BAB I PENDAHULUAN. salah satu aspek penting dalam hubungan sosial. harus dimiliki oleh remaja karena agar remaja mampu melewati tahaptahap

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana individu mengungkapkan informasi tentang dirinya sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah suatu periode transisi dari fase anak hingga fase

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial yang setiap harinya menjalin hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. biasa atau persahabatan yang terjalin dengan baik. Kecenderungan ini dialami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat perceraian di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. hal

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk bisa mempertahankan hidupnya. Sebagai mahluk sosial manusia tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kearah kehidupan yang sangat kompetitif. Andersen (2004) memprediksi situasi

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan sebuah hal penting dalam sebuah kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai orang tua yang memiliki anak, tugas utamanya adalah

BAB IV ANALISIS. memiliki ibu berstatus narapidana sejak awal dan I responden butuh beberap

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: menjadi dua ketegori pada tingkat kedalaman self disclosure yaitu, 4 siswa

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keluarga yang harmonis. Dalam berumah tangga setiap pasang terkadang

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterbukaan diri atau sering disebut Self disclosure adalah pemberian

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data angka (numerikal) yang

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

Astry Evana P.Y.H. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. telah membina keluarga. Menurut Muzfikri (2008), anak adalah sebuah anugrah

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam masa ini remaja mengalami berbagai perubahan baik secara biologis,

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. tidakpernah lepas dari keseharian manusia. Untuk itu dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, dalam kesehariannya senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang primer dan fundamental. Pengertian keluarga disini berarti nuclear family

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berada direntang usia tahun (Monks, dkk, 2002). Menurut Haditono (dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang disebut keluarga. Dalam keluarga yang baru terbentuk inilah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di dalamnya terdapat komitmen dan bertujuan untuk membina rumahtangga serta

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. lahir, menikah, dan meninggal. Pernikahan merupakan penyatuan dua jiwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan seluruh keluarga. Karena tujuan perkawinan adalah untuk memenuhi

BAB 1 PENDAHULUAN. pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara

TUGAS INDIVIDU PENGEMBANGAN SKALA PSIKOLOGIS DALAM BIDANG PRIBADI-SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

Perpustakaan Unika LAMPIRAN 66

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. sepasang suami istri namun juga keinginan setiap anak di dunia ini, tidak seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah sekelompok individu yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

Tabel validitas alat ukur kompetensi interpersonal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan perubahan.salah satunya adalah perubahan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada usia remaja, salah satu tugas perkembangannya ialah mampu membina hubungan yang baik dengan orang lain (Hurlock dalam Suryaningsih, Karini & Karyanta, 2013). Masa remaja adalah usia dimana individu mulai berinteraksi dengan orang lain guna menjalin relasi atau hubungan sosial yang baru melalui komunikasi, dan komunikasi yang bersifat terbukalah yang membuat orang lain mau menerima individu tersebut (Rahmania, 2006). Menurut Buhrmester (Rahmadhaningrum, 2013) mampu terbuka tentang diri sendiri kepada orang lain merupakan salah satu aspek penting dalam hubungan sosial. Keterbukaan diri atau yang bisa disebut juga dengan self disclosure harus dimiliki oleh remaja karena agar remaja mampu melewati tahaptahap perkembangannya dengan baik. Keterbukaan diri atau self disclosure merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan remaja dalam melakukan interaksi sosial (Rahmadhaningrum, 2013). Remaja yang mampu berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosialnya dipengaruhi oleh faktor keluarga. Sebuah keluarga mempengaruhi perkembangan sosial remaja, terlebih lagi keluarga yang utuh. Maksud dari keutuhan keluarga ialah keutuhan dalam struktur keluarga, yaitu bahwa di dalam keluarga itu ada Ayah, Ibu dan anak (Ahmadi, 2007). Sedangkan keluarga yang tidak utuh atau bercerai, 1

