BAB I PENDAHULUAN. tentang tujuan setiap mata pelajaran. Mata pelajaran matematika bertujuan agar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN. Wahyudin Djumanta, Dkk.,Belajar Matematika Aktif Dan Menyenangkan,(Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. intelektual dalam bidang matematika. Menurut Abdurrahman (2012:204)

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika Khaerunnisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika wajib diberikan kepada semua peserta didik mulai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

2016 PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

2014 PENGARUH CTL DAN DI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah memuat tentang tujuan setiap mata pelajaran. Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2 Proses pembelajaran matematika di kelas diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran seperti yang tercantum dalam Standar Isi. Untuk mencapai kelima tujuan pembelajaran matematika tersebut bukan pekerjaan yang mudah. Dalam implementasinya guru harus memiliki kemampuan yang professional dan kreatif. Tujuan pembelajaran matematika di Indonesia sudah memperhatikan pengembangan kemampuan berpikir matematis siswa. Karena matematika merupakan hal yang abstrak maka untuk dapat berpikir matematis dan mengkomunikasikan ide-ide matematis memerlukan representasi dalam berbagai cara. Hudiono (2005) menyatakan bahwa khususnya komunikasi dalam matematika sangat memerlukan representasi eksternal berupa: simbol tertulis, gambar (model) ataupun obyek fisik. Wahyudin (2008) juga mengemukakan bahwa representasi-representasi bisa membantu siswa untuk mengatur pemikiran. Representasi merupakan suatu hal yang esensial untuk mendukung pemahaman konsep matematika dan keterkaitannya. Dalam pembelajaran matematika, penggunaan simbol sebagai representasi eksternal tentang ide-ide matematis adalah sangat fundamental, karena banyak permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang harus diselesaikan secara matematis dengan bantuan simbol-simbol. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa khususnya tingkat SMP masih merasa kesulitan menyelesaikan soal-soal matematika terutama soal-soal cerita. Siswa sulit mengemukakan ide-ide matematis yang termuat dalam soal cerita ke dalam simbol atau model matematika. Karena sulit membuat model matematika maka siswa hanya

3 melakukan perhitungan, seperti menjumlahkan, mengurangi, mengalikan atau membagi bilangan-bilangan yang tercantum tanpa memahami maknanya (Nurhayati, 2004). Hal ini mengindikasikan rendahnya kemampuan representasi matematis yang dimiliki siswa. Rendahnya kemampuan representasi siswa juga dikemukakan oleh Kusmaydi (2010), masih banyak siswa SMP yang tidak mampu menyatakan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematis, dan juga tidak mampu menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. Amri (2009) mengemukakan bahwa siswa tidak pernah diberikan kesempatan untuk menghadirkan representasinya sendiri yang dapat meningkatkan perkembangan daya representasi siswa dalam pembelajaran matematika, siswa cenderung meniru prosedur guru. Partini (2009) juga mengemukakan bahwa rendahnya kemampuan representasi menyebabkan kemampuan penalaran matematis siswa SMA juga masih rendah. Kemampuan penalaran matematis membutuhkan suatu wahana komunikasi (baik verbal maupun tulisan), dinyatakan dalam suatu bentuk representasi atau representasi multipel. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan SMP-MTs khususnya dalam mata pelajaran matematika, di samping siswa memahami berbagai konsep matematika juga diharapkan siswa memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta mempunyai kemampuan bekerja sama. Kemampuan-kemampuan berpikir seperti yang tercantum dalam SKL diharapkan menjadi bekal siswa dalam menghadapi kehidupannya di masa depan.

