1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) didefenisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defenisi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Ditjen Bina Farmasi & ALKES, 2005). Menurut survei Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8,6 % dari total penduduk. Di atasnya adalah India, China, dan Amerika Serikat (Rachmawati, 2005). Di Indonesia diabetes melitus sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya yang meningkat 2-3 kali lebih cepat dari negara maju. Hasil yang tidak jauh berbeda dengan penelitian WHO juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan, didapatkan bahwa prevalensi diabetes sebesar 12,7% dari seluruh penduduk. Selain itu penyakit ini hampir selalu disertai dengan komplikasi akibat adanya disfungsi vaskuler (Depkes RI, 2005). 1
2 Ada dua macam tipe diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 dan diabetes mellitus tipe 2. 1. Diabetes mellitus tipe 1 Diabetes mellitus tipe 1 adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat rusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau lagerhans pankreas. Diabetes mellitus tipe 1 dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1. Diabetes mellitus tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Pemberian dosis dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder" (Anonima, 2009). 2. Diabetes mellitus tipe 2 Diabetes mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, serta karena pengaturan pola makan yang tidak diimbangi dengan olah raga. Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga),
3 diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan melalui pengurangan berat badan (Anonim, 2009). Kebugaran psikologis merupakan tujuan penting dari perawatan medis, dan faktor psikososial itu relevan dengan hampir semua aspek pengelolaan diabetes. Terdiagnosa diabetes menentukan beban psikologis jangka panjang atas seseorang dan keluarganya. Menyandang diabetes dapat dilihat sebagai faktor risiko tambahan untuk mengembangkan problem psikologis, dan prevalensi dari problem kesehatan mental dalam banyak individu dengan diabetes ternyata cenderung melebihi yang ditemukan dalam populasi umum. Fungsi psikologis yang buruk menyebabkan penderitaan, dapat secara serius mencampuri swa-manajemen diabetes harian, dan dihubungkan dengan hasil medis yang buruk dan biaya tinggi (De Groot et al, 2001; Lin et al, 2004; Egede, 2002). Stress menyebabkan produksi berlebih pada hormon kortisol, jika penderita mengalami stress berat maka hormon kortisol akan semakin banyak, sehingga sensitivitas tubuh terhadap insulin berkurang. Hormon kortisol merupakan musuh dari insulin sehingga membuat gula darah meningkatkan (Watkins, 2010). Berbagai cara dapat secara langsung atau tidak langsung dalam memecahkan masalah psikologis dan perilaku seperti terjadinya stress akibat penyakit yang diderita atau faktor lainnya, dengan maksud untuk melindungi dan tetap menjaga kesehatan emosional (kualitas hidup).
4 Selye (1982) dalam Nasrudin (2010 ) menjelaskan stres sebagai respon non-spesifik yang timbul terhadap tuntutan lingkungan. Respon ini disebut General Adaptation Syndrome dana dibagi dalam tiga fase, yaitu fase sinyal, fase perlawanan, dan fase keletihan. Fase sinyal adanya peningkatan hormon kortikol, emosi, dan ketegangan. Fase perlawanan terjadi bila adaptif tidak mengurangi persepsi terhadap ancaman, reaksi ini ditandai oleh hormon kortikol tinggi sehingga mencapai kapasitas penuh dan mengadakan perlawanan melalui mekanisme pertahanan diri. Fase keletihan, yaitu perlawanan terhadap stres menurun, yang berdampak pada penurunan sistem metabolisme tubuh sehingga sistem kekebalan tubuh menurun menjadikan mudah terserang penyakit. Hal tersebut apabila tidak dikelola dengan baik, maka akan dapat berdampak lebih lanjut pada penderita seperti mudah terjadi gangguan atau terkena penyakit (Hidayat, 2004). Orang yang berjuang dalam diabetes mellitus cenderung dipengaruhi oleh problem psikologis termasuk stress. Stress berat dapat mengakibatkan peningkatan kadar gula darah. Gejala yang muncul apabila kadar gula darah meningkat, yaitu lemas, banyak minum, pusing, dan sering buang air kecil. Sehingga penderita dalam melakukan aktivitasnya menjadi terhambat. Perlunya pengelolaan stress agar penderita diabetes mellitus ini dapat melakukan kontrol perilaku agar gula darah tetap normal, hal tersebut dapat mempengaruhi self monitoring. Menurut Snyder (Watson et al., 1984), self monitoring merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk menampilkan dirinya dihadapan
