Sepanjang sejarah kehidupan umat manusia dipermukaan bumi ini, seiring itu

dokumen-dokumen yang mirip
LAYANAN KONSELING TRAUMATIK BAGI KORBAN BENCANA BANJIR DI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 70 TAHUN 2012 TENTANG

Dampak Peliputan Traumatik pada Masyarakat Umum dan Wartawan

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian bencana yang datang silih berganti menimbulkan trauma pada

MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU YANG SELAMAT (SURVIVOR) DARI BENCANA ALAM. Kartika Adhyati Ningdiah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

PENDAHULUAN Latar Belakang

Postraumatik stress bisa timbul akibat luka berat atau pengalaman yang menyebabkan organisme menderita kerusakan fisik maupun psikologis

BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL UNTUK SELF-EFFICACY SISWA DAN IMPLIKASINYA PADA BIMBINGAN KONSELING SMK DIPONEGORO DEPOK SLEMAN, YOGYAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

Makalah Analisis Kasus : Bencana Merapi. Disusun oleh : Carissa Erani

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah siswa, personel yang terlibat, harga bangunan, dan fasilitas yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kasus-kasus kekerasan terhadap anak akhir-akhir ini menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

ASKEP TRAUMA PSIKOLOGI PADA ANAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. P DENGAN GANGGUAN SISTIM PERSARAFAN : STROKE HEMORAGIK DI RUANG ANGGREK I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM TERHADAP PENANGANAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI PPT SERUNI KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

Definisi dan Jenis Bencana

BAB 1 PENDAHULUAN. Tsunami berasal dari bahasa Jepang, terbentuk dari kata tsu yang berarti. longsoran yang terjadi di dasar laut (BMKG, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG SINDROM TRAUMA DAN COGNITIVE-BEHAVIOR THERAPY

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG CADANGAN PANGAN PEMERINTAH DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

Sekolah Petra (Penanganan Trauma) Bagi Anak Korban Bencana Alam

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATIPANDEGLANG,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. proses pendidikan yang harus dilalui baik pendidikan keluarga maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

BAB I PENDAHULUAN. muncul berbagai tantangan dan persoalan serba kompleksitasnya.

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada pasien kanker amputasi dilakukan sebagai prosedur menyelamatkan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugerah, anak adalah titipan dari Allah SWT. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi

Definisi dan Jenis Bencana

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA

Powered by TCPDF (

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

OLEH : Letkol Laut ( K/W) Drg. R Bonasari L Tobing, M.Si INTERVENSI PSIKOSOSIAL PADA BENCANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN PENGELOLAAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF SISWA KELAS X UPTD SMAN 1 MOJO KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BUPATI SIAK PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOM OR TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. keluarga telah mencapai resiliensi sebagaimana dilihat dari proses sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

Perilaku Koping pada Penyandang Epilepsi

BABI PENDAHULUAN. Di negara maju, penyakit stroke pada umumnya merupakan penyebab

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

STRATEGI KOPING PADA KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGALAMI AMPUTASI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

Bencana dan Permasalahannya

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2013 TENTANG SANTUNAN DAN BANTUAN SOSIAL BERUPA UANG UNTUK KORBAN BENCANA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

Kecemasan Terhadap Kematian

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

Transkripsi:

92 Muhammad Putra Dinata Saragi: Konseling Traumatik KONSELING TRAUMATIK Muhammad Putra Dinata Saragi dinatasaragi@gmail.com Abstrak: Trauma merupakan keadaan yang disebabkan luka yang terjadi di masa lalu. Keadaan trauma harus mendapatkan penanganan segera agar kehidupan efektif manusia itu tidak sampai terus menerus terganggu. Guncangan psikologis yang dahsyat akibat kehilangan orang-orang yang dicintai, kehilangan sanak keluarga, dan kehilangan pekerjaan, bisa memengaruhi kestabilan emosi para korban gempa. Konselor sebagai salah seorang yang mampu memberikan terapi konseling traumatik dengan tujuan agar keadaan trauma ini dapat dihilangkan dari diri manusia. Kata kunci: Konselor, Trauma, Konseling Traumatik A. Pendahuluan Sepanjang sejarah kehidupan umat manusia dipermukaan bumi ini, seiring itu pula keberagaman persoalan muncul silih berganti seolah tidak pernah habishabisnya, seperti konflik, kekerasan, dan pertumpahan darah. Belum lagi problematika alamiah seperti bencana alam; gempa bumi, tsunami, meletus gunung api, tanah longsor, banjir, dan badai topan. Keberagaman peristiwa dan pengalaman yang menakutkan tersebut, selain telah memporak-porandakan kondisi fisik lingkungan hidup, juga merusak ketahanan fungsi mental manusia yang mengalaminya, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam waktu yang singkat dan jangka panjang. Gambaran peristiwa dan pengalaman yang demikian dinamakan dengan trauma. 1 Berbedanya gejala trauma dalam realitas yang dihadapi manusia perlu ditangani secara bijak oleh para ahli atau masyarakat secara utuh. Karena itu dengan terdeteksinya gejala-gejala awal dari suatu peristiwa trauma, maka akan memudahkan kita dalam upaya pemberian bantuan (konseling) secara baik dan berkelanjutan. Dalam melakukan konseling traumatik, keberadaan konsep deteksi awal akan menjadi hal yang penting untuk dipahami dan diperhatikan oleh pemberi bantuan sehingga tergambar berbagai sifat atau jenis trauma yang diderita korban, seperti trauma ringan, sedang dan berat. Namun, tidak semua peristiwa 1 Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 7.