4 Kemampuan-kemampuan berpikir siswa dalam pembelajaran harus difasilitasi agar siswa terbiasa menggunakan potensi berpikirnya, tidak hanya melakukan kegiatan matematika yang sederhana. Kegiatan matematika yang sederhana biasanya merupakan kegiatan menyelesaikan soal-soal yang rutin. Kegiatan ini dikategorikan sederhana karena tingkat berpikirnya kurang mendalam. Dalam matematika kegiatan berpikir seperti ini disebut low-order mathematical thinking, sedangkan kegiatan matematika yang lebih kompleks, misalnya berpikir kritis dan kreatif dalam memandang suatu persoalan, merupakan kegiatan berpikir yang melibatkan daya nalar yang tinggi. Kegiatan berpikir seperti ini disebut high-order mathematical thinking skill (Sumarmo, 2006). Salah satu kemampuan berpikir yang dicantumkan dalam SKL SMP-MTs adalah kemampuan berpikir kritis. Kemampuan ini sangat diperlukan oleh setiap individu untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan kecermatan dalam membuat keputusan. Kemampuan berpikir kritis tidak muncul begitu saja pada diri siswa. Kemampuan berpikir kritis perlu pembiasaan dan latihan yang terintegrasi dalam proses pembelajaran. Kemampuan berpikir kritis dalam proses pembelajaran matematika di SMP nampaknya belum menjadi perhatian khusus. Pada umumnya siswa dapat menyelesaikan soal-soal aplikasi untuk soal-soal yang rutin, tetapi soal-soal cerita sebagian siswa masih merasa kesulitan (Nurhayati, 2004). Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar siswa memiliki kemampuan berpikir kritis yang rendah, khususnya kemampuan berpikir secara reflektif untuk

5 menyelesaikan soal yang menantang. Temuan ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Somakim (2010) bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kurang terlatih, karena situasi seperti menguji, mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada dalam suatu situasi ataupun masalah belum muncul dalam pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil wawancaranya dengan guru, Hasratuddin (2010) mengungkapkan bahwa guru-guru belum banyak tahu tentang model-model pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa sehingga mereka hanya menggunakan pembelajaran konvensional, lebih menekankan pada latihan mengerjakan soal-soal rutin atau drill dan kurang melibatkan aktivitas mental siswa. Kondisi ini menyebabkan hasil pendidikan hanya mampu menghasilkan insan-insan yang kurang memiliki kesadaran diri, kurang berpikir kritis, kurang kreatif, kurang mandiri, dan kurang mampu berkomunikasi secara luwes dengan lingkungan belajar atau kehidupan sosial masyarakat. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran di kelas kemampuan matematis satu sama lain saling berkaitan. Oleh karena itu proses pembelajaran harus dipersiapkan secara komprehensif. Seperti halnya kemampuan reprsentasi dan kemampuan berpikir kritis matematis, kedua kemampuan ini merupakan hal yang berbeda tetapi pada prosesnya kedua kemampuan ini akan terintegrasi satu sama lain. Ennis (Hassoubah, 2004) mengungkapkan indikator kemampuan berpikir kritis matematis, dan salah satu indikatornya adalah mengatur strategi dan taktik untuk menyelesaikan masalah. Dalam mengatur strategi dan taktik itu tentu saja

6 membutuhkan representasi matematis. Dengan demikian kemampuan berpikir kritis terkait erat dengan kemampuan representasi matematis. Rendahnya kemampuan representasi matematis siswa serta tidak terfasilitasinya kemampuan berpikir kritis matematis disebabkan berbagai faktor, baik faktor internal dari siswa itu sendiri atau faktor eksternal. Guru sebagai pendidik memiliki peran penting dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang memfasilitasi semua aktivitas dan kebutuhan siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai seperti yang diharapkan oleh semua pihak. Hal ini sesuai dengan teori belajar yang dikemukakan oleh Vygotsky bahwa dalam mengkonstruk pengetahuannya, siswa membutuhkan suatu struktur, petunjuk, kepedulian dan bantuan orang-orang sekitarnya (Suparno, 1997). Kurikulum yang disusun oleh pemerintah hanya memuat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dimiliki siswa. Mengenai tahapan, bahan dan cara mencapainya diserahkan sepenuhnya kepada guru. Guru dituntut untuk mampu mengembangkan proses pembelajaran yang inovatif, seperti yang dicantumkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yaitu: Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu juga proses

