LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

dokumen-dokumen yang mirip
RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BOMBANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA,

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BUKITTINGGI

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI SUMBA TENGAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

7. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republi

BUPATI BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR,

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANJAR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 17 TAHUN 2017

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

BUPATI ENDE PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENDE NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Kebijakan Penanaman Modal PEMERINTAH

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 103 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

P. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 25 TAHUN 2012

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS

P. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENANAMAN MODAL SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA

KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 13 TAHUN 2009

BUPATI SIJUNJUNG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 10 SERI E

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

WALIKOTA SURAKARTA PERATURANDAERAHKOTASURAKARTA NOMOR 8 TAHUN2012 TENTANG PENANAMANMODAL DENGAN RAHMATTUHANYANGMAHAESA WALIKOTASURAKARTA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2014 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan salah satu upaya meningkatkan pertumbuhan, dan pemerataan ekonomi yang berkelanjutan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil; b. bahwa masyarakat dan dunia usaha yang terus berkembang menjadikan Kota Bekasi menjadi tujuan penanaman modal yang potensial; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Bekasi tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1996 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3663); 1

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 6. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756); 7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 2

11. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1986 tentang Jangka Waktu Izin Perusahaan Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3335); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4812); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4854); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987); 18. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria Dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal; 3

19. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal; 20. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal; 21. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 21 Tahun 2011 tentang Penanaman Modal (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 Nomor 21 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 113); 22. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Kota Bekasi (Lembaran Daerah Kota Bekasi Tahun 2007 Nomor 13 Seri E); 23. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 03 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Wajib Dan Pilihan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Bekasi (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 3 Seri E); 24. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 05 Tahun 2014 tentang Pemberian Insentif dan Disinsentif Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kota Bekasi (Lembaran Daerah Tahun 2014 Nomor 5 Seri E). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BEKASI dan WALIKOTA BEKASI MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENANAMAN MODAL. 4

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Bekasi. 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota beserta Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Walikota adalah Walikota Bekasi. 4. Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Bekasi selanjutnya disingkat SKPD adalah SKPD yang membidangi penanaman modal. 5. Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis. 6. Modal Dalam Negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. 7. Modal Asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. 8. Penanam Modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing. 9. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Daerah. 10. Penanam Modal Dalam Negeri adalah perseorangan warga Negara Indonesia, badan usaha Indonesia, Negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah Daerah. 11. Penanam Modal Asing adalah perseorangan Warga Negara Asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Daerah. 12. Izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Daerah atau peraturan perundang-undangan lainnya yang merupakan bukti legalitas menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. 13. Izin Usaha Penanaman Modal adalah izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha. 5

14. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 15. Promosi adalah kegiatan komunikasi kepada penanam modal potensial. 16. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat. 17. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik yang selanjutnya disingkat SPIPISE adalah sistem pelayanan perizinan dan nonperizinan yang terintegrasi antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah. BAB II TUJUAN DAN ARAH KEBIJAKAN Bagian Kesatu Tujuan Pasal 2 Penyelenggaraan penanaman modal bertujuan : a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi Daerah; b. menciptakan lapangan kerja; c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; d. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha Daerah; e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi Daerah; f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; g. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun luar negeri; dan h. meningkatkan kesejahteraan rakyat. 6

Bagian Kedua Arah Kebijakan Pasal 3 (1) Arah kebijakan penanaman modal mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif untuk penguatan daya saing perekonomian dan mempercepat peningkatan penanaman modal Daerah. (2) Pemerintah Daerah melaksanakan kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melalui: a. pemberian perlakuan yang sama bagi penanam modal dengan memperhatikan kepentingan Daerah; b. menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses perencanaan penanaman modal, pelaksanaan, sampai dengan berakhirnya kegiatan usaha penanaman modal, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan c. mengembangkan dan memberikan perlindungan dan/atau kesempatan penanaman modal kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi. BAB III PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL Bagian Kesatu Perencanaan Pasal 4 (1) Pemerintah Daerah menyusun Rencana Umum Penanaman Modal Daerah dan Rencana Strategis Daerah dalam pengembangan penanaman modal. (2) Rencana Umum Penanaman Modal dan Rencana Strategis Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun sesuai dengan: a. Rencana Umum Penanaman Modal Nasional; b. Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi Jawa Barat; c. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah; d. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah; dan e. program pembangunan Daerah. (3) Rencana Kerja Tahunan bidang penanaman modal di Daerah mengacu pada Rencana Umum Penanaman Modal Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 7

