: PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PMK/2003 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN TINGKAH LAKU HAKIM KONSTITUSI



dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PMK/2003 TAHUN 2003 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN TINGKAH LAKU HAKIM KONSTITUSI

RANCANGAN DRAFT PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, 28 MEI 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG

K E P U T U S A N. KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR : 06/KPPU/Kep/XI/2000 T E N T A N G

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERADILAN TATA USAHA NEGARA Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tanggal 29 Desember 1986 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN PUSAT PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG SUSUNAN DAN TATA LAKSANA KERJA MAJELIS KEHORMATAN

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 PEMBUKAAN. (Preambule)

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN PEMBUKAAN ( P r e a m b u l e)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DALAM SATU NASKAH

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

UNDANG-UNDANG DASAR IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1995 TENTANG KOMISI BANDING MEREK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN DASAR IKATAN ARSITEK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

Transkripsi:

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PMK/2003 TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN TINGKAH LAKU HAKIM KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk menjaga kehormatan dan martabat Hakim Konstitusi dalam menjalankan tugasnya perlu ditetapkan kode etik dan pedoman tingkah laku; Mengingat : 1. Pasal 24C ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Pasal 15, Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), ayat (3), ayat (5), dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan'Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316). Memperhatikan : 1. Hasil Rapat Pleno Mahkamah Konstitusi pada tanggal 17 September 2003; 2. Hasil Rapat Pleno Mahkamah Konstitusi pada tanggal 24 September 2003. M E M U T U S K A N Menetapkan : PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN TINGKAH LAKU HAKIM KONSTITUSI. BAB I PENGERTIAN Pasal 1 1. Kode Etik Hakim Konstitusi adalah norma moral yang harus dipedomani oleh setiap Hakim Konstitusi. 2. Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi adalah penjabaran dari Kode Etik Hakim Konstitusi yang menjadi pedoman bagi Hakim Konstitusi, baik dalam menjalankan tugasnya, maupun dalam pergaulannya di masyarakat. 3. Hakim Konstitusi ialah seseorang yang memangku jabatan hakim pada Mahkamah Konstitusi yang bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang menjadi kewenangan dan kewajiban Mahkamah Konstitusi sebagaimana diamanatkan oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4.Teman Sejawat ialah sesama Hakim Konstitusi. 5.Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi, yang beranggotakan Hakim Konstitusi atau Hakim Konstitusi dan unsur lain, untuk memantau, memeriksa dan merekomendasikan tindakan terhadap Hakim Konstitusi, yang diduga melanggar Kode Etik Hakim Konstitusi, Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi atau melanggar norma hukum sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan. BAB I I KODE ETIK HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI Hakim Konstitusi : Pasal 2 1. Menjunjung tinggi dan mematuhi sumpah jabatan yang telah diucapkan, serta melaksanakan tugas dengan jujur dan adil, penuh pengabdian dan penuh rasa tanggung jawab kepada diri sendiri, masyarakat, bangsa, negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. 2. Menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan menjaga wibawa selaku negarawan pengawal konstitusi, yang bebas dari pengaruh manapun (independen), arif dan bijaksana, serta tidak memihak (imparsial) dalam menegakkan hukum dan keadilan. 3. Memperdalam dan memperluas penguasaan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan tugas sebagai Hakim Konstitusi, untuk digunakan dalam proses penyelesaian perkara dengan setepat-tepatnya dan seadiladilnya sesuai dengan kewenangan dan kewajiban yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Memelihara hubungan kerjasama, memupuk kesetiakawanan, menjaga martabat dan nama baik, serta saling menghargai dan mengingatkan antar sesama teman sejawat. BAB I I I PEDOMAN TINGKAH LAKU Pasal 3 (1) Dalam Penyelesaian Perkara, Hakim Konstitusi : a.bersikap dan bertindak menurut ketentuan yang digariskan dalam Hukum Acara. tidak memihak (imparsial). b.memperlakukan semua pihak yang berperkara secara berimbang, tidak diskriminatif dan c.menjatuhkan putusan secara obyektif didasarkan kepada fakta dan hukum yang dapat

