BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN TAHUNAN. Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi. Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun. Oleh :

Recovery Energi pada Residential Air Conditioning Hibrida sebagai Pemanas Air dan Penyejuk Udara yang Ramah Lingkungan

PENGARUH BEBAN PENDINGIN TERHADAP TEMPERATUR SISTEM PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP DENGAN PENAMBAHAN KONDENSOR DUMMY

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293, Indonesia 2 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu,

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

LAMPIRAN 1. PERHITUNGAN PIPA KONDENSOR DUMMY

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

KINERJA AIR CONDITONING HIBRIDA PADA LAJU ALIRAN AIR BERBEDA DENGAN KONDENSOR DUMMY TIPE HELICAL COIL (1/4", 6,7 m) SEBAGAI WATER HEATER

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

PENGUJIAN UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER. MENGGUNAKAN HFC-134a DENGAN VARIASI INTENSITAS RADIASI

PENGARUH PENAMBAHAN KONDENSOR DUMMY (TIPE HELICAL COIL, TROMBONE COIL DAN MULTI HELICAL COIL) TERHADAP TEMPERATUR RUANGAN DAN TEMPERATUR AIR PANAS

ANALISIS KINERJA AIR CONDITIONING SEKALIGUS SEBAGAI WATER HEATER (ACWH)

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

BAB II LANDASAN TEORI

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

Ahmad Farid* dan Moh. Edi.S. Iman Program Studi Teknik Mesin, Universitas Pancasakti Tegal Jl. Halmahera km 1, Tegal *

PENGARUH PENGGUNAAN KATUP EKSPANSI JENIS KAPILER DAN TERMOSTATIK TERHADAP TEKANAN DAN TEMPERATUR PADA MESIN PENDINGIN SIKLUS KOMPRESI UAP HIBRIDA

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI 2012

Termodinamika II FST USD Jogja. TERMODINAMIKA II Semester Genap TA 2007/2008

ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB IV HASIL DAN ANALISA

UNJUK KERJA MESIN PENDINGIN KOMPRESI UAP PADA BEBERAPA VARIASI SUPERHEATING DAN SUBCOOLING

Pengaruh Penggunaan Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Efisiensi Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

PERFORMANSI MODULAR CHILLER KAPASITAS 120 TR

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI PENGOLAHAN DATA dan ANALISIS DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODOLOGI PENELITIAN

PERFORMANSI RESIDENTIAL AIR CONDITIONING HIBRIDA DENGAN STANDBY MODE MENGGUNAKAN REFRIGERAN HCR-22 UNTUK PENDINGIN DAN PEMANAS RUANGAN

EFEK UDARA DI DALAM SISTEM REFRIGERASI

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

Bab IV Analisa dan Pembahasan

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Komparasi Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Temperatur dan Tekanan Mesin Pendingin

PENGUJIAN PERFORMANCE DAN ANALISA PRESSURE DROP SISTEM WATER-COOLED CHILLER MENGGUNAKAN REFRIGERAN R-22 DAN HCR-22

Menghitung besarnya kerja nyata kompresor. Menghitung besarnya kerja isentropik kompresor. Menghitung efisiensi kompresi kompresor

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

EFEK PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA AIR PENDINGIN PADA KONDENSOR TERHADAP KINERJA MESIN REFRIGERASI FOCUS 808

Tekad Sitepu, Sahala Hadi Putra Silaban Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

PENENTUAN EFISIENSI DAN KOEFISIEN PRESTASI MESIN PENDINGIN MERK PANASONIC CU-PC05NKJ ½ PK

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

BAB II LANDASAN TEORI

HANIF BADARUS SAMSI ( ) DOSEN PEMBIMBING ARY BACHTIAR K.P, ST, MT, PhD

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

Bab IV Analisa dan Pembahasan

Pengaruh Debit Udara Kondenser terhadap Kinerja Mesin Tata Udara dengan Refrigeran R410a

DISAIN EVAPORATOR JENIS SHELL AND TUBE PADA MESIN REFRIGERASI SIKLUS KOMPRESI UAP HIBRIDA

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya jumlah dan kualitas dari udara yang dikondisikan tersebut dikontrol.

