PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM)"

Transkripsi

1

2 PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM) Mengnyinergikan Pembangunan Dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) Sebagai Upaya Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Pembangunan Banda Aceh, Selasa 10 September 2018 di Aula BAPPEDA Aceh Lembaga Kajian Pembangunan, Pertanian dan Lingkungan (LKPPL) 2018

3 PROSIDING SEMINAR NASIONAL PEMBANGUNAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM) Cover Penanggung Jawab Ketua Lembaga Kajian Pembangunan, Pertanian dan Lingkungan (LLPPL) Ketua Program Studi Teknik Pertanian Unsyiah Pimpinan Pertamina EP Asset I Field Rantau Pelaksana Kegiatan Ketua Panitia : Diswandi Nurba, S.TP., M.Si Sekretaris : Mustaqimah, S.TP., M.Sc Bendahara : Dr. Devianti, S.TP., MP Reviewer & Editor : Dr. Muhammad Yasar, S.TP., M.Sc Diswandi Nurba, S.TP., M.Si Mustaqimah, S.TP., M.Sc Raida Agustina, S.TP., M.Sc Cover & Layout : Tomi Mukhtar, S.TP ISBN : Cetakan : Pertama, September 2018 Bel Penerbit Lembaga Kajian Pembangunan, Pertanian dan Lingkungan (LKPPL) Prodi. Teknik Pertanian, Unsyiah Jl. Tgk. Hasan Krueng Kalee No. 3 Darussalam, Banda Aceh, CP: ; lkppl.office@gmail.com

4 KATA PENGANTAR Kearifan lokal (local wisdom) dapat didefinisikan sebagai suatu kebijakan adat, pandangan hidup atau cara hidup yang terbentuk dari kristalisasi kebiasaan baik dan bernilai luhur bagi kemaslahatan masyarakat di suatu tempat yang diwariskan secara turun menurun dari generasi ke generasi baik melalui tradisi lisan (seperti: pepatah, peribahasa, ungkapan, cerita rakyat, dan lain-lain) maupun tradisi tulisan (seperti: manuskrip dan etnografi). Kearifan lokal di suatu daerah terkadang tidak hanya menjadi kebijakan di daerah tersebut saja tetapi juga di adopsi oleh daerah lain sehingga menjadi kearifan lintas daerah, suku bangsa bahkan nasional. Bagi masyarakat Aceh, kearifan lokal mencakup segala aspek kehidupan mulai dari aspek budaya, politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, kemasyarakatan, ibadah, muamalah, pendidikan, konservasi alam, lingkungan dan lainnya. Kearifan lokal tersebut harus dipelihara, dilestarikan dan diterapkan sebagai norma kehidupan. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, kearifan lokal menjadi hal penting dari segi aspek sosial dan budaya. Untuk itu, kearifan masa lalu perlu digali untuk kepentingan pembangunan di masa kini dan masa yang akan datang. Oleh sebab itu, kegiatan Seminar Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal (Local Wisdom) yang mengambil tema Mengnyinergikan Pembangunan Dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) Sebagai Upaya Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Proses Pembangunan ini menjadi strategis karena dipandang mampu menggali dan menghimpun konsep pembangunan berbasis kultural secara komprehensif. Kegiatan Seminar Nasional ini terselenggara atas kerjasama Lembaga Kajian Pembangunan, Pertanian, dan Lingkungan (LKPPL), Pertamina EP Asset I Field Rantau, Program Studi Teknik Pertanian Universitas Syiah Kuala (UNSYIAH), Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Politeknik Aceh Selatan (POLTAS), Majelis Sinergi Kalam Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (Masika-ICMI) Orwil Aceh, dan Ikatan Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia (IKA UKM) Chapter Aceh. i

5 Terimakasih tak terhingga disampaikan kepada seluruh Keynote Speaker, Invited Speaker, Presenter, dan Participant atas sumbangsih pemikiran dan tulisan yang telah memperkaya dan mempertajam jalan diskusi sehingga melahirkan rumusan konseptual berkaitan dengan aktifitas pembangunan berbasis kearifan lokal ini. Demikian juga kepada seluruh peserta yang berasal dari lintas sektor, semoga kegiatan ini mampu menginspirasi, memotivasi, dan memberi manfaat yang luas terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan masyarakat secara keseluruhan. Banda Aceh, 10 September 2018 Tim Editor Diswandi Nurba, S.TP., M.Si Mustaqimah, S.TP., M.Sc Dr. Muhammad Yasar, S.TP., M.Sc Raida Agustina, S.TP., M.Sc ii

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii INOVASI PROGRAM CSR BERBASIS KEARIFAN LOKAL, TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN JERAMI PADI SEBAGAI MEDIA TUMBUH JAMUR MERANG DI KELOMPOK BUDIDAYA JAMUR ORGANIK SERUMPUN... 1 PEMBANGUNAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM) PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS SUMBER DAYA DAN KEARIFAN LOKAL PEREMPUAN PURUN SERASI PENERAPAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS KEBUDAYAAN LOKAL DAERAH TAPEUGOT AKHLAK LEUBEH JROH DARIPADA GEUDONG MEUTINGKAT PARIWISATA PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL SEBAGAI MODAL PEMBANGUNAN EKONOMI MASYARAKAT SEBUAH STUDI ANALISIS ISI (CONTENT ANALYSIS) TERHADAP POSTINGAN INSTAGRAM (GENPI) ACEH BERJUANG DEMI SETETES AIR PEMBELAJARAN DARI UPAYA PERLINDUNGAN SUMBER AIR BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KAWASAN EKOSISTEM SEULAWAH PERAN SPESIES KUNCI BUDAYA (SKB) TERHADAP PELESTARIAN HUTAN DAN PEMBANGUNAN EKOWISATA DATARAN TINGGI GAYO, PROVINSI ACEH MEKANISME PENENTUAN WILAYAHKELOLA HUKOM ADAT LAOT LHOK LAMTEUNGOH KABUPATEN ACEH BESAR UPAYA PENGHIJAUAN PANTAI DAN LINGKUNGAN HIDUP DESA PADANG SEURAHET KABUPATEN ACEH BARAT PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN IKAN MELALUI PROGRAM KULIAH KERJA NYATA PEMBELAJARAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KKN-PPM) DI DAERAH iii

7 PESISIR PANTAI GAMPONG LAYEUN KECAMATAN LEUPUNG ACEH BESAR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PEMBUATAN PESTISIDA NABATI DI GAMPONG SEUREUMO KABUPATEN ACEH BESAR PERSEPSI MASYARAKAT DESA TERHADAP KKN TEMATIK MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MELINJO DALAM PEMBERDAYAAN DAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN ULIM PIDIE JAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KERUPUK TIRAM PEMBUATAN SELAI BOH LIMENG (AVERRHOA BILIMBI) PENGELOLAAN LAHAN PANGAN LESTARI TERINTEGRASI SECARA VERTIKAL DAN RAMAH LINGKUNGAN DI GAMPOENG LAMPISANG KECAMATAN SUKAMAKMUR KABUPATEN ACEH BESAR PROSPEK DAN POTENSI PENGEMBANGAN PETERNAKAN ITIK LOKAL DI PROVINSI ACEH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN LELE SISTEM BIOFLOK DI DESA BLANGKUALA MEUKEK ACEH SELATAN POTENSI TANAMAN PISANG SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI LOKAL DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN, ORIENTASI PASAR, DAN STRATEGI BERSAING TERHADAP KINERJA PEMASARAN UMKM ROTI SELAI SAMAHANI ACEH BESAR UJI KINERJA ALAT PENGERING ENERGI SURYA UNTUK PENGERINGAN BELIMBING WULUH (AVERRHOA BILIMBI) DENGAN PENAMBAHAN KINCIR ANGIN SAVONIUS UPAYA PERAWATAN WAJAH DARI JERAWAT MENGGUNAKAN AMPAS KOPI DAN DAUN GELINGGANG PADA REMAJA SMA NEGERI 2 BANDA ACEH PENGOLAHAN BATU MARMAR MENJADI UBIN DI WORKSHOP POLITEKNIK ACEH SELATAN iv

8 PENERAPAN METODE KOREKSI PEAK NORMALIZATION PADA APLIKASI LASER PHOTO-ACCOUSTIC SPECTROSCOPY (LPAS) UNTUK PREDIKSI KUALITAS AIR DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR GAMPONG JAWA KOTA BANDA ACEH PEMBANGUNAN KARAKTER BERKEARIFAN LOKAL ACEH SEJAK USIA DINI (KAJIAN SATRA LISAN DODA IDI) KAJIAN KETEBALAN TUMPUKAN KELAPA KUKUR TERHADAP PRODUKSI MINYAK SIMPLAH PENGUJIAN MESIN PENCACAH TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT TIPE REEL SILINDER DENGAN PENAMBAHAN ROLL PENGEPRES PENGARUH LAJU AERASI DAN LAMA FERMENTASI BIJI KAKAO MENGGUNAKAN PACKED BED REACTOR TERHADAP KADAR AIR DAN DERAJAT FERMENTASI BIJI KAKAO KAJIAN PROSES FERMENTASI PADA PROSES PENGOLAHAN PLIEK-U SIFAT ELEKTRO-OPTIK BUBUK KUNYIT BERBASIS NEAR INFRARED SPECTROSCOPY UNTUK PREDIKSI KURKUMINOID BUDIDAYA CACING TANAH (Lumbricus Rubellus) SEBAGAI ALTERNATAIF KEWIRAUSAHAAN MUDA PERTANIAN POTENSI IKAN ASIN PATEK SEBAGAI PRODUK UNGGULAN DAERAH PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU DENGAN TRAKTOR RODA DUA TERHADAP KWALITAS DAN PERTUMBUHAN TUNAS POTENSI PENGEMBANGAN DAN BUDIDAYA IKAN KUWE DI ACEH LAMPIRAN v

9 INOVASI PROGRAM CSR BERBASIS KEARIFAN LOKAL, TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN JERAMI PADI SEBAGAI MEDIA TUMBUH JAMUR MERANG DI KELOMPOK BUDIDAYA JAMUR ORGANIK SERUMPUN Tim Corporate Social Responsibility (CSR) Legal and Relation Departement (1)(2) PT Pertamina EP Asset 1 Rantau Field Dedi Zikrian S. (Corporate Social Responsibility Staff) 1 Popy Farida A.W. (Community Development Officer) 2 dedi.zikrian@pertamina.com ABSTRAK Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015 terdapat 87 perusahaan kelapa sawit yang berada di Provinsi Aceh dimana 25 diantaranya mempunyai ijin Hak Guna Usaha (HGU) di Kabupaten Aceh Tamiang. Luas Kabupaten Aceh Tamiang adalah 1.957,02 Km 2, dimana 80% wilayahnya merupakan perkebunan kelapa sawit. Setiap panen kelapa sawit segar akan menghasilkan sekitar 80% buah kelapa sawit segar dan 20% limbah berupa tandan kosong. Artinya, dalam setiap satu ton panen sawit akan menghasilkan limbah beruapa 200 kg tandan kosong. Selama ini pengolahan/pemanfaatan TKKS oleh perkebunan kelapa sawit masih sangat terbatas yaitu dibakar dalam incinerator, ditimbun (open dumping), dijadikan mulsa di perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos. Namun karena adanya beberapa kendala seperti waktu pengomposan yang cukup lama sampai 6 12 bulan, fasilitas yang harus disediakan, dan biaya pengolahan TKKS tersebut. Maka cara-cara tersebut kurang diminati oleh PKS. Kampung Sukaramai Satu berada di lingkungan perkebunan kelapa sawit dengan luas kebun 90 Ha di sekitar area perkampungan. Selain perkebunan sawit, Kampung Suka Ramai satu juga merupakan wilayah penghasil padi dengan luas sawah 160 Ha. Penggunaan Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Jerami sebagai media tumbuh jamur merang merupakan penemuan kelompok dari hasil mengamati peristiwa alam. Bisa juga disebut sebagai kearifan lokal masyarakat yang kemudian dikembangkan menjadi inovasi pada proses budidaya jamur. Hal ini menjadi keuntungan bagi kelompok karena tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk media tumbuh jamur. Kemampuan kelompok dalam melihat potensi yang ada di sekitar tentu saja merupakan nilai positif dalam proses pemberdayaan masyarakat. Selain keuntungan dari segi ekonomi, pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit dan jerami tentu saja juga berhasil menyelamatkan pencemaran udara karena mengurangi produksi gas rumah kaca dari proses pembakaran tandan kosong kelapa sawit atau pun jerami. Hal ini menjadi nilai tambah yang sangat berpengaruh dalam penyelamatan lingkungan. Selain itu, dengan kemampuan kelompok dalam mengolah tandan kosong kelapa sawit dan jerami sebagai media tumbuh tanpa menggunakan mesin pencacah juga menjadi nilai positif. Penggunaan mesin diesel tentu juga akan meningkatkan produksi gas rumah kaca, sehingga proses pengomposan yang baik dinilai menjadi kunci dalam mengolah limbah menjadi media tumbuh tanpa proses pencacahan. Kata Kunci : Corporate Social Responsibility, Inovasi, Jamur Merang, TKKS, Jerami, Kearifan Lokal 1

10 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di Dunia dengan jumlah produksinya mencapai 35 ton pada tahun Awal mula kelapa sawit masuk ke Indonesia didatangkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial di Indonesia. Saat ini penyebaran perkebunan kelapa sawit meliputi daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga saat ini banyak hutan dan perkebunan lama yang kemudian dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015 terdapat 87 perusahaan kelapa sawit yang berada di Provinsi Aceh dimana 25 diantaranya mempunyai ijin Hak Guna Usaha (HGU) di Kabupaten Aceh Tamiang. Luas Kabupaten Aceh Tamiang adalah 1.957,02 Km 2, dimana 80% wilayahnya merupakan perkebunan kelapa sawit. Banyaknya lahan kelapa sawit yang berada di Kabupaten Aceh Tamiang berbanding lurus dengan persoalan lingkungan yang ditimbulkan. Persoalan lingkungan ini berasal dari hasil produksi kepala sawit terutama limbah tandan kosong, dimana setiap panen kelapa sawit segar akan menghasilkan sekitar 80% buah kelapa sawit segar dan 20% limbah berupa tandan kosong. Artinya, dalam setiap satu ton panen sawit akan menghasilkan limbah beruapa 200 kg tandan kosong. BPS Kabupaten Aceh Tamiang mencatat pada tahun 2015 produksi kepala sawit mencapai 194, ton setiap tahunnya, maka produksi limbah tandan kosong sendiri dapat diperkirakan sebanyak 38,902.5 ton pada tahun tersebut. Selama ini pengolahan/pemanfaatan TKKS oleh perkebunan kelapa sawit masih sangat terbatas yaitu dibakar dalam incinerator, ditimbun (open dumping), dijadikan mulsa di perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos. Namun 1 Direktorat Jendral Perkebunan. Statistik Perkebunan Indonesia Kelapa Sawit. Hal 3 2

11 karena adanya beberapa kendala seperti waktu pengomposan yang cukup lama sampai 6 12 bulan, fasilitas yang harus disediakan, dan biaya pengolahan TKKS tersebut. Maka cara cara tersebut kurang diminati oleh PKS. Bahaya dari pembakaran sampah organik tidak hanya ditimbulkan dari pembakaran tandan kosong saja, termasuk di dalamnya juga pembakaran pada jerami padi. Dengan luas lahan pertanian Ha di wilayah Aceh Tamiang. Pemanfaatan jerami masih terbatas pada pengunaan untuk pakan ternak, bagi masyarakat yang tidak memiliki ternak biasanya jerami akan dijual atau dibakar. Permasalahannya adalah apabila jerami dibakar maka ini akan menambah jumlah emisi karbon di udara. Salah satu program CSR PT Pertamina EP Rantau Field adalah program Budidaya Jamur Organik. Pertamina EP Rantau Field berupaya melakukan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kampung Sukaramai Satu dengan mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam program tersebut. Dalam pelaksanaan program, kelompok berusaha memanfaatkan banyaknya limbah dari perkebunan kelapa sawit dan sawah menjadi inovasi dalam penggunaan media tanam jamur merang. Selain jumlah yang melimpah juga karena kandungan selulosa tandan kelapa sawit yang cukup tinggi yaitu sebesar 45% (Aryafatta, 2008). Selulosa merupakan kandungan yang sangat dibutuhkan dalam budidaya jamur, dengan tujuan efisiensi dan penyelamatan lingkungan, kelompok berusaha mengembangkan inovasi media tumbuh jamur merang dengan memanfaatkan limbah tandan kosong sawit dan jerami yang melimpah di Kampung Sukaramai Satu, Kecamatan Seruway, kabupaten Aceh Tamiang. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya Banyak penelitian yang menggunakan tema tandan kosong sawit sebagai tema besar dalam penelitian. Meskipun ada perbedaan fokus dalam penelitian sebelumnya, banyak yang membahas mengenai tandan kosong sawit sebagai pupuk organik seperti pada penelitian Happy Widiastuti dan Tri Panji (2007) yang membahas mengenai limbah tandan kosong kelapa sawit sisa jamur merang sebagai pupuk organik pada pembibitan kelapa sawit. Penelitian ini juga senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Ichsan, C.N, dkk (2011) membahas menegenai 3

12 Karakteristik Pertumbuhan Dan Hasil Jamur Merang (Volvariella volvacea L) pada Media Tanam Dan Konsentrasi Pupuk Biogreen yang Berbeda. Fokus pada penelitian ini adalah bagaimana masyarakat dengan kearifan lokalnya mampu memanfaatkan limbah yang ada di sekitar sebagai media tumbuh jamur. TINJAUAN PUSTAKA Melalui bukunya berjudul "Pekerjaan Sosial di Dunia Industri: Memperkuat Tanggung jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Rensposibility)", Suharto menyatakan bahwa CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetap juga untuk pembangunan sosial ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan. Dalam konteks pemberdayaan, CSR adalah bagian dari policy perusahaan yang dijalankan secara profesional dan melembaga (Suharto, 2009). Sebagai perusahaan yang berkomitmen dalam bidang CSR, PT Pertamina EP Rantau Field berusaha mendorong masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan melalui kegiatan pengembangan kapasitas yang disediakan oleh perusahaan. Program CSR yang dijalankan oleh PT Pertamina EP Rantau Field salah satunya adalah yang akan dibahas dalam jurnal ini yaitu program Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Budidaya Jamur di Kampung Sukaramai Satu, Aceh Tamiang. Menurut UU No. 19 Tahun 2002, pengertian inovasi adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan atau pun perekayasaan yang dilakukan dengan tujuan melakukan pengembangan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau pun cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah ada ke dalam produk atau pun proses produksinya. Dalam konteks budidaya jamur di Kelompok Jamur Organik Serumpun, inovasi dilakukan untuk mengembangkan proses produksi jamur dengan tujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, penyelamatan lingkungan dan peningkatan hasil produksi. Inovasi yang dilakukan di Kelompok Jamur Organik Serumpun berupaya mengembangkan konsep kearifan lokal dari masyarakat setempat. Phongphit dan Nantasuwan, menyatakan kearifan lokal sebagai pengetahuan yang berdasarkan pengalaman masyarakat turun-temurun 4

13 antargenerasi. Pengetahuan ini menjadi aturan bagi kegiatan sehari-hari masyarakat ketika berhubungan dengan keluarga, tetangga, masyarakat lain dan lingkungan sekitar (Kongprasertamorn, 2016). Maka dari itu, yang dimaksud inovasi berbasis kearifan lokal adalah suatu inovasi yang ditemukan berdasarkan pengalaman masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Inovasi tandan kosong sawit dengan jerami sebagai media tumbuh jamur merang merupakan inovasi yang berkembang dari masyarakat sendiri karena adanya pengetahuan masyarakat berdasarkan dari pengalaman sehari-hari. PEMBAHASAN A. Inovasi Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Jerami sebagai Media Tumbuh Jamur Merang Kampung Sukaramai Satu berada di lingkungan perkebunan kelapa sawit dengan luas kebun 90 Ha di sekitar area perkampungan. Selain perkebunan sawit, Kampung Sukaramai Satu juga merupakan wilayah penghasil padi dengan luas sawah 160 Ha. Masyarakat hidup berdampingan dengan alam, sudah menjadi kewajiban apabila masyarakat hidup dengan rasa tanggung jawab pada alam dan lingkungan, tim CSR PT Pertamina EP Rantau Field bersama Kelompok Jamur Organik Serumpun menawarkan pengembangan inovasi dengan memanfaatkan limbah tandan kosong dan jerami. Penemuan ini merupakan hasil percobaan dari masyarakat sendiri yang selalu mengamati perubahan alam di sekitar mereka. Banyaknya tumpukan tandan kosong kelapa sawit di area perkampungan memberikan pengetahuan bagi masyarakat, bahwa tandan kosong kelapa sawit yang sudah terkena hujan berkali kali dan lembab akan ditumbuhi beberapa jenis jamur ditasnya, salah satunya adalah jenis jamur merang. Sebelumnya Kelompok Jamur Organik Serumpun berhasil memanfaatkan limbah tandan kosong sebagai media tumbuh jamur merang, saat ini kelompok berupaya menambahkan jerami pada tandan kosong sebagai media tumbuh jamur merang. Hal tersebut diperkirakan akan lebih menguntungkan karena kandungan kedua limbah tersebut yang dinilai masyarakat bagus untuk tumbuh kembang jamur. 5

14 Kondisi wilayah di Aceh Tamiang yang di dominasi oleh perkebunan sawit menyebabkan perbedaan proses produksi jamur merang. Merang yang identik dengan media tumbuh berupa jerami dan kapas, namun tidak dengan jamur merang di Kelompok Jamur Organik Serumpun. Mempertimbangkan susahnya mendapatkan jerami setiap saat karena siklus pertanian di Kabupaten Aceh Tamiang sangat langka dikarenakan sawah yang berada di Kabupaten Aceh Tamiang adalah sawah tadah hujan, maka tim CSR PT Pertamina EP Rantau Field bersama Kelompok Jamur Organik Serumpun mencoba untuk mengembangkan potensi yang ada di sekitar kelompok. Selanjutnya Kelompok Jamur Organik Serumpun mencoba untuk mengembangkan tandan kosong untuk dijadikan campuran media tumbuh jamur merang. Nantinya media tumbuh jamur merang akan berupa tandan kosong dicampur dengan jerami di bagian atasnya. Secara kimiawi limbah jerami dan tandan kosong sawit mengandung bahan organik dan hara mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur. Meski demikian dalam budidaya jamur merang tetap diperlukan pupuk atau hormon (Sediaoetama, 2004). Dalam penelitian ini akan menggunakan dedak sebagai tambahan dalam proses pengomposan. Adanya inovasi media tanam yang tepat diharapkan dapat memaksimalkan hasil produksi jamur merang. Kelebihan dari inovasi ini adalah kelompok tidak menggunakan mesin pencacah sama sekali selama proses persiapan media tanam. Hal ini tentu menjadi kelebihan pada inovasi ini karena kelompok berhasil mengurangi penggunaan mesin diesel dalam proses produksi jamur merang. Komposisi tandan kosong sawit dan jerami yang digunakan adalah 2:1 atau dalam 500 kg tandan kosong yang digunakan ditambahkan 250 kg jerami padi dengan ketebalan jerami sekitar 10 cm. Keduanya akan melewati proses pengomposan dengan dicampurkan dedak dan dolomit. Berikut adalah proses pengolahan tandan kosong dan jerami hingga siap di sebarkan bibit. Berikut merupakan alur pada Proses Produksi Jamur Merang menggunakan Media Tanam Tandan Kosong KelapaSawit dan Jerami : 6

15 Perendaman jangkos dan jerami Proses ini merupakan proses pertama, termasuk di dalamnya adalah proses pengomposan dengan mencampurkan dedak 50 kg dan dolomit sebanyak 25 kg. Selama proses pengomposan tangkos dan jerami akan mengalami proses balik katul, balik kosong yang mana keseluruhan proses pada tahap ini memerlukan waktu 8 hari. Sterilisasi di Tunel Sterilisasi dilakukan dengan cara penguapan pada media tanam yang telah selesai melalui proses pengomposan di dalam tunel khusus yang telah disediakan dan memerlukan waktu 2 hari. Penyusunan Media Tanam di Rak Setelah media tanam melalui proses strerilisasi kemudian media siap ditata di dalam rak rangka baja yang ada di dalam kumbung. (pola penyusunan media di rak) Penaburan Benih Jamur Merang Media tanam yang sudah ditata di rak di dalam kumbung akan mulai ditaburkan benih jamur merang secara merata. Setelah selesai menaburkan bibit di media tanam maka kumbung akan ditutup selama empat hari untuk proses inkubasi bibit. Pembuangan Amoniak dan Pengabutan Pada hari ke lima, kumbung dibuka untuk membuang amoniak di dalam kumbung, setelah itu terus lakukan pengabutan untuk mendapatkan kelembapan di dalam kumbung jamur hingga masa panen. Panen Panen jamur merang sekitar 8-10 hari dari proses penanaman benih atau kurang lebih sekitar 3 hari dari awal proses pengabutan. Waktu panen dapat berbeda-beda tergantung dari seberapa maksimal misillium tumbuh. 7

16 Sumber : Kelompok Budidaya Jamur Organik Serumpun Gambar 1. Alur Proses Produksi Jamur Merang di Kelompok Budidaya Jamur Organik Serumpun B. Tandan Kosong kelapa Sawit dan Jerami yang Berhasil Dimanfaatkan Terbakarnya hutan secara terbuka menyebabkan sejumlah besar polutan mencemari atmosfer yang memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan iklim dan kondisi kimia atmosfer di daerah topis (Crutzen& Andreae, 1990; D.G. Streets, 2003). Indonesia merupakan kontributor emisi gas rumah kaca ketiga terbesar di dunia (IPCC, 2006). Selain kebakaran hutan yang selalu menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca setiap tahunnya, pembakaran sampah anorganik maupun sampah organik juga menjadi pemeran penting dalam pencemaran udara di Indonesia. Besarnya lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia menjadi salah satu penyumbang pencemaran udara apabila tidak ada pengelolaan tandan kosong kelapa sawit yang tepat guna. Dari pembakaran tandan kosong kelapa sawit saja dapat menyumbangkan emisi karbon di udara yang cukup besar. Maka dari itu pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit dan jerami sebagai median tumbuh jamur merang merupakan pilihan yang paling tepat untuk menghindari proses pembakaran. 8

17 Dalam kurun waktu produksi jamur merang selama satu tahun ini dimulai dari produksi jamur merang pertama yaitu bulan Juni 2017, Kelompok Jamur Organik Serumpun telah memanfaatkan sebanyak 30 ton tandan kosong sawit. Pengiriman tandan kosong sawit dilakukan setiap dua bulan sekali sebanyak 5 ton satu kali pengantaran yang bisa digunakan selama dua bulan. Hal ini mengartikan dalam satu tahun produksi Perkebunan Kelapa Sawit menghasilkan tandan kosong kelapa sawit sebesar 50,4 ton/bulan, Kelompok Jamur Organik Serumpun telah memanfaatkan sebanyak 30 ton dalam kurun waktu setahun. Sedangkan untuk menghitung berapa ton jumlah jerami padi pada 1 hektar padi sawah memang perlu data yang akurat. Berdasarkan perhitungan dari berbagai sumber, berat jerami padi adalah 1,4 kali dari hasil panen GKG (Kim and Dale, 2004). Perhitungan jumlah jerami yang dihasilkan sawah di wilayah Kampung Sukaramai satu yaitu, 1,4 dikalikan ton/ 160ha area sawah sehingga menghasilkan angka ton jerami padi dalam satu kali periode panen. Jumlah jerami padi yang sudah dimanfaatkan hingga saat ini sebanyak 15 ton atau setengah dari jumlah tandan kosong kelapa sawit. Selama menggunakan tandan kosong kelapa sawit dan jerami sebagai media tumbuh jamur merang, kelompok lebih diuntungkan dengan pola tumbuh jamur merang yang lebih rapat dibandingkan sebelumnya saat menggunakan tandan kosong kelapa sawit saja. Hal ini menjadi keuntungan finansial bagi kelompok budidaya jamur organik serumpun. PENUTUP 1. Kesimpulan Penggunaan Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Jerami sebagai media tumbuh jamur merang merupakan penemuan kelompok dari hasil mengamati peristiwa alam. Bisa juga disebut sebagai kearifan lokal masyarakat yang kemudian dikembangkan menjadi inovasi pada proses budidaya jamur. Hal ini menjadi keuntungan bagi kelompok karena tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk media tumbuh jamur. Kemampuan kelompok dalam melihat potensi yang ada di sekitar tentu saja merupakan nilai positif dalam proses pemberdayaan masyarakat. 9

18 Selain keuntungan dari segi ekonomi, pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit dan jerami tentu saja juga berhasil menyelamatkan pencemaran udara karena mengurangi produksi gas rumah kaca dari proses pembakaran tandan kosong kelapa sawit atau pun jerami. Hal ini menjadi nilai tambah yang sangat berpengaruh dalam penyelamatan lingkungan. Selain itu, dengan kemampuan kelompok dalam mengolah tandan kosong kelapa sawit dan jerami sebagai media tumbuh tanpa menggunakan mesin pencacah juga menjadi nilai positif. Penggunaan mesin diesel tentu juga akan meningkatkan produksi gas rumah kaca, sehingga proses pengomposan yang baik dinilai menjadi kunci dalam mengolah limbah menjadi media tumbuh tanpa proses pencacahan. Kearifan lokal yang ada di masyarakat apabila mendapat perhatian dari stakeholder setempat seperti yang dilakukan oleh PT Pertamina EP Rantau Field tentu akan menjadi inovasi yang luar biasa. Kemampuan Kelompok Budidaya Jamur Organik Serumpun dalam melihat potensi yang ada juga merupakan kunci berkembangnya sebuah kelompok. CSR PT Pertamina EP Rantau Field akan terus berkomitmen untuk mengembangkan potensi-potensi pemberdayaan masyarakat yang ada di lingkungan sekitar serta mendorong terciptanya inovasi-inovasi yang ramah lingkungan. Semoga kedepannya semakin banyak pihak yang terinsipari untuk turut terlibat dalam melakukan hal-hal yang berdampak positif bagi lingkungan. 2. Saran Dalam pengembangan inovasi berbasis kearifan lokal tentunya akan banyak membutuhkan peran dari pihak lain untuk mendampingi selama masa percobaan. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa inovasi yang dilakukan bisa berjalan dengan baik. Pengetahuan masyarakat umum dalam mengembangkan inovasi masih sangat terbatas pada pengetahuan yang mereka ketahui dari kegiatan seharihari dan masih membutuhkan pihak lain untuk mengecek kevalidannya. Oleh sebab itu adanya perusahan atau stakeholder lainnya yang ada di lingkungan sekitar memiliki peranan yang sangat penting sebagai pihak yang membantu mencari keabsahan dari inovasi tersebut. Tujuannya adalah agar inovasi yang sudah berhasil ditemukan oleh masyarakat dapat berkembang dan diakui oleh masyarakat umum. 10

19 Disinilah fungsi dari adanya pihak terkait yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Masayrakat dan stakeholder adalah sebuah mitra yang mana tentunya sudah sepantasnya apabila keduanya saling bekerja sama untuk kepentingan bersama. DAFTAR PUSTAKA Agus, D Budidaya Jamur Konsumsi. Agromedia Pustaka. Jakarta. BPS Data BPS Pertanian Kabupaten Aceh Tamiang. Crutzen, Paul J., and Andreae, Meinrat O Biomass Burning in the Tropics: Impact on Atmospheric Chemistry and Biogeochemical Cycles. Science, 250. Direktorat Jendral Perkebunan Statistik Perkebunan Indonesia Kelapa Sawit. Jakarta. IPCC IPCC Guidelines for national greenhouse gas inventories. 4. Kim, S. and Dale, B. E Global potential bioethanol production from wasted crops and crop residues. Biomass and Bioenergy. Konservasi Mangrove dan Kesejahteraan Masyarakat/Robert Siburian, John Haba (ed.) Kata Pengantar: Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M. S.; ed 1. cet. 1. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Sediaoetama, A.D Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid 1. Jakarta. PT Dian Rakyat. Suharto, E Pekerjaan Sosial di Dunia Industri. Bandung. Alfabeta. Sutaryo, D Perhitungan Biomassa : Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Bogor: Wetlands International Indonesia Programme. 11

20 LAMPIRAN Foto 1. Perendaman Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Jerami untuk Proses Pengomposan Foto 2. Tunel Digunakan untuk penguapan Tandan Kosong dan Jerami yang sudah di kompos, sebelum dimasukan ke dalam kumbung 12

21 Foto 3. Gambar benih yang sudah ditabur setelah misilium telah menyebar dan telah muncul jamur merang dalam ukuran kecil Foto 4. Jamur merang yang telah berkembang dan mendekati masa panen 13

22 PEMBANGUNAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM) Muhammad Yasar Direktur Politeknik Aceh Selatan, Ketua Lembaga Kajian Pembangunan, Pertanian dan Lingkungan (LKPPL), Dosen Teknik Pertanian Universitas Syiah Kuala ABSTRAK Pembangunan berbasis kearifan lokal merupakan sebuah konsep pembangunan yang mampu menggali, menguji, menyosialisasi dan mengkulturasi tata nilai luhur, bersifat bijaksana, penuh kearifan, dan bernilai baik dengan memperluas aplikasi modal sosial (social capital) dan modal budaya (culture capital) yang menjadi bahagian dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebagai sumber daya yang dapat ditransformasikan menjadi nilai tambah dalam pembangunan bangsa yang berkarakter. Konsep pembangunan seperti ini perlu dipelihara, diperkuat, dan dilestarikan untuk mencapai tujuan pembangunan yang sesungguhnya yaitu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, pemberdayaan ekonomi, penguatan sosial, budaya dan kelembagaan, serta pelestarian lingkungan hidup untuk masa kini dan masa yang akan datang. Kata kunci: kearifan lokal, pemberdayaan ekonomi, kelembagaan. PENDAHULUAN Kearifan lokal (local wisdom) secara umum dapat diartikan sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Ia dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognitif) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian di atas, disusun secara etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan sebagai kearifan/ kebijaksanaan (Sumada, 2017). Di Indonesia, kearifan lokal merupakan warisan budaya yang terbentuk sebagai proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhannya. Proses-proses terbentuknya kearifan lokal sangat bergantung kepada potensi sumberdaya alam dan lingkungan serta dipengaruhi oleh pandangan, sikap, dan perilaku masyarakat setempat terhadap alam dan lingkungannya (Suyahman, 2017). Ia menjadi suatu kebijakan adat, pandangan hidup atau cara hidup yang terbentuk dari kristalisasi kebiasaan baik dan 14

23 bernilai luhur bagi kemaslahatan masyarakat di suatu tempat yang diwariskan secara turun menurun dari generasi ke generasi baik melalui tradisi lisan (seperti: pepatah, peribahasa, ungkapan, cerita rakyat, dan lain-lain) maupun tradisi tulisan (seperti: manuskrip dan etnografi). Kearifan lokal di suatu daerah terkadang tidak hanya menjadi kebijakan di daerah tersebut saja tetapi juga di adopsi oleh daerah lain sehingga menjadi kearifan lintas daerah, suku bangsa bahkan nasional. Bagi masyarakat Aceh, kearifan lokal mencakup segala aspek kehidupan mulai dari aspek budaya, politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, kemasyarakatan, ibadah, muamalah, pendidikan, konservasi alam, lingkungan dan lainnya. Kearifan lokal tersebut harus terus digali, dipelihara, dilestarikan dan diterapkan secara komprehensif sebagai norma kehidupan untuk kepentingan pembangunan di masa kini dan masa yang akan datang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). CIRI-CIRI KEARIFAN LOKAL Menurut Suyahman (2017) kearifan lokal memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (i) Kearifan lokal adalah bentuk warisan peradaban yang dilakukan secara terus menerus dari generasi, ke generasi; (ii) kearifan lokal dianggap mampu untuk mengendalikan berbagai pengaruh dari luar; (iii) kearifan lokal biasanya menyangkut nilai dan moral pada masyarakat setempat; (iv) kearifan lokal tidak tertuliskan namun tetap diakui sebagai kekayaan dalam berbagai segi pandangan hukum; (v) kearifan lokal ialah bentuk sifat yang melekat pada seseorang berdasarkan pada asalnya; dan kearifan lokal memiliki multi dimensi (pengetahuan, nilai, keterampilan, sumberdaya, pengambilan keputusan, dan solidaritas). Sebagai bentuk warisan peradaban yang dilakukan secara terus menerus dari generasi, ke generasi, kearifan lokal adalah tatanan sosial budaya dalam bentuk pengetahuan, norma, peraturan dan keterampilan masyarakat di suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhan (hidup) bersama yang diwariskan secara turun temurun (Hidayati, 2016). Walau kearifan lokal terkadang tidak tertuliskan namun tetap diakui sebagai kekayaan dalam berbagai segi pandangan hukum karena menurut Wagiran (2012) 15

24 dalam Suyahman (2017), kearifan lokal paling tidak menyiratkan beberapa konsep, yaitu: (1) kearifan lokal adalah sebuah pengalaman panjang, yang diendapkan sebagai petunjuk perilaku seseorang; (2) kearifan lokal tidak lepas dari lingkungan pemiliknya; dan (3) kearifan lokal itu bersifat dinamis, lentur, terbuka, dan senantiasa menyesuaikan dengan zamannya. Kearifan lokal hidup dalam domain kognitif, afektif dan psikomotorik, serta tumbuh menjadi aspirasi dan apresiasi publik. Modernisasi kalau tidak disikapi secara kritis, dengan berbagai daya tarik dan propagandanya memang dapat membius seseorang sehingga lupa pada identitas dan jatidirinya sebagai bangsa Indonesia. Ujung-ujungnya adalah makin terkikisnya nilai-nilai luhur budaya lokal, regional maupun nasional. Dan kearifan lokal dianggap mampu untuk mengendalikan berbagai pengaruh dari luar. Untuk itu perlu upaya penggalian terhadap apa yang disebut dengan istilah nilai-nilai kearifan lokal (Basyari, 2014). Kearifan lokal biasanya menyangkut nilai dan moral pada masyarakat setempat. Kearifan lokal merupakan modal sosial yang dikembangkan masyarakat untuk menciptakan keteraturan dan keseimbangan antara kehidupan sosial budaya masyarakat dengan kelestarian sumber daya alam di sekitarnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal sarat dengan makna kebersamaan dan mempunyai fungsi sosial dan ekologi yang tinggi (Hidayati, 2016). Upaya menggali, menguji, mensosialisasi dan mengkulturasi tata nilai luhur perlu terus ditingkatkan, dan didukung dengan memperluas aplikasi modal budaya dan modal sosial, sebagai sumber yang dapat ditransformasikan menjadi nilai tambah dalam membangun karakter bangsa. Kearifan lokal ialah bentuk sifat yang melekat pada seseorang berdasarkan pada asalnya. Keanekaragaman budaya daerah merupakan potensi sosial yang dapat membentuk karakter dan citra budaya tersendiri pada masing-masing daerah, serta merupakan bagian penting bagi pembentukan citra dan identitas budaya suatu daerah. Seperti Lampung yang dikenal terbuka menerima etnis lain sebagai saudara (adat muari, angkon), etnis Batak juga terbuka, Jawa terkenal dengan tata-krama dan perilaku yang lembut, etnis Madura dan Bugis memiliki harga diri yang tinggi, dan etnis Cina terkenal dengan keuletannya dalam usaha. Demikian juga etnis-etnis 16

25 lain seperti, Minang, Aceh, Sunda, Toraja, Sasak, Nias, juga memiliki budaya dan pedoman hidup masing yang khas sesuai dengan keyakinan dan tuntutan hidup mereka dalam upaya mencapai kesejehtaraan bersama (Sugiharto, 2017) Kearifan lokal memiliki multi dimensi (pengetahuan, nilai, keterampilan, sumberdaya, pengambilan keputusan, dan solidaritas). Berdasarkan dimensi pengetahuan lokal setiap masyarakat memilki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya karena masyarakat memilki pengetahuan lokal dalam menguasai alam. Seperti halnya pengetahuan masyarakat mengenai perubahan iklim dan sejumlah gejala-gejala alam lainya. Dimensi Nilai Lokal Setiap masyarakat memiliki aturan atau nilai-nilai lokal mengenai perbuatan atau tingkah laku yang ditaati dan disepakati bersama oleh seluruh anggotannya tetapi nilai-nilai tersebut akan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan masyarakatnya. Nilainilai perbuatan atau tingkah laku yang ada di suatu kelompok belum tentu disepakati atau diterima dalam kelompok masyarakat yang lain, terdapat keunikan. Seperti halnya suku Dayak dengan tradisi tattoo dan menindik dibeberapa bagian tubuh. Dimensi keterampilan lokal setiap masyarakat memilki kemampuan untuk bertahan hidup (survival) untuk memenuhi kebutuhan keluargannva masingmasing atau disebut dengan ekonomi subsistensi. Hal ini merupakan cara mempertahankan kehidupan manusia yang bergantung dengan alam mulai dari cara berburu, meramu, bercocok tanam, hingga industry rumah tangga. Dimensi sumber daya lokal setiap masyarakat akan menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan kebutuhannya dan tidak akan mengeksploitasi secara besar-besar atau dikomersialkan. Masyarakat dituntut untuk menyimbangkan keseimbangan alam agar tidak berdampak bahaya baginya. Dimensi mekanisme pengambilan keputusan lokal setiap masyarakat pada dasarnya memiliki pemerintahan lokal sendiri atau disebut pemerintahan kesukuan. Suku merupakan kesatuan hukum yang memerintah warganya untuk bertindak sesuia dengan aturan yang telah disepakati sejak lama. Kemudian jika seseorang melanggar aturan tersebut, maka dia akan diberi sanksi tertentu dengan melalui kepala suku sebagai pengambil keputusan, dan Dimensi Solidaritas Kelompok Lokal Manusia adalah makhluk sosial yang mebutuhkan bantuan orang lain dalam 17

26 melakukan pekerjaanya, karena manusia tidak bisa hidup sendirian. Seperti halnya manusia bergotong royong dalam menjaga lingkungan sekitarnya (Suyahman, 2017). ORIENTASI KEARIFAN LOKAL Perkembangan global memberi dampak terhadap eksistensi kearifan lokal dan pola pikir umat manusia. Karena itu terjadi benturan kepentingan dengan upaya mempertahankan kearifan lokal. Upaya untuk menumbuhkan kesadaran yang mendalam terhadap keberadaan kearifan lokal diperlukan adanya peningkatan pengetahuan setiap manusia dan menginternalisasikan kearifan lokal ke dalam setiap hati sanubari manusia. Dalam konteks kekinian, disebabkan oleh desakan arus modernisme dan globalisasi kearifan lokal harus berorientasi pada: 1. Keseimbangan dan harmoni manusia, alam dan budaya; 2. Kelestarian dan keragaman alam dan kultur; 3. Konservasi sumber daya alam dan warisan budaya; 4. Penghematan sumber daya yang bernilai ekonomi; 5. Moralitas dan spiritualitas. FUNGSI KEARIFAN LOKAL Bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. Bentuk yang bermacammacam ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal menjadi bermacam-macam pula. Fungsi tersebut antara lain adalah: 1. Untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya alam 2. Untuk mengembangkan sumber daya manusia 3. Pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan 4. Sebagai petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan. KESIMPULAN DAN SARAN Merujuk dari penjelasan di atas maka seharusnya kearifan lokal perlu menjadi acuan bagi setiap kebijakan publik yang akan diambil dan setiap daerah 18

27 untuk tidak mengambil keputusan yang kontradiktif dengan kearifan lokal agar kearifan lokal dapat terlindungi, tidak adanya benturan antara kebijakan pusat dengan kearifan lokal, kebijakan publik dapat lebih efektif dalam implementasinya, kebijakan publik mendapat dukungan dari setiap anggota masyarakat, serta implementasi untuk menuju sebuah negara yang good governance dapat dicapai. DAFTAR PUSTAKA Basyari, I.W Nilai-nilai Kearifan Lokal (Local Wisdom) Tradisi Memitu Pada Masyarakat Cirebon (Studi Masyarakat Desa Setupatok Kecamatan Mundu. Edunomic Jurnal Volume 2 No. 1 Tahun Hidayati, D Memudarnya Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air. Jurnal Kependudukan Indonesia. Vol. 11 No. 1 Juni Sugiharto Pengembangan Nilai-nilai Kearifan Lokal Masyarakat Sebagai Wujud Nyata Masyarakat Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun Sumada, I.M Peranan Kearifan Lokal Bali Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Volume VII No. 1/Juni Suyahman Internalisasi Kearifan Lokal Dalam era Global Menyongsong Generasi Emas Tahun PIBSI XXXIX, Semarang 7-8 November

28 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS SUMBER DAYA DAN KEARIFAN LOKAL Misriani Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Banda Aceh Sebagai Inflementasi dari Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, khususnya Pasal 78 ayat (1) menyebutkan bahwa, Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan dan pasal 81 ayat (3) menyatakan : Pelaksanaan pembangunan desa dilakukan dengan memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam desa, sementara dalam amanat Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Organisasi tata Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, pasal 190 tentang melaksanakan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, standarisasi, bimbingan teknis, supervisi serta monitoring dan evaluasi bina pengelola Teknologi Tepat Guna perlu dipahami sebagai peluang bagi pemerintah Kabupaten/Kota untuk dapat memberdayakan secara optimal potensi-potensi unggulan yang ada. Beranjak dari hal di atas maka pengembangan potensi sumber daya alam dan kearifan lokal sangat penting peranannya guna mendukung upaya pemerintah dalam pembangunan. melalui pemberdayaan masyarakat berbasis potensi sumber daya alam serta kearifan lokal yang diharapkan mampu memanfaatkan potensipotensi yang ada serta menciptakan produk unggulan gampong. Produk unggulan daerah dalam hal ini adalah sumber daya alam unggulan berbasis kearifan lokal menggambarkan kemampuan daerah dalam menghasilkan produk, serta kemampuan menciptakan nilai, memanfaatkan sumber daya secara nyata, memberi kesempatan kerja, mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah, memiliki prospek untuk meningkatkan produktivitas dan investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika memiliki daya saing sehingga 20

29 mampu untuk menangkal produk pesaing di pasar domestik dan / atau pasar ekspor. (Sudarsono, 2001) Menurut Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Depdagri, bahwa berdasarkan Surat Edaran Nomor : / 2910 / III / BANDA tanggal 7 Desember 1999, ditentukan kriteria komoditas unggulan sebagai berikut : a. Mempunyai kandungan lokal yang menonjol dan inovatif di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, industri dan jasa. b. Mempunyai daya saing tinggi di pasar, baik ciri, kualitas maupun harga yang kompetitif serta jangkauan pemasaran yang luas, baik di dalam negeri maupun global. c. Mempunyai ciri khas daerah karena melibatkan masyarakat banyak (tenaga kerja setempat) d. Mempunyai jaminan kandungan bahan baku yang cukup banyak, stabil dan berkelanjutan. e. Difokuskan pada produk yang mempunyai nilai tambah yang tinggi, baik dalam kemasan maupun pengolahannya. f. Secara ekonomi menguntungkan dan bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan dan kemampuan SDM setempat. g. Ramah lingkungan, berkelanjutan serta tidak merusak budaya setempat. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2014, Produk Unggulan Daerah merupakan produk yang berupa barang maupun jasa, yang dihasilkan oleh koperasi, usaha skala kecil dan menengah yang potensial untuk dikembangkan dengan memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki oleh daerah baik sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya lokal serta mendatangkan pendapatan bagi masyarakat maupun pemerintah yang diharapkan menjadi kekuatan ekonomi bagi daerah dan masyarakat setempat sebagai produk yang potensial memiliki daya saing, daya jual dan daya dorong menuju dan mampu memasuki pasar global. Dengan adanya Undang Undang no 6 tentang Desa tahun 2014 desa diberikan ruang yang penuh untuk memutuskan dan menyelenggarakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang di pimpinnya selanjutnya di 21

30 dalam Peraturaran menteri dalam negeri nomor 44 tahun 2016 tentang kewenangan desa untuk mengatur rumah tangga nya sendiri. Pengertian pembangunan kawasan gampong ialah gampong yang mempunyai kegiatan pertanian, industri perikanan, pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan wisata dan budaya serta industri rumah tangga, Yang bertujuan mempercepat peningkatan kualitas pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa melalui pendekatan partisipatif. Dalam pelaksanaan pembangunan kawasan gampong terdapat beberapa kendala dan isu strategis diantaranya adalah : a. Terbatasnya akses pelayanan sosial dasar. b. Terbatasnya infrastruktur dasar. c. Belum optimalnya pengelolaan potensi desa dan kawasan perdesaan. d. Belum optimalnya pembentukan dan penetapan kawasan Gampong oleh Bupati/walikota. e. Rendahnya keterkaitan atau konektifitas. f. Rendahnya akses transportasi dan telekomunikasi. g. Tingginya kesenjangan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. h. Meningkatnya kerentanan dan resiko bencana. Belum optimalnya tata kelola pemerintahan sesuai dengan amanat Undang- Undang No. 6 tentang desa tahun 2014 termasuk tertatanya pendampingan kepada masyarakat dan pemerintah desa, rendahnya kualitas Dokumen perencanaan pembangunan desa serta belum optimalnya pengelolaan keuangan desa dan belum berkembangnya pembangunan kawasan perdesaan yang berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat berbasis kearifan lokal adalah peran yang paling penting dalam pembangunan di gampong mengingat kondisi saat ini banyak kearifan lokal yang di kesampingkan dan bukan prioritas sehingga itu menjadi salah satu faktor dalam menghambat pembangunan di gampong. Dari sekian jumlah penduduk se indonesia terdapat 24, 5 persen yang di dominasi oleh kelompok usia produktif ( tahun) dengan serapan tenaga kerja sampai dengan jumlah tenaga kerja per/tahun oleh sebab itu Peran pemuda sangatlah diharapkan dan penting dalam pembangunan apabila pembangunan itu dapat berjalan dengan optimal akan memberi peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakat di Gampong. 22

31 Pengelolaan potensi kearifan lokal apabila dikembangkan akan menimbulkan dampak yang besar bagi pembangunan yang akhir nya dapat menciptakan dan melahirkan produk unggulan Gampong serta meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat. Untuk menuju sukses nya pembangunan di gampong sangat dibutuhkan keterlibatan pemuda sebagai penopang pembangunan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Mampu memberikan informasi pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. b. Menggali dan mengelola potensi-potensi yang ada di gampong c. Sebagai wadah aspirasi bagi masyarakat. d. Selalu mengedepankan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi e. Menjadi ujung tombak pembangunan di Gampong. Pendanaan pembangunan kawasan gampong dapat didanai dari anggaran Pusat (APBN) APBA Provinsi dan APBK kabupaten/kota serta APB Des. Dilengkapi dengan Dokumen perencanaan anggaran yang diproses melalui RPJM. Dalam proses pelaksanaan nya juga tidak luput dari pengawasan, monitoring dan Evaluasi. 23

32 PEREMPUAN PURUN SERASI PENERAPAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS KEBUDAYAAN LOKAL DAERAH Arsi Rakhmanissazly 1, Ely Chandra Peranginangin 2 1 CSR Staff, Legal & Relations Department 2 Assistant Manager of Legal & Relations Department PT Pertamina EP Asset 1 Pangkalan Susu Field Langkat, Sumatera Utara, Indonesia arsi.rakhmanissazly@pertamina.com ABSTRAK Di era informasi, arus modernisasi dan globalisasi tak pelak semakin mengeliminiasi unsur unsur kebudayaan local (local wisdom) pada masyarakat. Tata nilai budaya yang diturunkan secara turun temurun bisa terhenti jika tidak ada usaha pelestarian ataupun penyesuaian terhadap budaya tersebut. Di sisi lain, Corporate Social Responsibility (CSR) kini dilihat tidak hanya sebagai salah satu cara untuk membangun reputasi positif dari stakeholders tetapi juga penerapan program CSR sudah dipandang menjadi salah satu bentuk cara untuk menciptakan stabilitas operasional perusahaan melalui investasi sosial (social investment). Komitmen PT Pertamina EP Asset 1 Pangkalan Susu Field (PEP) dalam investasi sosial mulai terlihat sejak tahun 2015 lalu ditandai dengan pergerakan trend program CSR dari yang semula hanya berupa donasi (charity) saja tapi perlahan bergerak dan menitikberatkan kepada program yang dapat memberikan nilai tambah (value creation) bagi masyarakat melalui program yang bersifat berkelanjutan. Program Perempuan Purun Serasi adalah salah satu program CSR PEP dengan mencoba untuk menggabungkan pilar utama pemberdayaan masyarakat (community development) dengan kebudayaan local daerah. Program ini merupakan implikasi dari hasil social mapping. Analisa evaluasi program dengan studi pengukuran Indeks Kepuasaan Masyarakat (IKM) yang menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan dibantu penilaian kualitatif pada penerima manfaat (beneficiaries). Hasil dari program ini disimpulkan dapat memberikan dampak positif dan berkelanjutan tidak hanya bagi operasional perusahaan tetapi kepada penerima manfaat yang meliputi tiga aspek, peningkatan ekonomi, pelestarian lingkungan, dan sosio budaya Kata kunci: CSR, pemberdayaan, budaya local, berkelanjutan, nilai tambah PENDAHULUAN Dilihat dari peta geografis, Desa Lubuk Kertang mempunyai garis pantai yang cukup panjang tak heran jika desa ini dikategorikan sebagai desa pesisir. Secara administrative, Desa Lubuk Kertang berada di Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat yang merupakan salah satu desa di Ring 1 wilayah kerja PT Pertamina EP Asset 1 Pangkalan Susu Field (PEP). Merunut sejarah cikal bakal Desa Lubuk Kertang berasal dari sekelompok manusia perahu yang hidupnya berpindah-pindah dari daerah satu ke daerah yang lain menggunakan 24

33 perahu/sampan dan mereka menemukan suatu tempat untuk menetap. Seiring berjalannya waktu, yang awalnya hanya sekelompok orang, kini banyak pendatang daerah ini, sehingga daerah ini menjadi sebuah perkampungan yang besar dan kini berubah menjadi sebuah desa. 2 Konon, sekelompok orang yang menetap dan membuat pemukiman adalah para pelaut suku Banjar (Kalimantan) yang berlayar ke Andalas (sekarang Sumatera). Tidak heran banyak warga masyarakat Desa Lubuk Kertang yang keturunan suku Banjar dan kini menetap di desa tersebut. Dari Suku Banjar ini pulalah diwariskan kebiasaan untuk menganyam purun (mendong). Sedikit berbeda dengan tradisi anyaman purun pada Suku Banjar, disini yang diperbolehkan untuk menganyam purun hanya khusus untuk kaum perempuan saja. Keterampilan menganyam pun diturunkan secara turun temurun dari Ibu ke anak perempuannya hingga kini. Lambat laun budaya menganyam purun menjadi kebudayaan lokal khas dari Desa Lubuk Kertang. Mengutip Hudayana (2000), kebudayaan lokal memberikan identitas dan harga diri sekaligus potensi bagi pemberdayaan ekonomi msyarakat setempat. Sebagai sebuah aktivitas ekonomi, kebudayaan local berbasis pada potensi sosial budaya yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Bahkan, tidak itu saja, ia juga berbasis pada sumberdaya alam setempat sehingga mengungkapkan kekuatan ekonomi masyarakat setempat. 3 Bagai dua sisi mata pedang, efek modernisasi secara tidak langsung menggerus budaya local kerajinan khas daerah ini. PEP kemudian mengambil inisiatif untuk mulai menginisiasi program CSR di desa tersebut. CSR merupakan bentuk translasi dari pendekatan sustainable development pada institusi bisnis (Talioris, 2016: 3) 4. Melalui studi social mapping didapati bahwa masih ada kelompok kelompok masyarakat yang melestarikan kerajinan anyaman purun yang dilakukan oleh kaum perempuan Desa Lubuk Kertang. PEP mencoba untuk menggabungkan pilar utama pemberdayaan masyarakat dengan kebudayaan local 2 Dokumen Social Mapping Desa Lubuk Kertang (p.38) 3 Hudayana, Bambang Kebudayaan Lokal dan Pemberdayaannya. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol.3, No.3, Maret 2000: ( ), (hlm.296). 4 Komara Yuda, Tauchid Memaknai Ulang Corporate Social Responsibility: Upaya Mewujudkan Fair Responsibility. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 19, No. 3., Maret (hlm. 201). 25

34 daerah melalui program Perempuan Purun Serasi. Strategi yang digunakan pada program ini yaitu dengan memperkuat potensi atau daya dari budaya menganyam yang dimiliki masyarakat (empowering) setempat dengan tujuan membentuk suatu wadah masyarakat yang mandiri dan berdaya. Selain untuk pelestarian budaya lokal menganyam purun, dampak yang diharapkan dari program ini adalah menjadi katalisator peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat (kelompok). Target dari program ini adalah kaum perempuan (non aktif) yang masih termasuk dalam golongan marjinal di desa tersebut. Sehingga, perempuan tidak hanya berperan sebagai pelaku ekonomi pasif saja tetapi dapat berperan besar dalam mewujudkan tatanan ekonomi di masyarakat. Melalui program ini juga diharapkan dapat menjawab tantangan issue global melalui SDG s Goal 1 : No Poverty (Memerangi Kemiskinan) dan Goal 5: Gender Equality (Kesetaraan Gender). 5 TINJAUAN PUSTAKA Skema CSR hadir sebagai salah satu alat untuk melihat komitmen perusahaan dalam menginternalisasi eksternalitas aspek lingkungan dan sosial. Program pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat membantu penguatan kapasitas masyarakat untuk dapat mandiri. Hal tersebut senada dengan paradigm pembangunan sosial kini yang mengutamakan peran aktif masyarakat sebagai titik sentral pembangunan (people central development) guna menjawab kebutuhan masyarakat setempat. 6 Selain, pemberdayaan (empowerment) terdapat tiga pilar utama lain yang dijadikan landasan bagi PEP dalam menjalankan program CSR yaitu; pembangunan fisik (infrastructure), donasi (charity) dan peningkatan kapasitas (capacity building). Program Perempuan Purun Serasi adalah salah satu program CSR PEP yang diharapkan dapat memberikan dampak positif secara berkelanjutan tidak hanya bagi operasional perusahaan tetapi terlebih kepada penerima manfaat baik dari sisi peningkatan ekonomi, kelembagaan, maupun secara sosio budaya Saharuddin Pemberdayaan Masyarakat Miskin Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. April (hlm 17 44). 26

35 Social mapping adalah salah satu dari banyak pendekatan yang dipakai dalam perencanaan program pemberdayaan masyarakat. 7 Menurut Twelvetrees, social mapping adalah proses pendampingan masyarakat agar dapat meningkatkan potensi dari masyarakat itu sendiri dengan melakukan tindakan kolektif. 8 Rekomendasi dari pendekatan social mapping yang kemudian PEP gunakan sebagai dasar sebelum membuat rencana strategis program. 1. Social Mapping; Program Recommendat ion 2. Strategic Plan 3. Year Plan 4. Implementation 5. Monitoring and Evaluation Gambar 1. Siklus CSR Program Dalam konteks program ini, penilaian kinerja akan dikaitkan erat dengan kepuasan masyarakat terhadap perusahaan dan juga para staff yang melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat. Oleh karena itu, untuk penilaian keefektivitasan program kami menggunakan studi IKM sebagai evaluasi. Hasil pengukuran tersebut diukur secara kuantitatif dan kualitatif dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Survey IKM bertujuan untuk mengetahui performa program secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan rencana program dalam rangka peningkatan kualitas program selanjutnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Program Perempuan Purun Serasi sudah dimulai sejak akhir 2016 melalui rekomendasi program bidang pemberdayaan dari social mapping yang dilakukan di Desa Lubuk Kertang. Proses pemberdayaan pada program ini berlangsung dalam tiga tahap yaitu tahap penyadaran, peningkatan kapasitas dan pemberian daya. Bersama dengan Kelompok Serasi sebagai penerima manfaat (beneficiaries) sekaligus aktor sentral dalam program ini, PEP mencoba menerapkan pengelolaan 7 Twelvetrees, A. (1991). Community Work (2 nd edn). London: Macmillan. 8 Suharto, Edi. Metode and Teknik Pemetaan Sosial. Retrieved from: 27