5 orang lain dengan menggunakan petunjuk yang ada pada dirinya atau petunjuk-petunjuk yang ada di sekitarnya. Dengan demikian self monitoring sangat diperlukan agar penderita dapat melakukan yang terbaik bagi dirinya, terutama jika sedang dalam keadaan sakit. Studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo diketahui bahwa kejadian rawat inap berulang pada penderita diabetes mellitus masih sering terjadi. Awalnya terdeteksi mengindap penyakit diabetes untuk berusaha menjaga kestabilan kadar gula darah dengan menjaga konsumsi makanan secara teratur dengan porsi seimbang, olah raga secara rutin, dan pemeriksaaan gula darah dengan tujuan untuk menormalkan keadaan penderita. Data penderita diabetes mellitus tipe-2 di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 1. Data penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto No Tahun Pasien rawat Pasien Rawat Jumlah Inap Jalan 1 2008 30 257 287 2 2009 32 385 417 3 2010 31 372 403 4 2011 36 389 425 Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah penderita diabetes mellitus tipe-2 di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto setiap tahunnya cenderung meningkat. Jumlah penderita diabetes mellitus tipe-2 pada tahun 2008 sebanyak 257 penderita yang dirawat jalan, sementara untuk rawat inap tercatat sebanyak 30 penderita. Tahun 2009 diperoleh data sebanyak 385 penderita yang dirawat jalan, sedangkan untuk rawat inap
6 sebanyak 32 penderita. Untuk tahun 2010 tercatat 372 penderita yang dirawat jalan, sedangkan untuk rawat inap 31 penderita. Pada tahun 2011, tercatat 389 penderita yang dirawat jalan, sedangkan untuk rawat inap sebanyak 36 penderita. Hasil wawancara bapak W usia 50 tahun dengan menanyakan tentang mulainya terkena diabetes mellitus diperoleh jawaban sekitar 5 tahun. Gejala awal badan terasa lemas, sering buang air kecil, dan pusing. Penderita setelah mengetahui dirinya terkena diabetes mellitus kemudian rajin berolahraga, konsumsi obat dan cek gula darah. Penderita pertama kali menderita diabetes mellitus mempunyai rasa takut, karena penyakitnya ini tidak dapat disembuhkan. Sehingga hal tersebut menjadi beban pikiran yang berat. Selain karena stress terhadap penyakitnya ada juga faktor lain yang menyebabkan beban pkiran yaitu hasil pekerjaannya akan ditinjau oleh atasan, tetapi tetap berusaha menenangkan pikirannya dengan bercerita dengan rekan sekerja. Yang dilakukan oleh penderita untuk dapat memonitor dirinya yaitu mengurangi makanan yang mengandung kadar gula tinggi dan pola makan yang dijaga. Hasil wawancara ibu A usia 45 tahun dengan menanyakan tentang mulainya terkena diabetes mellitus diperoleh jawaban sekitar 1 tahun. Gejala awal penderita hanya merasakan mata berkunang-kunang dan pusing karena Hipertensi, setelah cek gula ternyata kadar gulanya tinggi. Setelah penderita mengetahui dirinya terkena diabetes mellitus kemudian mengubah pola makan, cek gula darah, dan konsumsi obat herbal. Penderita takut karena tahu
7 bahwa penyakitnya itu tidak dapat disembuhkan, semakin penderita berpikiran negatif masih muda sudah terkena diabetes maka hal tersebut menjadikan beban psikologis yang amat berat. Penyakit diabetesnya menjadi hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari karena mudah lelah. Segala macam beban pikiran mempercepat peningkatan kadar gula darah dan hipertensi. Apabila penderita mulai terasa bahwa gula darahnya tinggi yang dilakukannya beristirahat dan sholat. Hasil wawancara ibu N usia 50 tahun dengan menanyakan tentang mulainya terkena diabetes mellitus diperoleh jawaban sekitar 1 tahun. Penderita sudah dua kali masuk rawat inap. Rawat inap pertama belum terdeteksi adanya gejala diabetes, rawat inap kedua sudah terdeteksi diabetes dengan kadar gula jauh diatas normal. Gejala awal Pusing berat, mual, pandangan mata berkunang - kunang, dan sering buang air kecil. Setelah mengetahui dirinya terkena diabetes mellitus kemudian mengubah pola makan, cek gula darah, konsumsi obat herbal dan obat dokter. Rutinitas dan anjuran dari dokter yang dilakukan hanya beberapa bulan karena mempercayai opini dari orang lain bahwa diabetes mellitus tipe-2 bisa sembuh apabila minum obat herbal, muncul karena tekanan psikologis, dan kelelahan. Penyakit diabetesnya menjadikan beban pikiran, karena mendengar diagnosis dari dokter bahwa penderita terkena diabetes, setelah mendengar diagnosis itu penderita takut dan berfikiran penyakitnya ini seumur hidup. Akhirnya menjadikan stress yang amat berat. Terlebih lagi ada faktor dari luar seperti memikirkan kebutuhan ekonomi, maka menjadikan kadar gula darah penderita
8 meningkat, gejala yang nampak yaitu mulai terasa pusing, keringat dingin, dan lesu. Hal yang dilakukannya untuk menjaga kondisi tubuhnya adalah tidur dan beristirahat apabila gejala diabetes mulai terasa. Penderita merasa penyakitnya ini menjadi hambatan dalam melakukan pekerjaan. Hasil wawancara ibu E usia 49 tahun dengan menanyakan tentang mulainya terkena diabetes mellitus diperoleh jawaban sekitar 2 tahun. Penderita setelah mengetahui dirinya terkena diabetes mellitus kemudian rutin cek gula darah, istirahat setelah bekerja, dan konsumsi obat dokter. Penderita tetap bekerja dari pagi hingga sore dan mengabaikan penyakitnya karena beranggapan bahwa dirinya teratur mengkonsumsi obat dokter maka kondisi dirinya membaik. Apabila kondisi dirinya memburuk karena adanya masalah pekerjaan kantor dan rumah yang tidak terselesaikan maka yang dilakukannya hanya beristirahat sejenak ataupun menonton televisi bersama keluarga setelah bekerja, sehingga penyakit yang diderita tidak menjadi beban dalam kehidupannya. Hasil wawancara bapak S usia 50 tahun dengan menanyakan tentang mulainya terkena diabetes mellitus diperoleh jawaban sekitar 5 tahun. Gejala awal badan lesu, mudah lelah, sering buang air kecil, pusing, dan rasa haus. Setelah mengetahui dirinya terkena diabetes mellitus kemudian rajin mengkonsumsi obat, olah raga, pola makan teratur, dan cek gula darah. Penderita tidak terlalu banyak memikirkan kondisinya seperti porsi makan, kegiatan sehari hari, dan pekerjaan. Penderita beranggapan bahwa penyakitnya adalah diabetes mellitus tipe-2 non insulin yang dapat diatasi
9 dengan cara minum obat dokter dan cek gula darah apabila kondisi dirinya memburuk. Penderita takut karena penyakitnya itu sudah tidak dapat disembuhkan lagi, yang penderita tahu orang yang terkena diabetes itu akan mengalami masalah pada indera penglihatan seperti pandangan kabur dan mengalami kebutaan. Sehingga penderita selalu berfikiran negatif yang akhirnya beban stressnya amat berat. Sehingga menjadikan kadar gula darah penderita meningkat. Ada sedikit rasa penyesalan pada diri penderita terhadap penyakitnya karena dalam melakukan pekerjaan menjadi terbatas dan cepat merasa lelah. Cara penderita memonitor dirinya, yaitu setelah melakukan pekerjaan kemudian merasa lelah maka beristirahat, kemudian lalu melanjutkan kembali. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada penderita diabetes mellitus tipe-2 diperoleh jawaban antara 1 5 tahun. Gejala awal badan terasa lemas, sering minum, pusing, dan sering buang air kecil. Banyaknya aturan aturan yang harus dilakukan oleh penderita seperti pola makan teratur, porsi makan sesuai ukuran, olahraga, cek gula darah, dan mengkonsumsi obat dokter menjadikan penderita merasa bosan dengan keadaan seperti itu. Penderita mengalami stress karena penyakit diabetesnya, mendengar diagnosis dari dokter terkena diabetes maka penderita takut dan berfikiran negatif bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan, orang yang terkena diabetes akan mengalami kebutaan dan pandangan kabur. Selain itu ada faktor lain menyebabkan beban pikiran penderita, seperti ekonomi dan pekerjaan. Penderita tidak dapat memonitor dirinya dan mengatur pikirannya
10 untuk dapat mengatasi keadaan yang dirasa maka akan menjadikan kondisi sakitnya semakin parah. Hal tersebut menjadikan keterbatasan penderita dalam melakukan aktivitas. Dari latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh bagaimana hubungan stress dengan self monitoring pada penderita diabetes mellitus tipe-2. Untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tersebut, maka peneliti mengambil judul Hubungan antara stress dengan self monitoring pada penderita diabetes mellitus tipe-2 di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Adakah hubungan antara stress dengan self monitoring pada penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto?
11 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diajukan maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stress dengan self monitoring pada penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat yaitu : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana dan kajian keilmuan di bidang psikologi serta dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi ilmu psikologi khususnya bidang psikologi klinis. 2. Manfaat Praktis a. Bagi penderita Penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 perlu mengelola strees dengan baik sehingga akan memiliki self monitoring yang baik untuk dapat mengendalikan kadar gula darahnya agar tetap normal. b. Bagi Keluarga Penderita Diabetes Mellitus Keluarga juga berperan penting dalam pengendalian diabetes mellitus agar penderita tetap nyaman dalam kondisi sakitnya, dikarenakan penderita diabetes mellitus sensitif terhadap lingkungan. Untuk itu keluarga menjaga kondisi psikologis dan tetap mengkontrol pola makan serta pola hidup penderita diabetes mellitus.
12 c. Bagi RSUD Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi RSUD, berupa informasi informasi tentang cara mengelola stres dan self monitoring dengan baik sehingga penderita Diabetes Mellitus Tipe-2 mampu untuk memahami sehingga dapat mengendalikan kadar gula darahnya.