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu mesin refrigerasi akan mempunyai tiga sistem terpisah, yaitu:

ANALISA PERFORMANSI MESIN PENDINGIN 1-PK DENGAN PENAMBAHAN SUBCOOL MENGGUNAKAN REFRIGERANT R-22

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor ISSN INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN

IV. METODE PENELITIAN

ANALISA PERUBAHAN DIAMETER PIPA KAPILER TERHADAP UNJUK KERJA AC SPLIT 1,5 PK. Abstrak

Penerapan Evaporative Cooling Untuk Peningkatan Kinerja Mesin Pengkondisian Udara Tipe Terpisah (AC Split)

MESIN PENGERING HANDUK DENGAN ENERGI LISTRIK

Transkripsi:

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan Bagian-Bagian Utama Mesin Refrigerasi Penelitian dilakukan di Laboratorium Perawatan dan Perbaikan, Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Riau. Di Laboratorium Perawatan dan Perbaikan ini dilakukan pembuatan alat uji mesin refrigerasi kompresi uap hibrida yang menggunakan refrigeran hidrokarbon pengganti R-22 (HCR-22). Fasilitas yang terdapat di laboratorium ini cukup memadai untuk terlaksananya penelitian ini, sehingga penelitian dapat dilakukan. Diagram P-h asumsi perancangan dapat dilihat pada gambar 5.1. Gambar 5.1. Diagram P-h asumsi perancangan Data termodinamik dan termofisik perancangan menggunakan tabel sifat-sifat termodinamika R-22 sebagai refrigeran, data perancangan hasil analisis termodinamika dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1. Sifat-sifat termodinamik R-22 Sifat Termofisik Titik 1 (uap jenuh) Titik 2 (uap panas lanjut) Titik 2 (uap jenuh) Titik 3 (cair jenuh) Titik 4 (x= 0,252) Tekanan, kpa 583,78 1729 1729 1729 583,78 Enthalpi, kj/kg 406,64 5 433,596 416,56 256,415 256,415 Kalor jenis 0,747-1,064 1,3725 1,186 tekanan konstan, kj/kg. K Massa jenis, kg/m 3 Viskositas, Pa.s 12-13,52 128,8 - Konduktivitas 0,0098 0,0122 0,0778 termal, W/m.K Entropi, kj/kg.k 1 1,7429 1,7429 1,69075 - - 20

