BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan benda atau peristiwa secara real. Hal ini sesuai dengan teori

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas dan profesional, serta memiliki kompetensi di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING PAD A TOPIK SEL ELEKTROLISIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

I. PENDAHULUAN. sekolah. Proses pembelajaran yang terjadi selama ini kurang mampu. mengembangkan kemampuan berfikir anak, karena keberhasilan proses

BAB I PENDAHULUAN. knowledge, dan science and interaction with technology and society. Oleh

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. banyak dituntut dalam menghafal rumus rumus fisika dan menyelesaiakan soal

BAB I PENDAHULUAN. karakter dan kreativitas siswa. Pendidikan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai perkembangan aspek/dimensi kebutuhan masyarakat sekitar. Dengan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Majunya suatu Negara ditentukan oleh kualitas pendidikannya. sistematis untuk merangsang pertumbuhan, perkembangan, meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas dan keberhasilan suatu bangsa bisa dilihat dari kualitas pendidikannya. Hal mendasar yang perlu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. siswa Indonesia mampu hidup menapak di buminya sendiri.

Yuniar Fikriani Amalia, Zainuddin, dan Misbah Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ruang lingkup IPA meliputi alam semesta secara keseluruhan baik

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya teknologi sekarang ini telah memberikan dampak positif dalam

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. IPA Terpadu Model Webbed dengan Pendekatan Inquiry pada Tema. Hujan Asam bagi Lingkungan sebagai Upaya Meningkatkan Science

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan yang mampu mendukung dimasa mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi siswa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

PEMBEKALAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran sains merupakan ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada siswa

I. PENDAHULUAN. ataupun tidaknya suatu pendidikan pada bangsa tersebut. Oleh karena itu, saat ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Peningkatan Hasil Belajar Mengenai Kesebangunan dan Simetri Siswa Sekolah Dasar

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui. pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan transformasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menunjukkan bahwa ilmu

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak boleh ditinggalkan yaitu pengetahuan (cognitive, intelectual), keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

I. PENDAHULUAN. salah satu tujuan pembangunan di bidang pendidikan. antara lain: guru, siswa, sarana prasarana, strategi pembelajaran dan

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang berlaku di jenjang sekolah menengah adalah kurikulum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Untuk Mengoptimalkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Pada Materi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, manual, dan sosial yang digunakan. Gunungsitoli, ternyata pada mata pelajaran fisika siswa kelas VIII, masih

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada usia anak SD merupakan tahapan pembelajaran yang bersifat operasional konkrit, dimana proses belajar siswa itu seharusnya berinteraksi dengan benda atau peristiwa secara real. Hal ini sesuai dengan teori belajar Piaget dalam Dahar (2006) yang mengatakan bahwa usia anak 7 11 tahun merupakan permulaan berpikir rasional. Untuk itu khususnya dalam pembelajaran IPA di SD yang merupakan suatu pembelajaran yang menekankan pada pemberian langsung untuk mengembangkan kompetensi yang dimiliki agar anak mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar melalui learning by doing. Selama ini proses pembelajaran IPA cenderung bersifat teacher centered dengan metode- metode pembelajaran yang cenderung monoton dan kurang melibatkan siswa dalam menemukan suatu konsep dalam proses pembelajaran. Pembelajaran seperti itu menimbulkan ketidaktahuan pada diri siswa mengenai proses maupun sikap dari konsep IPA yang diperoleh. Untuk menghadapi tantangan dunia luar atau terjun langsung ke masyarakat cenderung menonjolkan pengetahuan yang bersifat hafalan dari konsep- konsep saja. Sekolah lebih dominan menekankan pada aspek kognitif yang hanya mengutamakan pemahaman bahan pengetahuan dan ingatan atau Intelligence Quetient (IQ) namun kurang mengembangkan kemampuan Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ). Oleh karena itu, hendaknya dilakukan perubahan untuk meningkatkan kulitas pembelajaran dan mengoptimalkan efektivitas proses pembelajaran dari pembelajaran bersifat Teacher Centered menjadi Student 1

