KEBIJAKAN AKUNTANSI PENYUSUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
KEBIJAKAN AKUNTANSI PENYUSUTAN B. DEFINISI

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 64 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 43 Tahun : 2015

KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 14 AKUNTANSI ASET TETAP

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 11

BAB IX KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET TETAP

PROVINSI SUMATERA BARAT

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 26 TAHUN 2015

53. Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYUSUTAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA ASET TETAP DI KABUPATEN BLORA

KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET TETAP

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

PENYUSUNAN NERACA AWAL PEMERINTAH PUSAT

-5- BAB VI MASA MANFAAT Pasal 12 (1) Penentuan Masa Manfaat Aset Tetap dilakukan dengan memperhatikan faktorfaktor

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Rudianto (2009:4), menjelaskan bahwa Akuntansi dapat

PENYUSUTAN ATAS ASET TETAP PEMERINTAH. Abstract

: Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut dikurangi akumulasi penyusutan.

KATA PENGANTAR. Beberapa hal yang diubah antara lain:

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 88 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN PENYUSUTAN ASET TETAP DAN ASET TAK BERWUJUD PEMERINTAH DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KEBIJAKAN AKUNTANSI BMN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENYUSUTAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA ASET TETAP PADA ENTITAS PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibuat menurut pola yang terpadu untuk melaksanakan kegiatan pokok

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 17 TAHUN No. 17, 2016 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 66 TAHUN 2016

tedi last 04/17 Kebijakan Akuntansi Jurnal Standar Ilustrasi

B A B III KEBIJAKAN AKUNTANSI BARANG MILIK NEGARA

AKUNTANSI ASET TETAP STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 07 LAMPIRAN I.08 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TANGGAL

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN BUPATI BANGKA BARAT NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS BARANG MILIK NEGARA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 247/PMK.06/2014 TENTANG

RINCIAN BARANG KE NERACA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 24 SERI E

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entitas pada tanggal tertentu. Halim (2010:3) memberikan pengertian bahwa

AKUNTANSI ASET TETAP STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 07

BAHAN AJAR PENATAUSAHAAN BARANG MILIK NEGARA

tedi last 11/16 Definisi Pengakuan Pengukuran Pengungkapan

BAB V PENJELASAN POS-POS LAPORAN KEUANGAN SKPD

BAGAN AKUN STANDAR. BAS merupakan tools untuk mengsinkronkan proses perencanaan, penganggaran dengan proses akuntansi dan pelaporan terutama berguna

BAB X SISTEM AKUNTANSI PENYUSUTAN ASET TETAP DAN AMORTISASI ASET TIDAK BERWUJUD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan

BAB 2 LANDASAN TEORITIS. Aset tetap termasuk bagian yang sangat signifikan dalam perusahaan. Jika

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 22.1 TAHUN 2010 TENTANG

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET TETAP

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah. Substansi & System Requirements SIMDA BMD.

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

( CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN TAHUN 2016 )

KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 03 NERACA

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

NERACA DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Per 31 Desember 2016

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

MODUL PENYUSUTAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA ASET TETAP PADA ENTITAS PEMERINTAH PUSAT ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. unsur keuangan negara antara lain kekayaan negara/kekayaan daerah berupa uang, surat

Laporan Keuangan UAPPA-E1 Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Tahun 2014 (Unaudited) No Jenis Tahun 2014 Tahun 2013

BAB II LANDASAN TEORITIS

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN KEUANGAN POKOK

MODUL PENYUSUTAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA ASET TETAP PADA ENTITAS PEMERINTAH PUSAT

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem berasal dari bahasa Latin (systẻma) dan bahasa Yunani (sustẻma),

PEMERINTAH KOTA BANDUNG NERACA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan. menghasilkan, ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG DINAS PERUMAHAN, PENATAAN RUANG DAN KEBERSIHAN N E R A C A

DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Untuk Tahun yang Berakhir Tanggal 31 Desember 2016 Dengan Angka Perbandingan Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMERINTAH KOTA BANDUNG NERACA

LAPORAN BARANG PENGGUNATAHUNAN GABUNGAN INTRAKOMPTABEL DAN EKSTRAKOMPTABEL RINCIAN PER KELOMPOK BARANG TAHUN ANGGARAN 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B A B V PENYUSUTAN BARANG MILIK NEGARA BERUPA ASET T ETAP

