MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR LAMA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP. Emisi Gas. Baku Mutu. Kategori L3. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

DAMPAK EMISI KENDARAAN TERHADAP LINGKUNGAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 39 TAHUN 2010 TENTANG

Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 04 Tahun 2009 Tanggal : 25 Maret 2009

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : /MENLH/ /TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 167 TAHUN 2003

PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR 04 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 04 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Udara

Kotak 5.1: Peraturan perundang-undangan terkait dengan pengendalian pencemaran udara

PEMERINTAH KOTA PASURUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2007 TENTANG

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 10 TAHUN 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR :13 TAHUN 2014 TENTANG PENGUJIAN AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR

BAB I PENDAHULUAN. dan sektor transportasi berjalan sangat cepat. Perkembangan di bidang industri

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 NOMOR : 40

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN DAN UJI GAS EMISI BUANG KENDARAAN BERMOTOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 82 TAHUN 2001 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA. (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2001 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA)

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2009

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2012

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4

polusi udara kendaraan bermotor

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN GRESIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008

SOSIALISASI DALAM RANGKA : PERTEMUAN PENGUJI KENDARAAN BERMOTOR SELURUH INDONESIA TAHUN 2010

PENGEMBANGAN KENDARAAN ANGKUTAN BARANG MURAH PERDESAAN

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 59 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG

- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 129/MPP/Kep/4/2000

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 6 TAHUN 1997 TENTANG PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BULUNGAN.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Pengendalian. Pengguna. Bahan Bakar Minyak.

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG DI KALIMANTAN BARAT

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR

Pasal 48 yang berbunyi :

PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambaha

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 05 TAHUN 2006 TENTANG AMBANG BATAS EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR LAMA

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 75 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (PKB)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2009 NOMOR : 3 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2001 SERI B.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

LAPORAN SINGKAT HASIL LOMBA UJI EMISI ANTAR INSTANSI DAN SPOT CHEK EMISI KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN SLEMAN

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-15/MENLH/4/1996 TENTANG PROGRAM LANGIT BIRU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

Mengingat : cvi.6. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 68 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BAKU MUTU LINGKUNGAN HIDUP DAN KRITERIA BAKU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG HARGA JUAL ECERAN DAN KONSUMEN PENGGUNA JENIS BAHAN BAKAR MINYAK TERTENTU

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 056 TAHUN 2012 TENTANG

Koordinasi Penerapan Standard Euro II Kendaraan Tipe Baru

BUPATI NUNUKAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 TAHUN 2014 TENTANG

Transkripsi:

Seri Lembar Informasi Pencemaran Udara November 2018 #3 MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI Oleh: Margaretha Quina KPBB ICEL

Seri Lembar Informasi Pencemaran Udara November 2018 #3 MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI Oleh: Margaretha Quina KPBB ICEL

Peningkatan laju pertumbuhan armada transportasi ini tidak jarang membutuhkan intervensi pada skala yang lebih tinggi dibandingkan pengendalian sumber pencemar Mobilitas kita sehari-hari merupakan salah satu sumber emisi yang tidak kita sadari. Berbagai data yang ada menunjukkan bahwa kontributor utama buruknya kualitas udara kota-kota besar di Indonesia adalah sektor transportasi. Di Jakarta, sektor ini berkontribusi 47% (ratarata) untuk keseluruhan parameter. 1 Dalam pengendalian pencemaran, kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi yang tidak tetap lokasinya ini termasuk sebagai sumber bergerak, dan dengan demikian pengendaliannya termasuk dalam pengendalian sumber bergerak. Mengendalikan sumber bergerak, khususnya pada sektor transportasi, membutuhkan strategi yang multi-sektoral. Di satu sisi, pembebanan kewajiban kepada pencemar individual (seperti kendaraan pribadi) perlu dilakukan dan diawasi kepatuhannya untuk armada yang telah ada sekarang. Di sisi lain, pertumbuhan penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat akan menyebabkan meningkatnya mobilitas dan penggunaan transportasi, pribadi maupun publik, yang secara kumulatif meningkatan beban emisi. Peningkatan laju pertumbuhan armada transportasi ini tidak jarang membutuhkan intervensi pada skala yang lebih tinggi dibandingkan pengendalian sumber pencemar. 2 Bukan tidak mungkin jika sekalipun seluruh kewajiban yang dibebankan pada sumber pencemar individual telah ditaati dengan baik, beban emisi secara kumulatif masih meningkat. Penaatan pada sumber pencemar individual, dengan demikian, adalah hal terkecil yang dapat dilakukan segera oleh pemerintah. Untuk memudahkan fokus, lembar informasi ini hanya akan membahas mengenai kewajiban yang telah 1 KPBB (2017) Breathe Easy Jakarta Stakeholder Workshop, dipresentasikan di Jakarta, 24-25 Januari 2017. 2 Dengan intervensi yang tepat sasaran, pengurangan beban emisi dari berbagai sumber bergerak dapat dikurangi hingga 90%. Contohnya, di Amerika Serikat, di bawah Clean Air Act, strategi pengurangan emisi dari sumber bergerak telah mencapai keberhasilan menurunkan emisi dari berbagai sumber bergerak hingga lebih dari 90% di berbagai kasus. Instrumen yang digunakan merupakan kombinasi antara: (a) penetapan standard emisi pada sumber bergerak yang memaksa inovasi pada industri otomotif untuk menemukan teknologi pengendali pencemaran udara yang disyaratkan peraturan; (b) penetapan standard bahan bakar; (c) kebijakan yang menetapkan sasaran peralihan bahan bakar, seperti kendaraan rendah atau nir-emisi, standard corporate average fuel economy (CAFE standard); dan (d) pengurangan laju penggunaan sumber bergerak, misal dengan perbaikan sistem transporatasi publik. Lih: Domike & Zacaroli, Ed. (2016) The Clean Air Act Handbook, 4 th Edition (ABA: Chicago), hlm. 372. Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id 3