Consilium: Volume IV, Nomor 4, Tahun 2017 93 atau pengalaman yang dialami manusia itu bermuara pada trauma. Biasanya kejadian dan pengalaman yang buruk, mengerikan, menakutkan atau mengancam keberadaan individu yang bersangkutan, maka kondisi ini akan berisiko memunculkan rasa trauma. Sementara, peristiwa dan pengalaman yang baik atau menyenangkan, orang tidak menganggap itu suatu kondisi yang trauma. Kondisi trauma (traumatics) biasanya berawal dari keadaan stres yang mendalam dan berlanjut yang tidak dapat diatasi sendiri oleh individu yang mengalaminya. Stres adalah suatu respon/reaksi yang diterima individu dari rangsangan lingkungan sekitar, baik yang berupa keadaan, peristiwa maupun pengalaman pengalaman, yang menjadi beban pikiran terus menerus dan pada akhirnya bermuara pada trauma. Untuk menanggulangi keberlanjutan trauma sejak kanak-kanak hingga dewasa, kiranya perlu segera dilakukan upaya deteksi dini. Sejauh mana trauma berkembang, bagaimana sifat atau jenisnya. Bila keadaan trauma dalam jangka panjang, maka itu merupakan suatu akumulasi dari peristiwa atau pengalaman yang buruk dan memilukan. Dan, konsekuensinya adalah akan menjadi suatu beban psikologis yang amat berat dan mempersulit proses penyesuaian diri seseorang, akan menghambat perkembangan emosi dan sosial individu (anak) dalam berbagai aplikasi perilaku dan sikap, seperti dalam hal proses belajar mengajar (pendidikan) atau pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu (anak) lainnya secara luas. B. Traumatik dalam Konseling Dalam pengertiannya konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu, makna bantuan itu sendiri, yaitu sebagai upaya untuk membantu orang lain agar mencapai kemandirian, mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya. Tugas konselor adalah menciptakan kondisi-kondisi fasilitatif yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan klien. Sementara itu, tujuan konseling mengadakan perubahan perilaku pada klien sehingga memungkinkan hidupnya lebih produktif dan menjadi normal kembali. 2 Konseling merupakan bantuan yg bersifat terapeutis yg diarahkan untuk mengubah sikap dan perilaku konseli, dilaksanakan face to face antara konseli dan konselor, melalui teknik wawancara dengan konseling sehingga dapat terentaskan permasalahan yang dialaminya. Trauma berasal dari bahasa Yunani tramatos yang artinya luka. Dalam kamus konseling (1997: 231) Traumatik adalah pengalaman dengan tiba-tiba mengejutkan yang meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga dapat merusak fisik maupun psikologis. 3 Konseling traumatik yaitu konseling yang diselenggarakan dalam 2 Ibid, hlm. 16. 3 Winkel dan Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yoyakarta: Media Abadi, 2006), hlm. 54.

94 Muhammad Putra Dinata Saragi: Konseling Traumatik rangka membantu konseli yang mengalami peristiwa traumatik, agar konseli dapat keluar dari peristiwa traumatik yang pernah dialaminya dan dapat mengambil hikmah dari peristiwa trauma tersebut. Konseling traumatik merupakan kebutuhan mendesak untuk membantu para korban mengatasi beban psikologis yang diderita akibat bencana gempa dan Tsunami. Guncangan psikologis yang dahsyat akibat kehilangan orang-orang yang dicintai, kehilangan sanak keluarga, dan kehilangan pekerjaan, bisa memengaruhi kestabilan emosi para korban gempa. Mereka yang tidak kuat mentalnya dan tidak tabah dalam menghadapi petaka, bisa mengalami guncangan jiwa yang dahsyat dan berujung pada stres berat yang sewaktuwaktu bisa menjadikan mereka lupa ingatan atau gila. Konseling traumatik dapat membantu para korban bencana menata kestabilan emosinya sehingga mereka bisa menerima kenyataan hidup sebagaimana adanya meskipun dalam kondisi yang sulit. Konseling traumatik juga sangat bermanfaat untuk membantu para korban untuk lebih mampu mengelola emosinya secara benar dan berpikir realistik. 4 Penyebab terjadinya trauma kondisi trauma yang dialami individu (anak) disebabkan oleh berbagai situasi dan kondisi, di antaranya: 1. Peristiwa atau kejadian alamiah (bencana alam), seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, angin topan, dsb. 2. Pengalaman dikehidupan sosial ini (psiko-sosial), seperti pola asuh yang salah, ketidak adilan, penyiksaan (secara fisik atau psikis), teror, kekerasan, perang, dsb. 3. Pengalaman langsung atau tidak langsung, seperti melihat sendiri, mengalami sendiri (langsung) dan pengalaman orang lain (tidak langsung), dsb. 5 Dalam kajian psikologi dikenal beberapa jenis trauma sesuai dengan penyebab dan sifat terjadinya trauma, yaitu trauma psikologis, trauma neurosis, trauma psikosis, dan trauma diseases. a. Trauma Psikologis Trauma ini adalah akibat dari suatu peristiwa atau pengalaman yang luar biasa, yang terjadi secara spontan (mendadak) pada diri individu tanpa berkemampuan untuk mengontrolnya (loss control and loss helpness) dan merusak fungsi ketahanan mental individu secara umum. Ekses dari jenis trauma ini dapat menyerang individu secara menyeluruh (fisik dan psikis). b. Trauma Neurosis Trauma ini merupakan suatu gangguan yang terjadi pada saraf pusat (otak) individu, 4 Ibid, hlm. 63. 5 Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 87.

Consilium: Volume IV, Nomor 4, Tahun 2017 95 akibat benturan-benturan benda keras atau pemukulan di kepala. Implikasinya, kondisi otak individu mengalami pendarahan, iritasi, dsb. Penderita trauma ini biasanya saat terjadi tidak sadarkan diri, hilang kesadaran, dsb. yang sifatnya sementara. c. Trauma Psychosis Trauma psikosis merupakan suatu gangguan yang bersumber dari kondisi atau problema fisik individu, seperti cacat tubuh, amputasi salah satu anggota tubuh, dsb. yang menimbulkan shock dan gangguan emosi. Pada saat-saat tertentu gangguan kejiwaan ini biasanya terjadi akibat bayang-bayang pikiran terhadap pengalaman/ peristiwa yang pernah dialaminya, yang memicu timbulnya histeris atau fobia. d. Trauma Diseases Gangguan kejiwaan jenis ini oleh para ahli ilmu jiwa dan medis dianggap sebagai suatu penyakit yang bersumber dari stimulus-stimulus luar yang dialami individu secara spontan atau berulang-ulang, seperti keracunan, terjadi pemukulan, teror, ancaman, dsb. 6 C. Teknik dan Pendekatan Konseling Traumatik Adapun konseling yang akan diterapkan dalam kasus ini adalah harus dilakukan secara kontinyu, penuh kesabaran, penuh keikhlasan dan betul-betul ada kesadaran dari para profesional (orang-orang yang terlatih) untuk menanganinya secara baik. 1. Target dan Metode Layanan konseling traumatik pada prinsipnya dibutuhkan oleh semua korban selamat yang mengalami stres dan depresi berat, baik itu orang tua maupun anak-anak. Anakanak perlu dibantu untuk bisa menatap masa depan dan membangun harapan baru dengan kondisi yang baru pula. Bagi orang tua, layanan konseling traumatik diharapkan dapat membantu mereka memahami dan menerima kenyataan hidup saat ini; untuk selanjutnya mampu melupakan semua tragedi dan memulai kehidupan baru. Selain untuk menstabilkan kondisi emosional, layanan konseling traumatik bagi orang tua idealnya juga memberikan keterampilan yang dapat dijadikan modal awal memulai kehidupan baru dengan pekerjaan-pekerjaan baru sesuai kapasitas yang dimiliki dan daya dukung lingkungan. Dengan demikian, mereka bisa sesegera mungkin menjalani hidup secara mandiri sehingga tidak terus-menerus menyandarkan pada donasi pihak lain. Untuk mencapai efektivitas layanan, maka konseling traumatik dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yakni yang bersifat individual, khususnya untuk korban yang 6 Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 224.

