BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB II Kerangka Pengembangan Sanitasi

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

Arah Pengembangan Sanitasi

Sia Tofu (Bersama dan Bersatu) dan Visi Pembangunan Kabupaten Pulau Taliabu Tahun

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB II ARAH PENGEMBANGAN SANITASI

2.1 Visi Misi Sanitasi

Mewujudkan Kota Padang sebagai Kota Pendidikan, Perdagangan dan Pariwisata Yang Sejahtera, Religius dan Berbudaya

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

Bab 2: Kerangka Pengembangan Sanitasi

Bab III Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB 3 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 3 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KOTA KOTAMOBAGU

BAB V Area Beresiko Sanitasi

2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

BAB 3 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 3.1. Visi dan Misi Sanitasi Kota Manggarai Barat

BAB.3 Kerangka Pembangunan Sanitasi

Strategi Sanitasi Kabupaten OKU TIMUR

MEWUJUDKAN SANITASI KOTA BANJARMASIN 50 AL, 90 PS, 90 DR DAN 100 AM TAHUN

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB II : KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

Strategi Sanitasi Kabupaten Tahun

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

Bab 3 Rencana Kegiatan Pembangunan Sanitasi

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

L-3. Kerangka Kerja Logis TABEL KKL. Pemutakhiran SSK Kabupaten Batang L3-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Bab 3 : Strategi Percepatan Pembangunan Sanitasi

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI

BAB II : KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB II : KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

Bab 4 Strategi Pengembangan Sanitasi

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

Matrik Kerangka Kerja Logis Kabupaten Luwu

LAMPIRAN 2 LAMPIRAN 2 ANALISIS SWOT

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

1. Sub Sektor Air Limbah

BAB III. Kerangka Pengembangan Sanitasi

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan

Bab III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

STRATEGI SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 2014 BAB I PENDAHULUAN

Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA

Pertemuan Konsultasi dengan Tim Pengarah

DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN

KOTA TANGERANG SELATAN

Memorandum Program Percepatan Pembangunan Sanitasi BAB 1 PENDAHULUAN

STRATEGI MONEV SETRATEGI SANITASI KOTA KABUPATEN PELALAWAN

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB II. sektor sanitasi

PENYUSUNAN KEBIJAKAN STRATEGI SANITASI KOTA TANGERANG 1

Matriks SWOT Merumuskan Strategi Pengelolaan Drainase Perkotaan Kabupaten Luwu

DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN. Review Penyusunan Masterplan Air Limbah. Menyediakan dokumen perencanaan air limbah domestik skala Kabupaten

Lampiran 2. Hasil Analisis SWOT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STRATEGI SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG 2014 KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

LAMPIRAN V DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

B A B V PROGRAM DAN KEGIATAN

Transkripsi:

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1. Visi Misi Sanitasi Visi dan misi sanitasi telah dirumuskan untuk memberi arahan bagi pengembangan sanitasi Kabupaten Jeneponto dalam rangka mencapai visi dan misi Kabupaten. Keterkaitan antara visi dan misi Kabupaten Jeneponto dengan visi dan misi sanitasi sangat mendukung pencapaian misi kabupaten. (lihat tabel 2.1. Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten Jeneponto) Tabel 2.1. Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten Jeneponto VISI KABUPATEN MISI KABUPATEN VISI SANITASI KABUPATEN MISI SANITASI KABUPATEN Mewujudkan Pemerintahan yang baik dan penguatan daya saing daerah menuju masyarakat Jeneponto yang sejahtera 1. Mewujudkan tata Pemerintahan yang baik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang berdasarkan prinsipprinsip good governance 2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) 3. Membangun kemandirian ekonomi masyarakat dengan mengoptimalkan sumber daya daerah yang berpijak pada pemberdayaan masyarakat, berkelanjutan yang bertumpu pada potensi lokal 4. Mewujudkan tata kelola keuangan daerah yang efektif,efesien,produktif,transpa ran dan akuntabel 5. Mewujudkan pembangunan infrastruktur dan pelayanan dasar disetiap kelurahan/desa yang merujuk pada prinsip Terciptanya Sanitasi Yang Berwawasan Lingkungan Menuju Jeneponto Sebagai Kabupaten terkemuka di Sulawesi Selatan Tahun 2019 Misi Air Limbah Domestik - Mengembangkan cakupan layanan pengelolaan air limbah yang ramah lingkungan. - Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan air limbah secara mandiri. - Mengembangkan lembaga pengelolaan air limbah yang profesional dan berkelanjutan. Misi Persampahan - Mengembangkan cakupan layanan pengelolaan persampahan yang ramah lingkungan. - Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan persampahan secara 6