dipertanggungjawabkan guna menjamin rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum yang optimal. d.menjaga jarak untuk tidak berhubungan langsung ataupun tidak langsung, baik dengan pihak yang berperkara maupun dengan pihak lain dan tidak mengadakan kolusi dengan siapapun yang berkaitan atau dapat diduga berkaitan dengan perkara yang akan atau sedang ditangani, sehingga dapat mempengaruhi obyektivitas atau citra mengenai obyektivitas putusan yang akan dijatuhkan. e.tidak menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak yang berperkara, baik langsung maupun tidak langsung. f.tidak mengeluarkan pendapat atau pernyataan di luar persidangan atas sesuatu perkara yang sedang ditanganinya mendahului putusan. (2) Terhadap Teman Sejawat, Hakim Konstitusi : a. Memelihara hubungan kerjasama, saling. membantu dalam meningkatkan profesionalisme, saling mengingatkan, memupuk kesetiakawanan, tenggang rasa, serta menjaga martabat dan nama baik sesama teman sejawat. b. Tidak sekali-kali melecehkan teman sejawat. c. Tidak memberikan komentar terbuka atas pendapat teman sejawat yang berbeda (dissenting opinion), kecuali dilakukan dalam rangka pengkajian ilmiah. (3) Terhadap Masyarakat, Hakim Konstitusi : a.berperilaku sederhana, rendah hati, serta menghormati dan menghargai orang lain. b.berupaya menjadi contoh teladan dalam kepatuhan kepada hukum dan norma-norma lainnya. (4) Terhadap Keluarga, Hakim Konstitusi : a. Berupaya menjaga keluarga dari perbuatan tercela menurut norma hukum dan kesusilaan. b. Berupaya menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga. BAB IV MAJELIS KEHORMATAN MAHKAMAH KONSTITUSI (1) Susunan dan Kedudukan. Pasal 4 a. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi bersifat ad hoc, terdiri atas 3 (tiga) orang Hakim Konstitusi yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi. b. Dalam hal Hakim Konstitusi yang diduga melakukan pelanggaran

diancam dengan sanksi pemberhentian, Majelis Kehormatan terdiri atas 2 (dua) orang Hakim Konstitusi ditambah seorang mantan Hakim Agung Mahkamah Agung, seorang praktisi hukum senior, dan seorang guru besa(r ilmu hukum. c. Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam butir a dan b tersebut di atas dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi dalam Rapat Pleno Mahkamah Konstitusi. d. Anggota tambahan Majelis Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam butir b dicalonkan oleh Hakim Konstitusi dan dipilih oleh Rapat Pleno Mahkamah Konstitusi setelah memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mengajukan usul dan saran mengenai para calon Anggota Tamabahan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. e. Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dipilih oleh Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dari unsur Hakim Konstitusi. (2) Tugas. a. Majelis Kehormatan bertugas menegakkan Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi. b. Mencari dan mengumpulkan informasi atau keterangan dari pihak-pihak yang berkaitan atau yang berkepentingan dengan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi. c. Memeriksa dan memutuskan tindakan yang akan direkomendasikan kepada Pimpinan Mahkamah Konstitusi. (3) Pemeriksaan. Pemeriksaan Majelis Kehormatan dilakukan secara tertutup. 4)Pembelaan. Setelah dilakukan pemeriksaan, Hakim Konstitusi yang diduga melakukan pelanggaran diberi kesempatan untuk membela diri. 5)Putusan. a. Sebelum putusan diambil setiap anggota Majelis Kehormatan wajib memberi pendapatnya. b. Putusan sejauh mungkin diambil melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. c. Apabila mufakat tidak tercapai, putusan diambil dengan suara terbanyak melalui pemungutan suara. d. Putusan berisi : 1) pernyataan bahwa hakim yang diduga melakukan pelanggaran terbukti bersalah atau terbukti tidak bersalah, dan 2) rekomendasi agar hakim yang diduga melakukan pelanggaran : a) dijatuhi hukuman berupa teguran, pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap dalam hal terbukti bersalah, atau b) direhabilitasi dalam hal terbukti tidak bersalah. BAB V KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 5

Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 6 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 24 September 2003 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.