(4) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan melalui mekanisme perencanaan penanaman modal partisipatif. Bagian Kedua Pengembangan Penanaman Modal Pasal 5 (1) Pemerintah Daerah menyusun peta penanaman modal Daerah dan potensi sumberdaya serta sarana prasarana pendukung untuk pengembangan penanaman modal di Daerah, meliputi : a. sumberdaya alam; b. sarana dan prasarana pendukung; c. kelembagaan; d. sumber daya manusia; e. Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi; dan f. usaha lainnya. (2) Penyusunan peta penanaman modal dan potensi sumberdaya serta sarana prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal di bidang penanaman modal. (3) Peta penanaman modal dan potensi sumberdaya serta sarana prasarana pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Walikota, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. BAB IV PROMOSI PENANAMAN MODAL Pasal 6 (1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan promosi penanaman modal melalui sistem pemasaran dan komunikasi kepada penanam modal potensial di dalam negeri dan luar negeri. (2) Promosi penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara: a. pengkajian; b. bimbingan dan konsultasi; c. analisis minat penanaman modal; d. pameran; e. temu usaha; 8

f. seminar investasi; g. fasilitasi misi investasi; dan h. penyebarluasan informasi penanaman modal melalui media cetak dan elektronik. (3) Promosi penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan dengan memperhatikan pengembangan peluang potensi Daerah dan perkembangan ekonomi Daerah, Nasional dan Internasional. (4) Dalam penyelenggaraan promosi penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Pemerintah Daerah menyediakan sarana dan prasarana. Pasal 7 Penyelenggaraan promosi penanaman modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan SKPD yang membidangi penanaman modal, secara mandiri dan/atau bekerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah lainnya, dan lembaga non pemerintah. BAB V PELAYANAN DAN PERIZINAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL Bagian Kesatu Pelayanan Paragraf 1 Bidang Usaha Pasal 8 (1) Semua bidang usaha atau jenis usaha, terbuka bagi penanaman modal Daerah, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Pemerintah Daerah mengusulkan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemerintah, sesuai dengan kriteria dan persyaratan bidang usaha serta prioritas dan kepentingan Daerah. (3) Kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. memberikan perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan; b. mengembangkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, serta Koperasi; c. mengawasi produksi dan distribusi; 9

d. meningkatkan kapasitas teknologi; dan e. memprioritaskan partisipasi modal dalam negeri dan kerja sama dengan badan usaha. Paragraf 2 Bentuk Badan Usaha Pasal 9 (1) Badan Usaha yang dapat melakukan penanaman modal dalam negeri di Daerah berbentuk: a. Perseroan Terbatas (PT); b. Commanditaire Venotschap (CV); c. Firma (Fa); d. Koperasi; e. Badan Usaha Milik Negara (BUMN); f. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); dan g. penanam modal yang tidak berbadan hukum atau perseorangan. (2) Badan Usaha yang dapat melakukan penanaman modal asing dilakukan: a. warga negara asing dan/atau badan hukum asing; dan/atau b. penanam modal asing yang patungan dengan Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia. (3) Penanaman modal di bidang pendidikan harus dilakukan dalam bentuk badan hukum yayasan atau badan hukum milik Negara bagi lembaga pendidikan milik Pemerintah. Paragraf 3 Ketenagakerjaan Pasal 10 (1) Penanam modal wajib memenuhi kebutuhan tenaga kerja dengan mengutamakan tenaga kerja di Daerah paling kurang 60% (enam puluh perseratus) dari jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan sesuai dengan kompetensi. (2) Tenaga kerja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk yang masih berlaku. (3) Penanam modal harus meningkatkan kompetensi tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui pelatihan kerja, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 10

(4) Dalam hal penanam modal mempekerjakan tenaga kerja asing, wajib menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja Daerah, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Tenaga kerja asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib didampingi oleh tenaga kerja Daerah yang ditunjuk, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 4 Lokasi Penanaman Modal Pasal 11 Pemerintah Daerah menetapkan lokasi penanaman modal sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bekasi. Paragraf 5 Jangka Waktu Pasal 12 Jangka Waktu penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Perizinan Pasal 13 (1) Setiap penanam modal yang menanamkan modalnya di Daerah wajib: a. melakukan pendaftaran penanaman modal, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. memiliki izin penanaman modal dari Walikota, kecuali penanam modal mikro dan kecil. (2) Izin sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. izin prinsip penanaman modal; b. izin lokasi; c. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); d. izin gangguan (Hinderordonnantie/HO); dan e. izin usaha. (3) Walikota menerbitkan perizinan penanaman modal sesuai kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 11

Bagian Ketiga Pelayanan Perizinan Penanaman Modal Pasal 14 (1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu bidang penanaman modal, meliputi : a. perizinan dan non perizinan di bidang penanaman modal; b. pelayanan insentif dan kemudahan; dan c. pengaduan masyarakat. (2) Pelayanan Terpadu Satu Pintu bidang penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh SKPD yang membidangi pelayanan perizinan. (3) Dalam pelaksanaan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk Unit Pelaksana Teknis sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI KERJA SAMA Pasal 15 (1) Pemerintah Daerah melakukan kerja sama penanaman modal dengan; a. Pemerintah Kabupaten/Kota lain; b. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan provinsi lain; dan c. pihak luar negeri atau pihak ketiga atas dasar prinsip kerja sama, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kerja sama penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. perencanaan penanaman modal; b. promosi penanaman modal; c. pelayanan penanaman modal; d. pengembangan penanaman modal; e. pengendalian penanaman modal; dan f. kegiatan penanaman modal lainnya. (3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD yang membidangi penanaman modal. (4) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaksanakan dengan pertimbangan kelayakan penanaman modal, berdasarkan : a. kajian kebijakan pengembangan investasi Daerah; 12

b. pengembangan ekonomi lokal; c. peta penanaman modal; dan d. potensi Daerah. BAB VII HAK, KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB Bagian Kesatu Hak Pasal 16 Setiap penanam modal berhak mendapatkan : a. kepastian hukum dan perlindungan; b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya; dan c. pelayanan, termasuk insentif dan kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Kewajiban Pasal 17 Setiap penanam modal berkewajiban : a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan; c. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; d. mengutamakan tenaga kerja dari daerah sepanjang memenuhi kriteria kecakapan yang diperlukan; e. melakukan kemitraan atau kerja sama dengan usaha mikro, kecil, atau koperasi: f. membuat dan menyampaikan laporan kegiatan Penanaman Modal; dan g. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Tanggung Jawab Pasal 18 Setiap penanam modal bertanggung jawab : a. menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 13

b. menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktek monopoli, dan hal lain yang merugikan daerah; c. menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; d. menjaga kelestarian lingkungan hidup; e. menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak; dan f. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19 (1) Pemerintah Daerah bertanggungjawab memberikan jaminan dan perlindungan bagi penanam modal dalam negeri dan asing, dengan tetap memperhatikan kepentingan Daerah dan Nasional. (2) Jaminan dan perlindungan bagi penanam modal dalam negeri dan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. memperoleh perlakuan yang sama dan adil dalam melakukan kegiatan penanaman modal di Daerah; b. mendapatkan kepastian hak, hukum dan perlindungan; c. mendapatkan informasi yang terbuka untuk bidang usaha yang dijalankan; d. mendapatkan hak pelayanan; dan e. mendapatkan fasilitas kemudahan sesuai ketentuan peraturan BAB VIII INSENTIF DAN KEMUDAHAN Pasal 20 (1) Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif dan memberikan kemudahan Penanaman Modal. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif dan kemudahan penanaman modal sebagaimama dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pemberian Insentif dan Disinsentif Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kota Bekasi. 14