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI dibebankan peraturan perundang-undangan terhadap sumber bergerak, melalui subjek produsen/ importir dan pengendara. Selain membahas mengenai kewajibannya, lembar informasi ini juga akan menjelaskan mengenai bagaimana pengawasan dan penegakan hukum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Diharapkan, dengan memahami kewajiban ini serta logika hukum dibaliknya, kita semua sebagai sumber pencemar dapat membuat keputusan yang lebih bijak dalam menaati regulasi yang dibuat dalam pengendalian sumber bergerak. Pengaturan Sumber Bergerak di Indonesia Dalam kerangka pengendalian pencemaran udara Indonesia, sumber bergerak didefinisikan sebagai sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor. 3 Dalam praktek, sumber bergerak terbagi dalam dua kategori besar. Kategori pertama adalah kendaraan di jalan raya, baik pribadi (misal mobil dan motor) maupun transportasi publik (misal bus). Regulasi kita mengenai kategori ini sebagai sumber bergerak. Kategori kedua mencakup kendaraan non-jalan raya, baik transportasi (misal pesawat, kereta api, kapal laut), maupun non-transport (misal peralatan pertanian dan konstruksi). 4 Regulasi kita mengenal kategori ini sebagai sumber bergerak spesifik. 5 2 Kategori Sumber bergerak: Sumber bergerak : sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor. Kendaraan di Jalan Raya baik pribadi (misal mobil dan motor) maupun transportasi publik (misal bus). Kendaraan Non Jalan Raya baik transportasi (misal pesawat, kereta api, kapal laut), maupun non-transport (misal peralatan pertanian dan konstruksi). Regulasi kita mengenai kategori ini sebagai sumber bergerak Regulasi kita mengenai kategori ini sebagai sumber bergerak spesifik 3 Pasal 1 angka 12 PP No. 41 Tahun 1999. 4 M. Zakaria, Kementerian Lingkungan Hidup, Dampak Emisi Kendaraan terhadap Lingkungan, disampaikan pada AAI Summit dan Seminar Internasional Mobil Listrik, Ditjen DIKTI, Kemendikbud, Bali, 25 November 2013. 5 Dalam definisi di PP No. 41 Tahun 1999, sumber bergerak spesifik adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kereta api, pesawat terbang, kapal laut dan kendaraan berat lainnya. Lih: Pasal 1 angka 13 PP No. 41 Tahun 1999. 4 Seri Lembar Informasi Pencemaran Udara November 2018 #3

Terdapat beberapa instrumen kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah dalam pengendalian sumber bergerak, sebagai berikut: 1. Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor 6 2. Pengawasan terhadap penaatan ambang batas emisi gas buang 7 dan pemeriksaan emisi gas buang untuk kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor lama, pemeriksaan emisi gas buang kendaaraan bermotor di jalan 3. Pengadaan bahan bakar minyak bebas timah hitam serta solar berkadar belerang rendah sesuai standar internasional Berikut penjabaran instrumen-instrumen ini secara detail: Instrumen 1: Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor (sekarang baku mutu emisi gas buang ) Dalam regulasi Indonesia, standard emisi untuk sumber bergerak dinamakan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor. Ambang batas ini ditentukan berbeda untuk kendaraan tipe baru (yang akan dan sedang diproduksi) dan tipe lama (yang telah beredar di pasaran). Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor ditentukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan mempertimbangkan parameter dominan dan kritis, kualitas bahan bakar dan bahan baku, serta teknologi yang ada. 8 Di Indonesia, ambang batas emisi gas buang kendaraan yang kini berlaku diatur dalam peraturan sebagai berikut: 1. Kendaraan roda empat atau lebih tipe baru dan sedang diproduksi. Untuk kendaraan bermotor tipe baru serta kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori M, N dan O (roda 4 atau lebih), peraturan terkini yang berlaku adalah PermenLH No. 20 Tahun 2017. 9 Baku mutu emisi gas buang dalam peraturan ini mulai berlaku bagi produsen dan/ atau importir kendaraan untuk produksi tipe baru (akan diproduksi atau diimpor) sejak diundangkan tanggal 7 April 2017. Sementara, untuk kendaraan bermotor yang sedang diproduksi pada saat peraturan ini diundangkan, diberikan masa peralihan selama 18 (delapan belas) bulan untuk kendaraan bermotor berbahan bakar bensin, CNG dan LGP; atau 4 (empat) tahun untuk kendaraan bermotor berbahan bakar diesel. Peraturan ini mengacu pada standar Euro 4, menggantikan pengaturan untuk kendaraan bermotor kategori M, N 6 Pasal 8 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999. 7 Pasal 31 PP No. 41 Tahun 1999. 8 Pasal 8 ayat (2) PP No. 41 Tahun 1999. 9 PermenLH No. 20 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N dan Kategori O. Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id 5

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI dan O yang diatur dalam PermenLH No. 4 Tahun 2009, yang mengacu pada standar Euro 2. 2. Kendaraan roda dua tipe baru dan sedang diproduksi. Untuk kendaraan bermotor tipe baru serta kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori L3 (roda dua dengan kapasitas silinder > 50 cm3 atau kecepatan maksimum > 50 km/jam), peraturan terkini yang berlaku adalah PermenLH No. 23 Tahun 2012 10 dan PermenLH No. 10 Tahun 2012. 11 Baku mutu emisi gas buang dalam peraturan ini mulai berlaku bagi produsen dan/atau importir kendaraan bermotor tipe baru kategori L3 sejak diundangkan tanggal 1 Agustus 2013. Sedangkan, untuk kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori L3, diberikan waktu peralihan selama 2 (dua) tahun. 12 PermenLH No. 10 Tahun 2012 menggantikan PermenLH No. 4 Tahun 2009 selama terkait dengan pengaturan baku mutu emisi kategori L3 (Lampiran I huruf A nomor 1 huruf c dan d). 13 3. Kendaraan roda dua kecil (moped) dan roda tiga tipe baru dan sedang diproduksi. Untuk kendaraan bermotor tipe baru serta kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori L1 (roda dua dengan kapasitas silinder < 50 cm3 atau kecepatan maksimum < 50 km/jam) serta kategori L2, L4 dan L5 (roda 3), peraturan terkini yang berlaku adalah PermenLH No. 4 Tahun 2009. 14 Baku mutu emisi gas buang dalam peraturan ini mulai berlaku bagi produsen dan/atau importir kendaraan bermotor tipe baru kategori L1, L2, L4 dan L5 sejak ditetapkan tanggal 25 Maret 2009, tanpa masa peralihan. 15 PermenLH No. 4 Tahun 2009 mengacu pada standar Euro 2, menggantikan dan mencabut PermenLH No. 141 Tahun 2003. 16 4. Kendaraan bermotor tipe lama. Untuk kendaraan bermotor tipe lama, baik roda dua maupun roda empat atau lebih, peraturan yang berlaku sudah cukup usang, yaitu KepmenLH No. 5 Tahun 2006. 17 10 PermenLH No. 23 Tahun 2012 tentang Perubahan atas PermenLH No. 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3. Perubahan yang ada dalam PermenLH ini hanya bersifat korektif, tampaknya karena ada kesalahan pengetikan metode uji pada Lampiran 1 PermenLH No. 10 Tahun 2012. 11 PermenLH No. 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3. 12 Pasal 9 PermenLH No. 10 Tahun 2012 menyatakan bahwa untuk kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori L3, Permen ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2015. 13 Pasal 10 PermenLH No. 10 Tahun 2012 menyatakan bahwa Pada saat Permen ini mulai berlaku, PermenLH No. 4 Tahun 2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dinyatakan tetap berlaku, kecuali Lampiran I huruf A nomor 1 huruf c dan huruf d. 14 PermenLH No. 4 Tahun 2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru. 15 PermenLH No. 4 Tahun 2009 hanya memberikan masa peralihan bagi kendaraan bermotor tipe baru kategori M, N dan O, namun tidak memberikan masa peralihan bagi semua kategori L. Lih: Pasal 4 PermenLH No. 4 Tahun 2009. 16 PermenLH No. 141 Tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bermotor yang Sedang Diproduksi (Current Production). 17 KepmenLH No. Kep05/MENLH/2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama. 6 Seri Lembar Informasi Pencemaran Udara November 2018 #3

Kewajiban untuk memenuhi baku mutu emisi gas buang ini dikenakan bagi kendaraan bermotor lama tanpa spesifikasi subjek hukum yang harus memastikan pemenuhan kewajiban ini (misal: pemilik kendaraan). 18 Baku mutu emisi gas buang dalam peraturan ini mulai berlaku bagi kendaraan bermotor lama sejak ditetapkan tanggal 1 Agustus 2006, tanpa masa peralihan. 19 Akan tetapi, dalam penormaan BME gas buang, peraturan ini membedakan nilai BME gas buang berdasarkan tahun pembuatan kendaraan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu untuk kendaraan yang dibuat sebelum 2007, pada 2007 atau setelahnya, sebelum 2010, dan pada 2010 atau setelahnya. 20 Peraturan ini menggantikan dan mencabut KepmenLH No. Kep-35/MENLH/10/1993. 21 Penjabaran lebih lengkap mengenai peraturan-peraturan di atas dapat dilihat pada Lampiran 1. Keterangan mengenai masing-masing kategori kendaraan dapat dilihat pada Lampiran 2. Peninjauan kembali ambang batas dapat dilakukan setelah 5 (lima) tahun, yang memungkinkan ambang batas diketatkan dari waktu ke waktu seiring perkembangan teknologi 22 melalui kajian yang mempertimbangkan faktor-faktor di atas. 23 Akan tetapi, semua peraturan yang dijabarkan di atas menerjemahkan kebolehan ini dalam bentuk suruhan, di mana semuanya memuat ketentuan agar peraturan tersebut ditinjau kembali atau dievaluasi paling lama setiap 5 (lima) tahun. 24 Dengan melihat ketentuan ini, baku mutu emisi gas buang pada 3 (tiga) dari 4 (empat) kategori di atas seharusnya telah ditinjau kembali, yaitu baku mutu emisi untuk kendaraan roda dua (kategori L3), kendaraan roda dua kecil (kategori L1) dan roda tiga (kategori L2, L4 dan L5) tipe baru dan sedang diproduksi; serta untuk kendaraan bermotor tipe lama (semua kategori). 18 Pasal 4 ayat (1) dan (2) KepmenLH No. 5 Tahun 2006 menyatakan setiap kendaraan bermotor lama wajib memenuhi ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama dan melakukan uji emisi sesuai dengan peraturna perundang-undangan. 19 Pasal 13 KepmenLH No. 5 Tahun 2006. 20 Lih: Lampiran 1 KepmenLH No. 5 Tahun 2006. Lih. juga Lampiran 1. 21 Pasal 12 PermenLH No. 5 Tahun 2006 menyatakan bahwa dengan berlakunya Permen ini maka Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-35/MENLH/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dinyatakan tidak berlaku. 22 Pasal 8 ayat (3) PP No. 41 Tahun 1999. 23 Pasal 9 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999 24 Ketentuan ini dirumuskan dengan kalimat yang berbeda-beda, namun intinya sama. PermenLH No. 10 Tahun 2012 dalam Pasal 8 menyatakan, Peraturan Menteri ini ditinjau kembali paling lama 5 (lima) tahun, dan bahasa yang sama ditemukan dalam Pasal 10 PermenLH No. 4 Tahun 2009. KepmenLH No. 5 Tahun 2006 dalam Pasal 11 menyatakan Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama dievaluasi sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun. Ketentuan yang paling detail ditemukan dalam produk hukum terbaru, yaitu PermenLHK No. 20 Tahun 2017, yang selain memuat suruhan untuk melakukan kaji ulang baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru juga mengatur lebih rinci mengenai evaluasi penaatan ketentuan BME gas buang kendaraan bermotor tipe baru dan memandatkan hasil evaluasi tersebut sebagai dasar kaji ulang BME gas buang kendaraan bermotor tipe baru dalam Pasal 6. Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id 7