36 berkelanjutan dalam tiga aspek dasar 1. Lingkungan, 2. Pelestarian Budaya Anyaman dan 3. Peningkatan perekonomian bagi masyarakat. 9 Tabel 1. Rekap Kegiatan Proses Pemberdayaan Masyarakat Program Purun Serasi Tahun Proses Pemberdayaan Masyarakat Penyadaran Peningkatan Kapasitas Pemberian Daya 2016 Pembentukan kelompok Pelatihan dasar anyaman Bantuan alat (mesin giling purun) lokal Pemasaran produk di Galeri Train of Trainer Cinde Mate Penguatan kelembagaan Studi banding ke Partisipasi bahan baku Gamplong, Bantul pendamping produk Pemasaran produk di Galeri 2017 Pelatihan pengembangan Ajang Ambe Pelatihan manajemen keuangan produk baru Pemasaran produk di pameran regional Penguatan kelembagaan Pelatihan kreasi anyaman Partisipasi pembangunan lokal workshop Serasi 2018 Legalisasi organisasi Penetapan AD/ART Peningkatan kualitas produk Sumber: Laporan Implementasi Program Perempuan Purun Serasi. Pengembangan inovasi IPAL Pengembangan pemasaran online melalui sosial media Pada awalnya Program Perempuan Purun Serasi diharapkan hanya menjawab permasalahan pelestarian budaya anyaman purun di Desa Lubuk Kertang. Namun, seiring dengan perkembangannya implementasi dari program ini mampu menciptakan dampak berlapis (multiplier effect) yaitu dalam aspek ekonomi, lingkungan dan sosial bagi masyarakat setempat. Adanya pertumbungan dan aktivitas ekonomi baru dari program ini menjadi salah satu tanda keberlanjutan dari program community development yang PEP jalankan. A. Aspek Ekonomi Salah satu proses pemberdayaan yang PEP lakukan pada tahap penyadaran (lihat Tabe1 1) adalah pelatihan manajemen keuangan bagi kelompok. Untuk melihat pergerakan penjualan per bulan dilakukan dengan cara penghitungan secara kuantitatif (lihat Grafik 1). Dari hasil penjualan per bulannya terlihat ada peningkatan dari tahun 2017 lalu, peningkatan tersebut juga menunjukkan peningkatan pendapatan bagi anggota kelompok. Kelompok menerapkan system 9 Dokumen Rencana Strategis Program Perempuan Purun Serasi * Update data sampai Agustus

37 bagi hasil yang didapat dari penjualan produk untuk setiap anggota setelah dipotong dengan kas iuran anggota. Berikut trend penjualan produk di tahun 2017 sampai 2018* Trend Perbandingan Penjualan Produk Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Des 2018* 2017 Sumber: Laporan Monitoring Program Perempuan Purun Serasi Grafik 1. Trend Perbandingan Penjualan Produk Purun B. Aspek Lingkungan Sebelum dilakukan pelatihan kreasi anyaman purun, produk yang kelompok hasilkan berupa alat bantu tradisional kegiatan rumah tangga seperti cucian beras, tempat ikan, dan juga topi caping lebar untuk petani ladang dan nelayan. Purun yang awalnya dipandang gulma tidak bermanfaat menjadi berkah bagi kelompok ini. Tahun Tabel 2. Total Limbah Purun Termanfaatkan Berat 1 ikat purun (20 kg) Rata rata penggunaan purun / bulan Total limbah purun termanfaatkan (ton/th) , ,4 Sumber: Rekap Pemanfaatan Limbah Non B3 Dampak lingkungan lain yang ditimbulkan dari program ini selain pemanfaatan gulma purun adalah reduksi air limbah non B3 dari proses pewarnaan 29

38 purun. Pengenalan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) Non B3 merupakan salah satu inovasi dalam pengolahan air pewarnaan purun. Periode Tabel 3. Total Air Limbah Non B3 Terolah Volume 1 tong air pewarnaan (50 liter) Rata rata pewarnaan / bulan Total Air Pewarnaan Terolah (liter) TW I TW II TW III* Sumber: Laporan Monitoring Program CSR bulanan C. Aspek Sosial Budaya PEP melakukan studi evaluasi pada setiap program yang dijalankan agar dapat mengukur bagaimana suatu program efektif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. PEP menggunakan studi Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) untuk melihat evaluasi akhir program setiap tahun. Tabel 4. Indeks Kepuasan Masyarakat Program Perempuan Purun Serasi No. Aspek/Unsur Penilaian Nilai Aspek/ Unsur Nilai Kinerja 1 Komitmen Perusahaan 3,2 Baik 2 Pelibatan Masyarakat 2,5 Kurang baik 3 Kesesuaian Program Dengan Kebutuhan 3,8 Sangat baik Masyarakat 4 Kontinuitas Program 3,7 Sangat baik 5 Kesesuaian Pelaksanaan dengan Perencanaan 3,8 Sangat baik 6 Kecepatan menanggapi masalah 3,8 Sangat baik 7 Keadilan dalam penyelenggaraan Program 3,6 Sangat baik 8 Tanggung Jawab Petugas di Lapangan 4 Sangat baik 9 Kemampuan Petugas di Lapangan 3,8 Sangat baik 10 Perilaku petugas di lapangan 4 Sangat baik 11 Kewajaran Biaya 3,6 Sangat baik 12 Kerjasama perusahaan dengan stakeholder 3,1 Sangat baik 13 Efektivitas Program 4 Sangat baik 14 Keamanan Pelaksanaan Program 3,7 Sangat baik TOTAL 42,8 Jumlah Responden 9 orang Nilai Indeks 89,25 Sangat Baik Sumber: Studi Indeks Kepuasan Masyarakat Program Perempuan Purun Serasi Dari Tabel 4 dapat dilihat hasil IKM pada Program Perempuan Purun Serasi dikategorikan sangat baik dengan nilai indeks sebesar 89,25. Walaupun begitu, pada unsur 30

39 pelibatan masyarakat PEP diharapkan dapat lebih berkolaborasi dengan kelompok untuk menyesuaikan rencana kerja program di tahun yang akan datang. Dampak sosial lain yang dirasakan adalah keterikatan anggota kelompok ditandai dengan komitmen kehadiran para anggota setiap hari produksi walaupun secara jumlah terjadi penurunan jumlah anggota namun secara kualitas kelembagaan dikategorikan baik. Pelestarian budaya anyaman purun pun kembali mendapat tempat di masyarakat terlihat dari banyaknya kunjungan baik perorangan maupun kedinasan ke Workshop Perempuan Purun Serasi. Pemasaran secara online melalui media sosial instagram juga berperan dalam menciptakan buzzing efect pengenalan produk lebih luas lagi. Kelompok Perempuan Purun Serasi juga telah mendapatkan publikasi dari media lokal maupun regional seperti TVRI, AnTV, DAAI TV. Puncaknya adalah kunjungan dari Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Ibu Siti Nurbaya, ke Lokasi Ekowisata Mangrove dan Workshop Perempuan Purun Serasi pada bulan Mei 2017 lalu. KESIMPULAN & SARAN Dapat dilihat dari dampak yang dihasilkan bahwa sinergitas antara perusahaan dan masyarakat bukanlah sebuah keniscayaan. Melalui CSR perusahaan dapat menciptakan stabilitas sosial dan menurukan tingkat resistansi dari masyarakat. Walaupun belum bisa menjawab penuh permasalahan yang ada di masyarakat namun melalui komitmen perusahaan terhadap terselenggaraanya CSR diharapkan dapat meningkatkan social engagement dan reputasi positif bagi perusahaan. 31

40 TAPEUGOT AKHLAK LEUBEH JROH DARIPADA GEUDONG MEUTINGKAT Muhammad AR Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Ar-Raniry-Darussalam-Banda Aceh ABSTRAK Kajian ini bertujuan untuk mengetahui dengan pasti apakah TAPEUGOT AKHLAK LEUBEH JROH DARIPADA GEDONG BERTINGKAT (pembangunan akhlak lebih utama daripada membangun gedung bertingkat) ataukah memang ianya harus berjalan secara seimbang. Hal ini perlu dibuktikan secara meyakinkan baik melalui riset lapangan ataupun riset kepustakaan. Walau bagaimanapun, kajian ini adalah kajian pustaka, yaitu dengan menggali sumber bacaan yang tersedia atau hasil kajian (riset) yang telah dijalankan oleh para peneliti. Menurut sumber-sumber yang shahih baik itu yang terdapat di dalam al- Qur an ataupun di dalam banyak Hadis Rasulullah saw bahwa membangun akhlak manusia jauh lebih penting daripada membangun gedung-gedung yang tinggi (geudong meutingkat) lagi mewah, jalan-jalan raya atau tol, tempat-tempat hiburan, alat-alat transportasi yang mewah dan alat-alat telekomunikasi yang canggih. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa Rasulullah saw pertama sekali mengemban misinya ke dunia ini adalah untuk membangun akhlak manusia yang sudah mencapai titik nadir di zaman jahiliyah. Pembangunan ala Rasulullah adalah lembaga pendidikan yaitu Darul Arqam dan kemudian beliau membangun mesjid dan disitulah mulai membangun akhlak manusia. Ketika akhlak sudah terbangun dengan mulia kemudian mereka fokus membangun negara dan memperlebar dakwah dan territorial. Rasanya membangun Aceh perlu dimulai dengan membangun akhlak manusia lebih dahulu dan pembangunan ini adalah sangat penting. Kata Kunci: Pembangunan akhlak, (geudong meutingkat) gedung bertingkat, alat komunikasi PENDAHULUAN Rasulullah saw merupakan uswah atau qudwah dalam menjalankan kehidupan di dunia ini dan demikian pula para sahabat beliau yang merupakan pengikut setia baik dalam berakhlak maupun dalam bermuamalah. Jika kita mengikuti akhlak baginda Nabi saw dan akhlak para sahabatnya, maka kita akan selamat dalam mengharungi bahtera kehidupan di dunia dan akhirat 10. Rasulullah saw diutus ke dunia ini pertama sekali menjalankan missi utamanya adalah untuk memperkenalkan budi bahasa, tatakrama, sopan santun atau akhlak yang mulia kepada masyarakat Arab pada awal Islam. Atau dengan bahasa Aceh disebut Nabi diutus untuk tapeugot (memperbagus) akhlak manusia. Oleh karena itu membekali 10 Muhammad Abdurrahman. (2018). Pendidikan Karakter Bangsa. Banda Aceh : Adnin Foundation Publisher, hal

41 seorang anak dengan akhlak mulia adalah lebih utama dan penting dilaksanakan oleh setiap rumah tangga. Dalam pepatah Aceh sering kita dengar meunyoe ate hana teupeh bak kreh jeut taraba, meunyoe hate kateupeh bu leubeh han geupetaba. Artinya kalau bergaul dengan orang Aceh jangan coba-coba menyakiti hatinya, namun kalau pandai mengambil hati mreka, mungkin semua permintaannya dikabulkan. Ini sangat erat kaitannya dengan sopan santun yang harus dijaga jika bergaul dengan masyarakat Aceh. Sesungguhnya jika kita ingin membangun sebuah rumah atau sebuah bangunan, maka bangunlah fondasinya yang kua1t terlebih dahulu. Fondasi yang terkuat dan terpenting adalah akhlak mulia. Demikian pula jika kita hendak membangun sebuah negara, bukan gedung-gedung yang tinggi yang pertama dibuat, bukan pula jalan-jalan raya (highway) dan alat transportasi yang canggih yang pertama di sediakan, akan tetapi bagaimana mendidik anak-anak bangsa agar mampu merawat gedung dan bangunan serta alat-alat yang canggih tersebut sesuai dengan adat budaya kita yang islami. Bagaimana mengisi gedung sebagai tempat untuk mendidik dan membekali generasi muda dengan iman dan akhlak mulia, bagaimana melahirkan orang-orang yang menggunakan jalan raya agar tidak sombong berjalan di muka bumi. Demikian pula kalau kita hendak membuat mesjid atau tempat ibadah lainnya, maka perlu mencetak orang-orang yang akan memakmurkan mesjid lebih dahulu dan orang-orang dermawan sehingga jika mesjid dipenuhi oleh orang-orang yang dermawan dan beriman akhirnya merekalah yang akan memakmurkan tempat ibadah tersebut. Merekalah yang akan mengisi dan menjadi calon-calon generasi yang berakhlak mulia di masa depan. Negara-negara Barat dan Eropa mungkin dari segi pembangunan infrastruktur sudah memadai dan sangat perfek. Namun jika dilihat dari pembangunan mental spiritual atau pembangunan dalam segi akhlak sangat tidak sebanding. Pemahaman mereka terhadap akhlak atau moral hanya terbatas pada budaya tidak boleh minum minuman keras di tempat umum, tidak boleh mengenderai dalam keadaan mabuk, tidak boleh merokok di tempat umum dan di ruangan yang ber-ac, dan tidak boleh memaksa wanita kecuali senang sama senang. Tidak boleh melakukan tindakan amar makruf dan nahi mungkar walau terhadap anak sendiri jika mereka sudah baligh. Anak lelaki yang sudah baligh 33

42 boleh membawa perempuan ke rumahnya walau tidak menikah, dan demikian pula anak perempuan yang sudah baligh boleh membawa lelaki ke rumahnya asalkan senang sama senang. Kalau kita melarang artinya kita melanggar hak azasinya, dan kita sebagai orang tua atau walinya bisa dilaporkan kepada pihak berwajib atau polisi karena kita telah melanggar hak mereka. Ini adalah kebebasan dan tidak boleh dilanggar dan secara moral tidak bermasalah. Perbuatan seperti ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai akhlak Islam. Persoalan-persoalan tersebut merupakan tabu dalam measyarakat Aceh karena melanggar kesusilaan. Malah kalau ibu bapak melihat seorang pemuda yang baik akhlaknya, maka mereka sangat senang hati menjadikannya sebagai menantunya. Tapeugot Akhlak Leubeh Jroh Daripada Geudong Meutingkat Akhlak adalah kebiasaan dan sikap yang tertanam dalam jiwa yang terjelma dalam setiap tindakan manusia secara spontan tidak perlu pikir panjang. Akhlak muncul dari penghayatan rohani yang menggerakkan dan serta melahirkan tingkah laku. Akhlak adalah hubungan manusia dengan Allah (Pencipta), hubungan manusia dengan makhluk yang lain dan juga hubungan dengan sesama manusia. Akhlak boleh dibentuk, diperoleh dan dipelajari. Pembentukan akhlak lebih baik melalui suri tauladan dan kebiasaan-kebiasaan daripada pengajaran secara formal. Akhlak sesuai dengan fithrah manusia dan akal sehat serta dapat memnuhi kebutuhan hidup manusia baik kebutuhan individu maupun kehidupan secara berkelompok. 11 Maknya dalam masyarakat Aceh tapeugot akhlak (memperbaiki akhlak) jauh lebih penting daripada membangun geudong meutingkat (gedung atau bangunan bertingkat). Untuk apa infrastruktur kita lebih hebat dan canggih, kalau akhlak masyarakat kita sangat bobrok. Akhlak itu adalah cerminan keimanan, dan iman tersebut adalah sebagai saringan amal perbuatan nyata. Iman akan menolak semua akhlak buruk atau perbuatan yang tercela karena ianya tidak sesuai dengan fithrahnya yang tunduk dan tha at kepada Allah dan tidak akan melakukan maksiat kepada-nya. 12 Syakh 11 Noor Hisham Md Nawi. ( Konsepsualisasi Semula Kurikulum Pendidikan Islam. Tanjong Malim, Perak-Malaysia: Penerbit Univrrsiti Pendidikan Sultan Idris, hal Muhammad Abdurrahman. (2016). Akhlak: Menjadi Seorang Muslim Berakhlak Mulia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada 34

43 Muhammad Rasyid Ridha menjelaskan bahwa akhlak adalah al-aqli yaitu akal pikiran. Artinya akal pikiran memancarkan akhlak. Jika akal pikiran manusia bersandarkan pada wahyu (al-qur an) sudah tentu ianya akan melahirkan akhlak mulia. 13 Selanjutnya Ibnu Maskawaih, seorang ahli falsafah Islam, berpendapat bahwa jika akal berpikir secara spontan maka akhlak juga melakukan hal yang sama. Artinya akhlak itu bepikir secara spontan pula dan ianya tanpa harus berpikir lebih dahulu. 14 Sementara al-ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang, yang menimbulkan sesuatu perbuatan dengan mudah dilakukan tanpa berpikir panjang. 15 Husain Ahmad Amin mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw sebagai pembawa risalah, sebagai pembina ummat, dan sebagai pendiri sebuah kedaulatan. Dia tumbuh dan dewasa di tengah-tengah lingkungan masyarakat yang brutal, rusak akhlaknya, fanatik terhadap sukunya, dan hidup dalam msyarakat yang terjadi gap (celah) antara yang kaya dan miskin. Namun demikian Muhammad saw mampu merobah tradisi jahiliyah kepada situasi islamiyah, dari tradisi suka berperang menjadi suka berdamai dan toleran, dari tardisi yang bakhil menjadi tradisi pemurah dan yang menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak, yang mengutamakan persaudaraan dan menjaga ukhuwah. 16 Suatu bangsa atau sebuah negara akan mencapai puncak kegemilangannya atau kesuksesannya jika warga negaranya terdiri dari orang-oramh yang berbudi luhur atau berakhlak mulia. Namun sebaliknya jika penduduk sebuah negara terdiri dari orang-orang yang buruk akhlaknya maka negara bangsa tersebut akan mengalami keruntuhannya. 17 Pembinaan akhlak seseorang dimulai dari rumah tangga, dan kalau rumah tangga mampu mewariskan pendidikan yang beretika dan 13 Lihat Syaikh Rasyid Ridha dalam Mardzelah Makhsin (ed.). (2003). Pendidikan Islam. Bentong, Pahang Darul Makmur, Malaysia. Hal Lihat Ibnu Maskawaih dalam Mardzelah Makhsin (ed.). (2003). Pendidikan Islam. Halaman Lihat Al-Ghazali dalam Muhammad Abdurrahman. (2016). Akhlak: Menjadi Seorang Muslim Berakhlak Mulia. Jakarta: PT RajaGrafindo Perkasa, halaman Lihat Husain Ahmad dalam Muhammad Abdurrahman (2018). Pendidikan Karakter Bangsa. Banda Aceh: Adnin Foundation Publisher, halaman Ahmad bin Mohd Salleh dalam Muhammad AR. (2001). Masyarakat Islam dan Pendidikan, Ar- Raniry, Media Kajian Keislaman, edisi :September 2001-Februari 2002, halaman 26 35

44 kehidupan harmonis serta penuh kesopanan, maka akan lahirlah di rumah tangga tersebut orang-orang yang berakhlak mulia. 18 Islam claims to be a comprehensive way of life for mankind and not constrained by the artificial differences of race, nationalty or color.... Hence, in order for developments effort to be regarded as worship, these too have to manifest from the above said guidance of the Almighty. It follows therefore that spiritual and material development should not be separated, but rather, developed concomitantly. 19 (Islam adalah sebuah agama ( pandangan hidup) yang komprehensif (sempurna) bagi manusia dan tidak membedakan ras dan warna kulit...oleh karena itu segala upaya pembangunan dianggap sebagai ibadah, upaya-upaya tersebut wujud dalam bimbingan yang Maha Kuasa. Sebab itu pula pembangunan sipiritual dan pembangunan material tidak boleh dipisahkan, ianya berjalan secara beriringan. Artinya antara pembangunan negara dan pembangunan akhlak manusia harus seimbang. Theodore Roosevelt, mantan presiden America, mengatakan bahwa to educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman marabahaya kepada masyarakat). Artinya manusia bukan hanya mencari bekal di dunia ini akan tetapi bekal akhirat sangat diperlukan. Kemudian Dr. Martin Luther King juga berkata bahwa Intelligence plus character... that is the goal of true education. (Kecerdasan plus karakter...itu adalah tujuan akhir dari pendidikan). Development is more than the sum of simple technology, simple economics and simple management. 20 (Pembangunan lebih daripada sejumlah teknologi yang sederhana, ekonomi dan sejumlah managemen yang sederhana). Dalam pandangan Islam, pembangunan itu dibingkai dalam koridor Al-Qur an dan Sunnah. Kedua sumber ini merupakan landasan semua jenis pembangunan. Oleh karena itu pembangunan gedung-gedung dan infrastrukur lainnya harus melihat apa 18 Muhammad AR. (2001). Masyarakat Islam dan Pendidikan, Ar-Raniry, Media Kajian Keislaman, edisi :September 2001-Februari 2002, halaman Aidit Ghazali. (1990). Development : An Islamic Perspective. Petaling Jaya, Selangor, Malaysia: Pelanduk Publications, halaman Bauer, P.T., (1976). Dissent on Development. London, U.K.: Weidenfeld and Nicholson. 36

45 untung ruginya dan azas manfaatnya bagi kehidupan manusia serta tidak melanggar tatakrama yang telah digariskan oleh ajaran Islam. 21 Islam tidak melarang dan menghambat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun Islam menentukan dengan seksama kemana arah teknologi tersebut dihadapkan. 22 Oleh karena itu dalam rangka membangun Aceh ke depan perlu disokong oleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan Pemerintah Aceh pun perlu memberikan beasiswa kepada putra putri terbaik Aceh untuk menlanjutkan studinya agar ketika mereka selesai nanti akan membangun Aceh yang bermartabat dan dapat membahagian msyarakat Aceh dunia dan akhirat, dengan demikian dapat melakukan integrasi ilmu tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya. 23 Era globalisasi sangat berpengaruh pada pergerseran nilai-nilai moral dan budi perkerti anak. Hal ini disebabkan oleh munculnya tehnologi informai yang begitu pesat.semua kejadian dibelahan bumi dengan cepat tersebar dan dunia ini seperti tanpa batas.moral generasi muda semakin menipis karena tidak ada lagisaringannya ke cuali iman pada setiap individu. Anak akan mengalami degradasi moral jika tidak dibekali dengan pendidikan budi pekerti atau akhlak. Orang tua terus memantau pergerakan anak dan pembangunan phisk menjamur sementara pembanguan moral spiritual hampir tidak diminati. 24 Dalam pepatah Aceh sering disebutkan meunyoe meuh adak tatiek lam tumpok ek tetap jadi meuh (Emas itu tetap menjadi emas walaupun dilempat ke tengah-tengah tumpukan kotoran) dan tidak akan merobah warnanya walaupun telah bercampur aduk dengan kotoran. PEMBAHASAN Akhlak/moral/budi pekerti adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia sehari-hari dan dalam Masyarakat Aceh akhlak mulia mendapat 21 Aidit Ghazali. (1990). Development : An Islamic Perspective... halaman Muhammad Wasiullah Khan (ed.) (1981). Education and Society in the Muslim World. Halaman 2 23 Mustanir Yahya. Aceh, Dan Kebutuhan SDM Bidang Sains-Teknologi KALAM, Jurnal Agama dan Sosial Humaniora, Vol. 3, No. 1, Lihat Sam Mukhtar Chaniago dan Tuti Tarwiyah Adi dalam Syarifuddin Pengembangan Pendidikan Berdimensi Budi Pekerti Progresif, Journal of Multiperspective Eduction Volume 1, Number 2, January

46 tempat yang istemiewa. Rasulullah saw mengemban tugas pertamanya dalam ketika awal Islam adalah memperbaiki akhlak manusia yang sudah jauh menyimpang dari adat istiadat dan tatakrama kemanusiaan. Dengan diutusnya Nabi Muhammad saw., maka pembangunan akhlak manusia secara umum tuntas dan hasilnya bisa dilihat bagaimana akhlak para sahabat, baginda dan umat Islam pada awal Islam. Dan baginda Nabi saw sendiri merupakan sosok yang sangat baik akhlak nya dan ini mendapat pengakuan Allah dalam al-qur an Surat Al-Qalam ayat 4. Akhlak mulia bukan hanya dikhususkan untuk pribadi, tetapi bagaimana bergaul dengan ibu bapak, dengan guru, dengan sesama muslim, dengan ulama, umara dan orang lain serta dengan lingkungan kita sekaliun dimana kita berada. Semua ada tatcaranya tersendiri dalam bergaul, karena itu membangun akhlak jauh lebih utama daripada membangun yang lainnya. Persoalan pentingnya akhlak adalah bukan hanya diakui oleh umat Islah semata, akan tetapi orang non-muslim-pun sangat mengutamakan nilai-nilai moral itu harus tetap dijaga atau dilestarikan. Islam tidak anti terhadap pembangunan dan technologi moderen sepanjang tidak mengabaikan nilai-nilai agama (syari at Isam). Namun yng perlu dipikirkan adalah kemana arah teknologi tersebut, apakah untuk memberi kemudahan kepada manusia dan makhluk-makhluk lainnya atau dibuat hanya untuk menghancurkan kehidupan manusia dan makhluk Allah yang lain. Misalnya tehnologi membuat senjata pemusnah khususnya untuk memusnahkan manusia seluruh pendudukdan lingkungannya, maka tehnologi ini bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan nilai-nilai akhlak Islam, dan tenologi informasi yang dapat merusak otak anak-anak dan akhlak generasi muda, maka tehnologi seperti ini lebih baik tidak digunakan secara salah atau ditempat yang mrnyimpang. KESIMPULAN DAN SARAN Sesungguhnya tapeugot (membangun) akhlak sangat penting dan sangat diharapkan oleh semua pihak dalam masyarakat Aceh dan juga oleh masyarakat Islam secara umum. Karena akhlak merupakan jatidiri sebuah bangsa, jika akhlak sebuah bangsa merosot atau bobrok, maka tidak lama lagi negara tersebut akan ikut hancur bersama hancurnya akhlak bangsanya. Manusia yang baik akhlaknya akan 38

47 selamat dan mencapai keharmonisan dalam kehidupannya baik di dunia dan di akhirat. Orang yang berakhlak mulia tetap eksis walau hidup di era globalisasi dan di zaman moderen ini. Diharapkan kepada setiap rumah tangga khususnya orang tua perlu berpikir extra dalam mendidik anak-anaknya dan membekalinya dengan akhlak mulia. Kemudian peran masyarakat luas dan pemerintah juga tidak boleh melepaskan diri dalam menjaga dan memelihara akhlak generasi muda 39

48 PARIWISATA PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL SEBAGAI MODAL PEMBANGUNAN EKONOMI MASYARAKAT SEBUAH STUDI ANALISIS ISI (CONTENT ANALYSIS) TERHADAP POSTINGAN INSTAGRAM (GENPI) ACEH Fitrianti, M.HsCM ABSTRAK Kearifan lokal Indonesia yang bervariasi adalah berkah bagi Indonesia khususnya untuk pembangunan di 40ector pariwisata. Kearifan lokal ini merupakans ebuah pesona dan magnet tersendiri bagituris untuk datang dan menikmati keindahan negeri ini. Oleh sebab itu, pemanfaatan maksimal terhadap kearifan local ini akan menjadi faktor penyumbang bagi pembangunan ekonomi masyarakat sekitar objek wisata (destination spots). Salah satu cara untuk menarik minat pengunjung ke Indonesia adalah dengan memaksimalkan usaha menjual dan mempromosikan potensi pariwisata berdasarkan kearifan lokal (local wisdom based tourism) yang kita miliki ke seluruh polosok dunia. Terlebih saat ini keberadaan internet (ICT) sangat membantu kita dalam berinteraksi secara digital tanpa batas waktu, jarak dan tempat. Keterlibatan anak- anak muda Indonesia dalam berinteraksi dengan internet sangat besar. GenPI atau Generasi Pesona Indonesia adalah kumpulan pemuda- pemudi Indonesia yang dibentuk oleh kementrian pariwisata Indonesia dengan tujuan untuk membantu pemerintah mengkampanyekan potensi pariwisata Indonesia secara digital. Dengan menggunakan teknik konten analysis (analisis ini), penelitian ini menghasilkan bahwa postingan-postingan di Instagram GenPI wilayah Aceh sangat positif dan membantu mempopulerkan kearifan lokal yang ada di daerah paling ujung pulau Sumatera ini sebagai daya tarik wisatawan. Namun, keberadaan GenPi masih kurang terdengar sehingga tidak banyak anak-anak muda Aceh yang terlibat dalam komunitas sadar wisata ini. PENDAHULUAN Indonesia dikaruniai oleh Allah SWT dengan kekayaan yang berlimpah. Kekayaan yang dikandung negeri ini tidak hanya terbatas pada kekayaan alam yang kasat mata saja seperti kekayaan darat, laut dan hasil bumiyang melimpah ruah. Nilai dan elemen kearifan lokal yang unik dan berbeda dari negara- negara lain juga merupakan kekayaan tak ternilai yang dimiliki Indonesia. Elemen kearifan lokal Indonesia meliputi kekayaan budaya, kuliner, bahasa, seni dan pertunjukan perbedaan agama dan kepercayaan dan banyak lagi. Hal ini menjadi sebuah nilai tambah (value added) dan keunikan (uniqueness) tersendiri bagi negeri ini yang menjadi modal besar dalam membangun negeri ini, khususnya dalam sektor industri pariwisata. Menyadari hal ini, pemerintah Indonesia dalam hal ini kementerian pariwisata semakin gencar mempromosikan pariwisata Indonesia di dalam dan di luar negeri. 40

49 Keseriusan pemerintah Indonesia pada umumnya dan pemerintah Aceh khususnya dalam menggarap sector wisata daerah sangat besar. Pemerintah terus melakukan berbagai langkah untuk membenahi dan mempromosi sektor pariwisata nasional. Pemerintah saat ini menargetkan 20 ribu wisataman datang ke tanah air di tahun Pemerintah berusaha menjadikan pariwisata sebagai sector unggulan untuk menambah kas negara yang diikuti dengan sector pertanian di peringkat kedua dan energy diperingkat ketiga 25. Menurut laporan kerja Kementerian Pariwisata, pada tahun 2015, jumlah pekerja di bidang pariwisata Indonesia tercatat berjumlah juta orang, yaitu kira-kira sebesar 9% rakyat Indonesia menekuni bisnis pariwisata 26. Tidak heran jika pada tahun 2016 sector pariwisata berhasil menyumbangkan sekitar 4% dari total perekonomian negara, jumlah ini diharapkan meningkat dua kali lipat pada tahun Disatu sisi perkembangan dan kemajuan sektor pariwisata semakin maju dan berkembang, namun di sisi lain persaingan di sektor industry pariwisata dunia juga semakin ketat. Tantangan yang dihadapi bertambah komplit di dunia digital saat ini dimana semua informasi bisa di akses dengan mudah dan cepat dengan hanya sekali klik dari komputer atau handphone. Oleh karena itu, untuk menarik dan memenangkan hati pengunjung, maka setiap negara atau daerah terus berusaha untuk menyajikan keunikan yang dimiliki daerahnya sebagai faktor pembeda (differentiate) antara pariwisata di daerahnya dengan daerah lain sehingga terlihat lebih unggul. Oleh karena itu, konsep local wisdom tourism mulai digaungkan di dunia pariwisata baik di level domestic maupun manca negara. Menyahuti tantangan, pada tanggal 3 Oktober 2016 Menteri Pariwisata Republik, Bapak Arief Yahya meresmikan Generasi Pesona Wisata (GenPI) yaitu sebuah komunitas yang terdiri dari anak- anak muda Indonesia yang aktif di media sosial untuk mempromosikan wisata Indonesia. Anggota GenPI tersebar di seluruh Indonesai termasuk di Provinsi Aceh. Komunitas GenPi Aceh diketuai oleh Reyhan Gufriyansyah, ia menjadi leader untuk menggerakkan pemuda- pemudi Aceh mempromosikan kekayaan pariwisata Aceh termasuk aset kearifan lokal. Kearifan lokal Aceh meliputi berbagai aspek kehidupan yaitu aspek budaya, 25 Lihat: Industri pariwisata Indonesia di 26 Lihat Laporan Akuntabilitas kinerja Kementerian Pariwisata Tahun

50 politik dan pemerintahan, ekonomi dan mata pencaharian, sosial dan kemasyarakatan, ibadah dan muamalah, pendidikan, konservasi alam dan lingkungan 27. Nilai- nilai ini adalah modal untuk daerah kita sehingga jika dikelola dengan maksimal akan menjadi asset unggulan pariwisata kita. Seperti halnya dengan komunitas GenPI di daerah lain, komunitas GenPI Aceh juga aktif mempromosikan kekayaan wisata Aceh melalui melalui sosial media seperti Blog, Instagram, Facebook dan YouTube. Salah satu akun media sosial yang aktif digunakan GenPI untuk mempromosikan kekayaan wisata Aceh adalah melalui akun sosial Instagram atau IG. Berangkat dari uraian diatasi, maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji dan melihat sejauh mana peranan generasi Pesona Indonesia Ini dalam mempromosikan kearifan lokal wisata Aceh di akun Instagram komunitas tersebut. Penulis juga melihat bahwa belum banyak penelitian serupa dilakukan di Indonesia khusunya dengan focus pariwisata kerbasis earifan local yang ada diprovinsi Aceh. Oleh karenanya, tulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baru warna yang berbeda bagi khazanah penelitian bidang pembangunan pariwisata, khususnya komunikasi pariwisata. TINJAUAN PUSTAKA 1. Membangunan Dunia Pariwisata Aceh Berdasarkan Kearifan Lokal Peumulia jamee adat guetanyoe (honoring guest is our tradition) adalah sebuah konsep keramah tamahan yang sudah mengakar dan turun temuran di kenal dalam kehidupan masyarakat Aceh. Walaupun dalam dunia pariwisata, konsep ini baru booming dan terkenal beberapa tahun belakangan sebagai sebuah konsep hospitality yang ditawarkan Aceh dalam sector pariwisata. Tidak diragukan lagi bahwa Aceh kaya akan produk dan object wisata yang tersebar di seluruh daerah di provinsi daerah Istimewa Aceh. Selain objek wisata yang kasat mata seperti laut, sungai dan gunung, masjid- masjid, tempat- tempat bersejarah, Aceh juga juga kaya wisata tidak kasat mata yaitu berupa kearifan lokalnya. Kearifan lokal negeri rencong ini tersebar mulai dari segi budaya,ragam seni dan pertunjukan, 27 Nurdin (2015), di kutip dari 42

51 politik dan pemerintahan, pendidikan ekonomi dan mata pencaharian, sosial dan kemasyarakatan, ibadah dan muamalah, pendidikan, konservasi alam dan lingkungan, dan lain-lain. Penting ditekankan disini bahwa kearifan local yang ada di Aceh juga tidak bisa di pisahkan dengan nilai- nilai yang dikandung dalam Agama Islam, karena mayoritas masyarakat Aceh adalah Muslim. Oleh sebab itu banyak produk- produk wisata local Aceh berkaitan erat dengan agama Islam dan menjadi ciri khas dan keunikan tersendiri bagi industri wisata Aceh. Kita contohkan saja dari segi budaya, seperti budaya peusijuek (tepung tawar), budaya meugang (pemotongan daging menjelang ramadhan dan lebaran), khanduri Blang dan Laot (kenduri laut dan sawah), peutroen aneuk (Turun tanah), dan prosesi peutamat qur`an (khatam Al- Qur`an). Maka tidak heran jika dalam pelaksanaannya dan penyelenggaraan kegiatan kebudayaan tersebut banyak terkandung nilai- nilai agama Islam. Contoh lainnya adalah tari saman. Tarian Saman tersirat mengandung filosofi disetiap gerakan secara, nilai dan pelajaran- pelajaran hidup yang sangat besar seperti nilai- nilai pendidikan, keagamaan, sopan santun, moral pahlawan, kompak, dan nilai kebersamaan yang diinginkan dapat dicapai oleh masyarakat 28. Nilai- nilai tersebut merupakan keistimewaan produk kearifan lokal Aceh yang berbeda dari daerah- daerah lain yang ada di Indonesia. Perbedaan-perbedaan dan keunikan- keunikan yang seperti ini adalah asset luar biasa yang dimiliki Aceh dan menjadi daya pikat tersendiri bagi calon turis dan wisatawan untuk dating ke Aceh. Nilai- nilai tersebut merupakan ciri khas sendiri dan menjadi modal pembangunan dan peningkatan taraf hidup masyarakaat sekitar. Penerapan konsep tourism development based on local wisdom ini bukanlah sebuah konsep baru terlebih di negara- negara maju yang perkembangan sector wisatanya sudah lebih maju. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa sector pariwisata merupakan salah satu antara sector terbesar penyumbang dalam mengurangi kemiskinan dan menaikan taraf ekonomi masyarakat local atau 28 Dikutip dari: pada 9 September

52 tempatan di negara tujuan tourism. Hal itu bisa diliat dari penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti dari berbagai negara seperti penelitian yang telah di lakukan oleh Pleumarom (2012)di Malaysia, Singsomboon (2014) di Thailand, di Brasil oleh Neri & Soares (2012), Gartner(2008) di Malawi. Di Indonesia sendiri beberapa penelitian yang mengkaji tentang kontribusi sector industry pariwisata ini dalam pembangunan ekonomi masyarakat local atau tempatan sudah dilakukan diantaranya oleh Vitasurya (2015) di Yogyakarta, Bali oleh Cukier (1996) dan Sutawa (2012) serta Irfan & Suryani (2017) di Lombok. Berdasarkan paparan diatas, dapat kita simpulkan bahwa penerapan tourism development based on local wisdomdi Aceh adalah sebuah langkah bijaksana, dan itu akan memnguntungkan dan memberi manfaat positif bagi pembangunan dan peningkatan ekonomi berkelanjutan masyarakat Aceh. 2. Komunikasi Pemasaran Pariwisata Dunia pariwisata semakin hari semakin hari semakin berkembang. Persaingan di industri ini juga semakin ketat, challenging dan kompetitif. Secara umum pariwisata dapat didefinisikan sebagai sebuah industry yang berkaitan dan memiliki karakteristik dengan usaha untuk membujuk dan merayu potensial konsumen (turis) untuk mendatangi dan menikmati sebuah tempat wisata. Sedangkan komunikasi pariwisata menurut Jansson (2005) dan Belletani (2014) merupakan sebuah ide dan konsep communicative action yang memiliki tujuan untuk memberikan pesan informatif mengenai tempat tujuan prariwisata kepada targetnya yaitu wisatawan 29. Oleh sebab itu sebagai salah satu langkah mempromosikan wisata local kearah yang lebih baik, maka peran komunikasi khususnya komunikasi pemasaran sangatlah penting. Menurut Shimp (2003) komunikasi dan pemasaran tidak bias dipisahkan antara satu sama lain. Konsep komunikasi pemasaran seperti dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Oleh sebab itu Shimp menyebutkan bahwa komunikasi adalah pemasaran dan pemasaran adalah komunikasi. Lebih lanjut, Kotler dan Keller (2006), mereka menyebutkan bahwa komunikasi pemasaran dapat digunakan sebagai sebuah sarana perusahaan (dalam hal ini pemerintah lokal Aceh) 29 Ibid, hal,

53 untuk memnyebarkan informasi, merayu serta membujuk dan mengingatkan konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung mengenai sebuah produk pariwisata yang akan pasarkan. Maka secaar singkat dapat disimpulkan bahwa komunikasi pemasaran adalah element penting dalam menjual sebuah produk wisata. Maka mengkomunikasikan sebuah konsep pariwisata seperti pariwisata dengan konsep berbasis kearifan lokal Aceh adalah hal yang tepat dilakukan agar dunia pariwisata Aceh survive dalam menghadapai pertarungan di sektor bisnis yang semakin komplek. 3. Pemuda dan Internet Kita patut berterima kasih kepada internet karena dengan kehadirannya telah amat banyak membantu dan memudahkan urusan manusia hari ini. Perkembangan teknologi informasi telah banyak mengubah cara hidup manusia menjadi lebih cepat dan keterbatasan waktu dan jarak tempat bukan lagi menjadi sebuah halangan dan rintangan. Hari ini hubungan antara pemuda dan teknologi internet tidak bisa di pisahkan. Dengan bantuan koneksi internet, generasi sekarang dengan mudah bisa mengaktualisasi diri. Mereka dengan mudah mengembangkan talent dan kemampuan yang dimilikinya melalui digital sehingga kreativitas itu dapat langsung disebarluaskan ke media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter, Youtube dan banyak lagi. Salah satu media sosial yang paling popular di kalangan anak muda adalah instagram (IG). Instagram adalah salah satu aplikasi media sosial yang saat sedang trend dikalangan pemuda karena memiliki kelebihan dibandingkan aplikasi media sosial lainnya. Instagram memungkinkan penggunanya untuk mengambil, memfilter dan memposting gambar, foto dan video ke media lain (Dewi, 2017). Instagram juga dilengkapi dengan fitur tag/ mention, caption dan tagar atau hashtag. Para pengguna juga bisa saling berinteraksi yaitu melaui ruang likes dan komentar (Surijah, 2017). Namun, agar dikenal di dunia maya maka penggunanya dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif agar memikat hati dan mata pengguna lain sehingga rela menjadi pengikut (follower) kita. Selain untuk akun personal, IG juga digunakan oleh kelompok- kelompok sosial, dinas dan lembaga pemerintahan dan pihak swasta. Biasanya pengguna IG menggunakan akunnya untuk beberapa 45

54 tujuan, diantaranya seperti sebagai album pribadi yaitu memposting hal- hal yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya, sebagai media promosi dan pemasaran bagi akun perusahaan atau penjual atau sebagai media informasi dan silaturhami antara pemilik dan pengikutnya. Salah satu komunitas yang aktif menggunakan instagram sebagai media promosi dan informasi adalah komunitas sadar wisata GenPI (generasi Pesona Indonesia). Komunitas ini memproduksi foto-foto, video, grafis, text story yang bagus dari destinasi wisata dan calender of events 30. Generasi pesona Indonesia ini adalah kumpulan muda- mudi Indonesia, yaitu para generasi milenial yang aktif dan mempunyai kemampuan lebih dalam dunia internet. Anggota yang tergabung dalam komunitas GenPi merupakan basis komunitas yang memililiki aktivitas rutin dan aktif dalam mempromosikan Pariwisata Indonesia baik melalui blog atau medsos kepada masyarakat luas. Pemuda- pemudi inilah dengan semangat mudanya tidak henti-hentinya membanjiri internet untuk memviralkan dunia pariwisata Indonesia. Kebanyakan dari mereka yang gabung menjadi anggota komunitas sadar wisata ini adalah merek yang memang memiliki passion di pariwisata. Setiap hari mereka mempromosikan tema-tema pariwisata di Instagram, Facebook, Twitter, YouTube, WeChat, Weibo, Line, Path, dan platform medsos lainnya 31. Secara singkat, Komunitas GenPI ini bekerja sebagai kepanjangan tangan dari kementerian pariwisata RI dan dinas- dinas pariwisata daerah. Komunitas GenPI ini sudah terbentuk dihampir semua daerah atau provinsi di Indonesia, termasuk di provinsi Aceh, yaitu disebut genpi Aceh. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk mengkaji unggahan yang berupa foto dan video- video yang di sebarkan oleh GenPI di akun instagram ini. Menurut hemat penulis, kita merasa perlu untuk melihat sejauh mana peran Genpi dalam mempromosikan dan mengkampanyenya pariwisata Aceh khususnya postingan dan video yang berkaitan dengan wisata berbasis local wisdom di Aceh. 30 Lihat: CEO Message #39 GenPI: Generasi Zaman Now. Dapat diakses di 31 Ibid,. 46

55 METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan content analysis atau analisis isi. Menurut Budd, metode pendekatan konten analisis adalah suatu metode penelitian kualitatif untuk menganalisis dan mengolah isi pesan atau informasi 32. Cokro menambahkan bahwa penelitian yang menggunakan pendekatan ini melakukan analisis mendalam terhadap isi text 33. Isi text ini berupa semua bentuk komunikasi seperti surat kabar, berita radio, iklan televise dan semua jenis dan bentuk dokumentasi lainnya. Penelitian ini memfokuskan kajian pada elemen foto dan video yang terdapat pada akun Instagram komunitas generasi pesona Indonesia wilayah Aceh. Analisis akan dilakukan terhadap isi (content) akun Instagram GenPI sebagai sumber data utama (Mayring, 2000). Tahapan atau langkah- langkah penelitian adalah sebagai berikut. Langkah pertama adalah pengelompokkan. Sebelum penulis melakukan analisis isi, penulis akan terlebih dahulu melakukan pengelompokan foto, gambar dan video- video yang di terkandung di Instagram GenPI Aceh. foto, gambar dan video- video yang dimaksud adalah yang memiliki nilai atau elemen wisata kearifan lokal yaitu mencakup nilai budaya, agama, seni dan pertunjukan, keramahtamahan dan moral sopan santun. Tahap selanjutnya adalah berdasarkan penulis juga mengelompokkan foto, gambar dan video- video yang memiliki banyak likes dank komen dari pengikut (followers) akun IG GenPI. Dikarenakan tujuan utama pembentukan Genpi adalah untuk menyebarluaskan informasi tentang dunia pariwisata, maka tahapan yang sangat penting dilakukan adalah melihat caption yang mendiskripsikan gambar atau video- video yang diposing di akun. HASIL DAN PEMBAHASAN Generasi pesona Indonesia (GenPI) wilayah Aceh pertama kali menggungah gambar di akun resmi Instagram adalah pada tanggal 6 september Ketika penulis menulis laporan penelitian ini, akun Instagram telah 32 Rachmat K, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenada media Grup, 2010), Cokro Aminoto, analisis isi (content analysis) dalam penelitian kualitatif Di akses dari 47

56 memposting sebanyak 851 buah gambar dan video di akunnya dengan jumlah pengikut sebanyak 4873 followers. Dari jumlah total 851 gambar dan video- video tersebut terdiri dari 595 buah gambar yang dan 220 buah video. Secara umum, kandungan pesan yang dikandung dari video dan foto yang di unggah di IG GenPI Aceh sangat lah beragam, yaitu terdiri dari informasi umum tentang event- event wisata, informasi kontes atau perlombaan- perlombaan seperti lomba kreatifitas photo dan video yang berkaitan dengaan dunia pariwisata, informasi tentang perhelatan tertentu seperti Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) dan PENAS. Kemudian juga informasi tentang kekayaan alam, gedung, tempat dan kuliner yang harus diketahui wisatawan ketika di Aceh, dan tentunya informasi yang berkaitan dengan kekhasan dan keistimewaan Aceh yaitu tentang kearifan local yang dimiliki provinsi Aceh seperti tentang kekayaan budaya, agama, kesenian dan pertunjukan yang berkaitan dengan adat- istiadat lainnya. Kemudian, hasil pengamatan juga ditemukan bahwa dari jumlah 851 buah unggahan foto dan video di Instagram GenPI, yaitu yang terdiri dari 595 gambar dan 220 Video, penulis telah menelaah lebih detail lagi untuk melihat seberapa banyak jumlah video dan jumlah foto yang terindifikasi mengandung elemen dan nilai-nilai pariwisata berbasis local wisdom Aceh. Elemen atau nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi focus peneliti meliputi nilai kebudayaan, keagamaan, kesenian dan adat- istiadat beserta bidang pendidikan dan moral. Dari hasil analisis didapatkan bahwa dari total 220 video yang diunggah di IG GenPI, sebahagian besar yaitu mencapai 70% dari total video adalah video yang mengandung informasi tentang yang wisata berbasis kearifan local di Aceh yaitu mencakup wisata bernilai budaya, keagamaan, moral dan sopan santun atau nilai keramahtamahan serta beragam seni dan pertunjukan yang ada di Aceh. 34. Sedangkan 30% lainnya adalah berisi informasi- informasi umum yang sangat beragam dan bervariasi. Diantaranya terdiri dari video promosi kekayaan Aceh secara keseluruhan, promosi daerah- daerah tertentu di Aceh seperti daerah Gayo, Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tamiang, Aceh Timur, Simeulu dan Kota Sabang, Informasi tentang kontes, lomba dan event- event penting seperti PKA, PENAS dan 34 Catatan: Penulis tidak bisa melampirkan table detil rincian disini karena keterbatasan jumlah halaman, namun jika diperlukan penulis bisa memberikannya dikemudian hari. 48

57 AsianGames. Selebihnya berisi beberapa video iklan produk dan jasa, dan tentunya juga informasi- informasi yang berkaitan dengan komunitas GenPI sendiri. Dari 595 gambar yang diunggah di IG GenPI sejak akhir 2016 lalu, sebahagian besar yaitu mencapai 65% dari total foto dan gambar yang diunggah adalah gambar- gambar yang menampilkan kekayaan wisata khas Aceh. Foto- foto tersebut mempromosikan nilai- nilai budaya, keagamaan, moral dan sopan santun atau nilai keramah-tamahan serta beragam seni dan pertunjukan yang ada di Aceh. Informasi itu disampaikan baik itu secara langsung maupun secara tidak langsung. Sedangkan 35 fotodan gambar yang diunggah adalah berisi informasi- informasi umum yang sangat beragam dan bervariasi. Diantaranya terdiri dari foto kontes lomba dan pengumunan penting, iklan produk dan jasa, informasi- informasi yang berkaitan dengan komunitas GenPI sendiri. Foto promosi kekayaan Aceh secara keseluruhan seperti kekayaan laut, pangan dan kekayaan kuliner tradisional Aceh, gambar- gambar potensi wisata daerah- daerah lain di Aceh seperti wisata kopi, wisata arung jeram, diving, scorling, lahan pepadian dan kegiatan-kegiatan kerajian masyarakat Aceh lainnya 35. Selanjutnya adalah analisis caption. Walau tema disetiap foto dan video yang diunggah di IG GenPI adalah bervariasi, namun caption yang ditulis sebagian besar adalah tentang ajakan untuk mengunjungi dan berwisata ke Aceh. Captioncaption yang dibuat adalah bertujuan untuk mengkampanyekan dan mempromosikan Aceh ke luar. Di akhir setiap caption, admin IG juga selalu menyertakan akun media social lain yang dimiliki GenPI Aceh, seperti akun twitter, facebook dan juga alamat websitenya. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Dari hasil kajian dan telaah seperti yang telah penulis paparkan di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa Generasi Pesona Indonesia atau GenPI melalui akun Instagramnya bekerja dengan sangat aktif dalam mempromosikan wisata Aceh pada umumnya dan wisata yang mengandung kearifan local Aceh ke luar baik ditingkat 35 Catatan: Penulis tidak bisa melampirkan table detil rincian disini karena keterbatasan jumlah halaman, namun jika diperlukan penulis bisa memberikannya dikemudian hari. 49

58 domestic maupun dunia. Hasil penelitian inni menunjukkan peran positive yang dimainkan oleh komunitas digital ini sangatlah besar nilainya. Jasa mereka tidak bisa dianggap kecil dalam memajukan industry pariwisata Aceh khususnya dalam usaha mereka menyebarluaskan informasi- informasi positif industry wisata provinsi ujung barat di pulau Sumatra ini. 2. Saran Disebalik peran dan kontribusinya yang besar bagi perkembangan informasi tentang dunia pariwisata provinsi Aceh, namun, keberadaan GenPi masih kurang terdengar sehingga masih sedikit jumlah anak-anak muda Aceh yang terlibat dalam komunitas sadar wisata ini. Maka, menurut hemat penulis, komunitas laskar digital ini perlu membuat beberapa kegiatan yang bertujuan untuk mempromosikan keberadaan komunitas millennial ini sendiri, agar lebih banyak lagi kaum milenial aceh yang tahu dan bergabung ke GenPI ini sehingga industri pariwisata Aceh juga lebih maju lagi kedepannya. DAFTAR PUSTAKA Bennet, O., Roe, D., & Ashley, C Sustainable tourism and poverty elimination study: A report to the Department for International Development. London. Cukier, J Tourism employment in developing countries: Analyzing an alternative to traditional employment in Bali, Indonesia. PhD dissertation. University of Waterloo Dewi, H. S Analisis foto dan Tex Akun yang aktif mempromosikan wisata kuliner di Solo. IAIN- Surakarta. Fau, P. Hylnovario. (n.d). Strategi Komunikasi Pemasaran Wismilak. Gartner, C. M Tourism, Development, and Poverty Reduction: A Case Study from Nkhata Bay, Malawi. Diakses dari pada 1 September Irfan, M. & Suryani, A Local Wisdom Based Tourist Village Organization in Lombok Tourist Area, diakses melalui /publications / local-wisdom-based-tourist-village-organ - cf5779dd.pdf, pada 31 Agustus Pleumarom, A The Politics of Tourism, Poverty Reduction and Sustainable Development. Diakses dari Neri, C. M. & Soares, L.W Sustainable Tourism and Eradication of Poverty (Step): impact assessment of a tourism development program in Brazil, diakses melalui , pada 2 September

59 Ma`ruf, A. M Analisa pengguna Instagram sebagai media Informasi kabupaten Nganjuk. IAIN- Surakarta. Singsomboon, T Tourism promotion and the use of local wisdom through creative tourism process. Diaksees dari pada 2 September Shimp, Terence A Periklanan dan Promosi, Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, jilid I Ed. Ke 5. Terjemahan oleh Revyani Sharial,Dyah Anikasari. Jakarta Erlangga. Surijah, A. E dkk Membedah Instagram: Analisis Isi Media Sosial Pariwisata Bali. Diakses /publication/ Membedah_ Instagram_Analisis_Isi_Media_Sosial_Pariwisata_Bali, di akses pada Sep Vitasurya, R. V. (015. Local Wisdom for Sustainable Development of Rural Tourism, Case on Kalibiru and Lopati Village, Yogyakarta. Diakses dari pada 31 agustus Kotler, P. & Keller. 2006, Prinsip-Prinsip Pemasaran, Jilid I, Edisi ke 12 (terjemahan), Jakarta, Erlangga. Kotler, P., & Armstrong, G Principles of Marketing (10 th ed.) new jersey: Pearson Prentice Hall. 51

60 BERJUANG DEMI SETETES AIR PEMBELAJARAN DARI UPAYA PERLINDUNGAN SUMBER AIR BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KAWASAN EKOSISTEM SEULAWAH Yasser Premana Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Al-Muslim Bireun ABSTRAK Kawasan Ekosistem Seulawah Kabupaten Aceh Besar ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1/Kpts-11/1998 sebagai Taman Hutan Raya (TAHURA) Pocut Meurah Intan dengan luas ± ha. Kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati ini merupakan satu-satunya sumber air bagi 425 kk masyarakat Saree serta salah satu wilayah hulu dari DAS Krueng Aceh yang menjadi sumber air utama bagi warga Kota Banda Aceh. Meskipun telah ditetapkan sebagai kawasan TAHURA, namun keberadaan kawasan ini tidak terlepas dari berbagai aktifitas illegal yang mengancam kelestariannya. Deforestasi yang terjadi berdampak pada timbulnya berbagai bencana. Berdasarkan data iklim selama 30 tahun dari Statisun Klimatologi BP2HT Saree dan Indrapuri Aceh Besar tahun , menunjukkan terjadinya perubahan iklim dari tipe A ke tipe C dalam klasifikasi iklim Schmith & Ferguson. Selama belasan tahun masyarakat Saree kesulitan memperoleh air bersih, perekonomian terpuruk, indeks kemiskinan mencapai angka 15,5 %. Pada tahun 2007 masyarakat Saree membentuk Forum Alur Mancang Saree (FAMS) dan menetapkan sebuah kawasan perlindungan yang diberi nama Kawasan Sumber Air Alur Mancang Saree (KSAM) seluas 602 ha dengan tujuan untuk mempertahankan keberlanjutan ketersediaan sumber air bersih dari KSAM. Jadilah gula pasti semut akan datang berbuatlah terlebih dahulu pasti akan datang yang mau membantu merupakan filosofi FAMS untuk menjaring dukungan dari berbagai pihak. Dalam kurun waktu 2007 hingga 2018, berbagai upaya konservasi terus dilakukan baik secara swadaya maupun melalui dukungan kemitraan dengan pemerintah maupun swasta. Kerja keras ini telah memberikan hasil yang signifikan terhadap kelestarian KSAM, meningkatnya debit air bersih serta kesejahteraan masyarakat. Pada bulan Juni 2016, FAMS mendapakatkan penghargaan KALPATARU dengan predikat Penyelamat Hutan. Keberhasilan ini merupakan bukti nyata bentuk kepedulian masyarakat Saree dalam mendukung program pemerintah untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di sektor lingkungan hidup dan kehutanan. Bekerjalah setulus hati. Jangan tinggalkan air mata, tapi tinggalkanlah mata air untuk anak cucu kita merupakan pesan moral yang disampaikan dari perjuangan demi setetes air. Kata Kunci: Perlindungan sumber air, Kawasan Ekosistem Seulawah, FAMS, KSAM, pembangunan berkelanjutan PENDAHULUAN Kawasan Ekosistem Seulawah berada di Kemukiman Saree, Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar, Propinsi Aceh. Kawasan ini memiliki luas sekitar ha dengan Kawasan Sumber Air Alur Mancang (KSAM) sebagai kawasan intinya. Kawasan ini berbatasan langsung dengan Desa Sukadamai dan Sukamulia. Penduduk kedua desa ini berjumlah 425 kk, 300 kk berada didesa 52

61 Sukadamai dan 125 kk di desa Sukamulia. KSAM merupakan satu-satunya sumber air mereka dan merupakan salah satu wilayah hulu dari DAS Krueng Aceh, sumber air utama bagi warga Kota Banda Aceh, ibukota Propinsi Aceh. Kawasan ini juga kaya akan keanekaragaman hayati baik Flora dan Fauna langka seperti Harimau Sumatera (Panthera tigris Sumatrensis) dan Gajah Sumatra (Elephas maximus). Meskipun telah ditetapkan sebagai Taman Hutan Raya (TAHURA) Pocut Meurah Intan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1/Kpts-11/1998, namun keberadaan kawasan ini tidak terlepas dari ancaman yang mengancam kelestariannya. Berbagai aktifitas illegal seperti perambahan, penebangan liar, pembakaran hutan dan perburuan satwa terjadi dalam kawasan ini. Alih fungsi hutan menjadi kawasan budidaya tanaman pertanian dan perkebunan memicu lajunya deforestasi. Deforestasi yang terjadi berdampak pada timbulnya berbagai bencana. Stabilitas ketersediaan air tidak normal, pada musim hujan kerap terjadi banjir dan erosi yang membawa aliran lumpur, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan, debit dan kualitas air menurun secara drastis. Deforestasi juga telah menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Berdasarkan data iklim selama 30 tahun dari Statisun Klimatologi BP2HT Saree dan Indrapuri Aceh Besar tahun , menunjukkan telah terjadi perubahan iklim dari Tipe A ke Tipe B dan dari Tipe B ke Tipe C dalam klasifikasi iklim Schmith & Ferguson. Produksi pertanian menurun, tingkat kesejahteraan masyarakat juga menurun dengan indeks kemiskinan mencapai angka 15,5 %(BPS Kabupaten Aceh Besar, 2013). Selama belasan tahun masyarakat Saree harus antri selama berjam-jam pada malam hari hanya untuk mendapatkan satu jeregen air bersih, sedangkan disiang hari air sangat sulit didapatkan. Untuk membeli air bersih, masyarakat harus mengeluarkan biaya sebesar Rp ,-/hari atau Rp ,-/bulan untuk skala rumah tangga. Sedangkan untuk skala usaha, masyarakat harus mengeluarkan Rp ,-/hari atau p ,-/bulan. Masyarakat Saree sepakat bahwa kondisi ini tidak boleh terus dibiarkan, jika terus dibiarkan maka seluruh masyarakat di Kemukiman Saree harus mengungsi meninggalkan kampung halamannya. Dengan semangat berjuang demi setetes air, pada tahun 2007 melalui musywarah adat masyarakat di Kemukiman 53

62 Saree membentuk Forum Alur Mancang Saree (FAMS) dan menetapkan sebuah kawasan perlindungan yang diberi nama Kawasan Sumber Air Alur Mancang Saree (KSAM) seluas 602 ha.tujuannya adalah untuk mempertahankan keberlanjutan ketersediaan sumber air bersih bagi masyarakat di kemukiman Saree dan menjaga kelestarian Kawasan KSAM. Dalam kurun waktu 2007 hingga 2018, berbagai upaya konservasi erus dilakukan baik secara swadaya maupun melalui kemitraan dengan pihak pemerintah ataupun swasta. Pengelolaan air bersih, patroli dan monitoring perlindungan kawasan, kampanye perlindungan kawasan, pendidikan dan penyadartahuan lingkungan, reboisasi dan rehabilitasi lahan serta pengembangan kawasan penelitian dan ekowisata menjadi program utama FAMS. TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1/Kpts-11/1998, sebagian kawasan lindung dan hutan produksi yang terletak di kelompok hutan Seulawah Agam Propinsi Daerah Istimewa Aceh, telah ditetapkan menjadi Taman Hutan Raya dengan luas ± ha, maka dipandang perlu Kawasan Hutan Seulawah Agam tersebut diganti nama Pocut Meurah Intan. (Peraturan Daerah Propinsi daerah Istimewa Aceh, 2001). Walapun telah ditetapkan sebagai kawasan Taman Hutan Raya, namun keberadaan kawaan ini tidak terlepas dari berbagai aktifitas illegal yang mengancam kelestariannya. Alih fungsi hutan menjadi kawasan budidaya tanaman pertanian dan perkebunan telah memberikan dampak ekologi bagi kelestarian kawasan hutan (Siregar P, 2009). Kebutuhan ekonomi dianggap pemicu utama terjadinya deforestasi di kawasan ini. Deforestasi berdampak terhadap timbulnya berbagai bencana (UN-REDD, 2010). Untuk menjaga kesimbangan nilai-nilai ekonomi dan ekologi, maka perlu dilakukan upaya-upaya konservasi. Konservasi adalah upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari dan berkelanjutan. Konservasi merupakan alat untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di sektor lingkungan hidup dan kehutanan (Lubchenco et all, 1991 dalam Indrawan dkk, 2007). 54

