1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pemegang saham yang tidak puas dengan kinerja Chief Executive Officer (CEO) berpeluang mengganti CEO tersebut. Ketidakpuasan atas kinerja CEO dapat disebabkan oleh CEO yang tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Defond dan Hung (2004) serta Lindrianasari dan Hartono (2012) menemukan bahwa pergantian CEO berasosiasi secara negatif dengan kinerja perusahaan. Selain itu, tindakan CEO yang dapat meningkatkan risiko perusahaan pun merupakan determinan CEO diberhentikan. Risiko perusahaan dapat meningkat salah satunya disebabkan oleh praktik manajemen laba. Manajemen laba yang agresif dapat meningkatkan kemungkinan CEO diberhentikan di tahun mendatang (Guan et al., 2005). Hal ini dikarenakan manajemen laba dapat meningkatkan kos kapital jika terdeteksi oleh partisipan pasar (Caton et al., 2011). Lebih lanjut, manajemen laba yang agresif dapat meningkatkan probabilitas perusahaan akan melakukan restatemen laba (Hazarika et al., 2012; Koh 2007). Land (2010) menemukan bahwa restatemen laba meningkatkan peluang perusahaan tersangkut Accounting and Auditing Enforcement Release (AAER) dan CEO yang melakukan restatemen laba meningkatkan probabilitas diberhentikan dari jabatannya (Desai et al., 2006; Hennes et al., 2008; Zhang et al., 2013). Ketika terjadi pergantian, CEO yang baru dapat diperoleh dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan. Gibbons dan Murphy (1992) menjelaskan bahwa partisipan pasar masih mempertanyakan mengenai 1
kemampuan CEO yang baru menjabat. Meskipun CEO dipromosikan dari dalam organisasi itu sendiri, partisipan pasar umumnya masih mempertanyakan mengenai kemampuan CEO yang baru karena keahlian yang dipersyaratkan berbeda dari keahlian yang dipersyaratkan di posisi level yang lebih rendah (Gibbons dan Murphy 1992). Karena CEO yang baru masih diragukan atas kemampuannya, terdapat pelbagai bentuk usaha CEO dalam rangka meyakinkan partisipan pasar mengenai kemampuan CEO tersebut. CEO sering melakukan peramalan laba yang dimaksudkan untuk memberikan sinyal bahwa CEO tersebut mampu mengantisipasi perubahan ekonomik yang mendasari perusahaan (Baik et al., 2011). Lebih lanjut, Rhee dan Moon (2015) berargumen bahwa CEO yang baru akan melakukan peramalan laba yang optimistik untuk memenuhi ekpektasi partisipan pasar dan memberikan sinyal mengenai kemampuan CEO tersebut. Partisipan pasar lazimnya menggunakan kinerja perusahaan untuk menentukan kesempatan atas tinggi rendahnya gaji CEO yang terdapat di pasar tenaga kerja manajerial (Fama 1980). Lebih lanjut, laba akuntansi dan harga saham merupakan ukuran yang umumnya digunakan sebagai ukuran kemampuan CEO yang nantinya akan dijadikan dasar untuk menentukan besaran bonus (Autrey et al., 2007). CEO yang baru cenderung melakukan manajemen laba untuk mengamankan jabatan dalam rangka untuk meyakinkan partisipan pasar akan kemampuannya (Bornemann et al., 2015). Ali dan Zhang (2015) berargumen bahwa CEO akan lebih memiliki insentif untuk mengelola laba yang 2
meningkatkan laba (income-increasing) di awal tahun masa kerjanya daripada di tahun-tahun mendatang masa kerjanya. Hal ini dikarenakan CEO yang baru akan lebih berusaha keras untuk meyakinkan partisipan pasar atas kemampuannya dalam rangka untuk menghindari CEO tersebut dianggap oleh partisipan pasar memiliki kemampuan yang rendah. Partisipan pasar cenderung memiliki persepsi bahwa CEO yang sudah lama menjabat lebih memiliki kemampuan atau lebih bereputasi daripada CEO yang baru menjabat (Ali dan Zhang 2015). Penelitian mengenai manajemen laba yang dilakukan oleh CEO di awal tahun masa kerja dan di akhir tahun masa kerjanya sudah cukup komprehensif mengenai insentif CEO untuk melakukan manajemen laba. Murphy dan Zimmerman (1993) menggunakan data perusahaan di US dan Wells (2002) menggunakan data perusahaan di Australia menemukan bahwa CEO di awal tahun masa kerjanya cenderung melakukan manajemen laba. Lebih lanjut, barubaru ini hasil serupa ditemukan oleh Bornemann et al. (2015) dengan menggunakan sampel industri perbankan di Jerman. Di sisi lain, Davidson et al. (2007) dan Kalyta (2009) menemukan bahwa CEO di akhir tahun masa kerjanya akan melakukan manajemen laba yang meningkatkan laba ketika pensiun CEO didasarkan pada kinerja perusahaan. Lebih lanjut, Reitenga dan Tearney (2003) menemukan bahwa CEO melakukan manajemen laba yang meningkatkan laba pada saat mendekati akhir masa pensiun dalam rangka meningkatkan probabilitas menjabat sebagai dewan komisaris pada saat CEO memasuki masa pensiun. Meskipun sudah cukup komprehensif penelitian mengenai praktik manajemen laba di awal tahun dan di akhir tahun masa kerja CEO, belum terdapat 3
hasil penelitian mengenai insentif CEO untuk mengelola laba selama karir CEO, kecuali Ali dan Zhang (2015). Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah insentif untuk mengelola laba lebih besar pada saat CEO di awal tahun masa kerjanya daripada di tahun-tahun mendatang masa kerjanya. Penelitian ini memperluas penelitian Ali dan Zhang (2015). Tidak seperti penelitian Ali dan Zhang (2015) yang meneliti di US yang memiliki pasar tenaga kerja manajerial, penelitian ini menggunakan setting yang berbeda dengan menggunakan data di Indonesia yang tidak memiliki pasar tenaga kerja manajerial. Meskipun tidak memiliki pasar tenaga kerja manajerial di Cina, Xie (2015) menemukan bahwa CEO yang baru menjabat akan lebih efisien dalam berinvestasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan jangka panjang dalam rangka membangun reputasi yang baik karena terdapat kekhawatiwaran atas karirnya. Selain itu, perbedaan penelitian ini dengan Ali dan Zhang (2015) adalah penelitian ini menggunakan manajemen laba real yang lebih komprehensif. Hal ini didasarkan pada hasil survey yang dilakukan oleh Graham et al. (2005) terhadap 401 eksekutif perusahaan yang menunjukkan bahwa eksekutif perusahaan lebih menyukai menggunakan manajemen laba real daripada manajemen laba akrual. 1.2. Rumusan Masalah Apakah CEO akan lebih agresif untuk menggunakan manajemen laba akrual dan real di awal tahun masa kerjanya daripada di tahun-tahun mendatang masa kerjanya? 4
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah CEO akan lebih agresif untuk menggunakan manajemen laba akrual dan real di awal tahun masa kerjanya daripada di tahun-tahun mendatang masa kerjanya. 1.4. Kontribusi Penelitian Penelitian ini berusaha untuk menutup gap dalam literatur penelitian dengan memberikan hasil empiris yaitu CEO akan lebih agresif untuk menggunakan manajemen laba akrual dan real di awal tahun masa kerjanya daripada di tahuntahun mendatang masa kerjanya. 1.5. Sistematika Pembahasan BAB I merupakan pendahuluan yang akan menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, kontribusi penelitian dan sistematika pembahasan. BAB II merupakan tinjauan literatur yang akan membahas mengenai landasan teori, penelitian terdahulu dan pengembangan hipotesis. BAB III yaitu metoda penelitian yang akan menjelaskan mengenai metoda yang digunakan untuk mengumpulkan data, pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian dan model analisis untuk pengujian hipotesis. BAB IV merupakan analisis dan pembahasan yang akan menguraikan hasil penelitian. BAB V yaitu simpulan, keterbatasan, implikasi penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya. 5