BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gempa yang kembali terjadi di Indonesia tidak lepas dari kenyataan bahwa letak kepulauan kita yang berada di garis pergeseran antara lempengan tektonik Australia dan Pasifik, pergeseran antara kedua lempengan tektonik tersebut kerap menimbulkan terjadinya gempa bumi Tektonik. Disamping itu, di Indonesia juga terdapat lebih dari 400 gunung berapi, dimana 100 diantaranya masih aktif dan dapat menyebabkan terjadinya gempa bumi Vulkanik. Fakta tercatat, Indonesia mengalami tiga kali getaran dalam sehari, gempa bumi sedikitnya satu kali dalam sehari dan sedikitnya satu kali letusan gunung berapi dalam setahun. Selama ini masyarakat sangat mengenal dengan baik konstruksi beton. Disisi lain, masyarakat juga dikejutkan banyaknya konstruksi bangunan yang rusak akibat gempa. Ini dikarenakan konstruksi beton itu berat, sehingga jika ada gempa maka gaya gempa akan sangat tergantung 2 hal yakni percepatan gempa dan bangunan. Semakin berat bangunan atau semakin besar percepatan gempa maka gaya gempa yang timbul semakin besar. Kalau perecepatan gempa tidak akan bisa kita pengaruhi, sedangkan berat gempa bisa didesain dengan memakai bahan yang ringan. Lazimnya beton yang biasa digunakan mempunyai berat jenis 2400 kg/m3, akan tetapi saat ini sudah sangat berkembang beton dan mempunyai berat jenis yang lebih ringan yakni beton ringan. Beton ringan ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun 1923 sebagai alternatif material bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan. Beton
ringan ini kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman di tahun 1943. Melalui produk Hebel, beton ringan pun mendapat julukan Aerated Lightweight Concrete (ALC). Hasilnya, beton ringan aerasi ini dianggap sempurna, termasuk material bangunan yang ramah lingkungan, karena dibuat dari sumber daya alam yang berlimpah. Sifatnya kuat, tahan lama, mudah dibentuk, efisien, dan berdaya guna tinggi. Di Indonesia sendiri beton ringan mulai dikenal sejak tahun 1995, saat didirikannya PT Hebel Indonesia di Karawang Timur, Jawa Barat. Secara umum berdasarkan German Building Code DIN 1045, beton dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis sbb: 1. Kondisi Lingkungan (Umwelt Bedingungen), a.l. tahan terhadap korosi, korosi terhadap tulangan dan korosi terhadap beton. 2. Beton yang sudah mengeras (Festbeton) a.l. terhadap kuat tekan dan terhadap berat jenis 3. Beton segar(frishbeton) a.l, Terhadap konsistensi dan terhadap jenis agregat. Dari 3 klasifikasi diatas beton ringan termasuk klasifikasi no 2 yakni beton yang sudah mengeras, yakni terhadap berat jenis. Dengan mengacu German Building Code yakni DIN 1045 klasifikasi Beton berdasarkan berat jenis dibedakan dengan a.l. normal (Normalbeton), beton ringan (Leichtbeton) dan beton berat (Schwerbeton). Berat jenis beton normal adalah 2000 kg/m 3-2600 kg/m 3, dan untuk beton berat adalah > 2600 kg/m 3. Sedangkan Beton Ringan mempunyai berat Jenis 800 s/d 2000 kg/m 3. Berdasarkan DIN 4226, bagian ke dua bahwa agregat beton ringan tidak boleh larut dalam air demikian juga jika dipakai tulangan agregatnya tidak boleh
memberikan efek karat terhadap tulangannya. Bahan agregat dari beton sebagai pencampur semen adalah dari sejenis material yang diolah dari tanah liat seperti Blaehton, ataupun dari Kaca dan polystrol. Contoh dari bahan agregat tersebut dapat dilihat di gambar 1. Batu Apung Gambar 1.1 bahan campuran/agregat dari beton ringan Selain itu, material/agregat lainnya terdapat di gunung berapi/vulkan atau dari limbah pabrik tertentu, seperti : batu apung, abu terbang, dan lainnya. Dalam hal ini penulis akan membuat beton ringan dengan menggunakan agregat kasar berupa batu apung. Penggunaan batu apung ini adalah untuk mendapatkan beton yang tergolong dalam beton ringan, yaitu beton yang mempunyai berat jenis 800 kg/m³ s/d 2000 kg/m³. I.2. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berat jenis dan kuat tekan dari beton ringan yang akan dibuat dengan menggunakan batu apung, sebagai bahan pembandingnya digunakan beton normal dengan mutu beton yang sama. Dari penelitian ini kita akan mendapatkan kesimpulan hasil perbandingan beton ringan dengan beton normal.