Pada mesin refrigerasi hibrida evaporator dan kondensor sama-sama dimanfaatkan. Dalam perancangan sistem pengujian digunakan asumsi-asumsi : sistem bekerja pada siklus kompresi uap standar, fluida kerja adalah refrigeran R-22 Sebagai data awal perancangan ditetapkan : Tekanan Evaporasi = 583,78 kpa [ Te = 5 0 C] Tekanan Kondensasi = 1729 kpa [Tk = 45 0 C] Analisis Data Termodinamik dan Termofisik Perancangan Kapasitas refrigerasi rancangan diasumsikan Q e = 7000 btu/h = 2052 W = 2,052 kw (diambil dari spesifikasi AC Windows LG LWG 0760 ACG). Proses termodinamika di dalam kompresor terjadi secara isentropik dari tingkat keadaan 1 ke tingkat keadaan 2, s 1 = s 2 =1,74463 (kj/kgk), maka untuk mencari h 2 dan v 2 dapat dicari dengan interpolasi. Dari analisa tingkat keadaan termodinamika siklus kompresi uap pada gambar 5.1 diperoleh : 1. Kapasitas Refrigerasi (Q e ) 150, 23 kj/kg. 2. Laju aliran massa refrigeran ( m ref ) = 13,7 x 10-3 kg/s 3. Daya Kompresor (W k ) = 0,7 HP Kompresor yang digunakan adalah jenis hermetik dengan daya 1 HP 4. Koefisien Prestasi (COP) = 3,9 5. Laju aliran panas yang dibuang kondensor (Q k ) = 2,58 kw Perancangan Evaporator Evaporator adalah alat penukar kalor yang di dalamnya terjadi proses perpindahan panas fluida kerja yang berubah fasa dari cairan menjadi gas (refrigeran) ke fluida lain disekitarnya. Seperti halnya alat penukar kalor lainnya evaporator memiliki banyak jenis. Pada perancangan ini direncanakan digunakan adalah evaporator jenis tabung dan pipa (Sheel and Tube) dimana refrigeran mendidih di dalam pipa dan air sebagai fluida pendingin mengalir diluar pipa dan masih di dalam cangkang (Holman, 1991). Perancangan Kondensor Bentuk kondensor direncanakan sama dengan bentuk evaporator yaitu jenis tabung dan pipa (Sheel and Tube) tetapi fenomenanya berbeda dengan evaporator karena refrigeran mengembun didalam pipa dan air sebagai fluida pendingin mengalir diluar pipa dan masih di dalam cangkang. Laluan pipa didalam tabung dibuat berselang seling yang tujuannya untuk meningkatkan koefisien perpindahan panas kondensor ini.(holman, 1991) Perhitungan Pipa Kapiler Alat penurun tekanan yang digunakan dalam perancangan ini adalah jenis pipa kapiler, yaitu pipa tembaga dengan diameter dalam yang sangat kecil hanya beberapa milimeter atau kecil dari satu milimeter. Ukuran diameter pipa kapiler yang dipilih dalam rancangan ini, adalah D i = 1,7 mm = 0,0017 m, dengan temperatur kondensasi Tkon = 45 0 C dan temperatur evaporasi Tevap = 5 0 C (sesuai data rancangan). Analisis pipa kapiler dihitung dengan persamaan-persamaan tertentu dari literatur tentang refrigrasi. (Stoecker, 1994). 21

Hasil Perancangan Mesin Refrigerasi Hibrida Dari perancangan yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Kompresor, kompresor yang digunakan : - kompresor hermetik jenis rotari - daya kompresor sebesar 1 HP 2. Evaporator, menggunakan pipa tembaga ukuran diameter 3/8 in yang disusun sedemikian rupa dalam bentuk laluan dengan panjang satu laluan adalah 31 cm maka jumlah laluan seluruhnya adalah 66 laluan dan disusun dalam 11 tingkat dengan jumlah laluan pertingkat adalah 6. Data hasil perancangan evaporator : - Temperatur permukaan, Ts adalah 9,17 o C - Luas total permukaan pipa, Ao adalah 0,6175 m - Panjang total pipa, L adalah 20,69 m - Koefisien konveksi rata-rata sisi evaporator h 0 = 219,018 W/m 2. 0 C - Koefisien perpindahan kalor total, U 0 = 172,7496 W/m 2. 0 C 3. Kondensor, menggunakan pipa tembaga ukuran diameter 3/8 in ini disusun sedemikian rupa dalam bentuk laluan dengan panjang satu laluan adalah 33 cm maka jumlah laluannya adalah 66 laluan dan disusun dalam 11 tingkat dengan jumlah laluan pertingkat adalah 6. Data hasil perancangan kondensor : - Temperatur permukaan, Ts adalah 40,93 o C - Luas total permukaan pipa, Ao adalah 0,6489 m - Panjang total pipa, L adalah 21, 74 m - Koefisien konveksi rata-rata sisi evaporator h 0 = 315,738 W/m 2. 0 C - Koefisien perpindahan kalor total, U 0 = 236,469 W/m 2. 0 C 4. Pipa kapiler, menggunakan pipa tembaga dengan diameter 1,7 mm, yang bekerja pada temperatur kondensasi 45 o C dan temperatur evaporasi 5 o C panjang pipa kapiler adalah 1,65 m Pemilihan Mesin Pendingin Pada penelitian ini dilakukan pemilihan mesin pendingin dengan daya pendinginan ± 25% lebih besar dari rancangan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi faktor pengotoran agar daya pendinginan rancangan tetap tercapai untuk penggunaan jangka panjang. Mempertimbangkan hal ini maka dipilih AC dengan daya 1 PK merek samsung tipe SAMSUNG AS09TSMN, daya Low Watt 670 WATT, kapasitas pendinginan 8.900 BTU/jam atau 2,6 kw. Rancangan Kondensor Dummy Kondensor dummy adalah kondensor tambahan yang ditempatkan sebelum kondensor utama atau ditempatkan setelah aliran refrigeran keluar dari kompresor pada kondisi super panas tekanan dan temperatur tinggi. Ikhwan Nurhalim (2011) menggunakan pipa tembaga 1/4 in dengan panjang pipa 8 meter untuk Air Conditioning Water Heater (ACWH) yang ditempatkan dalam tangki air 50 L. Jeffri R G Siburian (2011) menggunakan pipa tembaga 3/8 in dengan panjang pipa 5 meter untuk ACWH untuk memanaskan air dalam tangki 120 L. Secara umum pada pemasangan AC panjang pipa maksimum yang diijinkan antara bagian indoor (evaporator) dan bagian outdoor (kondensor, kompresor dan pipa kapiler) adalah 15 meter dengan beda ketinggian maksimum 7,5 meter. 22

Rancangan kondensor dummy dengan asumsi temperatur pipa kondensor 47 o C dan temperatur pipa evaporator 6 o C, dengan temperatur air masuk tangki kondensor dummy 27 o C dan temperatur keluar kondensor 32 o C, diperoleh pipa kondensor dummy sepanjang 6 meter. Kondensor dummy yang digunakan bertipe spiral agar dapat dipasang seluruhnya di dalam tangki dengan lebih mudah sehingga mudah dalam pemasangan dan perawatan nantinya. Sketsa kondensor dummy tipe spiral dapat dilihat pada gambar 5.2. Kondensor dummy saat ini dalam proses pembuatan, kendala yang dihadapi adalah rumitnya proses penekukan dan pembuatan lilitan spiral dari pipa tembaga. Perlu percobaan trial and error dalam pembuatan kondensor dummy, agar kondensor dummy dapat berfungsi dengan baik, tanpa adanya lipatan atau tekukan patah/tajam yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran saat dialiri refrigeran. Gambar 5.2. Kondensor dummy tipe spiral hasil rancangan (http://pemanasairwikaswh.com/wp-content/uploads/2011/07/ Manual-Book-WIKA-AWH.pdf) Pemilihan Tangki Air Panas untuk Kondensor Dummy Gambar 5.3. Tangki air panas yang dimodifikasi untuk kondensor dummy (http://waterheater.indonesia123.biz/wp-content/uploads/2013/04/ water-heater-pro-r-50v.jpg) 23

Mesin refrigerasi hibrida pada penelitian ini memanfaatkan panas buang kondensor dummy untuk menghasilkan air panas dalam tangki air panas. Pemilihan tangki air panas yang akan digunakan sangat bergantung kepada kapasitas mesin pendingin yang digunakan. Tangki air panas seperti yang ditunjukkan di gambar 5.3 dipilih untuk dimodifikasi (tangki air panas dari pemanas air elektrik merek Delizia kapasitas 50L), elemen pemanas elektriknya diganti kondensor dummy dan beberapa penyesuaian dan pengujian agar tidak terjadi kebocoran saat telah diisi dengan air. Rancangan Ruang Uji Ruang uji adalah ruang yang digunakan untuk menguji mesin refrigerasi hibrida yang berfungsi sebagai ACWH. Ruang uji bisa dikondisikan sesuai dengan parameter pengujian yang dibutuhkan untuk menganalisis kinerja mesin refrigerasi hibrida yang dipasang dalam ruang uji. Dimensi ruang uji adalah panjang 2,26 m, lebar 1,75 m dan tinggi 2 m. Realisasi ruang uji hasil rancangan dapat dilihat pada gambar 5.4. Gambar 5.4. Realisasi ruang uji mesin refrigerasi hibrida dari hasil rancangan Hasil dan Pembahasan Pada penelitian ini pengujian RAC dilakukan pada mode RAC hibrida dan pada mode RAC biasa atau standar. Pengujian dilakukan pada keadaan transien dan pada keadaan stedi, untuk melihat hubungan antara temperatur dan waktu pemanasan, serta pengaruhnya terhadap daya kompresor. Pengujian RAC dilakukan dalam 4 kondisi: kondisi 1 yaitu kondisi pemanasan air dari kondensor dummy kondisi awal dari 0 sampai 120 menit pada keadaan transien, kondisi 2 yaitu kondisi lanjutan menuju keadaan stedi 120 menit ke-2, kondisi 3 yaitu kondisi penggunaan air panas setelah keadaan stedi tercapai menuju kondisi stedi penggunaan air panas dan pengujian 120 menit ke-3. Kondisi 1, kondisi 2 dan kondisi 3 adalah mode RAC hibrida. Yang terakhir, kondisi 4 yaitu kondisi pada mode RAC standar atau biasa, merupakan pengujian ke-4 yang dilakukan selama 120 menit. Temperatur 24