96 Muhammad Putra Dinata Saragi: Konseling Traumatik tingkat stres dan depresinya berat, sementara itu bagi mereka yang beban psikologisnya masih pada derajat sedang, dapat dilakukan dengan pendekatan kelompok. Layanan konseling kelompok akan menjadi lebih efektif bila mereka juga difasilitasi untuk membentuk forum di antara sesama korban bencana. Lewat forum-forum yang mereka bentuk secara swadaya itulah nantinya mereka menemukan keluarga baru yang bisa dijadikan tempat untuk saling membantu keluar dari kesulitan yang memilukan. Menyembuhkan luka psikologis memang butuh waktu yang panjang dengan serangkaian proses psikologis yang konsisten. Oleh karena itu, seyogyanya pemerintah sesegera mungkin menerjunkan relawan yang bertugas memberikan layanan konseling traumatik. Seiring dengan semakin lancarnya bantuan logistik, layanan konseling seharusnya sudah mulai diberikan. Memang bisa dipahami adanya kesulitan pemerintah untuk menurunkan tim konseling traumatik karena tidak mudah mencari relawan yang memiliki basis ilmu pengetahuan dan pengalaman di bidang ini. Tapi bagaimanapun, layanan konseling traumatik harus bisa diwujudkan untuk membantu para korban bencana. 7 Perlu dicatat bahwa manusia tidak hidup hanya dengan makan dan minum saja, melainkan butuh sentuhan psikologis yang mampu menyalakan api kehidupan dalam dirinya. Pemerintah, lewat layanan konseling traumatik, juga diharapkan memfasilitasi terwujudnya pengembangan komunitas di daerah bencana yang bisa menjadi forum silaturahmi antarwarga korban gempa. 2. Menangani Trauma Penyebab trauma adalah peristiwa yang sangat menekan, terjadi secara tiba-tiba dan diluar kontrol seseorang, bahkan seringkali membahayakan kehidupan atau mengancam Jiwa. Kekerasan bisa menimbulkan trauma. Tak hanya fisik saja yang luka tapi juga psikis, rasa ketakutan dan terancam jiwanya, itu yang sulit disembuhkan. Trauma tak memandang usia. Anak kecil, remaja, maupun orang dewasa bisa mengalami trauma. Bedanya pada anak kecil, ia belum bisa memahami apa yang menimpa dirinya, dan trauma itu baru muncul setelah si anak dewasa. Trauma yang muncul setelah dewasa bisa mengakibatkan perubahan kepribadian, ia bisa menjadi orang yang pendendam dan kemungkinan menjadi pelaku kekerasan di kemudian hari. Oleh karena itu, trauma penting sekali untuk segera ditangani. Peran konselor yang dapat dilakukan segera adalah: a) Meredakan perasaan-perasaan (cemas/ gagal/ bodoh/ putus asa/ tidak berguna/ malu/ tidak mampu/ rasa bersalah) dengan menunjukkan sikap menerima situasi krisis, menciptakan keseimbangan pribadi dan penguasaan diri serta tanggungjawab terhadap diri konseli (mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang baru (situasi krisis). 7 A. Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 79.

Consilium: Volume IV, Nomor 4, Tahun 2017 97 b) Agar konseli dapat menerima kesedihan secara wajar. c) Memberikan intervensi langsung dalam upaya mengatasi situasi krisis. d) Memberikan dukungan kadar tinggi kepada konseling. 8 D. Kesimpulan Konseling traumatik merupakan kebutuhan mendesak untuk membantu para korban mengatasi beban psikologis yang diderita akibat bencana gempa, tsunami, guncangan psikologis yang dahsyat akibat kehilangan orang-orang yang dicintai, kehilangan sanak keluarga, dan kehilangan pekerjaan yang bisa memengaruhi kestabilan emosi para korban berbagai keadaan tersebut. Pelayanan konseling salah satu usaha yang mana diharapkan mampu mengentaskan keadaan traumatik dengan wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap (WPKNS) serta teknik dan metode yang diberikan oleh konselor, sehingga penderita trauma dapat kembali merasakan kehidupan efektif sehari-hari. DAFTAR PUSTAKA A. Hallen, Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Abu Ahmadi dan Ahmad Rohani, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 1991. Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan, Bandung: Refika Aditama, 2006. Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000. Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Winkel dan Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Yoyakarta: Media Abadi, 2006. 8 Ibid, hlm. 83.