63 Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan ekonomi yang memenuhi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan sumberdaya dan lapangan pekerjaan serta mengurangi dampak negatif dari pembangunan terhadap kelestarian keanekaragaman hayati. Paradigma modern mengenai pembangunan berkelanjutan juga menganjurkan pendekatan terpadu berupa pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan manusia, baik sekarang maupun di masa mendatang tanpa merusak lingkungan atau keanekaragaman hayati (Lubchenco et all, 1991 dalam Indrawan dkk, 2007). Sistem pertanian yang ramah lingkungan diintegrasikan untuk sistem ekologi yang lebih luas dan terfokus pada pemeliharaan sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati (Nuraeni dkk, 2013). Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2016 tentang kemitraan pengelolaan hutan di Aceh membuka peluang yang lebar untuk kemitraan antara masyarakat dengan pemerintah di sektor kehutanan. Qanun ini menjadi payung hukum bagi FAMS untuk berperan aktif dalam upaya perlindungan sumber air di Kawasan Ekosistem Seulawah. Melalui berbagai kegiatan konservasi, dengan moto berjuang demi setetes air, FAMS berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dengan mengedepankan prinsip-prinsip pengelolaan hutan yang lestari. HASIL DAN PEMBAHASAN Kebutuhan akan air merupakan hak asasi setiap manusia dan mahluk hidup lainnya yang harus dipenuhi. Perjuangan demi setetes air melalui berbagai kegiatan konservasi yang dilakukan oleh FAMS telah memberikan hasil yang signifikan terhadap peningkatan kelestarian alam di KSAM serta meningkatnya debit air bersih. Vegetasi hutan yang dulu dirambah kini mulai memulih. Populasi burungburung dan satwa liar lainnya kini meningkat. Keterkaitan antara keberadaan vegetasi hutan dan ketersediaan air serta kehadiran satwa menjadi indikator penting bagi kelestarian kawasan ini. Atas keterbatasan sumberdaya yang ada, FAMS membutuhkan dukungan dari berbagai pihak yang memiliki visi sejalan. Jadilah gula pasti semut akan datang berbuatlah terlebih dahulu pasti akan datang yang mau membantu merupakan filosofi FAMS untuk menjaring dukungan berbagai pihak dalam upaya pelestarian KSAM. Selain melaksanakan kegiatan secara swadaya, pada tahun

64 FAMS berhasil mendapatkan dukungan dari USAID ESP yang bersimpati terhadap upaya pelestarian kawasan ekosistem Seulawah. Penguatan kapasitas organisasi, patroli dan monitoring perlindungan kawasan, pengelolaan air serta survey biodiversity merupakan kegiatan kemitraan yang telah dilaksanakan. Pada tahun 2010, Desa Sukadamai dan Sukamulia mendapatkan dana dari dari program PNPM sebesar Rp ,-/desa. Melalui inisiasi FAMS, kedua desa sepakat menggabungkan dana tersebut untuk membangun bak penampungan air dan jaringan pemipaan dari KSAM ke pemukiman penduduk yang berjarak ± 3 km. Saat ini air sudah sampai ke rumah-rumah penduduk dengan mudah. Kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari sudah terpenuhi. Anak gadis di Saree yang dulunya mandi belum tentu sehari sekali, kini sudah bisa mandi dua kali sehari kata Anzurdin selaku ketua FAMS. Industri-idustri rumah tangga untuk pembuatan tape, keripik dan kerajinan kuliner lainnya mengalami peningkatan produksi dan pendapatan hasil. Pada tahun 2013, FAMS bersama-sama masyarakat mengamankan pelaku perambahan hutan di KSAM lalu menyerahkannya kepada pihak yang berwajib. Atas kesepakatan masyarakat sebagaimana yang dituangkan dalam peraturan adat Gampong, pelaku dikenakan sangsi adat dengan membayar denda sebesar Rp. 5 juta atas kerusakan yang telah ditimbulkannya. Alokasi penggunaan dana ini kemudian dikembalikan lagi untuk mendukung operasional kegiatan perlindungan kawasan serta menghijaukan kembali yang telah dirambah tersebut. Peristiwa ini berkontribusi pada meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan. Pada tahun , Kerjasama lainnya berhasil diperoleh melalui kemitraan dengan Porifera dan USAID Serasi. Selanjutnya pada tahun 2014, atas rekomendasi dari TAHURA Pocut Meurah Intan, FAMS mendapatkan dukungan dari Fauna & Flora Internasioal Aceh Program. Kegiatan kemitraan yang dilaksanakan adalah pembangunan jalur trail sistem untuk jalur patroli dan monitoring perlindungan kawasan, perbaikan jalur pemipaan air, sekolah alam untuk anak usia dini serta penanaman di areal-areal yang relatif terbuka. Pembayaran Jasa Lingkungan melalui kegiatan pendidikan konservasi dan pengembangan ekowisata merupakan strategi untuk keberlanjutan program 56

65 perlindungan KSAM secara mandiri oleh FAMS. Dari 425 kk yang ada di kemukiman Saree, FAMS mengutip iuran sebanyak Rp ,-/kk. Alokasi pungutan dana tersebut adalah 70% untuk pengelola air yang sebahagian besarnya dikembalikan lagi untuk kegiatan perlindungan kawasan dan perbaikan jaringan pemipaan air, 20% untuk desa dan 10% untuk forum. Selain pembayaran jasa lingkungan yang diperoleh dari pengelolaan air tersebut, FAMS juga mendapat masukan dari aktifitas wisata dari para pecinta alam yang ingin mendaki gunung Seulawah dan dari Universitas Syiah Kuala (FMIPA) serta para peneliti yang ingin beraktiftas dalam Kawasan Ekosistem Seulawah melalui jasa guide. Diluar dugaan, pada bulan Juni 2016, FAMS mendapakatkan penghargaan KALPATARU dengan predikat Penyelamat Hutan. Sebagai tindak lanjutnya, pada tahun 2017, FAMS mendapatkan kehormatan mewakili Aceh dalam perlombaan Komunitas Peduli Sungai Tingkat Nasional untuk berbagi pengalaman tentang upaya perlindungan sumber air berbasis masyarakat. Kebaradaan FAMS juga telah menginspirasi bangkitnya forum-forum peduli sungai lainnya baik di Aceh maupun di tingkat Nasional. Perjuangan demi setetes air kini telah membuahkan hasil. Titik cerah keberlanjutan program Perlindungan Sumber Air dalam Ekosistem Seulawah sudah mulai terlihat KESIMPULAN DAN SARAN Berjuang demi setetes air merupakan sebuah pembelajaran penting dari upaya perlindungan sumber air berbasis masyarakat dalam Kawasan Ekosistem Seulawah di Kabupaten Aceh Besar. Jadilah gula, maka semut akan datang merupakan philosophy yang dianut oleh FAMS untuk menjaring dukungan dari berbagai pihak. Persatuan dan kerja keras masyarakat melalui wadah Forum Alur Mancang Saree (FAMS) telah memberikan hasil yang signifikan terhadap meningkatnya kelestarian alam di Kawasan Sumber Air Alur Mancang (KSAM) serta meningkatnya debit air bersih. Keterkaitan antara keberadaan vegetasi hutan dan ketersediaan air serta meningkatnya populasi satwa menjadi indikator penting bagi kelestarian kawasan KSAM. Ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan juga untuk mendukung industri rumah tangga sudah mulai terpenuhi walaupun dalam jumlah yang terbatas. 57

66 Atas keterbatasan yang tersedia yang dimiliki oleh FAMS, perjuangan demi setetes air masih harus menumpuh jalan yang panjang dan kerja keras. Dukungan dan kerjasama dari semua pihak yang memiliki visi yang sejalan sangat diharapakan dalam upaya meingkatkan kesejahteraan masyarakat yang sejalan dengan prinsipprinsip pengelolaan hutan yang lestari. Bekerjalah setulus hati. Jangan tinggalkan air mata, tapi tinggalkanlah mata air untuk anak cucu kita merupakan pesan moral yang disampaikan dari perjuangan demi setetes air. Semoga tulisan ini bisa memotivasi pembaca untuk mereplikasi kegiatan berbasis masyarakat yang dilakukan oleh FAMS di wilayah lainnya di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA BPS Kabupaten Aceh Besar, Aceh dalam Angka, Gede Eka Dharma Antara, Peningkatan Inovasi Teknologi Tepat Guna dan Program BerbasiS Pemberdayaan Masyarakat Untuk Memajukan Industri kreatif di Bali. Jurnal PASTI Volume IX No3, Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 46 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Taman Hutan Raya Pocut Meurah Intan. Indrawan M, Primack RB, Supriatna J, Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Nuraeni, dkk, Usahatani Konservasi di Hulu DAS Jeneberang (Studi Kasus Petani Sayuran di Hulu DAS Jeneberang Sulawesi Selatan). Jurnal Manusia dan Lingkungan Volume 20 No 2, Juli Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Norwegia (2010), Letter of Intent between the Government of the Kingdom of Norway and the Government of the Republic of Indonesia on Cooperating on reducing greenhouse gas emissions from deforestation and forest degradation, dapat diakses di: y - Indonesia-LoI.pdf Puspita SD, dkk, Penerapan Prinsip-prinsip Good Agricultural Practice (GAP) untuk Pertanian Berkelanjutan dikecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa. Jurnal galung Tropika, 5 (3) December 2016, halaman Siregar P, Dampak Ekologi Pengembangan Perkebunan. Jurnal Lingkungan Hidup. Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2016 tentang Kemitraan Kehutanan. Sumartono, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pembangunan Ekonomi Desa. Jurnal Wacana. Volume

67 United Nations Collaborative Program on Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation in developing countries (UN-REDD), (2010), dapat diakses di: redd.org/aboutredd/tabid/582/ Default. aspx. LAMPIRAN Pemasangan plank berjuang demi setetes air Pembuatan jalur patroli dan monitoring perlindungan kawasan Pendidikan lingkungan bagi anak sekolah Pengembangan ekowisata Penghargaan Kalpataru Perlombaan komunitas peduli sungai tingkat nasional di Semarang 59

68 PERAN SPESIES KUNCI BUDAYA (SKB) TERHADAP PELESTARIAN HUTAN DAN PEMBANGUNAN EKOWISATA DATARAN TINGGI GAYO, PROVINSI ACEH Aswita Mahasiswa Doktoral Program Studi Manajemen Ekowisata & Jasa Lingkungan Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Spesies Kunci Budaya merupakan spesies yang digunakan oleh masyarakat lokal/adat untuk kebutuhan budaya yang bisa menjadi identitas suatu budaya masyarakat tersebut. Pendekatan Spesies Kunci Budaya dimunculkan untuk upaya pelestarian hutan dan pembangunan ekowisata. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi jenis Spesies Kunci Budaya dan perannya terhadap upaya pelestarian hutan dan pembangunan ekowisata. Penelitian dilakukan di wilayah dataran tinggi gayo, provinsi Aceh. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara mendalam kepada masyarakat menggunakan metode snow ball. Analisis data dilakukan secara kuantitatif deskriptif. Penilaian Spesies Kunci Budaya dilakukan dengan memberikan skor pada hasil analisis berdasarkan metode one score one Indicator Scoring system (Avenzora, 2008), berdasarkan 7 kriteria identifikasi yang telah ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paling sedikit terdapat 69 spesies flora dan fauna yang penting bagi masyarakat yang terangkum dalam 7 kebutuhan budaya yaitu pangan, pakaian, bahan bangunan, simbol, adat-istiadat, obat-obatan dan narasi bahasa, tarian dan lagu. Sebahagian besar Spesies Kunci Budaya tersebut berasal dari hutan hal ini menandakan adanya hubungan yang kuat antara budaya dan hutan. Peran Spesies Kunci Budaya sangat penting bagi pelestarian hutan dan budaya kelompok masyarakat. Spesies Kunci Budaya juga bisa menjadikan identitas daerah yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan serta memiliki nilai kekhasan dan keunikan sebagai potensi ekowisata yang dapat dipromosikan dalam pembangunan ekowisata. Kata Kunci: Spesies Kunci Budaya, pelestarian, hutan, pembangunan, ekowisata. PENDAHULUAN Kerusakan hutan dapat menyebabkan hilangnya sumberdaya hayati baik spesies flora maupun spesies fauna. Spesies mempunyai peran penting bagi berfungsinya ekosistem alam dan pendekatan spesies penting dilakukan untuk upaya pelestarian hutan. Spesies dimanfaatkan oleh masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari seperti pangan, pakaian, tempat tinggal, bahan bakar, obat-obatan dan kebutuhan budaya lainnya. Selain itu, spesies flora dan fauna bisa menjadi identitas daerah atau wilayah yang dapat dipromosikan untuk pembangunan ekowisata. Menurut sejarah, beberapa spesies hewan dan tumbuhan dikaitkan dengan nilai spiritual dan simbol yang luar biasa oleh budaya yang berbeda (Cristancho and Vining. 2004). Spesies penting yang mempunyai peran kunci dalam kebudayaan 61

69 suatu kelompok masyarakat dan membentuk identitas budaya kelompok masyarakat disebut Spesies Kunci Budaya (Garibaldi dan Tuner. 2004). Oleh karena itu, Spesies Kunci Budaya (SKB) berhubungan erat dengan pelestarian hutan dan budaya dalam konteks masyarakat lokal/adat. Pemanfaatan spesies untuk pemenuhan kebutuhan budaya dalam kelompok masyarakat lokal/adat tidak dapat pungkiri. Masyarakat Hindu di Bali, menggunakan penyu 200 sampai 300 ekor per tahun untuk upacara Agama (Dedi, Kelompok masyarakat lain yang menggunakan spesies untuk pemenuhan kebutuhan kebudayaan, diantaranya etnis Gayo di kawasan ekosistem lauser, Provinsi Aceh. Etnis Gayo tinggal di wilayah dataran tinggi Gayo yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL). Etnis ini menggunakan spesies hewan dan tumbuhan untuk bahan pangan, bahan bangunan, upacara adat istiadat, seni, bahan senjata dan obat-obatan. Pelestarian sumberdaya hutan flora dan fauna di masyarakat Gayo dituangkan dalam syair-syair seni dan budaya. Diantaranya adalah tari Saman yang sudah terkenal didunia Internasional. Tari Saman ini melantunkan bait-bait puisi tentang alam, lingkungan dan kehidupan yang mengajak masyarakat untuk menjaga melestarikan alam dan hutan (Melalatoa, 2001). Budaya yang dimiliki etnis gayo ini mencerminkan bahwa eratnya hubungan masyarakat adat/lokal dengan lingkungan alamnya, terutama spesies floara dan fauna. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pendekatan konsep Spesies Kunci Budaya perlu digunakan untuk melihat peran dalam upaya pelestarian hutan dan pembangunan ekowisata. Cristancho and Vining (2004) menyatakan bahwa konsep Spesies Kunci Budaya ditemukan untuk menunjukkan spesies tumbuhan dan hewan yang keberadaan dan nilai simbolisnya sangat penting bagi stabilitas suatu budaya dari waktu ke waktu. Dengan demikian penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi jenis dan peran Spesies Kunci Budaya bagi masyarakat etnis Gayo yang nantinya memberikan gambaran mengenai dampak kehilangan Spesies Kunci Budaya tersebut terhadap upaya pelestarian hutan dan pembangunan ekowisata. 62

70 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Spesies Kunci Budaya (SBK) Konsep Spesies Kunci Budaya berawal dari konsep spesies kunci yang dikemukakan oleh Robert Paine pada akhir tahun 1960-an yaitu pada tahun 1969 (Cristancho dan Vining. 2004). Ia menyatakan bahwa suatu spesies dinyatakan sebagai kunci jika spesies tersebut memegang atau mengatur ekosistem dengan mengkonsumsi spesies lain atau dengan caranya sendiri mendominasi ekosistem. Konsep "spesies kunci" telah banyak digunakan dalam biologi dan ekologi untuk lebih memahami dinamika biologis tertentu pada tingkat analisis ekosistem. Konsep species kunci terus berkembang hingga tahun 1996 pada sebuah pertemuan dimana para ahli ekologi mendefinisikan species kunci sebagai spesies yang mempunyai pengaruh besar terhadap komunitasnya dan besarnya relatif tidak sebanding dengan kelimpahannya (Power et al diacu dalam Garibaldi dan Turner 2004). Peran species kunci juga diungkapkan oleh Kotliar (2000) dan Cristancho - Vining (2004) yang menegaskan bahwa species kunci mempunyai peranan lebih penting dibandingkan spesies lain. Definisi-definisi tersebut mengacu pada peran suatu spesies dalam ekosistem atau sistem ekologi, yang dikenal dengan istilah ecological keystone species (EKS) atau spesies kunci ekologi. Berdasarkan konsep inilah, maka berkembang konsep mengenai spesies yang mempunyai peran penting dalam kebudayaan suatu kelompok masyarakat dan membentuk identitas budaya kelompok tersebut disebut dengan cultural keystone species (CKS) atau spesies kunci budaya (SKB)(Cristancho dan Vining 2004). Ketergantungan masyarakat terhadap suatu spesies tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup menyebabkan keberadaan sutu spesies menjadi penting. Perannya sebagai bahan makanan, bahan baku bangunan, obat-obatan, bahan baku dalam pelaksanaan upacara atau ritual adat, dan lain sebagainya sehingga muncul istilah yang disebut dengan spesies kunci budaya (Azmi RA. 2015). Elemen penting dalam konsep ini adalah pemanfaatan spesies oleh masyarakat, keberadaan atau kelimpahan spesies dalam komunitas masyarakat, dan fungsi spesies dalam budaya. Konsep Spesies Kunci Budaya (SKB) ditemukan untuk menunjukkan spesies tumbuhan dan hewan yang keberadaan dan nilai 63

71 simbolisnya sangat penting bagi stabilitas suatu budaya dari waktu ke waktu (Cristancho and Vining. 2004). Besarnya kebutuhan dan ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan menyebabkan masyarakat dengan caranya berusaha menjaga dan melestarikan sumberdaya hutan tersebut. Ramakrishan (2007) menyatakan bahwa terjadi korelasi positif antara keragaman budaya dan keragaman spesies, dimana disimpulkan bahwa semakin tinggi keanekaragaman budaya maka akan semakin tinggi pula keanekaragaman spesies. Oleh karena itu, upaya pelestarian kebudayaan akan memberikan pengaruh yang positif terhadap kelestarian spesies (Wello YE. 2008). Sehingga kelestarian spesies akan memberi dampak positif bagi pelestarian hutan, yang juga berdampak positif bagi pembangunan ekowisata. Pembangunan Ekowisata Pembangunan bidang ekowisata berhubungan dengan aktivitas ekonomi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan devisa negara, berhubungan dengan ekologi untuk perlindungan terhadap ekosistem yaitu proses ekologis penting dan keanekaragaman hayati, melindungi hutan dan melindungi masyarakat lokal (Honey 2008:23-24). Pembangunan ekowisata berkontribusi pada pemeliharaan dan perlindungan keanekaragman sumberdaya dan budaya, meningkatkan faktor dasar pembangunan berkelanjutan. (Khostharia and Chachava 2017: ). Saat ini pembangunan ekowisata sudah menjadi alat konservasi alam dan pembangunan daerah berkelanjutan (Tisca et al. 2016: ). Pendekatan daerah diharapkan salah satu model kerangka perencanaan untuk mempromosikan perencanaan pariwisata berkelanjutan melalui koneksi yang kuat antara pengembangan pariwisata, kegiatan rekreasi, dan konservasi lingkungan dengan mengintegrasikan unsur-unsur seperti kesejahteraan masyarakat, kepuasan wisata, dan motivasi ekonomi untuk mencapai kompatibilitas lingkungan (Wong and Fung. 2015:1-23). Dengan demikian pembangunan ekowisata perlu dirancang dan direncanakan pada skala daerah atau lokal.dengan pendekatan-pendekatan antara lain pendekatan Spesies Kunci Budaya (SKB). 64

72 HASIL DAN PEMBAHASAN Masyarakat etnis Gayo di kawasan ekosistem lauser memanfaatkan jenisjenis flora dan fauna yang diambil dari hutan dan hasil budidaya untuk memenuhi kebutuhannya. Keberadaan spesies-spesies tersebut sangat penting bagi masyarakat sebagai bahan pangan, bahan bangunan, pakaian, bahan baku kerajinan, bahan bakar, perdagangan, adat-istiadat, religi dan obat-obatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat paling sedikit 69 jenis flora dan fauna untuk kebutuhan budaya etnis Gayo, dimana 17 jenis spesies fauna dan 52 jenis spesies flora. Adapun spesies flora dan fauna tersebut tertera dalam lampiran 1. Setiap spesies spesies tersebut dilihat dari peran penting dan tingginya pemanfaatan oleh masyarakat etnis Gayo. Peran tersebut antara lain untuk kebutuhan pangan, adat-istiadat dan obat-obatan serta peran untuk narasi bahasa, tari dan lagu. Peran spesies untuk kebutuhan pangan bagi etnis Gayo berupa spesies hutan yaitu kambing gunung, rusa, ayam hutan, ikan depik atau ikan kerling yang berasal dari danau dan sungai, dan spesies budidaya berupa padi, ubi, jagung dan kerbau. Untuk upacara adat-istiadat, spesies yang berasal dari hutan antara lain adalah ongkal, dedingin, rumput besi, pohon teguh, celala, kemantan dan bebesi. Sedangkan jenis spesies yang berasal dari hasil budidaya adalah kerbau, pisang nur, jeruk purut, bebesi, bunga mawar, dan tebu. Adapun peran spesies untuk obatobatan berasal dari hutan yaitu kambing hutan, sisik trenggiling, beong, lutung, kalong, kelinci, tupai, bunglon, undur-undur, geluni, jerango, gelgung, gume, kayu rutih, pegage, tingkem, bebilang, igu, sirih, jang jingki, benalu, tutup bumi. Sedangkan yang berasal dari budidaya adalah kuncur, jahe, kunyit dan daun pucuk jambu. kemudian spesies yang berperan dalam narasi bahasa, tarian dan lagu diwakili oleh spesies hutan antara lain gajah, cempala, beo, renggali, dilam dan bako. Sedangkan spesies dari hasil budidaya adalah kapas, daun pandan, bunga kantin dan kopi. Sebahagian besar spesies-spesies tersebut berasal dari hutan sehingga diperlukan upaya pelestarian hutan untuk menjaga dari kepunahan. Posisi Spesies Kunci Budaya untuk pelestarian hutan perlu dimunculkan agar terjaga kelestarian hutan mengingat hutan dan budaya merupakan dua sisi mata uang yang saling 65

73 membutuhkan satu sama lain. Jenis Spesies Kunci Budaya etnis Gayo yang mempunyai peran ganda dan pemanfaatan yang tinggi adalah kopi, padi, ikan depik, kerbau, kambing hutan, ayam kampung, kelapa, rusa, pisang nur, ongkal, kencur, tebu, pinus, jahe, kunyit dan kapas. Semua Spesies Kunci Budaya tersebut memiliki keunikan dan kekhasan yang dapat menjadi potensi ekowisata dan bisa dipromosikan dalam pembangunan ekowisata. Berdasarkan kriteria dan indikator penilaian potensi ekowisata untuk potensi flora dan fauna dengan metode analisis one score one scoring system (Avenzora, 2008), jenis Spesies Kunci Budaya yang termasuk dalam potensi ekowisata adalah kambing hutan, lutung, gajah, rusa, burung beo, ikan depik, pinus dan kopi. Namun secara keseluruhan semua jenis Spesies Kunci Budaya etnis Gayo ini dapat dimanfaatkan sebagai identitas daerah yang bisa dikembangkan dan dipromosikan untuk pembangunan ekowisata. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Spesies Kunci Budaya masyarakat etnis Gayo, provinsi Aceh terdiri dari 69 spesies, dimana sebahagian besar spesies berasal dari hutan., (2) Spesies yang mempunyai peran ganda maka perannya akan lebih tinggi dari spesies lainnya, (3) Pendekatan Spesies Kunci Budaya perlu dimunculkan untuk upaya pelestarian hutan dan pembangunan ekowisata, dan (4) semua jenis Spesies Kunci Budaya dapat dimanfaatkan dan dikembangkan menjdi identitas daerah yang dapat dipromosikan untuk pembangunan ekowisata. Saran penelitian yang diperlukan adalah (1) perlu dilakukan upaya sosialisasi mengenai jenis dan keberadaan Spesies Kunci Budaya agar dapat melibatkan masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian hutan, (2) perlu dibangun suatu ikatan yang kuat antara masyarakat dan Spesies Kunci Budaya agar terwujud kelestarian hutan dan pembangunan ekowisata yang berkelanjutan. 66

74 DAFTAR PUSTAKA Avenzora R Ekoturisme; Teori dan Praktik. Penerbit BRR NAD NIAS Azmi RS Konservasi Spesies Kunci Budaya (Cultural Keystone Species) Masyarakat Desa Kalipait Di Sekitar Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Cristancho S and Vining J Culturally Defined Keystone Species. Human Ecology Review, Vol. 11, No. 2, 2004 Dedi IN Telaah Konservasi Pada Penerapan Tri Hita Karana dalam Pengembangan Wisata Geopark Kaldera Batur [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Garibaldi A, Turner N Cultural keystone species: implications for ecological conservation and restoration. Ecology and Society 9,1. report. Natural Resources Management Program. Jakarta. Indonesia. Honey M Ecotourism and Sustainable Development, second edition: Who Owns Paradise. Island Press, Washington-Cavelo-London. p 6-7. Khostharia TK and Chachava NT Prospects of ecotourism development in recreation areas of South Georgia. Annals of Agrarian Science (15) Melalatoa Alam bernyanyi dalam puisi Gayo. Di dalam Bunga Rampai Kearifan Lingkungan, diterbitkan oleh kerjasama dengan Proyek Pengembangan Kebijakan Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Perdagangan- Kementerian Lingkungan hidup. hlm Nursalam, [Upload] Kebijakan pelestarian sumber daya hutan dalam rangka Pembangunan berkelanjutan. itle=kebijakan%2. Ramakrishan PS Ecology and traditional wisdom. Diakses dari pada tanggal 19 Mei Tisca IA et al Management of sustainable development in ecotourism. Case Study Romania. Procedia Economics and Finance vol. 39: Wello YE spesies kunci budaya (cultural keystone species) masyarakat sumba di sekitar taman nasional manupeu tanadaru nusa tenggara timur Wong F KK and Fung T Ecotourism planning in Lantau Island using multiple criteria decision analysis with geographic information system. Journal Environment and Planning B. Planning and Design 0(0):1-23). 67

75 LAMPIRAN Hasil identifikasi Spesies Kunci Budaya etnis Gayo. NO NAMA SPESIES KEBUTUHAN 1 Ayam kampung Pangan/adat-istiadat/ 2 Kambing Pangan 3 Kerbau Pangan/adat-istiadat 4 Ikan sungai /danau Pangan/Obat-obatan 5 Rusa Pangan/upacara adat 6 Kambing hutan Obat-obatan/pangan 7 Sisik trenggiling Obat-obatan 8 Beong Obat-obatan 9 Lutung Obat-obatan 10 Kalong Obat-obatan 11 Kelinci Obat-obatan 12 Tupai Obat-obatan 13 Bunglon Obat-obatan 14 Undur-undur Obat-obatan 15 Gajah putih Narasi bahasa, tarian dan lagu 16 Burung cempala Narasi bahasa, tarian dan lagu 17 Burung beo Narasi bahasa, tarian dan lagu 18 Kelapa Adat istiadat/pangan 19 Daun pisang Adat istiadat 20 Pisang nur Adat istiadat/pangan 21 Ongkal Adat istiadat/pangan 22 Dedingin Adat istiadat 23 Rumput besi Adat istiadat 24 Pohon teguh Adat istiadat 25 Celala Adat istiadat 26 Kemantan Adat istiadat 27 Jeruk perut Adat istiadat 28 Bebesi Adat istiadat 29 Bunga mawar Adat istiadat 30 Tebu Adat istiadat/pangan 31 Padi Pangan 32 Ubi Pangan 33 Jagung Pangan 34 Pinus Bahan bangunan/obat-obatan 35 Medang Bahan bangunan 36 Meranti Bahan bangunan 37 Bayur Bahan bangunan 38 Damar Bahan bangunan 39 Pohon rutih Bahan bangunan 40 Jempa Bahan bangunan/simbol atau lambang bangunan 41 Surin simbol atau lambang bangunan 42 Grupel simbol atau lambang bangunan 43 Pucuk rebung simbol atau lambang bangunan 68

76 44 Guluni Obat-obatan 45 Jerango Obat-obatan 46 Gelgung Obat-obatan 47 Gume Obat-obatan 48 Kayu rutih Obat-obatan 49 Pegege Obat-obatan 50 Tingkem Obat-obatan 51 Bebilang Obat-obatan 52 Igu Obat-obatan 53 Sirih Obat-obatan 54 Jang jingki Obat-obatan 55 Tutup bumi Obat-obatan 56 Benalu Obat-obatan 57 Kencur Obat-obatan 58 Daun pucuk jambu Obat-obatan 59 Menggali Obat-obatan 60 Jahe Obat-obatan/pangan 61 Kunyit Obat-obatan/pangan 62 Kulit pohon nanit Bahan pakaian 63 Kapas Bahan pakaian/narasi bahasa, tarian, lagu 64 Daun pandan narasi bahasa, tarian, lagu 65 Bunga kantin narasi bahasa, tarian, lagu 66 Renggali narasi bahasa, tarian, lagu 67 Kopi narasi bahasa, tarian, lagu/pangan 68 Dilam narasi bahasa, tarian, lagu 69 Bako narasi bahasa, tarian, lagu 69

77 MEKANISME PENENTUAN WILAYAHKELOLA HUKOM ADAT LAOT LHOK LAMTEUNGOH KABUPATEN ACEH BESAR Teuku Muttaqin Mansur 1, M. Adli Abdullah 1, Sulaiman Tripa 1 1) Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh tmuttaqien@unsyiah.ac.id ABSTRAK Artikel ini bertujuan menjelaskan mekanisme penentuan wilayah kelola hukom adat laot (WK- HAL) Lhok Lamteungoh Kabupaten Aceh Besar, kesepakatan bersama yang dihasilkan, dan peta wilayah kelola. Metode pelaksanaan diawali dengan sosialisasi penentuan wilayah kelola, penentuan wilayah kelola, merumuskan kesepakatan, dan membuat peta WK-HAL Lhok Lamteungoh. Penentuan WK-HAL baru dapat dihasilkan setelah dilakukan serangkaian sosialisasi dan pendampingan melalui pertemuan-pertemuan langsung dan tidak langsung dengan pemangku kepentingan dan masyarakat. Terdapat 14 (empat belas) kesepakatan yang disepakati, termasuk batasan wilayah kelola. Berdasarkan kesepakatan telah dihasilkan peta WK-HAL. Kata Kunci: Lhok Lamteungoh, Hukum Adat, Mekanisme, Wilayah Kelola Hukom Adat Laut PENDAHULUAN Lembaga Panglima Laot Lhok 1 Lamteungoh, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar secara administrasi pemerintah meliputi: Gampong Lamteh, Gampong Baro, Gampong Lam Awe, Gampong Lam Manyang, Gampong Meunasah Tuha, Gampong Pulo Bunta, Gampong Lamteungoh sendiri, Gampong Lamtutui, Gampong Lam Guron, Gampong Lambadeuk, Gampong Lambaro Neujit dan Gampong Lampageu. Namun, secara kewilayahan adat, lhok lamteungoh membawahi 4 teupin, yakni: Teupin Lamteh, Teupin Lamawe, Teupin Lamteungoh, dan Teupin Ujong Pancu. Konsep kewilayan adat seperti ini sudah ada secara turun temurun. 1 Lhok adalah teluk. Secara terminology, lhok merupakan sebuah wilayah yang didiami oleh sekelompok nelayan, dipimpin oleh seorang yang dipilih dan dituakan untuk memimpin wadah masyarakat nelayan (disebut Panglima Laot Lhok), dan memiliki wilayah kelola laut penangkapan dan tempat pendaratan ikan (di wilayah pantai atau pesisir). Lhok secara historis dapat berupa teluk(an), muara, tepian pantai ataupun terusan-yang lebih menjorok ke arah darat. Dibeberapa kawasan lhok di Aceh yang nelayannya relatif tersebar, dijumpai juga terminologi Panglima Teupin yang tunduk kepada Panglima Laot Lhok. Saat ini di Aceh terdapat ± 176 Lhok. Lihat Teuku Muttaqin Mansur dan Marzuki, Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Di Provinsi Aceh Berbasis Kearifan Lokal (Hukum Adat Laot), Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisplin, vol 1 no 1, (Maret 2018), (65-74), hlm

78 Saat ini, wilayah kekuasaan Lhok Lamteungoh dijadikan sebagai salah satu zonasi pencadangan konservasi wilayah laut Aceh yang akan dimasukkan dalam Qanun Aceh tentang Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) yang tengah disusun oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh. Kelembagaan Panglima Laot berharap supaya wilayah konservasi tersebut berbentuk wilayah kelola laut berbasis hukum adat, di mana secara kearifan lokal telah dijalankan secara turun temurun. Berdasarkan Undang Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau, bahwa dalam penyusunan RZWP3K, pemerintah dan pemerintah daerah memperhatikan kearifan lokal dan kelestarian laut. Acuan lain adalah Di Aceh, penguatan pengolalan sumber daya alam baik di darat dan laut selain mengikut kepada perundang-undangan yang berlaku nasional, juga terikat kepada undang-undang khusus, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Pasal 162 ayat (1) menyatakan bahwa, Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berwenang untuk mengelola sumber daya alam yang hidup di laut wilayah Aceh. Potensi pengelolaan sumber daya alam wilayah pesisir melibatkan lembaga adat sangat besar. Hal ini karena, Aceh memiliki Lembaga Panglima Laot yang selama 400 tahun lalu menjaga wilayah pesisir (wilayah kelola) dengan konsep kearifan lokal. Namun demikian, perkembangan masyarakat dan pembangunan dewasa ini, menyebabkan keberadaan kearifan lokal mulai terkikis oleh kepentingan pribadi, kelompok, dan industrilisasi. Sehingga wilayah kelola adat yang selama ratusan tahun yang lalu mulai digugat keabsahannya dan terkadang dipertentangkan dengan hukum positif (hukum tertulis). Lembaga Panglima Laot Lhok Lamteungoh masih tetap berusaha mempertahankan kearifan lokal wilayah kelola adat secara tradisional (tidak tertulis). Namun, pada saat yang sama khawatir apabila wilayah mereka dialihkan untuk kepentingan yang merusak sumber daya ikan dan lingkungan. Berdasarkan uraian di atas, artikel ini ingin menjawab bagaimanakah mekanisme penentuan wilayah kelola hukom adat laot (WK-HAL) Lhok Lamteungoh Kabupaten Aceh Besar, bagaimanakah kesepakatan bersama tentang 71

79 penentuan wilayah kelola hukom adat laot dihasilkan, dan bagaimanakah peta wilayah kelola hasil kesepakatan. TINJAUAN PUSTAKA Pasal 1 huruf a dan huruf b konvensi International Labour Organization (ILO) menyepakati bahwa masyarakat adat di dalam Negara-negara bangsa sudah merdeka dapat diidentifikasikan melalui kondisi sosial, budaya, dan ekonomi yang statusnya di atur sepenuhnya atau sebagianya dengan adat atau tradisi mereka atau dengan hukum atau regulasi yang khusus. Di Indonesia, keberadaan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya diakui melalui Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi: Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak- hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara Kesatuan Republik Indonesia, yang di atur dalam undang-undang. Di sisi lain, negara Indonesia merupakan Negara kepulauan (archipelago state) terbesar yang terdiri atas pulau, termasuk pulau yang belum diberi nama dan pulau yang tidak berpenghuni, 740 suku bangsa/etnis dengan 583 bahasa dan dialek dari 67 bahasa induk yang digunakan berbagai suku bangsa. Keanekaragaman tersebut disatukan dengan slogan: Bhinneka Tunggal Ika, walaupun berbeda-beda tetap satu juga sebagai kekuatan yang tumbuh, hidup, mengakar dari kehidupan masyarakat Indonesia. 2 Di Provinsi Aceh, keberagaman masyarakat juga wujud dalam berbagai kehidupan bermasayarakat, salah satunya adalah adanya masyarakat hukum adat laot yang tunduk pada Panglima Laot. 3 Masyarakat hukum adat laot merupakan masyarakat nelayan yang tunduk pada entitas tersendiri, dan telah ada sebelum 2 I Nyoman Nurjaya, Perkembangan pemikiran pluralisme hukum, Makalah Konferensi Internasional tentang Penguasaan Tanah dan Kekayaan Alam di Indonesia yang Sedang Berubah: Mempertanyakan Kembali Berbagai-bagai Jawaban, Jakarta, Oktober 2004, hlm 6; lihat juga Erman Rajagukguk, Ilmu hukum Indonesia: pluralisme, Makalah Diskusi Panel dalam rangka Dies Natalis IAIN Sunan Gunung Djati ke-37, Bandung, 2 April 2005; dan lihat juga Sajtipto Raharjo, Hukum progresif, kesinambungan, merobohkan, dan membangun (2006) 1 (2) Jurnal Hukum Progresif 1. 3 Keberadaan Panglima Laot di akui melalui Qanun Aceh (Perda) Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat, dan Qanun Aceh (Perda) Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat 72

80 terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4 Saat ini, dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh, masyarakat hukuadat laot mendiami 18 kabupaten/kota yang terbagi dalam 176 wilayah lhok. 5 Secara turun temurun masyarakat hukum adat laot mengelola wilayah kelola adat lebih kurang sejauh 4 mil dari garis pantai ke arah laut, dan 1 leun pukat atau dari pecah ombak sampai dengan anaman tahunan tak dapat tumbuh lagi ke arah darat (+-100 meter). Namun, dibeberapa wilayah lhok, luas wilayah kelola tersebut berbeda-beda. 6 Dalam kontek kearifan lokal, wilayah kelola adat memiliki seperangkat aturan mengenai penggunaan alat tangkap, waktu, dan proses penangkapan. M. Adli Abdullah, 7 dkk, mengatakan, konsep wilayah kelola adat laut menititik beratkan pada konsep ketersediaan dan keberlanjutan. Dalam rangka itu, menurut Sulaiman, dkk 8 dalam pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, bahwa masyarakat hukum adat laot mempunyai hak, antara lain: (a) akses terhadap bagian perairan pesisir yang sudah diberi izin; (b) mengusulkan wilayah penangkapan ikan secara tradisional; (c) mengusulkan wilayah masyarakat hukum adat (MHA); dan (d) melakukan kegiatan pengelolaan sumber daya pesisir berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang. 9 Dengan demikian, kearifan lokal merupakan anugerah yang tidak ternilai menjadi budaya yang hidup dalam masyarakat, 10 berpangkal pada sistem nilai, dan religi yang dianut dalam komunitasnya. 11 Dalam konteks ini, kearifan lokal adat 4 Sulaiman, Perubahan Peran Panglima Laot di Aceh, Jurnal Kanun Fakultas Hukum Unsyiah, No. 47, Tahun IX, 2009, hlm Dokumen Panglima Laot Aceh, Teuku Muttaqin Mansur dan Marzuki, Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Di Provinsi Aceh Berbasis Kearifan Lokal (Hukum Adat Laot), Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisplin, vol 1 no 1, (Maret 2018), (65-74), hlm M. Adli Abdullah, Sulaiman, dan Teuku Muttaqin Mansur, Selama Kearifan adalah Kekayaan, Eksistensi Panglima Laot dan Hukom Adat Laot di Aceh, Jakarta: Yayasan Kehati, hlm 9. 8 Sulaiman, Syamsul Bahri, dan M. Adli Abdullah, Sisi Lain Ulayat Laut, Perspektif Hukum Pengelolaan Pesisir Berbasis Hukum Adat Laut, Banda Aceh, Bandar Publishing, hlm Ibid. bandingkan dengan A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2005), hlm Dominikus Rato, Hukum dalam Perspektif Konstruksi Sosial, (Jember: Fakultas Hukum Universitas Jember, 2009), hlm I. Nyoman Nurjaya, Pengelolaan Sumber Daya Alam, Perspektif Antropologi Hukum (Jakarta: 73

81 laut dapat menjadi benteng strategis dalam rangka membangun dan meningkatkan ketahanan pangan masyarakat hukom adat laot (pesisir) dari ancaman perusak sumber daya perikanan dan pesisir. HASIL DAN PEMBAHASAN Mekanisme Penentuan WK-HAL Penentuan WK-HAL Lhok Lamteungoh dilakukan melalui proses musyawarah (pertemuan) formal dan tidak formal dengan pemangku kepentingan WK-HAL, masyarakat nelayan setempat, dan pemangku kepentingan perbatasan yang difasilitasi oleh Pengabdi dari Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. Sebelum musyawarah inti yang membahas penentuan wilayah dilaksanakan, pihak pengabdi mengawali dengan kegiatan observasi dan menjalin komunikasi informal dengan Panglima Laot Lhok Lamteungoh dan Panglima Laot Kabupaten Aceh Besar, serta meminta mitra Jaringan Kuala memfasilitasi pertemuan dengan para stakeholder. Berikut dipaparkan gambar tahapan mekanisme penentuan WK- HAL Lhok Lamteungoh: Pada saat observasi dan komunikasi informal, Panglima Laot Lhok dan Panglima Laot Kabupaten mendukung penuh penentuan WK-HAL. Namun, perlu segera disosialisasikan dalam pertemuan lebih formal kepada pihak-pihak lain, dalam hal ini kepada Imeum Mukim dalam wilayah lhok, keuchik, dan nelayan. Pustaka Publisher, 2008), hlm

82 Tujuan pertemuan awal tersebut, untuk memberitahukan secara terbuka rencana kegiatan WK-HAL. Menurut Sulaiman, 12 setelah disampaikan maksud dan tujuan penentuan WK-HAL Lhok Lamteungoh, terdapat dinamika penting yang kemudian menjadi kesepakatan. Ada anggapan dari masyarakat bahwa kegiatan yang akan dilaksanakan adalah semacam proyek (pembangunan fisik). Oleh karena itu, sosialisasi dilakukan langsung ke wilayah Teupin-Teupin dalam wilayah Lhok oleh pengabdi. Berdasarkan kesepakatan tersebut, selanjutnya dilakukan kembali sosialisasi sekaligus meminta masukan terkait dengan penentuan WK-HAL ke Teupin Ujong Pancu/Lampageu dan Teupin Lamawe. Selain mendapatkan dukungan, tahap ini juga menerima masukan terkait dengan WK-HAL yang telah ada. Pada pertemuan di Teupin Lamawe, hadir juga pembantu pengabdi pembuat peta WK-HAL. Keikutsertaan tim pembantu supaya langsung dapat menunjukkan wilayah dan batasan wilayah kelola kepada masyarakat dan stakeholder yang hadir. Dalam dokumen laporan kemajuan pengabdian, 13 dinyatakan, mekanisme selanjutnya adalah melaksanakan pertemuan ke-4 dengan lintas stakeholder WK-HAL, termasuk mengundang panglima laot yang berbatasan langsung dengan WK-HAL Lhok Lamteungoh, yaitu Panglima Laot Lhok Kuala Cangkoi, Ulee Lhue, Kota Banda Aceh dan Lhok Lampuuk Aceh Besar. Pada pertemuan ke-4, pengabdi sebagai fasilitator dibantu Jaringan Kuala menampilkan draft peta yang sudah dicetak di spanduk untuk dilihat bersama kembali. Pertemuan tersebut juga menghasilkan draft kesepakatan bersama tentang pengelolaan WK-HAL. Panglima Laot Lhok Lampuuk, menyepakati bahwa batasan WK-HAL berada di Ujong Raja sebagaimana peta yang dipaparkan. Namun, untuk Perwakilan Panglima Laot Kuala Cangkoi yang hadir masih mempermasalahkannya. Permasalahan tersebut akan didiskusikan kembali dengan nelayan dalam kawasan lhok tersebut. Selanjutnya, diputuskan khusus 12 Anggota Pengabdi, wawancara 29 Agustus Teuku Muttaqin Mansur, M. Adli, dan Sulaiman, Laporan Kemajuan Pendampingan kepada Panglima Laot Lhok Lamteungoh dalam Menentukan Wilayah Kelola Adat, LPPM Unsyiah,

83 untuk lhok tersebut, akan dilakukan pertemuan khusus yang bertempat di lhok Kuala Cangkoi, Ulee Lheu. Mekanisme selanjutnya, pertemuan ke 5 di lhok Kuala Cangkoi. Pada pertemuan ini akhirnya disepakati bahwa batasan WK-HAL antara lhok Lamteungoh dan Lhok Kuala Cangkoi mengikuti garis batas antara Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Hal ini bertujuan memudahkan pemetaan wilayah kelola, dan mendukung pemerintah yang telah menetapkan peta perbatasan wilayah. Atas dasar itu, pengabdi membuat peta WK-HAL sesuai dengan kesepakatan tersebut. M. Adli, 14 anggota Pengabdi menjelaskan, draft peta dan kesepakatan sudah dihasilkan. Secara informal pun telah dikomunikasikan kembali kepada Panglima Laot Lhok dan Kabupaten. Dalam waktu dekat ke depan akan dilakasankan peresmiannya. Waktudisesuaikan dengan ketersediaan waktu Bupati Aceh Besar sebagai pihak pemerintah yang akan menggunakan peta. Kesepakatan WK-HAL Sebagaimana diuraikan di atas, kesepakatan WK-HAL yang telah disepakati berangkat dari kesadaran bersama bahwa sumber daya perikanan merupakan anugerah Allah swt yang jumlah terbatas, sehingga wajib dijaga, dipelihara, dan dikembangkan secara bersama-sama secara lestari dan berkelanjutan. Dengan memperhitungkan generasi mendatang, sumber daya perikanan dan ekosistem kelautan di wilayah Lhok Lamteungoh Kabupaten Aceh Besar telah menjadi sumber kehidupan warga yang harus diusahakan pemanfaatannya demi terwujudnya kemakmuran masyarakat. Salah satu cara menjaga sumber daya perikanan dan ekosistem kelautan adalah melalui pelaksanaan hukom adat laot dan pengaturan wilayah kelola hukom adat laot secara bijaksana. Hukom adat laot diberlakukan oleh masyarakat nelayan untuk menjaga ketertiban dalam penangkapan ikan, melindungi wilayah tangkapan nelayan tradisional, dan menjaga kelestarian serta keberlanjutan sumber daya perikanan. Masyarakat juga sepakat bahwa, WK-HAL sebagai wilayah adat yang selama 14 Anggota Pengabdi, Wawancara, 29 Agustus

84 ini dimanfaatkan oleh masyarakat Hukom adat laot (nelayan tradisional) dari garis pantai sampai batas tertentu ke arah laut dan kearah darat dari pecah ombak sampai dengan tanaman tahunan tidak tumbuh. Dalam dokumen kesepakatan juga disepakati bahwa WK-HAL Lhok Lamteungoh terbagi atas 4 (empat) teupin, yaitu: Teupin Lamteh, Teupin Lamawe, Teupin Lamteungoh, dan Teupin Ujong Pancu. Selanjutnya, pemanfaatan wilayah hukom adat laot Lhok Lamteungoh dilaksanakan berdasarkan tata cara yang telah diatur dalam ketentuan hukom adat laot. Setiap orang tidak boleh memanfaatkan sumber daya perikanan dan ekosistem kelautan dalam wilayah kelola hukom adat laot lhok lamteungoh dengan cara-cara yang merusak lingkungan. Setiap orang yang melanggar akan dikenai sanksi berdasarkan ketentuan hukom adat laot. Untuk mendukung tetap tegaknya hukom adat laot, diperlukan keikutsertaan pemerintah dan aparat keamanan negara untuk melindungi Panglima Laot saat menetapkan sanksi-sanksi adat. Peta WK-HAL Batasan peta WK-HAL yang disepakati, sebelah Utara berbatasan dengan Lhok Pulau Nasi dengan titik koordinat: 5 35' 44,029" LU : 95 12' 34,796" BT, sebelah Timur berbatasan dengan Lhok Kuala Cangkoi, Ulee Lhue, Kota Banda Aceh, dengan titik koordinat: 5 33' 9,112" LU : 95 16' 58,690" BT, sebelah Selatan berbatasan dengan Ujong Raja Lhok Lampuuk, dengan titik koordinat: 5 31' 38,278" LU : 95 11' 37,214" BT, sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia, dengan titik koordinat: 5 33' 47,041" LU : 95 8' 23,833" BT, dan kearah darat dari pecah ombak sampai dengan tanaman tahunan tidak tumbuh. Berikut dipaparkan Peta WK-HAL yang telah disepakati 77

85 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan WK-HAL disepakati setelah dilakukan sejumlah pertemuan dengan stakeholder dan masyarakat nelayan. Peta WK-HAL Lhok Lamteungoh sangat penting untuk menjelaskan secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Peta ini juga dapat dijadikan rujukan dalam penetapan zonasi dalam rencana Qanun Aceh tentang RZWP3K Saran-Saran Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, ada dua kesimpulan penting terkait dengan kajian ini, sebagai berikut: 1. Pemerintah Aceh Besar dan Pemerintah Aceh diharapkan mendukung penetapan/kesepakatan penentuan WK-HAL Lhok Lamteungoh sebagai upaya bersama menjaga dan melestarikan kawasan pesisir dan laut. 2. Aparat penegak hukum yang berwenang melakukan penegakan hukum laut, mendukung dan ikut serta membantu Panglima Laot Lhok Lamteungoh dan jajarannya dalam pengawasan WK-HAL dari pihak-pihak yang merusak WK- HAL Lhok Lamteungoh. 78

86 DAFTAR PUSTAKA Buku-Buku A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2005). Dominikus Rato, Hukum dalam Perspektif Konstruksi Sosial, (Jember: Fakultas Hukum Universitas Jember, 2009). I. Nyoman Nurjaya, Pengelolaan Sumber Daya Alam, Perspektif Antropologi Hukum (Jakarta: Pustaka Publisher, 2008). M. Adli Abdullah, Sulaiman, dan Teuku Muttaqin Mansur, Selama Kearifan adalah Kekayaan, Eksistensi Panglima Laot dan Hukom Adat Laot di Aceh, Jakarta: Yayasan Kehati. Sulaiman, Syamsul Bahri, dan M. Adli Abdullah, Sisi Lain Ulayat Laut, Perspektif Hukum Pengelolaan Pesisir Berbasis Hukum Adat Laut, Banda Aceh, Bandar Publishing. Teuku Muttaqin Mansur dan Marzuki, Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Di Provinsi Aceh Berbasis Kearifan Lokal (Hukum Adat Laot), Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisplin, Vol 1 No 1, (Maret 2018), (65-74). Undang-Undang Undang-undang Dasar 1945 UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2010 tentang Perikanan LAMPIRAN Pertemuan 1: 10 Mei 2018 di Balee Nelayan Lhok Lamteungoh, Sosialiasi Awal Rencana Kegiatan 79

87 Pertemuan 2: 20 Mei 2018 di Balee Nelayan Lampageu/Teupin Ujong Pancu-Sosialisasi 2 kepada nelayan Teupin Lampageu/Ujong Pancu Pertemuan 3: 27 Mei 2018 di Balee Nelayan Teupin Lamawe. Sosialiasi 3 kepada nelayan di Teupin Lamawe dan melihat draft peta awal 80

88 Lanjutan Pertemuan 3: 81

89 Pertemuan 4: 4 Juni 2018 di Balee Nelayan Lhok Lamteungoh. Pertemuan lintas Teupin, Panglima Laot dan Panglima Laot perbatasan laot lhok Kuala Cangkoi, Ulee Lheu dan Panglima Laot Lampuuk. 82

90 Pertemuan 5: 6 Juli 2018 di Lhok Kuala Cangkoi, Ulee Lheu- Kesepakatan WK-HAL dengan Panglima Laot Ulee Lheu Banda Aceh tentang batas WK- HAL antara Lhok Lamteungoh Kab Aceh Besar, dengan Lhok Ulee Lheu, Kota Banda Aceh 83

91 UPAYA PENGHIJAUAN PANTAI DAN LINGKUNGAN HIDUP DESA PADANG SEURAHET KABUPATEN ACEH BARAT Khairun Nisa Universitas Teuku Umar khr.nisa@gmail.com ABSTRAK Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena memiliki daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secara langsung atau untuk meregulasi pemanfaatannya karena secara sektoral memberikan sumbangan yang besar dalam kegiatan ekonomi misalnya pertambangan, perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain. Salah satu desa yang paling parah adalah desa Padang Seurahet Kecamatan Johan Pahlawan. Desa yang terletak di sekitar wilayah Kantor Depot Pertamina Meulaboh ini rusak parah akibat tsunami. Garis pantai sepanjang 1,8 Km tersebut terlihat gersang tanpa tanaman pelindung dan kurang terawat serta banyak terlihat sampah berserakan sehingga tidak memiliki nilai ekonomi serta konservasi pelestarian lingkungan. Program rehabilitasi untuk wilayah pantai sangat di perlukan untuk mengembalikan kelestarian lingkungan pesisir dan mengembalikan habitat flora dan fauna yang hidup pada Ekosistem pantai Padang Seurahet. Salah satu kegiatan rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk melakukan pelestarian dan penghijuan kembali wialayah pesisir pantai wilayah ini adalah penanaman kembali beberapa jenis tanaman yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis bagi lingkungan, seperti : Cemara Laut, Kelapa Dalam maupun Bambu. Salah satu kunci keberhasilan program rehabilitasi lingkungan adalah keterlibatan masyarakat secara aktif dan metode pelaksanaannya harus sesuai dan selaras dengan kebiasaan dan kearifan lokal masyarakat setempat. Kata kunci: pesisir, penghijauan, ekosistem pantai PENDAHULUAN Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena memiliki daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secara langsung atau untuk meregulasi pemanfaatannya karena secara sektoral memberikan sumbangan yang besar dalam kegiatan ekonomi misalnya pertambangan, perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain. Wilayah pesisir adalah wilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yang merupakan ekosistem transisi yang dipengaruhi daratan dan lautan, yang mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistem pantai Meulaboh sebagai Ibukota Aceh Barat terletak di wilayah pesisir berada di Kecamatan Johan Pahlawan. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah yang paling parah terkena dampak Gempa dan Tsunami Aceh tahun 2004 silam. Korban jiwa paling banyak tercatat adalah kecamatan Johan pahlawan. Selain 84

92 korban jiwa, gedung pertokoan, rumah penduduk serta ekosistem disepanjang garis pantai juga ikut hancur terkena bencana tersebut. Salah satu desa yang paling parah adalah desa Padang Seurahet Kecamatan Johan Pahlawan. Desa yang terletak di sekitar wilayah Kantor Depot Pertamina Meulaboh ini rusak parah akibat tsunami. Rumah penduduk rata dengan tanah dan menyisakan wilayah pantai yang kosong sebab penduduknya telah direlokasi di daerah lain dan dijadikan wilayah konservasi pantai. Wilayah pesisir desa Padang Seurahet saat ini kondisi nya cukup memprihatinkan. Garis pantai sepanjang 1,8 Km tersebut terlihat gersang tanpa tanaman pelindung dan kurang terawat serta banyak terlihat sampah berserakan sehingga tidak memiliki nilai ekonomi serta konservasi pelestarian lingkungan. Pantai yang terletak hanya 3 km dari pusat kota Meulaboh ini sebenarnya menyimpan potensi untuk menjadi lokasi wisata bahari yang potensial dengan pemandangan yang cukup menarik. Namun kondisi saat ini yang gersang tanpa pohon pelindung tidak menarik minat masyarakat untuk berkunjung kesana. Gambar 1 : Kondisi Pantai Padang Seurahet TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem pantai adalah interaksi antara komponen biotik dan komponen abiotik yang ada di dataran pantai. Sama seperti ekosistem hayati lainnya, ekosistem pantai juga terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen yang menyusun ekosistem pantai adalah sebagai berikut : 85

93 1. Komponen abiotik. Mencakup suhu, udara, batuan, pasir, tana, air dan lain-lain. Komponen abiotik pantai yang khas adalah pasir dan batu karang. 2. Komponen biotik autotrof. Adalah mahluk hidup yang berada di dasar rantai makanan dalam sebuah komponen. Organisme autotrof ditandai dengan kemampuannya menghasilkan makanan sendiri. Sehingga tidak perlu memangsa organisme lain. organisme autotrof disebut juga sebagai produsen. Organisme autotrof di pantai yang khas antara lain : gangagng, bakau, kelapa dan lain-lain. 3. Komponen biotik heterotof. Merupakan organisme yang tidak bisa menghasilkan makanan sendiri, sehingga harus memangsa organisme lain untuk bertahan hidup. Karena itu disebut juga sebagai konsumen. Ada beberapa tingkat konsumen dalam rantai makanan. Konsumen tingkat satu adalah organisme heterotof yang langsung memakan produsen, selanjutnya ada konsumen tingkat 2 yang memangsa konsumen tingkat 1. Begitu seterusnya. Komponen biotik heterotof yang khas dalam ekosistem pantai adalah umang-umang, kepiting, rubah pantai, tupai dan lain-lain. 4. Dekomposer, yaitu komponen dalam ekosistem yang berfungsi menguraikan sisa-sisa mahluk hidup yang telah mati. Biasanya terdiri dari jenis bakteri dan jamur. Meulaboh sebagai Ibukota Aceh Barat terletak di wilayah pesisir berada di Kecamatan Johan Pahlawan. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah yang paling parah terkena dampak Gempa dan Tsunami Aceh tahun 2004 silam. Korban jiwa paling banyak tercatat adalah kecamatan Johan pahlawan. Selain korban jiwa, gedung pertokoan, rumah penduduk serta ekosistem disepanjang garis pantai juga ikut hancur terkena bencana tersebut. Salah satu desa yang paling parah adalah desa Padang Seurahet Kecamatan Johan Pahlawan. Desa yang terletak di sekitar wilayah Kantor Depot Pertamina Meulaboh ini Rusak parah akibat tsunami. Rumah penduduk rata dengan tanah dan menyisakan wilayah pantai yang kosong sebab penduduknya telah direlokasi di daerah lain dan dijadikan wilayah konservasi pantai. Berdasarkan kondisi saat ini di wialayah tersebut, perlu dilakukannya suatu upaya rehabilitasi kawasan pantai yang merupakan bagian dari pengeloaan kegiatan 86

94 konservasi dan pelestarian lingkungan yang melibatkan masyarakat. Keberhasilan maupun kegagalan dalam rehabilitasi wilayah pantai ini tidak terlepas dari peran masyarakat dalam mendukung program pemerintah baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan rehabilitasi. Program rehabilitasi untuk wilayah pantai sangat di perlukan untuk mengembalikan kelestarian lingkungan pesisir dan mengembalikan habitat flora dan fauna yang hidup pada Ekosistem pantai Padang Seurahet. Semoga dengan di laksanakan nya Program penghijauan pantai akan tercipta suatu lingkungan ekosistem pantai yang baik dan berdaya fungsi untuk kehidupan di lingkungan dan masyarakat Pesisir Aceh Barat pada umumnya dan Masyarakat sekitar pada khususnya. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kegiatan Penghijauan pantai dan Lingkungan hidup sekitar Desa Padang Seurahet ini memiliki beberapa tujuan antara lain : a. Penanaman kembali beberapa komoditi tanaman pantai seperti Cemara dan Kelapa sehingga kondisi pantai menjadi lebih asri, bersih dan nyaman serta dapat menjadi pelindung lingkungan dari angin dan abrasi. b. Pengaturan kembali tata ruang wilayah pantai terutama pengaturan vegetasi tanaman. c. Membuat kawasan pantai menjadi salah satu lokasi wisata bahari untuk kota Meulaboh sehingga memberikan dampak positif terhadap masyarakat sekitar d. Meningkatkan motivasi, kesadaran dan keterlibatan masyarakat untuk menjaga lingkungan secara lebih bertanggungjawab e. Memperbaiki kondisi ekosistem wilayah pantai Padang Seurahet secara terpadu dan berbasis pemberdayaan masyarakat. f. Sarana peningkatan pengetahuan dan penerapan kearifan lokal tentang konservasi lingkungan hidup. 87

