KAJIAN HARMONISASI REGULASI UNTUK REFORMASI TATA KELOLA SEKTOR SUMBER DAYA ALAM

dokumen-dokumen yang mirip
PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PENGUATAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA

PUSANEV_BPHN. Overview ANALISIS EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK. Oleh:

Payung Hukum. 1. kewajiban memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Menurut UU. Mengawal Hukum Lingkungan

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA KEDAULATAN ENERGI

Harmonisasi Kebijakan dan Peraturan Perundangan

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Harmonisasi Regulasi Antar Sektor dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam*

Yang Terhormat: Sulawesi Tengah

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

USULAN STRUKTUR KELEMBAGAAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

DHAHANA PUTRA DIREKTORAT JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

PERUBAHAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA: Upaya Untuk Menata Kembali Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia Oleh: Zaqiu Rahman *

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/Permentan/OT.140/3/2015 TENTANG

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015

Sumber Daya Alam Lingkungan Hidup

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

Jalan Perubahan Ketiga: Pemberantasan Kejahatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup PEMBANGUNAN SEBAGAI HAK RAKYAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

H. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

Monitoring Implementasi Renaksi GN-SDA oleh CSO. Korsup Monev GN-SDA Jabar Jateng DIY Jatim Semarang, 20 Mei 2015

PUSANEV_BPHN OVERVIEW ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA MEMBANGUN SISTEM HUKUM PIDANA (ANAK)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TAHUN 2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2012

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAMBI

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SDA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 85/PUU-XI/2013, TGL 18 FEBRUARI 2015.

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

UPAYA MEMBERI PAYUNG HUKUM YANG KOMPREHENSIF DI BIDANG KONSERVASI Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 29 April 2016; disetujui: 10 Mei 2016

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PENGATURAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

MEWUJUDKAN PENGEMBANGAN DESA PASCA UU 6/2014 TENTANG DESA

Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSII JAWA TENGH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS RUU PRIORITAS TAHUN Ignatius Mulyono

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

WALIKOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

PERTIMBANGAN PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP KEWAJIBAN PENERAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PADA PERUSAHAAN DI BIDANG SUMBER DAYA ALAM DIKAITKAN DENGAN UNDANG-

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

EXSPOSE PENGELOLAAN PERTAMBANGAN, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI PROVINSI LAMPUNG

PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR -3 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN IMBAL JASA LINGKUNGAN HIDUP

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BENCANA LINGKUNGAN PASCA TAMBANG

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

LAPORAN KINERJA KLHK BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

Transkripsi:

KAJIAN HARMONISASI REGULASI UNTUK REFORMASI TATA KELOLA SEKTOR SUMBER DAYA ALAM DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 2018

Daftar Isi Kajian Harmonisasi BAB I PENDAHULUAN BAB II HASIL KAJIAN PEMENUHAN PRINSIP PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Kelompok Agraria, Lingkungan Hidup dan Penataan Ruang Kelompok Kehutanan, Pertanian dan Perkebunan Kelompok Pertambangan dan Energi Kelompok Kelautan dan Perikanan Kelompok Pendukung Kesimpulan Analisis Pemenuhan Prinsip- Prinsip Pengelolaan SDA-LH BAB III PERSANDINGAN PENGATURAN UNDANG-UNDANG TERKAIT SDA-LH A. Kewenangan B. Hak dan Kewajiban C. Perlindungan dan Kelestarian Lingkungan Hidup D. Pengawasan dan Penegakan Hukum E. Kesimpulan Analisis Persandingan Pengaturan BAB IV KONSEPSI KONSTITUSIONAL PENGUASAAN NEGARA ATAS TANAH DAN SUMBER DAYA ALAM LAINNYA BAB V SISTEM HUKUM PENGUASAAN DAN PENGELOLAAN SDA-LH BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kelompok Undang-Undang yang Dikaji LH, Agraria dan tata Ruang Kehutanan, Pertanian dan Perkebunan Pertambangan dan Energi Kelautan dan Perikanan Pendukung UU No. 5 Tahun 1960 Pokokpokok Agraria UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya UU No. 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Air dan Tanah UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo UU No. 19 Tahun 2004 UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan; UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan; UU No. 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi; UU No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi; UU No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau- Pulau Kecil; UU No. 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial UU No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil UU No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