2 Centered. Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan dalam meningkatkan pembelajaran IPA adalah dengan melakukan pengembangan perangkat pembelajaran berkarakter yang bersifat sains berupa LKS. Media pembelajaran yang digunakan dalam bentuk LKS berisi materi yang harus dipelajari siswa yang berfungsi sebagai sarana untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Trianto (2011) menyatakan bahwa LKS memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh. Pengaturan awal dari pengetahuan dan pemahaman siswa diberdayakan melalui penyediaan media belajar pada setiap kegiatan eksperimen sehingga situasi belajar menjadi lebih bermakna dan produktif, dan dapat terkesan dengan baik pada pemahaman. LKS dalam pembelajaran untuk : (1) memudahkan guru dalam mengelola proses belajar, misalnya transmisi pengajaran dari Teacher Center menjadi Student Center; (2) membantu guru mengarahkan siswanya untuk dapat menemukan konsep-konsep melalui aktivitasnya sendiri atau dalam kelompok kerja; (3) dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan proses, mengembangkan sikap ilmiah serta membangkitkan minat siswa terhadap alam sekitarnya; dan (4) memudahkan guru memantau keberhasilan siswa mencapai sasaran belajar. Lingkungan pembelajaran juga dapat disesuaikan, setidaknya jika merancang lingkungan tersebut dengan fleksibilitas. Suatu model pengajaran yang sesuai tidak membuat sisa jemu dan bosan. Jika dirancang dengan baik, lingkungan pembelajaran akan menjadi tempat yang lembut dan menyenangkan dan bukannya menjadi tempat yang keras dan menyulitkan. Linkungan yang

3 seperti ini akan mendarah daging pada siswa dan mudah sesuai dengan karakter yang dimiliki siswa. Jika diperlukan dengan baik, siswa bisa menyesuaikan metafora yang lembut dan keras dengan metafora yang lebih baik dan bisa menciptakan ciri khas pembelajaran. Sejalan dengan pendapat Vlassi (2013) yang menyatakan bahwa dengan merancang strategi mengajar siswa secara aktif dalam proses pembelajaran melalui penyelidikan ilmiah (Inquiry) akan lebih meningkatkan pemahaman konseptual yang lebih dalam dan menjadi pemikir kritis yang lebih baik. Arends (2013) mengatakan bahwa model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan- tujuan pembelajaran, tahapan dalam setiap kegiatan pembelajaran dan juga keberhasilan dalam proses belajar mengajar yang berlangsung. Pengalaman dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta- fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Oleh karena itu, seorang guru harus tepat dalam memilih model pembelajaran dan merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya Selanjutnya, Andrini (2016) juga mengatakan bahwa model pembelajaran merupakan gambaran pembelajaran yang akan dilakukan oleh guru diruang kelas. Dengan menggunakan model yang kurang tepat dalam proses pembelajaran akan mengakibatkan kebosanan, kejenuhan, kurangnya pemahaman tentang konsepkonsep, dan monoton sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar. Oleh karena itu, model pembelajaran yang sesuai dengan efektivitas siswa adalah model pembelajaran Inquiry. Hal senada dinyatakan Joyce dan Weill (2011) yang mengatakan bahwa dengan menyesuaikan model pengajaran yang tepat untuk

4 pembelajaran akan membantu siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai- nilai, cara berpikir, dam cara mengekspresikan diri sehingga akan menimbulkan kondisi belajar yang bermakna dan produktif dan menghilangkan rasa bosan dan jenuh serta ketidak nyamanan dalam proses pembelajaran. Untuk menumbuhkan pembelajaran yang lebih bermakna, maka LKS dapat dimodifikasi dengan model pembelajaran berbasis Guided d Inquiry. Pengadaan LKS sangat diperlukan dalam kegiatan proses belajar mengajar dimana LKS mesti disesuaikan atau dikembangkan dengan model pembelajaran yang baik. Survei awal yang dilakukan menunjukkan bahwa guru masih jarang memberikan LKS kepada siswa, guru belum memaksimalkan pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, hasil belajar siswa masih berada dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), serta guru juga cenderung belum menggunakan pendekatan berbasis Guided Inquiry, dan LKS yang diperjual belikan tidak mengacu pada kurikulum yang bersifat scientific. LKS umumnya hanya berisi ringkasan materi, contoh soal dan dilanjutkan dengan evaluasi sehingga tidak mengacu pada kegiatan ilmiah tersebut. Adapun LKS yang terdapat kegiatan praktikum hanya berisi instruksi langsung sehingga siswa melakukan praktikum sesuai instruksi yang terdapat dalam LKS tanpa memikirkan alasan pengerjaan tahap demi tahap yang dilakukan. Pada beberapa LKS juga tidak ditemukan adanya contoh penerapan konsep dalam kehidupan sehari- hari. Selain itu, LKS juga tidak dilengkapi dengan warna, gambar, peta konsep dan bahasa yang digunakan kurang komunikatif. Sebagaimana tersebut diatas bahwa LKS merupakan salah satu salah satu bagian dari media pembelajaran dalam bentuk media cetak. Penggunaan LKS

