan sangat erat kaitannya dengan guru dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Syamsuddin Abin (2007, h. 22) mengatakan bahwa pendidikan dapat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu bangsa erat hubungannya dengan masalah pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan tersebut mempunyai fungsi yang harus diperhatikan. Fungsi tersebut dapat dilihat pada UU No.20 tahun 2003 Pasal 4 tentang sistem pendidikan nasional sebagai berikut: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam fungsi pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional di atas, telah terlihat jelas bahwa pendidikan sangatlah penting bagi setiap manusia guna menghadapi berbagai persoalan kehidupan di masa depan. Sasaran dalam pendidikan itu sendiri adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Upaya peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan untuk mengoptimalkan kualitas pendidikan harus dilakukan semua pihak, termasuk pemerintah dan pelaku pendidikan di lembaga formal. Salah satu jenjang pendidikan sekolah yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah memberikan 1

2 bekal kemampuan dasar yang merupakan perluasan serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sehingga bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga negara sesuai dengan tingkat perkembangannya. Oleh karena itu, maka proses pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual saja, akan tetapi mencakup seluruh potensi yang dimiliki oleh anak didik. Dengan demikian, pendidikan pada dasarnya memberikan pengalaman belajar untuk dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa, melalui proses interaksi pada siswa, siswa dengan guru atau siswa dengan lingkungan. Berdasarkan Bab IV Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini menunjukan bahwa pengalaman belajar harus berorientasi pada aktivitas siswa. Strategi pembelajaran berdasarkan pengalaman merupakan suatu strategi pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru dalam menumbuhkan minat kepada siswa untuk belajar dengan mudah. Strategi pengajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan belajar mengajar secara aktif dengan personalisasi. Siswa terlibat langsung terhadap pembelajaran yang telah dirancang oleh guru.

3 Peran guru dalam proses pembelajaran bukanlah mendominasi tetapi membimbing dan mengarahkan siswa untuk aktif memperoleh pemahamannya berdasarkan segala informasi yang diperoleh siswa dari lingkungannya. Praktik pembelajaran di sekolah umumnya masih terfokus pada guru, sedangkan siswa masih belum terlibat aktif dalam pembelajaran. Secara umum, keaktifan siswa dalam pembelajaran tergolong rendah, hal ini terlihat dari siswa yang tidak banyak bertanya, aktivitas siswa terbatas pada pendengarannya, mencatat dan menjawab pertanyaan bila guru memberi pertanyaan, siswa hadir di kelas dengan persiapan yang kurang memadai, ribut jika diberi latihan, dan siswa hanya diam ketika ditanya apakah materi yang diajarkan dapat di pahami atau tidak oleh siswa. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di SMA Angkasa Lanud Huseinsastranegara Bandung kelas X MIA-A didapatkan peresentase jumlah siswa yang aktif pada tabel berikut: Tabel 1.1 Peresentase Keaktifan Siswa di SMA Angkasa Lanud Huseinsastranegara Bandung Kelas X MIA-A Frekuensi Peresentase No Keaktifan Siswa (orang) (%) 1 Aktif bertanya 5 13,1% 2 Mengungkapkan pendapat/ide 2 5,2% 3 Aktif menjawab pertanyaan guru 6 15,7% 4 Siswa yang pasif 25 66% Jumlah 38 100% Sumber: Hasil Pra Penelitian diolah

4 Dari tabel di atas terlihat bahwa siswa masih kurang aktif dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran ekonomi. Hal ini terlihat dari proses pembelajaran hanya ada 5 siswa (13,1%) yang aktif bertanya kepada guru, dan hanya ada 2 siswa (5,2%) yang berani mengemukakan pendapat saat guru memberikan suatu permasalahan. Selain itu, siswa yang aktif menjawab pertanyaan dari guru hanya ada 6 siswa (15,7%). Berdasarkan hasil observasi di atas bahwa kegiatan pembelajaran berlangsung monoton, dalam proses pembelajaran mereka lebih senang memfokuskan diri pada kegiatan lain yang diluar kegiatan pembelajaran, misalnya mengobrol dengan teman sebangku, melamun sendirian, dan lain-lain. Pembelajaran di SMA khususnya mata pelajaran ekonomi umumnya menggunakan tipe yang kurang bervariasi sehingga siswa bosan dengan kegiatan pembelajaran, sehingga keaktifan belajar siswa sangat rendah. Upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut di atas adalah dengan meningkatkan keaktifan belajar siswa, guru dapat memilih alternatif model pembelajaran yang sesuai. Model kooperatif merupakan model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa. Pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah talking chips. Bahwa talking chips ini menjadikan siswa aktif dan semua anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lain. Keunggulan lain dari tekhnik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja

5 kelompok. Dalam banyak kelompok, sering ada anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya, juga ada anggota yang hanya diam dan menggantungkan diri pada rekannya yang dominan. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips Terhadap Keaktifan Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi di SMA Angkasa Lanud Huseinsastranegara Kelas X MIA-A (Sub pokok bahasan manajemen). 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Kegiatan pembelajaran masih terpusat pada guru, sedangkan siswa masih belum terlibat aktif dalam pembelajaran. 2. Keaktifan siswa dalam pembelajaran masih tergolong rendah 3. Model pembelajaran yang digunakan guru hanya ceramah, sehingga siswa menjadi pasif dalam mengikuti proses kegiatan pembelajaran. 1.3 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah 1.3.1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe talking chips pada mata pelajaran ekonomi di SMA Angkasa Lanud Huseinsastranegara Bandung kelas X MIA-A?

6 2. Bagaimana keaktifan siswa pada mata pelajaran ekonomi di SMA Angkasa Lanud Huseinsastranegara Bandung di kelas X MIA-A? 3. Berapa besar pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe talking chips terhadap peningkatan keaktifan pada mata pelajaran ekonomi? 1.3.2 Batasan Masalah Dari rumusan masalah di atas penulis memberi batasan penelitian agar lebih efektif, efisien dan terarah. Oleh karena itu penulis hanya membatasi masalah dan ruang lingkup permasalahannya sebagai berikut: 1. Model pembelajaran yang digunakan dibatasi pada model pembelajaran kooperatif tipe talking chips. 2. Materi yang dibahas yaitu ekonomi kelas X tentang menejemen. 3. Penelitian dilakukan di kelas X MIA-A SMA Angkasa Lanud Huseinsastranegara Bandung. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe talking chips pada mata pelajaran ekonomi di SMA Lanud Huseinsastranegara Bandung kelas X MIA-A. 2. Mengetahui keaktifan siswa pada mata pelajaran ekonomi di SMA Angkasa Lanud Huseinsastranegara Bandung. 3. Mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe talking chips terhadap keaktifan siswa pada mata

7 pelajaran ekonomi di kelas X MIA-A SMA Angkasa Lanud Huseinsastranegara Bandung. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terutama: 1.5.1. Manfaat secara praktis 1.5.1.1. Bagi Siswa 1. Siswa dapat belajar meningkatkan pemahaman konsep mata pelajaran ekonomi melalui pembelajaran kooperatif tipe talking chips. 2. Setiap siswa akan mendapat kesempatan untuk belajar mengemukakan pendapat. 3. Siswa dapat belajar mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain. 1.5.1.2. Bagi Guru Inovasi tekhnik pembelajaran ekonomi oleh guru peneliti dan guru lain yang berkeinginan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. 1.5.1.3. Bagi Pihak Sekolah Dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk mengadakan variasi tipe pembelajaran guna meningkatkan hasil belajar siswa. 1.5.2. Manfaat Secara teoritis Penelitian diharapkan dapat memperoleh penerapan model-model pembelajaran, khususnya model pembelajaran kooperatif tipe talking chips pada pendidikan ekonomi ekonomi.

8 1.6. Definisi Operasional Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati. Secara tidak langsung definisi operasional itu akan menunjuk alat pengambil data yang cocok digunakan atau mengacu pada bagaimana mengukur suatu variabel. Definisi operasional ini di maksudkan untuk memberikan kejelasan makna serta penegasan istilah yang berhubungan dengan konsep-konsep pokok yang terkandung dalam penelitian. Definisi operasional terhadap judul penelitian sebagai berikut: 1.6.1. Model Pembelajaran Kooperatif Slavin dalam Isjoni (2016, h. 12) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-5 orang dengan stuktur homogen. 1.6.2. Talking Chips (Kancing Gemerincing) Menurut Lie (2008, h. 63) mengatakan bahwa talking chips adalah suatu tipe model pembelajaran kooperatif yang masing-masing anggota kelompoknya mendapat kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota kelompok lain. 1.6.3. Keaktifan Belajar Siswa Keaktifan belajar siswa menurut Sudjana (2010, h. 20) adalah Proses kegiatan belajar mengajar yang subjek didiknya terlibat intelektual dan emosional sehingga betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajar.

9 Berdasarkan pengertian istilah di atas, maka yang dimaksud dengan Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips Terhadap Keaktifan Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi Pada Sub Pokok Bahasan Menejmen, dalam penelitian ini adalah suatu usaha untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam kelas pada mata pelajaran ekonomi melalui model belajar secara berkelompok dan setiap siswa dituntut untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran seperti mendengarkan penjelasan guru, mengajukan pertanyaan, mengemukakan pendapat dan lain-lain. Sehingga kegiatan belajar dalam kelas tidak hanya terpusat pada guru dan dengan menggunakan tipe ini dapat meningkatan proses belajar yang lebih baik, efektif dan menyenangkan.