BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu cara untuk melihat perkembangan ekonomi suatu negara adalah dengan melihat tingkat perkembangan dunia pasar modal. Pasar modal juga mempunyai peranan penting untuk dapat memenuhi kebutuhan modal bagi dunia usaha agar tetap eksis dan sebagai wahana investasi bagi investor dalam maupun luar negeri (Sartono, 2010:23). Pasar modal adalah pasar yang memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih satu tahun seperti saham dan obligasi (Tandelilin, 2001:13). Aktivitas investasi yang dilakukan para investor pada dasar modal dihadapkan pada kondisi yang tidak pasti dan penuh dengan risiko para investor akan mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya ke perusahaan mana ia harus menanamkan modalnya sehingga keputusan investasi yang mereka lakukan sesuai dengan yang diharapkan. Dari kegiatan investasi yang dilakukan oleh para investor tentunya memiliki tujuan yaitu untuk mendapatkan return. Return tersebut dapat berupa pendapatan dividen maupun pendapatan dari selisih harga jual saham terhadap harga belinya (capital gain). Dalam hal pendapatan dividen perusahaan dihadapkan pada sebuah kebutuhan besar yaitu kebijakan dividen. Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa yang akan datang (Syahyunan, 1
2013:267). Keputusan tersebut merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham, karena salah satu tujuan perusahaan adalah memaksimumkan kesejahteraan pemilik perusahaan melalui kebijakan dividen. Kebijakan dividen memiliki pengaruh terhadap pemegang saham dan perusahaan yang membayar dividen. Bagi para pemegang saham, dividen merupakan tingkat pengembalian dari investasi mereka, sedangkan bagi pihak manajemen dividen merupakan arus kas keluar yang akan mengurangi kas perusahaan. Penetapan pembagian dividen menjadi masalah menarik karena disatu sisi akan memenuhi harapan investor dan sisi lain jangan sampai kebijakan dividen tersebut dapat menghambat bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup perusahaan. Pada umumnya pemegang saham mengharapkan pembagian dividen yang relatif stabil karena hal tersebut akan mengurangi ketidakpastian akan hasil yang diharapkan dari investasi yang mereka lakukan dan juga dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap perusahaan sehingga nilai saham juga dapat meningkat dan investasi cenderung ditanamkan pada perusahaanperusahaan yang mempunyai kebijakan dividen stabil atau cenderung naik dari waktu ke waktu. Pembayaran dividen yang tinggi dapat menarik para investor untuk menanamkan modalnya kepada perusahaan (Arilaha, 2009). Besar kecilnya dividen yang akan dibagikan oleh perusahaan tergantung pada kebijakan dari masing-masing perusahaan, sehingga dalam hal ini pertimbangan manajemen sangat diperlukan. Manajemen perusahaan sebaiknya dapat membuat suatu kebijakan dividen yang optimal yang dalam artian kebijakan 2
yang menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertumbuhan dimasa mendatang yang memaksimumkan harga saham (Brigham dan Houston, 2005:66). Kebijakan dividen suatu perusahaan akan melibatkan dua pihak yang berkepentingan namun saling bertentangan yaitu kepentingan perusahaan dengan laba ditahannya dan kepentingan para pemegang saham dengan dividennya. Dari kondisi ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara kepentingan manager dan pemegang saham, perbedaan kepentingan inilah yang dapat menimbulkan konflik keagenan (agency conflict). Konflik kepentingan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham akan mengakibatkan munculnya biaya keagenan (agency cost). Konflik kepentingan dan biaya keagenan ini dapat dikurangi dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan peningkatan pembayaran dividen. Manajemen perusahaan akan membuat pertimbangan-pertimbangan untuk membuat kebijakan dividen, hal ini dikarenakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen, faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah posisi solvabilitas dan likuiditas perusahaan, rencana perluasan, kebutuhan untuk melunasi hutang, stabilitas dividen, kesempatan investasi (Syahyunan, 2013:267). Penelitian ini hanya memfokuskan pada faktor-faktor seperti corporate life cycle dan free cash flow to equity. Corporate life cycle (siklus hidup perusahaan) terdiri menjadi lima tahap, yaitu tahap awal (start-up), tahap ekspansi (expansion), tahap pertumbuhan (high growth), tahap dewasa (mature growth), dan tahap penurunan (decline) (Damodaran, (2001:511)). Murhadi (2009) perusahaan akan menghadapi siklus 3
daur hidup, dimana kebijakan dan strategi yang dilakukan perusahaan akan disesuaikan dengan tahapan daur hidup dimana perusahaan tersebut berada. Karakteristik perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan tinggi, akan membutuhkan sumber dana yang besar dalam rangka membiayai aktivitasnya. Hal ini berdampak pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi, cenderung untuk tidak menahan labanya untuk membiayai pengembangan aktivitas perusahaan. Sedangkan karakteristik perusahaan yang telah mencapai tahapan matang, dengan kesempatan pertumbuhan yang rendah, cenderung untuk membagikan laba dalam bentuk deviden. Murhadi (2008) menggunakan pendekatan earned contibuted capital mix dalam menjelaskan tahapan daur hidup, dengan variabel pengukuran retained earning/total equity (RETE) dan retained earning/total asset (RETA). Dimana perusahaan dengan RETE atau RETA tinggi cenderung untuk membayar deviden. Pendekatan earned contibuted capital mix merupakan proksi logis untuk tahapan daur hidup perusahaan karena perusahaan pada tahapan growth, memiliki peluang bisnis yang tinggi sehingga cenderung untuk mempertahankan labanya (retained earning). laba ditahan ini akan terakumulasi. Pada tahapan mature, ketika kesempatan bisnis tidak lagi banyak dan laba ditahan sudsh tinggi, maka perusahaan akan melakukan pembayaran deviden. Perusahaan dengan RETE atau RETA yang rendah cenderung berada pada tahapan capital infusion atau tahapan growth, sedangkan pada perusahaan dengan RETE atau RETA tinggi cenderung pada tahapan mature. 4
Perusahaan dengan retained earnings negatif (atau cenderung rendah) adalah kandidat yang buruk dalam membayar dividen, sedangkan perusahaan dengan retained earnings relatif besar terhadap contributed equity capital memiliki jumlah pembiayaan internal yang lebih besar, memberi mereka dasar yang kuat untuk membayar dividen (De Angelo et al., 2009:69). Corporate life cycle (siklus hidup perusahaan) dalam penelitian ini diproksikan dengan RETE (RE/TE). Perusahaan yang memiliki free cash flow (aliran kas bebas) berlebih dapat menggunakan kas yang berlebih tersebut untuk membayar hutang, pembelian kembali saham, pembayaran dividen atau disimpan untuk kesempatan investasi perusahaan masa mendatang. Free cash flow dan free cash flow to equity memiliki pengertian yang sama dimana keduanya adalah arus kas bebas yang tersedia, namun yang berbeda dari keduanya adalah pendistribusian arus kas tersebut diberikan kepada siapa. Free cash flow menyediakan arus kas untuk didistribusikan kepada kreditor dan pemegang saham sedangkan free cash flow to equity adalah arus kas yang tersedia untuk diberikan kepada pemegang saham saja atau free cash flow to equity dapat diartikan sebagai suatu ukuran yang dipakai untuk menentukan berapa banyak dana yang tersedia untuk membayar pemegang saham setelah pembayaran hutang, reinvestasi dan dikurangi seluruh pengeluaran. Menurut Keown et al. (2008:214) perusahaan yang memiliki free cash flow dalam jumlah yang tinggi akan lebih baik dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, agar free cash flow yang ada tidak digunakan untuk sesuatu atau proyek-proyek yang tidak menguntungkan. Maka dapat dikatakan, 5
perusahaan yang memiliki free cash flow to equity yang tinggi memiliki kemungkinan yang besar untuk membayarkan dividen dalam jumlah yang besar kepada pemegang saham. Tabel 1.1 Data DPR, RETE, dan Free Cash Flow to Equity pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2014 No. Nama Perusahaan Tahun DPR (%) RETE Free Cash Flow to 1. PT Gajah Tunggal Tbk 2. PT Gudang Garam Tbk 3. PT Mandom Indonesia Tbk 4. PT Surya Toto Indonesia Tbk Sumber : www.idx.co.id (laporan keuangan yang diolah) (%) Equity (Rp) 2012 8,31 68,82 8.273.630.000.000 2013 28,96 66,32 7.966.406.000.000 2014 12,91 67,38 8.466.624.000.000 2012 38,35 95,74 6.460.176.000.000 2013 35,56 95,92 14.952.526.000.000 2014 28,67 96,57 16.969.389.000.000 2012 49,47 73,50-143.888.931.454 2013 46,45 75,39 120.793.801.516 2014 44,99 77,27 569.674.205.753 2012 41,99 92,89 387.288.034.416 2013 41,88 93,83 594.147.209.349 2014 28,66 94,75 654.575.396.679 Dari Tabel 1.1 dapat dilihat pada RETE PT Gajah Tunggal Tbk pada tahun 2013 mengalami penurunan, diikuti dengan kenaikan DPR. Sementara pada tahun 2014 RETE mengalami kenaikan yang diikuti dengan penurunan DPR. Dapat dilihat pula RETE pada PT Gudang Garam Tbk, PT Mandom Indonesia Tbk dan PT Surya Toto Indonesia Tbk dari tahun 2012 sampai 2014 mengalami kenaikan berbanding terbalik dengan DPR pada tahun yang sama mengalami penurunan. Berdasarkan fenomena tersebut, tidak sesuai dengan teori De Angelo et al. (2009:69). Perusahaan dengan retained earnings relatif besar terhadap contributed equity capital (RETE relatif besar) memiliki jumlah pembiayaan internal yang lebih besar, memberi mereka dasar yang kuat untuk membayar dividen. 6
Dari Tabel 1.1 dapat dilihat pada free cash flow to equity PT Gajah Tunggal Tbk pada tahun 2013 mengalami penurunan, diikuti dengan kenaikan DPR. Sementara pada tahun 2014 free cash flow to equity mengalami kenaikan yang diikuti dengan penurunan DPR. Dapat dilihat pula free cash flow to equity pada PT Gudang Garam Tbk, PT Mandom Indonesia Tbk, PT Surya Toto Indonesia Tbk dari tahun 2012 sampai 2014 mengalami kenaikan berbanding terbalik dengan DPR pada tahun yang sama mengalami penurunan. Berdasarkan fenomena tersebut, tidak sesuai dengan teori Keown et al. (2008:214). Dimana perusahaan yang memiliki free cash flow dalam jumlah yang tinggi akan lebih baik dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, agar free cash flow yang ada tidak digunakan untuk sesuatu atau proyek-proyek yang tidak menguntungkan. Maka dapat dikatakan, perusahaan yang memiliki free cash flow to equity yang tinggi memiliki kemungkinan yang besar untuk membayarkan dividen dalam jumlah yang besar kepada pemegang saham. Berdasarkan uraian penjelasan dari Tabel 1.1 terjadinya kenaikan dan penurunan pada RETE dan free cash flow to equity akan dapat mempengaruhi DPR. Dari fenomena yang diungkapkan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kebijakan dividen. Selain itu hal ini menjadi menarik untuk diteliti mengingat bahwa masih banyaknya perbedaan hasil penelitian yang menunjukkan ketidakkonsistenan hasil penelitian, hal ini dapat dilihat dari penelitian Rosdini (2009) yang menyatakan free cash flow berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen sedangkan Arilaha (2009) menyatakan bahwa free cash flow tidak berpengaruh signifikan terhadap 7
kebijakan dividen. Djumahir (2009) menyimpulkan bahwa tahap daur hidup perusahaan (corporate life cycle) berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen tetapi penelitian oleh Waruwu dan Amin (2014) menyimpulkan corporate life cycle tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen. Penellitian ini hanya memfokuskan pada faktor seperti corporate life cycle dan free cash flow to equity. Dari penjelasan tersebut maka diperlukan penelitian lebih lanjut yang berjudul Analisis Pengaruh Corporate Life Cycle dan Free Cash Flow to Equity Terhadap Kebijakan Dividen pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2014. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: Apakah Corporate Life Cycle dan Free Cash Flow to Equity berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2012-2014? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Corporate Life Cycle dan Free Cash Flow to Equity berpengaruh terhadap kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2012-2014. 8
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti pada bidang keuangan khususnya mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan dividen. 2. Bagi investor dan calon investor, sebagai masukan dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan investasi pada perusahaan manufaktur sehubungan dengan harapan atas dividen. 3. Bagi praktisi, akademisi dan emiten, hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang kebijakan dividen khususnya pada perusahaan manufaktur di Indonesia. 4. Peneliti selanjutnya, untuk menambah bahan referensi dalam melakukan penelitian mengenai kebijakan dividen. 9