5 dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Sebagaimana diungkapkan hasil penelitian terdahulu. Dewi (2014) melaporkan tentang pengembangan LKS IPA terpadu berbasis Webbed pada tema hujan asam untuk siswa SMP/ MTs Kelas VII yang disusun berdasarkan standar isi terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Diperoleh hasil belajar siswa meningkat sebesar 94 % setelah diberikan LKS IPA Terpadu. Selanjutnya, Fithriyyati (2014), melaporkan pengembangan LKS berorientasi scientific Aproach pada tema perubahan materi disekitar kita untuk meningkatkan pemahanan konsep IPA bagi siswa SMP kelas VII dan hal ini dapat menigkatkan pemahaman konsep siswa dalam perolehan standard Gain sebesar 0,5. Sementara itu Lestari (2014), dalam penelitiannya mengatakan bahwa melalui pengembangan LKS IPA berbasis ESD untuk meningkatkan kemampuan literasi sains siswa SMP dinyatakan valid untuk meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Ahmad (2014), melalui penelitiannya dengan pengembangan LKS IPA menyatakan bahwa LKS hasil pengembangan dinilai sangat baik menurut penilaian dosen ahli, uru IPA SMP, dan teman sejawat. Juga LKS hasil pengembangan dapat meningkatkan keterampilan proses siswa, yang ditunjukkan dengan gain score keterampilan proses sains keseluruhan sebesar 0,65. Fitriyati dkk (2013), menyatakan bahwa melalui penelitian pengembangan LKS Fisika diperoleh rerata skor dari ahli media sebesar 3, 46, ahli materi sebesar 3,50 dan guru Fisika sebesar 3,40 dengan interpretasi baik sehingga LKS ini layak sebagai media pembelajaran dengan sedikit revisi. Rerata keterlaksanaan pembelajaran sebesar 91,47 % dengan interpretasi sangat baik. Ketercapaian

6 hasil belajar dengan post-test sebesar 79,75. Respon siswa terhadap LKS mendapat skor 3,17 dengan demikian LKS tersebut dapat digunakan sebagai alternatif bahan ajar. Selanjutnya Damayanti dkk (2013), mengembangkan LKS berbasis Pendekatan Inkuiri Terbimbing untuk mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada materi Listrik Dinamis di kelas X SMA Negeri 3 Purworejo Tahun Pelajaran 2012/2013. Hasil penelitian ini menunjukkan kemampuan berpikir kritis pada peserta didik diperoleh dengan kategori baik. Data respon peserta didik terhadap LKS diperoleh dengan kategori baik serta data hasil belajar siswa diperoleh rerata secara klasikal sebesar 81,23 dan sudah mencapai KKM (73). Dilihat dari beberapa hasil penelitian terdahulu penting Penggunaan LKS harus diimplementasikan dalam praktik pembelajaran sehari-hari disatuan pendidikan, karena faktor penentu keberhasilan suatu pembelajaran terletak pada kompetensi seorang guru dalam mengelola pembelajaran dan komponen pembelajaran yang saling mendukung satu sama lain. Media pembelajaran berupa LKS sebagai komponen pembelajaran diharapkan guru dapat mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan siswa. Penggunaan LKS sangat besar perannya dalam proses pembelajaran, sehingga seolah-olah penggunaan LKS dapat menggantikan kedudukan seorang guru. Hal ini dapat diberikan, apabila LKS yang digunakan tersebut merupakan LKS berkualitas baik. Dari hasil observasi empirik di lapangan mengindikasikan bahwa guru masih jarang mengembangkan LKS sendiri. Hal ini terjadi karena banyaknya bahan ajar yang siap pakai sehingga guru tidak wajib mengembangkan