95 2. Kegiatan penghijauan dan konservasi lingkungan hidup wilayah pantai desa Padang Seurahet ini direncanakan dalam bentuk yang komprehensif (menyeluruh) meliputi : a. Survey awal untuk melihat kondisi lingkungan b. Penanaman tanaman Cemara Laut dan Kelapa Dalam serta Bambu c. Pemeliharaan dan penataan tanaman dengan melibatkan peran serta masyarakat secara aktif, sehingga tanaman yang telah di tanam dapat tumbuh dengan baik serta lestari. Salah satu kunci keberhasilan program rehabilitasi lingkungan adalah keterlibatan masyarakat. Kegiatan penghijauan dan konservasi lingkungan hidup wilayah pantai desa Padang Seurahet ini direncanakan melibatkan masyarakat sekitar semenjak dari tahap awal sampai akhir. Hal ini penting untuk meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap kegiatan ini serta untuk menjaga keberlangsungan proses rehabilitasi ini kedepannya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 3. Kawasan Pantai pesisir Desa Padang Seurahet merupakan salah satu kawasan yang rusak ekosistem pantainya akibat bencana tsunami Aceh tahun 2004 lalu. 4. Program rehabilitasi untuk wilayah pantai sangat di perlukan untuk mengembalikan kelestarian lingkungan pesisir dan mengembalikan habitat flora dan fauna yang hidup pada Ekosistem pantai Padang Seurahet. 5. Kegiatan rehabilitasi yang dapat dilakukan adalah penanaman kembali beberapa jenis tanaman yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis bagi lingkungan, seperti : Cemara Laut, Kelapa Dalam maupun Bambu. 6. Keterlibatan masyarakat sekitar sangat penting, terutama untuk meningkatkan rasa memiliki masyarakat terhadap kegiatan ini serta untuk menjaga keberlangsungan proses rehabilitasi ini kedepannya. Saran 1. Butuh adanya dukungan dari Pemerintah setempat serta peran aktif dari perguruan tinggi dalam hal perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ini. 88

96 2. Masyarakat harus di ajak terlibat secara langsung demi kelangsungan dan keberlanjutan kegiatan ini kedepan. Sebelum kegiatan terlaksana, hendaknya telah dilakukan survey yang menyeluruh dengan memperhatikan kaidah ilmiah dan factor lingkungan serta yang tidak kalah penting kegiatan ini juga harus sesuai dan selaras dengan kebiasaan dan kearifan lokal masyarakat setempat 89

97 PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN IKAN MELALUI PROGRAM KULIAH KERJA NYATA PEMBELAJARAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KKN-PPM) DI DAERAH PESISIR PANTAI GAMPONG LAYEUN KECAMATAN LEUPUNG ACEH BESAR Raida Agustina 1, Mustaqimah 1, Hasanuddin 2 1) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala 2) Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala raidaagustina@unsyiah.ac.id ABSTRAK Tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah menerapkan teknologi pengolahan ikan melalui program Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN PPM) di daerah pesisir pantai Gampong Layeun Kecamatan Leupung Aceh Besar. Gampong Layeun menjadi salah satu sentra penjualan ikan asin yang sangat terkenal di Aceh. Potensi manusia dan sumber daya alam yang dimiliki daerah ini sangat mendukung untuk pengembangan teknologi pengolahan ikan. Meskipun kaya akan potensi alam, daerah ini termasuk salah satu daerah yang masih tertinggal dalam hal penggunaan teknologi pengolahan ikan, sehingga penerapan teknologi sangat diperlukan untuk memudahkan masyarakat mengolah hasil perikanan yang berlimpah tersebut. Penerapan teknologi pengolahan ikan melalui alat pengering, alat pencacah daging ikan, dan alat pengemas sealer menunjukkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan cara-cara konvensional/tradisonal yang selama ini diterapkan oleh masyarakat Gampong Layeun Kecamatan Leupung. Proses pengeringan ikan asin dengan alat pengering energi surya hanya membutuhkan waktu 3 (tiga) hari pengeringan. Untuk pengeringan produk olahan ikan keumamah dan ikan asap kering dengan alat pengering hanya membutuhkan waktu 2 (dua) hari pengeringan. Kapasitas alat pengering energi surya tersebut adalah 30 kg/2 hari pengeringan. Kapasitas pencacahan daging ikan dengan menggunakan alat pencacah mencapai 11,28 kg/jam. Hasil kegiatan menunjukkan penggunaan kemasan dan pemasangan label kemasan pada produk olahan ikan mampu meningkatkan daya tarik pembeli serta mampu memberikan informasi kepada konsumen mengenai ikan asin, ikan keumamah, ikan asap kering dan abon ikan yang diproduksi oleh masyarakat Gampong Layeun Kecamatan Leupung. Kata Kunci : Pengering, pencacah, sealer, abon ikan, ikan asin, ikan asap kering, keumamah PENDAHULUAN Gampong Layeun adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar. Daerah ini terletak di pesisir pantai yang memiliki sumber daya alam laut cukup melimpah. Potensi penghasilan untuk penduduk dapat berasal dari bidang perikanan dan perdagangan. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan dan para ibu-ibunya biasanya mengolah hasil tangkapan menjadi ikan asin, ikan peda, ikan teri kering dan lain-lain sehingga tidak heran Gampong Layeun menjadi salah satu sentra penjualan ikan asin yang sangat 90

98 terkenal di Aceh. Potensi manusia dan sumber daya alam yang dimiliki daerah ini sangat mendukung untuk pengembangan teknologi pengolahan ikan. Meskipun kaya akan potensi alam, daerah ini termasuk salah satu daerah yang masih tertinggal dalam hal penggunaan teknologi pengolahan ikan, sehingga penerapan teknologi sangat diperlukan untuk memudahkan masyarakat mengolah hasil perikanan yang berlimpah tersebut. Ikan adalah salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi dan merupakan sumber protein hewani, lemak dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Namun, ikan juga cepat mengalami proses pembusukan setelah ditangkap dan mati. Sifat ikan yang mudah membusuk, membuat nelayan harus menjual hasil tangkapan secepat mungkin. Hasil tangkapan ini biasanya langsung dijual dalam bentuk ikan basah. Pada musim tertentu, produksi ikan melebihi kebutuhan masyarakat sehingga ikan hasil tangkapan harus segera dilakukan penanganan untuk mempertahankan mutunya. Penyediaan ikan dalam bentuk segar sebenarnya lebih diminati oleh konsumen, karena dapat langsung diolah sesuai selera masingmasing. Namun pemasaran ikan segar sangatlah terbatas karena sifat ikan yang cepat membusuk jika tanpa melalui proses pengawetan terlebih dahulu. Untuk mengurangi resiko pembusukan ikan, diperlukan penanganan dan proses pengolahan yang cepat dan tepat agar ikan dapat dimanfaatkan oleh konsumen dan tidak terbuang sebagai limbah serta bernilai jual tinggi. Beberapa cara pengolahan yang dapat memperpanjang masa simpan ikan segar adalah pembuatan ikan asin kering, ikan keumamah, abon ikan, dan ikan asap kering. Penerapan alat pengering untuk pengeringan ikan asin, ikan keumamah, dan ikan asap kering, alat pecacah daging ikan untuk pembuatan abon dan alat pengemas produk memang sangat diperlukan dengan harapan nantinya masyarakat juga dapat membuat alat dan mesin pertanian secara mandiri. Belum maksimalnya penggunaan teknologi pengolahan ikan dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pengolahan ikan. Oleh karena itu dengan adanya kegiatan Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN PPM) ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penerapan alat pengering untuk pengeringan ikan, alat pecacah daging ikan dan alat pengemas produk yang merupakan salah satu strategi bagi 91

99 Perguruan Tinggi untuk berpartisipasi aktif dalam upaya pemberdayaan masyarakat desa. Hal ini sesuai dengan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, Perguruan Tinggi perlu merespon positif dan turut andil dalam mendukung pembangunan desa berbasis kerakyatan melalui berbagai program pendampingan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kapasitas hidup mereka (Khathir, dkk., 2014). Pada dasarnya bahwa kelembagaan pendidikan tinggi mengembangkan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi. Ketiga dharma inilah yang kemudian diderivasikan ke dalam berbagai struktur kegiatan Perguruan Tinggi secara integratif dan holistik.. Peran mahasiswa sangat diharapkan partisipasinya dalam bentuk Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang merupakan program pengabdian pada masyarakat oleh Universitas Syiah Kuala yang bersifat tematik (KKN-PPM Tematik) (Jayanti, dkk., 2015). Tujuan dari kajian ini adalah untuk mendapatkan produk bernilai ekonomis berbahan baku ikan sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas ekonomi rumah tangga, menciptakan peluang usaha dan meminimalisir pencemaran lingkungan melalui program Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN PPM). Program KKN PPM ditujukan agar mahasiswa dan masyarakat memiliki skill dan kemampuan berwirausaha dengan modal kecil dan manfaat besar. Adapun tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah menerapkan teknologi pengolahan ikan melalui program Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN PPM) di daerah pesisir pantai Gampong Layeun Kecamatan Leupung Aceh Besar METODE Kegiatan KKN PPM di Gampong Layeun Kecamatan Leupung berlangsung selama 1 (satu) bulan. Mahasiswa peserta KKN menetap di Gampong Layeun dengan tujuan mahasiswa dapat berinteraksi dengan warna secara maksimal. Mahasiswa KKN PPM Gampong Layeun berlatar belakang keilmuan yang berbeda yaitu Pertanian, Hukum, Kedokteran, Teknik, dan MIPA. Kegiatan ini dikoordinasikan dengan Pusat Pelaksanaan Dan Pengembangan Kuliah Kerja Nyata Unsyiah, sehingga program ini diharapkan dapat bersinergi dengan program universitas. Kegiatan KKN merupakan salah satu mata kuliah wajib untuk 92

100 mahasiswa tingkat akhir. Kegiatan KKN ini dikelola oleh Pusat Pelaksanaan Dan Pengembangan Kuliah Kerja Nyata Unsyiah(P3KKN-Unsyiah). Program yang dilaksanakan meliputi program utama dan program penunjang. Program utama mengarah pada modifikasi perancangan dan aplikasi alat pengering ikan yang telah dirancang oleh Khathir, dkk (2015), alat pencacah daging ikan, apliksi sealer sebagai alat pengemas produk berbahan baku ikan berupa ikan asin kering, keumamah, abon ikan, dan ikan asap kering serta penyuluhan mengenai cara perancangan ulang dan perawatan alat. Sedangkan program penunjang diantaranya adalah penyuluhan pengelolaan pertanian yang baik, pelatihan pembuatan pupuk organik dari limbah rumah tangga dan limbah air cucian ikan, pelatihan pembuatan produk-produk olahan berbahan baku ikan seperti nugget ikan, dendeng ikan, dan cilok ikan, pelatihan dan praktek tanam sayur-sayuran muda, pelatihan pembuatan kerajinan dan pemanfaatan barang bekas, dan peningkatan sumber daya manusia para pemudanya. Metode yang dilakukan untuk keberhasilan program ini adalah, yaitu analisis deskriptif dimana tim pelaksana program KKN PPM dan mahasiswa melakukan pendekatan dengan terjun langsung ke masyarakat. Penyajian materi dilakukan dengan metode metode ceramah, diskusi, demonstrasi dan praktek langsung. Metode ceramah dipergunakan untuk menyampaikan sistem kerja, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur penyiapan peralatan dan bahan yang akan diolah. Metode demonstrasi digunakan untuk memudahkan penyampaian tentang teknologi pembuatan ikan asin, keumamah, abon ikan dan ikan asap kering dan juga mendemonstrasikan bagaimana cara pengoperasian alat pengering ikan, cara pengoperasian mesin pencacah daging ikan serta cara mengemas produk ikan tersebut dalam kemasan plastik dengan menggunakan alat pengemas sealer. Pemberian materi diawali dengan teori dilanjutkan dengan praktek langsung. 93

101 HASIL DAN PEMBAHASAN Program kegiatan KKN PPM 2018 ini dilaksanakan sesuai dengan metode yang direncanakan, yaitu analisis deskriptif dimana tim pengabdi melakukan pendekatan dengan terjun langsung ke masyarakat. Diawali dengan survey pendahuluan dan wawancara dengan masyarakatnya yang terdiri dari ibu-ibu rumah tangga yang melakoni pembuatan ikan asin dan keumamah, serta wawancara dengan aparat desa. Dari hasil wawancara dengan ke masyarakat diketahui bahwa mereka sangat membutuhkan alat bantu untuk memperlancar usaha mereka. Aplikasi mesin pencacah daging ikan, alat pengering, dan sealer yang telah dilakukan, diharapkan dapat meningkatkan semangat produktif mereka. Kegiatan ini juga telah berhasil menerapkan beberapa inovasi. Inovasi dilakukan dengan merancang bangun pertama adalah alat pengering ikan yang bisa digunakan untuk mengeringkan ikan asin, keumamah, dan ikan asap. Alat pengering ini dirancang dengan konstruksi yang sederhana dan tepat guna dimana memanfaatkan energi surya sebagai sumber panasnya. Inovasi ke-dua, alat pencacah ikan yang digunakan mencacah daging ikan untuk pembuatan abon ikan. Kemampuan utama alat ini adalah dapat mencacah daging ikan dengan sempurna dalam waktu yang singkat dan hasil seragam jika dibandingkan dengan mencacah daging ikan secara manual dengan hanya memanfaatkan tenaga manusia. Inovasi ke-tiga, adalah memperkenalkan metode pengemasan yang baik dan menarik menggunakan sealer sehingga mampu meningkatkan nilai jual produk. Penerapan teknologi pengolahan ikan melalui alat pengering, alat pencacah daging ikan, dan alat pengemas sealer menunjukkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan cara-cara konvensional/tradisonal yang selama ini diterapkan oleh masyarakat Gampong Layeun Kecamatan Leupung. Pengeringan cara konvensional ini biasanya dilakukan dengan meletakkan produk di atas jaring ikan, tikar, hamparan lantai semen, tampah yang digantung, anyaman bambu dan ditempatkan di tempat terbuka di bawah sinar matahari. Metode ini sangat tidak hiegenis dan bisa menyebabkan tingkat kehilangan hasil yang tinggi karena ikan yang sedang dijemur tersebut dimakan burung, serangga, kucing dan hewan lain. Selain itu juga produk akan mudah terkena debu dan mudah terkontaminasi yang 94

102 dapat mengganggu kesehatan konsumen. Masalah-masalah tersebut menyebabkan jumlah dan kualitas produksi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hasil penerapan alat pengering untuk produk olahan ikan asin, ikan keumamah dan ikan asap kering menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap lama proses pengeringan, dimana lama proses pengeringan ikan asin lebih cepat 4 (empat) hari bila dibandingkan dengan pengeringan tradisional. Proses pengeringan ikan asin dengan alat pengering energi surya hanya membutuhkan waktu 3 (tiga) hari pengeringan sedangkan cara tradisional membutuhkan waktu 7 (tujuh) hari pengeringan. Untuk pengeringan produk olahan ikan keumamah dan ikan asap kering dengan alat pengering hanya membutuhkan waktu 2 (dua) hari pengeringan sedangkan cara tradisional membutuhkan waktu sampai 5 (lima) hari pengeringan. Adapun kapasitas alat pengering energi surya tersebut adalah 30 kg/2 hari pengeringan. Hasil penerapan alat pencacah daging ikan untuk pembuatan abon juga menunjukkan hasil yang berbeda bila dibandingkan dengan proses pencacahan daging ikan secara manual yang hanya menggunakan sendok garpu. Kapasitas pencacahan secara manual adalah 2 kg/jam sedangkan kapasitas pencacahan daging ikan dengan menggunakan alat pencacah mencapai 11,28 kg/jam. Dengan adanya alat pencacah daging ikan ini banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat Gampong Layeun Kecamatan Leupung yaitu, mengurangi tenaga dalam penyuwiran/pencacahan daging ikan, memudahkan kerja pencacahan daging ikan untuk pembuatan abon ikan, meningkatkan kuantitas dan kualitas abon ikan dan meminimumkan susut hasil, menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat sehingga menambah pendapatan keluarga, menumbuhkembangkan minat masyarakat untuk peningkatan diversifikasi pangan dibidang olahan produk perikanan. Penerapan alat pengemas sealer juga mampu memecahkan masalah pemasaran produk olahan ikan di Gampong Layeun Kecamatan Leupung. Selama ini masyarakat di Gampong Layeun ketika menjual produk hanya dikemas dengan plastik tanpa disegel dan hanya diikat dengan karet gelang, bahkan produk tidak dikemas sama sekali. Hal ini membuat produk olahan ikan menjadi tidak hiegenis dan tidak mempunyai daya tarik. Masyarakat belum familiar dengan sealer sebagai 95

103 alat penyegel produk kemasan plastik. Sealer adalah alat pengemas yang pengoperasiannya menggunakan tangan. Alat ini biasanya dipakai oleh home industry dengan beragam produk makanan yang dikemas dalam kantong plastik. Dalam hal pengemasan makanan, teknik pengemasan memiliki kelebihan diantaranya lebih higienis, makanan lebih awet karena mikroorganisme tidak dapat tumbuh, tekstur makanan tetap terjaga, anti bocor, dan kemasan lebih menarik. Sehingga diharapkan dengan adanya pengemasan ini olahan ikan akan terkemas dalam plastik yang menarik,mempunyai waktu simpan lebih lama dan harga jual dapat ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan para masyarakat di Gampong Layeun Kecamatan Leupung. Hasil kegiatan menunjukkan penggunaan kemasan dan pemasangan label kemasan pada produk olahan ikan mampu meningkatkan daya tarik pembeli serta mampu memberikan informasi kepada konsumen mengenai ikan asin, ikan keumamah, ikan asap kering dan abon ikan yang diproduksi oleh masyarakat Gampong Layeun Kecamatan Leupung. Penggunaan alat pengering terpadu untuk ikan asin, keumamah dan ikan asap kering serta alat pencacah daging ikan untuk bahan baku abon juga pengunaan Sealer sebagai alat bantu pengemasan oleh mitra kerja dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi, dan efisiensi waktu. Penggunaan alat yang menarik dan mudah yang diaplikasikan oleh tim juga dapat mengurangi kelelahan kerja masyarakat, dengan harapan dapat meningkatkan animo masyarakat untuk memproduksikan hasil olahan ikan tersebut secara kontinyu. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan KKN PPM ini adalah : 1. Program utama kegiatan KKN PPM ini telah menghasilkan produk dari hasil pengolahan ikan berupa ikan asin, abon ikan, keumamah dan ikan asap kering. 2. Penerapan teknologi pengolahan ikan melalui alat pengering, alat pencacah daging ikan, dan alat pengemas sealer menunjukkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan cara-cara konvensional/tradisonal yang selama ini diterapkan oleh masyarakat Gampong Layeun Kecamatan Leupung. 96

104 3. Penerapan alat pengering telah membantu proses pengeringan ikan asin, ikan asap kering dan keumamah. 4. Penerapan mesin pencacah daging ikan dapat memudahkan dan mempercepat proses penyuwiran ikan dan hasil cacahan yang lebih seragam. 5. Penggunaan sealer sebagai alat pengemas dan label kemasan yang menarik dapat meningkatkan penjualan produk ikan asin, keumamah, abon ikan dan ikan asap kering Adapun saran yang dapat disampaikan diantaranya : 1. Perlu dilakukan pendampingan kepada masyarakat supaya produksi berupa ikan asin, abon ikan, keumamah dan ikan asap kering terus berkelanjutan. 2. Program KKN PPM tematik ini perlu diterapkan di daerah-daerah pesisir di Aceh dengan harapan dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat pesisir. DAFTAR PUSTAKA Jayanti, D.S., S. Mechram., R. Agustina Pemberdayaan Masyarakat Melalui Kuliah Kerja Nyata Tematik Dengan Pemanfaatan Limbah Tahu Untuk Meningkatkan Taraf Hidup Masyarakat. Prosiding Seminar Nasional Biologi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah, Banda Aceh. Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 Tentang Perencanaan Pembangunan Desa. Khathir, R., Ratna dan Mustafril Pemberdayaan Masyarakat Petani Desa Sabet Melalui Kuliah Kerja Nyata Tematik. Prosiding Seminar Nasional Biologi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah, Banda Aceh. Khathir, R., R. Agustina, Ratna Modifikasi Alat Pengering Tipe Hohenheim Untuk Pliek U. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa 97

105 LAMPIRAN Foto 1. Alat Pengering Foto 2. Mesin Pencacah Daging Ikan Foto 3. Alat pengemas Foto 4. Produk Utama KKN PPM Ikan Asin, Keumamah, Abon Ikan dan Ikan Asap Kering 98

106 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PEMBUATAN PESTISIDA NABATI DI GAMPONG SEUREUMO KABUPATEN ACEH BESAR Andriani Lubis 1, Dewi Sri Jayanti 1, Taufan Hidayat 2 1) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala 2) Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala dewisrijayanti@unsyiah.ac.id ABSTRAK Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya salah satunya adalah budidaya tanaman. Agar tanaman budidaya tidak terganggu oleh organisme pengganggu tanaman (OPT) maka perlu dilakukan suatu pengendalian dengan menggunakan pestisida. Pestisida harganya cukup mahal, selain itu penggunaan pestisida secara berlebihan akan menimbulkan dampak negatif bagi manusia, flora, fauna serta lingkungan. Salah satu alternatif teknologi pengendalian OPT adalah penggunaan pestisida nabati yang lebih alami dalam upaya perlindungan tanaman sayuran berbasis pada pengelolaan ekosistem secara terpadu dan berwawasan lingkungan. Pemanfaatan pestisida nabati selain mudah didapatkan juga aman bagi tubuh manusia dan lingkungan sekitar. Penggunaan pestisida nabati juga digunakan untuk meminimalisir penggunaan bahan kimia yang dapat merusak lingkungan. Bahan aktifnya bersumber dari tumbuh-tumbuhan, seperti akar, daun, batang atau buahnya. Bahan baku lokal yang tersedia untuk pembuatan pestisida nabati banyak tersedia dan belum dimanfaatkan di Gampong Seureumo sehingga menjadi limbah pertanian yang tidak dimanfaatkan, padahal limbah tersebut memiliki potensi yang sangat besar yang dapat digunakan untuk peningkatan perekonomian masyarakat. Tumbuhan yang dapat digunakan untuk pestisida nabati diantaranya mimba, sirsak, sirih dan pepaya. Metode yang dilakukan dalam program pemberdayaan ini adalah dengan metode penyuluhan dan pembagian brosur kepada masyarakat. Diharapkan melalui program pemberdayaan ini, masyarakat desa dapat memahami bagaimana cara pembuatan pestisida nabati dari berbagai jenis tanaman dengan menggunakan mesin pencacah sehingga dapat membantu pendapatan keluarga. Kata Kunci : Pestisida nabati, mimba, sirsak, sirih, pepaya, mesin pencacah, Gampong Seureumo PENDAHULUAN Pertanian organik merupakan bagian dari pertanian alami yang dalam pelaksanaannya menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat, menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah melalui penggunaan sumberdaya alami seperti Mikro Organisme Lokal (MOL) dan pupuk kandang. Oleh karena itulah, pertanian organik sering didefinisikan dengan gerakan pertanian yang kembali ke alam (Harjono, 2000 dalam Yazid, dkk., 2013). Dalam pertanian organik, bahan organik tanah 99

107 merupakan bahan esensial yang tidak dapat digantikan dengan bahan lain di dalam tanah, yang berperan mempertahankan dan memperbaiki tekstur dan struktur tanah. Selain itu juga, sebagai sumber nutrisi bagi beberapa mahluk hidup di dalam tanah termasuk tumbuhan. Upaya dalam penyediaan bahan organik tersebut dapat dilakukan dengan pengembangan MOL, pembuatan kompos dan pestisida nabati (Anonim, 1997). Kondisi wilayah Gampong Seureumo sangat berpotensi untuk pengembangan pestisida nabati dari dedaunan berupa daun mimba, sirsak, sirih dan pepaya sebagai sumber alternatif pestisida kimia dan berorientasi agribisnis terutama bagi kelompok tani yang ada. Sampai saat ini pestisida kimia masih merupakan satu-satunya senjata pamungkas petani untuk pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) di lahan pertanian, karena mudah didapat, tidak repot, dan hasilnya segera dapat dilihat. Penggunaan pestisida oleh petani cenderung sangat berlebihan, sehingga berdampak negatif terhadap konsumen maupun ekosistem pertanian. Untuk memaksimalkan pembuatan pestisida nabati ini diperlukan adanya upaya teknologi tepat guna. Dengan kemajuan teknologi ini diharapkan pembuatan pestisida yang dilakukan oleh kelompok tani dan masyarakat menjadi lebih baik, berkualitas dan maksimal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat setempat, menciptakan pertanian yang ramah terhadap lingkungan dan mudah diterapkan oleh petani. Pertanian ramah lingkungan adalah konsep pertanian yang mengedepankan keamanan seluruh komponen yang ada pada lingkungan ekosistem dimana pertanian ramah lingkungan mengutamakan tanaman maupun lingkungan serta dapat dilaksanakan dengan menggunakan bahan yang relatif murah dan peralatan yang relatif sederhana tanpa meninggalkan dampak yang negatif bagi lingkungan (BPTP, 2011). Pestisida nabati berperan sebagai pembasmi hama pada tanaman, selain mudah dalam pembuatan dan biaya juga lebih murah. Konsep pestisida nabati ini belum banyak dikenal oleh petani, sehingga petani masih cenderung menggunakan pestisida kimia yang berbahaya dan mahal harganya. Secara ekonomis bila dibandingkan dengan pestisida kimia, biaya penggunaan pestisida nabati relatif lebih murah. Selain itu pestisida nabati relatif mudah dibuat dan dapat oleh petani 100

108 dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas. Dari sisi lain, pestisida nabati mempunyai keistimewaan yaitu bersifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah terurai. Kekurangan pestisida nabati umumnya tidak langsung mematikan OPT sasaran secara cepat. Mahalnya harga pestisida kimia disamping efek negatif yang ditimbulkan bagi kesehatan menjadikan pestisida nabati menjadi alternatif yang sangat cocok untuk dikembangkan. Hal ini juga didukung kurangnya wawasan dan skill masyarakat Gampong Seureumo dalam hal penggunaan mesin pencacah ini Masyarakat kita khususnya masyarakat Gampong Seureumo yang didominasi kalangan menengah ke bawah paling merasakan dampaknya dan ternyata menjadi gambaran kesulitan ekonomi Indonesia saat ini. Teknologi pembuatan pestisida nabati dapat menjadi salah satu alternatif menjawab permasalahan pestisida kimia di atas. Dengan kemajuan teknologi diharapkan proses pembuatan pestisida nabati menjadi lebih baik dan optimal sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Teknologi tepat guna adalah teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bersifat dinamis, sesuai dengan kemampuan, tidak merusak lingkungan dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam meningkatkan nilai tambah (Kepmen Dalam Negeri, 1992). Para petani di Gampong Seureumo perlu diberikan pembekalan berupa wawasan, pengetahuan, dan skill tentang pestisida nabati, bahan baku pembuatan, cara pembuatannya, serta teknologi tepat guna yang dapat digunakan dalam pembuatan pestisida nabati. Diharapkan agar dapat menjadi bekal bagi petani untuk menggunakan pestisida alami yang murah dan ramah lingkungan, meminimalisir biaya produksi, meningkatkan produksi pertanian, meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat, juga dapat melestraikan lingkungan pertanian sehingga sistem produksi pertanian dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan. METODE DAN BAHAN Metode pelaksanaan program pemberdayaan ini dilakukan dengan metode pendekatan Parcipatory Rural Appraisal (PRA) yaitu pendekatan yang melibatkan seluruh peserta program kegiatan secara aktif serta dengan terjun langsung ke 101

109 masyarakat dan dengan metode kepustakaan sehingga hasil kegiatan ini akan menjadi lebih bermanfaat. Tahapan pelaksanaan kegiatan ini berpedoman pada program kerja kelompok tani yang terdiri atas tahap berikut: (1) tahap persiapan; (2) tahap proses/pelaksanaan; (3) tahap pembinaan; dan (4) tahap percobaan/evaluasi. Tahap persiapan meliputi kegiatan penentuan khalayak sasaran (mitra), perizinan, persiapan dan pengumpulan alat dan bahan baku yang dibutuhkan untuk pembuatan pestisida nabati, pembuatan mesin pencacah, modul kegiatan, dan pengurusan administrasi. Kegiatan penyuluhan diberikan dengan melakukan training terhadap khalayak sasaran. Tahap pelaksanaan dan pembinaan meliputi penyajian materi yang dilaksanakan dengan metode ceramah, diskusi, demonstrasi dan praktek langsung. Metode ceramah dipergunakan untuk menyampaikan sistem kerja mesin, alat dan bahan yang dibutuhkan, dan prosedur penyiapan peralatan dan bahan yang digunakan untuk pembuatan pestisida nabati. Metode demonstrasi digunakan untuk mendemonstrasikan cara pembuatan pestisida nabati dan penggunaan mesin pencacah untuk pembuatan pestisida nabati. Metode diskusi dipergunakan untuk mendiskusikan berbagai permasalahan maupun kendala yang dihadapi baik antar peserta maupun antara peserta dengan tim pengabdi. Pembuatan pestisida nabati ini diharapkan agar dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk keberlanjutan program pelatihan pestisida nabati. Hal ini juga dimaksudkan agar mempermudah dalam memantau keberlanjutan dari program kegiatan pemberdayaan ini. Pelatihan pembuatan pestisida nabati, meliputi cara pembuatan pestisida nabati menjadi pembasmi hama alternatif dengan menerapkan standar pengolahan produk yang baik meliputi teknik penggilingan atau pencacahan bahan baku pestisida nabati, kualitas bahan baku, komposisi bahan baku yang digunakan dan pengontrolan hasil akhir. Tahapan selanjutnya adalah penyerahan mesin pencacah, sprayer dan paket lainnya bagi khalayak sasaran sebagai modal usaha untuk mengembangkan usahanya setelah program pelatihan ini selesai. Tahapan evaluasi kegiatan dilaksanakan dengan memantau ke lokasi demplot mitra setelah dua minggu kegiatan pelatihan. pembagian kuisioner kepada peserta untuk mengetahui peningkatan pengetahuan mitra tentang pestisida nabati setelah pelaksanaan program pemberdayaan. Hal ini dilakukan untuk melihat dan 102

110 memantau hasil penyemprotan yang diujicoba pada demplot tanaman sayuran serta untuk memantau kelanjutan program yang dilakukan oleh peserta mitra. Parameter tingkat keberhasilan dan prospek kegiatan ini akan dievaluasi dengan menggunakan dimensi-dimensi sebagai berikut : (a) keikutsertaan dan respon peserta selama kegiatan berlangsung; (b) penguasaan peserta terhadap materi pengoperasian mesin pencacah dan pembuatan pestisida nabati; dan (c) masyarakat sasaran dapat membuat pestisida nabati dan menggunakan sendiri alat dan mesin yang diberikan. Evaluasi dilaksanakan dua minggu setelah kegiatan dilaksanakan. Pembuatan pestisida nabati ini dapat menjadi alternatif penggunaan pestisida kimia untuk meminimalisir pestisida nabati yang selama ini digunakan oleh petani dan masyarakat desa. Cara pembuatan pestisida nabati sebagai berikut: (1) daun mimba/daun sirsak/daun sirih/daun pepaya ditambahkan air kemudian dicacah dengan menggunakan mesin pencacah; (2) Hasil cacahan ditambahkan alkohol dan direndam selama semalam atau 12 jam; (3) Hasil rendaman diperas lalu disaring dan ditambahkan deterjen; (4) Hasilnya berupa pestisida nabati. Alat yang digunakan adalah mesin pencacah, pisau, gunting, gelas ukur, wadah ekstrak, plastik, karet, alat penyaring, dan botol. Bahan dan langkah-langkah pembuatan pestisida nabati sebagai berikut: 1). Pembuatan Pestisida Nabati Daun Mimba Bahan yang digunakan berupa daun mimba 50 gram, bawang putih, deterjen 1 gram, air 1000 ml. Cara pembuatannya sebagai berikut: (a) Daun mimba dipotong lalu dimasukkan ke dalam mesin pencacah. Ditambahkan air dan bawang putih kemudian larutan daun mimba tersebut direndam selama semalam (12 jam); (b) Larutan hasil cacahan yang telah direndam disaring dan ditambahkan deterjen.; dan (c) Setelah bahan larutan tercampur merata dimasukkan ke dalam sprayer dan diaplikasikan ke tanaman dengan cara penyemprotan. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. 2). Pembuatan Pestisida Nabati Daun Sirsak Bahan yang digunakan berupa daun sirsak 100 lembar, deterjen 15 gram, air 1000 ml. Cara pembuatannya sebagai berikut: (a) Daun sirsak dipotong lalu dimasukkan ke dalam mesin pencacah selanjutnya ditambahkan air; (b) Larutan hasil cacahan dimasukkan ke dalam wadah botol, lalu ditutup dan 103

111 didiamkan selama 1 minggu; (c); Hasil ekstraksi tersebut dimasukkan ke dalam gelas dengan beberapa konsentrasi 25% (ekstrak 25 ml dan air 75 ml), konsentrasi 50% (ekstrak 50 ml dan air 50 ml); dan konsentrasi 75% (ekstrak 75 ml dan air 25 ml); dan (d) Setelah bahan larutan tercampur merata dimasukkan ke dalam sprayer dan diaplikasikan ke tanaman budidaya dengan cara penyemprotan. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. 3). Pembuatan Pestisida Nabati Daun Sirih Bahan yang digunakan berupa daun sirih 1 kg, bawang merah 3 umbi, serai 3 batang, deterjen 50 gram, air 8 10 liter. Cara pembuatannya sebagai berikut: (a) Daun sirih dipotong lalu dimasukkan ke dalam mesin pencacah. Ditambahkan air, bawang putih dan serai kemudian direndam selama semalam (12 jam); (b) Larutan hasil cacahan yang telah direndam kemudian disaring dan ditambahkan deterjen. Didiamkan selama 10 menit; dan (c) Setelah bahan larutan tercampur merata dimasukkan ke dalam sprayer dan diaplikasikan ke tanaman budidaya dengan cara penyemprotan. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. 4). Pembuatan Pestisida Nabati Daun Pepaya Bahan yang digunakan berupa daun pepaya 1 kg, minyak tanah 2 sendok makan, deterjen 30 gram, air 10 liter. Cara pembuatannya sebagai berikut: (a) Daun pepaya dipotong lalu dimasukkan ke dalam mesin pencacah. Ditambahkan air, bawang putih dan serai kemudian direndam; (b) Larutan hasil cacahan yang telah direndam kemudian disaring dan ditambahkan minyak tanah dan deterjen. Didiamkan selama semalam; (c) Setelah bahan larutan tercampur merata dimasukkan ke dalam sprayer dan diaplikasikan ke tanaman budidaya dengan cara penyemprotan. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari; dan (d) Cara aplikasinya dengan mengencerkan larutan pestisida nabati 2-2,5 gelas bekas air mineral dengan liter air untuk satu tangki sprayer. Diulangi setelah 7 hari pada aplikasi pertama dan seterusnya. 104

112 HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa kondisi wilayah Gampong Seureumo sangat berpotensi dan sesuai untuk pengembangan pembuatan pestisida nabati sebagai dari dedaunan berupa daun mimba, sirsak, sirih dan pepaya sebagai sumber alternatif pestisida kimia dan berorientasi agribisnis terutama bagi kelompok tani yang ada, juga ditinjau dari ketersediaan bahan baku. Pelatihan dilaksanakan selama satu hari dan pendampingan dilaksanakan secara berkala dengan target peserta mampu dan terampil dalam pembuatan pestisida nabati secara mandiri. Sebagian besar penduduk adalah kalangan menengah ke bawah yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sawah, petani kebun, peternak, buruh tani, dan sebagian kecil sebagai tukang, pedagang dan pegawai pemerintahan. Sebagian besar kaum ibu-ibu di Gampong Seureumo juga hanya memiliki kesibukan sebagai ibu rumah tangga. Terdapat beberapa jenis kelompok kelembagaan gampong di Gampong Seureumo, yaitu kelompok karang taruna, kelompok tani, dan kelompok PKK, kelompok wirid, dan lain-lain. Namun kelompok-kelompok ini cenderung bersifat pasif dan kurang pembinaan. Kondisi wilayah Gampong Seureumo sangat berpotensi untuk pengembangan pestisida nabati dari dedaunan berupa daun mimba, sirsak, sirih dan pepaya sebagai sumber alternatif pestisida kimia dan berorientasi agribisnis terutama bagi kelompok tani yang ada. Penggunaan pestisida nabati digunakan untuk meminimalisir penggunaan bahan kimia yang dapat merusak lingkungan. Bahan aktifnya bersumber dari tumbuh-tumbuhan, seperti akar, daun, batang atau buahnya. Bahan kimia yang terkandung di dalam tumbuhan memiliki bioaktivitas terhadap serangga, seperti bahan penolak, penghambat makan, penghambat perkembangan serangga, dan penghambat peneluran. Menurut Kardinan (2002), untuk menghasilkan pestisida nabati dapat dibuat dalam bentuk (1) penggerusan, penumbukan, pembakaran, pengepresan; (2) rendaman; (3) rebusan bagian tanaman seperti akar, batang, umbi, batang, daun, biji dan buah. Disamping sumber daya manusia yang cukup kooperatif dengan adanya kelompok tani yang telah terbentuk, juga didukung oleh kondisi alam yang sangat membantu untuk pembuatan pestisida organik baik lingkungan, ketersediaan lahan maupun sumber daya alam. 105

113 Pestisida harganya cukup mahal, selain itu penggunaan pestisida secara berlebihan akan menimbulkan dampak negatif bagi manusia, flora, fauna serta lingkungan. Salah satu alternatif teknologi pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah penggunaan pestisida nabati yang lebih alami dalam upaya perlindungan tanaman sayuran berbasis pada pengelolaan ekosistem secara terpadu dan berwawasan lingkungan. Pemanfaatan pestisida nabati selain mudah didapatkan, aman bagi tubuh manusia dan lingkungan juga dimaksudkan untuk memberdayakan perempuan yang tergabung dalam kelompok tani dan koperasi wanita. Dengan pemberdayaan perempuan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas ekonomi rumah tangga dan kesejahteraan peserta kelompok tani dan koperasi wanita dan memberikan ruang usaha bagi perempuan agar mereka merasa memiliki keterampilan dan tanggung jawab. Kegiatan penyuluhan diberikan dalam dua tahap, yaitu: (1) melakukan training terhadap khalayak sasaran tentang pestisida nabati; dan (2) memberikan pelatihan capacity building dengan metode penyuluhan dan mempraktekkan secara langsung tentang proses pembuatan pestisida nabati dan pengoperasian mesin pencacah. Program pemberdayaan ini dimaksudkan agar masyarakat Gampong Seureumo dari sebelumnya menggunakan pestisida kimia beralih menggunakan pestisida nabati. Hal ini dikarenakan di Gampong Seureumo ketersediaan bahan baku pembuatan pestisida nabati berlimpah juga bertujuan meningkatkan kesejahteraan ekonomis masyarakat, dan menekan biaya pembelian pestisida kimia. Pestisida nabati ini juga dapat menjadi solusi dan alternatif dalam mengurangi pestisida kimia sehingga aman bagi lingkungan, pembuatannya yang murah dan mudah, tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, produk pertanian sehat akibat terbebas dari residu kimia, serta komposisi pembuatannya juga dapat dicampurkan dengan jenis tanaman lain untuk pengendalian jenis lainnya. Dengan adanya kegiatan pelatihan pembuatan pestisida nabati diharapkan masyarakat dapat memahami bahwa pestisida nabati sangat bagus dan aman jika dibandingkan pestisida kimia yang berdampak dari segala segi. Masyarakat mampu membuat pestisida nabati tersebut guna mendukung kegiatan usaha pertanian, meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat melalui pengurangan biaya pembelian pestisida kimia yang mahal, dan membuka wawasan peserta tentang pembuatan pestisida 106

114 nabati berbahan baku lokal. Oleh karena itu pestisida nabati memberikan peluang bisnis yang baik bagi petani. Pestisida nabati yang dibuat adalah dalam bentuk rendaman dan rebusan. Pestisida nabati dalam bentuk rendaman diambil ekstraknya terlebih dahulu kemudian baru dilanjutkan proses rendaman, hasil ekstrak tanaman dicacah atau dihancurkan dengan menggunakan mesin pencacah. Sedangkan pestisida nabati dalam bentuk rebusan, bahan bakunya dipotong-potong terlebih dahulu selanjutnya dilakukan pencampuran bahan baku dan perebusan. Proses pembuatan pestisida nabati tidak mengalami kendala, sedangkan pembuatan mesin pencacah mengalami kendala pada tahap awal pembuatannya dimana mesin tidak dapat dioperasikan. Hal ini disebabkan kelebihan kapasitas bahan baku yang dimasukkan ke dalam mesin pencacah. Hasil evaluasi setelah 2 (dua) minggu proses penyemprotan pestisida nabati didapatkan bahwa OPT pada plot demplot tanaman berkurang hingga 75 85%. Hal ini terlihat bahwa organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti belalang, ulat tungau dan hama lainnya tidak tampak lagi memakan atau merusak daun-daun tanaman. Berkurangnya organisme pengganggu tananama tersebut diakibatkan daun mimba, papaya, sirih dan sirsak mengandung bahan aktif yang dapat membunuh hama. Pestisida nabati bekerja dengan cara antara lain: (1) merusak perkembangan telur, larva, dan pupa; (2) menghambat pergantian kulit; (3) mengganggu komunikasi serangga; (4) menyebabkan serangga menolak makan; (5) menghambat reproduksi serangga betina; (6) mengurangi nafsu makan; (7) memblokir kemampuan makan serangga mengusir serangga; dan (8) menghambat perkembangan patogen penyakit. Hasil evaluasi dari kegiatan dapat diketahui dengan cara: (1) Antusias masyarakat dalam mengikuti kegiatan ini dilihat dari tingkat partisipasi dan kehadiran mereka selama mengikuti pelatihan dan tahap-tahap selanjutnya. Hal ini berdasarkan tingkat kehadiran peserta sebanyak 31 orang dari 25 orang peserta yang direncanakan sebelumnya; (2) Masyarakat Gampong Seureumo juga sangat antusias untuk mengetahui dan mempelajari proses pembuatan pestisida nabati. Hal ini dinilai berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh peserta; dan (3) Masyakarat Gampong Seureumo telah memahami proses pembuatan pestisida 107

115 nabati secara menyeluruh dan telah melanjutkan proses pembuatan pestisida nabati ini secara berkelompok dan mitra juga telah melanjutkan pembuatan pestisida nabati baik secara berkelompok mau pun mandiri. Penyemprotan secara berkala pada tanaman demplot juga masih dilakukan. Para peserta menunjukkan respon yang positif terhadap kegiatan ini, terlihat dengan antusias serta keseriusan dalam mengikuti kegiatan ini secara keseluruhan dengan persentase kehadiran peserta melebihi peserta yang ditargetkan. Salah satu tanda respon positif adalah peserta pelatihan menanggapi penyuluhan yang tim pengabdi berikan dengan proses tanya jawab secara terbuka pada saat kegiatan berlangsung. Masyarakat di Gampong Seureumo juga mengharapkan agar keberlanjutan kegiatan ini di masa yang akan datang. KESIMPULAN DAN SARAN Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari kegiatan yang telah dilakukan, yaitu: 1. Kegiatan ini telah berhasil memberikan pelatihan kepada kelompok tani di Gampong Seureumo, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar. 2. Keberhasilan program pemberdayaan ini melebihi dari peserta pelatihan yang direncanakan yaitu sebanyak 31 orang dari 25 orang peserta yang direncanakan. Indikator keberhasilan antara lain: keikutsertaan masyarakat, demonstrasi, pelaksanaan, penguasaan materi, kemampuan mengoperasikan serta respon masyarakat kegiatan dilaksanakan. 3. Kegiatan ini juga telah melatih anggota kelompok mitra dalam pembuatan pestisida nabati hingga penerapannya langsung ke demplot tanaman. Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan dapat disarankan sebagai berikut perlu adanya keberlanjutan dan pendampingan pada proses pelabelan dan pemasaran pestisida nabati dan kelompok mitra dan masyarakat juga mengharapkan adanya kegiatan pelatihan lanjutan. 108

116 DAFTAR PUSTAKA Adnyana, I.G.S., K. Sumiartha., I.P Sudiarta Efikasi Pestisida Nabati Minyak Atsiri Tanaman Tropis terhadap Mortalitas Ulat Bulu. Jurnal Agroekologi Tropika 1(1): Aminatun, T., Djuwanto, V. Henuhili., B.S. Widodo., dan N.H. Aini Workshop Pembuatan Pestisida Banati yang Ramah Lingkungan bagi Petanipetani di Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Debashri, M., dam M. Tamal A Review on efficacy of Azadirachtaindica A. Juss based biopesticides: An Indian perspective. Research Journal of Recent Sciences. 1(3) : Irawati, D.A. Sutama., D.W Pasaribu Penyuluhan Penggunaan Pestisida Nabati di Jorong Kapuh, Nagari Sumani, Kabupaten Solok. Warta Pengabdian Andalas. 16(25) : Jacobson, M Insecticide from Plants : A Review of the Literature USDA Agric. Handbook No. 461 : 138 pp. Kardinan, A Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. Kartasapoetra, A.G Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bina Aksara, Jakarta. Nurtiati, H., dan T. Widya Pemanfaatan Bioinsektisida Ekstrak Daun Azadirachtaindica A. Juss. Sebagai Pengendali Hayati Ulat Daun Kubis Plutellaxyclostella. J. MIPA. 6 (1). Pasetriyani Pestisida Nabati, Mudah, Murah, dan Ramah Lingkungan Untuk Mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman Hortikultura. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 3(2): Rukmana, H.R., dan Y.Y. Oesman Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami. Kanisius, Yogyakarta. Suryaningsih, E., dan W.W. Hadisoeganda Pestisida Botani untuk mengendalikan Hama dan Penyakit pada Tanaman Sayuran. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jakarta. Tohir, A.M Teknik Ekstraksi dan Aplikasi Beberapa Pestisida Nabati Untuk Menurunkan Palatabilitas Ulat Grayak (Spodoptera Litura Fabr.) Di Laboratorium. Buletin Teknik Pertanian 15(1): Yazid, M., N. Hakim., G.M. Ali., Y. Junaidi., dan H. Malini Pemberdayaan Petani Melalui Introduksi Teknologi Pembuatan dan Aplikasi Pestisida Nabati pada Demplot Sayuran Organik di Kelurahan Talang Keramat Kabupaten Banyuasin. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya, Palembang. 109

117 LAMPIRAN/FOTO KEGIATAN (a) (b) (c) Foto 1. (a) Mesin pencacah; (b) Proses Pencacahan; dan (c) Hasil Ekstraksi Pestisida Nabati Foto 2. Kegiatan penyemprotan di demplot tanaman sayuran (a) (b) (c) Foto 3. Evaluasi Minggu ke 2 Setelah Penyemprotan pada Tanaman (a) Singkong; (b) Jagung; dan (c) Mentimun 110

118 PERSEPSI MASYARAKAT DESA TERHADAP KKN TEMATIK MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN MELINJO DALAM PEMBERDAYAAN DAN PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT KECAMATAN ULIM PIDIE JAYA Dewi Sri Jayanti, Yuliani Aisyah, Syafriandi Program Studi teknik Pertanian Universitas Syiah Kuala ABSTRAK Ulim merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh yang membutuhkan perhatian khususnya teknologi tepat guna dalam kaitannya untuk pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Faktor yang sangat penting dalam upaya pembangunan desa adalah masyarakat desa sehingga harus dibangun secara utuh bersama-sama guna menumbuhkan dan mengembangkan partisipasi masyarakat secara maksimal dalam menunjang usaha-usaha pembangunan, meningkatan kualitas hidup serta memanfaatkan dan mengembangkan selanjutnya hasil-hasil pembangunan. Pasca gempa, kegiatan ekonomi daerah baik yang mengelola usahanya secara mandiri maupun dalam skala usaha besar mengalami penurunan dan gangguan. Diperlukan penerapan ilmu dan teknologi untuk menghasilkan alat teknologi tepat guna, pengadaaan alat dan mesin yang murah dan cara pengoperasian yang mudah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan persepsi masyarakat tentang peran mahasiswa dan proses pelaksanaan program kegiatan Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-t) sebagai solusi dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat pedesaan serta menciptakan peluang usaha.. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif berupa kuisioner dan hasil observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program KKN-t berjalan secara lancar dan sesuai dengan harapan masyarakat. Persepsi masyarakat tentang pelaksanaan KKN-t di Kecamatan Ulim sangat baik dan masyarakat juga sangat responsif dan antusias terhadap KKN-t ini. Hal ini dikarenakan program kerja yang dilaksanakan memberikan dampak dan manfaat positif terhadap masyarakat. Selain itu, tingkah laku, norma dan etika, sikap sosial dan sikap keagamaan mahasiswa dipandang baik oleh masyarakat desa. Kata Kunci: Masyarakat Desa, Melinjo, Produk Olahan, Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-t) PENDAHULUAN Kecamatan Ulim memiliki potensi dari sektor pertanian dan perkebunan yang luas, laut yang melimpah hasil ikannya, letak daerah sangat strategis untuk perdagangan, tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya sudah tinggi, budaya masyarakat yang homogen, dan lain-lain. Kecamatan Ulim memiliki beberapa organisasi kemasyarakatan, baik organiasi berbasis sosial kemasyarakatan maupun organisasi berbasis pemberdayaan ekonomi. Keseluruhan desa di Kecamatan Ulim memiliki kelompok kader posyandu, kelompok kepemudaan yang berbasis sosial kemasyarakatan dan kelompok PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga) 111

119 yang berbasis pemberdayaan ekonomi keluarga. Ditinjau dari segi potensi sumberdaya alam maupun manusia sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sudah tergolong baik, namun potensi-potensi tersebut belum dapat dimanfaatkan secara maksimal sehingga menjadi salah satu faktor penghambat kemajuan daerah ini. Persepsi adalah proses individu dalam menginterprestasikan, mengorganisasikan dan memberi makna terhadap stimulus yang berasal dari lingkungan di mana individu itu berada yang merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman (Asrori, 2009). Target utama pembangunan Indonesia adalah masyarakat pedesaan dengan harapan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mahasiswa harus memainkan peran dalam kegiatan ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberdayakan dan meningkatkan kualitas ekonomi serta menciptakan peluang usaha melalui Program KKN-t. Keberhasilan dalam melakukan program KKN-t tidak hanya tergantung pada kinerja mahasiswa dalam bermasyarakat namun juga dukungan dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu persepsi masyarakat sangat menentukan dalam pelaksanaan program dan kinerja mahasiswa. Program KKN adalah suatu kegiatan kerja lapangan yang merupakan pengintegrasian dari tridharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan oleh mahasiswa secara pragmatis, berdimensi luas melalui pendekatan interdisipliner, komprehensif, dan lintas sektoral. KKN sebagai salah satu bentuk perwujudan tridharma perguruan tinggi yang menjadi andalan Unsyiah dalam merebut hati rakyat dengan tujuan agar mahasiswa dapat mengembangkan keilmuan yang dimilikinya kepada masyarakat. Dalam hal ini, Unsyiah juga telah meluncurkan kegiatan yang dinamakan dengan program Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-t). Melalui KKN-t ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas program sekaligus meningkatkan wawasan dan kepahaman masyarakat tentang berbagai bidang keilmuan yang diberikan di tingkat perguruan tinggi. Peran mahasiswa dalam bentuk program KKN-t sangat relevan diadakan di Kecamatan Ulim. Program KKN-t ini bertujuan untuk mendorong empati (kepedulian) mahasiswa terhadap masyarakat menengah bawah dan mampu menyelesaikan 112

120 permasalahan dan persoalan yang muncul di masyarakat khususnya di Kecamatan Ulim dengan memberdayakan masyarakat dalam proses pengolahan emping melinjo dengan kualitas yang lebih baik, pembuatan produk olahan berbahan baku melinjo, pengemasan secara baik dan menarik serta penerapan alat penyangrai, alat pengepres emping melinjo, mesin penepung, alat pengering dan sealer. Membekali mahasiswa dengan materi dan ilmu pengetahuan, teknologi dan sains (ipteks) tentang teknologi pengolahan emping melinjo dan diversifikasi produk berbahan baku melinjo secara maksimal sangat tepat dan menjadi keharusan. Hal ini mengingat saat ini sebagian besar generasi muda Aceh sudah mulai kurang peka terhadap perubahan sosial ekonomi dan budaya masyarakat terutama masyarakat pedesaan. Para mahasiswa sebagai kaum muda yang melaksanakan program KKNt ini dapat memberikan motivasi bagi generasi muda di Kecamatan Ulim untuk memanfaatkan sumber daya alam secara maksimal serta mampu menciptakan kondisi yang harmonis dalam aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Diperlukan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan alat teknologi tepat guna, pengadaaan alat dan mesin yang murah dan cara pengoperasian yang mudah. Teknologi tepat guna yang ditawarkan berupa alat dan mesin untuk pengolahan emping melinjo, pengemasan serta diversifikasi produk berbahan berbahan baku melinjo. Selama ini para petani penganganan pasca panen belum dilakukan secara mekanis, dan belum adanya teknologi tepat guna yang dapat digunakan untuk pembuatan emping melinjo dan produk lahannya secara berkualitas. Oleh karena itu dengan adanya kegiatan KKN-t ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pengolahan emping melinjo dan produk olahan berbahan baku melinjo yang juga merupakan salah satu strategi bagi Perguruan Tinggi untuk berpartisipasi aktif dalam upaya pemberdayaan masyarakat desa. Hal ini sesuai dengan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, Perguruan Tinggi perlu merespon positif dan turut andil dalam mendukung pembangunan desa berbasis kerakyatan melalui berbagai program pendampingan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kapasitas hidup mereka (Khathir,dkk., 2014). Pada dasarnya bahwa kelembagaan pendidikan tinggi mengembangkan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi. Ketiga dharma inilah yang kemudian diderivasikan ke dalam berbagai struktur kegiatan Perguruan Tinggi secara integratif dan holistik. 113

121 Program KKN-t ditujukan agar mahasiswa dan masyarakat memiliki skill dan kemampuan berwirausaha dengan modal kecil dan manfaat besar. Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 1992 tentang pemasyarakatan dan pemanfaatan teknologi tepat guna di pedesaan, pengertian teknologi tepat guna adalah teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bersifat dinamis, sesuai dengan kemampuan, tidak merusak lingkungan dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam meningkatkan nilai tambah. Dengan kemajuan teknologi ini diharapkan pembuatan emping melinjo menjadi lebih baik, berkualitas dan maksimal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat setempat, lebih khususnya lagi adalah pengrajin emping melinjo dan olahan melinjo lainnya di Kecamatan Ulim. Dengan pengembangan dan penggunaan alat-alat mekanis berteknologi diharapkan tahapan proses pengolahan melinjo menjadi lebih baik dan optimal sehingga proses pembuatan emping melinjo dapat memproduksi emping melinjo lebih banyak lagi dengan mutu yang seragam, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan pengrajin melinjo. Dengan pembuatan alat-alat ini sekaligus dapat digunakan untuk diversifikasi produk olahan melinjo. Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh pengrajin melinjo, minimnya alat dan mesin, pengemasan produk yang belum benar, dan pemasaran yang belum luas menjadi fokus utama dalam kegiatan KKN-t ini. TINJAUAN PUSTAKA Persepsi dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor internal, yang berkaitan dengan diri individu dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri individu. secara spesifik dapat dibagi ke dalam tiga komponen pengaruh yakni faktor-faktor yang berada pada pihak pelaku persepsi (perceiver), faktor-faktor yang berada dalam obyek atau target yang dipersepsi dan faktor-faktor yang berada dalam konteks situasi di mana persepsi itu dilakukan. Persepsi terhadap sesuatu obyek sangat berkaitan dengan karakteristik pribadi dari pelaku persepsi itu sendiri, yang lebih relevan mempengaruhi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu dan pengharapan (ekspektasi). Oleh karena karakteristik 114

122 pribadi pelaku persepsi itu berbeda-beda maka hasil persepsinya pun akan cenderung berbeda-beda pula (Roslinawati, 2013). Persepsi masyarakat timbul arena adanya persepsi dari masing-masing individu di mana persepsi dari masing-masing individu tersebut terhadap suatu obyek dikumpulkan menjadi satu sehingga timbullah suatu persepsi masyarakat. Persepsi masyarakat merupakan proses mengamati obyek melalui indera kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan melalui bentuk-bentuk rangsanagan suatu obyek atau peristiwa berdasarkan latar belakang masing-masing individu sehingga akan muncul tanggapan atau reaksi yang diwujudkan dalam bentuk kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan serta terwujudnya komunikasi antara manusia dengan obyek (Hafidz, 2015). METODE DAN BAHAN Penelitian ini dilakukan pada Juli 2018 di Gampong Nangrhoe Barat dan Nangrhoe Timu Kecamatan Ulim Kabupaten Pidie Jaya. dengan penduduk mayoritas petani dan tingkat pendidikan yang rendah. Kuisioner digunakan sebagai instrument penelitian yang diberikan kepada mahasiswa KKN-t dan masyarakat desa dengan jumlah responden mahasiswa sebanyak 30 orang dan masyarakat desa 100 orang. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui (Arikunto, 2002). Sumber data yang digunakan terdiri dari mahasiswa peserta KKN, kepala desa (Keuchik), aparatur desa dan masyakarat desa. Pengumpulan data penelitian dilakukan pada kondisi yang alamiah berupa data primer dalam bentuk observasi dan wawancara; dan data sekunder berupa dokumentasi. Metode penelitian yang digunakan berupa analisis deskriptif untuk menarasikan hasil penelitian secara kontekstual dimana manusia sebagai instrumennya dengan pengumpulan data secara kualitatif yang disesuaikan dengan situasi yang sedang terjadi. Prasetyo (2016) menyatakan penelitian deskriptif kualitatif merupakan salah satu dari jenis penelitian yang termasuk dalam jenis penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengungkapkan kejadian atau fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi. Penelitian deskriptif kualitatif 115

123 menafsirkan dan menguraikan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat, pertentangan antara dua keadaan atau lebih, hubungan antar variabel yang timbul, perbedaan antar fakta yang ada serta pengaruhnya terhadap suatu kondisi. HASIL DAN PEMBAHASAN Program Kegiatan Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-t) Sasaran program KKN-t ini adalah mahasiswa KKN yang dituntut dan diharapkan dapat ikut serta dalam pembangunan masyarakat desa melalui program ini untuk pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Mahasiswa peserta KKN-t menetap di Gampong Nangrhoe Barat dan Nangrhoe Timu Kecamatan Ulim selama satu bulan dengan tujuan mahasiswa dapat berinteraksi dengan warga secara maksimal. Mahasiswa KKN-t berlatar belakang keilmuan yang berbeda yaitu pertanian, teknik, kedokteran, dan hukum. Berdasarkan hasil kuisioner didapatkan bahwa warga desa senang dan tidak terbebani dengan kehadiran mahasiswa KKNt, hal ini dikarenakan kehadiran mahasiswa di desa-desa tersebut memberikan ilmu dan wawasan yang selama ini belum diketahui masyarakat. Misalnya pengolahan aneka produk olahan berbahan baku melinjo, pembuatan hidroponik dan vertikultur yang ditujukan untuk pemanfaatan lahan pekarangan yang sempit/terbatas dan pola tanam tanpa media tanah, dan beberapa ilmu pengetahuan lainnya sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing mahasiswa KKN-t. Kegiatan utama dari kegiatan KKN-t menghasilkan pengolahan emping melinjo dan produk olahan melinjo (tepung melinjo, kue kastengel melinjo, kue melinjo renyah, emping melinjo pedas manis, manisan kulit melinjo, ting-ting melinjo, teh melinjo, keripik daun melinjo dan chocolate melinjo). Dalam proses pembuatan emping melinjo, tepung melinjo dan proses pengemasan menggunakan alat teknologi tepat guna berupa (1) alat pengering untuk mempercepat pengeringan dan meminimalisir terkontaminasi dengan kapasitas 7 14 kg per proses; lama pengeringan 1-2 hari; dan dimensi cm; (2) disk mill untuk untuk mengolah/menumbuk biji melinjo menjadi tepung melinjo dengan kadar fineness mesh, kecepatan rpm dengan kapasitas hingga 500 kg per jam; (3) sealer untuk pengemasan produk menjadi lebih aman, rapi dan praktis 116

124 menggunakan sistem pemanas elektrik dengan daya 300 watt; panjang plastik 300 mm; dan ketebalan plastik 0,2 mm. Mahasiswa KKN-t selain melaksanakan kegiatan utama juga melaksanakan beberapa kegiatan penunjang dan tambahan. Setiap mahasiswa wajib mempunyai minimal satu program kerja dengan total 60 program kerja, diantaranya penyuluhan pembuatan pestisida nabati; penyuluhan pembuatan pupuk organik dari limbah rumah tangga dan tanaman; pelatihan pembuatan telur itik asin dengan metode perendaman larutan air garam dan pemeraman dengan adonan garam, batu bata dan abu gosok; pelatihan berbudidaya tanaman sayuran secara hidroponik dan vertikultur; pelatihan pembuatan irigasi tetes dari filter rokok; penyuluhan pembuatan tauge tanpa akar; pelatihan pembuatan bunga; kerajinan tangan dari barang bekas dan aneka kreasi dari tutup botol; pelayanan kesehatan masyarakat; serta pengenalan dan penyuluhan budidaya tanaman organik dan tanaman obat keluarga. Program kerja kegiatan KKN-t bertujuan untuk memberikan ilmu, wawasan dan keterampilan kepada masyarakat serta meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat dengan melaksanakan usaha pemberdayaan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sanusi (2004) dalam Khathir, dkk (2014) bahwa peranan Pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan harus benar-benar positif dan aktif dengan sasaran utama peningkatan taraf hidup atau kemakmuran rakyatnya, dimana hal ini tidak dapat dijalankan sepenuhnya oleh pihak swasta yang mempunyai target utama pencapaian keuntungan. Perlu adanya penanganan secara intensif dan berkelanjutan dalam mengatasi permasalahan kesejahteraan sosial yang bersifat kompleksitas dan berimplikasi. Program KKN-t ini selain diterima secara baik juga berdampat positif terhadap masyarakat. Hal ini sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Kabupaten (RKPK) Pidie Jaya dalam rangka perwujudan dan pencapaian tujuan pembangunan dengan salah satu prioritasnya adalah peningkatan kesejahteraan dan perluasan kesempatan kerja serta pemberdayaan ekonomi rakyat yang berbasis komoditi unggulan dalam usaha penanggulangan kemiskinan. Pemberdayaan masyarakat merupakan tanggung jawab semua pihak karena salah satu syarat terbangunnya sebuah bangsa dan negara adalah dengan terberdayanya masyarakatnya. Pemerintah Desa dalam melaksanakan tugas dan 117

125 tanggung jawabnya mempunyai hambatan dan permasalahan. Hambatan dan permasalahan tersebut antara lain meliputi : kurangnya sumberdaya manusia perangkat desa, kurangnya sarana dan prasarana kerja, serta penghasilan yang masih rendah (Mondong, 2011). Berdasarkan Undang-undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Dewi (2012) dimana desa memegang peranan penting dalam pembangunan nasional dan perguruan tinggi perlu ikut serta dalam mendukung pembangunan desa berbasis kerakyatan melalui berbagai program pendampingan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat itu sendiri. Pelaksanaan kegiatan KKN-t merupakan salah satu upaya, strategi dan partisipasi aktif yang dilakukan oleh perguruan tinggi dalam tujuannya untuk pemberdayaan masyarakat. Program KKN-t dengan fokus yang spesifik memiliki relevansi dengan ciri: (1) relevan dengan program pembangunan daerah atau pemerintah pusat, (2) relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan (3) relevan dengan mengubah cara pandang, pola pikir dan sikap, perilaku dan cara kerja untuk membangkitkan kesadaran dan membangun sikap optimistik dalam mewujudkan Indonesia yang berdaulat, nerdikari, dan berkepribadian yang semuanya dapat teraktualisasi pada nilai-nilai integritas, etos kerja dan sifat gotong royang (UPI, 2018). Persepsi Mahasiswa dan Masyarakat terhadap Kuliah Kerja Nyata Tematik Keberadaan Program KKN-t di Gampong Nangrhoe Barat dan Nangrhoe Timu Kecamatan Ulim telah memberikan perubahan ditinjau dari segi manfaat, antusiasme dan keinginan masyarakat untuk keberlanjutan Program KKN-t. keseluruhan responden menginginkan keberlanjutannya dikarenakan sangat banyak pengetahuan dan wawasan yang didapatkan untuk memberdayakan dan meningkatkan perekenomian masyarakat serta mensejahterakan masyarakat di daerah tersebut. Kuisioner ini diberikan kepada mahasiswa masyarakat bertujuan 118

126 untuk mengetahui dan mengevaluasi respon (tanggapan) sasaran adanya kegiatan dan kebermanfaatan pelaksanaan kegiatan KKN-t. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa persepsi masyarakat terhadap peranan mahasiswa KKN-t dalam pembangunan masyarakat desa sebagai pemberi informasi, motivasi dan inovasi adalah sangat baik. Begitu pula dengan program-program kerja yang telah dijalankan. Masyarakat merasakan adanya perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah adanya program KKN-t. Hal ini mengindikasikan bahwa program KKN-t ini sangat bermanfaat dan berdampak positif bagi masyarakat. Hasil evaluasi tanggapan responden dari masyarakat disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil evaluasi tanggapan kegiatan KKN-t No Parameter Kriteria Penilaian Jumlah Responden Persentase (%) 1 Manfaat Program Kerja KKN-t Bermanfaat Tidak bermanfaat 0 0 Tidak tahu Dampak dari Program KKN-t Berdampak positif Berdampak negatif 0 0 Tidak tahu Keberadaan Program KKN-t Setuju Tidak setuju 0 0 Tidak tahu Keberlanjutan Program KKN-t Lanjut Tidak lanjut 0 0 Tidak tahu Antusiasme masyarakat Antusias mengikuti program KKN-t Tidak antusias 1 1 Tidak tahu Proses pengolahan produk Mudah olahan berbahan baku melinjo Sulit 1 1 dengan teknologi pengolahan Tidak tahu Daya tarik pengemasan dan Menarik pelabelan Tidak menarik 0 0 Tidak tahu Pendampingan lanjutan dalam Perlu pengolahan, pengemasan, Tidak perlu 3 3 pemasaran dan pengurusan izin P-IRT Tidak tahu Total Responden Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa 99% responden menyatakan program kegiatan ini bermanfaat dimana responden mendapatkan pengetahuan dan wawasan dalam proses pengolahan emping melinjo dan produk olahan berbahan baku melinjo serta cara pengemasan dan pelabelan yang baik sehingga produk 119

127 menjadi lebih menarik, higienis dan bernilai jual. Sebanyak 100% responden juga menyatakan kegiatan ini memberikan dampak positif bagi masyarakat. Masyarakat desa juga setuju dengan keberadaan program KKN-t dimana 100% responden menyatakan setuju dikarenakan KKN-t ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat melalui pengolahan produk berbahan baku melinjo dan masyarakat juga mengharapkan agar kegiatan KKN-t dapat dilanjutkan di tahun berikutnya (dengan tanggapan masyakarat sebesar 100%). Artinya masyarakat di Gampong Nangrhoe Barat dan Nangrhoe Timu Kecamatan Ulim sangat membutuhkan program pemberdayaan seperti ini sehingga dapat menambah ilmu dan wawasan, menciptakan lapangan kerja baru serta juga dapat meningkatkan perekonomian keluarga mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa tujuan Program KKN-t untuk memberdayakan masyarakat telah tercapai dan menunjukkan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya semakin meningkat. Antusiasme masyarakat mengikuti program KKN-t juga sangat tinggi, hal ini ditunjukkan dari tanggapan masyarakat sebesar 97%. Masyararakat juga mengharapkan adanya pendampingan dalam pengolahan, pengemasan, pemasaran hingga pengurusan izin P-IRT, dapat dilihat dari hasil responden masyarakat yang didapatkan sebesar 77%. Kendala dan permasalahan yang terjadi adalah ketidaktahuan responden dalam hal pemasaran serta pengurusan izin P-IRT dan BPOM dengan persentase sebesar 55%. Hal ini terjadi dikarenakan belum adanya pendampingan lanjutan, monitoring dan evaluasi untuk mendukung kelanjutan kegiatan KKN-t. Responden juga menyampaikan saran terhadap kegiatan KKN-t antara lain: perlu adanya pemantauan dan evaluasi untuk keberlanjutan program; perlu adanya pelatihan/penyuluhan serta pendampingan lanjutan sehingga hasil akhir yang diharapkan dapat tercapai dan terlaksana dengan baik dan manfaat yang didapatkan oleh masyarakat dapat optimal; dan masyarakat juga berkeinginan agar nantinya proses pemasaran produk dipromosikan kepada instansi-instansi dan daerah lainnya, tidak hanya dipasarkan di sekitar Kecamatan Ulim dan Kabupaten Pidie Jaya. 120

128 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Persepsi masyarakat terhadap peranan mahasiswa KKN-t dalam pembangunan masyarakat desa sebagai pemberi informasi, motivasi dan inovasi adalah sangat baik serta program-program kerja yang telah dijalankan sangat bermanfaat. 2. Kegiatan KKN-t ini sangat bermanfaat sehingga masyarakat mendapatkan pengetahuan dan wawasan baru, hal ini ditunjukkan dari hasil kuisioner terhadap responden dengan tingkat evaluasi tanggapan rata-rata sebesar 95%. 3. Pengolahan produk berbahan baku melinjo mudah dilakukan, peralatan yang digunakan sederhana, biaya produksi rendah, dan waktu pengolahan singkat. 4. Masyarakat sangat membutuhkan program pemberdayaan ini selain menciptakan lapangan kerja baru juga dapat meningkatkan perekonomian keluarga. Saran 1. Perlu dilakukan kegiatan lanjutan untuk mengoptimalkan pengolahan limbah tahu menjadi produk baru lainnya sehingga dapat menjadi sentral produk unggulan dari masyarakat Gampong Nangrhoe Barat dan Nangrhoe Timu. 2. Perlu adanya pendampingan hingga pada proses pemasaran dalam skala kecil maupun besar. 3. Perlu dilakukan evaluasi dan pembinaan secara menyeluruh sehingga program KKN-t yang telah dijalankan dapat terus berkembang dan berkelanjutan. 4. Pemerintah berkomitmen untuk melanjutkan dan menyempurnakan programprogram KKN-t yang telah dijalankan sehingga tujuan pencapaian pembangunan desa untuk memberdayakan dan meningkatkan perekonomian masyarakat dapat tercapai dengan baik dan maksimal. 121

129 DAFTAR PUSTAKA Aman., L. Yulianan., A. Ardian., E.S.R. Purwanti., dan S. Bambang IbM Kelompok Industri Kecil Pengrajin Emping Melinjo di Beji, Pajangan Kab. Bantul DIY. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Arikunto, S Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Edisi Revisi Kelima. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Asrori, M Psikologi Pembelajaran. CV Wacana Prima, Bandung. Badan Pusat Statistik Kecamatan Ulim dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pidie Jaya. Pidie Jaya, Aceh. Departemen Dalam Negeri Teknologi Tepat Guna. Departemen dalam Negeri, Jakarta. Dewi, U Perencanaan Pembangunan Desa: Pendekatan Community Learning And Participatory Process (CLAPP). Workshop Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, Desa Sumberagung, Jetis, Bantul, Yogyakarta. Hafidz, M Persepsi Masyarakat tentang Pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata Berbasis Masjid Mahasiswa STAIN Salatiga di Dusun Dowakan Kecamatan Salam Kabupaten Magelang Tahun 2014). Skripsi. FKIP IAIN, Salatiga. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 1992 tentang Pemasyarakatan dan Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna di Pedesaan. Khathir, R., Ratna dan Mustafril Pemberdayaan Masyarakat Petani Desa Sabet Melalui Kuliah Kerja Nyata Tematik. Prosiding. FKIP Unsyiah, Banda Aceh. Mondong, H Peran Pemerintah Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa. Jurnal Governance. 5(1) : Prasetyo, A Pengertian Penelitian Deskriptif Kualitatif. Roslinawati Persepsi Masyarakat Terhadap Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kabupaten Donggala. Jurnal Academica 5(2) : Sagai, F.V Peran Pemerintah Desa dalam Pembangunan Infrastruktur (Suatu Studi di Desa Pakuure III Kecamatan Tengah, Minahasa Selatan). Jurnal Eksekutif 1(7) : Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5495 UPI [Universitas Pendidikan Indonesia] KKN Tematik

130 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KERUPUK TIRAM Rita Khathir, Raida Agustina, Dewi Sri Jayanti Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala dewisrijayanti@unsyiah.ac.id ABSTRAK Selama ini produksi produk perikanan belum memberikan hasil yang positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat terutama tiram. Tiram juga merupakan salah satu hasil perikanan yang mudah mengalami pembusukan jika tidak segera dimanfaatkan. Sehingga harus dilakukan suatu penanganan secara optimal, salah satunya adalah pembuatan kerupuk tiram agar tidak merugikan para pencari tiram. Pembuatan kerupuk tiram pada prinsipnya merupakan suatu metode pengawetan dengan kombinasi antara perebusan/pengukusan, pendinginan, pengirisan, pengeringan dan penggorengan, penambahan bumbu-bumbu tertentu serta pengemasan. Juga perlu diberikan teknologi tepat guna berupa mesin pengiris kerupuk untuk menyeragamkan ketebalan irisan kerupuk serta alat pengering surya sederhana untuk mendapatkan produk yang kebersihan dan kualitasnya dapat dikontrol dengan baik sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat desa. Hasil yang didapatkan adalah alat pengering surya mampu bekerja dengan baik untuk mengeringkan kerupuk tiram secara optimal dan mongering secara merata. Alat pengemasan hand sealer dapat membuat kerupuk tiram mempunyai waktu simpan lebih lama dan harga jual dapat ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan para anggota kelompok PKK Gampong Blang. Kata Kunci: Tiram, kerupuk, alat pengering, Gampong Blang PENDAHULUAN Program Kemitraan Masyarakat (PKM) bertujuan untuk mengembangkan masyarakat yang produktif secara ekonomi dan meningkatkan keterampilan mitra. Gampong Blang merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan garis pantai Aceh yang sangat luas, dan merupakan salah satu daerah yang dekat dengan muara di Aceh, sehingga tiram, kepiting, dan udang dapat dengan mudah tumbuh dan berkembang, akan tetapi selama ini produksi produk perikanan tersebut belum memberikan hasil yang positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat terlebih lagi tiram. Potensi manusia dan sumber daya alam yang dimiliki daerah ini sangat mendukung untuk diversifikasi pangan dan pengembangan teknologi pengolahan produk yang berbahan baku tiram. Meskipun kaya akan potensi alam, daerah ini termasuk salah satu daerah yang masih tertinggal dalam hal penggunaan teknologi pengolahan produk pertanian. Pentingnya memahami tentang metode pengawetan yang tepat dari tiram agar dapat meminimalisir timbulnya kerusakan atau pembusukan sebelum terjadinya pemanfaatan dari komoditi tersebut. Produk 123

131 olahan kerupuk tiram ini juga memiliki keunggulan dari segi cita rasa dan berbagai kandungan gizi yang dimiliki oleh tiram. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang konsumtif dimana membutuhkan asupan makanan mulai dari makanan berat hingga makanan ringan. Tingginya pecinta olahan kuliner masakan nusantara ini membuat peluang usaha yang bergerak dalam bidang makanan terbuka lebar. Salah satu olahan makanan yang banyak diminati oleh masyarakat adalah olahan makanan ringan berupa kerupuk. Kerupuk dikenal sebagai teman makan nasi ataupun sebagai makanan kecil (snack)(susilo, 2001). Kerupuk tiram merupakan salah satu produk olahan dari tiram yang jenis cemilan siap saji. Terbuat dari tiram yang dicampurkan dengan tepung terigu, tepung kanji, dan bumbu-bumbu. Disajikan dengan cara digoreng untuk cemilan atau tambahan lauk sebagai penambah selera makan. Kerupuk tiram mempunyai tekstur, rasa dan aroma yang khas. Pembuatan kerupuk tiram melalui beberapa tahap penambahan bahan-bahan pendukung, perebusan, pendinginan, pengirisan, penjemuran/pengeringan, penggorengan dan pengemasan. Dengan melalui tahapan-tahapan ini tiram yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan. Selain itu tiram yang dijadikan kerupuk tiram akan bertahan lebih lama dan terhindar dari kerusakan fisik akibat debu, kotoran, dan infestasi serangga, dan beberapa jasad renik perusak lainnya. Cara pengawetan ini merupakan usaha yang paling mudah dalam menyelamatkan hasil panen tiram penduduk desa. Setelah direbus dan diaduk dengan penambahan bahan-bahan pendukung, kerupuk tiram perlu didinginkan supaya proses pengirisan menjadi lebih mudah. Setelah diiris dengan ketebalan yang seragam kerupuk tiram perlu dikeringkan dan biasanya dijemur di area terbuka dengan memanfaatkan sinar matahari. Namun dalam pembuatan kerupuk tiram dibutuhkan waktu pengeringan yang relatif lama dan sinar matahari yang cukup terik untuk menjemurnya. Lama waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan kerupuk tiram berkisar antara dua sampai tiga hari. Kadar air juga sangat menentukan hasil pengeringan kerupuk tiram. Selama ini belum ada standar nasional kadar air untuk kerupuk tiram, oleh karena itu dilakukan pendekatan dengan melihat standar kadar air pada kerupuk udang. Menurut Andriani, dkk (2017), standar kadar air yang digunakan untuk kerupuk udang berdasarkan Standar 124

132 Nasional Indonesia (SNI) adalah sebesar 12%. Permasalahan kadar air juga dapat menyebabkan masalah yang lain, contohnya jika kadar air pada kerupuk terlalu sedikit maka dapat mengakibatkan pelletan dari kerupuk tersebut menjadi retak. Apabila kadar airnya terlalu banyak maka dapat berakibat kerupuk menjadi melempem dan kurang renyah saat digoreng. Sehingga perlu dilakukan metode pengeringan yang tepat sehingga kadar air yang diinginkan tercapai. Untuk memaksimalkan pengirisan dan pengeringan kerupuk tiram maka perlu dilakukan upaya teknologi tepat guna. Dengan kemajuan teknologi diharapkan pengolahan kerupuk tiram menjadi lebih baik dan optimal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat setempat. Salah satunya adalah alat pengering surya sederhana yang tetap menggunakan sinar matahari sebagai sumber panasnya. Dengan menggunakan alat pengering surya sederhana ini diharapkan proses pengeringan kerupuk tiram bisa lebih mudah dan meringankan kerja para pengrajin kerupuk. Ketika hujan pengrajin kerupuk tidak perlu memindahkan bahan yang dijemur karena bahan yang di dalam alat pengering tidak akan gampang terganggu oleh keadaan lingkungannya. Sehingga dapat mengurangi kontaminasi dari debu, udara, dan lainnya, yang pada akhirmya dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi kerupuk tiram. Alat ini berukuran dimensi 6 x 2 meter atau 12 m² yang terbagi dua yakni ruang pengering dan absorber atau penyerap panas dimana masing-masing berukuran 3 x 2 meter atau 6 m². Absorber pada alat ini menggunakan seng bergelombang yang dicat hitam pada bagian atasnya karena penyerap panas yang ideal adalah benda hitam. Pada alat ini juga memiliki kipas 3 buah, solar cell, dan plastik transparan yang digunakan sebagai penutup dari alat ini (Gayo, 2016). TINJAUAN PUSTAKA Kerupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang atau ikan. Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong tipis-tipis, dikeringkan di bawah sinar matahari dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak. Kerupuk bertekstur garing dan sering dijadikan pelengkap untuk berbagai makanan Indonesia seperti nasi goreng dan gado-gado. Pengembangan kerupuk merupakan proses ekspansi tiba-tiba dari 125

133 uap air dalam struktur adonan sehingga diperoleh produk yang volumenya pengembang dan porus. Pada dasarnya kerupuk mentah diproduksi dengan gelatinisasi pati adonan pada tahap pengukusan, selanjutnya adonan dicetak dan dikeringkan. Pada proses penggorengan akan terjadi penguapan air yang terikat dalam gel pati akibat peningkatan suhu dan dihasilkan tekanan uap yang mendesak gel pati sehingga terjadi pengembangan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara pada kerupuk yang telah digoreng (Koswara, 2009). Peran dari tepung tapioka dalam pembuatan kerupuk adalah sebagai pengikat apabila dicampur dengan air, karena tepung tapioka memiliki sifat sebagai pengikat. Selain itu juga sifat dari tepung tapioka yang mempunyai kemampuan untuk melakukan gelatinisasi apabila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak, namun demikian jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas (Leach, 1965). Tiram adalah sekelompok kerang-kerangan dengan cangkang berkapur dan relatif pipih. Tiram sejati adalah semua bivalvia yang termasuk keluarga Ostreidae. Tiram merupakan hewan laut yang termaksuk dalam kerang-kerangan yang memiliki cangkang keras. Negara yang telah membudidayakan secara intensif tiram jenis ini adalah Filipina. Tiram berada diair asin yang sering dijumpai menempel pada batu-batu karang yang tertutup oleh cangkang. Tiram merupakan sumber seng, zat besi, kalsium, dan selenium juga Vitamin A dan Vitamin B12. Namun tiram merupakan makanan yang rendah energi dengan 12 ekor tiram hanya mengandung 110 kilo kalori. Tiram dipercaya memiliki efek afrodisiak. Produk olahan laut di Indonesia umumnya disajikan dalam dua bentuk yaitu segar dan olahan. Diperkirakan 35 % hasil perikanan disajikan dalam bentuk olahan dan sisanya dalam bentuk segar baik untuk diekspor maupun yang dikonsumsi dalam negeri. Dari 35 % olahan yang dilakukan sebagian besar merupakan bentuk olahan tradisional. Berdasarkan penggunaan proteinnya, kerupuk dibagi menjadi kerupuk tidak bersumber protein dan kerupuk bersumber protein. Kerupuk sumber protein merupakan kerupuk yang mengandung protein, baik protein hewani maupun nabati. Sedangkan kerupuk bukan sumber protein tidak ditambahkan bahan sumber protein seperti ikan, udang, kedelai dan sebagainya dalam proses pembuatannya. Bahan baku kerupuk tiram terdiri dari tiram yang mudah dan murah 126

134 didapat pada pasar tradisional atau tempat pelelangan ikan. Tiram yang dipilih merupakan tiram yang selalu ada dipasaran sehingga bagi pengusaha kerupuk mudah memperolehnya dengan harga yang tidak terlalu mahal. METODE DAN BAHAN Metode pelaksanaan program pemberdayaan ini dilakukan dengan metode pendekatan Parcipatory Rural Appraisal (PRA) yaitu pendekatan yang melibatkan seluruh peserta program kegiatan secara aktif serta dengan terjun langsung ke masyarakat dan dengan metode kepustakaan sehingga hasil kegiatan ini akan menjadi lebih bermanfaat. Tahapan pelaksanaan kegiatan ini berpedoman pada program kerja kelompok tani yang terdiri atas tahap berikut: (1) tahap persiapan; (2) tahap proses/pelaksanaan; (3) tahap pembinaan; dan (4) tahap percobaan/evaluasi. Tahap persiapan meliputi: penentuan khalayak sasaran, persiapan alat, bahan, pembuatan alat, bahan, modul kegiatan dan pengurusan administrasi. Tahap pelaksanaan dan pembinaan meliputi penyajian materi yang dilakukan dengan metode ceramah, diskusi, demonstrasi dan praktek langsung. Pelaksanaan program ini juga memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang manfaat tiram untuk pembuatan kerupuk tiram. Selain itu, pelaksanaan program ini juga akan memberikan pemahaman bagi masyarakat Gampong Blang mengenai keuntungan menggunakan mesin pengiris kerupuk yaitu untuk memperoleh irisan kerupuk yang seragam supaya kerenyahan kerupuk tetap terjaga. Selain itu pelaksanaan program ini juga akan memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai keuntungan menggunakan alat pengering yaitu kebersihan kerupuk tiram akan mudah diawasi dan kualitasnya juga dapat dikontrol dengan baik sehingga menghasilkan produk olahan yang bermutu tinggi. Evaluasi kegiatan dilaksanakan pada lokasi kegiatan Gampong Blang Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh. Penggunaan alat pengering surya sederhana dan Vacuum Sealer dapat menjadi salah satu alternatif untuk mempermudah kegiatan pengirisan adonan kerupuk, kegiatan pengeringan kerupuk serta kegiatan pengemasan kerupuk tiram yang dilakukan oleh kelompok PKK. Parameter tingkat keberhasilan dan prospek kegiatan ini akan dievaluasi dengan menggunakan dimensi-dimensi sebagai berikut : keikutsertaan dan respon 127

135 peserta selama kegiatan berlangsung; penguasaan peserta terhadap materi pengoperasian alat pengering surya sederhana; pengoperasian Vacuum Sealer dan pengolahan tiram menjadi produk olahan berupa kerupuk tiram. Prosedur pembuatan kerupuk tiram adalah : (1) Tiram dikeluarkan dari cangkangnya, dibersihkan dan dicuci; (2) Bahan ditimbang lalu di ambil sampel 200 gr untuk diuji kadar air awal di laboratorium; (3) Tepung terigu dan tepung kanji diaduk sampai rata; (4) Tiram, bawang putih, ketumbar, dan telur ayam diblender selama 10 menit; (5) Adonan tiram yang sudah diblender dengan campuran tepung dan ditambahkan air serta garam, diuleni dengan tangan hingga adonan homogen dan tidak lengket: (5) Adonan dimasukkan ke dalam plastik kemudian dikukus sampai matang (2 jam), lalu diangkat, didinginkan dan dibiarkan selama satu hari di lemari pendingin agar mudah saat akan diiris; (6) pelletan kerupuk diiris dengan ketebalan 1-2 mm dan seragam kemudian dijemur dengan alat pengering; dan (7) kerupuk tiram dikemas dalam plastik dan disegel dengan menggunakan vacuum sealer. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil survey diketahui bahwa beberapa penduduk Gampong Blang yang tergabung dalam kelompok PKK mulai memanfaatkan tiram dengan membuat produk olahan tiram yaitu kerupuk tiram. Pelatihan dilaksanakan selama satu hari dan pendampingan dilaksanakan secara berkala dengan target peserta telah mampu dan terampil dalam pembuatan kerupuk tiram secara mandiri. Sebagian besar kaum ibu-ibu di Gampong Blang hanya memiliki kesibukan sebagai ibu rumah tangga. Potensi manusia dan sumber daya alam yang dimiliki daerah ini sangat mendukung untuk diversifikasi pangan dan pengembangan teknologi pengolahan produk yang berbahan baku tiram dan berorientasi agribisnis terutama bagi kelompok PKK yang ada. Meskipun kaya akan potensi alam, daerah ini termasuk salah satu daerah yang masih tertinggal dalam hal penggunaan teknologi pengolahan produk pertanian. Pentingnya memahami tentang metode pengawetan yang tepat dari tiram agar dapat meminimalisir timbulnya kerusakan atau pembusukan sebelum terjadinya pemanfaatan dari komoditi tersebut. 128

136 Kegiatan penyuluhan diberikan dalam dua tahap, yaitu: (1) melakukan training terhadap khalayak sasaran tentang kerupuk tiram; dan (2) memberikan pelatihan capacity building dengan metode penyuluhan dan mempraktekkan secara langsung tentang proses pembuatan kerupuk tiram dan pengoperasian alat pengering serta vacuum sealer. Program pemberdayaan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan serta perekonomian anggota kelompok PKK Gampong Blang. Hal ini dikarenakan ketersediaan bahan baku pembuatan kerupuk tiram berlimpah juga bertujuan meningkatkan kesejahteraan ekonomis masyarakat, dan menghasilkan produk kerupuk tiram yang higienis. Dengan adanya kegiatan pelatihan pembuatan kerupuk tiram diharapkan masyarakat dapat memahami bahwa kerupuk tiram mudah proses pembuatannya dan dapat dijadikan sebagai sumber tambahan pendapatan ekonomi keluarga. Masyarakat mampu membuat kerupuk tiram tersebut guna meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat dan membuka wawasan peserta tentang pembuatan kerupuk tiram serta memberikan peluang bisnis yang baik bagi masyarakat. Selama ini, pendapatan para penduduk pencari tiram ini sangat sedikit sekitar Rp per kg jika tiram dijual dalam bentuk segar. Selain itu tiram merupakan salah satu produk perikanan yang mudah mengalami pembusukan jika tidak segera dimanfaatkan. Dengan diversifikasi produk menjadi kerupuk tiram, pendapatan masyarakat mengalami peningkatan hingga 4 kali lipatnya. Dimana setelah diolah menjadi kerupuk tiram dijual seharga Rp ,- per kg sehingga masyarakat mendapatkan keuntungan sebesar Rp ,- per kg. Hasil evaluasi dari kegiatan dapat diketahui dengan cara: (1) Antusias masyarakat dalam mengikuti kegiatan ini dilihat dari tingkat partisipasi dan kehadiran mereka selama mengikuti pelatihan dan tahap-tahap selanjutnya. Hal ini diindikasikan berdasarkan tingkat kehadiran peserta melebihi dari yang direncanakan sebelumnya yaitu sebanyak 31 orang; (2) Masyarakat Gampong Blang juga sangat antusias untuk mengetahui dan mempelajari proses pembuatan kerupuk tiram. Hal ini dinilai berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh peserta; dan (3) Masyakarat Gampong Blang telah memahami proses pembuatan kerupuk tiram secara menyeluruh dan telah melanjutkan proses pembuatan kerupuk tiram ini secara berkelompok dan mitra juga telah melanjutkan 129

137 pembuatan kerupuk tiram baik secara berkelompok mau pun mandiri. Para peserta menunjukkan respon yang positif terhadap kegiatan ini, terlihat dengan antusias serta keseriusan dalam mengikuti kegiatan ini secara keseluruhan dengan persentase kehadiran peserta melebihi peserta yang ditargetkan. Salah satu tanda respon positif adalah peserta pelatihan menanggapi penyuluhan yang tim pengabdi berikan dengan proses tanya jawab secara terbuka pada saat kegiatan berlangsung. Masyarakat di Gampong Blang juga mengharapkan agar keberlanjutan kegiatan ini di masa yang akan datang. KESIMPULAN DAN SARAN Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari kegiatan yang telah dilakukan, yaitu: 1. Kegiatan ini telah berhasil memberikan pelatihan kepada kelompok tani di Gampong Blang, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar. Keberhasilan program ini melebihi dari peserta pelatihan yang direncanakan dengan indikator keberhasilan antara lain: keikutsertaan masyarakat, demonstrasi, pelaksanaan, penguasaan materi, kemampuan mengoperasikan serta respon masyarakat kegiatan dilaksanakan. 2. Kegiatan ini juga telah melatih anggota kelompok mitra dalam pembuatan kerupuk tiram. 3. Alat pengering surya mampu bekerja dengan baik untuk mengeringkan kerupuk tiram secara optimal dan mongering secara merata sehingga waktu simpan lebih lama dan harga jual dapat ditingkatkan. Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan dapat disarankan sebagai berikut perlu adanya program pelatihan lanjutan dan pendampingan pada proses pelabelan dan pemasaran kerupuk tiram. 130

138 DAFTAR PUSTAKA Andriani, D.P., D. Rizky., U. Setiaji Pengendalian Kualitas Kadar air Produk Kerupuk Udang Berbasis SNI Menggunakan Statistical Quality Control Method. Seminar dan Konferensi Nasional IDEC Jakarta. Gayo, A Kajian Keseragaman Kualitas Pliek U Pada Pengeringan Dengan Menggunakan Alat Pengering Tipe Hohenhiem. Skripsi. Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Hesthiati, E,. dan D. Efrina Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Universitas Nasional, Jakarta.. Iptek Tenologi Pengawetan. [ Diakses tanggal 23 Februari Khathir, R., Ratna., R. Agustina Modifikasi Alat Pengering Tipe Hohenhiem Untuk Pliek-U. Laporan Penelitian. Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Koswara, S Pengolahan Aneka Kerupuk. Ebookpangan.com. Leach, H.W Gelatinization of Starch. Di dalam Goldsworth R. Editor. Abundan Plant Varieties. New York. World Wide, Inc Susilo, H Pembuatan Kerupuk Kerang Hijau (Mytilus viridis L.) Menggunakan Telur Itik sebagai Bahan Tambahan. [repository.ipb.ac.id/handle/ /14300]. Diakses tanggal 6 Juni

139 LAMPIRAN/FOTO KEGIATAN Foto 1. Alat Pengering Surya Sederhana Foto 2. Proses Pembuatan dan Pengeringan Kerupuk Tiram Foto 3. Produk Kerupuk Tiram Siap Dikemas 132

140 PEMBUATAN SELAI BOH LIMENG (AVERRHOA BILIMBI) Zulhaini Sartika Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Serambi Mekkah ABSTRAK Potensi Boh Limeng selain sebagai bumbu dapur dan bahan baku pembuatan Asam Sunti dan manisan, dapat juga digunakan sebagai bahan baku produk dengan wujud baru yaitu Selai. Sehingga dapat dijadikan sebagai produk home industri yang bernilai ekonomi. Cara pembuatan selai boh limeng dapat dilakukan dengan peratalan yang sederhana dengan bahan baku yang tersedia lingkungan, sehingga tidak membutuhkan biaya yang besar. Prosedur pembuatan terdiri dari: persiapan bahan baku, proses pemasakan dan homogenisasi, serta pengemasan. Kata Kunci : Selai, Jam, Boh Limeng, Averrhoa Bilimbi PENDAHULUAN Pengolahan dan pemanfaatan bahan pangan terus berkembang seiring berkembangnya teknologi. Inovasi terus dilakukan untuk menghasilkan produk makanan baru yang diterima oleh masyarakat. Sejauh ini, boh limeng biasanya hanya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bahan baku membuat manisan dan Boh limeng di Aceh banyak digunakan dalam bentuk olahan yang dikenal dengan sebutan asam sunti. Produk ini sejenis pikel yang difermentasi dengan penggaraman kering, berwarna coklat, berasa asam dan sedikit asin serta mempunyai tekstur lembut agak kenyal. Digunakan sebagai bumbu khususnya pemberi rasa asam dan aroma spesifik dalam masakan Aceh. Keberadaan asam sunti sangat diperlukan untuk menambah pengetahuan khasanah keragaman dari produk makanan fermentasi tradisional di Indonesia serta menjadi acuan dalam mengembangkan teknologi pembuatan asam sunti serta pengembangan pemanfaatan boh limeng sbagai bahan baku pembuatan selai perlu untuk dipelajari dan digali dimasa yang akan datang. [1] Selai (Jam) merupakan salah satu bahan makanan semi padat yang berbahan dasar bubur buah dengan campuran gula yang dipanaskan hingga mengental. Hampir semua jenis buah-buahan yang matang dan rasa sedikit asam dapat diolah menjadi selai dan salah satunya adalah boh limeng. 133

141 Selain untuk meningkatkan nilai ekonomis dari boh limeng, selai boh limeng juga dapat membantu untuk meningkatkan pendapatan dan perekonomian masyarakat melalui usaha home indutry. Untuk itu tulisan ini bertujuan : 1. Memberikan informasi mengenai potensi Boh Limeng untuk bahan baku pembuatan selai 2. Memberikan informasi mengenai potensi ekonomis dari Boh Limeng dalam meningkatakan pendapatan keluarga melalui usaha mikro. TINJAUAN PUSTAKA Boh Limeng adalah salah satu tanaman yang banyak tersebar di wilayah Asia Tenggara, blimbing asam (Malaysia), ta ling pling (Thailand), khe tay (Vietnam), [2] dan diaceh dikenal dengan limeng, selimeng, atau thlimeng. Belimbing asam (Melayu), balimbing (Lampung), limbi (Bima), calingcing dan balingbing (sunda), blimbing wuluh (Jawa). [3] Boh Limeng di Aceh Bunga Limeng di Aceh Gambar 1. Buah dan Bunga Limeng di Aceh Pohon limeng yang tumbuh dengan baik akan menghasilkan sekitar 45 Kg buah per musimnya. Pada saat panen buah berwarna hijau terang, lembut dan perlu penanganan yang baik agar masa penyimpanan dapat berlangsung lebih lama. [1] Kandungan Nutrisi Boh Limeng (Averrhoa Bilimbi) per 100 gram adalah sebagai berikut : [1] 134

142 No Kandungan Nutrisi Jumlah 1 Air 92,5-94,7 2 Energi (kkal) 27 3 Protein 0,61 4 Lipid (Lemak) 0,3 5 Karbohidrat 6,3 6 Serat 0,6 7 Abu 0,3 0,4 8 Kalsium 3,4-5 9 Besi 0,6 1,01 10 Fosfor 11, Kalium Natrium 4 13 Asam Askorbat Tiamin 0,010 0,02 15 Riboflavin 0,026 0,04 16 Niacin 0,02 0, Vitamin A 105 UI Boh Limeng (Averrhoa Bilimbi L.) memiliki rasa masam, biji berbentuk gepeng, dan apabila sudah masak airnya banyak. Boh limeng atau Belimbing wuluh sering disebut juga belimbing sayur atau belimbing asam karena memiliki rasa yang cukup asam dan biasanya digunakan sebagai bumbu masakan atau ramuan jamu dan mengandung banyak zat tannin, saponin, glukosa sulfur, asam format, peroksida, flavonoid, serta triterpenoid. [4] Sementara buah dan bunga belimbing wuluh juga telah banyak digunakan masyarakat sebagai obat batuk. [5] METODE PELAKSANAAN Metode pembuatan selai Boh Limeng dapat dilakukan dengan cara dan peralatan yang sederhana dengan tahapan yang terdiri dari : persiapan alat dan bahan, sortasi bahan baku, proses sterilisasi bahan, pemasakan dan pencampuran bahan-bahan tambahan, dan proses pengemasan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Selai Boh Limeng memberikan dampak yang cukup baik bagi masyarakat untuk memanfaatkan Boh Limeng secara maksimal yang kemudian dapat berdampak pada perekonomiam masyarakat dan penigkatan pendapatan rumah tangga. Prosedur pembuatan selai boh limeng adalah sebagai berikut : a. Bahan baku Boh Limeng di cuci bersih kemudian di buang ujungnya 135

143 b. Belah boh limeng dan buang bijinya lalu potong-potong c. Masukkan kedalam panci dan dimasak. Proses pemasakan bertujuan untuk sterilisasi dan homogenasi bahan tambahan lainnya d. Ditambahakan gula pasir 50% dari total volume bubur boh limeng. Proses pemasakan dilakukan selama 50 menit sambil terus dilakukan pengadukan. e. Setelah homogen dan tekstur menjadi lebih kental. Selai Boh limeng siap disajikan dan dilakukan pengemasan. Persiapan Bahan Baku Pemasakan dan Homogenisasi Pengemasan Gambar 2. Bagan Tahapan Pembuatan Selai Boh Limeng KESIMPULAN Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pembuatan Selai Boh Limeng sangat berpotensi untuk menjadi produk olahan rumah tangga yang bernilai ekonomis dan tidak membutuhkan banyak biaya serta dengan proses pengolahan yang sangat sederhana akan memberikan hasil yang maksimal. DAFTAR PUSTAKA [1] Muzaifa. Murna (2013). Perubahan Karakteristik Fisik Belimbing Wuluh Selama Fermentasi Asam Sunti. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Vol.(5) No. 2 [2] Love. Ken and Robert E. Paull (2011). Bilimbi. Collage of Tropical Agriculture and Human Resources. University of Hawaii at Manoa. [3] Purwaningsih. Eko (2007). Multiguna Belimbing Wuluh. Ganeca Exact. [4] Suryaningsih. Sri (2016). Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi) sebagai sumber energi dalam sel galvani. Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya (JPFA- UNESA), Vol. 06 (01), [5] Salsa. (2003). in Ardananurdin, A., Winarsih, S., & Widayat, M. (2004). Uji Efektifitas Dekok Bunga Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi) Sebagai Antimikroba Terhadap Bakteri Salmonella Typhi Secara In Vitro. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 20 (1),

144 PENGELOLAAN LAHAN PANGAN LESTARI TERINTEGRASI SECARA VERTIKAL DAN RAMAH LINGKUNGAN DI GAMPOENG LAMPISANG KECAMATAN SUKAMAKMUR KABUPATEN ACEH BESAR Ratna, Mustaqimah, Yuswar Yunus dan Devianti Program Studi Teknik Pertanian Universitas Syiah Kuala ukhti.ratna@gmail.com ABSTRAK Model produksi yang terintegrasi secara vertikal sudah mulai berkembang saat ini, tehnologinya sederhana dan pleksibel merupakan solusi yang ditawarkan untuk mitra. Dengan sistem vertikal seperti ini pakan yang tidak termakan oleh ayam atau terjatuh dapat dimanfaatkan oleh ikan dengan demikian akan menghemat pakan ikan. Kemudian kotoran ayam yang jatuh dalam kolam ikan akan dimaanfaatkan oleh sayuran hidroponik sebagai pupuk. Tanaman hidroponik ini juga sangat bermanfaat bagi ikan yaitu dapat menutupi/melindungi ikan dari cahaya atau lingkungan luar karena pada dasarnya ikan lele sulit hidup di kolam terbuka. Kandang ayam pada sistem ini dilengkapi dengan solar sel sebagai sumber energi untuk penerangan ayam sehingga sangat menghemat energi listrik. Jadi, model terintegrasi secara vetikal ini tidak ada pakan dan pupuk yang mubazir/terbuang begitu saja serta akan menghemat lahan tiga kali lipat dan efisiensi penggunaan lahan dan produksi sangat tinggi, atau dikenal dengan zero kehilangan biaya produksi. Pengabdian masyarakat ini bertujuan mengatasi permasalahan pada penurunan lahan produksi pertanian melalui pengembangkan sebuah model pengelolaan lahan pangan lestari terintegrasi secara vertikal, sehingga satu model system lahan terintegrasi akan menghasilkan produksi sama dengan tiga kali luasan lahan. Kata Kunci : Model lahan terintegrasi vertikal, ramah lingkungan PENDAHULUAN Gampoeng Lampisang terletak di Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar yang merupakan kawasan pertanian dengan hasil utamanya adalah padi. Daerah ini merupakan salah satu kawasan di Aceh Besar sebagai lumbung padinya Kabupaten khususnya dan daerah Aceh pada umumnya. Di daerah ini kita masih dapat melihat sawah yang luas hingga ke perbatasan gampoeng lain. Ketersediaan bahan baku/pakan di daerah ini sangat memungkinkan untuk mengembangkan peternakan unggas teutama ayam. Selain itu masyarakat memanfaatkan lahan yang ada untuk beternak lele dengan sistem yang sangat sederhana yaitu, dengan melapisi tanah yang sudah digali dengan terpal plastik dan tanpa dilapisi terpal plastik. Di Gampoeng Lampisang ini, penduduknya juga bercocok tanam sayur-sayuran seperti labu, bawang, bayam, kangkung seledri dll. Bercocok tanam sayuran ini dilakukan pada saat-saat tertentu saja seperti, disaat 138

145 musim tidak menanam padi atau disaat musim kemarau yang tidak bisa untuk bercocok tanam padi. Sistem bercocok tanam sayuran seperti ini bisa menyebabkan produksi sayuran di gampoeng ini tidak kontinyu. Semakin hari pertumbuhan penduduk semakin meningkat yang dapat menyebabkan lahan semakin sempit namun permintaan semakin meningkat. Ketersedian lahan perkarangan dan lahan yang lainnya serta tersedianya pakan untuk ternak sangat memungkinkan untuk dikembangkan suatu sistem produksi yang terintegrasi. Solusi untuk masalah yang ada di gampoeng ini yaitu dengan membuat sebuah model beternak ikan dan ayam serta bercocok tanam sayuran secara hidroponik dengan system model terintegrasi secara vertikal. Model terintegrasi vertikal ini terdiri dari kandang ayam, kolom ikan dan di atas kolam ada sistem budidaya hidroponik yang mengapung. Budidaya tanaman sayuran secara hidroponik ini dapat dilakukan di pekarangan rumah untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga sehari-hari sehingga dapat menghemat biaya pengeluaran keluarga (Werdhany, 2012). Tujuan dari program pengabdian ini yaitu: Melakukan Introduksi teknologi bagi mitra untuk pengembangan model lahan terintegrasi secara vertikal untuk produksi pangan lestari. Mengaplikasikan model lahan terintegrasi secara vertikal untuk produksi pangan dan juga budidaya ikan lele, ayam dan sayuan hidroponik. TINJAUAN PUSTAKA Solusi yang ditawarkan dalam program pengabdian berbasis produk ini adalah sebagai berikut: (1) memperkecil luasan lahan budidaya dengan system terintegrasi vertikal yang sistem budidayanya dikenal dengan zero kehilangan dan ramah lingkungan menerapkan teknologi budidaya secara hidroponik, dan pemilihan tanaman yang dibudidayakan memilki nilai estetika sehingga dapat dijual dipasaran dengan harga relatif tinggi. Prasetio mengatakan bahwa media tanam merupakan hal yang utama dalam budidaya tanaman. Ghufran dan Tanjung (2007) menambahkan bahwa kunci atau modal utama keberhasilan budidaya air adalah tersedianya air yang cukup, baik jumlah atau mutunya. Sedangkan budidaya hidroponik dapat didesain sesuai dengan persyaratan aplikasi teknologi hidroponik yang harus dipenuhi dalam budidaya sayuran di lahan pekarangan yang sempit adalah harus memiliki nilai estetika atau keindahan, 139

146 sehingga selain dapat menghasilkan sayuran sehat dan bergizi untuk dikonsumsi, juga dapat memperindah halaman rumah. Selain itu persyaratan lainnya adalah bahan harus kuat dan mudah untuk di pindahkan dan tidak menampung kotaran ayam. Metode kegiatan pada program pengabdian ini adalah dengan metode analisis deskriptif yaitu terjun langsung kepada usaha masyarakat dan dengan metode pustaka berpegangan pada Rencana Kerja Pembangunan Gampoeng yang tersusun beberapa tahap: tahap persiapan, tahap koordinasi, tahap proses/pelaksanaan, tahap pembinaan, tahap percobaan/evaluasi. Tahap awal adalah mengidentifikasikan potensi usaha ayam potong, ikan lele dan sayuran, kondisi dan situasi, masalah sumber daya manusia dan potensi sumber daya alam. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung ke lokasi usaha masyarakat dan melakukan wawancara dengan pemilik dan pekerja. Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di lapangan, dapat ditemui kendalakendala dan permasalahan yang sekiranya dapat diperbaiki dan ditingkatkan kinerjanya. Kendala-kendala yang ada dapat dilakukan dengan memberikan inovasi berupa pengaplikasikan sebuah sistem pengelolaan lahan yang dapat memperkecil lahan budidaya dengan kosentrasi sama dengan produksi tiga kalinya. Inovasi pertama adalah kandang ayam dengan kolam ikan. Inovasi berikutnya adalah memperkenalkan metode budidaya hidroponik dengan menggunakan wadah HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan pelaksanaan pengabdian dipersiapkan dengan sebaik-baiknya oleh team pengabdian, dimulai dengan melakukan diskusi secara terbuka dengan ke dua mitra dengan tujuan pelaksanaan IbM sesuai dengan kebutuhan teknologi yang dinginkan oleh masyarakat Gampong yakni teknologi pengelolaan lahan terintegrasi secara vertikal. Pencapaian tujuan tersebut maka teknologi yang diberikan adalah sebuah model pengelolaan lahan yang terintegrasi secara vertikal. Pada pengabdian ini model terintegrasi vertikal terdiri dari tiga tingkatan dengan tiga jenis lahan budidaya yaitu kolam ikan, hidroponik dan kandang ayam. Model terintegrasi vertikal ini selain menghemat lahan juga ramah lingkungan karena model ini 140

147 dilengkapi septic tank tempat penampungan kotoran ayam, seperti pada gambar dibawah ini. Gambar 1. Model pengelolaan lahan budidaya terintegrasi vertical Gambar 2. Tempat penampungan kotoran ayam Dari gambar di atas terlihat bahwa kotoran ayam tidak akan jatuh ketanah karena langsung jatuh ketempat penampungan. Sehingga dengan sistem terintegrasi seperti ini tidak menimbulkan pencemaran udara. Gambar berikut memperlihatkan model lahan terintegrasi vertikal secara keseluruhan. 141

148 Gambar 3. Model terintegrasi secara vertikal dilihat dari bahagian depan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan ini yaitu: 1. Kegiatan yang telah dilaksanakan meliputi observasi dan koordinasi dengan mitra Desain dan pembangunan model pengelolaan lahan terintegrasi vertikal. 2. Model terintegrasi ini tidak menyebabkan pencemaran udara 3. Medel terintegrasi vertikal ini dapat menghemat lahan tiga kali lipat Adapun saran yaitu adanya keberlanjutan program untuk penanganan limbah untuk dijadikan pupuk. DAFTAR PUSTAKA Ghufron, M.H.KK dan Tancung, A. B (2007) Pengelolaan Kualitas air. Rineka Cipta, Jakarta. Prasetio, B. Budidaya Tanaman Buah Dalam Potensial. ANDI, Yogyakarta. Werdhany W.I Teknologi hemat Lahan Sistem Vertikultur. 142

149 PROSPEK DAN POTENSI PENGEMBANGAN PETERNAKAN ITIK LOKAL DI PROVINSI ACEH Muhammad Daud Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala daewood_vt@yahoo.co.id ABSTRAK Persoalan simptomatis peternakan adalah masih rendahnya produktivitas dan kualitas hasil peternakan, permintaan pasar domestik yang jauh lebih besar dari kemampuan produksi dalam negeri, ketersediaan yang terbatas mengakibatkan harga produk menjadi tinggi; serta ketersediaan rendah dan harga tinggi menyebabkan tingkat konsumsi masyarakat terhadap hasil/produk menjadi rendah. Produktivitas dan kualitas hasil peternakan yang rendah untuk kondisi saat ini paling tidak terkait langsung dengan tiga persoalan fundamental, yakni mutu genetik ternak yang dibudidayakan umumnya rendah; pakan ternak yang tersedia dan terjangkau secara ekonomi mempunyai kandungan gizi rendah/komposisi gizinya tidak berimbang; dan akibat serangan penyakit. Kesulitan memperoleh bibit ternak yang bermutu, dan pakan yang bergizi, dan keterbatasan kapasitas pengendalian penyakit ternak merupakan persoalan-persoalan fundamental yang menjadi akar penyebab rendahnya produktivitas dan kualitas ternak. Salah satu opsi dalam menyelesaikan persoalan tersebut adalah melalui pengembangan peternakan itik lokal di provinsi Aceh. Dengan tujuan : 1. untuk meningkatkan perbaikan produktivitas atau pemurnian galur mutu genetik ternak melalui program pemuliaan ternak secara konvensional dengan sistem seleksi itik lokal. 2. Meningkatkan kualitas pakan dengan penggunaan bahan baku pakan lokal dalam formulasi ransum. Metode seleksi dilakukan sebagai berikut: 1. Seleksi individu (individual selection) yaitu seleksi per ternak sesuai dengan nilai fenotipe yang dimilikinya. 2. Seleksi keluarga (family selection) yaitu seleksi keluarga per keluarga sebagai kesatuan unit sesuai dengan fenotip yang dimiliki oleh keluarga yang bersangkutan. 3. Seleksi dalam keluarga (within-family selection) adalah seleksi tiap individu di dalam keluarga berdasarkan nilai rata-rata fenotip dari keluarga asal ternak itik bersangkutan. Variabel yang diamati: performan itik lokal (konsumsi ransum, PBB, konversi ransum, efisiensi ransum, bobot badan akhir dan mortalitas). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisiys of variance dan apabila terdapat perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan uji lanjut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa performan itik lokal fase grower dari empat perlakuan ransum yang menggunakan limbah ikan leubiem dalam formulasi ransum tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan diantara perlakuan, kecuali pada variabel konversi pakan terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan. Disimpulkan bahwa pengembangan peternakan itik lokal dengan pemberian bahan baku pakan lokal (limbah ikan leubiem) dalam formulasi ransum sangat potensial untuk dikembangkan di provinsi Aceh dan tidak memberi dampak negatif terhadap performan itik lokal. Kata Kunci: Itik Lokal, Potensi, Pengembangan, Provinsi Aceh 143

150 PENDAHULUAN Pembangunan subsektor peternakan sampai saat ini masih tetap mempunyai peranan penting bagi kelangsungan pembangunan secara keseluruhan, baik untuk meningkatkan gizi masyarakat maupun untuk memperluas lapangan kerja di sektor pertanian dan sumber ekonomi masyarakat. Namun demikian keberhasilan maupun kegagalan suatu usaha peternakan sangat ditentukan oleh faktor breding, manajemen dan pakan. Pakan yang seimbang sesuai dengan kebutuhan ternak merupakan syarat mutlak untuk dihasilkannya produktivitas yang optimal. Untuk mewujudkan produktivitas ternak yang optimal sangat diperlukan perhatian yang serius terhadap penyediaan pakan yang cukup dan kualitas pakan. Oleh karena itu upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi permasalahan tersebut adalah dengan menggali potensi dan pemanfaatan / penyediaan bahan baku pakan yang bersumber dari limbah (by product) secara kuantitatif maupun kualitatif. Di sisi lain, potensi bahan baku lokal seperti limbah pertanian dan pangan utama (padi, jagung, dan ubi kayu) dan perkebunan (kelapa sawit, kakao, dan kopi) belum dimanfaatkan secara optimal dan sebagian besar digunakan sebagai bahan bakar, pupuk organik atau bahan baku industri (1). Spesifikasi yang ingin dicapai adalah meningkatkan produktivitas dan perbaikan kualitas pakan serta menyediakan kebutuhan dan kecukupan nutrient pada peternakan itik lokal, sehingga diperlukan inovasi untuk menghasilkan pakan ternak yang bermutu dan mempunyai nilai gizi yang cukup sesuai dengan kebutuhan ternak. Menghasilkan bibit unggul itik lokal melalui proses seleksi dan perbaikan kualitas pakan sangat penting dilakukan agar hasil produksi yang diperoleh lebih bermutu serta sesuai dengan target yang diharapkan dan memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Sasaran lain yang hendak dicapai adalah: pengembangan itik petelur melalui sistem seleksi yang tepat guna; pemanfaatan sumberdaya lokal yang memiliki nilai ekonomis dan mampu mendukung program ramah lingkungan disertai teknologi yang aplikatif dan menguntungkan; sebagai respon terhadap program pemerintah Aceh terkait dengan kemandirian dan pengembangan ekonomi daerah dengan menggunakan potensi lokal (ternak itik lokal) guna mengurangi ketergantungan dan sekaligus upaya untuk mengurangi angka kemiskinan melalui pengembangan usaha-usaha yang produktif. 144

151 TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Ternak Itik Itik merupakan komoditas unggas yang mempunyai peranan cukup penting sebagai penghasil telur dan daging untuk mendukung kesediaan protein hewani yang murah dan mudah didapat. Potensi ternak itik di Indonesia sangat besar terutama sebagai penghasil daging dan telur. Usaha pemerintah dalam menunjang program sub sektor peternakan yaitu peningkatan produksi ternak dapat dicapai dengan dua cara yaitu dengan peningkatan populasi ternak dan peningkatan mutu genetik ternak (Sari et al, 2012). Upaya perbaikan mutu genetik ternak dapat dilakukan dengan seleksi dan sistem perkawinan. Seleksi dan sistem perkawinan dapat diarahkan untuk membentuk populasi yang memiliki mutu genetik lebih baik dari sebelumnya yang ditunjukkan dengan peningkatan penampilan sifat-sifat produksi (Prasetyo dan Susanti, 2007). Pengembangan ternak itik dari segi pemuliabiakan belum memberikan hasil optimal karena seleksi itik untuk dijadikan bibit hanya berdasarkan sifat fenotip saja, belum berdasarkan pada nilai pemuliaannya, oleh karena itu peternak harus melakukan pencatatan (recording) dan diarahkan pada seleksi berdasarkan nilai pemuliaan agar kemampuan genetik masing-masing individu meningkat (Suhada et al, 2009). Seleksi adalah upaya memilih dan mempertahankan ternak yang memiliki keunggulan dan mengeluarkan ternak yang dianggap kurang baik. Seleksi dapat didasarkan pada nilai pemuliaan ternak. Seleksi untuk memilih induk itik petelur lokal dibutuhkan karakteristik produksi untuk menghitung nilai pemuliaan, salah satu karakteristik produksi yang dapat digunakan sebagai dasar seleksi misalnya umur pertama bertelur, bobot telur dan bobot tetas. Syarat bibit itik yang berkualitas memiliki tubuh besar, bulu mengkilap dan bersih, tingkah laku gesit dan aktif, memiliki mata yang jernih dan terang, berumur produktif minimal 8 bulan sampai 2 tahun dan bobot badan 1,5-2 kg (Cahyono, 2011). Pada prinsipnya, seleksi adalah kegiatan memilih individu-individu tertentu dari suatu populasi untuk dijadikan tetua dalam menghasilkan generasi berikutnya. Hal ini dilakukan melalui pemeriksaan dan atau pengujian berdasarkan kriteria dan tujuan tertentu dengan menggunakan metode atau teknologi tertentu pula. Sifat-sifat produksi diturunkan 145

152 dari generasi ke generasi sesuai dengan kaidah genetika dan dengan daya pewarisan yang berbeda-beda dari satu sifat ke sifat yang lain. Oleh karena itu, pemilihan sifat yang akan dijadikan kriteria seleksi adalah sangat penting agar seleksi yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas bibit tersebut dapat berlangsung efektif. Usaha mendapatkan bibit itik yang bermutu dan peningkatan produksi, maka perlu dilakukan program seleksi terhadap induk dan pejantan yang memiliki bobot badan berbeda yang dapat menghasilkan fertilitas, daya tetas, bobot tetas dan bobot itik umur 8 minggu terbaik. Bobot badan induk dan pejantan mempengaruhi bobot telur. Pejantan memiliki peranan paling penting dalam program seleksi karena seekor pejantan dapat digunakan untuk mengawini sekelompok betina, sehingga perlu dilakukan uji zuriat pada pejantan. Uji zuriat dapat dilakukan dengan mengetahui potensi genetik dari jantan melalui bobot tetas dan bobot itik muda umur 8 minggu keturunannya. Uji zuriat dapat digunakan untuk mengetahui keunggulan genetik pejantan yang diwariskan pada keturunannya. Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur Salah satu tantangan bagi negara tropis seperti Indonesia dalam program pengembangan usaha peternakan khususnya ternak itik adalah terkait dengan ketersediaan dan kecukupan nutrient secara berkelanjutan merupakan masalah berkepanjangan yang harus diselesaikan dengan pendekatan teknologi pakan yang terintegrasi. Program keterpaduan penyediaan pakan ternak yang berkualitas harus didukung dengan ketersediaan sepanjang waktu untuk dapat mendukung usaha peternakan itik secara intensif. Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Itik Petelur pada Berbagai Fase Gizi Starter Grower Layer (0-8 minggu) (9-20 minggu) (>20 minggu) Protein kasar (%) Energi (kkal EM/kg) Metionin (%) 0,37 0,29 0,37 Lisin (%) 1,05 0,74 1,05 Ca (%) 0,6-1,0 0,6-1,0 2,90-3,25 P tersedia (%) 0,6 0,6-0,90 0,6 Sumber: Sinurat (2000) 146

153 Penggunaan bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian dan limbah industri mempunyai kendala antara lain rendahnya kandungan zat nutrisi dan adanya zat anti nutrisi yang dapat menurunkan produktivitas ternak (Sathe,1994). Di sisi lain, potensi bahan baku pakan seperti limbah pertanian dan pangan utama (padi, jagung, dan ubikayu) dan perkebunan (kelapa sawit, kakao, dan kopi) belum dimanfaatkan secara optimal dan sebagian besar digunakan sebagai bahan bakar, pupuk organik atau bahan baku industri (Mayulu et al., 2010). Bahan pakan yang biasa digunakan sebagai sumber protein nabati seperti bungkil kedelai, bungkil kacang tanah dan bungkil kelapa untuk pakan ternak unggas ketersediaannya masih berfluktuatif dan bersaing dengan ternak lainnya serta harganya relatif mahal. Pengujian terhadap beberapa bahan pakan sumber protein nabati alternatif seperti bungkil biji kapuk, bungkil biji kemiri dan bungkil biji karet masing-masing sebanyak 10% pada ayam kampung, dapat memperbaiki konversi pakan dari 4,6 menjadi 4,1 (11,5%). Kualitas Pakan Salah satu faktor yang mempengaruhi bobot badan ternak itik yaitu kualitas pakan yang diberikan. Kandungan nutrien pakan untuk itik periode starting yaitu PK 21 %; ME 3000 kkal/kg; SK 5 %; LK 5 %; Ca 1 % dan P 0,9%. Persyaratan mutu pakan untuk itik petelur fase starting (duck starter) yaitu PK minimal %; ME minimal 3000 kkal/kg; SK maksimal 5,5 %; LK maksimal 3,5 %; Ca 0,6-1,06 % dan P 0,6 %. Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan dan produksi. Agar pertumbuhan dan produksi maksimal, jumlah dan kandungan zat-zat makanan yang diperlukan ternak harus memadai (Zainuddin, 2011). Produksi telur meningkat disebabkan pakan berkualitas sehingga memenuhi kebutuhan itik dalam berproduksi. Faktor yang menyebabkan rendahnya produksi telur adalah pakan yang sepenuhnya tergantung dari alam sehingga kualitas dan kuantitas pakan tidak memenuhi kebutuhan itik serta tingkat efisiensi pakan yang rendah. Peningkatan kualitas ransum dapat dilakukan dengan penambahan feed additive dalam pakan. 147