pengembangan dan tata ruang dan lingkungan pemukiman yang berkelanjutan 6. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama mandiri. - Mengembangkan lembaga pengelolaan persampahan yang profesional dan berkelanjutan. Misi Drainase - Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana drainase - Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan drainase secara mandiri. Sumber : Hasil Kajian Pokja AMPL Kab. Jeneponto Tahun 2014 Misi PHBS Terkait Sanitasi - Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam peningkatan kualitas kesehatan lingkungan. - Meningkatkan pelayanan publik untuk kesejahteraan masyarakat. 2.2. Tahapan Pengembangan Sanitasi Pencapaian pembangunan sektor sanitasi disusun dengan melakukan analisis terhadap kondisi wilayah saat ini serta arah pengembangan secara menyeluruh berdasarkan dokumen dokumen perencanaan yang telah ada. Perkembangan pembangunan yang cukup pesat memerlukan antisipasi pengelolaan agar tidak mencemari dan menurunkan kualitas lingkungan, terutama air tanah dan air permukaan. Untuk itu perlu disusun pentahapan pembangunan mulai dari jangka pendek, jangka menengah hingga pembangunan jangka panjang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi pada masing-masing kawasan. 2.2.1. Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik 7

Sesuai pembahasan Buku Putih Sanitasi (BPS), berdasarkan permasalahan mendesak sistem pengelolaan air limbah domestik di kabupaten Jeneponto, sebagai berikut: 1. Sistem pengelolaan air limbah domestik mayoritas menggunakan on-site system (setempat) dimana limbah buangan langsung dialirkan ke sungai tanpa pengelolaan terlebih dahulu sehingga berpotensi mencemari air tanah dan sungai. Berdasarkan studi EHRA, tempat penyaluran akhir tinja di Kabupaten Jeneponto sebesar 3,00% masih menggunakan cubluk atau lobang tanah dan 57,10% menggunakan tangki septik. Dari yang menggunakan tangki septik diperoleh data bahwa 96,40% suspek tidak aman. 2. Kelembagaan sanitasi masih lemah, kondisi ini menuntut adanya peningkatan kapasitas cakupan layanan pengelolaan air limbah. Padahal sampai saat ini belum ada layanan penyedotan lumpur tinja. 3. Pendanaan dan pembiayaan masih belum mencukupi baik dari pemerintah maupun pihak swasta, sehingga berdampak pada terbatasnya penyediaan sarana dan parasarana, sistem maupun cakupan layanan pengelolaan air limbah domestik. Beberapa kriteria yang menjadi pertimbangan dalam memecahkan permasalahan diatas adalah kepadatan penduduk, klasifikasi wilayah, karakteristik tata guna lahan, serta resiko kesehatan lingkungan. Analisis yang dilakukan menghasilkan suatu peta yang menggambarkan zona dan sistem pengelolaan air limbah yang akan menjadi bahan untuk perencanaan pengembangan sistem pengelolaan air limbah. Berdasarkan kondisi tersebut serta memperhatikan faktor-faktor lain seperti rencana tata guna lahan dan kondisi tanah, maka sistem pengelolaan air limbah di Kabupaten Jeneponto dibagi ke dalam 3 zonasi sistem. (lihat Peta 2.1. Peta Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik) Berdasarkan Pemetaan tersebut dihasilkan suatu peta yang menggambarkan kebutuhan sistem pengelolaan air limbah untuk perencanaan pengembangan 8