7 bahan ajar yang dapat digunakan. Tidak adanya LKS, menyebabkan siswa dominan mendengarkan dan mencatat yang sekaligus menjadi salah satu faktor pembelajaran tidak aktif melibatkan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Siswa yang berkemampuan rendah akan merasakan pembelajaran yang membosankan. Sebuah LKS harus dapat dijadikan sebuah bahan ajar sebagai pengganti fungsi guru. Pengajaran dengan mengembangkan LKS model siklus ini dirancang dengan cakupan lima fase yaitu: (1) pendahuluan; (2) penggalian; (3) penjelasan; (4) penerapan konsep; dan (5) evaluasi. Hal ini disebabkan melalui LKS model siklus belajar, siswa yang telah memiliki kesiapan dapat mengembangkan pemahamannya sendiri terhadap suatu konsep dengan kegiatan mencoba dan berpikir, sehingga siswa memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian, dan keterperincian dalam mengemukakan gagasan serta dapat meningkatkan kreativitas siswa. LKS yang dikembangkan sendiri oleh pendidik dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa. Selain lingkungan sosial, budaya, dan geografis, karakteristik siswa juga mencakup tahapan perkembangan siswa, kemampuan awal yang telah dikuasai, minat, latar belakang keluarga, dan lain-lain. Pengembangan LKS dapat menjawab kesulitan siswa dalam belajar dan memecahkan masalah yang dihadapi. Penerapan LKS dapat membantu sekolah dalam mewujudkan pembelajaran yang berkualitas. Penerapan LKS dapat menyediakan kegiatan pembelajaran lebih terencana dengan baik, mandiri, tuntas dan dengan hasil (output) yang jelas. LKS dapat memfasilitasi siswa lebih tertarik dalam belajar, siswa otomatis belajar bertolak dari prerequisites, dan dapat meningkatkan hasil belajar.

8 Berdasarkan hasil observasi awal di tempat penelitian, LKS yang beredar di sekolah- sekolah dasar Kota Rantang umumnya berisi latihan soal atau review dari bahan ajar setiap topik. LKS bentuknya hanya berupa pertanyaan- pertanyaan dari setiap ringkasan pokok bahasan yang sama, jawaban soal dapat dijawab oleh siswa tanpa melatih siswa untuk berfikir dalam mengembangkan potensi intelektual yang dimilikinya sehingga mengakibatkan siswa hanya menghafal konsep dari materi. Seperti yang terjadi saat sekarang banyak LKS beredar namun tidak sesuai dengan karakteristik siswa dan LKS, karena belum banyak mengandung kegiatan siswa. LKS tersebut belum melatih siswa melakukan penyelidikan (inquiry), sebaliknya hanya berupa drill latihan soal. LKS tersebut jauh berbeda dengan ketentuan LKS yang bersifat student center (Inquiry). Rendahnya ketersediaan LKS yang berbasis Guided Inqury ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab minimnya kegiatan pembelajaran yang bersifat student center dimana siswa langsung melakukan kegiatan eksperimen atau investigasi dalam mengembangkan kemampuan dasar siswa, sehingga siswa hanya belajar menghafal konsep- konsep dan prinsip tanpa membiasakan dan mengajarkan siswa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui metode ataupun kerja alamiah untuk menemukan jawaban dari sebuah masalah. Selain itu, kurikulum menuntut pendidik yang profesionalis dan berkompeten, agar mampu mengembangkan bahan ajar dan media ajar melalui LKS berbasis Guided Inquiry perlu disikapi. Selanjutnya dalam survey atau penelitian awal, peneliti memberikan sembilan soal materi IPA yang sudah dibelajarkan. Dari sembilan soal yang diberikan, peserta didik hanya memperoleh hasil rata- rata sebesar 35. Hasil diatas