2 mampu merubah interaksi remaja menjadi kurang baik. Hal tersebut dikarenakan memang gejolak usia remaja merupakan usia paling rentan terhadap perceraian orang tua. Menurut Hurlock (Rahmawati, 2015) remaja yang keluarganya bercerai dapat mengembangkan hubungan yang buruk dengan orang-orang diluar rumah atau lingkungan sekitarnya dan remaja akan menarik diri dari lingkungan sosialnya. Kasus perceraian secara nasional dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan, namun fenomena ini tidak bisa digeneralisir karena setiap daerah mempunyai latar belakang dan budaya yang berbeda (Julijanto, Masrukhin & Hayatuddin, 2016). Di Banyumas berdasarkan data yang tercatat, pada tahun 2015 angka perceraian mencapai 1.073 untuk kasus cerai gugat dari pihak istri, serta 397 untuk kasus cerai talak dari pihak suami. Sementara angka perceraian tertinggi diduduki oleh wilayah Kecamatan Sumbang, yaitu dengan jumlah 153 untuk kasus cerai gugat dari pihak istri (Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyumas). Beberapa penelitian menjelaskan bahwa perceraian orang tua membawa dampak negatif bagi anaknya. Penelitian yang dilakukan oleh Walker (2002) kepada 60 orang remaja di Amerika Serikat menyimpulkan bahwa perceraian orang tua menjadi penyebab utama remaja mengalami masalah. Penelitian Tasmi (2002) menyimpulkan bahwa perceraian orang tua dapat menimbulkan stress, tekanan, dapat menimbulkan perubahan fisik dan mental bagi remaja. Penelitian Asih (2007) menyimpulkan perceraian orang tua membawa dampak secara psikis pada remaja, seperti

3 perasaan malu, sensitif, dan rendah diri. Sehingga perasaan tersebut dapat membuat remaja menarik diri dari lingkungannya. Salah satu hal yang terjadi ketika remaja merasa malu akibat perceraian orangtuanya adalah remaja menjadi enggan untuk berbagi cerita tentang hidupnya kepada orang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2015) menjelaskan bahwa perilaku remaja dari keluarga yang bermasalah atau bercerai bisa menyebabkan remaja menjadi pribadi yang tertutup atau dalam hal ini dapat dikatakan bahwa remaja mengalami masalah pada keterbukaan dirinya. Menurut DeVito (2010), keterbukaan diri atau yang bisa disebut juga dengan self disclosure adalah suatu jenis komunikasi, yaitu pengungkapan informasi tentang diri sendiri baik yang disembunyikan maupun yang tidak disembunyikan. Sementara menurut Johnson (Supraktiknya, 2016) mengatakan bahwa keterbukaan diri atau self disclosure adalah pemberian informasi kepada orang lain tentang masa lalu yang dialami dan keterbukaan tentang perasaan terhadap kejadian yang dialami. Self disclosure yang dilakukan oleh remaja ialah tentang pengalaman hidup, perasaan dan emosi yang dialaminya (Papu, 2002). Dalam hal ini, pengalaman hidup, perasaan dan emosi yang dialami oleh remaja ialah tentang perceraian orangtuanya. Self disclosure remaja dalam keluarga yang bercerai menjelaskan tentang kemampuan remaja dalam memberikan informasi mengenai perceraian orangtuanya kepada orang lain. Menurut Pearson (Gainau, 2009) self disclosure pada remaja biasanya dilakukan

4 kepada orang-orang yang memiliki kedekatan hubungan dengan dirinya. Remaja mampu memberikan informasi secara mendalam hanya dilakukan kepada orang yang betul-betul dipercaya dan akrab dengan dirinya, misalnya orangtua, teman dekat atau sahabat, dan pacar. Sears (Shurur, 2016) menjelaskan bahwa perilaku keterbukaan diri memiliki beberapa manfaat seperti menambah informasi mengenai diri sendiri, kemampuan mengatasi masalah, komunikasi yang efektif, hubungan penuh makna, dan terwujudnya kesehatan mental. Remaja dalam keluarga yang bercerai bisa saja mengalami gangguan mental dikarenakan anak memendam perasaan yang negatif dalam dirinya serta tidak mampu menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya. Oleh sebab itu, adanya self disclosure yang dilakukan remaja dapat membuat remaja lebih memiliki perasaan positif tentang masalah perceraian orangtuanya. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Johnson (Gainau, 2009) juga menunjukkan bahwa individu yang mampu dalam keterbukaan diri (self disclosure) akan dapat mengungkapkan diri dengan tepat; terbukti mampu menyesuaikan diri, lebih percaya diri, lebih kompeten, lebih mampu bersikap positif, percaya pada orang lain, dan terbuka kepada orang lain. Sebaliknya, individu yang kurang mampu dalam keterbukaan diri (self disclosure) terbukti tidak mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, dan tertutup kepada orang lain.