sistem. Peta tersebut terbagi dalam beberapa zonasi, dimana zona tersebut sekaligus merupakan dasar bagi kabupaten dalam merencanakan pengembangan sanitasi. Rencana pengembangan tersebut diilustrasikan sebagai berikut: Zona 1, merupakan area dengan tingkat kepadatan rendah yang dapat diatasi dalam jangka pendek melalui pilihan sistem setempat (on-site) dalam skala rumah tangga (household based). Dengan opsi teknologi Jamban tangki septik SNI dan penanganan untuk perubahan perilaku dengan pemicuan (CLTS). Zona 2, merupakan area dengan tingkat resiko sanitasi yang dapat diatasi dalam jangka menengah dengan perubahan perilaku. Karena merupakan daerah kepadatan penduduk kategori sedang maka pemilihan sistemnya adalah sistem komunal. Dengan opsi teknologi MCK++, tangki septik komunal dan IPAL komunal. Desa dan kelurahan yang termasuk dalam katagori ini adalah Desa Bontorannu dan Kapita Kecamatan Bangkala, Desa Bulujaya dan Barana Kecamatan Bangkala Barat, Desa Bontotangnga dan Tonrokassi Kecamatan Tamalatea, Kelurahan Empoang dan Pabiringa Kecamatan Binamu dan Desa Tolo Kecamatan Kelara. Zona 3, merupakan kawasan permukiman dengan tingkat kepadatan sedang dan daerah perdagangan yang harus diatasi dengan pilihan sistem terpusat (off-site) dalam jangka menengah. Zona ini mencakup kawasan pusat perkotaan di Kecamatan Binamu yaitu Kelurahan Empoang, Pabiringa, Empoang selatan, Balang dan Balangtoa. 9

10

No Dengan ilustrasi dan deskripsi seperti digambarkan diatas maka tahapan pengembangan air limbah domestik dibagi dalam 3 tahapan, yaitu: 1. Tahapan Jangka Pendek Dalam 2 tahun, diharapkan akses sanitasi air limbah domestik yang layak dan berwawasan lingkungan dapat mencapai 17,00%. 2. Tahapan Jangka Menengah Untuk Jangka menengah diharapkan cakupan layanan air limbah dapat ditingkatkan menjadi 47,00%. Diharapkan pula Kabupaten Jeneponto telah ODF 92%. Hal ini dapat di capai melalui program-program pemicuan dan kampanye kesehatan di tingkat Desa/kelurahan. 3. Tahapan Jangka Panjang Untuk Jangka Panjang diharapkan akses air limbah dapat ditingkatkan menjadi 82,00%. Untuk cakupan MCK++ tetap dikembangkan mengingat kecenderungan masyarakat yang lebih dominan memilih sistem on-site (setempat) dan off-site. (lihat Tabel 2.2. Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik Kabupaten Jeneponto) Tabel 2.2. Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik Kabupaten Jeneponto Sistem Cakupan layanan eksisting (%) Target cakupan layanan (%) Jangka pendek (s/d 2016) Jangka menengah (s/d 2019) Jangka panjang (s/d 2024) (a) (b) (c) (d) (e) (f) A Buang Air Besar Sembarangan (BABs) 28,03 20 8 0 B Sistem On-site (setempat) 1 Cubluk dan sejenisnya 66,09 63 50 25 2 Individual (Tangki Septik) 5,70 15 35 65 C Sistem Komunal 1 MCK++ 0,15 1 1 2 2 IPAL Komunal 0 0 2 3 3 Tangki Septik Komunal 0,03 1 2 2 D Sistem Off-site (terpusat) 0 0 2 3 TOTAL 100 100 100 100 Sumber : Hasil Kajian Pokja AMPL Kab. Jeneponto Tahun 2014 11