lingkungan rata-rata pengujian kondisi 1 adalah 27,1 o C. Ruangan dijaga pada temperatur 22 o C, dengan mengatur bukaan pintu ruangan sebagai beban pendinginan. Pada pengujian mode RAC hibrida keadaan transien, dproses pemanasan air dimulai dari nol (saat mesin mulai dihidupkan) sampai 120 menit (kondisi 1), energi dari kalor buang kondensor dummy diserap oleh air dalam tangki yang berada dalam kondisi penuh. Gambar 2 menunjukkan hubungan antara perubahan temperatur yang terjadi pada RAC hibrida terhadap waktu untuk memanaskan air di dalam tangki. Gambar 5.5. Temperatur kondensor dummy in dan out, temperatur bottom dan top of the tank dan temperatur room pada mode RAC hibrida kondisi 1 keadaan transien Perpindahan kalor antara kondensor dummy dengan air didalam tangki menyebabkan temperatur air naik dari 30,29 o C menjadi 50,42 o C, dimana temperatur condenser dummy in dan out cenderung berada pada variasi temperatur yang sama. Hal ini berarti kalor yang diterima oleh air cenderung konstan sehingga temperatur air akan terus naik sampai keadaan stedi tercapai. Temperatur air bagian bawah tangki naik dari 28,6 o C menjadi 34,54 o C, karena temperatur air pada bagian atas sudah cukup tinggi. Pada saat bersamaan ruangan (room) mengalami proses penyerapan kalor sehingga temperaturnya turun dan mencapai keadaan stedi setelah 75 menit, dengan temperatur ruangan 22 o C, seperti tampak pada Gambar 5.5. Mode pengujian RAC hibrida kondisi 2, dilakukan pada keadaan temperatur air panas dalam tangki menuju stedi, dimana pemanasan air merupakan lanjutan dari kondisi 1 selama 120 menit seperti tampak pada Gambar 5.6. Pada kondisi 2, temperatur air bagian atas tangki tetap mengalami kenaikan dari 50,42 o C menjadi 56,11 o C, kenaikan temperatur tidak terlalu tinggi karena perbedaan temperatur antara kondensor dummy dan air cendrung turun, dan menuju keadaan stedi pada menit ke-105. Temperatur air bagian bawah tangki naik dari 34,54 o C menjadi 40,31 25