BAB IX PERAN SERTA MASYARAKAT DAN DUNIA USAHA Bagian Kesatu Masyarakat Pasal 21 (1) Masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan penanaman modal dengan cara: a. penyampaian saran; dan b. penyampaian informasi potensi Daerah. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk : a. mewujudkan penanaman modal yang berkelanjutan; b. mencegah pelanggaran atas peraturan perundang-undangan; c. mencegah dampak negatif sebagai akibat penanaman modal; dan d. menumbuhkan kebersamaan antara masyarakat dengan penanam modal. (3) SKPD yang membidangi menyelenggarakan kegiatan dan memfasilitasi guna menunjang terwujudnya peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Bagian Kedua Dunia Usaha Pasal 22 Dunia usaha berperan dalam penyelenggaraan penanaman modal di Daerah, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB X PENGOLAHAN DATA DAN SISTEM INFORMASI PENANAMAN MODAL Pasal 23 Pengolahan data dan sistem informasi penanaman modal meliputi pelayanan perizinan dan non perizinan penanaman modal melalui PTSP yang dapat dilaksanakan secara manual atau elektronik melalui SPIPISE yang terintegrasi dengan Pemerintah, dan Pemerintah Provinsi. 15

BAB XI PENYEBARLUASAN, PENDIDIKAN, DAN PELATIHAN PENANAMAN MODAL Pasal 24 (1) Penyebarluasan, pendidikan dan pelatihan penanaman modal meliputi : a. membina dan mengawasi pelaksanaan di bidang sistem informasi penanaman modal; b. mengkoordinasikan pelaksanaan sosialisasi atas kebijakan dan perencanaan, pengembangan, kerja sama luar negeri, promosi, pemberian pelayanan perizinan, pengendalian pelaksanaan, dan sistem informasi penanaman modal kepada aparatur pemerintah dan dunia usaha; dan c. mengkoordinasikan dan melaksanakan pendidikan dan pelatihan penanaman modal. (2) Pelaksanaan penyebarluasan, pendidikan dan pelatihan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh SKPD yang membidangi penanaman modal. BAB XII PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 25 (1) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikannya secara musyawarah dan mufakat. (2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa dapat dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan cara : a. non litigasi yaitu arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa; atau b. litigasi. BAB XIII PENGENDALIAN Pasal 26 (1) Pengendalian pelaksanaan penanaman modal, meliputi: a. fasilitas penanaman modal bagi penanam modal; dan b. pelaksanaan kewajiban sebagai penanam modal. 16

(2) Pengendalian pelaksanaan penanaman modal dilakukan oleh SKPD yang membidangi penanaman modal melalui pemantauan, pembinaan, dan pengawasan. (3) Pelaksanaan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara: a. kompilasi; b. verifikasi; dan c. evaluasi Laporan Kegiatan Penanaman Modal dan dari sumber informasi lainnya. (4) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara : a. penyuluhan pelaksanaan ketentuan penanaman modal; b. pemberian konsultasi dan bimbingan pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan ketentuan perizinan yang telah diperoleh; dan c. bantuan dan fasilitasi penyelesaian masalah/hambatan yang dihadapi penanam modal dalam merealisasikan kegiatan penanaman modalnya. (5) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara : a. penelitian dan evaluasi atas informasi pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan fasilitas yang telah diberikan; b. pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal; dan c. tindak lanjut terhadap penyimpangan atas ketentuan penanaman modal. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pemantauan, pembinaan, dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XIV SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 27 (1) Setiap penanam modal yang melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 13 ayat (1) huruf b, Pasal 17 dan Pasal 18 Peraturan Daerah ini dapat dikenakan sanksi yang berupa : a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan usaha; c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau d. pencabutan izin usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. 17

(2) Ketentuan lebih lanjut menenai tata cara pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini. Pasal 29 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Kota Bekasi. Ditetapkan di Bekasi pada tanggal 25 Juli 2014 WALIKOTA BEKASI, Ttd/Cap Diundangkan di Kota Bekasi pada tanggal 25 Juli 2014 SEKRETARIS DAERAH KOTA BEKASI, Ttd/Cap RAHMAT EFFENDI RAYENDRA SUKARMADJI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2014 NOMOR 12 SERI E NOREG PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT: 110/2014 18