2.2.2. Tahapan Pengembangan Persampahan Ada beberapa yang menjadi permasalahan mendesak pengelolaan persampahan yang tertuang di Buku Putih Sanitasi (BPS), sebagai berikut : 1. Jumlah penduduk cenderung meningkat, menyebabkan volume sampah bertambah dan sebagian besar masyarakat masih melakukan penanganan sampah dengan membakar dan membuang ke saluran/sungai, informasi wawasan dan tingkat kesadaran pentingnya pengelolaan sampah secara baik dan benar relatif masih rendah terutama penerapan konsep 3R. Penanganan sampah ditingkat masyarakat berdasarkan studi EHRA masih sebagian besar diolah dengan cara dibakar yaitu 53,60% dan masih cukup besar dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk sebesar 23,90% serta dibuang kesungai/laut 2,50%. 2. Pendanaan dan pembiayaan masih belum memadai baik dari pemerintah maupun pihak swasta, sehingga berdampak pada terbatasnya penyediaan sarana dan parasarana, sistem maupun cakupan layanan pengelolaan persampahan. 3. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) masih belum dikelola sesuai standar, masih sistem open dumping. Penentuan Target pelayanan persampahan di Kabupaten Jeneponto lebih ditekankan pada pengelolaan sampah perkotaan. Untuk daerah perdesaan peningkatan layanan persampahan lebih ditekankan pada peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Terdapat dua kriteria utama dalam penetapan prioritas penanganan persampahan, yaitu tata guna lahan/klasifikasi wilayah dan kepadatan penduduk. Kedua kriteria tersebut sangat berhubungan dengan aktivitas penghuninya yang akan mempengaruhi perhitungan jenis dan volume timbulan sampah. Dari hasil analisis yang didasarkan pada kedua kriteria tersebut, rencana pengembangan persampahan diilustrasikan sebagai berikut: 12

Zona 1, merupakan area penanganan jangka menengah ke panjang, umumnya berada diarea-area dengan kepadatan penduduk 25-100 orang/ha dan bukan fungsi pelayanan jasa dan perdagangan dengan cakupan secukupnya. Pada zona ini, dikembangkan pengolahan sampah berskala rumah tangga dengan ditunjang program sosialisasi pengolahan sampah yang ramah lingkungan. Zona 2, merupakan area rural dengan tingkat kepadatan lebih besar 100 orang/ha yang dapat diatasi dalam jangka pendek ke menengah dengan pilihan system penanganan sampah dengan cakupan pelayanan minimal 70% dengan metode tidak langsung (TPS-TPA). Pengolahan sampah yang berbasis Rumah Tangga, dengan opsi teknologi penyediaan sarana pengumpulan dan pengolahan sampah sementara. Zona 3, merupakan area pusat pelayanan tingkat kabupaten serta Kawasan Permukiman padat dan Perdagangan (CBD) yang harus ditangani secara jangka pendek. Zona ini mencakup kawasan perkotaan di Kecamatan Binamu Kelurahan Monro-Monro, Sidenre, Empoang Selatan, Empoang, Balang Toa, Balang dan Balangberu dengan opsi pengembangan pelayanan persampahan hingga 100% dengan metode pengumpulan langsung (RT-TPS-TPA) serta pelayanan penyapuan jalan (street sweeper) dan pengolahan sampah 3R pada lokasi-lokasi publik seperti pasar, pusat pertokoan, terminal, dan lain lain. (lihat Peta 2.2. Peta Tahapan Pengembangan Persampahan) 13

14

Berdasrkan ilustrasi seperti yang tergambarkan diatas maka tahapan pengembangan persampahan dibagi dalam 3 tahapan, yaitu: 1. Tahapan Jangka Pendek Untuk tahapan pengembangan persampahan jangka pendek, capain yang diharapkan untuk sampah yang terangkut baik secara langsung maupun tidak langsung mencapai 20,00%. 2. Tahapan Jangka Menengah Pada tahun 2019 cakupan layanan persampahan ditargetkan mencapai 35,00%. Dimana penanganan langsung (RT-TPS-TPA) serta pelayanan penyapuan jalan sebesar 20,00% dan pelayanan tidak langsung sebesar 15,00%. 3. Tahapan Jangka Panjang Cakupan layanan persampahan sampai saat ini masih tergolong sangat rendah yaitu 5,00%, untuk capaian jangka panjang selama 10 tahun ditargetkan cakupan layanan persampahan mencapai 50,00% dengan kenaikan sebesar 80%. (lihat Tabel 2.3. Tahapan Pengembangan Persampahan Kabupaten Jeneponto) Tabel 2.3. Tahapan Pengembangan Persampahan Kabupaten Jeneponto No Sistem Cakupan layanan eksisting (%) Target cakupan layanan (%) Jangka pendek (s/d 2016) Jangka menengah (s/d 2019) Jangka panjang (s/d 2024) (a) (b) (c) (d) (e) (f) A 1 2 B Sampah yang terangkut Penanganan Langsung (direct) Penanganan Tidak Langsung (indirect) Dikelola mandiri oleh masyarakat atau belum terlayani 4 10 20 25 1 10 15 25 95 80 65 50 TOTAL 100 100 100 100 Sumber : Hasil Kajian Pokja AMPL Kab. Jeneponto Tahun 2014 15