7 pembelajaran sebaiknya dilakukan melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Berkaitan dengan proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi maka proses pembelajaran matematika hendaknya memberikan kesempatan secara luas kepada siswa untuk menggali atau menemukan kembali konsep-konsep matematika dengan belajar dan berpikir secara aktif atau terlibat di dalamnya. Guru hanya memberi motivasi dan berfungsi sebagai fasilitator, siswa mengkonstruksi sendiri konsep-konsep secara bertahap, kemudian memberi makna konsep tersebut melalui penerapannya dengan konsep lain, bidang studi lain, bahkan dalam kehidupan nyata yang dihadapinya. Berbagai alternatif pendekatan, model pembelajaran serta metode dapat digunakan dalam pembelajaran matematika sesuai Standar Proses, sebagai upaya untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Khusus untuk pembelajaran matematika, dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah tercantum: Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Salah satu pendekatan pembelajaran adalah pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR), yang menggunakan permasalahan realistik sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika. Pembelajaran dengan pendekatan PMR adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dianggap dapat memenuhi ciri

8 belajar siswa aktif dan konstruktif, yang memungkinkan kemampuan matematis siswa dapat berkembang secara optimal. Menurut Freudenthal (Wijaya, 2012) matematika sebaiknya tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk jadi yang siap pakai, melainkan sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengkonstruksi konsep matematika. Pembelajaran matematika dengan menerapkan pendekatan PMR bertolak dari masalah-masalah kontekstual, siswa belajar mematematisasi masalah-masalah kontekstual, menurut Treffers (Fauzan, 2008) proses ini disebut horizontal matematisasi, setelah melalui simplifikasi dan formalisasi siswa akan menemukan suatu algoritma dan konsep matematika. Proses menemukan algoritma dan konsep matematika disebut vertikal matematisasi. Konteks yang digunakan diawal pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi, hasil eksplorasi selanjutnya dikembangkan menuju penemuan dan pengembangan konsep melalui proses elaborasi yaitu meliputi horizontal matematisasi dan vertikal matematisasi. Proses terakhir adalah konfirmasi yang ditujukan untuk membangun argumen menguatkan hasil proses eksplorasi dan elaborasi. Proses konfirmasi terjadi pada kegiatan komunikasi gagasan dalam kelompok dan tangggapan pada waktu presentasi kelompok. Dengan demikian pendekatan PMR sejalan dengan kurikulum karena karakteristik PMR sudah meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Pendekatan PMR berpotensi untuk diterapkan, karena proses pengembangan konsep-konsep dan ide-ide matematis berawal dari dunia nyata,dan pada akhirnya kita juga perlu untuk merefleksikan hasil-hasil yang diperoleh dalam

9 matematika kembali ke dunia nyata. Dengan kata lain, yang kita lakukan dalam pendidikan matematika adalah mengambil sesuatu dari dunia nyata, mematematisasinya, kemudian membawanya kembali ke dunia nyata (Fauzan, 2008). Pendekatan PMR dalam kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis matematis dikemukakan oleh Somakim (2010) yakni aktivitas kemampuan berpikir kritis dapat dimunculkan dalam hal menghadapi tantangan, hal-hal yang baru, non rutin, misal masalah kontekstual matematika. Kondisi-kondisi ini dapat diperoleh melalui pendekatan PMR. Kaitan antara pendekatan PMR dengan kemampuan representasi matematis diungkapkan oleh Sulastri (2009) bahwa pendekatan PMR memberikan peluang untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan matematis. Hal ini tercermin pada saat siswa mengomunikasikan ide-idenya dalam upaya menjawab masalah-masalah kontekstual yang diberikan guru. Siswa aktif berdiskusi, dan mempertanggungjawabkan perolehan jawaban mereka. Berdasarkan uraian di atas, maka diduga pembelajaran dengan pendekatan PMR dapat meningkatkan kemampuan representasi dan berpikir kritis matematis siswa secara komprehensif melalui kegiatan konstruksi, eksplorasi dan penemuan, serta melibatkan cara menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian tentang kemampuan representasi dan berpikir kritis matematis siswa SMP melalui pendekatan PMR.