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS PENGAKUAN DAN PENILAIAN ASET TETAP

ANALISIS PENYUSUTAN AKTIVA TETAP PADA KANTOR DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KABUPATEN GORONTALO

PEMERINTAH KOTA BANDUNG NERACA

PEMERINTAH KOTA LUBUKLINGGAU NERACA Per 31 Desember 2008 dan 2007

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, SAUNAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PMK.06/2013 TENTANG

AKUNTANSI ASET TETAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Carl (2015:3), Akuntansi (accounting) dapat diartikan sebagai

BAB III SISTEM AKUNTANSI PENYUSUTAN ASET TETAP BERWUJUD PADA PT HERFINTA FRAM AND PLANTATION

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA INSPEKTORAT KABUPATEN N E R A C A PER 31 DESEMBER 2012 DAN 2011 (Dalam Rupiah)

BAB III PEMBAHASAN. 1.1 Tinjauan Teori Pengertian Penyusutan Aset Tetap Aset tetap

BAB II LANDASAN TEORI

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL PERIODE TAHUN ANGGARAN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengertian aset tetap (fixed asset) menurut Reeve (2012:2) adalah :

CATATAN ATAS LAPORAN BARANG MILIK NEGARA

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG KAPITALISASI ASET TETAP KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI LUWU

Transkripsi:

KEBIJAKAN AKUNTANSI PENYUSUTAN A. UMUM Tujuan Menyesuaikan nilai asset tetap untuk mencerminkan nilai wajarnya serta untuk menggambarkan penurunan kapasitas dan manfaat yang diakibatkan pemakaian asset tetap dalam kegiatan pemerintahan. Ruang Lingkup Untuk menerapkan penyusutan, prasyarat yang perlu dipenuhi adalah : 1. Identitas Aset yang Kapasitasnya Menurun: Aset tetap harus dapat diidentifikasi sehingga dapat dibedakan antara asset tetap yang dapat menurun kapasitas dan manfaatnya dengan aset yang tidak menurun kapasitas dan manfaatnya. Aset yang kapasitas dan manfaatnya menurun adalah peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan sebagainya. Sedangkan aset yang tidak menurun kapasitas dan manfaatnya atau bahkan bertambah nilainya adalah tanah dan konstruksi dalam pengerjaan. Aset tetap yang dapat menurun kapasitas dan manfaatnya akan memerlukan penyesuaian nilai, sehingga perlu disusutkan. Sebaliknya, aset tetap yang tidak menurun kapasitas dan manfaatnya tidak perlu disusutkan. 2. Nilai yang Dapat Disusutkan Nilai aset tetap menjadi prasyarat dalam penyusutan. Kebijakan Akuntansi ini menganut nilai historis, sehingga kecuali karena kondisi yang tidak memungkinkan perolehan nilai historis, nilai aset tetap yang diakui secara umum adalah nilai perolehannya. Tanpa mengetahui nilai perolehan aset tetap, maka nilai aset tetap yang dapat disusutkan tidak dapat dihitung. Selain itu, nilai perolehan pun menjadi faktor penentu besarnya nilai buku. Nilai buku diperoleh dari pengurangan nilai perolehan dengan nilai akumulasi penyusutan. Di lingkungan pemerintah, aset tetap diniatkan untuk digunakan dalam operasi pemerintahan dan tidak dimaksudkan untuk dijual pada akhir masa manfaatnya. Selain itu, penyusutan aset tetap tidak dimaksudkan dalam rangka penandingan antara biaya dengan pendapatan. Meskipun terhadap suatu aset tetap dapat ditentukan nilai residunya, dengan kedua alasan ini, maka nilai sisa/residu tersebut diabaikan dalam menghitung penyusutan. 1 Aset tetap masih memiliki nilai selama masih dapat dimanfaatkan, sehingga pada prinsipnya tidak dikenal nilai residu. Dengan demikian, nilai perolehan atau nilai wajar aset tetap menjadi nilai yang dapat disusutkan (depreciable cost). Kebijakan Akuntansi Penyusutan Hal 55

3. Masa Manfaat dan Kapasitas Aset Tetap Suatu aset disebut sebagai aset tetap adalah karena manfaatnya dapat dinikmati lebih dari satu tahun atau satu periode akuntansi. Ukuran manfaat itu sendiri berbeda-beda. Ada yang dapat diukur dengan indikator yang terkuantifikasi dan ada yang tidak. Suatu kendaraan atau mesin, misalnya, secara teknis dapat dilengkapi dengan keterangan dari produsen tentang potensi total jarak yang dapat ditempuh atau potensi total jam kerja penggunaan. Akan tetapi, unit manfaat dari aset tetap seperti komputer, gedung, atau jalan, misalnya relatif lebih tidak dapat dikuantifikasi. Akibatnya, untuk aset yang tidak mempunyai unit manfaat yang dapat dihitung dengan spesifik, dipakailah indikator pengganti seperti prakiraan potensi masa manfaat. Terhadap aset tetap yang indikasi potensi manfaatnya dikaitkan dengan panjang masa manfaat, perhitungan penyusutannya secara individual atau secara berkelompok membutuhkan ketetapan prakiraan tentang masa manfaatnya. Masa manfaat ini secara teknis akan bergantung dari karakteristik fisik atau teknologi, cara pemanfaatan, atau intensitas pemanfaatannya. Oleh karena sifat fisik dan kerentanannya terhadap perubahan teknologi, misalnya perangkat komputer, akan dianggap memiliki masa manfaat yang lebih pendek daripada gedung dan bangunan. Intensitas dan cara pemakaian bus pegawai dibandingkan dengan lemari pajangan misalnya, akan mengarahkan pada anggapan bahwa masa manfaat bus pegawai lebih pendek daripada masa manfaat lemari pajangan. Terhadap aset tetap yang indikasi potensi manfaatnya dikaitkan dengan indikator total unit manfaat potensial, perhitungan penyusutannya secara individual atau secara berkelompok membutuhkan ketetapan prakiraan tentang total unit manfaat potensial. Manfaat aset dengan indikator manfaat yang spesifik ini secara teknis akan bergantung pada karakteristik fisik atau teknologi, cara pemanfaatan, atau intensitas pemanfaatannya juga. Pada kelompok aset tetap, misalnya peralatan dan mesin, mungkin akan dijumpai bahwa intensitas pemanfaatan kendaraan yang diukur dalam jarak perjalanan yang ditempuh, berbeda satu sama lain. Jumlah jarak yang ditempuh oleh bus pegawai, misalnya akan berbeda dari jarak yang ditempuh oleh mobil dinas kepala kantor. Perbedaan masa manfaat dan intensitas pemanfaatan ini perlu diketahui untuk menetapkan metode penyusutan. Terhadap aset tetap yang indikasi potensi manfaatnya dikaitkan dengan panjang masa manfaat dapat dipilih metode penyusutan garis lurus atau saldo menurun berganda. Dalam hal ini, masa manfaat akan menjadi dasar perhitungan penyusutan. Intensitas pemanfaatan aset akan mempengaruhi pemilihan metode penyusutan unit produksi. Dalam hal ini, intensitas pemanfaatan akan diukur dengan unit kapasitas atau produksi yang termanfaatkan. Pada gilirannya, unit kapasitas atau produksi yang termanfaatkan Kebijakan Akuntansi Penyusutan Hal 56

ini akan dibandingkan dengan seluruh potensi kapasitas/produksi yang dikandung oleh suatu aset tetap. B. DEFINISI 4. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah daerah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. 5. Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dipergunakan. 6. Masa manfaat adalah: a. Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau b. Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pemerintahan publik. 7. Nilai tercatat adalah nilai buku aset tetap, yang dihitung dari biaya perolehan suatu aset tetap setelah dikurangi akumulasi penyusutan. 8. Nilai wajar adalah nilai tukar aset tetap atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. 9. Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang dapat disusutkan (Depreciable Assets) selama masa manfaat aset tetap yang bersangkutan. 10. Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan. 11. Metode penyusutan yang dipergunakan adalah Metode garis lurus (straight line method). Nilai yang dapat disusutkan Penyusutan per periode = Masa Manfaat Keterangan formula adalah sebagai berikut: i. Penyusutan per periode merupakan nilai penyusutan untuk aset tetap suatu periode yang dihitung pada akhir tahun; ii. Nilai yang dapat disusutkan merupakan nilai buku per 31 Desember 2014 untuk Aset Tetap yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2014. Untuk Aset Tetap yang diperoleh setelah 31 Desember 2014 menggunakan nilai perolehan; dan Kebijakan Akuntansi Penyusutan Hal 57

iii. Masa manfaat adalah periode suatu Aset Tetap yang diharapkan digunakan untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik atau jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik. 12. Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai beban penyusutan dan dicatat pada Akumulasi Penyusutan Aset Tetap sebagai pengurang nilai aset tetap. 13. Masa manfaat untuk menghitung tarif penyusutan untuk masing-masing kelompok aset tetap adalah sebagai berikut: Uraian Masa Manfaat (Tahun) Peralatan dan Mesin Alat-Alat Besar Darat 10 Alat-Alat Besar Apung 10 Alat Angkutan Darat Bermotor 10 Alat Angkut Apung Bermotor 10 Alat Angkut Apung Tak Bermotor 5 Alat Bengkel Bermesin 10 Alat Bengkel Tak Bermesin 5 Alat Ukur 5 Alat Pengolahan Pertanian 5 Alat Pemeliharaan Tanaman/Alat Penyimpan 5 Pertanian Alat Kantor 5 Alat Rumah Tangga 5 Peralatan Komputer 5 Meja Dan Kursi Kerja/Rapat Pejabat 5 Alat Studio 5 Alat Komunikasi 5 Peralatan Pemancar 10 Alat Kedokteran 5 Alat Kesehatan 5 Unit-Unit Laboratorium 5 Alat Peraga/Praktek Sekolah 10 Alat Proteksi Radiasi / Proteksi Lingkungan 5 Radiation Aplication and Non Destructive 5 Alat Laboratorium Lingkungan Hidup 5 Peralatan Laboratorium Hidrodinamika 10 Senjata Api 10 Persenjataan Non Senjata Api 5 Alat Keamanan dan Perlindungan 5 Gedung dan Bangunan Bangunan Gedung Tempat Kerja 50 Bangunan Gedung Tempat Tinggal 50 Bangunan Menara 40 Kebijakan Akuntansi Penyusutan Hal 58

Uraian Masa Manfaat (Tahun) Bangunan Bersejarah 50 Tugu Peringatan 50 Candi 50 Monumen/Bangunan Bersejarah 50 Tugu Peringatan Lain 50 Tugu Titik Kontrol/Pasti 50 Rambu-Rambu 5 Jalan, Irigasi, dan Jaringan Jalan 10 Jembatan 50 Bangunan Air Irigasi 50 Bangunan Pengaman Sungai 10 Bangunan Pengembangan Sumber Air 40 Bangunan Air Bersih/Baku 40 Bangunan Air Kotor 40 Bangunan Air 40 Instalasi Air Minum/Air Bersih 25 Instalasi Air Kotor 25 Instalasi Pengolahan Sampah 10 Jaringan Air Minum 25 Jaringan Listrik 25 14. Aset tetap berikut tidak disusutkan, yaitu Tanah, konstruksi dalam pengerjaan, buku-buku perpustakaan, hewan ternak, dan tanaman. 15. Aset Tetap yang direklasifikasikan sebagai Aset Lainnya dalam neraca berupa Aset Kemitraan Dengan Pihak Ketiga dan Aset Idle disusutkan sebagaimana layaknya Aset Tetap. 16. Penyusutan tidak dilakukan terhadap Aset Tetap yang direklasifikasikan sebagai Aset Lainnya berupa : a. Aset Tetap yang dinyatakan hilang berdasarkan dokumen sumber yang sah dan telah diusulkan kepada Pengelola Barang untuk dilakukan penghapusannya; dan b. Aset Tetap dalam kondisi rusak berat dan/atau usang yang telah diusulkan kepada Pengelola Barang untuk dilakukan penghapusan. 17. Untuk menentukan waktu yang akan digunakan dalam perhitungan penyusutan asset yang diperoleh di tengah tahun digunakan Pendekatan Tahunan artinya Penyusutan dapat dihitung satu tahun penuh meskipun baru diperoleh satu atau dua bulan atau bahkan dua hari. Pendekatan ini disebut pendekatan tahunan. Kebijakan Akuntansi Penyusutan Hal 59