2.2.3. Tahapan Pengembangan Drainase Pengembangan sub sektor drainase memerlukan analisis yang tepat untuk menentukan pengembangan sistem yang sesuai dengan kebutuhan masingmasing wilayah agar pengembangan sistem drainase dapat berjalan dengan efektif dan berkesinambungan dalam mengatasi permasalahan drainase. Permasalahan mendesak sistem pengelolaan drainase di kabupaten Jeneponto, sebagai berikut: 1. Dokumen perencanaan drainase secara komprehensif dan terintegrasi belum memadai. 2. Penyempitan penampang drainase, baik yang disebabkan oleh sedimentasi maupun sampah. 3. Regulasi sektor sanitasi khususnya drainase perkotaan belum ada, baik yang mengatur layanan secara teknis, operasional maupun retribusi. Untuk menentukan wilayah pengembangan drainase yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing wilayah di tingkat Desa/kelurahan, maka disusunlah prioritas pengembangan sistem drainase. Penentuan daerah prioritas ini disusun berdasarkan beberapa kriteria seleksi yaitu: kepadatan penduduk, klasifikasi wilayah (perkotaan atau perdesaan), peruntukan wilayah serta resiko kesehatan lingkungan. Kondisi topografi yang dominan dataran tinggi di Kabupaten Jeneponto secara langsung meminimalkan ancaman genangan/banjir. Kajian studi EHRA menunjukkan bahwa 51,60% rumah tangga di Kabupaten Jeneponto tidak pernah mengalami banjir rutin. (lihat Peta 2.3. Peta Tahapan Pengembangan Drainase Perkotaan) 16

17

Merujuk ke sistem jaringan drainase berdasarkan RTRW, untuk kawasan perkotaan Bontosunggu, drainase primer dikembangkan melalui aliran pembuangan utama Sungai Jene Ponto Target layanan sub sektor drainase sesuai kondisi genangan seluas 1.125,6 ha. Berkurangnya genangan 100% pada tahun 2019, dimana, pencapaian dilakukan bertahap dengan prioritas penangan berdasarkan area beresiko sanitasi drainase perkotaan dan tidak terjadinya genangan lebih 2 kali/tahun. (lihat Tabel 2.4. Tahapan Pengembangan Drainase Perkotaan Kabupaten Jeneponto) Tabel 2.4. Tahapan Pengembangan Drainase Perkotaan Kabupaten Jeneponto No Kecamatan Luas Genangan eksisting (ha) Jangka pendek (s/d 2016) Luas Genangan (ha) Jangka menengah (s/d 2019) Jangka panjang (s/d 2024) (a) (b) (c) (d) (e) (f) 1 Bangkala Barat 54,9 30,0 0,00 0,00 2 Bangkala 293,3 150,0 0,00 0,00 3 Arungkeke 116,3 60,0 0,00 0,00 4 Bonto Ramba 292,5 140,0 0,00 0,00 5 Binamu 177,3 80,0 0,00 0,00 6 Tamalatea 150,1 70,0 0,00 0,00 7 Tarowang 41,2 20,0 0,00 0,00 TOTAL 1.125,6 550,0 0,00 0,00 Sumber : Hasil Kajian Pokja AMPL Kab. Jeneponto Tahun 2014 2.3. Perkiraan Pendanaan Pengembangan Sanitasi Faktor penting lain yang sangat menentukan penentuan sistem dan cakupan pelayanan sanitasi adalah faktor pembiayaan yang sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah. Berdasarkan kebutuhan dan merujuk pada dokumen APBD 4 tahun terakhir, maka Pokja Sanitasi Kabupaten Jeneponto melakukan proyeksi dan perhitungan tentang pendanaan sanitasi Kabupaten Jeneponto 5 tahun kedepan. Kajian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran jelas mengenai kemampuan daerah dalam pendanaan sanitasi sebagaimana yang dimaksudkan dalam dokumen 18