I.3. Pembatasan Masalah Untuk membatasi luasnya ruang lingkup masalah maka di buat batasanbatasan masalahnya, yaitu : 1. Mutu beton yang direncanakan adalah K-200 kg/cm², pada umur 21 hari. 2. Menggunakan material, a. untuk beton normal : batu pecah dan pasir b. untuk beton ringan : batu apung dan pasir 3. Standar pengujian adalah ASTM standart dan SK SNI. 4. Perawatan beton dengan cara perendaman dalam air untuk silinder. 5. Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada umur 7 hari, 14 hari, dan 21 hari, masing-masing 3 buah untuk setiap variasi beton, dengan benda uji silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Gambar 1.2 Benda Uji Silinder 6. Nilai ekonomis tidak dihitung.
I.4. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah kajian eksperimental di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik. Adapun tahap-tahap pelaksanaan penelitian sebagai berikut : 1. Penyediaan bahan penyusun beton : batu pecah, batu apung, pasir, dan semen. 2. Pemeriksaan bahan penyusun beton. Analisa ayakan agregat halus dan agregat kasar. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no.200) Pemeriksaan kadar liat (clay lump) pada agregat kasar. Pemeriksaan kandungan organic (colorimetric test) pada agregat halus. Pemeriksaan berat isi agregat halus dan agregat kasar. Pemeriksaan berat jenis dan absorbs agregat halus dan agregat kasar. 3. Mix design (perencanaan campuran) Penimbangan/penakaran bahan penyusun beton berdasarkan uji karakteristik. Bahan penyusun beton dan mutu beton yang direncanakan dalam penelitian ini adalah K-200 kg/cm². 4. Percobaan / Pembuatan benda uji silinder Adapun sampel yang digunakan adalah : a. Sampel I, beton normal. b. Sampel II, beton ringan dengan menggunakan material batu apung. Untuk lebih jelasnya jumlah benda uji yang akan di buat dapat dilihat pada table 1.1 di bawah ini.
Table 1.1 Distribusi Pengujian Benda Uji Silinder Jumlah Benda Uji Untuk Kuat Tekan Beton SAMPEL 7 Hari 14 Hari 21 Hari I 3 3 3 II 3 3 3 Jumlah 6 6 6 5. Pengujian nilai slump (slump test ASTM C143-90a) Untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan beton. 6. Perhitungan berat jenis sampel Rumus untuk menghitung berat jenis benda adalah perbandingan berat benda tersebut terhadap volumenya. 7. Pengujian kuat tekan beton (ASTM C39-86) pada umur 7, 14, dan 21 hari. 8. Analisa hasil percobaan. I.5. Manfaat Penelitian Dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan teknologi beton, khususnya dalam pembuatan beton ringan. Sehingga nantinya dapat diperoleh beton ringan dengan mutu tinggi.
I.6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah : BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini berisikan latar belakang penelitian, permasalahan yang akan diamati, tujuan yang akan dicapai, pembatasan masalah, dan metodologi penelitian yang dilaksanakan oleh penulis. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini berisikan keterangan umum dan khusus mengenai bahan beton yang akan diteliti berdasarkan referensi-referensi yang didapat oleh penulis. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini berisikan prosedur penyediaan bahan yang digunakan dalam penelitian, yaitu : agregat kasar, agregat halus, semen, air, dan batu apung, dan disertai pembuatan benda uji, penghitungan berat jenis, dan proses pengujian. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini berisikan data dan analisa hasil pengujian beton di laboratorium serta pembahasannya. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian akhir laporan tugas akhir ini terdapat kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan dan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya.