BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baja merupakan salah satu jenis logam ferro dengan unsur carbon (C) sulfur

dokumen-dokumen yang mirip
Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

LAPORAN PRESENTASI TENTANG DIAGRAM TTT. Oleh: RICKY RISMAWAN : DADAN SYAEHUDIN :022834

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

09: DIAGRAM TTT DAN CCT

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

PROSES PENGERASAN (HARDENNING)

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen otomotif, kebutuhan

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

ANALISA KEKERASAN PADA PISAU BERBAHAN BAJA KARBON MENENGAH HASIL PROSES HARDENING DENGAN MEDIA PENDINGIN YANG BERBEDA

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

PENGARUH MEDIA KAPUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK POROS S45C

Karakterisasi Material Sprocket

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bab II menjelaskan tentang beberapa konsep dasar teori yang mendukung topik

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. TINJAUAN PUSTAKA. unsur paduan terhadap baja, proses pemanasan baja, tempering, martensit, pembentukan

FERIT, PERLIT, SEMENTIT, MARTENSIT, DAN BAINIT

BAB III METODE PENELITIAN

II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan sifat-sifat logam yang diinginkan. Perubahan sifat logam akibat

PENGARUH VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES NORMALIZING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PADA PRESSURE VESSEL

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 4340

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES HARDENING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MICRO BAJA AISI DENGAN MEDIA PENDINGIN Oleh: DEDI SUPRIANTO

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

Kata kunci : baja S45C, hardening, pendingin.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Logam Ferro

PENGARUH MULTIPLE QUECHING TERHADAP PERUBAHAN KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA ASSAB 760

Pengaruh Unsur-unsur Paduan Pada Proses Temper:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

II. TINJAUAN PUSTAKA. unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan akan bahan logam dalam pembuatan alat alat dan sarana. Untuk memenuhi kebutuhan ini, diperlukan upaya pengembangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penambahan karbon yang disebut carburizing atau karburasi, dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

Diajukan Sebagai Syarat Menempuh Tugas Akhir. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah. Surakarta. Disusun Oleh : WIDI SURYANA

BAB V DIAGRAM FASE ISTILAH-ISTILAH

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

MODUL 9 PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

PENGARUH BAHAN ENERGIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP KEKERASAN CANGKUL PRODUKSI PENGRAJIN PANDE BESI

POLITEKNOSAINS VOL. XI NO. 1 Maret 2012

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Pengaruh Heat Treatment denganvariasi Media Quenching Oli dan Solar terhadap StrukturMikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

PENGARUH TEMPERATUR DAN HOLDING TIME DENGAN PENDINGIN YAMACOOLANT TERHADAP BAJA ASSAB 760

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA SIFAT MEKANIK PERMUKAAN BAJA ST 37 DENGAN PROSES PACK CARBURIZING, MENGGUNAKAN ARANG KELAPA SAWIT SEBAGAI MEDIA KARBON PADAT

PENGARUH MANUAL FLAME HARDENING TERHADAP KEKERASAN HASIL TEMPA BAJA PEGAS

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK

Machine; Jurnal Teknik Mesin Vol. 2 No. 2, Juli 2016 ISSN :

BAB VI TRANSFORMASI FASE PADA LOGAM

JURNAL TEKNIK PERKAPALAN

UNIVERSITAS MERCU BUANA

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

PENGARUH PROSES ANNEALING PADA HASIL PENGELASAN TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA KARBON RENDAH

PROSES THERMAL LOGAM

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

METALURGI FISIK. Heat Treatment. 10/24/2010 Anrinal - ITP 1

PENGARUH HEAT TREATMENT DENGAN VARIASI MEDIA QUENCHING AIR GARAM DAN OLI TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN NILAI KEKERASAN BAJA PEGAS DAUN AISI 6135

PENGARUH HOLDING TIME TERHADAP SIFAT KEKERASAN DENGAN REFINING THE CORE PADA PROSES CARBURIZING MATERIAL BAJA KARBON RENDAH. Darmanto * ) Abstrak

ANALISA KEKERASA DAN STRUKTUR MIKRO TERHADAP VARIASI TEMPERATUR TEMPERING PADA BAJA AISI 4140

yang tinggi, dengan pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat.

ANALISA QUENCHING PADA BAJA KARBON RENDAH DENGAN MEDIA SOLAR

Di susun oleh: Rusdi Ainul Yakin : Tedy Haryadi : DIAGRAM FASA

PENGARUH MEDIA PENDINGIN MINYAK PELUMAS SAE 40 PADA PROSES QUENCHING DAN TEMPERING TERHADAP KETANGGUHAN BAJA KARBON RENDAH

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

Pengaruh Variasi Temperatur Anneling Terhadap Kekerasan Sambungan Baja ST 37

TUGAS AKHIR. Analisa Proses Pengerasan Komponen Dies Proses Metalurgi Serbuk Untuk Pembuatan Sampel Uji Konduktivitas Thermal

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Karbon Baja merupakan salah satu jenis logam ferro dengan unsur carbon (C) sulfur (S), fosfor (P), silikon (Si), mangan (Mn), dan sebagainya yang jumlahnya dibatasi. Sifat baja pada umumnya sangat dipengaruhi oleh prosentase karbon dan struktur mikro. Struktur mikro pada baja karbon dipengaruhi oleh perlakuan panas dan komposisi baja. Karbon dengan unsur campuran lain dalam baja membentuk karbid yang dapat menambah kekerasan, tahan gores dan tahan suhu baja. Perbedaan prosentase karbon dalam campuran logam baja karbon menjadi salah satu cara menjabarkan kandungan pada baja (Supardi, 1999) Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi tiga macam, yaitu : 2.1.1 Baja Karbon Rendah Baja kabon rendah (low carbon steel) mengandung karbon dalam campuran baja karbon kurang dari 0,3%. Baja ini bukan baja yang keras karena kandungan karbonnya yang rendah kurang dari 0,3%C. Baja karbon rendah tidak dapat dikeraskan karena kandungan karbonnya tidak cukup untuk membentuk struktur martensit (Amanto dalam Wibowo, 2006). 2.1.2 Baja Karbon Menengah Baja karbon sedang (medium carbon steel) mengandung karbon 0,3%C 0,6%C dengan kandungan unsur karbonnya memungkinkan baja untuk dikeraskan sebagian dengan perlakuan panas (heat treatment) yang sesuai. Baja karbon sedang lebih keras serta lebih lebih kuat dibandingkan dengan baja karbon rendah (Amanto dalam Wibowo, 2006) 5

6 2.1.3 Baja Karbon Tinggi Baja karbon tinggi mengandung 0,6% - 1,5% karbon dan memiliki kekerasan tinggi namun keuletannya lebih rendah, hampir tidak dapat diketahui jarak tegangan lumernya terhadap tegangan proporsional pada grafik tegangan regangan. Berkebalikan dengan baja karbon rendah, pengerasan dengan perlakuan panas pada baja karbon tinggi tidak memberikan hasil yang optimal dikarenakan terlalu banyaknya martensit sehingga membuat baja menjadi getas. Sifat mekanis baja juga dipengaruhi oleh cara mengadakan ikatan karbon dengan besi. Menurut Schonmetz, dalam Nanulaitta (2011) terdapat 3 bentuk utama Kristal saat karbon mengadakan ikatan dengan besi, yaitu : Ferit, yaitu besi murni (Fe) terletak rapat saling berdekatan tidak teratur, baik bentu maupun besarnya. Ferit merupakan bagian baja yang paling lunak, ferrit murni tidak akan cocok digunakan sebagai bahan untuk benda kerja yang menahan beban karena kekuatannya kecil. Perlit, merupakan campuran antara ferrit dan sementit dengan kandungan karbon sebesar 0,8%. Struktur perlitis mempunyai Kristal ferrit tersendiri dari serpihan sementit halus yang saling berdampingan dalam lapisan tipis. Karbid besi (Fe3C), suatu senyawa kimia antara besi dengan karbon sebagai struktur tersendiri yang dinamakan sementit. Peningkatan kandungan karbon akan menambah kadar sementit. Sementit dalam baja merupakan unsur yang paling keras.

7 2.2 Baja ST 60 Baja ST 60 merupakan golongan baja karbon menengah yang mempunyai kandungan karbon 0,4644 %. Hal ini dibuktikan dengan pengujian komposisi yang dilakukan oleh PT Itokoh Ceperindo Klaten yang dapat dilihat pada table dibawah ini : Tabel 2.1 Komposisi Baja ST 60 C Si Mn S P Cu 0,4644% 0,2401% 0,6973% 0,0117% 0,0204% 0,0195% Sumber : Hasil Uji di PT Itokoh Ceperindo Klaten Dengan kadar karbon sedang yang dimiliki Baja ST 60, menjadikan baja ini memiliki sifat-sifat pengerjaan dan kekuatan yang sangat baik. Apabila baja ini diberikan perlakuan yang tepat maka akan didapatkan kekerasan dan keuletan sesuai dengan yang di inginkan. 2.3 Heat Treatment Proses perlakuan panas pada umumnya untuk memodifikasi struktur mikro baja sehingga meningkatkan sifat mekanik, salah satunya yaitu kekerasan (Smallman and Bishop dalam Mersilia, 2016). Perlakuan panas didefinisikan sebagai kombinasi dari proses pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam/paduan dalam keadaan padat, sebagai upaya untuk memperoleh sifatsifat tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena ada perubahan struktur mikro selama proses pemanasan dan pendinginan dimana sifat logam atau paduan sangat dipengaruhi oleh struktur mikro. Proses perlakuan panas terdiri dari beberapa tahapan, dimulai dari proses pemanasan bahan hingga pada suhu

8 tertentu dan selanjutnya didinginkan juga dengan cara tertentu. Tujuan dari perlakuan panas adalah dapat mendapatkan sifat-sifat mekanik yang lebih baik dan sesuai yang diinginkan seperti meningkatkan kekuatan dan kekerasan, mengurangi tegangan, melunakkan, mengembalikan pada kondisi normal akibat pengaruh pengerjaan sebelumnya, dan menghaluskan butir kristal yang akan berpengaruh pada pengerjaan sebelumnya, dan menghaluskan butir kristal yang akan berpengaruh pada keuletan bahan (ASM handbook Vol 4, 1991). Secara umum, proses perlakuan panas adalah : Memanasakan logam/paduannya sampai pada suhu tertentu (heating temperature). Mempertahankan pada suhu pemanasan tersebut dalam waktu tertentu (holding time). Mendinginkan dengan media pendingin dan laju tertentu. 2.3.1 Annealing Proses annealing adalah proses pemanasan baja diatas temperature kritis (723 C) selanjutnya dibiarkan beberapa lama sampai temperature merata disusul dengan pendinginan secara berlahan-lahan sambil dijaga agar temperature bagian luar dan dalam kira-kira sama, sehingga diperoleh struktur yang diinginkan.

9 Gambar 2.1 Diagram Annealing 2.3.2 Normalizing Normalizing adalah proses pemanasan pada suhu austenite dan didinginkan di udara terbuka. Adapun caranya adalah memanaskan baja pada suhu 10-40 C diatas daerah kritis atas disusul dengan pendinginan dalam udara. Normalizing biasa diterapkan pada baja karbon rendah dan baja paduan untuk menghilangkan pengaruh pengerjaan bahan sebelumnya, menghilangkan tegangan dalam, dan memperoleh sifat-sifat yang diinginkan. Gambar 2.2 Diagram Normalizing

10 2.3.3 Tempering Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan (quenching) pada temperature tempering (dibawah suhu kritis) sehingga diperoleh ductility tertentu, yang dilanjutkan dengan proses pendinginan (Koswara dalam Mersilia, 2016). Suhu pemanasan pada proses tempering dapat dibedkan sebagai berikut : 1. Tempering Suhu Rendah Tempering ini mempunyai suhu pemanasan 150-300 C. Proses ini tidak akan menghasilkan penurunan kekerasan yang berarti. Tempering ini hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan kerapuhan pada baja. Seperti alat-alat potong, mata bor, dan sebagainya. 2. Tempering Suhu Menengah Tempering ini mempunyai suhu pemanasan 300-550 C. Tempering pada suhu sedang bertujuan untuk menambah keuletan dan sedikit menurunkan kekerasan. Peningkatan suhu tempering akan mempercepat penguraian martensit dan kira-kira pada suhu 315 perubahan fase menjadi martensit temper berlangsung dengan cepat.proses ini digunakan pada alat-alat kerja yang mengalami beban berat, misalnya palu, pahat, dan pegas. 3. Tempering Suhu Tinggi Tempering ini mempunyai suhu pemanasan 550-650 C. Tempering suhu tinggi bertujuan memberikan daya keuletan yang besar dan sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah. Tingginya suhu tempering dan lamanya holding time pada benda kerja tergantung pada jenis dan kekerasan baja yang dikehendaki. Semakin tinggi dan semakin lama holding time yang diberikan,

11 semakin banyak terbentuk trosit dan sorbit sehingga kekerasan menjadi lebih rendah, keuletannya bertambah. Proses pendinginan setelah proses tempering umumnya bersifat alami yaitu pendinginan benda kerja pada udara terbuka, misalnya pada roda gigi, poros, batang penggerak dan sejenisnya (Schonmetz dan Gruber dalam Mersilia,2016). Gambar 2.3 Diagram Tempering 2.3.4 Quenching Quenching merupakan proses pengerjaan logam dengan pendinginan secara cepat. Sehingga melalui quenching akan mencegah adanya proses yang dapat terjadi pada pendinginan lambat seperti pertumbuhan butir. Secara umum, quenching akan menyebabkan menurunnya ukuran butir dan dapat meningkatkan nilai kekerasan pada suatu paduan logam. Laju quenching tergantung pada beberapa factor yaitu medium, panas spesifik, panas pada penguapan, konduktifitas termal medium, viskositas, dan agritasi (aliran media pendingin). Kecepatan pendinginan dengan air lebih besar dibandingkan pendinginan dengan oli, sedangkan pendinginan dengan udara memiliki kecepatan yang paling kecil (Syaefudin dalam Mersilia, 2016). Pada umumnya yang telah mengalami proses quenching memiliki kekerasan yang tinggi serta

12 dapat mencapai kekerasan yang maksimum tetapi agak rapuh. Dengan adanya sifat yang rapuh, maka kita harus menguranginya dengan melakukan proses lebih lanjut seperti tempering (Mulyadi dan Suitra, 2010). Gambar 2.4 Diagram Quenching 2.4 Waktu Penahan (Holding time) Holding time merupakan waktu penahan yang dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum dari suatu bahan dari proses hardening dengan menahan pada suhu pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen atau terjadi kelarutan karbida kedalam austenit dan difusi karbon dan unsur paduannya.pada baja umumnya perlu dilakukan waktu penahanan, karena pada saat austenit masih merupakan butiran halus dan kadar karbon serta unsur paduannya belum homogen dan terdapat karbida yang belum larut. Baja perlu ditahan pada suhu austenit untuk memberikan kesempatan larutnya karbida dan lebih homogen austenite. Waktu penahanan dapat dilakukan pada saat suhu dapur (furnace) telah mencapai suhu panas yang dikehendaki guna memberi kesempatan penyempurnaan bentuk kristal yang terbentuk pada suhu transformasi. Tujuan waktu penahan pada proses tempering adalah agar struktur mikro yang dicapai setelah proses temper akan lebih homogen (Nur dkk, 2005).

13 Pada pemansan baja, berdasarkan jenis-jenis bajanya, pedoman waktu tahan pada proses heat treatment diklasifikasikan menjadi beberapa jenis. Berikut pembagiannya adalah sebagai berikut : 1. Baja kontuksi dari baja karbon dan baja paduan rendah yang mengandung karbida yang mudah larut, biasanya pada baja jenis ini diperlukan holding time atau waktu tahan yang singkat dan tidak terlalu lama yaitu 5-15 menit setelah suhu pemanasannya dianngap sudah memadai. 2. Baja kontruksi dari baja paduan menengah, biasanya pada baja jenis ini disarankan untk menggunakan holding time 15-25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja. 3. Baja campuran rendah (low alloy tool steel), biasanya pada baja jenis ini diperlukan holding time yang tepat, agar kekerasan yang diinginkan pada baja tersebut dapat dicapai. Holding time yang digunakan yaitu 0,5 menit permilimeter tebal benda, atau 10 sampai 30 menit. 4. Baja krom campuran tinggi (high alloy chrome steel), biasanya pada baja jenis ini diperlukan yang paling panjang diantara semua baja perkakas, dan juga tergantung pada suhu pemansannya. Selainitu diperlukan kombinasi suhu dan waktu penahan holding time yang tepat. Biasanya waktu holding time yang digunakan pada baja jenis ini yaitu 0,5 menit perkilometer tebal benda dengan minimum 10 menit dan maksimal 1 jam. 5. Hot-Work Tool Steel, Biasanya jenis baja ini mengandung karbida yang susah larut, dan baru akan larut pada suhu 1000 C. Pada suhu ini kemungkinan terjadinya pertumbuhan butir sangat besar, karena itu holding time harus dibatasi yaitu berkisar antara 15-30 menit.

14 6. Baja kecepatan tinggi (high speed steel), biasanya pada baja jenis ini memerlukan suhu pemanasan yang sangan tinggi yaitu berkisar antara 1200 C-1300 C. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir dan holding time diambil hanya beberapa menit saja (Dalil dkk, 1999). 2.5 Diagram TTT (Time-Temperature-Transformation) Diagram TTT adalah suatu diagram yang menghubungkan transformasi austenite terhadap waktu dan temperature. Proses perlakuan panas bertujuan untuk memperoleh struktur baja yang diinginkan agar cocok dengan penggunaan yang direncanakan. Struktur yang diperoleh merupakan hasil dari proses transformasi dari kondisi awal. Proses transformasi ini dapat dibaca dengan menggunakan diagram fasa namun untuk kondisi tidak setimbang diagram fasa tidak dapat digunakan, untuk kondisi seperti ini maka menggunakan diagram TTT. Melalui diagram ini dapat dipelajari kelakuan baja pada setiap tahap perlakuan panas, diagram ini juga dapat digunakan untuk memperkirakan struktur dan sifat mekanik dari baja yang diquenching dari temperatur austenitisasinya ke suatu temperatur dibawah A1. Dari diagram ini jelas dari dekomposisi austenite dapat diperoleh berbagai variasi struktur pada baja, struktur mungkin terdiri 100% perlit kasar, baja bersifat lunak dan ulet, ataupun martensit penuh ketika baja bersifat keras dan getas. Karena transformasi baja dapat menghasilkan berbagai sifat maka baja tetap merupakan material kontruksi utama untuk rekayasa. Berikut gambar dari diagram TTT ( Time-Temperature-Transformation) :

15 2.5 Gambar diagram TTT (time-teperature-transformation) Gambar diatas menunjukan suatu transformasi dari baja eutektoida yang mempunyai dekomposisi normal austenit sebagai berikut: Bila baja tersebut kita dinginkan cepat sampai dibawah A1 dan dibiarkan beberapa saat (± 30 detik pada 1250 0 F) sedemikian rupa jatuh pada daerah dimana perlit baru sebagian

16 terjadi, kemudian dilanjutkan segera dengan quench maka akan terjadi struktur perlit dan martensit sebagian. Martensit ini adalah hasil transformasi isotermis sebagian austenit pada suhu diatas tadi. Lamanya baja berada pada suhu dibawah A1 akan menentukan banyaknya pembentukan perlit atau bainit, dan menentukan jumlah austenit sisa yang membentuk martensit setelah quench. Dengan kata lain perkataan proses pembentukan perlit/bainit pada suhu tersebut terhenti pada saat quenching. Garis sebelah kiri menunjukkan saat setelah berapa lama dimulai transformasi dan garis sebelah kanannya adalah akhir transformasi (100%) pada tiap-tiap suhu. Dilihat dari bentuk kurva maka untuk suhu diatas 1000 F, makin rendah suhu pembentukkan phase (perlit) lebih cepat dan dibawah 1000 F sampai dengan ±500 F makin rendah suhu, makin lama untuk pembentukkan phase (disisni terjadi struktur bainite). Dengan demikian pembentukan martensit bisa terjadi dengan pendinginan cepat dari setiap suhu tertentu bilamana waktu lama pada suhu-suhu tersebut berada disebelah kiri garis kurva kanan. Paling cepat terjadinya transformasi ke phase perlit/bainit adalah pada suhu sekitar 1000 F (merupakan nose dari kurva). Makin pendek lamanya baja tersebut dibiarkan pada suhu tertentu, makin besar jumlah austenit dan makin besar pula jumlah martensit yang terbentuk setelah quenching. Dari diagram, cenderung tidaklah mungkin memperoleh martensit dengan membiarkan baja tersebut pada suhu tertentu (konstan) untuk waktu yang sangat lama. Martensit terbentuk tanpa adanya carbon (carbida cement), seluruh karbon yang tadinya berada larut dalam $-iron masih terlarut interstisi dalam, iron. Adanya atom-atom carbon interstisi ini, lattice martensit merupakan body-

17 centeredtetragonal. Reaksi martensit yang terjadi pada pendinginan cepat adalah transformasi tanpa pengintian (nukleisasi), pertumbuhan dan difusi carbon, dan komposisi kimia terlarut dari martensit adalah sama dengan komposisi pada keadaan larutan padatnya. 2.6 Pengujian Kekerasan Pada umumnya, kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi dan merupakan ukuran ketahanan logam terhadap deformasi plastik atau deformasi permanen (Dieter dalam Priyanto, 2011). Hal ini sering diartikan sebagai ukuran kemudahan dan kuantitas khusus yang menunjukkan nilai kekerasan material. Pengujian logam ini secara garis besar ada tiga metode yaitu penekanan, goresan, dan dinamik (Koswara dalam Wibowo, 2006). Pengujian yang sering dilakukan pada logam agar mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan yaitu dengan metode penekanan. Menurut Schonmemtz, dalam Hanafia (2017) ada tiga jenis metode penekanan, yaitu : Metode Rockwell, Brinnel, dan Vickers, yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pengujian kekerasan dengan goresan dibakukan pada skala Mohs, ada sepuluh skala yang disusun berurutan dari bahan lunak sampai bahan yang keras. Pengujian kekerasan dengan dinamik adalah pengukuran terhadap ketinggian pantulan sebuah palu dari permukaan benda uji pada mesin uji Shore Scleroscope. Pengujian kekerasan yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah denagan metode vickers. Pengujian dengan metode vickers memiliki keuntungan yaitu dapat menguji bahan yang terkecil sampai homogen. Menurut poerwardaminta, dalam Hanafia (2017) Uji kekerasan vickers menggunakan indentor piramida intan, besar sudut antar permukaan piramida intan yang

18 saling berhadapan adalah 136 derajat. Ada dua rentang kekuatan yang berbeda, yaitu micro (10g 1000g) dan macro (1kg 100kg). Pengujian vicker mempunyai beberapa kelebihan sebagai berikut : Skala kekerasan yang kontinue untuk rentang yang luas, dari yang sangat lunak dengan nilai 5 maupun yang sangat keras dengan nilai 1500 karena indentor intan yang sangat keras, dianjurkan untuk pengujian material yang sudah di proses case hardening, dan proses pelapisan dengan logam lain yang lebih keras, Dapat dilakukan pada benda benda pada ketipisan 0,006 inchi. 2.7 Pengujian Mikrostruktur Mikrostruktur adalah gambaran dari kumpulan fasa-fasa yang dapat diamati melalui teknik metalografi. Mikrostruktur suatu logam dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Mikroskop yang dapat digunakan yaitu mikoroskop optik dan mikroskop elektron. Sebelum dilihat dengan mikroskop, permukaan logam harus dibersihkan terlebih dahulu, kemudian reaksikan dengan reagen kimia untuk mempermudah pengamatan. Proses ini dinamakan etching (Djafri dalam Hanafia, 2017). Untuk mengetahui sifat dari suatu logam, kita dapat melihat struktur mikronya. Setiap logam dengan jenis berbeda memiliki struktur mikro yang berbeda. Dengan melalui diagram fasa, kita dapat melihat struktur mikronya dan dapat mengetahui fasa yang akan diperoleh pada komposisi dan temperatur tertentu (Amanto dalam Wibowo, I999). Dan dari struktur mikro kita dapat melihat : Ukuran dan bentuk butir, Distribusi fasa yang terdapat dalam material khususnya logam,

19 Pengotor yang terdapat dalam material. Dari struktur mikro kita juga dapat memprediksi sifat mekanik dari suatu material sesuai dengan yang kita inginkan. Gambar 2.6 Hasil pengamatan pengujian mikrostruktur 2.8 Statistik Pengujian Uji kekerasan vickers menggunakan indentor piramida intan, besar sudut antar permukaan piramida intan yang saling berhadapan adalah 136 derajat. Ada dua rentang kekuatan yang berbeda, yaitu micro (10g 1000g) dan macro (1kg 100kg). Menurut Bradbury, (1990) angka kekerasan vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injekan) dari indikator (diagonalnya) (A) yang di kalikan dengan sin (136/2). Rumus Pengujian Vickers: VHN = 1,854 x P d 2 atau θ 2P sin 2 d 2 Persamaan 2.1 rumus menghitung Vickers Dimana VHN = vickers hardness number

20 P = Beban yang di berikan D = Panjang diagonal rata-rata Kareana jejak yang dibuat dengan penekanan piramida serupa secara geometris dan tidak terdapat persoalan mengenai ukuranya, maka VHN tidak tergantung kepada beban. Pada umumnya hal ini dipenuhi, kecuali pada beban yang sangat ringan. Beban yang biasanya digunakan pada uji vickers berkisar antara 1 hingga 120 kg. Tergantung pada kekerasan logam yang akan diuji. Hal hal yang menghalangi keuntungan pemakaian metode vickers adalah : Kekurangan pengujian vickers 1. Uji ini tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian ini sangat lamban. 2. Memerlukan persiapan permukaan benda uji. 3. Terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang diagonalnya. Kelebihan pengujian Vickers 1. Skala kekerasan yang kontinue untuk rentang yang luas, dari yang sangat lunak dengan nilai 5 maupun yang sangat keras dengan nilai 1500 karena indentor intan yang sangat keras. 2. dianjurkan untuk pengujian material yang sudah di proses case hardening, dan proses pelapisan dengan logam lain yang lebih keras 3. Dapat dilakukan pada benda benda pada ketipisan 0,006 inchi