ini. Untuk mendapatkan gambaran tersebut maka analisis difokuskan pada aspek belanja dalam APBD Kabupaten Jeneponto. Dalam Buku Putih Sanitasi Kabupaten Jeneponto, tergambar beberapa sumber pendanaan dan besaran nilai pendanaan yang dipergunakan dalam pembangunan sarana sanitasi. Perkiraan kebutuhan pendanaan sanitasi untuk tahun 2015-2019 diproyeksikan berdasarkan asumsi bahwa proses pembangunan sanitasi diupayakan mengalami percepatan dengan indeks kenaikan proporsi anggaran mengikuti rata-rata progres pertumbuhan yang terjadi dalam kurun waktu masa penganggaran tahun 2010-2013. Dalam masa penganggaran tahun 2010-2013, pertumbuhan rata-rata belanja APBD murni untuk sanitasi 45,85%. Untuk mencapai percepatan pembangunan sanitasi, perkiraan besaran komitmen pendanaan sanitasi tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 mencapai Rp.24.624.283.205. (Lihat Tabel 2.5. Perhitungan Pertumbuhan Pendanaan APBD Kabupaten Jeneponto Untuk Sanitasi dan Tabel 2.6. Perkiraan Besaran Pendanaan Sanitasi Ke Depan) Proyeksi kenaikan APBD murni terhadap sanitasi didasari pada pertumbuhan pengalokasian anggaran sanitasi tahun 2010-2013 dari belanja langsung APBD. Berdasarkan alokasi anggaran sanitasi diperkirakan besaran pendanaan APBD Kabupaten Jeneponto untuk kebutuhan operasional/pemeliharaan aset sanitasi terbangun hingga tahun 2019 tiap sub sektor. Dimana, total perkiraan kebutuhan operasional/pemeliharaan sesuai aset sanitasi terbangun Rp.217.062.700. (Lihat Tabel 2.7. Perhitungan Pertumbuhan Pendanaan APBD Kabupaten Jeneponto untuk Operasional/Pemeliharaan Sanitasi dan Tabel 2.8. Perkiraan besaran pendanaan APBD Kabupaten Jeneponto untuk kebutuhan operasional/pemeliharaan aset sanitasi terbangun hingga tahun 2019) Kemampuan daerah untuk berkomitmen dalam penganggaran sanitasi diproyeksikan 0,70% dari belanja langsung Kabupaten Jeneponto. Salah satu strategi Pokja Sanitasi dalam pemenuhan kebutuhan pendanan sanitasi adalah mencari alternatif sumber pendanaan diluar APBD Kabupaten. (Lihat Tabel 2.9. Perkiraan Kemampuan APBD Kabupaten Jeneponto dalam Mendanai Program/Kegiatan SSK) 19

No Uraian Tabel 2.5. Perhitungan Pertumbuhan Pendanaan APBD Kabupaten Jeneponto Untuk Sanitasi Belanja Sanitasi (Rp.) 2010 2011 2012 2013 Rata-rata Pertumbuhan (%) 1 Belanja Sanitasi (1.1+1.2+1.3+1.4) 649.610.000,00 1.072.726.000,00 98.822.000,00 577.409.560,00 45,85 1.1 Air Limbah Domestik - 207.626,00 34.602.000,00 - -83,33 1.2 Sampah Rumah Tangga 649.610.000,00 - - 1.050.000,00-99,83 1.3 Drainase Perkotaan - 700.000.000,00 - - - 1.4 PHBS - 164.650.000,00 64.220.000,00 576.359.560,00-60,99 2 Dana Alokasi Khusus (2.1+2.2+2.3) - - - - - 2.1 DAK Sanitasi - - - - - 2.2 DAK Lingkungan Hidup - - - - - 2.3 DAK Perumahan dan Permukiman - - - - - 3 Pinjaman/Hibah Untuk Sanitasi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Belanja APBD Murni Untuk Sanitasi (1-2-3) 649.610.000,00 1.072.726.000,00 98.822.000,00 577.409.560,00 45,85 Total Belanja Langsung - - - - - % APBD Murni Terhadap Belanja Langsung - 1,60 0,47 1,36 Komitmen Pendanaan APBD untuk pendanaan sanitasi ke depan (% terhadap belanja langsung ataupun penetapan nilai absolut) 0,7 Sumber: Laporan Realisasi APBD Tahun 2010 2013, Bappeda 20

