ERUDIO, Vol. 1, No. 1, Desember 2012 ISSN: 2302-9021 EVALUASI SISTEM MANAJEMEN KEBAKARAN GEDUNG REKTORAT UNIVERSITAS BRAWIJAYA (Lt. 1 s.d 4) Ambar Kristiyanto 1) 1) Mahasiswa Program Pasca Sarjana PSLP Universitas Brawijaya ABSTRAK Sulitnya penanggulangan bencana kebakaran pada bertingkat karena memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis kebakaran yang terjadi di pabrik atau bangunan lainnya yang tidak bertingkat. Oleh karena itu selalu diperlukan evaluasi sistem manajemen kebakaran yang dilakukan secara terus menerus dengan baik dan terencana sepanjang siklus kegiatan operasional di tersebut. Manajemen kebakaran dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu diawali dari pencegahan yang dilakukan saat pra kebakaran dengan aktivitas merumuskan dalam kebijakan manajemen institusi, pembuatan organisasi dan prosedur kebakaran, identifikasi bahaya kebakaran, pembinaan dan pelatihan peran kebakaran, pemasangan sistem proteksi kebakaran, inspeksi kebakaran dan pengendalian bahaya kebakaran.pada tahap yang kedua penanggulangan yang dilakukan saat kejadian kebakaran dalam fase ini dikembangkan sistem tanggap darurat yang baik dan efektif sehingga kebakaran dapat secepatnya dipadamkan serta proses evakuasi dapat berjalan dengan sempurna. Sedangkan tahap yang ketiga adalah fase rehabilitasi dan rekonstruksi dari dampak kebakaran yang dilakukan pasca kebakaran dengan aktivitas penyelidikan dan pelaporan serta audit kebakaran. Dari ketiga tahapan diatas dapat digunakan untuk melakukan evaluasi kelebihan dan kekurangan sistem manajemen kebakaran di rektorat guna perbaikan strategi manajemen kebakaran selanjutnya. Kata kunci: Evaluasi, strategi, manajemen kebakaran PENDAHULUAN Manajemen kebakaran suatu bertingkat merupakan suatu rencana yang memuat prosedur yang mengatur siapa harus berbuat apa pada saat terjadi situasi bencana kebakaran yang terjadi secara mendadak dan tidak dikehendaki yang dapat berakibat mengancam terhadap kehidupan, aset dan operasi perkantoran serta lingkungan. Bencana kebakaran harus dikelola dengan baik dan terencana mulai dari pencegahan, penanggulangan dan rehabilitasi setelah terjadi kebakaran, karena kecenderungan masyarakat selama ini hanya bereaksi setelah kebakaran terjadi bahkan bahaya kebakaran sering diabaikan dan tidak mendapat perhatian dari sistem manajemen. Pengelolaan bencana kebakaran juga bukan sekedar menyediakan alat pemadam atau melakukan latihan peran kebakaran, namun diperlukan suatu program yang terencana dalam suatu sistem manajemen kebakaran yang merupakan upaya terpadu untuk mengelola resiko kebakaran mulai dari perecanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan tindak lanjutnya (Ramli, 2010). Sistem manajemen kebakaran di rektorat dapat berjalan dengan baik apabila didukung ketersediaan personil yang sudah terorganisir dengan baik dan memiliki kemampuan mengendalikan upaya pengelolaan bencana kebakaran secara terpadu. Organisasi yang dimaksud adalah organisasi yang dibentuk oleh pengelola dan penghuni rektorat dengan sebutan organisasi peran kebakaran (fire warden) dan merupakan bagian yang sangat penting di dalam rencana darurat bencana kebakaran pada bangunan bertingkat. Organisasi peran kebakaran (fire warden) ini memiliki tugas pokok mengembangkan potensi anggota peran kebakaran dan menyelenggarakan pembinaan terhadap penghuni dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana kebakaran berdasarkan prosedur rencana tindak darurat yang disusun mulai dari pra kebakaran, saat kebakaran dan pasca kebakaran. Fungsi utama anggota peran kebakaran adalah melaksanakan pemadaman tingkat awal sedini mungkin agar penjalaran kebakaran dapat dikendalikan dengan baik sehingga bangunan dan isinya termasuk penghuninya terhindar dari bencana yang lebih besar. Disamping fungsi pemadaman
Ambar Kristiyanto: Evaluasi Sistem Manajemen Kebakaran 19 ditingkat awal, organisasi peran kebakaran bertanggung jawab pula atas terlaksananya pengevakuasian penghuni dan dokumen penting dari tempat bencana ke tempat aman yang telah ditentukan, apabila upaya pemadaman kebakaran tingkat awal gagal dilaksanakan. Oleh karena itu, program pengendalian dan penanggulangan bencana kebakaran di rektorat sudah seharusnya dimasukan dalam penentuan kebijakan manajemen dalam organisasi. Adapun tujuan dari kegiatan pengelolaan bencana kebakaran rektorat adalah : 1. Mengidentifikasi permasalahan utama dari Gedung Rektorat Univeritas Brawijaya dalam upaya pencegahan bencana kebakaran. 2. Merumuskan kembali strategi manajemen kebakaran di Gedung Rektorat Universitas Brawijaya METODE PENELITIAN Metode yang dilakukan untuk kegiatan pengelolaan bencana kebakaran ini melalui beberapa tahapan yaitu: a. Tahap 1: Survei dan Observasi Gedung Tahapan ini dilakukan dengan berkeliling dan ruangan lantai 1 s.d 4 dengan melakukan pengamatan serta mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dari rektorat, terutama yang berkaitan dengan bencana kebakaran, dengan melakukan pengambilan foto dan pembuatan catatan dengan penghuni dari temuan-temuan di lapangan. b. Tahap 2 : Diskusi Hasil temuan yang diperoleh di lapangan didiskusikan antar anggota kelompok. Diskusi yang dilakukan untuk membahas potensi bencana kebakaran yang ada di dalam serta dampak yang ditimbulkannya. Selanjutnya dirumuskan solusi pemecahan dari permasalahan tersebut. Di samping itu, solusi pemecahan dapat digunakan pihak-pihak yang terkait dalam menjalankan tugas sesuai dengan bidangnya masing-masing. c. Tahap 3 : Pengembangan Peta Rawan Bencana Kebakaran. Denah untuk masing-masing lantai diperoleh dari Bagian Pengadaan Gedung Rektorat, yang selanjutnya denah tersebut dikembangkan untuk menjadi dasar dari pembuatan peta risiko bencana kebakaran di Gedung rektorat. Selain tahapan-tahapan tersebut di atas, juga dilakukan wawancara kepada beberapa pihak yang beraktivitas di dalam. Tujuan dari wawancara tersebut adalah untuk menganalisa tingkat kerentanan dari sumberdaya manusia yang bekerja dan beraktivitas di dalam dalam menanggapi datangnya bencana kebakaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Gedung Rektorat yang menjadi pusat aktivitas kegiatan akademik Universitas Brawijaya memiliki sembilan lantai. Berdasarkan klasifikasi yang dibuat Standar Konstruksi Bangunan Indonesia tahun 1987, bangunan dengan ketinggian lebih dari 40 meter (8 lantai) diharuskan memiliki sistem manajemen kebakaran yang dilengkapi dengan sistem pemadaman otomatis (Sprinkler). Sistem manajemen kebakaran di rektorat seharusnya dilaksanakan dalam tiga tahap yang dimulai dari pencegahan yang dilakukan sebelum kebakaran, penanggulangan kebakaran dilakukan saat kebakaran, rehabilitasi dan rekonstruksi setelah terjadi kebakaran. Dari hasil observasi, suvei dan diskusi dalam evaluasi sistem manajemen kebakaran di rektorat diperoleh data dan informasi sebagai berikut : 1. Program Pra Kebakaran a. Kebijakan Manajemen. Program pengendalian dan penanggulangan kebakaran di Gedung Rektorat sudah dimasukkan dalam kebijakan manajemen Universitas Brawijaya b. Organisasi dan Prosedur. Pengorganisasian dan prosedur dalam mengelola bencana kebakaran belum maksimal karena tugas dan tanggung jawab pengelolaan bencana kebakaran hanya dibebankan kepada satuan pengaman. c. Identifikasi Bahaya Kebakaran. Sumber bahaya kebakaran yang ada di Gedung Rektorat diantaranya kertas, kayu, plastik, kemasan, dan material
20 Ambar Kristiyanto: Evaluasi Sistem Manajemen Kebakaran lainnya yang mudah terbakar. Sedangkan sumber panasnya bisa berasal dari instalasi listrik, dapur untuk memasak, dan pekerjaan yang menggunakan sumber api lainnya. d. Pembinaan dan Pelatihan Pembinaan dan Pelatihan terhadap Tim Pemadam Kebakaran yang merupakan unsur penting dalam sistem manajemen kebakaran belum maksimal, bahkan para penghuni belum pernah sama sekali mendapat pembinaan dan pelatihan pengelolaan bencana kebakaran. e. Sistem Proteksi Kebakaran. Belum adanya fasilitas sistem proteksi kebakaran diantaranya : alarm kebakaran, detektor kebakaran, Sprinkler, alat penyelamat, alat pertolongan pertama dan sarana komunikasi yang memadai. f. Inspeksi Kebakaran. Inspeksi peralatan pemadam kebakaran belum dilakukan secara berkala, hal ini ditandai terkuncinya hydrant dan tidak jelas siapa yang membawa kuncinya, terendamnya pompa bertekanan tinggi untuk menyalurkan air keseluruh lantai apabila terjadi kebakaran dan pengecekan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) juga belum pernah dilakukan. g. Pengendalian Bahaya Kebakaran. Belum adanya langkah - langkah preventif untuk menghindarkan atau menekan risiko kebakaran, hal ini ditandai dengan hasil evaluasi dan survei yang dilakukan di dalam dan di luar rektorat didapatkan beberapa temuan dalam menghadapi kesiapsiagaan terhadap bencana kebakaran, baik yang bersifat positif maupun negatif. Hasil temuan-temuan tersebut dicantumkan dalam bentuk tabel untuk memudahkan dalam menganalisa tingkat kerentanannya guna menentukan langkah atau kebijakan selanjutnya. 1) Hydrant Kondisi terkunci Rusak (pada laintai 1) Gambar 1. Hydrant Kesulitan membuka pada saat terjadi kebakaran Tidak dapat digunakan saat terjadi kebakaran Box Hydrant harus selalu dalam keadaan tidak terkunci Segera dilakukan perbaikan Pengeringan Generator Tidak berfungsi ruang generator hydrant terendam dengan baik dalam dari genangan air air menyuplai air dan perbaikan Tidak terdapat pemakaian Semua orang tidak mengetahui cara pemakaiannya dengan baik 2) Pemadam Kebakaran Tersembunyi di belakang papan (pada lantai 4) Jumlah Alat Pemadam Api Ringan ( APAR ) terbatas Tidak terdapat pemakaian peralatan Ditempelkan pemakaian di sampingnya Bagian Umum dan Pengadaan Bagian Umum dan Pengadaan Gambar 2. Alat Pemadam Kebakaran Kesulitan dalam pengambilan saat terjadi bencana Tidak mencukupi apabila terjadi kebakaran Semua orang tidak mengetahui pemakaiannya Menyingkirkan papan yang menutupi Penambahan jumlah APAR disetiap lantai Ditempelkan pemakaian di sampingnya Bagian Umum dan Pengadaan
Ambar Kristiyanto: Evaluasi Sistem Manajemen Kebakaran 21 3) Tangga Darurat Banyaknya barang yang tidak terpakai tersimpan di dalam tangga darurat dan kondisi gelap Gambar 3. Tangga Darurat Menghambat laju orang saat evakuasi Menyingkirkan, dan pihak kebersihan membersihkan Bagian umum dan ruangan tangga pengadaan darurat dari barang-barang dan memasang lampu dengan sumber listrik yang mandiri Box Hydrant dalam kondisi terkunci Kabel yang melintang di taman bukan dari jenis kabel taman. Kesulitan penggunaan saat terjadi kebakaran Terjadinya korsleting saat terkena air hujan sehingga memicu kebakaran Tidak mengunci Box Hydrant Penggantian jenis kabel dan Pihak penempatan pertamanan dan kabel pada lokasi bagian Umum yang lebih aman 2. Program Saat Bencana Kebakaran. Apabila kebakaran tidak bisa dicegah dan akhirnya tidak terkendali maka langkah penting yang harus dilakukan adalah menyatakan kondisi Tanggap Darurat yang merupakan serangkaian kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda serta dokumen penting lainnya ketempat yang lebih aman, melalui peta mitigasi bencana kebakaran di rektorat sebagai berikut : a. Denah jalur evakuasi lantai 1. 4) Konstruksi Bangunan Penempatan tangga darurat terletak di dalam Penempatan papan penunjuk lantai tepat di atas tangga Pintu masingmasing ruangan hanya satu buah Membahayakan apabila sumber api ada dalam Membahayakan orang yang lewat di bawahnya Penumpukan di pintu orang saat terjadi bencana kebakaran. 5) Bagian Luar Gedung Jangka panjang : perlu rancangan ulang tangga darurat yang letaknya diluar. Jangka Pendek Setiap penghuni dilengkapi dengan masker. Pemindahan lokasi papan dengan menempelkannya di dinding yang lebih aman Bagian Umum dan Pewngadaan Pihak pengelola Pembuatan pintu darurat di masingmasing ruangan Pihak pengelola yang memudahkan saat evakuasi Gambar 4. Bagian Luar
22 Ambar Kristiyanto: Evaluasi Sistem Manajemen Kebakaran b. Denah jalur evakuasi lantai 2 d. Denah jalur evakuasi lantai 4. c. Denah jalur evakuasi lantai 3. Selama kegiatan evakuasi kebakaran seluruh penghuni diharuskan menggunakan masker untuk mencegah terhirupnya asap kebakaran yang terjebak dalam karena posisi pintu tangga darurat berada di dalam. 3. Program Pasca Kebakaran. a. Rehabilitasi dan rekonstruksi. Kegiatan pemulihan kembali pada korban harus segera dilaksanakan, demikian juga dengan material yang mengalami kerusakan harus segera diperbaiki atau diganti. b. Penyelidikan dan Pelaporan. Belum adanya penetapan prosedur dan pelaporan kepada pihak terkait yang dibakukan. c. Audit Kebakaran. Belum ada checklist tentang audit kebakaran di Gedung Rektorat, dengan tujuan untuk melihat dan mengevaluasi kesesuaian sistem manajemen kebakaran dengan ketentuan atau standar yang berlaku.
Ambar Kristiyanto: Evaluasi Sistem Manajemen Kebakaran 23 KESIMPULAN 1. Sistem manajemen bencana kebakaran, yang ada masih memiliki beberapa kelemahan yaitu : a. jawab bencana kebaran hanya dibebankan kepada anggota satuan keamanan Universitas. b. Belum ada peta mitigasi bencana kebakaran di setiap lantai/ ruangan. c. Terdapat peralatan pemadam kebakaran yang tidak bisa dioperasionalkan sesuai dengan fungsinya. d. Para penghuni ruangan belum semuanya pernah mengikuti pelatihan pengelolaan bencana kebakaran. e. Posisi tangga darurat yang berada didalam ruangan beresiko membahayakan apabila sumber api berasal dari dalam. 2. Manajemen kebakaran dirumuskan dengan strategi Pra Kebakaran, Saat terjadi kebakaran, dan Pasca kebakaran. a. Pra Kebakaran dengan menganalisa tingkat kerentanan dari Gedung Rektorat Universitas Brawijaya terhadap datangnya bahaya kebakaran b. Saat terjadi Kebakaran dengan membentuk tim yang siap dalam menghadapi tanggap darurat bencana kebakaran dan mempunyai kemampuan memadamkan kebakaran agar tidak meluas serta dapat menyelamatkan koban dan barang berharga yang ada dalam rektorat c. Saat Pasca Kebakaran dilaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi dampak bencana kebakaran, serta investigasi atau penyelidikan kebakaran untuk mengetahui faktor penyebabnya. Saran : 1. Perlu dibuatkan Protap Mitigasi Bencana Kebakaran Gedung Rektorat. 2. Perlu diadakan pelatihan mitigasi bencana Gedung Rektorat kepada seluruh Penghuni. UCAPAN TERIMA KASIH Syukur Alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.dan tak lupa saya mengucapkan terimakasih yang sedalam - dalamnya kepada : 1. Rektor Universitas Brawijaya berserta Staf yang telah memberikan ijin untuk menggunakan fasilitas rektorat dalam meyelesaikan tugas mata kuliah Analisa Resiko Bencana. 2. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya berserta Staf yang telah memberikan rekomendasi permohonan kepada Bapak Rektor untuk menggunakan rektorat sebagai sarana praktek lapangan. 3. Bapak Sukir Maryanto, PhD selaku Dosen Analisa Resiko Bencana yang telah memberiakan bimbingan serta arahan selama perkuliahan. 4. Rekan rekan semua yang telah memberikan saran masukan. DAFTAR PUSTAKA [1] Juwana, Jimmy S, Ir, MSAE 2005. Panduan Sistem Bangunan Tinggi.Penerbit Erlangga Jakarta. [2] Ramli, S. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Bencana. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta. hal :108-110 [3] Ramli, S. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta. hal:137-192 [4] Sutanta, H. et al. 2009. An Integrated Approach For Disaster Risk Reduction Using Spatial Planning And Sdi Platform. Department of Geomatics, University of Melbourne