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI Instrumen 2: Uji Tipe Emisi dan Uji Emisi Berkala Kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor lama yang mengeluarkan emisi gas buang wajib memenuhi ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor. 25 Akan tetapi, dengan membebankan kewajiban pada kendaraan bermotor, PP No. 41 Tahun 1999 tidak menjelaskan siapakah yang bertanggungjawab untuk memastikan kendaraan memenuhi ambang batas ini: apakah produsen, pedagang (baik impor ataupun penyalur domestik), atau pengendara. Hal ini diperjelas dalam PermenLH yang mengatur ambang batas emisi yang diterbitkan kemudian, dengan membebankan kewajiban melakukan uji emisi pada produsen, 26 begitu juga dengan kewajiban mengumumkan hasil uji emisinya. 27 Bagi kendaraan tipe baru, penaatan terhadap kewajiban pemenuhan ambang batas emisi dilakukan dengan uji tipe emisi. Kendaraan tipe baru wajib menjalani uji tipe emisi, 28 dan hanya jika telah lolos uji emisi maka kendaraan tipe baru mendapatkan tanda lulus uji tipe emisi. 29 Tanda lulus uji tipe emisi ini merupakan persyaratan untuk persyaratan jalan kendaraan. 30 PP No. 41 Tahun 1999 mengatur pelaksana uji tipe emisi ini adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. 31 Hasil uji tipe emisi ini lebih lanjut disampaikan kepada Menteri LHK dan produsen/importir. 32 Lebih lanjut, produsen/importir wajib mengumumkan nilai dari setiap parameter hasil uji tersebut. 33 Akan tetapi, pada prakteknya, tidak semua norma ini diterjemahkan secara rigid mengikuti PP No. 41 Tahun 1999 dalam peraturan turunannya. Sebagaimana ditentukan dalam beberapa peraturan turunan yang mengatur uji emisi pada kendaraan tipe baru, subjek hukum yang melakukan uji tipe emisi pada 25 Pasal 33 PP No. 41 Tahun 1999. 26 Pasal 2 PermenLHK No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017. 27 Pasal 4 PermenLHK No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017. 28 Pasal 34 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999. 29 Pasal 34 yat (2) PP No. 41 Tahun 1999. 30 Pengaturan mengenai hal ini tidak seragam. Untuk tipe baru kategori M, N dan O, persyaratan dimaksud merujuk pada sertifikat uji tipe kendaraan bermotor. Untuk tipe baru kategori L3, tidak diatur sama sekali. Sementara untuk tipe baru kategori L1, L2, L4 dan L5, disebut persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor. Lih: Lampiran 1, PermenLHK No. 20 Tahun 2017, PermenLH No. 10 Tahun 2012, dan PermenLH No. 4 Tahun 2009, kolom ketentuan lain. 31 Pasal 34 ayat (4) PP No. 41 Tahun 1999. Akan tetapi, dalam peraturan turunannya, tidak selalu jelas siapa instansi yang berwenang melakukan uji emisi. Untuk tipe baru kategori M, N dan O instansi pelaksana uji emisi tidak disebutkan sama sekali. Untuk tipe baru kategori L3, hanya merujuk pada peraturan mengenai pelaksanaan uji emisi. Untuk tipe baru kategori L1, L2, L4 dan L5, merujuk pada instansi yang bertanggungjawab di bidang lalu lintas dan angkutan darat. Lih: Lampiran 1, PermenLHK No. 20 Tahun 2017, PermenLH No. 10 Tahun 2012, dan PermenLH No. 4 Tahun 2009, kolom ketentuan lain. 32 Pasal 35 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999. Dalam peraturan turunannya, penyampaian langsung menunjuk Menteri, dalam hal ini MenteriLHK. Penyampaian kepada penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan hanya ada dalam PermenLH No. 4 Tahun 2009. 33 Pasal 35 ayat (2) PP No. 41 Tahun 1999. Kewajiban ini hanya ada untuk tipe baru kategori M, N dan O. Untuk L3, tidak diatur sama sekali siapa yang harus mengumumkan. Namun, untuk L1, L2, L4 dan L5, pengumuman justru dibebankan kepada Menteri. 8 Seri Lembar Informasi Pencemaran Udara November 2018 #3

kendaraan tipe baru diperjelas yaitu produsen dan/atau importir. 34 Mereka juga harus menanggung biaya yang ditimbulkan dari pelaksanaan uji emisi ini. Hal-hal lain yang berbeda dapat dilihat di catatan kaki dari setiap norma yang dijelaskan di atas serta pada Lampiran 1, kolom ketentuan lain. Bagi kendaraan tipe lama, penaatan terhadap kewajiban pemenuhan ambang batas emisi dilakukan dengan uji emisi berkala. 35 Berbeda dengan uji tipe emisi bagi kendaraan baru, pelaksana uji emisi berkala untuk kendaraan tipe lama ini adalah Bupati/Walikota, dengan koordinasi oleh Gubernur dan pembinaan oleh Menteri. Ketentuan ini pada prakteknya tidak terlepas dari pengaturan mengenai lalu lintas dan angkutan jalan, yang membebankan kewajiban untuk mencegah terjadinya pencemaran udara kepada pemilik dan/atau pengemudi, 36 serta mewajibkan setiap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan untuk memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang. 37 Lolos atau tidak lolosnya kendaraan terhadap uji emisi berkala menentukan kepatuhan pengendara terhadap peraturan lalu lintas. Pada PP No. 41 Tahun 1999, ketidakpatuhan ini juga membawa konsekuensi pidana spesifik, 38 akan tetapi dalam peraturan lalu lintas terbaru konsekuensi pidana ini dihapuskan dan menjadi bagian dari ancaman pidana atas tindakan mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan. 39 Apabila kendaraan tipe lama tidak memenuhi ambang batas emisi karena kerusakan tertentu, maka pemilik dan/atau pengemudi kendaraan bermotor dan perusahaan angkutan umum wajib melakukan perbaikan terhadap kerusakan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran udara dan kebisingan tersebut. 40 Evaluasi penaatan BME. Selain kewajiban yang dibebankan kepada produsen dan/atau importir, terdapat juga kewajiban yang dibebankan kepada Menteri LHK untuk melakukan evaluasi terhadap penaatan kententuan BME gas buang kendaraan bermotor tipe baru. 41 Selain tipe baru, Menteri juga mendapatkan rekapitulasi hasil uji emisi berkala dari Gubernur, yang seharusnya juga digunakan untuk 34 Lih: Bagian subjek hukum pada Lampiran 1. 35 Pasal 36 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1999. 36 Pasal 211 UU No. 22 Tahun 2009 membebankan kewajiban bagi setiap pemilik dan/atau pengemudi kendaraan bermotor dan perusahaan angkutan umum untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan. 37 Pasal 210 UU No. 22 Tahun 2009 mewajibkan setiap kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan untuk memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan. Namun, hal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 38 Pasal 56 ayat (2) PP No. 41 Tahun 1999 menyatakan Barangsiapa melanggar ketentuan dalam Pasal 33 yang berkaitan dengan kendaraan bermotor lama, Pasal 36 ayat (1), Pasal 40 yang berkaitan dengan kendaraan bermotor lama, dan Pasal 43 ayat (1) PP ini yang tidak memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang, atau ambang batas kebisingan, diancam dengan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 67 UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 39 Pasal 286 UU No. 22 Tahun 2009 mengatur bahwa Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) jo. Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00. 40 Pasal 67 UU No. 14 Tahun 1992 memberikan pengemudi ancaman hukuman pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda senilai Rp 2 juta. Ketentuan pidana ini diperberat dalam UU No. 22 Tahun 2009. 41 Pasal 6 PermenLH No. 20 Tahun 2017, Pasal 6 PermenLH No. 10 Tahun 2012. Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id 9

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI evaluasi penaatan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama. 42 Hasil evaluasi ini terkait dengan kaji ulang BME gas buang, sebagaimana dijelaskan dalam Instrumen 1 di atas. Pada beberapa peraturan, hasil evaluasi ini harus diumumkan kepada masyarakat. 43 Instrumen 3: Pengadaan BBM bebas timah hitam serta solar berkadar belerang rendah sesuai standar internasional Sekalipun disebutkan sebagai salah satu bentuk penanggulangan pencemaran udara dari sumber bergerak, pengadaan BBM bebas timah hitam serta solar berkadar belerang rendah sesuai standar internasional tidak dijelaskan lebih lanjut dalam PP No. 41 Tahun 1999. Peraturan mengenai bahan bakar minyak ini merupakan ranah dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM). Hingga saat ini telah ada beberapa peraturan relevan yang ditujukan untuk mengadakan BBM yang lebih bersih, yang terus diperbarui seiring perkembangan teknologi, misal standar dan mutu (spesifikasi) BBM yang dipasarkan di dalam negeri untuk jenis bensin (gasoline) RON 98, 44 bensin 90, 45 bensin 88, 46 minyak solar 48, 47 minyak bakar, 48 minyak diesel. 49 Semua peraturan tersebut mengatur kadar sulfur maksimum dan melarang injeksi timbal pada bahan bakar. Kadar sulfur maksimum untuk solar 48 adalah 2.500 ppm, dan solar 51 telah dibatasi pada 500 ppm sejak 2006. 50 Untuk bensin, kadar sulfur ditentukan pada 500 ppm. Agar dapat beredar di pasaran, semua bahan bakar tersebut harus lolos pengujian, dan tunduk pada pengawasan yang dilakukan Kementerian ESDM. 51 42 Pasal 9 ayat (1) PermenLH No. 5 Tahun 2006. 43 Pasal 6 ayat (3) PermenLH No. 10 Tahun 2012. 44 Surat Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 0177.K/10/DJM.T/2018 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin (Gasoline) RON 98 Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri. 45 Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi nomor 313.K/10/DJM.T/2013 tentang Standar dan Mutu (spesifikasi) BBM jenis Bensin 90 yang Dipasarkan di Dalam Negeri. 46 Keputusan Dirjen Migas No: 933.K/10/DJM.S/2013 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin 88 Yang di Pasarkan di Dalam Negeri. 47 Keputusan Dirjen Migas No: 978.K/10/DJM.S/2013 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar 48 Yang dipasarkan di Dalam Negeri. 48 Keputusan Dirjen Migas No. 14496 K/14/DJM/2008 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Bakar Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri. 49 Keputusan Dirjen Migas No. 14499 K/14/DJM/2008 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Diesel Yang Dipasarkan Di Dalam Negeri. 50 Indonesia juga telah merencanakan pengetatan solar secara menyeluruh ke 500 ppm pada 2021 dan 50 ppm pada 2025. Lih: https://www.transportpolicy.net/standard/indonesia-fuels-diesel-and-gasoline/ 51 Keputusan Dirjen Migas No. 8757. K/24/DJM/2006 Tentang Tata Cara Pengawasan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, LPG, Hasil Olahan, dan Bahan Bakar Lain. 10 Seri Lembar Informasi Pencemaran Udara November 2018 #3

Instrumen Lain Selain instrumen-instrumen di atas, secara global telah terdapat beberapa alternatif alat kebijakan lain dalam pengendalian pencemaran dari sumber bergerak, antara lain: 1. Standar bahan bakar bersih untuk mengakomodir penurunan emisi/km dari kendaraan; 2. Pergantian bahan bakar (misal: persyaratan campuran bahan bakar nabati, penggunaan bahan bakar gas atau non-fosil, insentif bagi kendaraan rendah emisi, standard CAFÉ) 3. Pengurangan laju penggunaan sumber bergerak (misal: penataan ruang, desain mobilitas rendah emisi, angkutan massal). Lihat juga kewajiban penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan untuk sumber bergerak dalam Lembar Informasi 2 (Lampiran 4 dan Lampiran 3) dan kerangka umum pengendalian pencemaran udara di Indonesia dalam Lembar Informasi 1. Indonesian Center for Environmental Law icel.or.id 11

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI LAMPIRAN Memastikan Pemenuhan Kewajiban Pengendalian Pencemaran Udara dari Sumber Bergerak: Transportasi 12 Seri Lembar Informasi Pencemaran Udara November 2018 #3

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI Lampiran 1: Peraturan terkait Baku Mutu Emisi (Ambang Batas Emisi) Gas Buang Kendaraan dan Teknis Uji Emisi Peraturan Objek pengaturan dan subjek yang diatur Kewajiban yang diatur Ketentuan lain PermenLH No. 20 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N dan Kategori O Peraturan dapat diunduh di sini. Objek yang diatur adalah kendaraan Kategori M, N dan O, yang didefinisikan sebagai kendaraan bermotor roda 4 (empat) atau lebih dengan penggerak motor bakar penyalaan kompresi sesuai dengan SNI 09-1825-2002. 52 Kendaraan kategori M, N, O yang diatur mencakup yang diproduksi di Indonesia maupun diimpor dalam keadaan utuh ataupun tidak utuh, baik tipe baru 53 atau yang sedang diproduksi. 54 Subjek yang dibebani kewajiban dalam peraturan ini adalah produsen dan/atau importir kendaraan, 63 yang dalam PermenLH ini disebut dengan terminologi usaha dan/atau kegiatan produksi kendaraan bermotor. Kewajiban antara produsen dan/atau importir kendaraan tipe baru dan yang sedang diproduksi adalah sama, Produsen dan/atau importir 55 kendaraan diberi kewajiban sebagai berikut: a. Memenuhi ketentuan baku mutu emisi gas buang sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1, 56 melalui pengujian emisi gas buang sesuai ketentuan peraturan ini. 57 b. Mengumumkan hasil uji emisi kepada masyarakat melalui media cetak dan/atau elektronik, ketika telah memperoleh hasil uji emisi. 58 Dalam hal BME, nilai BME yang ditentukan dalam PermenLH ini dibedakan berdasarkan kategori dan sub-kategori kendaraan yang berbeda (lih: Lampiran 2). Selain berdasarkan kategori kendaraannya, baku mutu PermenLHK ini juga mengatur mengenai pelaksanaan pengujian emisi gas buang, dan menempatkan hasil uji emisi sebagai dasar diterbitkannya sertifikat uji tipe kendaraan bermotor. 59 PermenLHK No. 20 Tahun 2017 tidak mengatur siapa instansi pelaksana uji emisi untuk kendaraan tipe baru kategori M, N dan O. Namun, peraturan ini mengatur bagaimana uji emisi dilakukan, mencakup: (a) otoritas pengujiannya (laboratorium terakreditasi); (b) metode uji yang digunakan; dan (c) syarat spesifikasi bahan bakar yang digunakan. 60 Peraturan ini menentukan pelaporan dan pengumuman hasil uji emisi, berikut format dan isinya 52 SNI ini mengatur sistem penggolongan / pengklasifikasian kendaraan bermotor. 53 Berdasarkan Pasal 1 angka 2 PermenLH No. 20 Tahun 2017, kendaraan bermotor tipe baru didefinisikan sebagai kendaraan bermotor yang menggunakan mesin dan/atau transmisi tipe baru yang akan diproduksi atau dimasukkan ke dalam wilayah NKRI dalam keadaan utuh atau tidak utuh. 54 Berdasarkan Pasal 1 angka 3 PermenLH No. 20 Tahun 2017, kendaraan bermotor yang sedang diproduksi adalah kendaraan bermotor dengan tipe dan jenis yang sama dan sedang diproduksi, diproduksi ulang, atau dimasukkan ke dalam wilayah NKRI dalam keadaan utuh atau tidak utuh, tanpa perubahan desain mesin dan/atau transmisi kendaraan bermotor. 55 Dalam PermenLH No. 20 Tahun 2017, subjek hukum yang dikenakan kewajiban adalah usaha dan/atau kegiatan produksi kendaraan bermotor, yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 24 sebagai usaha dan/atau kegiatan yang memproduksi kendaraan bermotor dan/atau memasukkan kendaraan bermotor dalam keadaan utuh atau dalam keadaan tidak utuh. Definisi ini mencakup importir. 56 Pasal 2 ayat (1) PermenLH No. 20 Tahun 2017. 57 Pasal 3 ayat (1) dan (2) PermenLH No. 20 Tahun 2017. 58 Pasal 4 ayat (1) s.d. (3) PermenLH No. 20 Tahun 2017. 59 Lih: Pasal 5 PermenLH No. 20 Tahun 2017. 60 Pasal 3 PermenLH No. 20 Tahun 2017. 63 Pasal 2 PermenLH No. 20 Tahun 2017 mewajibkan setiap usaha dan/atau kegiatan produksi kendaraan bermotor tipe baru untuk memenuhi ketentuan baku mutu emisi gas buang yang tercantum dalam Lampiran 1 PermenLH ini. Sementara untuk kendaraan bermotor yang sedang diproduksi, pengaturannya merujuk pada Pasal 8 ayat (1) PermenLH No. 20 Tahun 2017.

kecuali untuk waktu berlakunya. 64 Produsen dan/atau importir kendaraan yang sedang diproduksi diberikan masa peralihan. emisi juga dibedakan berdasarkan bahan bakarnya, yaitu bensin, gas (LPG/CNG), solar (untuk mesin diesel); serta dibedakan pula modenya (TEST, ESC TEST, ETC TEST). Penetapan nilai BME dalam peraturan ini mengacu pada standar Euro 4. masing-masing. 61 Peraturan ini mengatur juga mengenai hubungan antara hasil uji emisi dengan sertifikat uji tipe kendaraan bermotor. 62 Sertifikat uji tipe kendaraan bermotor, yang diterbitkan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. PermenLH No. 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3 Peraturan dapat diunduh di sini. Objek yang diatur adalah kendaraan roda dua kategori L3, yaitu kendaraan bermotor tipe baru beroda 2 (dua) dengan kapasitas silinder lebih dari 50 (lima puluh) cm 3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 (lima puluh) km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya. 65 Kendaraan bermotor kategori L3 yang diatur mencakup kendaraan tipe baru, yang dalam definisinya mencakup kendaraan bermotor: (a) yang menggunakan mesin dan/atau transmisi tipe baru yang siap diproduksi dan akan dipasarkan; atau (b) yang sudah beroperasi di jalan tetapi akan diproduksi dengan perubahan desain mesin dan/atau sistem transmisinya; atau (c) yang diimpor dalam keadaan utuh tetapi belum beroperasi di jalan wilayah NKRI. 66 Produsen dan/atau importir 67 kendaraan diberi kewajiban sebagai berikut: a. Memenuhi baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor; b. Melakukan uji emisi kendaraan bermotor tipe baru kategori L3; Baku mutu emisi gas buang yang diatur dalam peraturan ini dibedakan berdasarkan metode ujinya, yaitu: (a) UN Regulation 40 dan EU Directive 2002/51/EC; atau (b) EMTC. Dalam PermenLH No. 10 Tahun 2012, penulisan metode uji ini salah ketik, sehingga diperbaiki dalam PermenLH No. 23 Tahun 2012. Tidak ada perubahan PermenLH No. 10 Tahun 2012 mendelegasikan pengaturan mengenai pelaksanaan uji emisi pada pejabat yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasana lalu lintas dan angkutan jalan mengenai uji tipe kendaraan bermotor tipe baru. 68 Sementara, peraturan ini hanya mengatur mengenai (a) otoritas pengujiannya (laboratorium terakreditasi) 69 dan (b) metode ujinya, 70 tanpa mengatur spesifikasi bahan bakar yang digunakan dalam pengujian. Peraturan ini juga menentukan pelaporan hasil uji emisi oleh pejabat yang bertanggungjawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan berikut isi laporannya, 71 akan 64 Lih: instrumen 1 angka 1, lih. juga: Ibid. 61 Untuk pelaporan, lih. Pasal 3 ayat (3) dan untuk pengumuman, lih. Pasal 4 PermenLH No. 20 Tahun 2017. Untuk pelaporan kepada Menteri, tidak jelas siapa subjek yang dibebankan kewajiban. Untuk pengumuman, kewajiban dibebankan kepada produsen dan/atau importir. 62 Pasal 5 PermenLH No. 20 Tahun 2017. 65 Pasal 1 angka 4 PermenLH No. 10 Tahun 2012. 66 Pasal 1 angka 2 PermenLH No. 10 Tahun 2012. 67 Lih. Pasal 1 angka 6, lih. juga: bagian subjek hukum. 68 Pasal 4 ayat (1) PermenLH No. 10 Tahun 2012. 69 Pasal 5 PermenLH No. 10 Tahun 2012. 70 Pasal 4 ayat (2) s.d. (4) PermenLH No. 10 Tahun 2012. 71 Pasal 5 PermenLH No. 10 Tahun 2012.

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI Subjek yang dibebani kewajiban dalam peraturan ini adalah produsen dan/atau importir yang dalam PermenLH ini disebut dengan terminologi penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan. 72 Kewajiban antara produsen dan/atau importir kendaraan tipe baru dan yang sedang diproduksi adalah sama, kecuali untuk waktu berlakunya. 73 Produsen dan/atau importir kendaraan yang sedang diproduksi diberikan masa peralihan. substantif pada PermenLH No. 23 Tahun 2012. Lihat juga: PermenLH No. 23 Tahun 2012 tentang Perubahan atas PermenLH No. 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3. Peraturan dapat diunduh di sini. tetapi tidak membebankan kewajiban pengumuman bagi produsen dan/atau importir. Tidak diatur juga mengenai hubungan antara uji emisi dengan prasyarat jalan dalam kelalulintasan. PermenLH No. 04 Tahun 2009 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Peraturan dapat diunduh di sini. PermenLH ini telah digantikan oleh PermenLH No. 20 Tahun 2017 untuk Kategori M, N, dan O; serta PermenLH No. 10 Tahun 2012 jo. PermenLH No. 23 Tahun 2013 untuk Kategori L3. Dengan demikian, objek pengaturan yang masih berlaku untuk kendaraan tipe baru adalah Kategori L1, L2, L4 dan L5. Secara umum, kendaraan bermotor tipe baru kategori L didefinisikan sebagai kendaraan bermotor tipe baru beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) dengan penggerak motor bakar cetus api dan penggerak motor bakar penyalaan kompresi (2 langkah atau 4 langkah) sesuai SNI 09-1825-2002. Penjelasan lebih lanjut untuk Produsen dan/atau importir diwajibkan untuk: a. Melakukan uji tipe emisi; 75 b. Memenuhi ambang batas emisi gas buang; 76 Produsen dan/atau importir yang telah memperoleh sertifikat uji tipe kendaraan bermotor wajib mengumumkan hasil uji tipe emisi kendaraan bermotor tipe baru. 77 Selain berdasarkan kategorisasi kendaraan bermotor, nilai BME dalam peraturan ini juga dibedakan PermenLH No. 4 Tahun 2009 mengatur bahwa instansi yang melaksanakan uji emisi adalah instansi yang bertanggungjawab di bidang lalu lintas dan angkutan darat. 78 Peraturan ini juga mengatur mengenai: (a) otoritas pengujian yang berwenang (laboratorium terakreditasi); 79 (b) metode pengujian; 80 dan (c) spesifikasi bahan bakar referensi yang digunakan dalam pengujian. 81 Peraturan ini juga menentukan pelaporan hasil uji emisi kepada Menteri berikut isinya, yang mana diwajibkan bagi instansi yang 72 Dalam PermenLH No. 10 Tahun 2010, subjek hukum yang dikenakan kewajiban adalah penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan, yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 6 sebagai orang perseorangan dan/atau kelompok orang dan/atau badan hukum yang memproduksi kendaraan bermotor tipe baru dan/atau melakukan impor kendaraan bermotor dalam keadaan utuh atau dalam keadaan tidak utuh. 73 Pasal 9 PermenLH No. 10 Tahun 2012 menyatakan bahwa untuk kendaraan bermotor yang sedang diproduksi kategori L3, Permen ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2015. 75 Pasal 3 ayat (1) PermenLH No. 4 Tahun 2009. 76 Ibid. 77 Pasal 7 PermenLH No. 4 Tahun 2009. 78 Permohonan uji tipe emisi oleh produsen atau importir juga ditujukan kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Lih: Pasal 5 ayat (1) PermenLH No. 4 Tahun 2009. 79 Pasal 5 ayat (1) huruf b PermenLH No. 4 Tahun 2009. 80 Pasal 3 ayat (4) PermenLH No. 4 Tahun 2009 jo. Lampiran I. 81 Pasal 6 PermenLH No. 4 Tahun 2009.

kategori L1, L2, L4 dan L5 dapat melihat pada Lampiran 2. 74 Subjek yang dibebani kewajiban dalam peraturan ini adalah produsen dan/atau importir yang dalam PermenLH ini disebut dengan terminologi penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan produksi kendaraan bermotor. 85 Dalam hal pembebanan kewajiban bagi subjek hukum, peraturan ini tidak membedakan norma yang berlaku bagi produsen dan/atau importir tipe baru dengan yang sedang diproduksi. berdasarkan: (a) bahan bakar (bensin, solar, LPG/CNG); (b) penggerak motor bakar (cetus api, penyalaan kompresi); dan (c) mode (TEST, IDLE TEST). Penetapan nilai BME untuk kategori M, N dan O dalam peraturan ini mengacu pada standar Euro 2. bertanggungjawab di bidang lalu lintas dan angkutan jalan serta laboratorium. 82 Juga diatur pengumuman hasil uji oleh Menteri. 83 Selain itu, peraturan ini mengatur juga mengenai hubungan uji tipe emisi sebagai bagian dari persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor. 84 KepmenLH No. Kep05/MENLH/2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama Peraturan dapat diunduh di sini. Objek yang diatur adalah kendaraan bermotor yang sudah diproduksi, dirakit atau diimpor dan sudah beroperasi di Indonesia. 86 Jika melihat pengaturan pada lampirannya, tidak semua ambang batas kendaraan bermotor lama diatur dalam peraturan, melainkan hanya kendaraan bermotor di jalan raya (roda dua, roda empat atau lebih), yang mencakup motor penggerak dan berat kendaraan. 87 Selain berdasarkan kategorisasi jenis kendaraan, penormaan Tidak memberikan kewajiban baru atau menunjuk subjek yang lebih spesifik, melainkan hanya menegaskan kewajiban bagi setiap kendaraan bermotor lama untuk: a. memenuhi ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama; dan b. melakukan uji emisi. Selebihnya membebankan suruhan pelaksanaan uji emisi PermenLH No. 5 Tahun 2006 mengatur bahwa instansi yang bertanggung jawab melaksanakan uji emisi kendaraan bermotor lama adalah Bupati/Walikota untuk kendaraan yang terdaftar di daerahnya; 91 serta mengumumkan hasil uji emisi kepada masyarakat minimal 1 (satu) tahun sekali. 92 Bupati/Walikota juga diberikan suruhan untuk melakukan evaluasi 74 Untuk ketegori M, N, dan O, valid sepanjang berlaku pada tahun 2009 s.d. 2017 (delapan tahun), sementara untuk kategori L3 valid sepanjang berlaku pada tahun 2009 s.d. 2012. Sehingga, seharusnya kendaraan kategori M, N, O dan L3 yang diproduksi pada saat peraturan ini masih berlaku baginya masing-masing memenuhi ambang batas emisi yang diatur dalam peraturan ini. 82 Pasal 5 ayat (2) dan (3) PermenLH No. 4 Tahun 2009. 83 Pasal 5 ayat (5) PermenLH No. 4 Tahun 2009. 84 Pasal 3 ayat (3) PermenLH No. 4 Tahun 2009. 85 Dalam Pasal 1 angka 6 PermenLH No. 4 Tahun 2009, penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan produksi kendaraan bermotor adalah orang perseorangan dan/atau kelompok orang dan/atau badan hukum yang memproduksi kendaraan bermotor tipe baru dan/atau melakukan impor kendaraan bermotor dalam keadaan utuh (completely built-up) atau dalam keadaan tidak utuh. 86 Sebagaimana judulnya, peraturan ini mengatur kendaraan bermotor lama. Dalam Pasal 1 angka 4, kendaraan bermotor lama didefinisikan sebagai kendaraan yang sudah diproduksi, dirakit atau diimpor dan sudah beroperasi di wilayah Republik Indonesia pada saat peraturan ini berlaku. 87 Lampiran PermenLH No. 5 Tahun 2006 mengatur kendaraan bermotor Kategori L (roda dua) serta Kategori M, N dan O (roda empat atau lebih). Akan tetapi, penormaan ini belum mengatur secara rinci hingga level sub-kategori. 91 Pasal 6 ayat (1) dan (2) PermenLH No. 5 Tahun 2006. 92 Pasal 6 ayat (4) PermenLH No. 5 Tahun 2006.

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI ambang batas dibedakan juga berdasarkan umur kendaraan. 88 Subjek yang dibebani kewajiban dalam peraturan ini adalah kendaraan bermotor lama, dan tidak dispesifikkan apakah pemilik atau pengendara yang harus menjalankan kewajiban ini. kepada bupati/walikota 89 dan suruhan koordinasi kegiatan pelaksanaan uji emisi kepada gubernur. 90 pelaksanaan uji emisi kendaraan bermotor lama dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada Gubernur minimal 6 (enam) bulan sekali. 93 Selain tugas Bupati/Walikota, tugas Gubernur 94 dan Menteri 95 juga dirinci dalam PermenLH ini. Sebuah kewenangan yang menarik diberikan untuk Gubernur, dimana Gubernur dapat menetapkan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama di daerahnya yang sama atau lebih ketat dari ambang batas PermenLH ini. 96 Dalam batang tubuh peraturan, otoritas pengujian, metode pengujian, maupun spesifikasi bahan bakar referensi tidak ditentukan secara eksplisit. Selain itu, hubungan uji emisi dengan persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor juga tidak diatur. 88 Untuk kendaraan roda dua (kategori L), nilai ambang batas emisi dibedakan untuk sepeda motor yang tahun pembuatannya sebelum 2010 (s.d. 31 Desember 2009) dan 2010 atau setelahnya (mulai dari 1 Januari 2010). Sementara untuk kendaraan roda empat atau lebih (kategori M, N dan O), nilai ambang batas emisi dibedakan lagi berdasarkan motor penggeraknya. Untuk kendaraan berpenggerak motor bakar cetus api (berbahan bakar bensin), nilai ambang batas emisi dibedakan untuk kendaraan yang tahun pembuatannya sebelum 2007 (s.d. 31 Desember 2006) dan 2007 atau setelahnya (mulai dari 1 Januari 2007). Sementara untuk kendaraan berpenggerak penyalaan kompresi (diesel) dibedakan untuk kendaraan yang tahun pembuatannya sebelum 2010 (s.d. 31 Desember 2009) dan 2010 atau setelahnya (mulai dari 1 Januari 2010). 89 Pasal 6 ayat (1) s.d. (4) PermenLH No. 5 Tahun 2006. 90 Pasal 7 ayat (1) s.d. (3) PermenLH No. 5 Tahun 2006. 93 Pasal 6 ayat (3) PermenLH No. 5 Tahun 2006. 94 Gubernur juga diberikan tugas untuk mengkoordinasikan kegiatan pelaksanaan uji emisi di daerahnya, melaksanakan evaluasi kegiatan uji emisi minimal 1 (satu) tahun sekali, mengumumkan hasil uji emisi berkala kepada masyarakat melalui media cetak maupun elektronik, dan melaporkan hasil uji emisi yang dilaksanakan Bupati/Walikota kepada Menteri sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. 95 Menteri diberikan kewenangan untuk (a) mengevaluasi pelaksanaan penataan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama; (b) melakukan uji petik emisi (spot check) dalam rangka pengumpulan data; dan (c) memberikan pembinaan (bimbingan teknis) 96 Pasal 8 PermenLH No. 5 Tahun 2006.

97 Pasal 11 PermenLH No. 5 Tahun 2006. PermenLH ini memandatkan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama untuk dievaluasi sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun. 97

MEMASTIKAN PEMENUHAN KEWAJIBAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI SUMBER BERGERAK: TRANSPORTASI Lampiran 2: Penggolongan Kendaraan Berdasarkan SNI (Perindustrian) Golongan Keterangan Kategori L Kendaraan beroda kurang dari empat Kategori L1 Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm' dan dengan desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 kg/jam apapun jenis tenaga penggeraknya. Kategori L2 Kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda sembarang dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm3 dan dengan desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya. Kategori L3 Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya. Kategori L4 Kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda simetris dengan kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya (sepeda motor dengan kereta). Kategori L5 Kendaraan bermotor beroda tiga dengan susunan roda simetris dengan kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya. Kategori M Kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan orang. Kategori M1 Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai tidak lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi. Kategori M2 Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) sampai dengan 5 ton. Kategori M3 Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 5 ton. Kategori N Kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan barang. Kategori N1 Kendaraan bermotor untuk angkutan barang dan mempunyai jumrah berat yang diperbolehkan (GVW) sampai dengan 3,5 ton.

Kategori N2 Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak lebih dari 12 ton. Kategori N3 Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) tebih dari 12 ton. Kategori O Kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel. Kategori O1 Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) tidak lebih dari 0,75 ton. Kategori O2 Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 0,75 ton tetapi tidak lebih dari 3,5 ton. Kategori O3 Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak tebih dari 10 ton. Kategori O4 Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 10 ton. Kategori Khusus kendaraan bermotor khusus dari pengembangan atau modifikasi kategori kendaraan bermotor kategori M, N atau O untuk angkutan penumpang atau barang dan diperlukan pembuatan bodi khusus dan / atau perlengkapannya untuk menunjang fungsi khusus tersebut. Kategori T Kendaraan bermotor baik beroda maupun menggunakan roda rantai mempunyai paling sedikit dua sumbu roda, yang mempunyai fungsi pokok sebagai tenaga penarik, yaitu untuk menarik, menekan atau menggerakkan peralatan khusus, mesin atau gandengan untuk keperluan pertanian atau kehutanan. Kategori G Kendaraan bermotor off road merupakan pengembangan atau modifikasi kendaraan yang termasuk dalam kategori M dan N yang memenuhi persyaratan tertentu. Cat: Jika dilihat dari penggolongan kendaraan ini, kendaraan kategori khusus, kategori T dan kategori G belum diatur. Selain itu, kendaraan non-jalan seperti pesawat, kereta api, dan kapal laut juga belum diatur.