9 memberi jawaban hasil belajar IPA siswa sebagian besar siswa masih dibawah nilai KKM (73,0). Kenyataan ini dinilai bahwa hasil belajar IPA siswa masih rendah. Satu hal yang diperhatikan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri siswa. Hasil wawancara terhadap peserta didik, menunjukkan bahwa mereka belajar IPA itu menyenangkan namun sangat membosankan dan monoton, terlalu banyak yang mau ditulis dan di hafal, juga terlalu banyak soal- soal yang harus dikerjakan. Peran guru sebagai fasilitator, dimana pengadaan LKS diharapkan mampu mengubah kondisi pembelajaran dari yang biasanya guru berperan menentukan apa yang dipelajari menjadi bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengembangkan bahan ajar berupa LKS dengan pembelajaran berbasis Guided Inquiry Inkuiri terbimbing) dengan judul: Pengembangan LKS Berbasis Guided Inquiry untuk Pembelajaran IPA Materi Energi Listrik dan Pemanfataannya pada SD Kelas VI. Diharapkan kan terjadi peningkatan hasil belajar dan pemahaman konsep materi pelajaran serta kemampuan berpikir siswa dalam mewujudkan tujuan pembelajaran. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan, sebagai berikut: 1) LKS yang ada pada SDN 106154 Kota Rantang hanya siap pakai dan sangat minim kegiatan siswanya; 2) Guru masih jarang memberikan LKS kepada siswa SDN 106154 Kota Rantang;

10 3) Rendahnya ketersediaan LKS berbasis Guided Inquiry yang beredar dipasaran; 4) Aktivitas siswa SDN 106154 Kota Rantang dalam pembelajaran tergolong monoton; 5) Siswa SDN 106154 Kota Rantang kurang terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran; 6) Hasil belajar siswa SDN 106154 Kota Rantang masih rendah. 1.3. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka yang menjadi batasan masalah pada penelitian ini adalah mengembangkan sebuah LKS IPA kelas VI berbasis Guided Inquiry pada Materi Energi Listrik dan Pemanfatannya di SD Negeri No 106154 Kota Rantang Kab. Deli Serdang. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah maka rumusan masalah yang dikemukakan pada penelitian ini adalah: 1) Bagaimana kelayakan dan kevalidan LKS berbasis Guided Inqury berdasarkan ahli materi, ahli bahasa, dan ahli design?; 2) Bagaimana respon siswa terhadap LKS berbasis Guided Inqury? 3) Apakah peningkatan Hasil Belajar dengan menggunakan LKS berbasis Guided Inquiry lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan yang menggunakan LKS yang Konvensional?

11 1.5. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: 1) Untuk mengetahui kelayakan dan kevalidan LKS berbasis Guided Inquiry yang dihasilkan; 2) Untuk mengetahui respon siswa terhadap LKS berbasis Guided Inquiry yang dikembangkan. 3) Untuk mengetahui hasil belajar yang menggunakan LKS berbasis Guided Inquiry lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan menggunakan LKS berbasis Konvensional; 1.6. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu: 1) Secara teoritis manfaatnya adalah (a) sebagai sarana untuk mengembangkan LKS pada pembelajaran IPA yang sesuai dengan prosedur, prinsip, teori, dan konsep teknologi pendidikan dalam kawasan pengembangan dan pemanfaatan LKS, (b) untuk dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang penggunaan LKS dan berguna untuk meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya yang berkaitan dengan pengembangan LKS dalam pembelajaran IPA, dan (c) sumbangan pemikiran dan bahan acuan guru, pengembang, lembaga pendidikan dan peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji dan mengembangkan secara lebih mendalam tentang pengembangan LKS pembelajaran IPA. 2) Secara praktis manfaatnya adalah (a) bagi siswa, sebagai pengalaman baru dalam menggunakan LKS berbasis Guided Inquiry dan dapat meningkatkan pemahaman siswa serta hasil belajarnya, (b) bagi guru, sebagai bahan

12 masukan mengenai LKS berbasis Guided Inquiry dalam meningkatkan hasil belajar IPA siswa, dan (c) bagi sekolah, sebagai bahan referensi dalam meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.