o C, hal ini karena aliran air panas dari bagian atas tangki mempengaruhi bagian bawah tangki. Temperatur bagian atas tangki tetaplebih panas dari temperatur bawah tangki karena masa jenis air turun seiring naiknya temperatur air, air panas akan lebih ringan dari air dingin, sehingga air panas akan mengumpul di bagian atas tangki. Pada saat bersamaan, temperatur ruangan pada kondisi 2 ini dapat dijaga cenderung tetap pada temperatur 22 o C seperti tampak pada Gambar 5.6. Gambar 5.6. Temperatur kondensor dummy in dan out, temperatur bottom dan top of the tank dan temperatur room pada mode RAC hibrida menuju keadaan stedi (kondisi 2) Gambar 5.7. Temperatur kondensor dummy in dan out, temperatur bottom dan top of the tank dan temperatur room pada mode RAC hibrida pada kondisi 3 Perubahan temperatur kondensor dummy in dan out, temperatur bottom dan top of the tank dan temperatur room pada mode RAC hibrida pada kondisi 3 selama 120 menit pengoperasian dapat dilihat pada Gambar 5.7. Pada kondisi 3, saat penggunaan air panas dalam tangki, air mengalir ke dalam tangki pada laju aliran massa air rata-rata 26

konstan pada 0,0403 kg/s, sehingga tangki air selalu penuh. Pada penggunaan air panas selama 120 menit, air pada bagian atas tangki mencapai keadaaan stedi setelah pemakaian selama 60 menit sedangkan air bagian bawah tangki cenderung konstan pada 27,7 o C karena kalor dari kondensor dummy langsung digunakan untuk menaikkan temperatur aliran air pada rentang temperatur yang kecil. Beda temperatur bagian atas tangki dan bagian bawah tangki pada keadaan stedi adalah 7 o C dari temperatur 35 o C dan 28 o C. Pada mode pengujian RAC standar kondisi 4, pada mode ini RAC berfungsi tanpa pemanfaatan kondensor dummy atau pada kondisi pemakaian RAC pada umumnya dapat dilihat pada Gambar 5.8. RAC dioperasikan selam 120 menit setelah keadaaan stedi tercapai. Temperatur pada bottom of the tank dan top of the tank tetap berada temperatur 32 o C karena pada kondisi 4 tidak terjadi pemanasan di tangki air, karena kondensor dummy tidak digunakan. Temperatur kondensor rata-rata yang didapatkan pada kondisi 4 adalah 62 o C, sedangkan temperatur ruangan dapat dijaga pada 22 o C. Gambar 5.8. Temperatur kondensor in, temperatur bottom dan top of the tank dan temperatur room pada mode RAC hibrida pada kondisi 4 Besar daya kompresor yang digunakan pada pengujian RAC baik mode RAC hibrida maupun RAC standar dari kondisi 1, kondisi 2, kondisi 3 dan kondisi 4 pada pengoperasian selama 120 menit dapat dilihat pada Gambar 5.9. Dari Gambar 5.9. dapat dianalisis bahwa daya kompresor pada kondisi 1, kondisi 2 dan kondisi 4 cenderung seragam dibanding daya kompresor pada kondisi 3. Terjadi penghematan daya kompresor walaupun tidak terlalu besar setelah beroperasi selama 30 menit pada kondisi 3, hal ini karena tidak terjadi akumulasi panas di tangki air, kalor buangan dari kondensor dummy langsung digunakan untuk memanaskan air, sehingga temperatur dan tekanan kondensor dummy turun lebih rendah dibanding kondisi 1, 2 dan 4. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa penambahan kondensor dummy tidak bepengaruh pada daya kompresor, daya kompresor 27

cenderung tetap, penghematan daya kompresor hanya terjadi pada saat pemakaian air panas (kondisi 3) walaupun tidak terlalu besar. Gambar 5.9. Daya kompresor berbagai kondisi (1,2,3, dan 4) pada RAC hibrida standar model hibrida kondisi transien Gambar 5.10. Tekanan kondensor dan tekanan evaporator pada mode RAC standar dan model RAC hibrida pada kondisi 1, 2, 3, dan 4 Tekanan di evaporator dan tekanan di kondensor yang dihasilkan sebelum dan setelah kompresor pada pengujian RAC baik mode RAC hibrida maupun RAC standar dari kondisi 1, kondisi 2, kondisi 3 dan kondisi 4 pada pengoperasian selama 120 menit dapat dilihat pada Gambar 5.10. Dari Gambar 5.10 tampak bahwa variasi tekanan pada kondisi 1, 2, 3 dan 4 baik untuk sisi tekanan tinggi di kondensor dan sisi tekanan rendah di evaporator cenderung sama. Jadi dapat dikatakan bahwa tidak 28

terjadi perubahan yang berarti pada tekanan kondensor dan tekanan evaporator dengan penambahan kondensor dummy, sehingga RAC beroperasi secara wajar. Gambar 5.11. Comparison of compressor power capacities as RAC hybrid mode Gambar 5.12 Comparison of evaporator cooling capacities as RAC hybrid mode Grafik batang pada gambar 5.11 menunjukkan daya kompresor yang dibutuhkan saat penggunaan air panas dari kondensor dummy pada kondisi 3 adalah sebesar 0,67 kw atau terjadi penghematan sekitar 1,47% dibanding kondisi 4. Penghematan yang terjadi sangat kecil, dan hampir tidak terjadi penghematan daya kompresor pada saat 29

proses pemanasan air pada kondisi 1 dan 2. Jadi jika dilihat dari daya kompresor pada berbagai kondisi, tidak terjadi perubahan yang berarti pada penggunaan daya kompresor. Daya pendinginan yang dihasilkan seperti ditunjukkan pada gambar 5.12, saat penggunaan kondensor dummy pada kondisi 1, kondisi 2 dan kondisi 3 berkurang sekitar 5,64 % sampai 7,84% dibanding pada kondisi 4 (pengoperasian tanpa kondensor dummy). Berkurangnya daya pendinginan yang dihasilkan ini, karena pada saat yang bersamaan terjadi proses pemanasan air dari panas buang kondensor di kondensor dummy. Berkurangnya daya pendinginan yang dihasilkan ini sebanding dengan besarnya panas buang yang dilepaskan di kondensor. Gambar 5.13. Comparison fo condenser heating capacities as RAC hybrid mode Daya pemanasan yang dihasilkan saat penggunaan kondensor dummy pada kondisi 1, kondisi 2 dan kondisi 3 berkurang sekitar 4,83% sampai 8,19% dibanding pada kondisi 4 (pengoperasian tanpa kondensor dummy), dapat dilihat pada gambar 5.13. Berkurangnya daya pemanasan yang dihasilkan ini sebanding dengan besarnya daya pendinginan yang diperoleh di evaporator. Besarnya manfaat recovery energi untuk pemanasaan air adalah sebesar 0,45 kwyang diperoleh dari kondensor dummy, dapat dilihat pada gambar 5.14. Recovery energi ini dihitung dari asumsi bahwa kondensor dummy, melepaskan kalor buang refrigeran setelah keluar kompresor pada kondisi uap superpanas dan memasuki kondensor utama setelah mencapai kondisi uap jenuh (recovery energi teoritis). Pada 30

kondisi sebenarnya tidak bisa ditentukan dalam fasa apa refrigeran saat berada di kondensor dummy ataupun kondensor utama. Gambar 5.14. Dummy condenser heating capacities as RAC hybrid mode Gambar 5.15. Dummy condenser heating capacities theoritical and actual as RAC hybrid mode Gambar 5.15 menunjukkan, besarnya manfaat recovery energi untuk pemanasan air, jika dihitung pada kondisi aktual yaitu besarnya kalor yang diterima air dari kondensor pada kondisi stedi adalah 1,2 kw atau sekitar 1,8 kali daya yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem pendingin. Sedangkan jika manfaat recovery 31

energi dihitung secara teoritis, besarnya adalah 0,65 kali daya yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem pendingin. Secara umum, dapat dinyatakan bahwa penggunaan kondensor dummy, pengaruhnya tidak berarti terhadap daya pendinginan di evaporator dan daya pemanasan di kondensor. Manfaat recovery energi yang didapat adalah sebesar 0,65-1,8 kali daya kompresor, sebagai penghematan energi yang diperoleh pada kondisi operasi sebagai sistem hibrida. 32