Tabel 2.6. Perkiraan Besaran Pendanaan Sanitasi Ke Depan No Uraian Perkiraan Belanja Murni Sanitasi (Rp.) 2015 2016 2017 2018 2019 Total Pendanaan 1 2 Perkiraan Belanja Langsung Perkiraan APBD Murni Untuk sanitasi - - - - - - 2.644.535.785 3.591.279.596 4.876.957.691 6.622.908.544 8.993.909.803 26.729.591.420 3 Perkiraan Komitmen Pendanaan Sanitasi Sumber: Hasil Kajian Pokja AMPL Kab. Jeneponto Tahun 2014 2.670.981.143 3.498.985.297 4.583.670.740 6.004.608.669 7.866.037.356 24.624.283.205 21

Tabel 2.7. Perhitungan Pertumbuhan Pendanaan APBD Kabupaten Jeneponto untuk Operasional/Pemeliharaan Sanitasi No Uraian Belanja (RpX 1000) 2010 2011 2012 2013 Rata-rata Pertumbuhan (%) 1 Belanja Sanitasi 1.1 Air Limbah Domestik 1.1.1 Biaya Oprasional/Pemeliharaan (justified) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1.2 Sampah Rumah Tangga 1.2.1 Biaya Oprasional/Pemeliharaan (justified) - 164.650. 64.220. 576.295. 73,6 1.3 Drainase Perkotaan 1.3.1 Biaya Oprasional/Pemeliharaan (justified) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Sumber : Laporan Realisasi APBD Tahun 2010-2013, Bappeda 22

Tabel 2.8. Perkiraan Besaran Pendanaan APBD Kabupaten Jeneponto untuk Kebutuhan Operasional/Pemeliharaan Aset Sanitasi Terbangun hingga Tahun 2019 No Uraian Biaya Operasional/Pemeliharaan (Rp.) 2015 2016 2017 2018 2019 Total Pendanaan 1 Belanja Sanitasi 1.1 Air Limbah Domestik 1.1.1 Biaya Oprasional/Pemeliharaan (justified) 3.255.753 5.651.987 9.811.850 17.033.371 29.569.932 65.322.894 1.2 Sampah Rumah Tangga 1.2.1 Biaya Oprasional/Pemeliharaan (justified) 4.726.592 8.205.364 14.244.511 24.728.472 42.928.627 94.833.566 1.3 Drainase Perkotaan 1.3.1 Biaya Oprasional/Pemeliharaan (justified) 2.834.764 4.921.150 8.543.117 14.830.851 25.746.357 56.876.240 Sumber : Hasil Kajian Pokja AMPL Kab. Jeneponto Tahun 2014 23

Tabel 2.9. Perkiraan Kemampuan APBD Kabupaten Jeneponto dalam Mendanai Program/Kegiatan SSK No 1 2 Uraian Perkiraan Kebutuhan Operasional/Pemeliharaan Perkiraan APBD Murni untuk Sanitasi Pendanaan (Rp.) Total Pendanaan 2015 2016 2017 2018 2019 10.817.109 18.778.501 32.599.478 56.592.694 98.244.916 217.032.698 2.644.535.785 3.591.279.596 4.876.957.691 6.622.908.544 8.993.909.803 26.729.591.420 3 4 5 Perkiraan Komitmen Pendanaan Sanitasi Kemampuan Mendanai SSK (APBD Murni) (2-1) Kemampuan Mendanai SSK (Komitmen) (3-1) Sumber: Hasil Kajian Pokja AMPL Kab. Jeneponto Tahun 2014 2.670.981.143 3.498.985.297 4.583.670.740 6.004.608.669 7.866.037.356 24.624.283.205 2.633.718.676 3.572.501.095 4.844.358.213 6.566.315.850 8.895.664.887 26.512.558.722 2.660.164.034 3.480.206.796 4.551.071.262 5.948.015.975 7.767.792.440 24.407.256.507 24