10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka secara umum permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah pembelajaran dengan pendekatan PMR dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis dan berpikir kritis matematis siswa SMP? Secara lebih terperinci, permasalahan di atas dijabarkan sebagai berikut: 1. Bagaimana kualitas kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PMR dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 2. Bagaimana kualitas kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PMR dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 3. Apakah peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PMR lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 4. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PMR lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 5. Bagaimana aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan PMR? 6. Bagaimana kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal tes kemampuan representasi dan berpikir kritis matematis?

11 7. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMR? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji hasil penelitian secara komprehensif tentang kualitas kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PMR dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2. Mengkaji hasil penelitian secara komprehensif tentang kualitas kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PMR dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 3. Mengkaji hasil penelitian secara komprehensif tentang peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PMR dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 4. Mengkaji hasil penelitian secara komprehensif tentang peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PMR dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 5. Memperoleh deskripsi hasil penelaahan secara komprehensif tentang aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan PMR. 6. Mengkaji kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal tes kemampuan representasi dan berpikir kritis matematis.

12 7. Sebagai pelengkap, mengkaji tentang sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan PMR. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan menghasilkan temuan-temuan yang dapat memberikan kontribusi yang positif bagi kualitas pembelajaran matematika, dan memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat di dalam dunia pendidikan, antara lain: 1. Bagi siswa, pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR diharapkan dapat melatih siswa untuk mengamati, menemukan suatu konsep dan merepresentasikannya, untuk digunakan dalam menyelesaikan permasalahan. Di samping itu juga melatih siswa menyelesaikan masalah sehari-hari dengan menggunakan proses berpikir kritis matematis. 2. Bagi guru, apabila pembelajaran dengan pendekatan PMR dapat meningkatkan kemampuan repesentasi dan kemampuan berpikir kritis matematis siswa, maka pendekatan PMR dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan dalam pelaksanaan pembelajaran matematika yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. 3. Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan wawasan tentang alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran matematika, khususnya pendekatan PMR. Dan dapat dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut terkait berbagai kemampuan matematis.

13 E. Definisi Operasional Variabel-variabel perlu diperjelas agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran rumusan masalah dalam penelitian ini, oleh karena itu variabelvariabel didefinisikan sebagai berikut: 1. Kemampuan Representasi Matematis Kemampuan representasi matematis adalah kemampuan menyajikan ideide yang terkandung dalam suatu permasalahan matematika ke dalam bentuk lain, yaitu meliputi: a. Visual: diagram, grafik, tabel, gambar b. Persamaan atau ekspresi matematik c. Kata-kata atau teks tertulis. 2. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kemampuan berpikir kritis matematis adalah kemampuan berpikir dimana siswa dihadapkan pada situasi yang tidak dikenal dan siswa menggunakan pengetahuan yang dimiliknya, penalaran matematika dan strategi kognitif untuk menghasilkan generalisasi, pembuktian atau evaluasi. Dan secara reflek mengkomunikasikan solusi dengan penuh pertimbangan, membuat makna tentang jawaban atau argumen yang masuk akal, menentukan alternatif untuk menjelaskan konsep atau memecahkan persoalan, dan pengembangan studi lebih lanjut. 3. Pendidikan Matematika Realistik Pendidikan Matematika Realistik adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika di sekolah yang menempatkan realitas dan pengalaman siswa

14 sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan untuk proses eksplorasi yang selanjutnya dikembangkan menuju penemuan konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pendekatan matematika realistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika dan mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari.