PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990



dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

BUPATI BANGKA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Persyaratan Teknis jalan

PETUNJUK PELAKSANAAN PELAPISAN ULANG JALAN PADA DAERAH KEREB PERKERAS DAN SAMBUNGAN NO. 006/T/BNKT/1990

UU NO. 38 TAHU UN 2004 & PP No. 34 TA AHUN 2006 TENTANG JALAN DIREKTORAT BINA TEKNIK DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TATA CARA PERENCANAAN PENGHENTIAN BUS NO. 015/T/BNKT/1990

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA NOMOR 354/KPTS/M/2001 TENTANG KEGIATAN OPERASI JALAN TOL MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

Perencanaan Geometrik Jalan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

Penempatan marka jalan

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

PANDUAN SURVAI DAN PERHITUNGAN WAKTU PERJALANAN LALU LINTAS NO. 001 /T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PANDUAN PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH PERKOTAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 20/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PETUNJUK PERAMBUAN SEMENTARA SELAMA PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1985 TENTA NG JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

PETUNJUK LOKASI DAN STANDAR SPESIFIKASI BANGUNAN PENGAMAN TEPI JALAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1985

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

BAB III LANDASAN TEORI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 19/PRT/M/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 23 TAHUN 2008

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN

Transkripsi:

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA

PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan bangsa, sesuai dengan U.U. no. 13/1980 Tentang jalan, Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan yang menjurus ke arah profesionalisme dalam bidang pengelolaan jalan, baik di pusat maupun di daerah. Adanya buku-buku standar, baik mengenai Tata Cara P:laksanaan, Spesifikasi, maupun Metoda Pengujian, yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan merupakan kebutuhan yang mendesak guna menuju ke pengelolaan jalan yang lebih baik, efisien dan seragam. Sambil menunggu terbitnya buku-buku standar dimaksud, buku 'Petunjuk Tertib Pemanfaatan Jalan" ini dikeluarkan guna memenuhi kebutuhan intern di lingkungan Direktorat Pembinaan Jalan Kota. Menyadari akan belum sempurnanya buku ini, maka pendapat dan saran dari semua pihak akan kami hargai guna penyempurnaan di kemudian hari. Jakarta, Januari 1990. DIREKTUR PEMBINAAN JALAN KOTA DJOKO ASMORO

DAFTAR ISI Halaman I. DESKRIPSI... 1 1.1. Maksud dan Tujuan... 1 1.2. Ruang Lingkup... 1 1.3. Definisi/Batasan-batasan... 1 II. TERTIB PEMANFAATAN JALAN... 2.1. DAMAJA... 1 2.1.1. Jalur Jalan lintas... 2 2.1.2. Bahu Jalan/TROTOAR... 3 2.1.3. Saluran tepi jalan... 4 2.1.4. Median dan jalur pemisah... 4 2.1.5. Ambang Pengaman... 4 2.2. DAMIJA... 4 2.3. DAWASJA... 4 LAMPIRAN...6 1. RUANG BEBAS JALUR LALU LINTAS DI DAERAH PERKOTAAN... 7 2. PENAMPANG MELINTANG JALAN DI DAERAH URBAN/SUB URBAN 8 3. PROFIL DAERAH MANFAAT JALAN PADA JALAN ARTERI DAN KO LEKTOR... 9 4. PROFIL DAERAH MANFAAT JALAN PADA DAERAH SUPER ELEVASI...10 5. PENEMPATAN BANGUNAN UTILITAS DISEPANJANG JALAN... 11 6. PENEMPATAN BANGUNAN UTILITAS DISEPANJANG JALAN PADA DAERAH NON URBAN.. 12

I. DISKRIPSI 1.1. Maksud dan Tujuan Maksud dan Tujuan diterbitkannya buku petunjuk tertib pemanfaatan jalan ini adalah untuk meningkatkan disiplin Nasional dalam pemanfaatan jalan sesuai dengan peruntukannya, sehingga dapat mengoptimalkan tingkat pelayanan jalan di seluruh Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Nasional yang tinggi. Dengan demikian maka berarti kita menghargai nilai sumber daya Nasional yang terbatas tingkat ketersediaannya. 1.2. Ruang Lingkup dan Ka- Ruang lingkup pembahasan mencakup pengaturan jalan Nasional, Propinsi bupaten / Kodya yang meliputi hal-hal - Batasan/definisi bagian jalan dan sebagainya. - Penempatan bangunan pelengkap/pohon-pohon. - Anjuran dan larangan pemakai jalan. - Pihak-pihak yang berwenang dan bertanggung jawab dalam ketertiban. Dalam ruang lingkup pembahasan disini tidak termasuk Jalan Tol. 1.3. Batasan-batasan/Definisi-definisi. 1.3.1. DAMAJA (Daerah Manfaat Jalan). Merupakan ruas sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh Pembina Jalan dan diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, pemisahan jalur, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman timbunan dan galian gorong-gorong perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya. Lebar Damaja ditetapkan oleh Pembina Jalan sesuai dengan keperluannya. Tinggi minimum 5.0 meter dan kedalaman mimimum 1,5 meter diukur dari permukaan perkerasan. 1.3.2. DAMIJA (Daerah Milik Jalan) Merupakan ruas sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh Pembina Jalan guna peruntukkan daerah manfaat jalan dan perlebaran jalan maupun menambahkan jalur lalu lintas dikemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan. Lebar Minimum Lebar Damija sekurang-kurangnya sama dengan lebar Damaja. Tinggi atau kedalaman, yang diukur dari permukaan jalur lalu lintas, serta penentuannya didasarkan pada keamanan, pemakai jalan sehubungan dengan pemanfaatan 1

Daerah Milik Jalan, Daerah Manfaat Jalan serta ditentukan oleh Pembina Jalan. 1.3.3. DAWASJA (Daerah Pengawasan Jalan) Merupakan ruas disepanjang jalan di luar Daerah Milik Jalan yang ditentukan berdasarkan kebutuhan terhadap pandangan pengemudi, ditetapkan oleh Pembina Jalan. Daerah Pengawasan Jalan dibatasi oleh : Lebar diukur dari As Jalan. - Untuk Jalan Arteri Primer tidak kurang dari 20 meter. - Untuk Jalan Arteri Sekunder tidak kurang dari 20 meter. - Untuk Jalan Kolektor Primer tidak kurang dari 15 meter. - Untuk Jalan Kolektor Sekunder tidak kurang dari 7 meter. - Untuk Jalan Lokal Primer tidak kurang dari 10 meter. - Untuk Jalan Lokal Sekunder tidak kurang dari 4 meter. - Untuk Jembatan tidak kurang dari 100 meter ke arah hulu dan hilir. Tinggi yang diukur dari permukaan jalur lalu lintas dan penentuannya didasarkan pada keamanan pemakai jalan baik di jalan lurus, maupun di tikungan dalam hal pandangan bebas pengemudi, ditentukan oleh Pembina Jalan. 1.3.4. Wilayah Perkotaan dan Bukan Perkotaan Berkaitan dengan pemanfaatan peruntukkan jalan maka daerah disepanjang jalan dibagi atas : Wilayah perkotaan, yaitu daerah yang dipengaruhi oleh kegiatan lokal berupa lalu lintas ulang alik, pejalan kaki, pertokoan, pasar, pedagang kaki lima atau kegiatan lain yang menggunakan ruang secara padat dan hemat sedemikian rupa sehingga sering menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas jarak jauh yang melewati daerah tersebut. Catatan, daerah perkotaan yang dimaksud tersebut di atas tidak selalu sama dengan wilayah administrasi kota. Wilayah bukan perkotaan, yaitu daerah yang berciri ruang masih terbuka, tidak dipengaruhi oleh kegiatan lokal maupun penggunaan ruang secara padat dan hemat. II. TERTIB PEMANFAATAN JALAN 2.1. DAMAJA 2.1.1. Jalur Lalu Lintas Jalur lalu lintas pada dasarnya diperuntukkan bagi lalu lintas kendaraan. Pemanfaatan jalur lalu lintas adalah sebagai berikut: a. Beban sumbu maksimum yang diizinkan adalah: - Sumbu tunggal dengan ban tunggal 4.500 kg. 2

- Sumbu tunggal dengan ban dobel 8.000 kg. - Sumbu tandem/ganda dengan ban dobel 15.000 kg. - Sumbu triple dengan ban dobel 20.000 kg. b. Kecepatan Kendaraan maksimum yang diizinkan adalah : - Pada jalan bebas hambatan 60-120 km/jam. - Pada jalan arteri primer 60-80 km/jam. - Pada jalan arteri sekunder 40-60 km/jam. - Pada jalan kolektor primer 40-60 km/jam. - Pada jalan kolektor sekunder 30-40 km/jam. - Pada jalan lokal primer 20-30 km/jam. - Pada jalan sekunder 10-20 km/jam. c. Pengemudi yang ingin menghentikan kendaraan sementara waktu, harus menempatkan kendaraannya sedemikian rupa tidak menghalangi arus lalu lintas dan tidak pada tempat dimana terdapat tanda larangan berhenti. Sedangkan untuk parkir kendaraan, harus dipilih bagian jalan yang sudah ditetapkan untuk parkir. d. Pejalan kaki bila hendak menyeberang jalan harus memanfaatkan fasilitas penyerangan (zebra cross, jembatan penyeberangan dan lain-lain). e. Untuk pelayanan transportasi umum (bus kota, bus antar kota atau, kendaraan umum lainnya), menaikkan atau menurunkan penumpang harus ditempat-tempat yang sudah disediakan (terminal, tempat pemberhentian sementara atau halte). Sedangkan untuk memberhentikan kendaraan untuk sementara waktu harus memilih lokasi yang disebutkan dalam butir c. f. Pemanfaatan jalur lalu lintas oleh kendaraan dengan beban sumbu kendaraan melebihi ketentuan yang disebutkan dalam paragrap a tidak diperkenankan. g. Mengendarai kendaraan dengan kecepatan kendaraan yang melebihi ketentuan seperti yang disebutkan dalam paragrap b tidak diperkenankan. h. Kendaraan bermotor roda dua, roda tiga atau kendaraan tidak bermotor harus menggunakan jalur yang sudah disediakan. Dalam hal tidak disediakan jalur khusus, harus menggunakan bagian paling kiri dari jalur lalu lintas. i. Hal-hal yang berkaitan dengan disiplin dan tata tertib kendaraan, harus mengikuti ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang lalu lintas jalan nomor 7 tahun 1951 dan Undang-undang lalu lintas tahun 1965 tentang lalu lintas dan angkutan. 2.1.2. Bahu jalan dan trotoar a. Bahu jalan diperuntukkan bagi pejalan kaki, berhenti untuk sementara akibat kondisi tertentu apabila tidak terdapat rambu larangan berhenti dan untuk tempat menghindar bagi kendaraan saat berpapasan. Trotoar diperuntukkan bagi pejalan kaki. b. Bahu jalan atau trotoar tidak diperkenankan untuk parkir kendaraan, 3

c. Penempatan bangunan utilitas pada bahu jalan atau trotoar dalam sistem primer atau sistem sekunder di dalam wilayah eprkotaan harus seizin Pembina Jalan dan mengikuti petunjuk teknis pemasangan utilitas. d. Bila terdapat jalan masuk ke bangunan-bangunan atau fasilitas lainnya yang memotong bahu jalan/trotoar harus diupayakan sedemikian rupa sehingga fungsi peruntukkannya tidak terhambat (sesuai buku standar trotoar). 2.1.3. Saluran tepi jalan a. Saluran tepi jalan diperuntukkan bagi penampungan dan penyaluran air, agar badan jalan bebas dari pengaruh air. b. Saluran tepi jalan tidak diperkenankan dimanfaatkan selain peruntukkan seperti yang tersebut di atas termasuk pembuangan sampah atau benda lainnya yang dapat mengurangi fungsi peruntukkannya. c. Bila saluran tepi jalan akan dimanfaatkan sebagai saluran lingkungan, maka harus mengikuti syarat yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum. d. Jalan pelintasan di atas saluran tepi jalan, hams diupayakan tidak mengurangi ukuran saluran. 2.1.4. Median dan jalur pemisah Median adalah sejalur lahan yang diperuntukkan untuk memisahkan jalur lalu lintas yang berlawanan arah, penempatan perlengkapan jalan, tanaman perdu yang berakar tunggang, sebagai fungsi estetika dan meredam sinar lampu kendaraan dari arah yang berlawanan. Jalur pemisah adalah sejalur lahan yang diperuntukkan untuk memisahkan jalur lalu lintas yang searah. Kalau memungkinkan peruntukkannya sama dengan median. 2.1.5. Ambang Pengaman 2.2 DAMIJA Ambang pengaman adalah sejalur lahan disisi luar badan jalan dengan lebar ditetapkan oleh Pembina Jalan yang diperuntukkan bagi pengaman konstruksi badan jalan. Sesuai dengan tingkat pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh bangunan terhadap Daerah Milik Jalan maka pemanfaatan daerah milik jalan diluar peruntukkannya harus mendapat izin dari Pembina Jalan. 2.3. DAWASJA 2.3.1. Di dalam daerah pengawasan jalan tidak diperkenankan bagi peruntukkan bangunan yang dapat menghalangi pandangan pengemudi, seperti bangunan gedung, pagar yang rapat, dan lain-lain. 4

2.3.2. Tidak diperkenankan menempatkan bangunan, mengolah tanah atau kegiatan lain yang dapat mengakibatkan kerusakan/keamanan konstruksi jalan. 2.3.3. Sesuai dengan tingkat pengaruh yang ditimbulkan oleh bangunan yang melintas Daerah Pengawasan Jalan, maka bangunan pelintasan harus seizin Pembina Jalan, dan mengikuti ketentuan teknis bangunan pelintasan. 2.3.4. Posisi bangunan yangberkaitan dengan peruntukkan Daerah Pengawasan Jalan disesuaikan dengan Peraturan Daerah tentang Garis Sempadan Bangunan. 5

L A M P I R A N

Lampiran I RUANG BEBAS JALUR LALU LINTAS DI DAERAH PERKOTAAN Ruang bebas untuk jalur lalu lintas dengan bahu jalan. Ruang bebas jalur lalu lintas pada jembatan dengan bentang 50 m atau lebih, atau pada terowongan. 7

8

Lampiran 3 PROFIL DAERAH MANFAAT JALAN PADA JALAN ARTERI DAN KOLEKTOR al, a2 : Pengaman jalan (lereng) yang ditetapkan oleh Pembina Jalan berdasarkan sifat material dan konstruksi jalan setempat. A, B : Titik awal galian diluar ruang bebas yang aman terhadap jalan. Semua satuan dalam meter 9

10

11

Lampiran 6 PENEMPATAN BANGUNAN UTILITAS DI SEPANJANG JALAN PADA DAERAH NON URBAN NO. JENIS BANGUNAN UTILITAS LOKASI KETERANGAN A. 1. Tiang listrik 3,4 Diluar Damija 2. Tiang Telepon 3,4 Diluar Damija 3. Pipa air minum membujur jalan 3,4 Diluar Damija 4. Pipa minyak membwur jalan 3,4 Diluar Damija 5. Cable Duct membujur jalan 3,4 Diluar Damija 6. Man Hole 3,4 Diluar Damija 7. Talang air membujur jalan 3,4 Diluar Damija 8. Jembatan Timbang 3,4 Diluar Damija 9. Pompa bensin 3,4 Diluar Damija 10. Kabel telepon bawah tanah 3,4 Diluar Damija 11. 12. membujur jalan Kabel listrik bawah tanah 3,4 Diluar Damija membujur jalan Pipa gas bawah tanah membujur jalan 3,4 Diluar Damija 13. Gardu listrik/telepon 3,4 Diluar Damija B. 1. Pipa air minum melintang jalan 2. Pipa minyak melintang jalan 1' Diluar ruang bebas Damaja dan didalam Damija dengan ijin. 3. Cable Duct melintang jalan 4. Jembatan penyeberangan 5. 6. 7. 8. 9. Talang air melintang jalan Kabel telepon bawah tanah melintang jalan Kabel listrik bawah tanah 1' melintang jalan Pipa gas bawah tanah 1' melintang jalan Pipa gas bawab tanah melintang jalan 1' 1' C.1. Menara listrik tegangan tinggi 4 Diluar Damija dan Dawasja Catatan : Lokasi diatas/dibawah ruang bebas Damaja 12