Metodologi Analisis 1 3 penerjemahan Berdasarkan kelompoknya, 99 indikator dibangun dari prinsip-prinsip umum yang ada dalam TAP MPR IX/2001 Putusan-putusan MK terhadap SDA-LH menggambarkan garis-garis besar Pasal 33 UUD Analisis pemenuhan prinsip Analisis persandingan pengaturan Analisis berdasarkan interpretasi konsep konstitusionalitas Analisis sistem hukum penguasaan SDA 2 Menguji tumpang tindih. Melihat koherensi norma dan validitasnya dibangun pada 4 (empat) aspek utama 4 Melihat bagaimana relasi antar norma dibangun di dalam regulasi yang sektoral maupun payung.

HAK ASASI MANUSIA ANTI KORUPSI Aspek Pemenuhan Prinsip-Prinsip dalam TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam NKRI DEMOKRASI KEADILAN KEBERLANJUTAN KEPASTIAN HUKUM Kedaulatan Transparansi & akuntabilitas Keadilan & Pemerataan Daya Dukung & Daya Tampung Pembagian kewenangan Nasionalitas Partisipasi Masyarakat Perlindungan Masy. Marjinal Kehati-hatian Pendelegasian kewenangan Kemandirian Pemulihan hak Konservasi & Perlindungan Pengaturan di masa transisi Internalisasi eksternalitas

Contoh indikator yang digunakan dalam penilaian Prinsip Tahap Perencanaan Tahap Pemanfaatan Indikator #1 Terdapat pengaturan yang jelas dan rinci yang menjamin pola perencanaan ruang dan perlindungan serta pengelolaan SDA-LH berdasarkan ekoregion, mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung yang menjamin keadilan antar dan intra generasi. Indikator #1 Terdapat pengaturan yang jelas dan rinci untuk membatasi pemanfaatan ruang dan sumber daya alam didasarkan perencanaan yang telah dibuat dan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung. Tahap Pengawasan dan Penegakan Hukum Indikator #1 Terdapat pengaturan yang jelas dan rinci tentang sanksi administratif, perdata dan pidana untuk pemulihan lingkungan hidup oleh pihak yang bertanggungjawab. Indikator #2 Indikator #2 Indikator #2 Keberlanjutan Terdapat pengaturan yang jelas dan rinci yang mewajibkan perencanaan pengelolaan SDA-LH didasarkan pada prinsip kehati-hatian. Terdapat pengaturan yang jelas dan rinci yang mewajibkan penggunaan prinsip kehatihatian dalam pemanfaatan SDA. Terdapat pengaturan yang jelas dan rinci tentang tanggungjawab mutlak terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Indikator #3 Indikator #3 Indikator #3 Terdapat pengaturan yang jelas dan rinci tentang perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, terutama yang langka dan terancam punah dalam perencanaan ruang dan sumber daya alam. Terdapat pengaturan yang jelas dan rinci tentang perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, terutama yang langka dan terancam punah dalam pemanfaatan sumber daya alam. Terdapat pengaturan yang jelas dan rinci tentang kekhususan sanksi dalam perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, terutama yang langka dan terancam punah. Indikator #4 Terdapat pengaturan yang mengatur tentang kewajiban internalisasi biaya lingkungan dalam pemanfaatan SDA.

Analisis persandingan pengaturan Penegakan hukum Analisis dilakukan terhadap materi muatan undang undang terhadap empat aspek yang dipilih, yaitu kewenangan pemerintah, penegakan hukum, hak dan kewajiban para pihak, serta perlindungan lingkungan hidup. Kewenangan pemerintah Hak dan kewajiban para pihak Analisis dilakukan terhadap materi muatan undang undang terhadap empat aspek yang dipilih, yaitu kewenangan pemerintah, penegakan hukum, hak dan kewajiban para pihak, serta perlindungan lingkungan hidup. Perlindungan lingkungan hidup

Analisis konstitusionalisasi agraria Pembagian Kewenangan, 1 Tenurial, 3 Perencanaan 5 Pengakuan Masy Adat, 1 Tindak Pidana SDA, 5 Perizinan Tindak Pidana SDA Perencanaan Tenurial Pembagian Kewenangan Pengakuan Masy Adat Perizinan, 9 Perkara Pengujian UU Berdasarkan Isu Konstitusional Isu Konstitusional Pengujian UU Perkara 35/PUU-X/2012 3 UU Kehutanan Tenurial 34/PUU-IX/2011 1 UU Perkebunan 122/PUU-XIII/2015 Perizinan Tindak Pidana SDA Perencanaan 98/PUU-XIII/2015 3UU Kehutanan 72/PUU-VIII/2010 3/PUU-III/2005 1 UU PPLH 18/PUU-XII/2014 81/PUU-XIII/2015 10/PUU-XII/2014 5 UU Minerba 113/PUU-X/2012 30/PUU-VIII/2010 121/PUU-VII/2009 13/PUU-III/2005 2 UU Kehutanan 21/PUU-III/2005 1 UU PPPH 95/PUU-XII/2014 1 UU Perkebunan 55/PUU-VIII/2010 1 UU Minerba 81/PUU-XIII/2015 95/PUU-XII/2014 2 UU Kehutanan 45/PUU-IX/2011 32/PUU-VIII/2010 3 UU Minerba 30/PUU-VIII/2010 25/PUU-VIII/2010 Pembagian Kewenangan 1 UU Kehutanan 70/PUU-XII/2014 Pengakuan Masyarakat Adat 1 UU Kehutanan 35/PUU-X/2012

TEMUAN 1. Pemenuhan Prinsip Pengelolaan SDA-LH sangat minim pada keduapuluh enam undang-undang yang dikaji. 2. Terdapat perbedaan muatan pengaturan di antara keempat aspek keduapuluh enam undang-undang yang dikaji. 3. Mahkamah Konstitusi mengatur batasan dan cakupan materi muatan, memberikan pemaknaan baru terhadap norma, menerangkan keberlakuan azas pada norma. 4. Koherensi lex generis dan lex specialis tidak terlalu terlihat. Mengingat lex specialis jarang merujuk lex generis-nya.

39% 44% 46% 53% 57% 1 Pemenuhan prinsip lemah dalam prinsip keadilan sosial, keberlanjutan dan demokrasi Dari keduapuluh enam undang-undang yang dikaji, pemenuhan prinsip NKRI dan kepastian hukum yang paling dominan, hingga di atas 57%. Sementara keadilan sosial justru sangat rendah (39%). P E M E NUHAN R A T A - RATA P R I N SIP D A LAM H A R M ONISASI R E G ULASI Lemahnya pemenuhan prinsip tersebut juga menunjukkan sebagian besar undang-undang tidak mengatur lengkap kerangka hukum mulai dari azas-normadan prosedurnya. N K R I K E B E R L A N J U T A N K E A D I L A N S O S I A L D E M O K R A S I K E P A S T I A N H U K U M

1 Pemenuhan prinsip lemah dalam prinsip keadilan sosial, keberlanjutan dan demokrasi Pemenuhan terhadap azas dilakukan secara beragam dalam berbagai perundang-undangan, ada yang diatur hanya pada tingkat azas, ada yang pada tingkatan normatif, maupun hingga prosedur. Pada UU 39/2014, keterbukaan disebutkan ditingkat azas, tapi pada tingkat normatif dilakukan secara terbatas jenis informasi yang terbuka hanya terkait dengan pelaporan usaha perkebunan. Itu pun tidak tidak diatur dengan jelas bagaimana informasinya harus dibuka kepada publik. Dalam UU 4/2009, transparansi menjadi azas, sementara normanya bersifat umum bahwa wilayah pertambangan dilaksanakan secara transparan. Kemudian di berbagai pasal berikutnya dijelaskan bahwa wilayah-wilayah usaha pertambangan wajib untuk diumumkan. Bagian Pemenuhan Pasal Azas Keterbukaan informasi publik Pasal 2 Norma Prosedur Pelaporan usaha perkebunan merupakan informasi publik Tidak diatur harus diatur melalui peraturan Menteri Bagian Pemenuhan Pasal Pasal 99 (3) Pasal 99 (5) Azas Transparan Pasal 2 Norma Penetapan WP bersifat transparan Pasal 10 Prosedur Wajib mengumumkan rencana usaha di WIUP, WPR, WIUPK Pasal 23, 64, 85

2 Tumpang tindih pengaturan terjadi di dalam keseluruhan aspek Aspek Temuan Aspek Kewenangan Tidak jelasnya pengaturan kewenangan Pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengkoordinasikan perencanaan dan pemanfaatan SDA Tidak sinkronnya pengaturan antar perencanaan pemanfaatan sumber daya alam dan antara pemanfaatan sumber daya alam dengan perencanaan ruang sehingga menimbulkan tumpang tindih penggunaan ruang SDA Hak dan Kewajiban Perbedaan pengaturan terkait definisi Masyarakat Hukum Adat Perbedaan pengaturan terkait dengan ruang partisipasi publik masyarakat dan keterbukaan informasi dalam perencanaan dan pemanfaatan ruang terkait sumber daya alam Perbedaan pengaturan terkait batasan pemanfaatan ruang dan perlindungan hak masyarakat sebagai dampak pemanfaatan ruang Perlindungan Lingkungan Hidup Pengaturan instrumen lingkungan hidup sebagai prasyarat kebijakan alokasi ruang (RPPLH dan KLHS) tidak disebutkan dengan tegas di dalam undang-undang sektoral Penegakan Hukum Pengaturan instrumen penegakan hukum berbeda di dalam masing-masing undangundang Tidak sinkronnya pengaturan pidana dengan ketentuan perlindungan hak masyarakat

Perbedaan tumpang tindih pengaturan 2 terjadi di dalam keseluruhan aspek Aspek Kewenangan Aspek Hak Dan Kewajiban Aspek Perlindungan LH Aspek Penegakan Hukum Izin di luar alokasi pemanfaatan ruang UU26/2007 dan UU41/1999, membatasi dengan tegas penerbitan izin di luar. Tetapi tidak demikian dengan UU lainnya. Izin tanpa alokasi ruang. UU4/2009 membatasi bahwa izin hanya dapat diberikan setelah penetapan alokasinya. UU41/1999 membatasi tetapi dapat dikesampingkan. UU39/2014 tidak mengatur secara khusus. Perlindungan hak dan akses masyarakat. Dalam UU41/1999 diatur mengenai perlindungan tanah dan akses masyarakat yang terdampak dari pengurusan hutan. Dalam UU 39/2014 tidak disebutkan, tapi diatur pidana pemberian izin di dalam masyarakat hukum adat. Perbedaan pengaturan baku kerusakan, daya tampung, daya dukung. UU4/2009 menyebutnya secara khusus. UU41/1999 tidak diatur mengatur dengan istilah yang sama tetapi menyebutkan istilah perubahan fungsi hutan sebagai kriteria kerusakan. UU 39/2014 menyebukan istilah pelestarian lingkungan hidup sebagai kewajiban. Korwas penyidikan. UU41/1999 PPNS dapat langsung menyampaikan berkas ke Penuntut, tanpa melalui korwas penyidik. Undang-undang lainnya mengatur keharusan PPNS untuk menyampaikan, mendapatkan persetujuan penyidikan dari korwas penyidik, Polisi.

3 Interpretasi konstitusionalitas penguasaan SDA Bentuk penguasaan negara diwujudkan dalam kewenangan yang yang dilakukan secara kembang-kempis tidak selalu dalam bentuk yang sama. Kuat Pengelolaan Kebijakan Keterlibatan langsung pemerintah sebagai subyek hukum melakukan hubungan hukum Kebijakan dilakukan dengan menyusun perencanaan Beragam putusan MK namun demikian tidak membahas kriteria normatif terhadap kembang-kempisnya kewenangan tersebut. Sedang Pengurusan Pengurusan dilakukan dengan mendelagasikan pengelolaan kepada pihak ketiga Pengaturan Pemerintah menerbitkan aturan untuk melaksanakan pengurusan SDA-LH Lemah Pengawasan Pengawasan dilakukan untuk memastikan pengelolaan berjalan sesuai ketentuan

3 Interpretasi konstitusionalitas penguasaan SDA MK 32/2010 Penetapan WPR diutamakan ketimbang WPN dan WUP. MK 45/2011 Penetapan kawasan hutan tidak boleh menghilangkan hak masyarakat yang hidup dari hutan secara sewenangwenang. MK 55/2010 Penegakan hukum pidana (formil), terlebih dahulu memperhatikan hubungan hukum perdata subyek hukum. Tolak ukur penguasaan negara: Sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (kemanfaatan bagi rakyat, partisipasi publik, penghormatan rakyat terhadap SDA) Prinsip dalam demokrasi ekonomi Pengutamaan hak rakyat Perlindungan keberadaan hak masyarakat adat dan marjinal Peranan swasta tidak menghilangkan penguasaan negara atas sumber daya alam penguasaan tersebut tidak hanya berkaitan dengan penarikan pajak, tetapi juga memastikan tujuan sosial lainnya terpenuhi (mis. Memastikan swasta juga memenuhi kewajiban lingkungannya).

4 Tipologi pengaturan antara lex specialis dan lex generalis Karakteristik UU lex generalis UU lex specialis Cakupan Satu UU luas meliputi seluruh jenis SDA Satu UU mengatur jenis SDA tertentu Ruang Lingkup Mengatur pengelolaan negara terhadap SDA-LH, dengan bentuk, cakupan generik, atau bobot pengelolaan yang berbeda. Mengatur bentuk penguasaan, pemilikan, pemanfaatan, dan penggunaan SDA-LH oleh subyek hukum, bentuk atau istilah yang khusus. Relasi antara lex generalis dan lex specialis Saling merujuk meski tidak secara langsung. Mengatur pengelolaan negara terhadap SDA-LH. Dengan bentuk pengelolaan yang hampir setara untuk tiap sektor. Mengatur bentuk penguasaan, pemilikan, pemanfaatan, dan penggunaan SDA-LH oleh subyek hukum. Khususnya dengan mekanisme perizinan yang istilahnya diatur dengan tegas. Tidak merujuk UU lex generalis-nya sehingga pelaksanaan instrumen di lex generalis terkendala Berbeda pengaturan dengan UU lex specialis lainnya.

Arah kedepan Pembenahan regulasi kedepan dapat dilakukan dengan dua pilihan. 1. Membangun undang-undang pokok yang mengatur prinsip SDA-LH dan penjabarannya (sebagai umbrella act), sehingga kemudian dapat digunakan untuk mengharmoniskan UU sektoral lainnya. 2. Membangun rumusan dan batasan prinsip-prinsip SDA-LH dan menyusun pembenahan berdasarkan prinsip-prinsip tersebut pada masing-masing UU sektoral. Penentuan prinsip SDA-LH Perumusan azas dalam undang-undang berdasarkan prinsip dalam TAP MPR IX/2001. Penjabaran aspek dalam azas-azas SDA- LH. Penjabaran prinsip tersebut dalam norma umum Menguraikan aspekaspek pengelolaan SDA-LH ke dalam norma, standar, prosedur dan kriteria. Mengatur norma acuan bagi undangundang sektoral. Pengaturan sektoral dengan pedoman norma umum Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria sektoral dengan merujuk norma umum.

Terima Kasih