5 Menurut hasil studi pendahuluan melalui wawancara pada tanggal 9 Oktober 2016 kepada seorang remaja berinisial AR, diperoleh informasi bahwa orangtua subjek sudah bercerai dan hidup berpisah. Subjek bercerita bahwa selama ini dirinya lebih sering hidup bersama ayahnya sesuai dengan permintaan dari ibu subjek. Namun, sesekali subjek juga tinggal bersama ibunya jika subjek ingin bersama ibunya. Subjek mengaku bahwa dengan kondisi orangtuanya yang berpisah, subjek merasa dirinya jauh dengan kedua orangtuanya walaupun sering bertemu. Subjek mengatakan bahwa pertemuan dirinya dengan orangtuanya hanya sebatas bertemu, subjek sangat jarang memiliki waktu untuk quality time dengan orangtuanya. Kurangnya waktu quality time dengan orangtuanya tersebut membuat subjek lebih memilih untuk mencari hiburan sendiri. Subjek mengaku lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah daripada di rumah. Namun, subjek juga mengatakan bahwa dirinya lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah sendirian. Subjek mengaku jika dirinya tidak memiliki banyak teman dekat, maka dari itu subjek lebih sering sendirian. Alasan subjek tidak banyak memiliki teman dekat karena menurut subjek orang lain dan teman-temannya tersebut tidak pernah peduli padanya. Setelah perceraian orangtuanya, subjek mengatakan bahwa temantemannya justru menjauhinya dan memandang sebelah mata kepadanya. Hal tersebut yang membuat subjek sulit untuk percaya kepada orang lain

6 terlebih kepada teman-temannya. Subjek merasa bahwa orang lain yang ada disekitarnya hanya akan menyakitinya. Keadaan orangtuanya yang bercerai juga membuat subjek merasa malu kepada orang lain terutama kepada teman-temannya. Selama ini subjek menutupi masalah keluarganya yang bercerai tersebut, dengan alasan supaya dirinya tidak di ejek oleh teman-temannya. Perasaan malu yang dimiliki subjek membuat subjek sulit untuk bergaul di lingkungannya. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa subjek kurang memiliki keakraban / intimacy kepada orang lain dimana keakraban / intimacy tersebut merupakan salah satu aspek dalam keterbukaan diri kepada orang lain. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti pada saat melakukan wawancara dengan subjek, terbukti bahwa subjek sebenarnya sangat menutupi masalah perceraian orangtuanya. Saat peneliti bertanya tentang orangtuanya yang bercerai, subjek awalnya hanya diam dan tersenyum. Subjek justru mengalihkan pembicaraan. Hal tersebut membuktikan bahwa subjek kurang memiliki honesty atau kejujuran dalam mengungkapkan diri, dimana honesty atau kejujuran tersebut merupakan bagian dari aspek untuk mengungkapkan diri. Namun, setelah peneliti beberapa kali bertanya dengan pertanyaan lain tentang perceraian orangtuanya, akhirnya subjek mau bercerita sedikit demi sedikit. Selain melakukan wawancara dengan subjek, peneliti juga melakukan wawancara kepada ayah subjek dan teman dekat subjek. Menurut

7 informasi yang diperoleh dari ayah subjek, semenjak orangtuanya bercerai subjek memang menjadi anak yang lebih pendiam. Subjek menjadi lebih suka mencari kesibukan sendiri dibandingkan harus di rumah bersama ayahnya. Menurut pengakuan ayah subjek, dulunya subjek adalah anak yang sering tinggal di rumah dan sering menghabiskan waktu dengan ayah dan ibunya. Namun, sekarang subjek sudah jarang sekali memiliki waktu dengan ayahnya. Sementara informasi yang diperoleh dari salah satu teman subjek yang memang dianggap paling dekat dengan subjek mengatakan bahwa dirinya tidak pernah diceritakan oleh subjek tentang masalah perceraian orangtua subjek. Teman subjek tersebut mengaku bahwa ia mengetahui orangtua subjek bercerai justru dari pengakuan ayah subjek. Menurut teman subjek, subjek memang sangat jarang terbuka tentang masalah hidupnya terlebih tentang keluarganya. Subjek hanya menceritakan tentang hal-hal yang dialaminya sehari-hari kepada teman dekatnya tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu faktor dari keterbukaan diri yaitu topik untuk mengungkapkan informasi yang dilakukan oleh subjek hanyalah informasi yang baik, sementara topik tentang perceraian orang tua subjek tidaklah menjadi informasi yang diungkapkan karena hal tersebut dianggap topik yang tidak baik menurut subjek. Dari uraian latar belakang tersebut di atas, menjelaskan tentang remaja yang tidak mampu terbuka tentang perceraian orangtuanya. Maka dari itu,

8 peneliti tertarik untuk meneliti tentang bagaimana self disclosure pada remaja tentang perceraian orangtuanya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan masalahnya sebagai berikut : Bagaimana self disclosure pada remaja tentang perceraian orangtuanya? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji self disclosure pada remaja tentang perceraian orangtuanya. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khasanah ilmu dan pengetahuan terutama ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial dan psikologi keluarga yang terkait dengan self disclosure pada remaja yang orangtuanya bercerai. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu remaja untuk bisa melakukan self disclosure kepada orang lain. Dalam hal ini, self disclosure diharapkan dapat membuat remaja menjadi tidak merasa terbebani dengan adanya masalah perceraian orangtuanya.