C. PENYAJIAN 18. Besarnya penyusutan setiap tahun dicatat dalam neraca dengan menambah nilai akumulasi penyusutan. Neraca menyajikan Akumulasi Penyusutan sekaligus nilai perolehan aset tetap sehingga nilai buku aset tetap sebagai gambaran dari potensi manfaat yang masih dapat diharapkan dari aset yang bersangkutan dapat diketahui. Walaupun aset tetap terdiri atas berbagai jenis aset yang menunjukkan nilai perolehan masing-masing, penyusutannya disajikan hanya dalam satu akun Akumulasi Penyusutan. Nilai buku yang tersajikan dalam neraca juga merupakan nilai buku keseluruhan aset tetap. Nilai perolehan aset tetap, jumlah penyusutan dan akumulasinya serta nilai buku per jenis aset tetap diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. D. PENGUNGKAPAN informasi penyusutan yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan adalah : (1) Nilai penyusutan (2) Metode penyusutan yang digunakan (3) Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan (4) Nilai bruto aset, yaitu nilai perolehan setelah ditambah dengan adanya kapitalisasi atau dikurangi dengan adanya eliminasi, serta akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode. Keempat hal di atas harus disajikan dalam Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. Secara lebih rinci, hal-hal yang harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah: Kebijakan Akuntansi; Kebijakan akuntansi yang diuraikan dalam Catatan atas Laporan keuangan adalah yang menyangkut penetapan metode penyusutan serta perubahannya, jika ada. Sebagai contoh, tentang penetapan metode penyusutan, Catatan atas Laporan Keuangan dapat menguraikan hal-hal sebagai berikut : Mesin fotokopi disusutkan dengan menggunakan metode unit produksi. Jalan raya disusutkan dengan menggunakan metode penyusutan saldo menurun berganda. Selain itu, penyusutan atas seluruh aset tetap dilakukan dengan metode garis lurus. Daftar Aset dan Penyusutannya Dalam rangka pengungkapan secara penuh, di dalam Catatan atas Laporan Keuangan juga dapat dimuat rincian dari daftar aset dan penyusutannya guna menunjukkan nilai perolehan bruto, akumulasi penyusutan, dan nilai buku per masing-masing kelompok aset. Apabila disajikan catatan untuk masing-masing aset tetap maka besarnya penyusutan dan akumulasi penyusutan merujuk ke akun Akumulasi Penyusutan. Kebijakan Akuntansi Penyusutan Hal 60

E. PERUBAHAN ESTIMASI DAN KONSEKUENSINYA 1. Umur aset sesungguhnya lebih dari estimasi Ada kalanya masa manfaat aset tetap lebih lama dari perkiraan dalam menentukan penyusutan. Setelah perkiraan masa manfaat dilalui dan akumulasi penyusutan telah sama dengan nilai perolehannya kadang-kadang aset tetap masih dapat digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa aset tetap yang bersangkutan masih memiliki nilai wajar. Oleh karena nilai yang dapat disusutkan (depreciable cost) tidak ada lagi maka atas aset ini tidak dapat dilakukan penyusutan. Mengingat bahwa nilai sisa aset tetap tidak diakui maka nilai perolehan aset tetap dan akumulasi penyusutannya tetap dicantumkan dalam neraca. 2. Penghentian Penggunaan Aset tetap disusutkan selama aset tersebut memberikan manfaat atau berproduksi. Ada kalanya suatu aset tidak dapat berproduksi atau tidak digunakan karena berbagai alasan. Oleh karena tidak digunakan maka seharusnya aset yang bersangkutan tidak disusutkan bahkan harus dipindahkan ke kelompok aset lainlain. Pemindahan ke aset lain-lain dapat digunakan dapat dilakukan apabila aset tetap tersebut tidak berproduksi atau tidak digunakan secara permanen. Akan tetapi jika hanya tidak berproduksi sementara aset tetap tersebut tidak dipindahkan ke aset lain-lain. Kebijakan Akuntansi Penyusutan Hal 61