BAB III DALUWARSA SEBAGAI ALASAN PENGHAPUSAN TUNTUTAN PIDANA KARENA DALUWARSA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. atau terjepit maka sangat dimungkinkan niat dan kesempatan yang ada

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN PENENTUAN HAPUSNYA PENUNTUTAN PIDANA KARENA DALUWARSA DALAM KUHP

Berlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN BAGI RESIDIVIS PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

Lex Administratum, Vol. V/No. 2/Mar-Apr/2017

Ringkasan Permohonan Perkara Nomor 59/PUU-XII/2014 Daluwarsa Masa Penuntutan

HAPUSNYA HAK PENUNTUNAN DALAM HUKUM PIDANA. BERLIN NAINGGOLAN, SH Fakultas Hukum Jurusan Pidana Universitas Sumatera Utara

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR

ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG HAPUSNYA HAK MENUNTUT PIDANA KARENA DALUWARSA DALAM PASAL 78 KUHP

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

BAB IV. Hakim adalah organ pengadilan yang memegang kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan Negara yang merdeka untuk meyelenggarakan peradilan guna

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB IV ANALISIS TERHADAP BATAS USIA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK DIBAWAH UMUR DALAM KASUS PIDANA PENCURIAN

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB III HAPUSNYA HAK MENUNTUT PIDANA KARENA DALUWARSA DALAM KUHP. A. Pengertian Daluwarsa dan Dasar Hukum

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB III ANALISIS PERBANDINGAN PENGANIYAAN TERHADAP IBU HAMIL YANG MENGAKIBATKAN KEGUGURAN JANIN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

Hilangnya Sifat Tindak Pidana dan Kewenangan Menuntut Pidana. Faiq Tobroni

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB IV TINJAUAN HUKUM ACARA PIDANA ISLAM TERHADAP EKSEKUSI PUTUSAN PN SIDOARJO NO. 1169/Pid.B/2008/PN.SDA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SANKSI PIDANA PELANGGARAN HAK PEMEGANG PATEN MENURUT UU NO. 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

BAB IV. A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Hukuman Kumulatif. Dari Seluruh Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim, menunjukkan bahwa

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB IV ANALISIS PERCOBAAN MELAKUKAN PELANGGARAN DAN KEJAHATAN YANG TIDAK DIKENAI SANKSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUMAN DAN MACAM- MACAM HUKUMAN MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM SERTA CUTI BERSYARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

ABSTRAK ACHMAD IMAM LAHAYA, Nomor Pokok B , Tinjauan Yuridis Terhadap Penyertaan Tindak

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1958 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pengakkan hukum yang terjadi

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana. Korupsi

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI LAMONGAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB IV ANALISIS STUDI KOMPARATIF ANTARA HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEDOFILIA

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

BAB IV ANALISIS TENTANG SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III PENCURIAN DALAM HUKUM PIDANA. A. Pengertian Pidana, Hukum Pidana, dan Bentuk-bentuk Pidana

BAB 1V ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI MEULABOH DALAM PUTUSAN NO.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK [LN 1997/3, TLN 3668]

Transkripsi:

BAB III DALUWARSA SEBAGAI ALASAN PENGHAPUSAN TUNTUTAN PIDANA KARENA DALUWARSA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Konsep Penentuan Daluwarsa Penuntutan dalam Hukum Islam dan KUHP 1. Ketentuan-ketentuan dalam hukum Islam Bersumber dari Imam Malik, Imam Syafi`I, Imam Ahmad bin Hanbal yang menyimpulkan bahwa suatu hukuman tidaklah gugur bagaimanapun laman hukuman tersebut tidak dilaksanakan dan suatu tindak pidana tidaklah gugur bagaimanapun lamanya tindak pidana tersebut tidak diadili selama itu bukan berupa hukuman atau tindak pidana ta`zir. Adapun pada hukuman atau tindak pidana ta`zir, prinsip daluwarsa berlaku manakala penguasa memandang perlu demi mewujudkan kemaslahatan umum. 62 Dasar teori ini bahwa dalam aturan-aturan dan nas-nas hukum Islam tidak ada yang menunjukkan bahwa tindak pidana hudud dan qisas-diat akan hapus (gugur) dengan berlalunya masa tertentu, terlebih penguasa tidak memiliki hak untuk mengampuni hukuman-hukuman tersebut dan juga tidak boleh menggugurkannya, bagaimanapun kondisinya. Apabila tidak ada nas yang membolehkan pembatalan hukuman dan penguasa tidak boleh menggugurkanya, berarti prinsip daluwarsa itu tidak berlaku. 62 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam Jilid III, (Bogor: PT Kharisma Ilmu, 2007), hlm 172 62

2. Ketentuan-ketentuan dalam KUHP Meskipun setiap orang yang melakukan tindak pidana harus dituntut, namun jika orang yang melakukan tindak pidana misalnya melarikan diri dan polisi belum mampu melacak keberadaan orang itu sehingga dalam sekian tahun orang itu tidak dapat ditangkap, selama itu jika sudah daluwarsa menuntut pidana, maka hapusnya hak penuntut pidana terhadap orang itu. Dengan kata lain menurut E.Y. Kanter dan Sianturi bahwa pada dasarnya semua pelaku (dalam arti luas) dari suatu tindak pidana harus dituntut di muka sidangan pengadilan pidana, akan tetapi baik secara umum atau secara khusus undang-undang menentukan peniadaan dan atau penghapusan penuntutan dalam hal-hal tertentu, misalnya karena daluwarsa. 64 Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 78 KUHP bahwa hak menuntut pidana hapus karena daluwarsa. 65 Hak menuntut pidana menjadi hapus karena lewatnya waktu (78 ayat (1). Dasar dari krtrntuan ini sama dengan dasar dari ketntuan pasal 76 ayat (1) tentang asas ne bis in idem ialah untuk kepastian hukum bagi setiap kasus pidana, agar si pembuatnya tidak selama-lamanya ketentraman hidupnya diganggu tanpa batas waktu oleh ancaman penuntut Negara, pada suatu waktu gangguan seperti itu harus diakhiri. Orang yang berdosa karena melakukan tindak pidana, untuk menghindari penuntut oleh Negara, mengharuskan dia untuk selalu bersikap waspada kepada setiap orang, bersembunyi, menghindari pergaulan umum yang 64 E.Y. Kanter dan Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Alumni 1982), hlm 426 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm 30 63

64 terbuka, semua ini membuat ketidak tenangan hidupnya. Ketidak tenangan hidup yang sekian lama belum masa daluwarsa berakhir pada dasarnya adalah suatu penderitaan jiwa, yang tidak berbeda dengan penderitaan akibat menjalani suatu pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan. 66 Selain alasan untuk kepastian hukum, prinsip lewatnya waktu ini juga didasarkan pada factor kesulitan dalam hal untuk mengungkap kasus perkara mengajukan tuntutan pidana pada dasarnya adalah berupa pekerjaan mengungkap suatu kasus sebagaimana kejadian senyatanya (materiele waarheid) pada waktu kejadian yang sudah berlalu. Pengungkapan peristiwa itu memerlukan bukti-bukti yang ditentukan dan diatur menurut ketentuan Undang-Undang, baik mengenai macam-macamnya maupun cara system penggunaannya. Semakain lama leawtnya waktu akan semakin sulit untuk memperoleh alat-alat bukti tersebut semakin lama ingatan seorang saksi akan semakin berkurang bahkan lenyap atau lupa tentang suatu kejadian yang dilihatnya atau dialamninya. Demikian juga benda-benda bukti, dengan waktu yang lama akan menyebabkan benda itu menjadi musnah atau hilang dan tidak ada lagi. Dengan berlalunya waktu yang lama memperkecil keberhasilan bahkan dapat menyebabkan kegagalan dari suatu pekerja penuntut. 67 Satu hal lagi yang penting, ialah dengan lewatnya waktu penderita batin, baik bagi korban dan keluarga maupun masyarakat sebagai akibat dari suati tindak akan semakin berkurang yang pada akhirnya akan lenyap atau lupa dari ingatan. Jika dilihat dari teori pembalsan, menjadi tidak penting lagi untuk 66 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, (Jakarta: PT raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 173 67 Adami Chazawi, Pelajran Hukum PIdana Bagian 2, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2002), hlm 174

65 mengungkapkan suatu kasus yang dilupa oleh masyarakat. Walaupun zaman modern sekarang teori pembalsan dinilai oleh banyak kalangan sudah kuno, namun pada kenyataannya kepuasan korban dan masyarakat atas pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan tidak dapat terlepas dariberat ringannya (setimpal) dari kesalahan dan berat ringannya. 68 Berapa lamakah tenggang lewatnya waktu seseorang pembuat tindak pidana untuk menjadi tidak dapat dituntut karena daluwarsa? Dalam hal ini bergantung berat ringannya pidana yang diancam pada tindak pidana yang diperbuat. Hal ini tampak pada pasal 78 ayat (1) yang menetapkan, bahwa kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsai: a. Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun; b. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun; c. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun; d. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun. 69 B. Perbandingan dalam Penghitungan Daluwarsa Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif 1. Persamaan Menurut Muhammad, murid Imam Abu Hanifah, masa daluwarsa adalah enam bulan, menurut pendapat lain adalah satu bulan. Dengan demikian, penguasa 68 E.Y. Kanter dan Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Alumni, 1982), hlm. 427 69 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 2, (Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada, 2009) hlm. 175

66 bisa membuat masa daluwarsa dan menolak setiap pengakuan (persaksian) sesudah lewat masa tersebut jika alat-alat buktinya berupa persaksian. Di atas telah disinggung sedikit bahwa masa daluwarsa mempunyai waktu yaitu selama enam bulan menurut Muhammad murid Imam Abu Hanifah dan juga menurut pendapat lain masa daluwarsa selama satu bulan. Sedangkan jika dikaitkan dengan KUHP maka, sudah tertulis jelas dalam Pasal 78 ayat (1) bahwa masa daluwarsa mempunyai tenggang waktu. 2. Perbedaan Terdapat perbedaan yang jelas dalam penentuan penghitungan daluwarsa menurut hukum Islam dan hukum positif (KUHP). Dalam hukum Islam Imam Abu Hanafi berpendapat bahwa ia tidak menentukan batasan masa daluwarsa sehingga hal langsung diserahkan kepada hakim dengan mempertimbangkan keadaan yang berbeda-beda. Alasannya, perbedaan alasan dan dalih menjadikan pembatasan masa daluwarsa sulit ditentukan. Sedangkan dalam KUHP sudah tercantum dan tertulis dalam Pasal 78 ayat (1) mengenai penentuan penghitungan waktu daluwarsa yang berbunyi: Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa: 1. Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, sesudah satu tahun. 2. Mengenai semua pelanggaran kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun. 3. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun 4. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun, sesudah delapan belas tahun.

67 Dan juga dijelaskan dalam Pasal 79 KUHP tentang penghitungan daluwarsa, yang berbunyi: Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut: 1. Mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku pada hari sesudah barnag yang dipalsukan atau mata uang yang dirusak digunakan oleh si pembuat. 2. Mengenai kejahatan tersebut dalam Pasal 328, 329, 330, dan 333, tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena kejahtan dibebaskan atau meninggal dunia.. 3. Mengenai pelanggaran tersebut Pasal 556 sampai dengan Pasal 558a, tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran itu, menurut aturan-aturan umum yang menetukan bahwa register-register bergerlijke stand harus pindah ke kantor panitera suatu pengadilan, dipindah ke kanto tersebut.