154 Penggunaan pakan itik petelur yang diukur dengan Feed Conversion Ratio (FCR) masih kurang efisien yaitu berkisar antara 3,8-6,6 dengan sistem pemeliharaan intensif. Rendahnya produktivitas itik tersebut diduga terutama diakibatkan oleh mutu bibit yang masih beragam dan pemberian pakan yang belum sesuai dengan kebutuhan. Peternakan itik intensif dengan menyediakan pakan konvensional seperti lazimnya pada pemeliharaan ayam ras cenderung tidak ekonomis karena masih rendahnya efisiensi penggunaan pakan. Dengan demikian, untuk meningkatkan peran telur itik dalam memenuhi kebutuhan protein hewani, dapat diupayakan melalui peningkatan efisiensi penggunaan pakan yang setidaknya mendekati FCR ayam ras yang rata-rata sekitar 2,4-2,6. Perbaikan FCR ini dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu (1) pendekatan genetik dengan memproduksi bibit yang lebih produktif, efisien dan (2) melalui teknologi pakan dengan menetapkan kebutuhan gizi untuk itik pada berbagai umur yang lebih tepat serta manajemen pemberian pakan terutama upaya untuk mengurangi jumlah pakan yang terbuang/tercecer yang sering terjadi pada peternakan itik. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian terhadap performan itik lokal fase grower dari empat perlakuan ransum yang menggunakan limbah ikan leubiem dalam formulasi ransum ditampilkan pada Tabel 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum itik lokal fase grower selama penelitian berkisar antara 136,17-145,20 gram/ekor/hari (Tabel 2). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsumsi ransum itik lokal fase grower tidak berpengaruh nyata pada semua perlakuan. Hal ini disebabkan ransum yang diformulasi dengan limbah pasar ikan dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap palatabilitas ransum dan membuat aroma ransum berbau segar. Sesuai dengan pendapat Usman (2013) bahwa pakan yang memiliki palatabilitas yang baik akan dikonsumsi lebih banyak oleh ternak, Selain itu, tingginya konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh rasa, bentuk dan kandungan protein ransum tersebut. Varianti et al. (2017) menyatakan bahwa konsumsi ransum yang tinggi akan diikuti dengan naiknya konsumsi protein untuk memenuhi kebutuhan asam amino bagi ternak tersebut. Konsumsi ransum pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Ketaren dan 148

155 Prasetyo (2002) yang menyatakan bahwa konsumsi itik fase grower sebanyak 159 gram/ekor/hari. Baye et al. (2015) menyebutkan bahwa rendahnya konsumsi ransum disebabkan bentuk fisik dari pakan yang digunakan. Dalam penelitian ini pakan yang digunakan adalah pakan bentuk tepung (mash). Konsumsi ransum pada ternak dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor lain. Tillman et al. (1991) menyebutkan bahwa konsumsi ransum sangat dipengaruhi oleh bobot badan, kualitas pakan, tatalaksana, iklim lingkungan, dan kondisi kesehatan dari ternak itu sendiri. Tabel 2. Performan itik lokal fase grower Variabel Perlakuan ransum R1 R2 R3 R4 Konsumsi ransum (g/ekor/hari) 136,17± 37,42 143,46±35,14 141,56±30,73 145,20±36,50 Pertambahan Berat Badan (g/ekor/hari) 11,12±2,72 12,26±1,34 11,94±4,11 11,62±0,69 Konversi Ransum (FCR) 4,4±0,37 a 4,6±0,15 a 4,5±0,05 a 4,7±0,25 b Efisiensi ransum (%) ± 1, ± 0, ± 0, ± 1,12 Berat Badan Akhir (g/ekor) 1336,1±12, ,1±17, ,2±48, ,3±50,69 Mortalitas (%) Keterangan: R1 : Ransum kontrol (0% limbah ikan Leubiem); R2 : Penggunaan 10% tepung kulit ikan Leubiem dalam ransum basal; R3: Penggunaan 10% tepung kepala ikan Leubiem dalam ransum basal; R4 : Penggunaan 10% tepung tulang ikan Leubiem dalam ransum basal Variabel pertambahan berat badan itik lokal juga tidak berbeda nyata diantara perlakuan. Hal ini dikarenakan konsumsi ransum dari setiap perlakuan juga tidak memberikan pengaruh yang nyata, sebagaimana yang dinyatakan oleh Wahju (1997) bahwa pertambahan berat badan dipengaruhi oleh konsumsi ransum serta kualitas nutrisi ransum. Rasyaf (2003) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh kualitas pakan yang dikonsumsi. Dapat dikatakan bahwa pemberian tepung limbah pasar ikan dengan persentase sebanyak 10% belum mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan berat badan itik lokal fase grower. Laju pertumbuhan ternak ditunjukkan oleh pertambahan bobot badan (Alyandari et al., 2014). Anggorodi (1984) menayatakan, kemampuan seekor ternak untuk merubah zat nutrisi yang terdapat dalam ransum menjadi daging ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan ternak tersebut. Tingkat konsumsi protein sangat ditentukan oleh tingkat konsumsi ransum, karena apabila itik mengkonsumsi ransum dalam jumlah yang lebih banyak maka akibatnya pada 149

156 itik akan mengkonsumsi lebih banyak protein sehingga terjadi kelebihan protein di dalam tubuh (Alyandari et al., 2014). Qurniawan (2016) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan yaitu perbedaan jenis kelamin, konsumsi ransum, kualitas pakan, lingkungan, dan bibit. Usman et al. (2013) menyebutkan bahwa tidak semua ternak yang mengkonsumsi ransum yang lebih banyak, pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang mengkonsumsi ransum yang sedikit. Ensminger dan Olentine (2002) konsumsi tersebut dapat dipengaruhi oleh susunan kimia dalam ransum tersebut. Konversi ransum itik petelur yang diberi pakan lokal yang mengandung tepung limbah ikan leubiem terendah yaitu pada perlakuan kontrol dengan rata-rata 4,43±0,37 sedangkan angka konversi pakan tertinggi terdapat pada perlakuan R3 yaitu 4,7±0,25 (Tabel 2). Berdasarkan hasil sidik ragam penggunaan tepung limbah ikan leubiem menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada perlakuan R3, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perlakuan lainnya. Rositawati et al. (2010) menyatakan bahwa rendahnya pertambahan berat badan pada ternak menyebabkan peningkatan konversi ransum. Ketaren (2006) melaporkan bahwa FCR itik Serati dengan pemberian polar level 30, 40 dan 50% masing-masing sebesar 3,42; 3,39 dan 3,47. Ketaren dan Prasetyo (2001) juga melaporkan bahwa rataan konversi pakan itik Mojosari Alabio betina selama 8 minggu sebesar 3,43 lebih rendah dari hasil penelitian ini. Hal ini kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh kandungan komposisi pakan yang digunakan selama pemeliharaan itik. Kandungan tepung ikan yang tinggi di dalam ransum berpengaruh terhadap angka konversi ransum yang dihasilkan (Purba dan Ketaren, 2011). Hal ini sejalan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian Iskandar et al. (2001) bahwa rataan konversi pakan itik Mojosari jantan sejak pengamatan umur 2-10 minggu dengan pemberian 20% ikan rucah dan 80% dedak sebesar 6,59, bahkan lebih tinggi dari hasil konversi pakan pada penelitian ini. Penggunaan pakan yang tidak efisien pada itik petelur dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, banyaknya pakan tercecer dan kandungan gizi pakan yang tidak sesuai kebutuhan (Ketaren, 2007). Rataan efisiensi ransum itik petelur fase grower yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara % -22,41% (Tabel 2). Hasil analisis statistik 150

157 tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan. Hal ini disebabkan oleh imbangan antara energi dan protein dalam ransum, dimana rasio energi dan protein ransum perlakuan sudah memenuhi kebutuhan itik fase grower. Ini sesuai dengan pernyataan Suprayogi et al. (2017) yang menyatakan bahwa rasio antara energi metabolisme dengan protein dapat menjaga tingkat keseimbangan konsumsi ransum, sehingga meningkatkan efisiensi ransum. Demikian juga halnya terhadap variabel berat badan akhir itik petelur fase grower tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan. Berat badan akhir yang yang tertinggi dari penelitian ini adalah ransum perlakuan (R1) yaitu berkisar 1386,1 g/ekor. Hasil bobot badan akhir penelitian ini termasuk tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Prasetyo dan Susanti (2000), yaitu pada fase grower itik petelur menghasilkan berat badan hanya sebesar 1222 g/ekor, sedangkan untuk standar itik petelur fase grower pada umur 24 minggu bobot badannya mencapai 1600 g/ekor (SNI, 2009). KESIMPULAN DAN SARAN Disimpulkan bahwa pengembangan peternakan itik lokal dengan pemberian bahan baku pakan lokal (limbah ikan leubiem) dalam formulasi ransum sangat potensial untuk dikembangkan di provinsi Aceh dan tidak memberi dampak negatif terhadap performan. 151

158 LAMPIRAN KEGIATAN PENGEMBANGAN ITIK LOKAL 152

159 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN LELE SISTEM BIOFLOK DI DESA BLANGKUALA MEUKEK ACEH SELATAN Uswatun Hasanah 1, Teungku Nih Farisni 2, Nourmalina Arphi 3. 1 Prodi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Teuku Umar 2 Prodi ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar 3 Prodi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala ABSTRAK Permasalahan pokok wilayah desa Blang kuala Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan yang menginspirasi kegiatan ini adalah potensi daerah yang belum termanfaatkan secara maksimal dari wilayah ini yang berdampak pada rendahnya pendapatan keluarga, rendahnya pendidikan dan keterampilan kecakapan hidup masyarakat. Akar masalah dari permasalahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai Berikut: (1) Rendahnya kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan keterlibatan elemen masyarakat program pemerintah. (2) Rendahnya budaya kerja dan produktivitas ekonomi masyarakat. (3) Minimnya terapan teknologi tepat guna dan kemampuan masyarakat untuk meningkatkan kualitas dan diversifikasi produk. Desa Blang Kuala memiliki potensi yang baik di bidang perikanan. Guna memberdayaan masyarakat desa di bidang perikanan, dilakukan pendampingan masyarakat dalam Program Kemitraan Wilayah (PKW) oleh Tim PKW LPPM Universitas Teuku Umar bekerjasama dengan mitra LPPM Universitas Syiah Kuala dan Pemerintahan Kabupaten Aceh Selatan. Metode yang akan digunakan untuk pelaksanaan PKW adalah Metode SLA (Sustainable Livelihoods Approach). Pemberdayaan masyarakat dengan yang mengupayakan pelibatan (partisipasi) masyarakat untuk belajar dan beraktivitas secara berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup mereka. Aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan selama proses pendampingan adalah pembangunan tempat Demontrasi Plot (DEMPLOT) budidaya lele sistem bioflok, pelatihan pembuatan konstruksi kolam budidaya sistem bioflok, pelatihan pemeliharaan budidaya lele sistem bioflok, sampai dengan pendampingan pemanenan. Hasil kegiatan IbW Kecamatan Meukek diharapkan dapat berkesinambungan dan menjadi pusat pembelajaran dan pelatihan budidaya lele sistem bioflok bagi masyarakat di desa Blang Kuala khususnya dan masyarakat Aceh Selatan pada Umumnya. Sehingga dengan adanya tempat kegiatan budidaya sistem bioflok ini dapat meningkatkan pendapatan keluarga secara berkesinambungan sehingga kesejahteraan dapat dirasakan oleh masyarakat yang akan berefek pada peningkatan intensitas keterlibatan masyarakat dalam program pembangunan yang dicanangkan pemerintah. Kata kunci: PENDAHULUAN Program Program pengembangan masyarakat dapat dilakukan berdasarkan kearifan lokal berupa peningkatan partisipasi masyarakat dan berjalan secara berkelanjutan (Amanah, 2005). Pengembangan masyarakat merupakan kegiatan yang dilakukan bersama komunitas masyarakat dengan cara meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang dialami oleh komunitas masyarakat 153

160 (Darmansyah, 2016). Kegiatan pengembangan masyarakat dapat berupa peningkatan keterampilan melalui pelatihan peningkatan kemampuan dalam mengolah sumber daya alam (Ihsan, 2002). Pemberdayaan masyarakat merupakan hal yang penting untuk dilakukan karena melalui pemberdayaan, kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Pemberdayaan yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan model pemberdayaan partisipative salah satunya kegiatan pemberdayaan pembudidaya ikan (Zulkarnain, 2015). Proses pemberdayaan pembudidaya ikan dilakukan di desa Blang Kuala Kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan. Kabupaten Aceh Selatan dengan ibukotanya Tapaktuan, merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Aceh yang dengan ketinggian wilayah rata-rata sebesar 25 meter di atas permukaan laut (mdpl). Luas Kabupaten Aceh Selatan adalah 4.005,10 Km2. Karena letaknya di kaki gunung, sehingga banyak dijumpai sumber mata air dengan debit air yang cukup besar dan mengalir sepanjang tahun. Sumber mata air yang ada sudah digunakan oleh masyarakat setempat untuk pengairan sawah dan kebutuhan sehari-hari warga, juga digunakan untuk memelihara ikan di kolam dengan teknologi yang masih tradisional. Jenis ikan yang dibudidayakan pun terbatas pada ikan gurame dan mujair, karena ikan tersebut hanya untuk dikonsumsi sendiri. Seiring permintaan pasar terhadap ikan air tawar yang terus meningkat, maka saat ini banyak masyarakat yang mulai membudidayakan ikan nila dan lele. Dalam hal ini pembudidaya sangat memerlukan informasi yang berhubungan dengan hal-hal teknis dalam kegiatan budidaya ikan lele secara super intensif berbasis bioflok. Kendala yang dihadapi oleh pembudidaya dalam hal budidaya ikan lele karena pengetahuan pembudidaya tentang ikan lele masih minim. Kendala tersebut antara lain: tingginya serangan penyakit pada ikan lele, pakan sangat banyak, dan pertumbuhan ikan yang masih lambat. Guna memberdayakan masyarakat desa Blang Kuala di bidang perikanan, dilakukanlah pendampingan masyarakat dalam program Kemitraan Wilayah (PKW) yang diadakan oleh TIM PKW LPPM Universitas Teuku Umar Meulaboh, bekerjasama dengan LPPM UNSYIAH dan Pemerintahan Aceh Selatan. Pengembangan ini akan tercipta jika terbangun komunitas masyarakat yang solid 154

161 dan mandiri dalam menjalankan program yang sedang dilaksanakan. Kegiatan ini akan berjalan dengan baik jika antara pendamping dengan komunitas masyarakat saling terkait dalam melaksanakan kegiatan tersebut dengan cara melakukan transfer pengetahuan, pembinaan, dan pelatihan sehingga tercipta program yang menghasilkan output dan outcome yang optimal. Setelah kegiatan ini mampu berjalan dengan baik selanjutnya diharapkan mampu tercipta kader-kader baru yang mampu mengajarkan apa yang mereka sudah miliki kepada orang lain sehingga dampak program dapat lebih meluas. Tujuan program pendampingan adalah berkembangnya inovasi dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendampingan dalam kegiatan: (1) Pembangunan Demonstrasi Plot (DEMPLOT) Budidaya lele sistem bioflok, (2) Budidaya lele Sistem Bioflok (3) Pendampingan Kelompok. METODE PELAKSANAAN Lokasi kegiatan pendampingan masyarakat terletak di Desa Blang Kuala, Kecamatan Meukek, Aceh Selatan. Pelaksanaan program pendampingan dimulai sejak bulan April Pendekatan pelaksanaan program pendampingan yang digunakan adalah metode partisipatif yang artinya bahwa masyarakat ditempatkan sebagai subjek dalam setiap aktivitas kegiatan. Pola pendekatan ini mampu meningkatkan persepsi dan motivasi dari masing- masing anggota agar program dapat berjalan dengan baik. Komitmen dari tiap anggota yang telah terbangun dapat mewujudkan kemandirian dan keberlanjutan dalam pelaksanaan program. Tahapan pelaksanaan program kegiatan menjadi dua yaitu tahapan pendampingan teknis dan pendampingan partisipatif. 1. Kegiatan cara pembangunan Tempat Demonstrasi Plot (DEMPLOT) budidaya system biioflok dilakukan bulan September desember tahun Kegiatan Pelatihan dilakukan baik melalui materi budidaya system bioflok berupa cerama, diskusi dan demonstrasi 3. Kegiatan pendampingan dilakukan dari awal pembangunan DEMPLOT, tebar benih ikan lele, pemeliharaan hingga pemanenan. Dilakukan bulan Maret sampai dengan agustus Masyarakat yang terlibat dalam kegiatan budidaya lele teknologi bioflok sebanyak 15 orang. 155

162 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pembangunan Demplot budidaya lele Sistem Bioflok Kegiatan pembangunan DEMPLOT Budidaya lele sistem Bioflok di laksanakan di desa Blang Kuala kecamatan Meukek Kabupaten Aceh Selatan. Proses Rangkaian kegiatan diawali dengan pembentukan kelompok dari anggota masyarakat berjumlah 15 orang, pembentukan kelompok disepakati nama kelompok yaitu UJOENG BATEE. Kelompok yang sudah terbentuk diberikan pengetahuan dasar bagaimana membangun tempat budidaya dengan Pembangunan pondasi dengan bentuk kolam bulat dengan diameter 2 (Gambar 1) Gambar 1. Proses pembuatan pondasi kolam; (A) Pembuatan pondasi dan pembentukan kolam; (B) Pembuatan saluran pembuangan air. Setelah pondasi terbentuk, kelompok secara bergotong royong selanjutnya memasang kolam bulat dengan kontruksi besi wire mesh dan terpal bundar dengan diameter 2 dapat dilihat pada Gambar

163 Gambar 2. Proses Pemasangan kolam konstruksi besi dan terpal bundar; (A) Pemasangan Besi wire Mesh dengan diameter 2; (B) Kolam bioflok yang sudah siap untuk digunakan Kegiatan selanjutnya adalah pembangunan rumah bioflok, tujuannya untuk melindungi dari cahaya langsung masuk kedalam kolam dan juga untuk keamanan kolam dari binatang serangga dan lainnya dan juga estetikanya lebih menarik. Rumah yang dibangun menggunakan kayu, sekeliling kolam dan atapnya di tutup dengan penutup dari plastik yang dapat menyerap sinar UV. Persiapan selanjutnya adalah pemasangan listrik, blower dan pompa air. kegiatan ini dapat dilihat pada gambar 3 dan 4 Gambar 3. Pembangunan Kerangka kayu Bangunan Rumah Budidaya Sistem Bioflok.. 157

164 Gambar 4. Bangunan Rumah Budidaya Sistem Bioflok siap untuk digunakan 2. Pelatihan budidaya Ikan Lele sistem Bioflok Pelatihan bubidaya lele sistem bioflok dilaksanakan di DEMPLOT budidaya sistem bioflok di desa Blang Kuala Meukek, Aceh Selatan. Pesertanya juga kelompok UJOENG BATEE. Diharapkan kelompok ini dapat menjadi pelopor untuk masyarakat sekitarnya dalam memajukan budidaya lele system bioflok. Selama pelatihan kelompok di beri pengetahuan mulai pengetahuan dasar budidaya, Cara Pemilihan benih ikan lele, padat tebar, cara menebar benih lele, pemeliharaan dan juga pada saat panen. Seluruh rangkaian pelatihan dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. Gambar 5. Pelatihan Budidaya Lele Sistem Bioflok di kelompok UJOENG BATEE, desa Blang Kuala, Kec. Meukek, Kab. Aceh Selatan. 158

165 Gambar 6. Pelatihan Pembuatan Konstruksi Wadah Budisaya ikan Lele Sistem Bioflok di kelompok UJOENG BATEE, desa Blang Kuala, Kec. Meukek, Kab. Aceh Selatan. 3. Pendampingan Pemberdayaan masyarakat di desa Blang Kuala sudah berjalan 2 tahun. Konsepsi pemberdayaan merupakan upaya mencari solusi dan tantangan sosial, ekonomi dan lingkungan yang menjamin keberlanjutan pembangunan (Vasilescu, 2010). Slamet (2003) memberikan pengertian pemberdayaan adalah kemampuan, berdaya, mengerti, paham, termotivasi, berkesempatan, dapat memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerja sama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai situasi. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali potensinya dan berani bertindak mengembangkan diri, sehingga terbentuk kemandirian dan tidak tergantung dengan pihak lain. Ada dua faktor yang mendapat perhatian dalam budidaya ikan lele berbasis bioflok pada masyarakat, yaitu mengidentifikasi kompetensi dasar masyarakat dan stakeholder kunci. Kompetensi dasar meliputi keterampilan, pengalaman, kemampuan, pembelajaran kolektif dan modal kompetisi lainnya. Sementara stakeholder kunci meliputi konsumen, investor, pekerja, suplayer dan pemerintah (O Brien, 2001). Kelompok pembudidaya yang mengikuti program budidaya ikan lele berbasis teknologi bioflok mendapat manfaat dalam membudidayakan ikan lele 159

166 yaitu peningkatan produksi, pemanfaatan lahan sempit dan mengurangi bau dalam budidaya lele. Hal ini dirasakan oleh pembudidaya karena budidaya lele berbasis teknologi bioflok belum pernah dilakukan sebelumnya. Ada dua prinsip pendekatan yang dilakukan dalam kegiatan pendampingan budidaya ikan lele berbasis bioflok, yaitu pendekatan teknis dan partisipatif. Pendekatan teknis, yaitu pendampingan kepada masyarakat mengenai keberhasilan pemeliharaan ikan lele berbasis bioflok. Melalui pelatihan, pembudidaya dilatih cara membuat rumah budidaya, manajemen budidaya dan pengobatan atas penyakit ikan lele hingga membantu pemasarannya. Penguatan kelembagaan dilakukan dengan hingga terbentuknya Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Diharapkan KUBE bisa menjadi solusi dalam mengatasi kendala usaha kelompok terkait dengan bahan baku, akses modal dan pemasaran. Upaya kelembagaan tersebut tidak berarti menghapus peran-peran dan posisi pedagang distributor dalam rantai pemasaran produk perikanan, tujuan utamanya adalah merubah pola relasi yang merugikan pembudidaya dan membuat pola distribusi lebih efisien, merata dan terbuka dengan pemangkasan rantai tata niaga yang tidak menguntungkan. Pengembangan kelompok pembudidaya ikan dilakukan dengan menciptakan iklim yang kondusif dan kerjasama yang sinergis antar berbagai pihak yang terkait dalam pembangunan akuakultur, yaitu pendamping atau penyuluh, pembudidaya ikan, dan kelembagaan agribisnis yang memfasilitasi usaha akuakultur, seperti lembaga keuangan yang menyediakan modal usaha, lembaga penyedia input produksi, lembaga penyedia informasi, dan lembaga yang memasarkan ikan. Dalam hal ini, peran kelembagaan yang ada bagi pembudidaya ikan sangat penting untuk meningkatkan keberdayaan pembudidaya ikan dengan memanfaatkan potensi dan fungsi berbagai pihak tersebut (Fatchiya, 2010). 160

167 Gambar 7. Pemberian Bantuan Benih dan pakan serta pendampingan kelompok KUBE UJOENG BATEE pada penebaran benih lele untuk budidaya pembesaran sistem bioflok. Pendampingan terhadap kelompok KUBE UJOENG BATEE terus dilakukan pada masa pemeliharaan sampai pemanenan. Untuk panen perdana lele dengan pembesaran sistem bioflok, turut di saksikan oleh bapeda dan dinas perikanan aceh selatan dan juga dekan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar. Tujuannya adalah untuk memberikan semangat bagi kelompok dan juga kerjasama yang terus bersinergis untuk keberlanjutan program ini, sehingga dapat dirasakan tidak cuma oleh kelompok UJOENG BATEE, tapi juga masyarakat desa Blang Kuala, sehingga dapat dijadikan pemasukan dan menupang 161

168 perekonomian keluarga. Serangkaian proses panen perdana dapat dilihat pada Gambar 8 Gambar 8. Serangkaian kegiatan pendampingan panen perdana budidaya lele system bioflok kelompok UJOENG BATEE desa Blang Kuala, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan 4. Pembahasan Pemberdayaan masyarakat di des Blang Kuala telah berjala selama dua tahun. Konsepsi pemberdayaan merupakan upaya mencari solusi dan tantangan sosial, ekonomi dan lingkungan yang menjamin keberlanjutan pembangunan (Vasilescu, 2010). Ada dua faktor yang mendapat perhatian dalam budidaya ikan lele berbasis bioflok pada masyarakat, yaitu mengidentifikasi kompetensi dasar masyarakat dan stakeholder kunci. Kompetensi dasar meliputi keterampilan, pengalaman, kemampuan, pembelajaran kolektif dan modal kompetisi lainnya. Sementara stakeholder kunci meliputi konsumen, investor, pekerja, suplayer dan pemerintah (O Brien, 2001). Ada dua prinsip pendekatan yang dilakukan dalam kegiatan pendampingan budidaya ikan lele berbasis bioflok, yaitu pendekatan teknis dan partisipatif. Pendekatan teknis, yaitu pendampingan kepada masyarakat mengenai keberhasilan pemeliharaan ikan lele berbasis bioflok. Melalui pelatihan, pembudidaya dilatih cara membuat rumah budidaya, manajemen budidaya dan pengobatan atas penyakit ikan lele hingga membantu pemasarannya. Penguatan kelembagaan dilakukan dengan hingga terbentuknya Kelompok Usaha Bersama (KUBE) UJOENG BATEE. Diharapkan KUBE UJOEN BATEE bisa menjadi 162

169 solusi dalam mengatasi kendala usaha kelompok terkait dengan bahan baku, akses modal dan pemasaran. Pengembangan kelompok pembudidaya ikan dilakukan dengan menciptakan iklim yang kondusif dan kerjasama yang sinergis antar berbagai pihak yang terkait dalam pembangunan akuakultur, yaitu pendamping atau penyuluh, pembudidaya ikan, dan kelembagaan agribisnis yang memfasilitasi usaha akuakultur, seperti lembaga keuangan yang menyediakan modal usaha, lembaga penyedia input produksi, lembaga penyedia informasi, dan lembaga yang memasarkan ikan. Dalam hal ini, peran kelembagaan yang ada bagi pembudidaya ikan sangat penting untuk meningkatkan keberdayaan pembudidaya ikan dengan memanfaatkan potensi dan fungsi berbagai pihak tersebut (Fatchiya, 2010). Dari hasil evaluasi awal dapat diketahui bahwa sebelum kegiatan pelatihan dilakukan tingkat pengetahuan sebagian besar masyarakat Blang Kuala masih rendah dan memang belum pernah tahu teknologi budidaya sistem bioflok. Karena minimnya informasi terkait perkembangan teknologi bioflok pada ikan lele. oleh karena itu, pada masa yang akan datang, sebaiknya dinas terkait dan pengurus kelompok pembudidaya ikan sering melakukan pertemuan untuk mensosialisasikan perkembangan teknologi budidaya lele berbasis teknologi bioflok. Sosialisasi tersebut dapat dilakukan kepada semua masyarakat yang ingin berkecimpung dibidang budidaya ikan lele. Tingkat partisipasi para peserta selama kegiatan pelatihan berjalan sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme dan peran aktif peserta. Respon peserta sangat baik karena seluruh peserta sangat tertarik dengan materi pelatihan yang disampaikan. Selain itu mereka haus akan informasi dan pengetahuan baru yang berkaitan dengan perkembangan teknologi budidaya ikan air tawar, khususnya untuk aspek teknologi bioflok pada budidaya ikan lele. Dengan demikian kegiatan pemberdayaan ini telah dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para pembudidaya ikan mengenai proses budidaya ikan lele berbasis teknologi bioflok. Diharapkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki dapat diterapkan secara menyeluruh dan pada gilirannya dapat meningkatkan produksi ikan lele sebagai salah satu komoditas air tawar. Target yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah meningkatnya kesejahteraan para pembudidaya ikan di Blang Kuala Kecamatan Meukek. 163

170 KESIMPULAN Program pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan budidaya ikan lele sistem bioflok di desan Blang Kuala kecamatan Meukek, kabupaten Aceh Selatan bertujuan meningkatkan keterampilan dan pendapatan kelompok KUBE UJOENG BATEE telah berjalan, melalui pemberian bantuan DEMPLOT dengan 6 kolam terpal berdiameter 2 meter dengan benih dan pakan satu siklus budidaya sekaligus rumah budidaya. Kegiatan pendampingan yang telah dilakukan telah berhasil meningkatkan pengetahuan anggota kelompok tentang budidaya lele dengan sentuhan teknologi. Namun, hasil kegiatan ini tentu belum sempurna dikarenakan kendala-kendala yang dihadapi, seperti komitmen anggota kelompok yang naik turun, ketidakpatuhan terhadap prosedur, dan lain-lain. Kegiatan ini tentu masih perlu per- baikan. Program ini akan berjalan dengan baik jika dikerjakan dengan perencanaan yang matang, pelaksanaan yang baik, monitoring yang rutin, dan evaluasi dari tiap kegiatan agar diperoleh kemajuan kegiatan yang lebih baik dengan mempelajari permasalahan yang ada sehingga diperoleh solusi yang terbaik. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada KEMENRISTEK DIKTI yang telah membiayai program pengabdian ini dan LPPM Universitas Teuku Umar, LPPM Universitas Syiah Kuala dan Pemerintahan Daerah Kabupaten Aceh Selatan yang telah memfasilitasi program pengabdian ini dan Kelompok kelompok UJOENG BATEE desa Blang Kuala, Kecamatan Meukek, Aceh Selatan atas kerjasamanya. DAFTAR PUSTAKA Amanah S Pengembangan responden pesisir berdasarkan kearifan lokal di pesisisr kabupaten Bulelelng di Provinsi Bali.[disertasi]. Bogor (ID) Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Darmansyah A, Sulistiono, Nugroho T, Supriyono E. 2016). Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan budidaya ikan lele di Desa Balongan, Indramayu, Jawa Barat. Jurnal Agrokreatif IPB. 2(1): 8-16 Fatchiya A Pola pengembangan kapasitas pembudidaya ikan kolam air tawar di Provinsi Jawa Barat. [disertasi]. Bogor (ID) Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Ihsan YN Kajian pengembangan budidaya laut (pengaruhnya terhadap kesejahteraan responden pesisir) studi kasus di kelurahan pulau panggang Kab. Seribu [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 164

171 O Brien D. 2001). Integrating Corporate Socia Responsibility Competitive Strategy J. Georgia (GE): mack robinson Collage of Business, Georgia State University Press.Akhmad S Membangun Gerakan Ekonomi Kolektif dalam Pertanian Berkelanjutan: Perlawanan terhadap liberalisasi dan oligopoli pasar produk pertanian tegalan. Jawa Tengah (ID). BABAD Purwokerto. SlametM.2003.MembentukPolaPerilaku Manusia Pembangunan. Bogor (ID): IPB Press. Sumardjo, Firmansyah A Inovasi Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Pangan di Sekitar Wilayah Operasional PT. Pertamina EP Asset 3 Subang Field. Bogor (ID): CARE IPB. Vasilescu R Developing university social responcibility: a model for the challenges of the new civil society. Procedia social and behavioral sciences. 2(2): Zulkarnain, Analisis Hubungan Jaringan Komunikasi Dengan Perubahan Taraf Penghidupan Dan Pola Pikir Dalam Pemberdayaan Pembudidaya Ikan Di Kabupaten Kampar, Riau. [disertasi]. Bogor (ID) Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 165

172 POTENSI TANAMAN PISANG SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI LOKAL DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA Khaliluddin khalil.distanpan@gmail.com ABSTRAK Ketertarikan Petani dalam membudidayakan tanaman pisang dapat memberikan peluang bagi pengusaha industri kecil dan menengah, hal ini dapat dilihat dari motivasi Petani yang begitu besar dalam berkebun pisang, tanaman yang kaya gizi dan manfaat ini disukai oleh semua kalangan masyarakat untuk dijadikan makanan ringan, baik dikonsumsi secara langsung maupun diolah sedemikian rupa hingga menjadi makanan siap saji untuk dijual di pasar tradisional maupun di pasar modern. penyiapan lahan baru membutuhkan bibit yang unggul, ukuran sejenis dan terbebas dari hama penyakit tanaman, untuk itu diperlukan metode pembibitan yang lebih modern yaitu melalui teknik kultur jaringan (Tissue culture) supaya memperoleh hasil yang maksimal sehingga berdampak untuk kesejahteraan petani tersebut. Keterbatasan bahan baku pisang menjadi satu kendala dalam membuka usaha industri kecil, menengah dan besar, dengan metode perbanyakan bibit melalui teknik kultur jaringan diharapkan dapat membantu sektor tanaman pisang untuk menanggulangi masalah bibit unggul dan sehat dengan jenis dan ukuran seragam. Kata kunci: tanaman pisang, kultur jaringan, komoditas unggulan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman pisang menjadi primadona dikalangan petani disebabkan kemudahannya dari segi pembudidayaan dan murah biaya pemeliharaannya, tanaman pisang tergolong mudah tumbuh pada lahan gambut baik pada tanah hamparan datar maupun di daerah tebing dan pegunungan. Ditinjau dari segi bibit, tanaman ini merupakan tanaman yang anakannya dapat tumbuh diseputuran pohon induknya, begitu juga pemeliharaannya tidak begitu sulit. Sebagian petani pisang memberikan pupuk organik atau pupuk kimia untuk pertumbuhan pohon pisang dan buah dan kebanyakan tanaman pisang tumbuh begitu saja tanpa pemberian tambahan pupuk. Karakteristik tanaman pisang merupakan tanaman yang mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar disebabkan tanaman pisang dapat berkembang didataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan) pada ketinggian ± meter diatas permukaan laut. Tanaman pisang dapat tumbuh optimal pada tipe iklim basah sampai kering dengan curah hujan antara mm dan mm per tahun dan merata sepanjang tahun. Tanaman pisang membutuhkan tanah yang 166

173 subur dengan ph antara 4,5 dan 7,5. Meskipun tidak menyukai tanah kering, pisang juga tidak menghendaki air yang menggenang secara terus-menerus karena akar tanaman memerlukan peredaran udara yang baik di dalam tanah. Suhu merupakan faktor utama untuk pertumbuhan tanaman pisang. Di sentra-sentra produksi utamanya, suhu udara tidak pernah turun sampai di bawah 15 C dalam jangka waktu yang cukup lama. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah sekitar 27 C, dan suhu maksimumnya 38 C. Dalam keadaan cuaca berawan atau di bawah naungan ringan, daur pertumbuhannya sedikit panjang dan tandannya lebih kecil. Pisang sangat sensitif terhadap angin kencang, karena angin yang terlalu kencang dapat merobek-robek daunnya, menyebabkan distorsi tajuk dan dapat merobohkan pohonnya. Tujuan Mengetahui minat petani dalam bertani pisang sehingga diperlukan langkah-langkah secara konkrit dalam upaya menanggulangi permasalahan yang dihadapi selama ini yaitu belum tersedianya bibit pisang unggul dengan ukuran seragam dan bebas dari serangan hama. Permasalahan Untuk menumbuhkan industri kecil dan menengah diperlukan bahan baku buah pisang dengan jenis seragam yang memiliki kwalitas yang baik dengan bentuk dan struktur yang menarik dari kulit pisang, ukuran dan rasa. Bentuk buah pisang besar lebih diminati dibandingkang buah kecil dan kerdil, begitu pula dengan penampilan tekstur buah yang bersih menjadi daya tarik tersendiri. Langkah awal yang harus diperhatikan dalam menanam pisang adalah menseleksi bibit yang berkwalitas, saat ini belum ada unit sertifikasi bibit pisang, oleh sebab itu diharapkan dengan adanya pembibitan melalui teknik kultur jaringan dapat memberikan harapan baru bagi petani pisang agar memperoleh hasil buah pisang yang memiliki daya saing dan terciptanya lapangan kerja baru bagi industri kecil dan menengah. 167

174 TINJAUAN PUSTAKA Teknik Perbanyakan Teknik perbanyakan benih melalui kultur jaringan merupakan salah cara untuk mendapat benih pisang yang bermutu dalam jumlah besar dan bebas penyakit. Teknik ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain : benih yang dihasilkan mempunyai sifat sama dengan induknya, seragam dalam jumlah besar, tidak membutuhkan lahan yang luas dan bebas penyakit. Keberhasilan perbanyakan benih pisang melalui kultur jaringan dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain : a). media yang digunakan, b). cara sterilisasi eksplan, c). varietas tanaman, d). sub kultur, e). aklimatisasi dan lain sebagainya. Gambar 1 : Bonggol pisang ketan dan pisang ambon (Gambar : balitbu.litbang.pertanian.go.id) Masing masing varietas pisang mempunyai kandungan fenol dan serat yang berbeda. Kandungan fenol pada eksplan mempengaruhi pertumbuhan eksplan. Kandungan fenol tinggi dapat memperlambat pertumbuhan eksplan. Pisang Ambon termasuk salah satu varietas pisang mempunyai kandungan fenol / getah rendah dan Kepok, Kepok Tanjung dan Ketan termasuk varietas pisang yang mempunyai kandungan fenol tinggi (Gambar 1 ). Tanaman yang kandungan fenolnya rendah sterilisasinya lebih mudah dibandingkan tanaman yang kandungan fenolnya tinggi. Perbanyakan benih pisang melalui kultur jaringan dilakukan melalui beberapa tahap kegiatan yakni: inisiasi, multiplikasi, aklimatisasi sampai diperoleh benih pisang siap tanam di lapang. 168

175 1. Tahap Inisiasi Gambar 2 : Inisiasi eksplan (anakan) pisang : a. umur 2 hari dan b. umur 3 minggu (Gambar : balitbu.litbang.pertanian.go.id) Berikut ini rangkaian kegiatan dalam tahap inisiasi ; a). Anakan ( eksplan ) pisang dikupas hingga diameter ± 5 cm selanjutnya di cuci. b). Eksplan direndam dalam larutan fungisida (benlate) dengan dosis 1 gr/l selama 10 menit. c). Kemudian eksplan direndam dalam larutan 70% Natrium hypoclorit selama 10 menit. d). Didalam laminar eksplan dikupas pelepahnya sampai diameter 1 cm kemudian dicelupkan dalam larutan Natrium hypoklorit 8%. c). Selanjutnya eksplan dicelup dalam aquades steril, dibilas ascorbit acid dan dikulturkan pada media inisiasi : media dasar MS + 2 ppm IAA + 5 ppm BAP + 30g/l sukrosa (Gambar 2). d). Setelah 1 bulan kemudian eksplan dibelah mejadi dua bagian dan dipotong pelepahnya. f). Eksplan kemudian disubkultur ke media multiplikasi. 2. Tahap Multiplikasi dan Pengakaran Gambar 3 : a. multiplikasi tunas pisang ambon dan b. pengakaran (Gambar : balitbu.litbang.pertanian.go.id) 169

176 Media multiplikasi tunas adalah : media dasar MS + 2 ppm IAA + 4 ppm BAP + 30 g/l gula. serta untuk pengakaran menggunakan media dasar MS + 2 ppm IAA + 30 g/l gula. ). Subkultur pada media multiplikasi dilakukan maksimal sebanyak 6 kali. (Gambar 3) 3. Tahap Aklimatisasi Gambar 4 : Proses aklimatisasi bibit pisang kultur jaringan (Gambar : balitbu.litbang.pertanian.go.id) Tahap aklimatisasi adalah tahap pengadaptasian planlet dari lingkungan terkontrol ke lingkungan luar. Planlet dikeluarkan dari botol dan dipisahkan satu persatu dan dicuci bersih. Selanjurnya daun dikurangi (ditinggalkan 3 helai). Planlet yang sudah bersih direndam dalam larutan fungisida dengan konsentrasi 2 g/l selama 30 detik, dianginkan dan ditanam di media campuran tanah dengan arang sekam perbandingan 1:2 lalu disungkup dengan plastik transparan selama 7-10 hari. Dua minggu kemudian daun baru akan tumbuh, planlet dapat dipindahkan ke polybag dengan media tanah dan sekam 3 : 1. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengembangan bibit tanaman pisang melalui teknik kultur jaringan memerlukan investrasi untuk mendukung proses dan tahap per tahap hingga menghasilakan planlet yang merupakan bibit baru untuk dikembangkan lebih lanjut pada proses aklimasi, untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal pada perbanyakan teknik kultur jaringan diperlukan keahlian dan ketelitian laboran dalam meracik larutan agar tempat media tanam eksplan sehingga hasil yang didapat sesuai dengan harapan. Berbagai usaha industri pisang dapat dilakukan, hal ini dapat dilihat dari segi permintaan pasar yang cukup besar dan tentunya harus 170

177 memperhatikan kwalitas dari produk yang dihasilkan sehingga memberikan nilai tambah bagi petani tersebut. Pembahasan Metode perbanyakan bibit pisang melalui teknik kultur jaringan adalah suatu jawaban dalam menyediakan bibit tanaman pisang secara steril. Tahapan proses dimulai dari pemilihan eksplan yang sehat dari bibit indukan yang telah diseleksi dan di karantina di dalam rumah kaca, proses selanjutnya diawali dengan pembuatan media, proses pengambilan eksplan (Inisiasi) pisang diambil dari bongkol pisang lalu dilakukan sterilisasi di dalam ruang steril ataupun di dalam laboratorium kultur jaringan, perbanyakan tanaman eksplan (Multiplikasi) di dalam larutan yang telah diracik sebaiknya menggunakan alat laminar flow supaya terjaga kesterilannya, setelah muncul kalus pada eksplan, akar sudah mulai tumbuh menandakan bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik, setelah munculnya planlet selanjutnya dapat dilakukan proses aklimatisasi hingga bibit pisang dapat beradaptasi dengan lapangan terbuka untuk siap ditanam KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Metode perbanyakan bibit tanaman pisang melalui teknik kultur jaringan sangat tepat disebabkan bibit yang dihasilkan dapat terjamin kesterilannya dari hama penyakit 2. Untuk menumbuhkan industri kecil dan menengah pada sektor pisang diperlukan kerjasama petani pisang dengan pengusaha supaya dapat menjamin ketersediaan buah pisang. 3. Industri sektor usaha pisang dapat berupa usaha seperti pisang salee, bolu pisang, keripik pisang, selai pisang, kue kering dan basah serta banyak usaha lainnya. Saran 1. Untuk menjalankan perbanyakan melalui teknik kultur jaringan tanaman pisang diperlukan keikutsertakan pemerintah daerah dan dan swasta untuk membangun fasilitas yang diperlukan 171

178 2. Diharapkan pihak pemerintahan desa dapat terlibat dalam mendukung upaya mewujudkan adanya fasilitas pembibitan teknik kultur jaringan dan mendorong masyarakat yang memiliki lahan untuk bertani pisang dan berwirausaha dibidang industri pengolahan pisang. DAFTAR PUSTAKA Nina Mulyanti, Suprapto,Jekvy Hendra, Teknologi Budidaya Pisang. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Irfan Martiansyah, Budidaya Pisang Asal Kultur In Vitro dengan Teknologi PPBBI. Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (PPBBI) balitbu.litbang.pertanian.go.id 172

179 LAMPIRAN Keterangan Gambar : Foto 1. Lahan Pisang Desa Baro Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya Foto 2. Pegawai Distanpan Abdya dan Petani Pisang Desa Baro Kecamatan Jeumpa Kabupaten Aceh Barat Daya Keterangan Gambar : Foto 1. Lahan Pisang Desa Kaye Aceh Kecamatan Lembah Sabil Kabupaten Aceh Barat Daya Foto 2. Pegawai Distanpan Abdya dan Petani Pisang Desa Kaye Aceh Kecamatan Lembah Sabil Kabupaten Aceh Barat Daya Keterangan Gambar : Foto 1. Lahan Pisang Desa Pusu Ingin Jaya Kecamatan Manggeng Kabupaten Aceh Barat Daya Foto 2. Lokasi tempat jaga petani pisang Desa Pusu Ingin Jaya Kecamatan Manggeng Kabupaten Aceh Barat Daya 173

180 Keterangan Gambar : Foto 1. Lahan Pisang Desa Ie Mirah Kecamatan Babahrot Kabupaten Aceh Barat Daya Foto 2. Pegawai Distanpan Abdya dan Petani Pisang Desa Ie Mirah Kecamatan Babahrot Kabupaten Aceh Barat Daya Keterangan Gambar : Foto 1. Lahan Pisang Desa Geulanggang Gajah Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Foto 2. Pegawai Distanpan Abdya dan Petani Pisang Desa Geulanggang Gajah Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Keterangan Gambar : Foto 1. Laboran di Laboratorium Biotrop Bogor sedang melakukan pemisahan explan di ruang tanam Foto 2. Tanaman pisang dalam botol kultur sebelum masuk ke ruang aklimasi Foto 3. Tanaman hasil teknik kultur jaringan 174

181 PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN, ORIENTASI PASAR, DAN STRATEGI BERSAING TERHADAP KINERJA PEMASARAN UMKM ROTI SELAI SAMAHANI ACEH BESAR Nara Pristiwa, Darwis, Ikhram narapristiwa@gmail.com PENDAHULUAN Salah satu strategi yang dilakukan oleh pemerintah dalam mendorong pembangunan ekonomi yaitu memberdayakan dan menumbuhkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai dasar pembangunan ekonomi kerakyatan. Sejarah telah menunjukkan bahwa UMKM di Indonesia tetap eksis dan berkembang meski terjadi krisis ekonomi. Namun disisi lain, UMKM juga menghadapi banyak permasalahan, yaitu terbatasnya modal kerja, rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia, dan kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Permasalahan lain yang dihadapi UMKM yaitu keterkaitan dengan kurang jelasnya prospek usaha dan perencanaan, dan belum mantapnya visi dan misinya. Menurut Alayas dan Rakib (2017:114) hal tersebut terjadi karena umumnya UMKM bersifat income gathering yaitu menaikkan pendapatan. Karakteristik tersebut dapat dilihat pada usaha mikro, kecil dan menengah sekarang ini, pada umumnya merupakan usaha milik keluarga, penggunaan teknologi yang masih relatif sederhana, kurang memiliki akses permodalan (bankable), dan tidak ada pemisahan modal usaha dengan kebutuhan pribadi Kondisi tersebut juga terjadi pada UMKM di Aceh khususnya Kabupaten Aceh Besar. Berdasarkan data yang diperoleh dari situs Media Mega Nusantara (MMGN, 2017) ada sekitar 600 UMKM yang tersebar di seluruh Aceh Besar. Dari 600 UMKM yang ada, mayoritas di dominasi oleh usaha roti selai samahani. Salah satu produsen roti yang menjadi bahan dasar roti selai Samahani adalah Samahani Bakery. Samahani Bakery merupakan suatu industri produsen roti di Aceh Besar yang memasok roti untuk para penjual roti selai Samahani. Roti selai samahani merupakan satu di antara jajanan yang cukup populer di Kota Banda Aceh hingga Aceh Besar. Samahani sendiri diambil dari nama sebuah kecamatan yang terletak di wilayah administratif Aceh Besar, kabupaten yang berbatasan langsung dengan ibukota Provinsi Aceh. Pemilik usaha kuliner di situ pun menggunakan nama 176

182 daerah tempat selai itu lahir sebagai nama produknya. Roti selai (dalam bahasa lokal disebut sele) samahani hanya bisa kita dapatkan di daerah tempatnya berasal. Penganan ini lahir pada tahun 2006 lalu, namun baru populer beberapa tahun belakangan ini. Menurut para penjual roti Selai Samahani sendiri, tak hanya sebagai jajanan, banyak juga warga yang melintasi jalur Timur-Utara Aceh memborongnya sebagai oleh-oleh. Menurut Sumarwan (2011) pencapaian kinerja pemasaran yang ditargetkan membutuhkan kapabilitas pemasaran untuk mengimplementasikan strategi pemasaran yang dipilih secara optimal. Organisasi bisnis yang berorientasi pasar dan memiliki kapabilitas pemasaran dibutuhkan untuk pencapaian kinerja pemasaran. Kapabilitas pemasaran tersebut meliputi sekumpulan keterampilan dan akumulasi pengetahuan serta kemampuan masyarakat melakukan proses organisasi yang mampu mengkoordinasikan kegiatan pemasaran yang dikembangkan menjadi aset perusahaan. Menurut Hasan (2010) dalam Hatta (2015:654) sebuah usaha bisnis yang dikelola dengan berorientasi pasar memiliki berbagai manfaat antara lain dapat memproduksi produk atau jasa yang sesuai dengan persepsi pelanggan, dapat berproduksi lebih efisien dibandingkan para pesaing, dan dapat menjelaskan perbedaan-perbedaan kinerja yang dicapai oleh perusahaan, serta dapat mengarahkan perusahaan pada keunggulan bersaing yang dapat dipertahankan melalui aktivitas-aktivitas internal dan eksternal. Pencapaian kapabilitas dan kinerja pemasaran juga di dukung dengan kemampuan orientasi kewirausahaan yang tangguh. Kegiatan yang bersifat inovatif, bertindak secara proaktif, berani mengambil risiko, dan otonomi diwujudkan untuk pencapaian kapabilitas dan kinerja pemasaran yang optimal. Menurut Hatta (2015:655) kapabilitas pemasaran dapat diartikan sebagai proses terintegrasi yang dirancang untuk menciptakan kumpulan pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya dari perusahaan bagi usaha yang terkait dengan pasar. Kapabilitas pemasaran berupa kemampuan perusahaan dalam melakukan berbagai kegiatan pemasaranyang akan memberikan keunggulan kompetitif (Competitive advantage) berkelanjutan. Orientasi kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create 177

183 the new and different thing). Berani mengambil risiko merupakan sikap wirausahawan yang melibatkan kesediaannya untuk mengikat sumber daya dan berani menghadapi tantangan dengan melakukan eksploitasi atau terlibat dalam strategi bisnis dimana kemungkinan hasilnya penuh ketidakpastian (Novitasari dan Zuraida, 2015:167). Menurut Hatta (2015:654) orientasi pasar merupakan fokus perencanaan strategis suatu unit bisnis yang harus memenuhi beberapa tuntutan berupa semua fungsi yang ada dalam perusahaan mampu menyerap semua informasi penting yang mempengaruhi pembelian, keputusan pembuatan strategi dilakukan secara inter fungsional dan inter divisional, dan divisi serta fungsi melakukan koordinasi yang baik dan memiliki sence of commitment dalam melaksanakan kegiatan pemasaran. Terkait orientasi pasar pada pemiliki UMKM roti selai Samahani, para penjual hanya cenderung beroientasi pada pelanggan. Bagi penjual dengan banyaknya pelanggan yang mereka miliki, sudah cukup untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan yang selama ini menjadi tujuan para penjual. Sedangkan untuk orientasi pesaing bagi mereka bukan hal yang penting untuk terlalu dipikirkan, bagi penjual, roti selai Samahani yang pada dasarnya adalah makan khas Samahani memang dari masa ke masa telah menjadi sumber mata pencaharian masyarakat di sana, sehingga persaingan menjadi hal yang biasa bagi para penjual. Hal ini menunjukkan bahwa orientasi pasar pada pemilik roti selai Samahani memang masih rendah. Strategi bersaing ditujukan untuk menjawab permasalahan bagaimana perusahaan harus bersaing dengan pesaing dalam industri sejenis. Dengan adanya strategi bersaing maka perusahaan akan mampu memiliki keunggulan bersaing dibanding pesaingnya (Nuvriasari, 2012:242). Hasil wawancara yang dilakukan, dari aspek strategi bersaing pada UMKM roti selai Samahani juga masih rendah. Para penjual belum memiliki strategi khusus yang diterapkan untuk menghadapi pesaing. Oleh karena itu, rendahnya strategi bersaing pada UMKM roti selai Samahani membuat produk yang ditawarkan masing-masing penjual tidak ada perbedaan. Kinerja UMKM merupakan proses dan hasil kerja atas kemampuan untuk mengelola sumber daya, dimana kinerja dapat diukur melalui kinerja objektif dan subjektif. Berdasarkan pembahasan di atas, penulis tertarik untuk melakukan 178

184 penelitian yang berjudul Pengaruh Orientasi Kewirausahaan, Orientasi Pasar, Dan Strategi Bersaing Terhadap Kinerja Pemasaran UMKM Roti Selai Samahani Aceh Besar. METODE Menurut Sugiono (2014:148) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah pemilik UMKM Samahani Bakery dan penjual roti selai Samahani yang berjumlah 37 orang responden. Jika populasi kurang dari 100 lebih baik semua diambil sebagai sampel sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi (sensus) (Arikunto, 2012:134). Metode sensus dimana seluruh elemen populasi diselidiki satu per satu. Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 37 responden. 1 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner atau mengumpulkan data informasi yang dioperasionalisasikan kedalam bentuk item. Serta juga menggunakan wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan langsung kepada responden agar mendapatkan jawaban yang relevan. 2. Teknik Analisis Data Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda yang dibantu dengan aplikasi pengolah data statistik yaitu SPSS versi 22. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun metode-metode yang digunakan adalah uji hipotesis yang terdiri dari uji validitas dan reliabilitas, koefisien korelasi dan koefisien determinasi R 2, uji signifikansi simultan (uji statistik f), dan uji signifikansi parameter individual (uji t). Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menguji pengaruh orientasi kewirausahaan, orientasi pasar, dan strategi bersaing terhadap kinerja 179

185 pemasaran UKM Roti Selai Samahani Aceh Besar. Hasil analisis regresi linear berganda ini akan menentukan apakah hipotesis yang dibuat diterima atau ditolak. Adapun persamaan dari model regresi linear berganda dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + e Keterangan : Y = Kinerja Pemasaran a = Konstanta b1 b2 b3 = Koefisien X X1 = Orientasi Kewirausahaan X2 = Orientasi Pasar X3 = Strategi Bersaing e = error term HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk menilai kehandalan suatu kuisioner yang digunakan, maka dalam penelitian ini menggunakan uji realibitas berdasarkan Cronbach Alpha yang lazim digunakan untuk pengujian kuesioner dalam penelitian ilmu sosial. Analisis ini digunakan untuk menafsirkan kolerasi antara skala yang dibuat dengan skala variabel yang ada. Malhotra (2014:268) menyatakan, koefisien atau nilai cronbach alpha yang dapat diterima di atas 0,60. Untuk lebih jelas besarnya nilai alpha pada masing-masing variabel diperlihatkan pada tabel berikut ini: Tabel 1. Hasil Uji Reliabilitas No Variabel Nilai Alpha Kriteria Status 1 Kinerja Pemasaran (Y) Reliable 2 Orientasi Kewirausahaan (X1) Reliable 3 Orientasi Pasar (X2) Reliable 4 Strategi Bersaing (X3) Reliable Sumber: Diolah dengan SPSS Versi 22.0 (2018) Berdasarkan Tabel 1 diatas uji reliabilitas terhadap atribut pertanyaan yang terlibat dalam masing-masing variabel Kinerja Pemasaran (Y) diperoleh nilai alpha sebesar 0,878, Orientasi Kewirausahaan (X1) sebesar 0.604, Orientasi Pasar (X2) sebesar 0,624 dan Strategi Bersaing (X3) sebesar 0,646. Dengan demikian nilainilai dari atribut yang terlibat dalam pengukuran variabel tersebut memenuhi kredibilitas Cronbach alpha karena nilai alpha melebihi 0,

186 Pengujian validitas dalam penelitian ini dilakukan secara statistic yaitu dengan menggunakan uji pearson product moment coefficient of correlation dengan bantuan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi Berdasarkan out-put komputer (lampiran out-put SPSS) seluruh peryataan dinyatakan valid karena memiliki tingkat signifikansi dibawah 5%. Sedangkan jika dilakukan secara manual maka nilai kolerasi yang diperoleh masing-masing pernyataan harus dibandingkan dengan nilai kritis kolerasi product moment di mana hasilnya menunjukkan bahwa semua pernyataan mempunyai nilai kolerasi diatas nilai kritis 5% yaitu di atas (lihat Tabel Nilai Kritis Kolerasi r Product- Moment untuk n 37 = pada lampiran output SPSS), Sehingga pernyataanpernyataan tersebut adalah signifikan dan memiliki validitas konstruk. Atau dalam bahasa statistic terdapat konsitensi internal (internal consistence) yang berarti pernyataan-pernyataan, tersebut mengukur aspek yang sama. Ini berarti bahwa data yang diperoleh adalah valid dan dapat dipergunakan untuk penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Variabel Y Kinerja Pemasaran X1 Orientasi Kewirausahaan X2 Orientasi Pasar X3 Strategi Bersaing Tabel 2. Hasil Uji Validitas Butir Pernyataan r hitung r tabel Status Item Valid Item Valid Item Valid Item Valid Item Valid Item Valid Item Valid Item Valid Item Valid Item Valid Item Valid Item Valid Item Valid Item Valid Item Valid Item Valid Item Valid Item Valid Sumber: Diolah dengan SPSS Versi 22.0 (2018) Berdasarkan Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini dinyatakan valid, sehingga semua pertanyaan yang terkandung dalam kuisioner penelitian ini dinyatakan valid untuk dilanjutkan ke 181

187 penelitian yang lebih mendalam, karena diperoleh nilai validitas (r hitung) lebih besar dari nilai kritis Product moment (r tabel) sebesar pada tingkat signifikansi α = 5%, sehingga instrument data tersebut layak untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut. Tabel 4. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients B Std. Error Beta 1(Constant) Orientasi Kewirausahaan Orientasi Pasar Strategi Bersaing a. Dependent Variable: Kinerja Pemasaran Sumber: Data diolah dengan SPSS versi 22.0 (2018) Berdasarkan hasil perhitungan regresi linear berganda pada tabel 4 di atas dapat diketahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen yang dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut: Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3, maka : Y= -5,307a + 0,691X1 + 0,163X2 + 0,286X3 T Sig. Tabel 5. Koefisien Korelasi dan Determinasi Model Summary Std. Error of the Model R R Square Adjusted R Square Estimate a a. Predictors: (Constant), Strategi Bersaing, Orientasi Kewirausahaan, Orientasi Pasar Sumber: Data diolah dengan SPSS versi 22.0 (2018) berikut: 1. R = 0,717 a Dari Tabel 5 di atas, interprestasi persamaannya dapat diuraikan sebagai Menjelaskan bahwa nilai X memiliki nilai kolerasi yang cukup kuat dan searah/positif, artinya setiap perubahan (kenaikan) X menyebabkan kenaikan Y. Ukuran R yaitu dari nilai -1 (kolerasi negatif) sampai dengan +1 (kolerasi positif), sehingga makin besar R maka makin kuat kolerasinya. 182

188 2. R Square = 0,470 Nilai R Square atau koefisien determinasi (KD) menunjukkan seberapa bagus model regresi yang dibentuk oleh interaksi variabel bebas dan variabel terikat. Nilai KD yang diperoleh adalah 47% yang dapat di tafsirkan bahwa variabel bebas (orientasi kewirausahaan, orientasi pasar, dan strategi bersaing) memiliki pengaruh kontribusi sebesar 47% terhadap variabel terikat (kinerja pemasaran) dan sisanya 53% (100%- 47%) lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar variabel independen dalam penelitian ini. Tabel 6. Hasil Uji F (Simultan) ANOVA a Sum of Model Squares Df Mean Square F Sig. 1 Regression b Residual Total a. Dependent Variable: Kinerja Pemasaran b. Predictors: (Constant), Strategi Bersaing, Orientasi Kewirausahaan, Orientasi Pasar Sumber: Data diolah dengan SPSS versi 22.0 (2018) Dari Tabel 6 di atas, maka hasil uji F (simultan) dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai sebagai berikut: 1. Tabel diatas menunjukkan nilai signifikansi 0,000 yang berarti lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa semua variabel independen yaitu orientasi kewirausahaan, orientasi pasar, dan strategi bersaing berpengaruh signifikan secara simultan (bersama-sama) terhadap kinerja pemasaran. 2. Diketahui nilai Fhitung adalah sebesar 11,658 dengan nilai Ftabel 2,892. hal tersebut menunjukkan Fhitung >Ftabel yang berarti Ha diterima dan H0 ditolak. Dengan demikian variabel independen (orientasi kewirausahaan, orientasi pasar, dan strategi bersaing) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (kinerja pemasaran). 183

189 Tabel 7. Hasil Uji t (Parsial) No Hipotesis Nilai Keputusan 1 Variabel Orientasi Kewirausahaan berpengaruh terhadap Kinerja Pemasaran. t hitung = 2,845 t tabel = 2,035 Sig = 0,008 Diterima 2 Variabel Orientasi Pasar berpengaruh terhadap Kinerja Pemasaran. t hitung = 0,675 t tabel = 2,035 Sig = 0,504 Ditolak 3 Variabel Strategi Bersaing berpengaruh terhadap Kinerja Pemasaran. t hitung = 1,570 t tabel = 2,035 Sig = 0,126 Ditolak Sumber: Data diolah dengan SPSS versi 22.0 (2018) Dari tabel di atas, hasil uji t dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. H1 : Variabel orientasi kewirausahaan berpengaruh terhadap kinerja pemasaran UMKM Roti Selai Samahani Aceh Besar. 2. H2 : Variabel orientasi pasar tidak berpengaruh terhadap kinerja pemasaran UMKM Roti Selai Samahani Aceh Besar. 3. H3 : Variabel strategi bersaing tidak berpengaruh terhadap kinerja pemasaran UMKM Roti Selai Samahani Aceh Besar. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pembahasan analisis data melalui pembuktian terhadap hipotesis dari permasalahan yang diangkat mengenai pengaruh orientasi kewirausahaan, orientasi pasar, dan strategi bersaing terhadap kinerja pemasaran UMKM Roti Selai Samahani Aceh Besar, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Secara parsial orientasi kewirausahaan berpengaruh terhadap kinerja pemasaran UMKM Roti Selai Samahani Aceh Besar. 2. Secara parsial orientasi pasar tidak berpengaruh terhadap kinerja pemasaran UMKM Roti Selai Samahani Aceh Besar. 3. Secara parsial strategi bersaing tidak berpengaruh terhadap kinerja pemasaran UMKM Roti Selai Samahani Aceh Besar. 184

190 4. Secara simultan atau bersama-sama orientasi kewirausahaan, orientasi pasar dan strategi bersaing berpengaruh terhadap kinerja pemasaran UMKM Roti Selai Samahani Aceh Besar. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka ada beberapa saran yang dapat diberikan peneliti untuk penjual roti selai Samahani selaku pelaku UMKM dan penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: Para pelaku UMKM sebaiknya terus meningkatkan orientasi kewirausahaan meliputi inovasi, berani beresiko, otonomi, dan proaktif. Hal ini di karenakan hasil dari penelitian ini menunjukkan orientasi kewirausahaan berpengaruh positif terhadap kinerja pemasaran, yang berarti semakin tinggi jiwa kewirausahaan pada pelaku UMKM maka akan meningkatkan kinerja pemasaran dari UMKM itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Alyas. Rakib, Muhammad Strategi Pengembangan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Dalam Penguatan Ekonomi Kerakyatan (Studi Kasus pada Usaha Roti Maros di Kabupaten Maros). Sosiohumaniora, Volume 19 No. 2 Juli 2017 : Arikunto, Suharsimi, (2014) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hatta, Iha Haryani Analisis Pengaruh Inovasi, Pengambilan Resiko, Otonomi, Dan Reaksi Proaktif Terhadap Kapabilitas Pemasaran UKM Kuliner Daerah Di Jabodetabek. Jurnal Manajemen Pemasaran. Vol. 8, No. 2, Oktober 2014 doi: /pemasaran ISSN X. Hatta, Iha Haryani Orientasi Pasar, Orientasi Kewirausahaan, Kapabilitas Pemasaran dan Kinerja Pemasaran. Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM). Vol 13 No 4, Malhotra, Naresh K. (2014). Riset Pemasaran : Pendekatan Terapan. Jakarta: PT. Indeks. Novitasari. Dwi Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Dan Kompetensi Wirausaha Terhadap Daya Saing (Studi Empiris Pada UMKM di DIY). Jurnal Riset Manajemen Vol. 2, No. 2, Juli 2015, Nuvriasari, Audita., Wicaksono, Gumirlang. Sumiyarsih Peran Orientasi Pasar, Orientasi Kewirausahaan Dan Strategi Bersaing Terhadap Peningkatan Kinerja UKM. Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan. ISSN Akreditasi No.80/DIKTI/Kep/2012. Sugiyono, (2014). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta. Sukaryawan, I Made Pengaruh Orientasi Pasar, Kewirausahaan, Dan Inovasi Terhadap Kinerja Bisnis Pada Perusahaan Aspal-Beton (Hotmix) Di Jabodetabek. Jurnal MIX, Volume III, No. 2, Juni

191 UJI KINERJA ALAT PENGERING ENERGI SURYA UNTUK PENGERINGAN BELIMBING WULUH (AVERRHOA BILIMBI) DENGAN PENAMBAHAN KINCIR ANGIN SAVONIUS Mimi Kargita, Raida Agustina, Devianti Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala raidaagustina@unsyiah.ac.id ABSTRAK Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) merupakan tanaman yang berbuah sepanjang tahun atau tidak musiman dan relatif sangat banyak. Pengolahan produk dapat diolah menjadi manisan dan asam sunti yang digunakan oleh orang Aceh sebagai bumbu dapur. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kinerja alat pengering energi surya dengan penambahan kincir angin savonius untuk pengeringan belimbing wuluh. Hasil penelitian menunjukkan proses pengeringan belimbing wuluh tanpa penambahan kincir pada alat pengering nilai iradiasi surya tertinggi sebesar 476,74 W/m 2, distribusi temperatur rata-rata yaitu 54 o C, distribusi kelembaban relatif terendah sebesar 39,7%, kecepatan udara tertinggi yaitu 1,2 m/s, kadar air asam sunti yaitu 53% membutuhkan waktu selama 32 jam, kandungan vitamin C asam sunti 1,7 mg dan pengujian organoleptik meliputi warna dengan skala penilaian 4, aroma dengan skala penilaian 3 dan tekstur dengan skala penilaian 4. Sedangkan proses pengeringan belimbing wuluh dengan penambahan kincir pada alat pengering menunjukkan nilai iradiasi surya tertinggi sebesar 180,23 W/m 2, distribusi temperatur rata-rata yaitu 55 o C, kelembaban relatif terendah sebesar 57,4%, kecepatan udara tertinggi yaitu 2,6 m/s, kadar air asam sunti yaitu 53,3% membutuhkan waktu selama 41 jam, kandungan vitamin C asam sunti 1,8 mg dan pengujian organoleptik meliputi warna dengan skala penilaian 2, aroma dengan skala penilaian 2 dan tekstur dengan skala penilaian 2, sehingga panelis lebih menyukai menggunakan alat pengering dengan penambahan kincir. Kata Kunci : Belimbing wuluh, alat pengering surya, asam sunti. PENDAHULUAN Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) merupakan tanaman yang berbuah sepanjang tahun atau tidak musiman dan relatif sangat banyak. Kemampuan pohon belimbing wuluh yang dapat berbuah sepanjang tahun tersebut tidak diimbangi dengan pemanfaatannya secara optimal, sehingga buah ini sering terbuang begitu saja. Menurut Soetanto (1989) dalam Fitriani (2008), tanaman belimbing wuluh yang tumbuh baik dapat menghasilkan buah/pohon, sehingga seringkali mengalami pembusukan sebelum dimanfaatkan. Untuk itu perlu adanya pengolahan produk sebagai cara mengantisipasi hasil produksi segar yang berlimpah. Pengolahan produk dapat diolah menjadi manisan dan asam sunti yang digunakan oleh orang Aceh sebagai bumbu dapur. 187

192 Proses pembuatan asam sunti meliputi sortasi, pembersihan, perendaman, penggaraman dan pengeringan. Secara umum, masyarakat Aceh mengeringkan asam sunti secara tradisional yaitu dengan penjemuran di bawah sinar matahari langsung. Kekurangan pengeringan secara tradisional yaitu bahan mudah terkontaminasi oleh pengaruh dari lingkungan seperti iklim dan cuaca. Kemajuan ilmu dan teknologi maka dirancang suatu pengering yang dapat membantu masyarakat dalam hal pengeringan, salah satu alternatif adalah pengeringan surya. Pengering surya adalah suatu pengering memanfaatkan sumber panas dari energi matahari untuk menguapkan air yang ada didalam bahan pangan. Alat pengering energi surya yang digunakan kurang baik dalam hal sirkulasi udara, sehingga dilakukan modifikasi alat pengering energi surya dengan menambahkan kincir angin savonius diatasnya yang bertujuan untuk memaksimalkan sirkulasi udara didalam ruang pengering. Untuk mengetahui sejauh mana kincir angin savonius dapat bekerja dalam memperbaiki sirkulasi udara dari dalam rumah pengering, maka perlu dilakukan penelitian uji kinerja alat pengering energi surya dengan penambahan kincir angin savonius untuk pengeringan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja alat pengering energi surya dengan penambahan kincir angin savonius untuk pengeringan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi). METODE PENELITIAN Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengering surya, kincir angin savonius, jam, anemometer, humudity meter, solari meter, timbangan digital dan baskom. Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah belimbing wuluh 18 kg dan garam dapur sebanyak 2,7 kg. Metode Penelitian Menurut Fahlefi (2014) belimbing wuluh yang telah dipanen disortasi untuk memisahkan belimbing dari kotoran, sampah dan belimbing yang belum cukup matang. Kemudian belimbing wuluh direndam didalam air bersih selama 12 jam. Setelah proses perendaman selesai belimbing ditimbang sebanyak 9 kg untuk pengeringan menggunakan alat pengering energi surya dan 9 kg untuk pengeringan 188

193 menggunakan alat pengering energi surya dengan penambahan kincir angin savonius. Pengeringan dilakukan pada siang hari sementara pada setiap malam selama proses pengeringan berlangsung dilakukan pemberian garam. Jumlah garam yang ditambah adalah 150 g per 1 kg belimbing wuluh. Didapatkan dari pengalaman warga didesa lamleubok. Penimbangan belimbing wuluh dilakukan sebelum dan sesudah perendaman. Selama proses pengeringan dilakukan penimbangan sampel setiap 1 jam sekali untuk mengetahui kadar air belimbing. Pengering surya tanpa penambahan kincir dan dengan penambahan kincir serta titik pengukuran dapat dilihat pada Gambar 1. (A) Gambar 1. (A) Pengering surya tanpa penambahan kincir, (B) Pengering surya dengan penambahan kincir Parameter Penelitian 1. Iradiasi Surya Keterangan : / = 2. Distribusi Temperatur // Faktor kalibrasi : 17,2 mv/kw/m 2 (B) (1) Pengukuran temperatur dilakukan selama proses pengeringan selama 1 jam. Pengukuran temperatur dilakukan di bagian rak pengering, cerobong dan lingkungan. Alat yang digunakan untuk mengukur temperatur yaitu termometer. Sudut kiri titik 1, sudut kanan titik 2, sudut kanan pintu titik 3, susut kiri pintu titik 4, tengah-tengah rak titik 5 dan titik kipas titik

194 3. Distribusi Kelembaban Relatif Kelembaban relatif adalah banyaknya kandungan uap air di udara yang biasanya dinyatakan dalam ukuran persen (%). Pengukuran kelembaban relatif (RH) dilakukan dengan menggunakan Humiditymeter. Pengukuran dilakukan dengan cara meletakkan sensor di dalam alat pengering di enam titik yang berbeda. Pengukuran diambil selang waktu 1 jam selama proses pengeringan. 4. Kecepatan Aliran Udara Alat untuk mengukur kecepatan udara dengan menggunakan alat anemometer. Udara yang diukur yaitu udara lingkungan, udara didalam ruang pengeringan. 5. Kadar Air Menurut Apriyantono (1989) sampel ditimbang 5 gram dan diletakkan di dalam cawan kosong yang sudah ditimbang beratnya. Cawan dan tutupnya sudah dikeringkan di dalam oven dan didinginkan di desikator. Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur o C selama 6 jam. Cawan lalu didinginkan di dalam desikator dan setelah dingin cawan ditimbang. Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2 dan 3. Keterangan : KAbb = # $% # # $ 100%... (2) KAbk = # % # $ # 100%... (3) KAbb : Kadar air basis basah (%) KAbk : Kadar air basis kering (%) w ( : Berat awal bahan (g) : Berat akhir bahan (g) w 6. Vitamin C (Sudarmadji dkk, 1984) Penentuan kadar vitamin C adalah dalam bentuk Asam Askorbat. Penentuan vitamin C dapat ditentukan dengan titrasi iodin. Filtrate sebanyak 25 ml dititrasi dengan larutan iodin 0,01, sebelum dititrasi ditambahkan indikator amilium pada filtrate tersebut. Titrasi dilakukan sampai terjadinya perubahan warna yang stabil (ditandai dengan terbentuknya warna biru keunguan). Perhitungan kadar vitamin C dapat dihitung dengan Persamaan 4: Vitamin C mg/100gr = ,8( : 8,<< = (88 >... (4) 190

195 Keterangan : P : Faktor pengencer 7. Organoleptik Menurut Setyaningsih (2010), pengujian organoleptik pada asam sunti dapat ditentukan dengan menggunakan indera manusia (secara visual) meliputi warna, aroma dan tekstur. Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala hedronik berdasarkan kriteria sangat suka sampai tidak suka yang dikonvensikan dalam angka (skor). Penilaian dilakukan oleh 25 orang panelis tidak terlatih. Skala penilaian asam sunti adalah dari skala 1 sampai 5, dimana 1 = sangat suka, 2 = suka, 3 = netral, 4 = tidak suka, 5 = sangat tidak suka. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Iradiasi Surya Iradiasi surya sangat tergantung pada panasnya matahari. Semakin tinggi nilai iradiasi surya semakin cepat proses pengeringan. Pada Gambar 2 dan 3, menunjukkan pada tanggal 1-4 Februari 2017 hasil pengukuran iradiasi surya tertinggi sebesar 476,74 W/m 2 terdapat pada pukul WIB sehingga nilai ratarata temperatur ruang pengering sebesar 70 o C. Iradiasi surya terendah sebesar 5,81 W/m 2 pada pukul WIB sehingga nilai rata-rata temperatur ruang pengering sebesar 27 o C. Pada tanggal 2-6 Maret 2017 hasil pengukuran iradiasi surya tertinggi sebesar 180,23 W/m 2 pada jam WIB sehingga nilai rata-rata temperatur tertinggi sebesar 64 o C. Pada iradiasi surya terendah sebesar 5,81 W/m 2 pada jam WIB sehingga nilai rata-rata temperatur terendah sebesar 24 o C. Gambar 2. Temperatur dan Iradiasi Surya Tanpa Kincir 191

196 Gambar 3. Temperatur dan Iradiasi Surya Dengan Kincir 2. Distribusi Temperatur Pengukuran distribusi temperatur dilakukan untuk melihat perbedaan suhu dan lingkungan menggunakan alat pengering tanpa penambahan kincir dan dengan penambahan kincir. Gambar 4 dan 5, dapat dilihat pada pengeringan asam sunti dengan pengering tanpa kincir angin, nilai rata-rata temperatur tertinggi di dalam ruang pengering yaitu 54 o C dan lingkungan sebesar 35 o C sedangkan nilai rata-rata terendah di dalam ruang pengering yaitu 50 o C dan lingkungan sebesar 25 o C. Pada pengeringan asam sunti dengan pengering kincir angin, nilai rata-rata temperatur tertinggi didalam ruang pengering sebesar 55 o C dan lingkungan sebesar 31 o C sedangkan rata-rata temperatur terendah di dalam ruang pengering sebesar 42 o C dan lingkungan sebesar 22 o C. Semakin tinggi temperatur pengeringan, maka proses pengeringan akan semakin cepat. Pengukuran temperatur tergantung dengan matahari, semakin panas matahari dan lama waktu pengeringan maka temperatur yang berada diruang pengeringan semakin tinggi dari pada temperatur di lingkungan. Temperatur dipagi dan sore hari lebih rendah dibandingkan dengan temperatur di siang hari karena gelombang panas yang dipantulkan kedalam alat pengering secara konveksi/paksa dari sinar matahari akan terperangkap didalam ruang pengeringan sehingga terjadi peningkatan suhu didalam ruang pengering. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartasapoetra (2004, dalam Yanda, 2014), bahwa selama siang hari sampai sore hari dengan pukul ±15.00 WIB lebih banyak energi yang diterima bumi daripada yang diradiasikan matahari. Pada malam hari energi 192

197 bumi hilang terus menerus melalui radiasi bumi yang mengakibatkan pendingan dari permukaan dan penurunan temperatur. Gambar 4. Distribusi Temperatur Pengering Tanpa Kincir Gambar 5. Distribusi Temperatur Pengering Dengan Kincir 3. Kelembaban Relatif Distribusi kelembaban relatif merupakan salah satu parameter pada proses pengeringan. Pada Gambar 6 dan 7, pada pengeringan asam sunti dengan pengering tanpa kincir angin terlihat bahwa nilai rata-rata kelembaban relatif tertinggi di dalam ruang pengering yaitu sebesar 59,5% dan rata-rata kelembaban relatif terendah yaitu sebesar 54%. Sedangkan, kelembaban relatif (RH) tertinggi di lingkungan sebesar 84,8% dan kelembaban terendah sebesar 53,1%. Pada pengeringan asam sunti dengan pengering kincir angin nilai rata-rata kelembaban relatif tertinggi di dalam ruang pengering yaitu 79,7% sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 67,9%. Semakin rendah kelembaban relatif (RH) maka semakin tinggi suhu di ruang pengering. Berdasarkan grafik dapat dilihat kelembaban di ruang pengering lebih besar dibandingkan kelembaban di lingkungan karena suhu diruang pengering 193

198 lebih tinggi dibandingkan suhu di lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Thahir (1988), bahwa semakin tinggi temperatur maka kelembaban relatif (RH) semakin rendah dan sebaliknya jika temperatur semakin rendah maka kelembaban relatif (RH) akan semakin tinggi. Gambar 6. Kelembaban Relatif Tanpa Kincir Gambar 7. Kelembaban Relatif Dengan Kincir 4. Kecepatan Aliran Udara Kecepatan udara juga membantu proses pengeringan. Pengukuran kecepatan aliran udara meliputi kecepatan udara di ruang pengering dan kecepatan udara di lingkungan. Kecepatan aliran udara menggunakan alat pengering tanpa penambahan kincir dan dengan penambahan kincir dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. Nilai rata-rata kecepatan aliran udara tertinggi di dalam ruang pengering tanpa penambahan kincir hanya sebesar 0,1 m/s dan di lingkungan sebesar 1,2 m/s. Kecepatan aliran udara di ruang pengering dengan penambahan kincir sebesar 0,5 m/s dan di lingkungan 2,7 m/s. 194

199 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan udara yang naik turun pada lingkungan dan di dalam ruang pengering akibat dari pengaruh udara di lingkungan. Penambahan kincir angin ternyata tidak terlalu mempengaruhi kecepatan aliran udara di dalam ruang pengering, hal ini dikarenakan kecepatan putaran kincir angin tersebut sangat bergantung pada kecepatan aliran udara di lingkungan. Akan tetapi penambahan kincir ternyata memberikan dampak yang positif terhadap proses pengeringan asam sunti. Ketika pengeringan asam sunti dilakukan di dalam alat pengering tanpa kincir terlihat pengembunan pada dinding ruang pengering. Fenomena ini tidak terjadi ketika pengeringan asam sunti menggunakan alat pengering dengan penambahan kincir angin. Hal ini dikarenakan sirkulasi udara yang lebih baik ketika ada penambahan kincir pada alat pengering. Gambar 8. Kecepatan Aliran Udara Tanpa Kincir Gambar 9. Kecepatan Aliran Udara Tanpa Kincir 5. Kadar Air Hasil analisis kadar air diperoleh berat kadar air awal belimbing wuluh yaitu sebesar 94,4%. Hasil kadar air belimbing wuluh menggunakan alat pengering tanpa penambahan kincir memiliki kadar air sebesar 93,1% dan kadar air akhir pada asam sunti mencapai 53% yang membutukan waktu pengeringan selama 32 jam Kadar air belimbing wuluh menggunakan alat pengering dengan penambahan kincir 195

200 mencapai kadar air sebesar 94,2% dan kadar air akhir pada asam sunti mencapai 53,3% yang membutuhkan waktu pengeringan selama 41 jam. Berdasarkan Gambar 10, semakin tinggi suhu pengering maka semakin cepat kandungan air pada bahan turun sehingga menyebabkan penguapan air lebih banyak dimana kadar air ditentukan oleh air bebas dan air terikat. Hal ini sesuai dari pernyataan Kakomole (1993) bahwa pada awal pengeringan terjadi penurunan kadar air yang cepat dari pada hari berikutnya, sehingga air yang menguap yaitu air bebas, setelah itu penurunan kadar air semakin menurun seiring berkurangnya kadar air bahan. Air bebas adalah air yang terdapat dipermukaan benda padat dan mudah diuapkan (Winarno, 1993). Kadar Air (%) 6. Vitamin C Gambar 10. Kadar Air Belimbing Wuluh dan Asam Sunti Vitamin C merupakan suatu zat yang mudah rusak. Perlakuan-perlakuan pada proses pengolahan bahan dapat meyebabkan kerusakan nilai gizi terutama pada vitamin C. Besarnya kerusakan vitamin C tergantung pada lamanya proses pengeringan, dan kondisi penyimpanan. Kandungan vitamin C pada buah belimbing wuluh yang dikeringkan akan mengalami penurunan 10-50% karena pencucian, pemasakan dan pengeringan (Apriantono, 1989). Hasil penelitian menunjukkan kandungan vitamin C pada belimbing wuluh menggunakan alat pengering tanpa penambahan kincir dan dengan penambahan kincir sebesar 2,2 mg/100 gram bahan dan 2,3 mg/100 gram bahan. Sedangkan kandungan vitamin C asam sunti menggunakan alat pengering tanpa penambahan kincir dan dengan penambahan kincir adalah sebesar 1,7 mg/100 gram dan bahan 1,8 mg/100 gram bahan Awa Akhir l Tanpa Kincir Awa Akhir Dengan l Kincir Belimbing Wuluh Asam Sunti 196

201 Vitamin C (mg/100 gram) 2,4 2,1 1,8 1,5 1,2 0,9 0,6 0,3 0 Belimbing Wuluh Asam Sunti Awa Akhi Awal Akhir ltanpa Kincir r Dengan kincir Gambar 11. Vitamin C pada Belimbing wuluh dan Asam Sunti 7. Pengujian Organoleptik Uji organoleptik pada asam sunti dari pengeringan dengan menggunakan alat pengering tanpa penambahan kincir dan alat pengering dengan penambahan kincir meliputi warna, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan. Uji organoleptik dilakukan dengan 25 orang panelis. Uji Organoleptik Tanpa Kincir Dengan Kincir Warna Aroma Tekstur Gambar 11. Pengujian Organoleptik Berdasarkan Gambar 11, pengujian organoleptik asam sunti dapat dilihat panelis lebih memilih pada alat pengering dengan penambahan kincir dibandingkan pada alat pengering tanpa penambahan kincir baik dari warna, aroma dan tekstur Warna Warna dapat didefiniskan sebagai hasil pengamatan dengan indera penglihatan yang dapat membedakan warna satu dengan warna lainnya, juga merupakan parameter pertama untuk menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Uji organoleptik warna asam sunti menggunakan alat pengering tanpa penambahan kincir memiliki nilai rata-rata sebesar 4 dengan skala penilaian yaitu tidak suka disebabkan warna coklat yang terlalu tua. Hal ini diduga karena pada ruang pengering memiliki suhu yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan kegosongan pada bahan. sedangkan uji organoleptik warna asam sunti yang dengan penambahan kincir memiliki rata-rata sebesar 2 dengan skala penilaian yaitu suka disebabkan warna coklat muda, sehingga panelis lebih 197

202 memilih yang warna asam sunti berwarna coklat muda menggunakan alat yang sesudah dimodifikasi Aroma Aroma merupakan sesuatu yang diamati dengan indera penciuman. Aroma atau bau-bauan yang ditimbulkan juga disebabkan oleh perubahan-perubahan kimiadan bentuk senyawa dengan bahan lain. Pengujian aroma dianggap penting karena dengan cepat memberi penilaian terhadap suatu produk diterima atau tidaknya oleh panelis (Winarno, 1993). Faktor pengolahan yang berbeda dapat menghasilkan aroma yang berbeda. Hasil penelitian, uji organoleptik yang lakukan menggunakan alat pengering tanpa penambahan kincir memiliki rata-rata sebesar 3 sehingga memiliki nilai skala netral yang sebabkan aroma menggunakan tanpa penambahan kinci tidak terlalu tercium karena pada proses pengeringan suhu di ruang pengering terlalu tertinggi dan kurangnya sirkulasi udara di ruang pengering. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hayati (2002, dalam Fahlefi, 2014), bahwa aroma pada pengeringan dengan alat aliran udara yang ada diruang pengering cenderung tidak berjalan baik karena sirkulasi yang digunakan kecil sehingga uap air yang dikeluarkan lebih lama berada di ruang pengering sehingga menyebabkan bau asam sunti sedikit apek. Sedangkan uji organoleptik menggunakan alat pengering dengan penambahan kincir rata-rata sebesar 2 yaitu skala penilaian suka yang disebabkan aroma pada alat pengering dengan penambahan kincir memiliki aroma khas asam sunti Tekstur Tekstur bahan pangan menggunakan indera peraba dengan kepekaan yang berbeda-beda seperti rongga mulut, bibir dan tangan mempunyai kepekaan yang tinggi. Hasil penelitian, uji organoleptik tekstur menggunakan alat pengering tanpa penambahan kincir memiliki rata-rata sebesar 4 adalah skala penilain tidak suka disebabkan karena teksturnya terlalu keras dan kering. Sedangkan uji organoleptik aroma menggunakan alat pengering dengan penambahan kincir rata-rata sebesar 2 yaitu skala penilaian suka disebabkan karena teksturnya sedikit lunak. 198

203 KESIMPULAN DAN SARAN Alat pengering energi surya tanpa penambahan kincir meliputi : iradiasi surya tertinggi sebesar 476,74 W/m 2, distribusi temperatur rata-rata sebesar 54 o C, kelembaban relatif terendah sebesar 39,7%, kadar air asam sunti sebesar 53% membutuhkan waktu selama 32 jam proses pengeringan, kandungan vitamin C asam sunti sebesar 1,7 mg dan pengujian organoleptik terdiri warna dengan penilaian 4 (tidak suka), aroma dengan penilaian 3 (netral), dan tekstur dengan penilaian 4 (tidak suka). Alat pengering energi surya tanpa penambahan kincir meliputi : iradiasi surya tertinggi sebesar 180,23 W/m 2, distribusi temperatur ratarata sebesar 55 o C, kelembaban relatif terendah sebesar 57,4%, kadar air asam sunti sebesar 53,3% membutuhkan waktu selama 41 jam proses pengeringan, kandungan vitamin C asam sunti sebesar 1,8 mg dan pengujian organoleptik terdiri warna dengan penilaian 2 (suka), aroma dengan penilaian 2 (suka), dan tekstur dengan penilaian 2 (suka). Adapun penulis menyarankan untuk diadakan penelitian lebih lanjut kinerja alat dan proses pengeringan dilakukan pada hari yang sama sehingga dapat dibandingkan hasilnya dan penambahan konsentrasi garam. DAFTAR PUSTAKA Apriantono. A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, sedamawati dan S. Budiyantono Petunjuk Analisis Laboratorium Pangan. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Fitriani, S Pengaruh Suhu dan lama pengeringan terhadap beberapa mutu manisan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) kering. Jurnal Sagu. Vol 7 (1) : Fahlefi, M. R Pengeringan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) dengan alat pengering energi surya untuk produksi asam sunti. Skripsi. Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Muliani, N Penggunaan alat pengering energi matahari hybrid untuk pengeringan asam sunti. Skripsi. Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Sudarmadji, S.B Haryono dan Suhardi Prosedur analisis untuk bahan makanan dan pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Setyaningsih, D. A. Apriyanto dan M.P. Sari Analisis sensori untuk industri pangan dan agro. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. 199

204 Thahir, R Teknologi Pasca Panen Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Yanda, R. J Modifikasi dan uji kinerja pengering surya untuk ubi kayu (Manihot esculenta) dengan penambahan kincir angin savonius sebagai penggerak kipas. Skripsi. Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Winarno, FG Pangan, Gizi, Teknologi Dan Konsumsi. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta. 200

205 UPAYA PERAWATAN WAJAH DARI JERAWAT MENGGUNAKAN AMPAS KOPI DAN DAUN GELINGGANG PADA REMAJA SMA NEGERI 2 BANDA ACEH Dian Novira Rizva Universitas Syiah Kuala dianrizva@gmail.com ABSTRAK Tradisi minum kopi merupakan tradisi yang tidak bisa dipisahkan dari kebiasaan hidup masyarakat umumnya bagi masyarakat Aceh. Fanatisme terhadap kopi bagaikan merasuk di setiap sendi kehidupan masyarakat yang berdampak positif bagi lapangan kerja, membantu meningkatkan pendapatan hidup masyarakat dengan munculnya kedai-kedai kopi yang menarik hati pengunjung untuk selalu menikmatinya. Misalnya : kopi gayo dan kopi ulee kareng. Berdasarkan observasi penulis, Kedai kopi Aceh menghasilkan limbah ampas dari hasil pembuatan minuman kopi untuk pelanggan yang dibuang begitu saja. Semakin banyak kedai kopi maka akan semakin banyak pula limbah dari ampas kopi tersebut. Sebenarnya, ampas kopi bermanfaat bagi kulit yaitu dapat mengencangkan kulit dan sebagai antioksidan. Untuk perawatan kulit berdasarkan hasil penelitian dapat juga digunakan daun gelinggang, Daun gelinggang ini bermanfaat sebagai obat yaitu dapat mengobati penyakit gatal-gatal, panu, kurap, kutu air, dan berbagai penyakit kulit lainnya. Berdasarkan pernyataan diatas maka saya ingin melakukan penelitian yang berjudul Upaya Perawatan Wajah Dari Jerawat Menggunakan Ampas Kopi Dan Daun Gelinggang Pada Remaja SMA Negeri 2 Banda Aceh Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui zat apa yang terkandung pada ampas kopi dan daun gelinggang sehingga berperan sebagai bahan perawatan jerawat, apakah ampas kopi dan daun gelinggang dapat digunakan sebagai bahan perawatan jerawat. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dan dapat disimpulkan bahwa ampas kopi dan daun gelinggang baik digunakan sebagai perawatan wajah dari jerawat secara signifikan. Kata Kunci : Ampas Kopi,Daun Gelinggang PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Minuman kopi sangat digemari karena mengandung kafein. Kafein merupakan obat perangsang sistem saraf pusat pada manusia dan dapat mengusir rasa kantuk secara sementara. Tradisi minum kopi merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari kebiasaan hidup masyarakat umumnya bagi masyarakat Aceh. Fanatisme terhadap kopi bagaikan merasuk di setiap sendi kehidupan masyarakat, berdampak positif bagi lapangan kerja, membantu meningkatkan pendapatan hidup masyarakat dengan munculnya kedai-kedai kopi yang menarik hati pengunjung untuk selalu menikmatinya, Misalnya : kopi gayo dan kopi ulee kareng. 201

206 Berdasarkan observasi penulis, Kedai kopi Aceh menghasilkan limbah ampas dari hasil pembuatan minuman kopi untuk pelanggan yang dibuang begitu saja. Semakin banyak kedai kopi maka akan semakin banyak pula limbah dari ampas kopi tersebut. Sebenarnya,ampas kopi bermanfaat bagi kulit yaitu dapat mengencangkan kulit dan sebagai antioksidan tidak hanya untuk kecantikan ternyata ampas kopi dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Perawatan kulit berdasarkan hasil penelitian dapat juga digunakan daun gelinggang yang banyak tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan pada ketinggian tempat m. Daun gelinggang mengandung Rein aloe-emodina, Rein aloe-emodina-diantron, Rein aloe emodina, Asam Krisofanat dan Tannin. Selain itu, juga mengandung alkaloida, flavonoida, antrakinon, dan antibakteria. Tanaman ini biasanya ditemukan di tempat yang lembab bermanfaat untuk mengobati penyakit gatal-gatal,panu,kurap,kutu air dan berbagai penyakit kulit lainnya dan dari pengalaman juga ada yang mengatakan manfaat daun gelinggang ini dapat menghaluskan kulit yang kering. Berdasarkan pernyataan diatas maka saya ingin melakukan penelitian yang berjudul Upaya Perawatan Wajah Dari Jerawat Menggunakan Ampas Kopi Dan Daun Gelinggang Pada Remaja SMA Negeri 2 Banda Aceh. Rumusan Masalah a. Bagaimana meracik ampas kopi aceh dan daun gelinggang sehingga menjadi bahan perawatan jerawat? b. Apakah ampas kopi Aceh dan daun gelinggang dapat digunakan sebagai bahan perawatan jerawat? Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui cara meracik ampas kopi aceh dan daun gelinggang sebagai bahan perawatan jerawat b. Untuk mengetahui apakah ampas kopi Aceh dan daun gelinggang dapat digunakan sebagai bahan perawatan wajah dari jerawat. 202

207 Manfaat Penelitian a. Sebagai wahana pemberitahuan kepada masyarakat bahwa dengan menggunakan campuran ampas kopi Aceh dan daun gelinggang dapat dijadikan sebagai bahan perawatan jerawat. b. Menambah wawasan dan informasi kepada masyarakat, khususnya yang mempunyai masalah dengan jerawat bahwa ampas kopi Aceh dan daun gelinggang dapat dijadikan sebagi alternatif perawatan wajah dari jerawat yang lebih ekonomis. TINJAUAN PUSTAKA Kopi Tumbuhan kopi diperkirakan berasal dari hutan-hutan tropis di kawasan Afrika. Kopi Arabika berasal dari kawasan pegunungan tinggi di Barat Ethiopia maupun di kawasan utara Kenya, kopi robusta di Ivory Coast dan Republik Afrika Tengah. Hal ini membukt ikan bahwa tumbuhan kopi mudah beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya (Siswoputranto, 1992). Di Indonesia tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC pada periode antara tahun Tanaman kopi mula-mula hanya bersifat coba-coba, tetapi karena hasilnya memuaskan dan dipandang oleh VOC cukup menguntungkan sebagai komoditi perdagangan, maka VOC menyebarkan ke berbagai daerah agar penduduk menanamnya (Najiyati dan Danarti, 1997). Pada saat ini penyebaran tanaman kopi robusta di Indonesia lebih dari 95%, sedang selebihnya adalah kopi arabika dan jenis lainnya. Meskipun kopi robusta semula ditanam dan diusahakan oleh perkebunan besar, namun dalam perkembangannya tanaman ini lebih potensi sebagai tanaman rakyat karena kopi robusta lebih mudah ditanam dan tahan terhadap kondisi pertumbuhan yang kurang menguntungkan. Selain itu karena tahun-tahun belakangan ini harga pasaran kopi robusta relatif semakin tinggi (AAK, 1988). Daun Gelinggang Gelinggang termasuk ke dalam suku Fabaceace yang memiliki banyak nama daerah. Beberapa nama daerah untuk gelinggang di Indonesia adalah : ketepeng Cina ( Indonesia), linggang/gelinggang ( Aceh Besar, Sigli, Aceh Selatan), daun 203

208 kupang, daun kurap, ura kap ( sumatera), ketepeng badak, Ki manila, ketepeng kebo, ketepeng cina, acon-aconan (jawa), saya mara, tabankum, haya mara, kupangkupang (maluku), gelinggang ( Sintang), ketepeng ( Dayak Kutai), Urokop (Dayak Punan Lisum, Punan Bekatan), dan tepang ( Dayak kendayan,melayu,kalimantan Barat). Memiliki sistem percabangan simpodial. Daun berukuran besar, panjang cm, merupakan daun majemuk menyirip genap, terdiri atas 8-20 pasang anak daun. Bentuk anak daun jorong ( oblong) atau bulat telur sungsang,ujung tumpul membulat sedangkan pangkalnya tumpul asimetris. Helaian anak daun licin tidak berbulu. Anak daun bertangkai pendek sekitar 2 cm. Tepi anak daun rata dengan pertulangan menyirip dan bewarna hijau. Panjang anak daun antara 3-15 cm dan lebarnya cm. Bunga tersusun dalam tandan bertangkai panjang,tegak,letaknya di ketiak daun (axiler). Kelopak terbagi menjadi lima bewarna kuning terang. Benang sari berjumlah 9-10, 2 besar, 4 kecil sedangkan 3-4 benang sari tereduksi. Buah polong,tebal, berbentuk gepeng, bersayap pada kedua sisinya dengan panjang cm dan lebar mm. setelah tua bewarna hitam,pecah bila sudah masak. Satu buah berisi biji. Biji berbentuk segitiga lancip, bewarna hijau ketika muda dan hitam setelah tua. Daun gelinggang ini bermanfaat sebagai obat yaitu dapat mengobati penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur seperti gatal-gatal,kutu air,jerawat pada wajah,kutu air dan penyakit kulit lainnya. Dari pengalaman juga ada yang mengatakan manfaat daun gelinggang ini dapat menghaluskan kulit yang kering. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Permasalahan : Jerawat biasa Diakibatkan oleh : Keringat yang berlebihan Sebelum pemakaian ampas kopi dan daun gelinggang, jerawat tampak benjolan kecil bewarna kemerahan. Pada saat pemakaian racikan ampas kopi dan daun gelinggang. 204

209 Pada saat pemakaian ampas kopi dan daun gelinggang hari ke-4, jerawat tampak lebih kecil dan kempis. Pembahasan Setelah mengalami kegagalan sebanyak 2 kali dalam meracik ampas kopi dan daun gelinggang hingga akhirnya pada percobaan ke-3 penulis berhasil menemukan racikan ampas kopi dan daun gelinggang yaitu dengan 3 lembar daun gelinggang dan 1 sendok kopi yaitu dilakukan dengan cara pengeringan oleh sinar matahari. Cara inilah yang paling efektif karena dengan mengeringkan ampas kopi dan daun gelinggang tidak akan merangsang pertumbuhan jamur dan juga akan bersifat homogen jika ampas kopi dan daun gelinggang digiling secara bersamaan. Setelah racikan yang tepat didapat kemudian racikan tersebut diaplikasikan setiap hari kepada sampel yang memiliki jerawat hingga sampai hari ke-4 jerawat pun tampak lebih kecil dan kempis. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan a. Meracik ampas kopi dan daun gelinggang sebagai bahan perawatan jerawat yaitu dengan cara menggilingnya secara bersamaan kemudian diawetkan dengan metode pengeringan. b. Ampas kopi dan daun gelinggang dapat digunakan sebagai bahan perawatan jerawat dikarenakan ampas kopi mengandung kafein yang dapat mengangkat sel kulit mati. Disisi lain daun gelinggang mengandung senyawa antibakteri sehingga dapat mempercepat penyembuhan jerawat. 205

210 Saran a. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut terhadap kandungan yang ada pada ampas kopi dan daun gelinggang. b. Penulis memerlukan lebih banyak sampel lagi agar mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat. c. Penulis berharap agar masyarakat dapat memanfaatkan sesuatu yang ada di sekitar kita tanpa harus mengeluarkan biaya yang banyak. LAMPIRAN Racikan percobaan 1 Tanaman gelinggang Daun gelinggang Pada saat racikan percobaan 1 Bubuk daun gelinggang Ampas kopi 206

211 PENGOLAHAN BATU MARMAR MENJADI UBIN DI WORKSHOP POLITEKNIK ACEH SELATAN Devi Satria Saputra Politeknik Aceh Selatan devisatriasaputra@gmail.com ABSTRAK Aceh Selatan memiliki potensi batu marmer yang melimpah,tetapi masyarakat pada umumnya hanya menjual berupa batu saja tanpa adanya pengolahan lebih lanjut. Oleh karena itu,perlu dikaji lebih mendalam mengenai pengembangan batu marmer sehingga diharapkan hasilnya tersebut dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan batu marmer kedepannya dan meningkatkan daya jual akan batu marmer tersebut.politeknik Aceh Selatan memiliki workshop pengolahan batu marmer dengan menggunakan mesin-mesin : mesin pemotong (diamond manchine saw),mesin cincang (marble multy cutting machine),dan mesin poles (polishing machine). Proses pengerjaannya dimulai dari pengangkutan batu marmer dengan menggunakan craine, pemotongan,pencincangan,dan pemolesan. Kata Kunci : Marmer dan proses produksinya PENDAHULUAN Aceh Selatan merupakan salah satu kabupaten wilayah Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang melimpah,salah satunya adalah batu marmer.kualitas batu gamping yang ada di Kabupaten Aceh Selatan tergolong baik untuk diolah menjadi marmer karena memiliki daya tahan yang baik corak yang indah. Tetapi sayangnya hal ini tidak membuat masyarakat di Aceh Selatan melakukan pertambangan batu gamping untuk dijadikan marmer. Faktor yang penyebabnya tidak lain tidak bukan adalah kurangnya pengetahuan akan cara pengolahan batu marmer. Pada umumnya masyarakat Kabupaten Aceh Selatan hanya menjual batu gamping tanpa adanya pengolahan lebih lanjut, sehingga menyebabkan harga jual akan batu gamping tersebut lebih murah. Pada hal ini merupakan salah satu peluang industri yang sangat menjanjikan di Kabupaten Aceh Selatan. Kegiatan penambangan batu marmer dan pengolahan batu marmer akan memberikan dampak positif berupa penyerapan tenaga kerja dan peningkat devisa daerah,namun juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap keberadaan penambangan batu marmer dan pengolahan batu marmer itu sendiri juga terhadap kondisi masyarakat sekitar areal tambang dan pengolahan batu marmer tersebut. 208

212 . Keberadaan industry penambangan batu marmer dan pengolahan batu marmer tentunya akan mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh Selatan baik secara langsung ataupun tidak langsung. Untuk memenuhi kebutan masyarakat akan batu marmer kedepanya, maka kegiatan produksi sangatlah penting. Setelah batu marmer diproduksi,kemudian batu marmer tersebut akan diperjual belikan melalui toko-toko bangunan atau jasa lainnya yang ada disekitar Kabupaten Aceh Selatan untuk dipasarkan kepada masyarakat luas. Hal ini tidak akan timbul atau menjelma dengan sendirinya tanpa ada usaha atau kegiatan. Usaha atau kegiatan ini dilaksanakan melalui sistem produksi Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukan diatas,maka adapun yang menjadi rumusan masalah adalah bagaimana cara pengolahan dan mengembangkan batu marmer menjadi suatu produk yang bernilai ekonomis dengan menggunakan mesin yang ada di workshop Politeknik Aceh Selatan. Batasan Masalah Untuk memudahkan penulisan,maka penulis membuat batasan masalah sebagai berikut : - Penelitian ini dilakukan diworkshop Politeknik Aceh Selatan. - Bahan baku yang digunakan adalah batu marmer yang diambil dari hasil penambangan diwilayah Aceh Selatan. Tujuan penelitian 1. Untuk mengetahui cara dan tahapan proses pengolahan batu marmer di worskshop Politeknik Aceh Selatan. 2. Bertujuan mengetahui bagaimana cara untuk mendapatkan kualitas dan mutu batu marmer. 3. Bertujuan untuk membuka lapangan kerja baru pada Masayarakat dalam pemamfaatan sumber daya alam yang ada. 209

213 Manfaat penelitian 1. Sebagai sarana untuk memperoleh kerja sama antara pihak fakultas dengan perusahaan atau toko-toko bangunan. 2. Memperoleh kesempatan untuk melatih keterampilan dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan dilapangan. TINJAUAN PUSTAKA Batu Marmer Marmer (marble) atau dikenal pula dengan sebutan batu pualam adalah batuan hasil prose metamorphose atau malihan dari batuan asalnya yaitu batu kapur atau domolit. Pengaruh temperatur dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen menyebabkan terjadinya kristalisasi kembali pada batuan tersebut membentukberbagai foliasi maupun non faliasi. Sedangkan dalam istilah dagang (umum) marmer adalah segala jenis batuan yang apabila digosok(di poles) menjadi mengkilat,batuannya bisa berupa batu gamping,marmer,basal,granit dan sebagainya. Jenis dari marmer sangat tergantung dari jenis batuan asalnya, warna asli batu marmer adlah putih,tetapi terdpat juga warna pengotor. Warna pengotor ini yang justru membuat batu marmer menjadi menarik. Mineral pengotor antara lain grafit member warna hitam-coklat,pyrite member warna coklat kemerahan, kadang-kadang didapat juga dalam jumlah sedikit mineral lain yaitu : dolomite,kuarsa,mika,khlorit,plagioklas,epidote,diopsid,piroksen,tremolit,wolasto nite,visuvianite,forsterite,olivine,talk,brucit,serpentin,dan periklas. Selain itu pengaruh suhu dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen menyebabkan terjadi rekristalisasi pada batuan tersebut. Akibat rekristalisasi struktur asal batuan membentuk tekstur baru dan kereturan butir. Marmer akan selalu berasosiasi keberadaan marmer berhubungan dengan proses gaya endogen yang mempengaruhinya baik berupa tekan maupun perubahan temperatur yang tinggi. Marmer Indonesia diperkirakan berumur juta tahun atau berumur kuarter hingga Tersier. Di Indonesia penyebaran marmer tersebut cukup banyak,seperti dapat dilihat pada penggunaan marmer atau batu pualam tersebut biasa dikategorikan kepada dua penampilan yaitu tipe ordinario dan tipe staturio. Tipe ordinario biasanya digunakan untukpembuatan tempat mandi,meja- 210

214 meja,dinding dan sebagainya,sedangkan tipe staturio sering dipakai untuk seni pahat dan patung. Marmer umumnya tersusun atas mineral kalsit karbonat (CaCO3) dengan kandungan mineral minor lainnya yaitu kuarsa,mika,klorit,termolit dan silikat lainnya seperti grapit,hematite dan limonit. Nilai komersial marmer tergantung kepada warna dan tekstur. Marmer yang berkualitas sangat tinggi adalah marmer yang berwarna putih jernih,sebab kandungan kalsitnya lebih dari 90%. Marmer yang berwarna abu-abu dihasilkan dari kandungan grapit pada batuan tersebut, pink dan merah akibat adanya kandungan hematite,kuning dan krem sebagai pengaruh dari kandungan limonit. Berdasarkan besar butirannya,marmer bisa bertekstur halus hingga kasar. Sifat lainnya yang berpengaruh terhadap kualitas marmer adalah porositas,kekuatan regangan,dan ketahanan terhadap pengaruh suhu dan cuaca.( Klasifikasi Batu Marmer Berdasarkan atas teksturnya 1. Statuary Marble : Tekstur lembut,putih bersih 2. Architectural Marble : Warna,tekstur,mutu,dan kekuatan bagus. 3. Ornamental Marble : Warna indah dan bervariasi 4. Onix Marble : Mengandung dolomite/arorgranit, transfaran 5.Cipdin Marble : Mengandung mika dan talk 6. Ruin Marble : Tekstur halus dan seginya tak teratur 7.Breccia Marble : Tekstur kasar dan persegi 8.Sheel Marble : Terdapat fosil Berdasarkan daya aus dan kekuatan tekan marmer kelas Daya Aus (mm/menit) Kekuatan Tekan (Kg/cm²) Sumber : Sukandarrumidi,

215 Proses Penambangan Marmer Untuk mengetahui besarnya cadangan suatu tubuh marmer maka biasanya dilakukan eksplorasi geofisika agar diketahui baik penyebaran horizontal maupun vertikal, kemudian dibuat sumur uji dan pengeboran untuk mengetahui ketebalan lapisan. Untuk mengetahui kualitas marmar di suatu lokasi maka diambil sample yang diuji di laboratorium baik fisika maupun kimia, secara mikroskopis. Sebelum keluar teknologi baru,penambangan marmer dilakukan dengan 2 tahapan yaitu : - Land clearing (pengusapan), yaitu kegiatan pengusapan lapisan tanah dengan menggunakan bulldozer dan ekskavator untuk menggali tanah yang yang menutupi tubuh batuan guna menyiapkan kegiatan penambangan - Kegiatan produksi,yaitu proses pemolaan,pemboran,pemahatan,dan seleksi tiap blok dan mengangkutnya ke lokasi pengolahan selanjutnya. Pengolahan merupakan proses kegiatan memperhalus produk hingga menjadi produk yang siap di pasarkan. Adapun kegiatan tersebut adalah sebai berikut : - Untuk yang masih menggunakan teknologi lama maka blok batu pualam berukuran ( 260 x 100 x 135 ) cm digergaji menjadi lempengan-lempengan dengan ketebalan rata-rata 1,8 sampai 2 cm - Lempengan batu pualam tersebut kemudian di potong menjadi barang setengah jadi,sesuai ukuran-ukuran standar pesanan. - Barang setengah jadi tersebut kemudian digerinda dua tahap dan kemudian disempurnakan atau ditambal dan dipoles pada lapisan-lapisan yang berlubang hingga akan dihasilkan marmer yang mengkilap (http//marmertulugagung.com/15/10/2013). Sistem Produksi Setiap produksi sebenarnya memerlukan suatu system untuk menyediakan barang-barang atau jasa-jasa yang akan dikonsumsi oleh masyarakat. Yang dimaksud dengan system menurut Webster adalah kumpulan dari unsur-unsur yang secara teratur saling pengaruh mempengaruhi atau saling tergantung satu sama lainnya,yang keseluruhan merupakan kesatuan. Suatu system mempunyai banyak 212

216 komponen dan objek,dan dalam produksi komponen-komponen tersebut adalah bahan,mesin,tanah,bangunan,tenaga kerja dan informasi. Proses Produksi Adapun yang dimaksud dengan proses adalah cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan modal) yang aa di rubah untuk memperoleh suatu hasil. Sedangkan produksi adalah suatu kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa. Jadi proses produksi dapat di artikan sebgai car,metode, dan teknik untuk menciptakan/menambah kegunaan suatu barang dengan menggunakan sumbersumber (tenaga kerja,mesin,bahan dan modal) yang ada. Secra umum proses produksi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses produksi terus menerus (continuous processes ) dan proses produksi terputus (intermitten processes). Perencanaan Pabrik Apabila kita hendak mendirikan suatu pabrik, maka kita sebelumnya harus membuat perencanaan (planning). Perencanaanini sangat penting karena menyangkut dengan keuntungan dan perkembangan pabrik kedepannya. Keuntungan dan perkembangan pabrik dapat diperoleh bila pabrik beroperasi secara efesien dan efektif. Ada beberapa faktoryang perlu diperhatikan dalam perencanaan, yaitu penentuan lokasi suatu pabrik, perencanaan bangunan pabrik,serta penyusunan peralatan pabrik(plant lay out ). Material Handling Dalam produksi terdapat berbagai macam proses yang harus dilalui oleh suatu produk sampai selesai dan siap untuk dikirim ke pasar. Untuk memungkinkan proses produksi ini dapat berjalan dibutuhkan adanya pergerakan atau perpindahan bahan (material handling). Material handling merupakan kegiatan mengangkat,menganggkut dan meletakan bahan-bahan/barang-barang dalam proses di dalam pabrik,kegiatan mana dimulain dari sejak bahan-bahan masuk atau diterima dipabrik sampai pada saat barang jadi/produk akan dikeluarakan dari pabrik. Banyak orang yang mengira bahwa kegiatan material handling merupakan kegiatan 213

217 yang kurang penting dalam suatu pabrik. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian hal ini dikarenakan banyak sekali kegiatan/pekerjaan yang harus dilakukan untuk pemindahan dan peletakan barang dalam tingkat tan proses produksi yang harus dilalui oleh barang dalam suatu pabrik. Dalam kegiatan material handling diperlukan adanya penelaahan atau penyelidikan aspek-aspek produksi yang meliputi : a. Product design, dimna produk yang direncanakan harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah diangkut/dipindahkan. b. Plant layout, dimana bagian-bagian dan peralatan haruslah diatur agar suapaya pemindah bahan/barang dalam proses dapat berjalan dengan lancar,sehingga dapat mengurangi waktu pengerjaan dan waktu material handling. c. Production planning, dimana urutan-uratan proses produksi haruslah diatur sedemikian rupa sehingga pemindahan bahan/barang mudah dilaksanakan. d. Packing/pengepakan,haruslah memperhatikan agar handlingnya mudah,dimana pembungkus atau pakkannya mudah diangkut atau dipindahkan. Pengawasan (Control) Produksi Untuk memungkinkan pabrik dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan,maka dibutuhkan adanya kegiatan pengawasan atas system produksi agar penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dapat segera diketahui dan di perbaiki. Adapun yang dimaksud dengan pengawasan produksi adalah kegiatan untuk mengkoordinir aktivitas-aktivitas pengerjaan atau pengelolaan agar waktu penyelesaiannya yang telah di tentukan terlebih dahulu dapat dicapai secara efektif dan efesien. Sebenarnya pengawasan produksi juga merupakan suatu system jaringan saraf dari suatu pabrik yang mengawasi jalannya proses produksi agar barang-barang yang dihasilkan sesuai dengan rencana yang telah di buat,baik mengenai harga,biaya,kuantitas maupu kualitasnya. Dengan adanya pengawasan produksi dalam suatu pabrik, maka perusahaan akan memperoleh kentungan berupa : 1. Dapat membantu tercapainya operasi produksi yang efesien dari suatu pabrik. Pengawasan produksi ini memberikan kepada manajement akan keterangan 214

218 keterangan atau data-data yang di perlukan merencanakanpekerjaan dalam suatau pabrik,sehingga dapat dicapai pengeluaran yang minimum dan efesien yang optimum,akhirnya keuntungan yang lebih besar akan tercapai. 2. Membantu merencanakan prosedur pengerjaan yang kacau sehingga dapat lebih teratur dan terarah serta membuat pekerjaan yang ada lebih mudah dikerjakan 3. Menjaga agar supaya tersedia pekerjaan atau kerja yang dibutuhkan pada titik minimum, sehingga dengan demikian akan dapat dilkukan penghematan dalam penggunaan tenaga kerja dan bahan. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Pengangkatan Batu Marmer Untuk mengangkat batu marmer, harus menggunakan katrol dan tali sebagai penghubung antara katrol dan batu. Tali yang digunakan harus kuat dan lilitannya sangat erat, hal ini dikarenakan untuk mengantisipasi agar batu tidak jatuh pada saat pengangkutan. Dalam mengangkat batu juga dibutuhkan jumlah tenaga yang banyak karena masih menggunakan alat pengangkat berupa katrol yang semimanual. Katrol di ikat pada sebuah tiang penyangga yang terbuat dari baja dan dilengkapi dengan roda sehingga mudah untuk digerakkan. Untuk mendorong tiang penyangga tersebut, di butuhkan dua orang pekerja yang masing-masing mendorong satu tiang penyangga. Disini dibutuhkan kekompakkan para pekerja yang satu dengan pekerja laiinya dalam mendorong tiang penyangga agar dapat bergerak secara bersamaan. Waktu yang diperlukan untuk proses pengangkutan tergantung kepada berat batu yang di angkat dan proses pengikatan batu tersebut. Pada saat pengambilan data lapangan, waktu yang dibutuhkan untuk proses pengangkatan ini adalah ± 25 menit. Proses Pemotongan Batu Marmer Pada proses ini, batu marmer yang sudah diangkat diletakkan pada meja material. Meja material dilengkapi dengan triplek dan kayu rang. Hal ini berguna pada saat proses pemotongan batu, mata msin potong tidak memakan langsung meja material. Meja material dilengkapi dengan roda yang memudahkan untuk menggerakkan meja material tersebut ke arah depan dan belakang. Untuk memotong batu marmer dibutuhkan kesabaran dan ketelitian agar hasil yang di 215

219 dapatkan sesuai dengan yang diharapkan. Adapun kedalaman pada saat pemotongan adalah 5 cm dimulai dari kanan menuju ke kiri sampai benar-benar terpotong semuanya. Kemudian mata mesin pemotong (diamond menchine saw) diturunkan 5 cm lagi dan dimulai dari kiri menuju ke kanan. Dan begitu seterusnya smapai batu marmer benar-benar terbelah menjadi 2 bagian. Dalam hal ini sebenarnya kita dapat memotong langsung sekali jalan, tetapi hal tersebut tidak akan dilakukan mengingat debit air yang keluar sangat kecil sehingga secara tidak langsung dapat mengakibatkan keausan pada mata mesin pemotong (diamond menchine saw ). Pada saat pengambilan data lapangan, waktu yang dibutuhkan untuk memeotong satu sisi batu marmer ±18.33 menit. - Kondisi batu yang didapatkan adalah panjangnya 85 cm dengan lebar 45 cm, serta ditemukan lubang pada permukaan batu dengan kedalaman 2,19 cm. - Pengukuran batu marmer dilakukan untuk menentukan ketebalan batu yang akan di potong dengan ketebalan 2,6 cm. - Pada pemotongan sisi satunya lagi, membutuhkan waktu menit dengan kondisi batu yang bagus tanpa cacat sedikitpun. Proses Pemolesan Marmer Sebelum batu di poles, hal yang pertama harus diperhatikan adalah sisi permukaan batu marmer. Yang permukaannya bagus dan tidak ditemukan ccat, maka yang dilihat adalah tekstur dari pada permukaan sisi batu marmer tersebut, mana corak yang bagus itulah yang akan dipoles. Pada proses pemolesan tidak seluruh permukaan batu marmer akan di poles, sebab batu marmer akan dipotong lagi. Jadi bagian yang mengalami pemolesan adalah bagian hasilnya saja. Oleh karena itu sebelum proses pemolesan, permukaan batu marmer akan di tandai dengan spidol berapa luas daerah yang akan dipoles. Ada 7 (tujuh) tahapan pada proses pemolesan, yaitu : - Hampod no 50, ini membutuhkan waktu yang relative lama karena permukaan batu marmer masih kasar. Pada saat pengambilan data lapangan, waktu yang dibutuhkan adalah 6.22 menit. - Hampod No 150, permukaan sisi batu marmer sudah tidak terlalu kasar lagi dan pada saat pengambilan data lapangan, waktu yang dibutuhkan adalah 4.16 menit. 216

220 - Hampod No 300, permukaan sisi batu marmer sudah lumanyan licin dibandingkan sebelumnya. Serta pada saat pengambilan data lapangan, waktu yang dibutuhkan adalah 3.6 menit. - Hampod No 500, permukaan sisi batu marmer sudah licin dibandingkan hampod No Pada saat pengambilan data lapangan, waktu yang dibutuhkan adalah 2.70 menit. - Hampod No. 800, permukaan sisi batu marmer sudah lumanyan licin dengan waktu yang dibutuhkan adalah 2.37 menit. - Hampod No 1500, permukaan sisi batu marmer sudah benar-benar licin. Pada saat pengambilan data lapangan, waktu yang dibutuhkan adalah 1.74 menit. - Obat pemoles untuk mendapatkan hasil kelicinan permukaan batu marmer yang maksimal. Pada saat pengambilan data lapangan, waktu yang di butuhkan adalah 1.05 menit. Untuk memudahkan memahami tahapan-tahapan pada proses pengolahan batu marmer, dapat digambarkan dalam sebuah peta aliran proses. Adapun gambaran dari peta aliran proses pengolahan batu marmer adalah sebagai berikut : : Bahan baku dan alat pendukaung lainnya yang akan digunakan diambil di gudang/tempat penyimpanan bahan dan alat. : pengambilan bahan dan alat yang akan digunakan pada tempat penyimpanan : penyiapkan semua bahan dan alat yang digunakan : mengambil tali : Proses pengikatan batu dengan menggunakan tali dan pemeriksaan apakah tali benar-benar terikat dengan erat atau tidak : Proses pengangkatan batu marmer dengan menggunakan katrol : Meletakkan batu yang sudah diangkat di atas meja material dan periksa batu tersebut sudah berada pada posisi yang tepat : pengambilan oli untuk melumasan mata mesin potong : Mata mesin pemotong (diamond menchine saw) diolesi oli dan sekaligus Memeriksa mata mesin potong sudah merata diolesi atau tidak : Proses pembelahan batu marmer 217

221 : Menunggu hasil pemotongan batu marmer benar-benar kering. : Mengambil jangka sorong : mengukur kerataan permukaan batu marmer dengan jangka sorong dan ketebalan batu yang akan dipotong selanjutnya : Proses pembelahan batu marmer sisi satunya lagi. : Membawa hasil pemotongan batu ketempat mesin pemolesan (polishing manchine) : Menunggu hasil pemotongan batu marmer benar-benar kering : mengambil meteran dan jangka sorong : mengukur luas permukaan batu yang sudah dibelah dengan menggunakan meteran : Melihat luas permukaan batu marmer yang memungkinkan untuk dipotong dan memperkirakan luas besar bersih yang akan dihasilkan : Menandai luas permukaan batu marmer yang akan dipoles, dan memeriksa hasil pengukuran. : Mengambil mata mesin pemoles dan Hampod No 50 : Pemasangan mata mesin pemoles dan hampod No. 50 serta memeriksa hasil dari pemasangan tersebut. : proses pemolesan dan pemeriksaan hasil pemolesan : Pelepasan Hampod No. 50 : Mengembalikan Hompad 50 dan mengambil hampod No. 150 : Pemasangan Hampod No. 150 pada mata mesin pemolesan serta memeriksa hasil dari pemasangan tersebut. : Proses pemolesan dan pemeriksaan hasil dari pemolesan No. 150 : Pelepasan Hampod No 150 : Mengembalikan Hampod No. 150 dan pengambilan No. 300 : pemasangan hampod No 300 pada mata mesin pemoles serta memeriksa Hasil dari pemasangan tersebut. : proses pemolesan dan pemeriksaan hasil dari pemolesan : Pelepasan Hampod No

222 : Pengembalikan hampod No. 300 dan pengambilan hampod No. 500 : pemasangan hampod No 300 pada mata mesin pemoles serta memeriksa hasil dari pemasangan tersebut. : proses pemolesan dan pemeriksaan hasil dari pemolesan : Pelepasan Hampod No 500 : Pengembalikan hampod No. 500 dan pengambilan hampod No. 800 : pemasangan hampod No 800 pada mesin pemoles serta memeriksa hasil dari pemasangan tersebut. : proses pemolesan dan pemeriksaan hasil dari pemolesan : Pelepasan Hampod No 800 : Pengembalikan hampod No. 800 dan pengambilan hampod No : pemasangan hampod No 1500 pada mata mesin pemoles serta memeriksa hasil dari pemasangan tersebut. : proses pemolesan dan pemeriksaan hasil dari pemolesan : Pelepasan Hampod No 1500 : Pengembalikan hampod No dan pengambilan obat pemoles. : pemasangan obat pemoles pada mata mesin pemoles serta memeriksa Hasil dari pemasangan tersebut. : Proses pemolesan dan pemeriksaan hasil dari pemolesan : Pelepasan obat pemoles dari mata mesin pemoles : Batu marmer yang sudah di poles di bawa ke gudang : Hasil produksi batu marmer disimpan ke tempat penyimpanan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan tujuan pembahasan diatas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Proses pengolahan batu marmer terbagi menjadi 3 tahapan yaitu proses pengangkatan batu marmer, proses pemotongan dan proses pemolesan. 2. Kualitas batu marmer sangat ditentukan oleh tekstur, arah pemotongan terhadap pola tekstur dan teknik pemolesannya. 3. Kualitas batu marmer salah satunya ditentukan oleh teknik pemolesannnya. 219

223 Saran Berdasarkan penelitian di atas, dapat dikemukan saran-saran sebagai berikut : 1. Pada saat pengoperasian mesin untuk proses pengolahan batu marmer diharapkan tersedianya air yang cukup sehingga proses produksi dapat berjalan dengan cepat dan lancar serta pengairan yang tepat. Supaya limbah air dapat dapat mengalir dengan lancar dan tidak terjadi genangan air di lokasi workshop pengolahan batu marmer Politeknik Aceh Selatan. 2. Karena batu marmer ukurannya berbeda-beda dan relative besar, untuk megangangkat batu tersebut juga menggunakan Craine sangatlah beresiko, membuthkan waktu yang lama dengan tenaga kerja yang banyak. Oleh karena itu sebaiknya menggunakan mobil angkat barang seperti Forklift. 3. Mengingat batu marmer tidak tahan dengan air hujan, maka kedepannya tersedia gudang untuk penyimpanan baik itu untuk menyimpanan bahan baku yang masih berupa batu marmer maupun penyimpanan untuk produk akhir dari hasil pengolahan batu marmer berupa ubin. DAFTAR PUSTAKA Anssauri, Sofjan. Manjement Produksi. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Ginting, Rosnani. Sistem Produsi Edisi. Edisi Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu, akses 15 Oktober akses 15 Oktober

224 LAMPIRAN 221

225 PENERAPAN METODE KOREKSI PEAK NORMALIZATION PADA APLIKASI LASER PHOTO-ACCOUSTIC SPECTROSCOPY (LPAS) UNTUK PREDIKSI KUALITAS AIR DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR GAMPONG JAWA KOTA BANDA ACEH Khairul Abdi Ruslana, Agus Arip Munawar, Ichwana Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala khairulabdiruslana1995@gmail.com ABSTRAK Air sebagai salah satu elemen penting dalam kehidupan memiliki kelas kelasnya tersendiri. Pengujian kualitas air adalah cara untuk membedakan kelas kelas tersebut. Laser Photo-Acoustic Spectroscopy (LPAS) merupakan suatu alat yang mampu mendeteksi parameter yang terkandung pada sampel air dengan menangkap getaran bunyi yang dihasilkan oleh benturan antara cahaya dan sampel air tersebut. Sebanyak 8 sampel air diambil untuk diteliti dengan 4 sampel air diambil di dalam lingkup TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan 4 sampel di sumur masyarakat di luar lingkup TPA. Metode koreksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode koreksi peak normalization. Metode koreksi peak normalization adalah salah satu metode koreksi yang dapat menormalkan data data pada puncak spektrum gelombang dan menghilangkan gangguan (noise). Metode regresi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode regsresi PLSR (Partial Least Square Regression). Hasil penelitian ini menunjukkan panjang gelombang relevan untuk prediksi kualitas air sumur menggunakan rentang panjang gelombang cm -1 dimana parameter suhu, kekeruhan, TSS, ph, DO, BOD-5 dan nitrat (NO 3-) berada pada rentang panjang gelombang tersebut. Untuk parameter suhu, TSS, ph, DO dan Nitrat (NO 3-) data raw spektrum lebih baik dari pada data spektrum peak normalization sementara parameter kekeruhan dan BOD-5 lebih baik menggunakan data spektrum peak normalization. Penelitian ini menunjukkan bahwasanya metode koreksi peak normalization mampu menormalkan data data pada puncak spektrum gelombang dan menghilangkan noise pada spektrum tersebut. Metode regresi PLSR (Partial Least Square Regression) dapat diterapkan pada LPAS (Laser Photo-Acoustic Spectroscopy) dalam memprediksi kandungan parameter suhu, kekeruhan, TSS, ph, DO, BOD-5 dan Nitrat (NO 3-). Kata Kunci: Kualitas Air; Laser Photo-Acoustic Spectroscopy (LPAS) ; Metode Regresi; Metode Koreksi PENDAHULUAN Air merupakan salah satu elemen paling penting dalam kehidupan makhluk hidup. Namun dalam penggunaannya, kualitas air perlu diperhatikan karena air memiliki tingkatan kualitas. Dan untuk mengetahui tingkatan kualitas air tersebut diperlukan adanya pengujian dengan menggunakan suatu alat. Laser Photo- Acoustic Spectroscopy (LPAS) adalah suatu alat yang mampu memprediksi kandungan pada suatu bahan dengan memanfaatkan getaran bunyi yang dihasilkan bahan tersebut sebagai akibat dari adanya benturan bahan tersebut dengan cahaya. 223

226 Dan dalam menentukan hasil akuisisinya LPAS menggunakan beberapa software salah satunya software Unscrambler X version Pada software ini terdapat beberapa metode koreksi yang dapat digunakan untuk menghilangkan beberapa gangguan pada data yang didapatkan pada saat melakukan proses akuisisi. Salah satu metode koreksi tersebut adalah metode koreksi peak normalization. Peak normalization berfungsi untuk menormalkan data data yang terdapat pada puncak puncak gelombang. Permasalahan yang dapat dirumuskan pada penelitian ini ialah apakah dengan menerapkan metode koreksi peak normalization mampu menghasilkan data spektrum yang lebih baik dari pada data raw spektrum (data original sebelum dikoreksi). Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menganalisa keakuratan data spektrum hasil koreksi dengan menggunakan metode koreksi peak normalization. TINJAUAN PUSTAKA Kualitas air merupakan komoditas yang paling penting bagi makhluk hidup dan lingkungan manusia [5]. Air tergolong sumber energi yang banyak dibutuhkan untuk aktivitas manusia di antaranya pasokan air bagi industri, irigasi pertanian, minum, dan lain-lain. Adanya aktivitas manusia tersebut jika tidak diimbangi dengan pengelolaan sumber air yang baik, maka dapat berpotensi memengaruhi penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya air. Penyebab masalah penurunan kualitas dan kuantitas air diakibatkan oleh aktivitas-aktivitas manusia pada umumnya, seperti kegiatan industri, domestik dan kegiatan lain yang berdampak negatif terhadap sumber daya air, sehingga dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air (Habiebah& Catur, 2014). Teknologi LPAS (Laser Photo-Acoustics Spectroscopy) merupakan teknik atau metode yang menggunakan radiasi sinar laser untuk menganalisa komposisi kimia dari bahan organik. Informasi kandungan kimia ini didapatkan berdasarkan reaksi dari bahan biologik setelah diberi radiasi sinar laser. Interaksi antara bahan biologik dan sinar laser dapat dijelaskan sebagai berikut, ketika sinar photon yang berasal dari lasertube jatuh mengenai objek biologik (Gambar 1) maka akan terjadi vibrasi pada struktur kimia bahan. Spektrum LPAS dalam bentuk transmisi 224

227 dideteksi oleh sensor khusus seperti sensor piezoelectric (PZT) yang dapat mendeteksi optik dan akustik secara bersamaan. Sinar laser menyebabkan terjadinya fluktuasi tekanan pada struktur bahan dan hal ini yang dideteksi sebagai gelombang akustik atau ultrasonik (Munawar et al, 2016). BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Instrumentasi dan Energi, Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Analisis sampel air dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri (BARISTAND) Banda Aceh. Alat yang digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah Global Positioning System (GPS), self developed LPAS single beam, sensor Piezoelectric, Mikrokontroller, unscrambler software X version 10.5, dan ArcGIS 10.3.Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sumur pantau 1 (SP1), sumur pantau 2 (SP2), sumur pantau 3 (SP3), sumur bor (SB), sumur masyarakat 1 (SM1), sumur masyarakat 2 (SM2), sumur masyarakat 3 (SM3), dan sumur masyarakat 4 (SM4). Spektrum transmisi LPAS diakuisisi dengan metode pulsed excitation dengan wavenumber cm %(.Beberapa parameter yang diukur diantaranya ialah suhu, TSS, kekeruhan, ph, DO, BOD-5 dan nitrat (NO3-). Untuk memprediksi kualitas air diperlukan model regresi berdasarkan data sifat elektro-optik air (variabel X) dan dan data kualitas air hasil pengukuran di laboratorium (variabel Y). Model regresi yang digunakan ialah Partial Least Square Regression (PLSR). Skema model regresi ini dapat dilihat pada Gambar 1. Spektrum LPAS sampel air Kadar kualitas air Model prediksi kualitas air dengan metode PLS Gambar 1. Skematik Pembangunan Model Prediksi Kualitas Air Berbasis LPAS 225

228 Kemudian keakuratan model regresi dalam memprediksi akan dievaluasi dengan melihat parameter statistik yang meliputi; koefisien korelasi (r), root mean square error (RMSE), residual predictive deviation index (RPD), dan jumlah latent variable (LV). Beberapa parameter statistik Nilai Error (SEC), Nilai Koefisien Korelasi (r), Nilai Koefisien Determinasi (R 2 ), dan RPD dihitung dengan persamaan sesuai Tabel 1. Dan Interpretasi nilai koefisien determinasi dapat dilihat pada Tabel 2 dan nilai RPD pada Tabel 3. Tabel 1. Persamaan Statistika Untuk Evaluasi Model Kalibrasi Persamaan SEC (%) ( %( B D E Rekomendasi Sekecil mungkin. Rasio antara SEC dan SEP mendekati 100. r = F G%FH G I G %IH G Sebaiknya mendekati 1 diatas 0,90 JF G %FH G K I G %IH G K sudah tinggi. = F G%FH G I G %IH G JF G %FH G K I G %IH G K 0,5 RPD = LM NOPQR Sumber : Ulva, ,5 Tabel 2. Interpretasi Nilai Koefisien Determinasi (R 2 ) Nilai Koefisien Determinasi Interpretasi 0,50 0,65 Lebih dari 50% variabel Y dipengaruhi oleh variabel X 0,66 0,81 Mendekati prediksi kuantitatif 0,82-0,90 Prediksi yang baik > 0.91 Prediksi yang sangat baik Sumber :Karoui et al, 2006 Tabel 3. Interpretasi Nilai RPD Nilai RPD Interpretasi 1,5 1,9 Prediksi masih kasar (sufficient performance) 2 3 Prediksi yang baik (good model performance) > 3 Prediksi yang sangat baik (very good performance) Sumber : Nicolai et al, 2007 Parameter statistik yang diukur untuk mengevaluasi keakuratan dan kehandalan model diantaranya : koefisien kolerasi (r), koefesien determinasi (R 2 ), residual predictive deviation (RPD) index, root mean square error cross validation 226

229 (RMSECV), root mean square error calibration (RMSEC), latent variable (LV), dan RMSE. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL UJI KUALITAS AIR OLEH BARISTAND Tabel 4. Hasil analisa Laboratorium BARISTAND Banda Aceh untuk pengujian kualitas air pada masing masing sampel. Sampel Hasil Uji Parameter Suhu Kekeruhan TSS ph BOD-5 DO NO3- SP C 6.89 NTU mg/l mg/l 1.18 mg/l 1.5 mg/l SP C NTU 60 mg/l mg/l 6.19 mg/l 1.6 mg/l SP C NTU mg/l mg/l 3.02 mg/l 1.7 mg/l SB 26.3 C NTU mg/l mg/l 1.9 mg/l 1.9 mg/l SM C NTU mg/l mg/l 3.38 mg/l 2.2 mg/l SM C NTU 25 mg/l mg/l 0.22 mg/l 1.7 mg/l SM C 0.68 NTU 13.17mg/L mg/l 5.57 mg/l 1.8 mg/l SM C 3.24 NTU 12.5mg/L mg/l 5.24 mg/l 1.3 mg/l Sumber : BARISTAND, 2017 Spektrum Transmisi LPAS Kualitas Air Sumur Spektrum transmisi kualitas air menggunakan rentang panjang gelombang cm- 1. Spektrum transmisi untuk sampel air ini dapat terjadi akibat adanya perubahan vibrasi energi dalam bentuk overtone, widging dan twisting. Spektrum LPAS ini berbasis elektro-optik sehingga termasuk salah satu metode yang tidak merusak bahan (non-destructive method). Spektrum tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 dimana gambar tersebut menunjukkan letak masing masing parameter sampel air pada rentang panjang gelombang tertentu. Gambar 2. Spektrum transmisi LPAS dari sampel air 227

230 Kemudian data spektrum tersebut dikoreksi dengan menggunakan peak normalization sehingga gambar spektrum berubah mannjadi seperti pada Gambar 3. Gambar 3. Spektrum transmisi LPAS dari sampel air menggunakan peak normalization Melalui Gambar 2 dan Gambar 3 diatas, maka dapat dilihat bahwasanya terdapat perubahan pada spektrum tansmisi LPAS hasil koreksi menggunakan metode koreksi spektrum peak normalization. Hal ini dikarenakan spektrum raw (spektrum pertama yang didapatkan setelah hasil akuisisi) telah dinormalkan pada puncak puncaknya yang memiliki noise (gangguan pada saat melakukan akuisisi). Metode koreksi peak normalization berfungsi untuk menormalkan data data parameter pada tiap puncak gelombang spektrum, menghilangkan noise akibat adanya gangguan vibrasi (getaran), gangguan scattering photon (hamburan cahaya) dan pengaruh over-heat (panas berlebih pada sekitar sampel yang akan diuji) pada saat melakukan proses akuisisi. Panjang Gelombang Relevan untuk Prediksi Kualitas Air Sumur Panjang gelombang relevan yang digunakan pada penelitian ini adalah 4000 cm cm -1. Artinya keberadaan parameter parameter yang diuji tersebut sudah pasti berada pada rentang panjang gelombang 4000 cm cm -1. Keberadaan masing masing parameter pada spektrum ditentukan pada tiap tiap puncak gelombang dan lembah gelombang pada grafik loading plot. Berikut ini merupakan gambar gambar grafik loading plot tiap parameter. 228

231 Gambar 4. Loading plot deteksi suhu Gambar 5. Loading plot deteksi kekeruhan Gambar 6. Loading plot deteksi TSS 229

232 Gambar 7. Loading plot deteksi ph Gambar 8. Loading plot deteksi DO Gambar 9. Loading plot deteksi BOD-5 230

233 Gambar 10. Loading plot deteksi Nitrat (NO3-) Prediksi Kualitas Air Berbasis Spektrum LPAS Prediksi parameter kualitas air dapat dilakukan dengan menggunakan model regresi PLSR yang dapat mengukur korelasi antara variabel X dan variabel Y. Kemudian diperoleh data raw spektrum (data spektrum sebelum dikoreksi) setelah itu data raw spektrum tersebut dikoreksi dengan metode koreksi peak normalization sehingga menghasilkan data spektrum peak normalization. Hasil prediksi beberapa parameter kualitas air menggunakan data raw spektrum dan data spektrum peak normalization dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5. Data Hasil Kalibrasi Raw Spektrum Untuk Prediksi Kualitas Air. Parameter RMSEC SD RPD R² r Suhu Kekeruhan TSS ph BOD DO Nitrat NO U V Tabel tersebut menunjukkan bahwasanya parameter kualitas air dapat diprediksi walaupun hanya menggunakan data raw spektrum. Tabel tersebut menunjukkan bahwasanya nilai error (RMSEC) paling rendah terdapat pada parameter Nitrat (NO3-) sementara nilai nilai error (RMSEC) paling tinggi terdapat pada parameter kekeruhan. Untuk nilai R 2 tertinggi terdapat pada parameter TSS 231

234 dan parameter DO sementara nilai R 2 terendah terdapat pada parameter suhu. Nilai r tertinggi terdapat pada parameter TSS dan parameter DO sementara nilai r terendah terdapat pada parameter suhu. Dan nilai RPD tertinggi terdapat pada parameter TSS dan nilai RPD terendah terdapat pada parameter suhu. Tabel 6. Data Hasil Kalibrasi Menggunakan Metode Koreksi Peak Normalization Untuk Prediksi Kualitas Air. Parameter RMSEC SD RPD R² r Suhu Kekeruhan TSS ph BOD DO Nitrat NO U V Tabel diatas menunjukkan bahwasanya nilai error (RMSEC) tertinggi terdapat pada parameter TSS dan nilai error (RMSEC) terendah terdapat pada parameter suhu. Untuk nilai R 2 tertinggi terdapat pada parameter DO sementara nilai R 2 terendah terdapat pada parameter suhu. Nilai r tertinggi terdapat pada parameter DO sementara nilai r terendah terdapat pada parameter suhu. Dan nilai RPD tertinggi terdapat pada parameter BOD-5 dan nilai RPD terendah terdapat pada parameter suhu. Untuk parameter suhu, TSS, ph, DO dan Nitrat (NO3-) data raw spektrum lebih baik dari pada data spektrum peak normalization. Hal ini dikarenakan data r, R 2, RPD yang didapatkan pada data raw spektrum lebih tinggi dari error (RMSEC) yang dihasilkan oleh data raw spektrum lebih rendah dibandingkan dengan data spektrum peak normalization. Pada parameter kekeruhan dan BOD-5 data spektrum peak normalization lebih baik dari pada data raw spektrum. Hal ini dikarenakan data r, R 2, RPD yang didapatkan pada data spektrum peak normalization lebih tinggi dari pada data raw spektrum. Sementara nilai error (RMSEC) yang dihasilkan oleh data peak normalization spektrum lebih rendah dibandingkan dengan data raw spektrum. 232

235 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Data raw spektrum pada parameter suhu, TSS, ph, DO dan Nitrat (NO3-) lebih baik dari pada data spektrum yang dihasilkan data spektrum peak normalization. Hal ini dikarenakan data raw spektrum pada parameter suhu, TSS, ph, DO dan Nitrat (NO3-) menghasilkan nilai error (RMSEC) lebih rendah dan nilai r, R 2 dan RPD yang dihasilkan lebih besar dari pada data yang dihasilkan oleh metode koreksi peak normalization. 2. Data spektrum peak normalization untuk parameter kekeruhan dan BOD-5 lebih baik dari pada data spektrum yang dihasilkan data spektrum raw. Hal ini dikarenakan data spektrum peak normalization pada parameter kekeruhan dan BOD-5 menghasilkan nilai error (RMSEC) lebih rendah dan nilai r, R 2 dan RPD yang dihasilkan lebih besar dari pada data yang dihasilkan oleh data raw spektrum. 3. Metode regresi PLSR (Partial Least Square Regression) dapat diterapkan pada LPAS (Laser Photo-Acoustic Spectroscopy) dalam memprediksi kandungan parameter suhu, kekeruhan, TSS, ph, DO, BOD-5 dan Nitrat (NO3-). Saran Saran dari penelitian ini diantaranya ialah : 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mendeteksi parameter parameter lain seperti Fosfat, Daya Hantar Listrik, Total Padatan Terlarut (TPT) dan salinitas pada sampel air. 2. Perlu diterapkan metode regresi linear seperti metode SVMR (Support Vector Machine Regression), PCA (Principal Component Analysis) maupun metode regresi non linear 233

236 DAFTAR PUSTAKA Habiebah, Raden Ayu Shufairaa & Catur Retnaningdyah Evaluasi Kualitas Air Akibat Aktivitas Manusia di Mata Air Sumber Awan dan Salurannya, Singosari Malang. Laboratorium Ekologi dan Diversitas Hewan Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang. Jurnal Biotropika Vol. 2 No Karoui R., A, M. Mouazena, E. Dufourb, L. Pilllonelc, E. Schallerd, J. De Baerdamaekera, dan J.O. Bossetc Chemical characterisation of european emmental cheese by Near Infrared Spectroscopy using chemometric tools. International Dairy Journal. 16: Munawar, A.A., Yusmanizar, Syah, H Rapid and simultaneous detection of honey adulteration and quality attributes prediction using Near Infrared Spectroscopy. AIC-ICMSA conference, 4-6 October Nicolai, B.M., K. Buellens, E. Bobelyn, A. Peirs, W. Saeys, K.I. Theron, dan J. Lamertyn. (2007). Nondestructive measurement of fruit and vegetable quality by means of NIR spectroscopy : A review. Postharvest Biology and Technology, 46, Ulva, M. C Prediksi Kadar Air Bubuk Biji Kakao Menggunakan NIRS Dengan Metode PLS (Dengan Pre-Treatment Derivative ke-1 dan Mean Centering). Skripsi Jurusan Teknik Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh, Indonesia. Zulfahrizal, A. A. Munawar, dan H. Meilina Rancang bangun alat sensor portable berbasis pengembangan aplikasi teknologi Near Infrared sebagai metode baru yang Rapid dan Non-Destructive untuk prediksi kualitas kakao. Laporan Penelitian. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. LAMPIRAN Foto 1. Pengambilan Sampel Air Pada Salah Satu Sumur Pantau 234

237 Foto 2. Pengambilan Sampel Air Sumur Bor TPA (SB) Foto 3. Pengambilan Sampel Air Pada Salah Satu Sumur Masyarakat Foto 4. Proses Akuisisi Spektrum Pada Sampel Air Foto 5. Rangkaian Laser Photo-Acoustic Spectroscopy 235

238 PEMBANGUNAN KARAKTER BERKEARIFAN LOKAL ACEH SEJAK USIA DINI (KAJIAN SATRA LISAN DODA IDI) Herman R, Saiful, Sanusi, Mukhlis Dosen FKIP dan Peneliti Universitas Syiah Kuala ABSTRAK Penelitian ini berkenaan dengan konsep pembangunan karakter berbasis budaya, tepatnya dengan kearifan lokal Aceh. Kajian dilakukan pada teks sastra lisan Aceh, yakni syair doda idi. Syair doda idi atau nyanyian buaiyan merupakan sastra lisan Aceh yang sudah hidup sejak lampau, dibawakan turun temurun dari generasi ke generasi. Doda idi merupakan konsep kearifan dalam memberikan nasihat-nasihat terkait karakter bagi setiap anak Aceh sejak usia dini. Melalui syair doda idi, para ibu di Aceh menyampaikan segala pesan tentang kehidupan. Hasil kajian menunjukkan bahwa syair doda idi mengandung pembangunan karakter dalam lingkup (1) religius atau ketauhidan; (2) ketakziman, baik kepada orang tua, guru, maupun kepada pemimpin; (3) tatakrama/pergaulan; (4) bela negara atau cinta tanah air. Hasil lainnya menunjukkan bahwa pembangunan karakter masyarakat dengan konsep kearifan lokal akan hidup sepanjang usia zaman. Oleh karena itu, pembangunan apa pun, fisik maupun nonfisik, mesti dilandasi dengan budaya dan kearifan lokal. Kata kunci: karakter, doda idi, nursery song, kearifan lokal. PENDAHULUAN Pembangunan selalu diidentikkan dengan bentuk fisik atau infrastruktur seperti jalan, rumah, gedung, dan jembatan. Sejatinya, sebuah pembangunan mesti berlandaskan kebudayaan. Pembangunan apa pun, tanpa pondasi kebudayaan, ia akan mudah rubuh bahkan hancur. Pembangunan infrastruktur sekali pun, jika dilakukan oleh manusia tak berbudaya, akan mudah hancur bahkan sebelum infrastruktur tersebut tercipta. Oleh karenanya, manusia sebagai agen pembangunan mesti memiliki karakter kebudayaan. Karakter kebudayaan dimaksud menjadi konsep membangun manusia. Konsep dimaksud bisa disampaikan melalui petuah, pepatah, peribahasa, dan sastra lisan yang hidup dalam lingkungan masyarakat. Mengutip Koentjaraningrat (2002), kebudayaan merupakan sesuatu yang universal sebagai pondasi setiap gerakan, termasuk gerakan pembangunan. Ada tiga unsur kebudayaan yang ditawarkan Koentjaraningrat dalam membangun karakter manusia, yakni (1) pola pikir yang tercermin pada adat dan istiadat; (2) sistem nasional yang tergambar dalam perilaku; (3) kebudayaan fisik yang termaktub dalam kesenian. Ketiga hal ini penting pula membentuk manusia yang berkarakter dan berbudaya. 236

239 Lebih lanjut, Koentjaraningrat dalam bukunya berjudul Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan mengungkapkan bahwa dalam kebudayaan terkandung sistem nilai. Dengan nilai-nilai tersebut, setiap pembangunan akan merujuk pada kearifan lokal (local wisdom). Dalam konteks Aceh, misalnya, pembangunan berkearifan lokal tidak bisa dilepaskan dari hadih maja, syair, dan ungkapan lisan. Ungkapan lisan atau boleh disebut sebagai sastra lisan merupakan sarana penting mewujudkan membangun karakter manusia. Sastra lisan yang paling terkenal di Aceh adalah syair. Di Aceh, syair bukan hanya dituturkan oleh kaum laki-laki, tetapi juga oleh kaum perempuan. Syair yang dibawakan kaum perempuan sering disebut dengan nyanyian buiayan, masyarakat Aceh menyebutnya dengan doda idi. Syair doda idi dibawakan kaum ibu tatkala mengayunkan anaknya. Hal ini merupakan kearifan lokal Aceh yang sudah hidup sejak lama. Namun, belakangan kebiasaan mengayun anak sembari melantunkan syair mulai ditinggalkan kaum ibu di Aceh. Pesatnya perkembangan teknologi ditambah dengan kurangnya upaya melestarikan syair doda idi telah membuat kearifan ini mulai luntur. Oleh karenanya, diperlukan sebuah upaya masif membangun dan mengembangkan kembali syair ini. Upaya tersebut bisa dilakukan antara lain dengan meneliti syairsyair doda idi yang masih ada di Aceh. Kajian ini penting mengingat syair peuayon aneuk atau doda idi menunjukkan bahwa perempuan-perempuan Aceh merupakan perempuan tangguh, pejuang, pendidik (guru), sekaligus dai (pendakwah). Dengan syair doda idi, para ibu di Aceh mampu menciptakan bait-bait tertentu secara spontan, sembari mengaitkannya dengan kondisi kekinian dan kebaruan. Tatkala ayah si anak sudah meninggal, seorang ibu mampu melantunkan nasihat kepada anaknya agar memahami bahwa ayahnya sudah tidak ada lagi. Ketika negeri dalam kondisi perang, ibu-ibu di Aceh mampu menggubah bunyi syair tersebut menjadi syair patriotis atau cinta tanah air. Manakala negeri sudah damai, si ibu mampu mengajak anak menjaga perdamaian melalui syair yang dibawakannya. Hal ini menunjukkan bahwa syair doda idi mampu menjadi pondasi pembangunan karakter manusia di Aceh. Dengan pembangunan karakter berkearifan lokal ini pula, manusia-manusia 237

240 di Aceh dituntun kepada jalan yang lurus, termasuk tidak korupsi atau tidak mengambil yang bukan haknya. TINJAUAN PUSTAKA Syair merupakan bentuk sastra Melayu lama. Syair sudah berkembang di Indonesia sejak Islam masuk ke wilayah Nusantara. Kata syair berasal dari bahasa Arab syi ir yang berarti perasaan. Meskipun syair berkembang di Indonesia seiring perkembangan Islam, sastra berbentuk puisi ini sudah ada sejak zaman pra- Islam. Ahmad, dkk. (1996:280) mencatat bahwa syair sudah berkembang dalam kalangan orang Arab sejak zaman sebelum Islam. Mengutip Fang (1993), Harun (2006:54) menyebutkan bahwa syair merupakan golongan puisi Nusantara yang mendapat pengaruh Arab. Di Tanah Air, perkembangan syair dalam bentuk tulis dipopulerkan oleh Hamzah Fansuri. Puisi Syair Perahu yang ditulis Fansuri pada abad XVI tercatat sebagai puisi genre baru masa itu. Dari sinilah berkembang sejumlah klaim tentang ciri-ciri puisi lama yang bersajak, berima, dan terikat dengan bait. Aceh sebagai salah satu lumbung sastra di Nusantara juga memiliki beragam syair. Di antara syair yang terkenal di Aceh adalah syair doda idi. Syair ini dikenal juga dengan nama syair peuayôn aneuk atau nursery song. Sesuai dengan namanya peuayôn aneuk, syair ini digunakan untuk menidurkan anak dalam ayunan atau buayan. Syair peuayôn aneuk sebagai salah satu hasanah sastra daerah Aceh memiliki kekhasan sendiri. Layaknya karya sastra Aceh dalam bentuk pantun, ciriciri syair peuayôn aneuk tau syair doda idi ini juga terikat dengan rima zigzag. Dalam tradisi sastra Aceh, rima zigzag disebut dengan pakhok atau antôk. Allah hai do kudoda idi Tapujoe Rabbi pujoe Rabbana Balah jasa poma ngön abi Bèk Allah bri apui nuraka 238

241 PEMBAHASAN Tidak diketahui secara pasti siapa pengarang syair doda idi. Kaum ibu di Aceh, mulai dari belahan utara sampai dengan ujung selatan, mulai dari sudut paling timur sampai dengan wilayah paling barat, rata-rata melantunkan syair ini dalam bentuk yang sama, yakni Allah hai do kudoda idi atau Allah hai do kudoda idang. Oleh karena itu, syair peuayôn aneuk ini juga akrab dengan nama doda idi. Namun demikian, bagi daerah tertentu ada nama khusus. Daerah yang dihuni oleh suku aneuk Jamee di Aceh Selatan mengenal kearifan ini dengan sebutan bebe ayon. Demikian pula bagi masyarakat di Aceh Barat Daya, mereka menyebutnya dengan langgolek. Langgolek langgolek e langgolek Biduak gadang galombang ketek Biduak kito biduak salodang Balayia tongkang ka pulau kayu Pulau kayu carocok panjang Rumah pabean badindiang batu Kedudukan syair ini sebagai pembentuk karakter manusia di Aceh semakin kuat tatkala yang menyampaikannya adalah seorang ibu. Oleh karena itu, syair doda idi bisa dianggap sebagai pendidikan karakter bagi anak sejak usia dini. Berikut ini diuraikan nilai-nilai karakter yang terkandung dalam syair doda idi. a) Pembangunan Karakter Berbasis Ketauhidan Konsep ketauhidan dalam syair doda idi berkenaan dengan ketuhanan. Melalui syair doda idi yang dilantunkan seorang ibu, anak-anak yang masih balita sudah diperkenalkan tentang Tuhan, nabi, dan segala sesuatu terkait Islam, termasuk perkara fiqih dan ibadah. Pengenalan tentang Tuhan tentu saja bukan tentang dzat atau sifat, melainkan kewajiban hamba yang harus kenal siapa yang menjadikan alam beserta isinya sehingga Allah wajib dipuji dan disembah. Allah hai do kudoda idi Tapujoe Rabbi pujoe Rabbana Tabalah jasa poma ngon abi Bek Allah bri apui nuraka 239

242 Allah hai do kudoda idi Pujilan Rabbi puji Rabbana Balaslah jasa ibu dan abi Jangan Allah beri api neraka Selain pada sebait di atas, ajaran tentang ketauhidan juga tampak dalam beberapa bait lainnya. Bèk tameusulét Allah geuteupeu Ngȏn sifeut ilmu dum peujeut nyata Oh ka tateupeu Allah deuh geu-eue Bek that meupeu tapubuet dosya Jangan berbohong Allah pasti tahu Dengan sifat ilmu semua dijadikan nyat Jika sudah tahu Allah maha melihat Jangan lagi bangsat suka berbuat dosa Subhanallah walhamdulillah Teunguet bagah boh haté poma Éh lam ayôn Allah peulindȏng Beumeutuwah aneuk lôn si ayeum mata Subhanallah walhamdulillah Lekaslah tidur buah hati ibu Tidur dalam ayun Allah lindungi Semoga bertuah anakku si penyejuk mata Pendidikan ketauhidaan seperti ini sudah disampaikan kepada si anak sejak masih dalam buaian. Di sinilah peran pembangunan karakter berbasis kearifan lokal Aceh yang sebenarnya. Bahkan, dalam bait lain, si anak dinasihati agar senantaisa menyimpan kalimah syahadat dalam hati. Laailahailallah Kalimah thaibah beukai tamaté Taék Allah tatrôn pih Allah 240

243 Sabé takeubah di dalam haté Laailahaillah Kalimah thaibah bekal kita mati Kemana pun kita pergi ingatlah Allah Simpanlah nama-nya di dalam hati b) Pembangunan Karakter Berbasis Ketakziman Nasihat yang paling banyak disampaikan kepada anak melalui syair doda idi adalah perkara berbakti kepada orang tua dan takzim kepada guru. Ada kalanya nasihat untuk berbakti kepada orang tua dan guru disampaikan dalam satu bait sekaligus. Poma ngön ayah keulhèe ngön gurè Ureueng nyan banlhèe bèk tadhôt-dhôt Meunyo na salah meu ah talakè Peumiyup ulèe seumah bak teuôt Ibu dan ayah yang ketiga guru Mereka bertiga jangan dihardik Jika ada salah minta maaf segera Rendahkan kepala cium lututnya Dalam bait lain, anjuran berbakti pada kedua orang tua dijanjikan surga, sedangkan melawan orang tua akan mendapat siksa. Tentu saja kutipan syair tersebut selaras dengan al-quran dan al-hadis. Berikut beberapa kutipan lain syair doda idi yang menggambarkan anjuran berbakti kepada orang tua dan menghormati guru. Jak kutimang hai putik rambôt Beu leumah leumbôt suara gata Jak kutimang hai putik lansat Tajak hareukat tapeuwo keu ma Jak kutimang hai putik sukôn Beutajunjông poma di gata Bèk tadhôt-dhôt poma ngön ayah Di miyup gaki ma syuruga gata Beurijang rayek aneuk meutuwah Tapujoe Allah tapujoe nabi Beurijang rayek aneuk meutuwah Mari kutimang hai bibit rambutan Agar lemah lembut suara ananda Mari kutimang hai bibit langsat Cari harkat bawa untuk bunda Mari kutimang bibit sukun Mari menjunjung ibunda kita Jangan dihardik ibu dan ayah Di telapak kaki ibu ada surga Cepatlah besar anak bertuwah Pujilah Allah dan pujilah nabi Cepatlah besar anak bertuah 241

244 Beu jeut tabalah jasa abi ngön umi Allah hai do kudoda idi Beugot budi neuk watè raya Keu jasa gurè neuk beu na taturi Gopnyan nyang bri hukom agama Agar bisa balas jasa abi dan umi Allah hai do kudoda idi Perbaiki budi saat kau besar Jasa guru jangan dipungkiri Merekalah yang beri ilmu agama Selain berbakti kepada orang tua dan takzim kepada guru, dalam syair doda idi juga terkandung perkara takzim kepada pemimpin. Dalam syair doda idi, nilainilai ketakziman kepada pemimpin menjadi harapan setiap ibu agar anaknya kelak menjadi pemimpin yang bisa ditakzimi oleh orang lain. c) Pembangunan Karakter dalam Pergaulan/Tatakrama Syair doda idi juga mengajarkan anak dalam pergaulan atau tatakrama. Setiap anak dinasihati cara bersikap kepada teman sebaya, teman di bawah umur, teman yang lebih tua. Dalam adab pergaulan, setiap ibu menginginkan anaknya memiliki akhlak yang mulia. Seiring dengan itu, syair doda idi sering menyentil kewajiban dan keharusan menuntut ilmu agar akhlak dan budi pekerti dalam pergaulan menjadi mulia. Jak kutimang bungöng padé Putéh mublé-blé lam uroe kha Beu panyang umu beu jroh pi-é Beu putéh haté ngön tutô gata Mari kuayun si bunga padi Putih berseri di siang menyala Semoga panjang umur dan baik budi Semoga putih hati dan baik tuturnya Jak Neuk lôn peuayôn Boh sukôn ngön boh kupila Bèk Neuk tapeumalèe lôn Trôn-teumurôn tanyoe gop peumulia Mari Nak ibu ayun Buah sukun buah rambat Janganlah anak mempermalukan orang tua 242

245 Turun-temurun kita dimuliakan orang Dalam bait yang lain disebutkan pentingnya adab pergaulan dan menuntut ilmu sebagai penjaga aib. Ada harapan yang tersimpan dalam setiap baitnya, yakni keinginan orang tua agar anaknya mengemban sifat para ulama agar karakter bergaul tidak sekadar sosialis, tetapi juga agamis. d) Pembangunan Karakter Berbasis Cinta Tanah Air Maksud cinta tanah air di sini merupakan perihal rela berkorban demi tanah kelahiran, demi marwah bangsa dan negara, demi harkat dan martabat. Dalam konteks Aceh yang tidak lepas dari gejolak perang, sejak masa Portugis, Belanda, hingga konflik bersama Jakarta, bait-bait doda idi menjadi relevan sepanjang masa. Allah hai do kudoda idang Seulayang blang ka putôh taloe Oh ka rayek gata hai Banta Seudang Tajak bantu prang tabila nanggroe Jak kutimang hai putik mancang Bak keutapang di lheun istana Oh ka rayek gata si putéh seudang Tajak bantu prang bila gama Wahé aneuk bèk taduek lé Beudoh saré bila bangsa Bèk tatakôt keu darah ilé Adak pih maté poma ka rèla Kutipan bait-bait tersebut menggambarkan karakter orang Aceh yang paling dasar, yakni rela mati demi bangsa, negara, dan tanah air. Karakter ini pula yang ditakutkan banyak negara yang pernah menjajah Aceh. Zentgraaff, wartawan Belanda masa perang Aceh, menegaskan bahwa patriotisme ureueng Aceh tiada 243

246 bandingan sehingga Jika ditanam pun bom pada setiap helai daun yang ada di bumi Aceh, niscaya Aceh takkan takluk. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis terhadap syair doda idi, penting kiranya melakukan gerakan kebudayan dalam pembangunan. Pembangunan yang berpondasi pada kearifan lokal sejatinya akan sesuai dengan cita-cita pembangunan itu sendiri. Konteks Aceh, pembangunan berkerifan lokal disampaikan melalui sejumlah sastra lisan, di antaranya syair doda idi. Syair doda idi atau syair peuayon aneuk merupakan syair yang semula tak pernah tertulis, tetapi dilantunkan setiap ibu di Aceh sembari mengayunkan anaknya. Melalui syair itulah, karakter anak dibentuk, dibina, dan diarahkan sejak kecil. Dalam syair doda idi, sedikitnya terkandung pesan-pesan moral berupa (1) ketauhidan, (2) ketakziman, (3) pergaulan, dan (4) cinta tanah air. Dengan pesanpesan tersebut diharapkan setiap anak di Aceh sudah mulai terbentuk karakternya, terbangun jiwanya. Oleh karen itu, syair doda idi perlu terus dilestarikan, baik dari sisi teks maupun pemerannya. Hal ini penting mengingat perkembangan zaman dan teknologi, keberadaan ibu-ibu yang terampil membawa syair doda idi mulai terpinggirkan bahkan terlupakan. DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Ali dan Siti Hajar Che Man Bunga Rampai Sastera Melayu: Warisan Islam. Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka. Bragisky, V.I Tasawuf dan Sastera Melayu: Kajian dan Teks-Teks. Seri publikasi bersama Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Harun, Mohd Struktur, Fungsi, dan Nilai Hadih Maja: Kajian Puisi Lisan Aceh. Disertasi. Malang: Departeman Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang. Koentjaraningrat Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yusuf, Yusri dan Nurmayani Do Da Idi dan Pendidikan Karakter Keacehan. Banda Aceh: Majelis Adat Aceh. 244

247 KAJIAN KETEBALAN TUMPUKAN KELAPA KUKUR TERHADAP PRODUKSI MINYAK SIMPLAH Fajriansyah, Raida Agustina, Diswandi Nurba Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala raidaagustina@unsyiah.ac.id ABSTRAK Minyak simplah adalah minyak yang diperoleh dari hasil olahan daging kelapa tua dengan proses fermentasi secara alami yang pada umumnya dilakukan oleh masyarakat Aceh. Tujuan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pengaruh variasi ketebalan bahan dalam menghasilkan minyak simplah yang lebih berkualitas. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial pola 3 x 3 dengan 1 faktor yang diuji yaitu ketebalan bahan pada proses fermentasi kelapa kukur dengan tebal 10 cm, 20 cm, dan 30 cm. Dengan demikian terdapat 3 (tiga) kombinasi perlakuan, dengan 3 kali ulangan sehingga terdapat 9 satuan percobaan. Bila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka akan diteruskan dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT). Hasil penelitian menunjukkan perbedaan kualitas minyak simplah dari setiap perlakuan. Berdasarkan asam lemak bebas minyak simplah yang diperoleh dari setiap perlakuan, asam lemak bebas tertinggi diperoleh dari perlakuan dengan ketebalan 10 cm, sedangakan asam lemak bebas terendah diperoleh dari perlakuan dengan ketebalan 30 cm. Berdasarkan standard SNI semakin rendah kadar asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak maka semakin baik mutu minyaknya. Secara organoleptik minyak simplah yang lebih banyak disukai masyarakat adalah minyak simplah yang diperoleh dari perlakuan dengan ketebalan bahan 30 cm, karena minyak simplah yang diperoleh dari ketebalan 30 cm lebih jernih dan aromanya tidak terlalu tengik. Sedangkan minyak simplah yang diperoleh dari ketebalan 10 cm berwarna keruh dan berbau sangat tengik. Jadi dari ketiga perlakuan, minyak simplah yang direkomendasikan adalah minyak simplah yang diperoleh dari perlakuan dengan ketebalan ataupun volume bahan yang lebih besar. Kata Kunci : Kelapa, Fermentasi, Minyak Simplah, Kualitas PENDAHULUAN Kelapa (Cocos nucifera L.) telah digunakan baik sebagai makanan maupun obat selama berabad-abad di berbagai kebudayaan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Masyarakat Propinsi Aceh secara turun-temurun telah menggunakan daging buah dan minyak kelapa terfermentasi (diperam) yang diproses secara tradisional. Minyak kelapa yang dihasilkan dikenal dengan nama minyak simplah dan minyak pliek u yang digunakan sebagai minyak goreng dan juga dimanfaatkan sebagai obat untuk sakit kepala, luka, menurunkan panas, sakit persendian, dan sakit perut. Ampas yang diperoleh setelah diambil minyaknya disebut pliek u (patarana), yang digunakan sebagai bumbu masak dan sambal serta pakan unggas (Nurlina dkk, 2009). 246

248 Di Aceh, kelapa banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan baku utama Pada pengolahan kelapa dapat menghasilkan 3 produk turunan yaitu minyak simplah, minyak pliek u, dan pliek u. Minyak simplah adalah minyak yang diperoleh dari hasil olahan daging kelapa tua dengan proses fermentasi secara alami yang pada umumnya dilakukan oleh masyarakat Aceh. Minyak simplah diperoleh langsung dengan cara memisahkan minyak dengan daging kelapa yang telah dikukur setelah fermentasi. Minyak simplah berbeda dengan minyak plik u, minyak simplah tidak terkena sinar matahari. Minyak simplah biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat Aceh sebagai penangkal panas terutama yang diderita anak bayi dan balita. Selain sebagai obat penangkal panas, biasanya masyarakat Aceh juga memanfaatkan minyak simplah sebagai minyak rambut dan juga sebagai minyak goreng setelah melalui proses pengolahan. Cara mengekstrak minyak kelapa yang dilakukan di Provinsi Aceh secara turun temurun adalah melalui proses fermentasi daging buah kelapa yang dilanjutkan dengan pemanasan di bawah cahaya matahari dan pengepresan. Minyak yang dihasilkan dari proses fermentasi alami ini dikenal dengan minyak simplah dan minyak pliek u. Minyak simplah adalah minyak yang diperoleh setelah fermentasi 4-8 hari sebelum proses penjemuran, sedangkan minyak pliek u adalah minyak diperoleh dari pengepresan padatan kelapa terfermentasi setelah dijemur di bawa sinar matahari selama 3-4 hari (Erika dkk, 2014). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi ketebalan tumpukan kelapa kukur pada proses fermentasi terhadap kualitas minyak simplah METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat kukur, ember, timbangan digital, meteran, termometer, dan benchtop ph meter, sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daging buah kelapa yang telah dikukur kemudian difermentasi selama 7 hari. 247

249 Metode Penelitian Tahapan penelitian ini dimulai dari buah kelapa yang umur panennya sudah sangat tua dibelah kemudian dikukur. Selanjutnya kelapa kukur ditimbang. Kemudian dimasukkan ke dalam 3 wadah yang sama dengan variasi ketebalan 10cm, 20cm, dan 30cm. Fermentasi dilakukan selama 7 hari dan dilakukan pengadukan duakali sehari. Selama fermentasi tiap-tiap perlakuan akan mengeluarkan minyak simplah dan minyak simplah dari tiap-tiap perlakuan dimasukkan ke dalam botol yang berbeda-beda. Parameter Penelitian Selama fermentasi berlangsung, diukur temperatur lingkungan dan kelapa fermentasi, rendemen, kadar air, ph, asam lemak bebas, dan organoleptik. Analisa Statistik Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) model linier untuk setiap pengamatan. Bila terdapat pengaruh nyata antar perlakuan, maka akan diteruskan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Temperatur Fermentasi Berdasarkan Gambar 1 pada fermentasi ketebalan 10 cm, temperatur tertinggi adalah temperatur dalam yaitu 47 C pada fermentasi hari kedua ulangan kedua pukul WIB, WIB, WIB, WIB, dan WIB. Temperatur terendah yaitu 28 C mulai pada hari keempat ulangan pertama pada pukul WIB sampai selesai fermentasi, pada hari ketujuh ulangan kedua mulai pukul WIB sampai selesai fermentasi, dan hari ketujuh ulangan ketiga pada temperatur permukaan pada pukul WIB dan temperatur dalam pada pukul WIB dan WIB. Temperatur mulai menurun pada hari ketiga. 248

250 Gambar 1. Distribusi temperatur fermentasi ketebalan 10 cm Pada fermentasi ketebalan 20 cm temperatur pada hari keempat mulai menurun. Hasil dari pengukuran temperatur pada fermentasi ketebalan 20 cm dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Distribusi temperatur fermentasi ketebalan 20 cm Hasil pengukuran temperatur fermentasi ketebalan 20 cm dapat kita lihat temperatur tertinggi adalah temperatur dalam yaitu 43 C pada fermentasi hari keempat ulangan ketiga pukul WIB dan ulangan kedua pukul WIB. Temperatur terendah 28 C yaitu temperatur permukaan ulangan pertama hari kelima pukul WIB dan WIB, hari keenam pukul WIB, dan temperatur dalam pada hari ketujuh ulangan pertama pukul WIB. 249

251 Pada fermentasi ketebalan 30 cm temperatur mulai menurun pada hari kelima. Hasil dari pengukuran pada fermentasi ketebalan 30 cm dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Distribusi temperatur fermentasi ketebalan 30 cm Hasil pengukuran temperatur fermentasi ketebalan 30 cm dapat kita lihat temperatur tertinggi adalah temperatur dalam yaitu 44 C pada fermentasi hari ketiga ulangan ketiga pukul WIB, WIB, dan WIB. Sedangkan temperatur terendah adalah temperatur dalam yaitu 29 C pada fermentasi hari ketujuh ulangan ketiga pukul WIB. Rendemen Rendemen dihitung untuk mengetahui banyaknya minyak simplah yang diperoleh dari hasil fermentasi kelapa kukur. Rendemen ditentukan dengan menghitung bobot minyak yang dihasilkan lalu dibandingkan dengan bobot bahan baku yang digunakan. Bobot minyak dihitung dalam satuan gram. Pengaruh ketebalan bahan pada proses fermentasi terhadap rendemen minyak simplah dapat dilihat pada Gambar

252 Rendemen (%) ,23 a 3,53 ab 5,27 b 10 cm 20 cm 30 cm Ketebalan Bahan Gambar 4. Pengaruh ketebalan bahan pada proses fermentasi terhadap rendemen minyak simplah (pada uji BNT taraf 5%, BNT0,05 = 2.66) Hasil analisis sidik ragam rendemen minyak simplah menunjukkan bahwa perbedaan ketebalan bahan berpengaruh nyata. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4 ketebalan 10 cm berbeda nyata dengan ketebalan 30 cm. Pada ketebalan 20 cm tidak berbeda nyata dengan ketebalan 10 cm dan ketebalan 30 cm. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air juga merupakan karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air menyebabkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Haryanto 1992). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perbedaan ketebalan bahan pada saat fermentasi berpengaruh tidak nyata. Variasi ketebalan bahan pada saat fermentasi terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 5. Dari grafik statistik pada Gambar 5 terlihat bahwa variasi ketebalan pada saat fermentasi terhadap kadar air berpengaruh tidak nyata. 251

253 Kadar Air (%) 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 56,88 56,24 55,95 10 cm 20 cm 30 cm Ketebalan bahan Gambar 5. Pengaruh ketebalan bahan pada saat fermentasi terhadap kadar air ph Pada penelitian ini pengukuran ph setiap perlakuan ataupun setiap ketebalan dilakukan setiap hari selama fermentasi sampai tujuh hari. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan perbedaan keteban bahan pada saat fermentasi berpengaruh nyata terhadap ph bahan. Pengaruh ketebalan pada saat fermntasi terhadap ph dapat dilihat pada Gambar 6. Nilai ph(%) 7,0 6,5 6,0 5,5 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 5,01 a 5,21 ab 5,47 b 10 cm 20 cm 30 cm Ketebalan Bahan Gambar 6. Pengaruh ketebalan bahan pada saat fermentasi terhadap ph bahan (pada uji BNT taraf 5 %, BNT0,05 = 0,32) Pada Gambar 6 Nilai ph terendah terdapat pada perlakuan fermentasi dengan ketebalan 10 cm dengan rata-rata kadar ph 5,01 %, dan nilai ph tertinggi pada ketebalan 30 cm dengan rata-rata kadar ph 5,47 %. Semakin rendah nilai ph makan semakin bertambah keasamannya. 252

254 Hasil uji beda nyata terkecil (BNT0,05) menunjukkan bahwa ph pada perlakuan fermentasi ketebalan 20 cm tidak berbeda nyata dengan ketebalan 10 cm dan 30 cm. Sedangkan perlakuan fermentasi dengan ketebalan 10 cm berbeda nyata dengan ketebalan 30 cm. Pada gambar dapat kita lihat nilai ph terendah terdapat pada perlakuan dengan ketebalan 10 cm. Sedangkan nilai ph tertinggi terdapat pada perlakuan dengan ketebalan 30 cm. Fermentasi dengan perlakuan ketebalan yang sedikit menyebabkan nilai ph menurun yang berarti semakin asam. Hal ini menunjukkan bahwasanya kelapa fermentasi dengan ketebalan 10 cm lebih asam dari pada ketebalan 20cm dan 30 cm. Dari fenomena diatas maka dapat disimpulkan bahwa fermentasi dengan ketebalan 30 cm lebih direkomendasikan dari pada ketebalan 20 cm maupun 10 cm. Asam Lemak Bebas (%FFA) Pengukuran asam lemak bebas dilakukan pada minyak simplah hasil dari fermentasi setiap masing-masing ketebalan. Pengukuran asam lemak bebas minyak simplah dilakukan setelah selesai fermentasi. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan ketebalan bahan pada saat fermentasi berpengaruh nyata terhadap asam lemak bebas pada minyak simplah yang dihasilkan. Pengaruh ketebalan bahan pada saat fermentasi terhadap asam lemak bebas minyak simplah dapat dilihat pada Gambar 7. Asam Lemak Bebas (%) 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 1,00 b Gambar 7. Pengaruh ketebal bahan pada proses fermntasi terhadap asam lemak bebas pada minyak simplah (Pada uji BNT taraf 5% BNT0,05 = 0.35). Pada Gambar 7 kadar asam lemak bebas tertinggi terdapat pada ketebalan 10 cm dengan rata-rata 0,999%. Sedangkan kadar asam lemak bebas terendah 0,58 a 0,56 a 10 cm 20 cm 30 cm Ketebalan Bahan 253

255 terdapat pada ketebalan 30 cm dengan rata-rata 0,555 %. Hasil uji Beda Nyata Terkecil (BNT0,05) menunjukkan bahwa asam lemak bebas minyak simplah pada perlakuan fermentasi ketebalan 10 cm berbeda nyata dengan ketebalan 20 cm dan 30 cm. Hal ini dapat kita simpulkan bahwa pada fermentasi dengan ketebalan 10 cm asam lemak bebasnya paling tinggi, ini dikarenakan pada fermentasi ketebalan 10 cm volume udara pada wadah lebih banyak dari pada volume kelapa kukur. UJi Organoleptik 1. Warna minyak simplah Nilai rata-rata dari uji organoleptik untuk warna minyak simplah pada penelitian ini adalah berkisar antara 1,4 (sangat suka) sampai dengan 3,044 (Netral) yang berarti tingkat penilaian warna dari panelis terhadap minyak simplah berkisar antara kondisi sangat suka sampai netral. Panelis memberi penilaian sangat suka yaitu pada minyak simplah dengan perlakuan fermentasi ketebalan 30 cm. Sedangkan penilaian netral diberikan oleh panelis pada perlakuan fermentasi dengan ketebalan 10 cm. Rata-rata keseluruhan nilai warna adalah 2,192 yang berarti rata-rata panelis memberikan tanggapan suka terhadap warna minyak simplah yang dihasilkan dalam penelitian ini. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan ketebalan bahan pada saat fermentasi berpengaruh sangat nyata terhadap uji organoleptik warna. Pengaruh ketebalan bahan pada proses fermentasi terhadap uji organoleptik warna pada minyak simplah dapat dilihat pada Gambar 8. Warna (%) 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0, a Gambar 8. Pengaruh ketebalan bahan pada proses fermentasi terhadap uji.organoleptik warna pada minyak simplah (pada uji BNT taraf 1%,.BNT0,01 = 0.98) 2.13 ab 1.40 b 10 cm 20 cm 30 cm Ketebalan Bahan 254

256 Hasil uji beda nyata terkecil (BNT0,01) menunjukkan bahawa perbedaan ketebalan bahan pada proses fermentasi terhadap uji organoleptik warna pada minyak simplah berpengaruh sangat nyata. Hal ini dapat dilihat pada gambar ketebalan 10 cm berbeda nyata dengan ketebalan 30 cm. Nilai warna tertinggi diperoleh pada ketebalan 10 cm, sedangkan nilai warna terendah diperoleh pada ketebalan 30 cm. Dari fenomena di atas maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan uji organoleptik warna minyak simplah oleh 30 orang panelis (ibu rumah tangga) minyak simplah yang paling dapat diterima terdapat pada perlakuan fermentasi dengan ketebalan 30 cm, ini dikarenakan dapat dilihat pada Gambar 8 minyak simplah pada ketebalan 30 cm lebih jernih dari pada ketebalan 10 cm. 2. Aroma minyak simplah Nilai rata-rata dari uji organoleptik untuk aroma minyak simplah pada penelitian ini adalah berkisar antara 2,467 (suka) sampai dengan 3,744 (Netral) yang berarti tingkat penilaian aroma dari panelis terhadap minyak simplah berkisar antara kondisi suka sampai netral. Panelis memberikan penilaian suka terhadap minyak simplah dengan perlakuan fermentasi ketebalan 30 cm. Sedangkan penilaian netral terhadap perlakuan fermentasi dengan ketebalan 10 cm. Rata-rata keseluruhan nilai aroma adalah 3,022 yang berarti rata-rata panelis memberikan tanggapan netral terhadap aroma minyak simplah yang dihasilkan dalam penelitian ini. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan ketebalan bahan pada saat fermentasi berpengaruh nyata terhadap uji organoleptik aroma. Pengaruh ketebalan bahan pada proses fermentasi terhadap uji organoleptik aroma pada minyak simplah dapat dilihat pada Gambar

257 Aroma (%) 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0, a 2.86 ab 2.47 b 10 cm 20 cm 30 cm ketebalan bahan Gambar 9. Pengaruh ketebalan bahan pada proses fermentasi terhadap uji organoleptik warna pada minyak simplah (pada uji BNT taraf 15%, BNT0,05 = 0.81) Hasil uji beda nyata terkecil (BNT0,05) menunjukkan bahawa perbedaan ketebalan bahan pada proses fermentasi terhadap uji organoleptik aroma pada minyak simplah berpengaruh nyata. Hal ini dapat dilihat pada gambar ketebalan 10 cm berbeda nyata dengan ketebalan 30 cm. Nilai aroma tertinggi diperoleh pada ketebalan 10 cm, sedangkan nilai aroma terendah diperoleh pada ketebalan 30 cm. Dari fenomena di atas maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan uji organoleptik aroma minyak simplah oleh 30 orang panelis (ibu rumah tangga), minyak simplah terbaik terdapat pada perlakuan fermentasi dengan ketebalan 30 cm. Aroma yang ditimbulkan dari perlakuan fermentasi dengan ketebalan bahan 30 cm tidak beraroma tengik seperti yang ditimbulkan pada ketebalan 10 cm, hal ini yang mebuat para panelis lebih suka terhadap aroma yang ditimbulkan oleh perlakuan fermentasi dengan ketebalan 30 cm. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Jumlah rendemen minyak simplah tertinggi terdapat pada perlakuan fermentasi ketebalan 30 cm yaitu 5,266% sedangkan jumlah rendemen minyak simplah terendah terdapat pada perlakuan fermentasi dengan ketebalan 10 cm yaitu 1,228 %. 256

258 2. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata asam lemak bebas tertinggi oleh perlakuan fermentasi dengan ketebalan 10 cm yaitu 0,999 %. Sedangkan rata-rata asam lemak bebas terendah diperoleh oleh perlakuan fermentasi dengan ketebalan 30 cm yaitu 0,555 %. 3. Berdasarkan uji organoleptik menunjukkan bahwa minyak simplah yang paling dapat diterima diperoleh pada perlakuan fermentasi dengan ketebalan 30 cm. Panelis memberikan nilai sangat suka pada kondisi warna dan suka pada kondisi aroma minyak simplah dengan perlakuan fermentasi ketebalan 30 cm. 4. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam didapat bahwa ketebalan bahan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air pada saat fermentasi, sedangkan ph, asam lemak bebas, dan hasil uji organoleptik berpengaruh nyata. 5. Berdasarkan asam lemak bebas dapat kita simpulkan bahwa minyak simplah yang direkomendasikan diperoleh pada fermentasi dengan ketebalan bahan 30 cm, karena asam lemak bebasnya paling rendah. Sedangkan minyak simplah yang kurang baik diperoleh dari fermentasi dengan ketebalan bahan 10 cm karena asam lemak bebasnya paling tinggi, akan tetapi secara keseluruhan minyak simplah memenuhi standard SNI dengan asam lemak bebas maksimal 5 %. Saran Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengaruh perbandingan kelapa yang umur panennya sudah sangat tua dengan kelapa yang umur panennya belum terlalu tua terhadap kualitas minyak simplah. DAFTAR PUSTAKA Haryanto B Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Yogyakarta : Kanisius. Kartika., Bambang., P. Hastuti, dan W. Supartono Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Nurlina, M., Sudarwanto., L.I. Sudirman, dan A.W. Sanjaya Prospek makanan tradisional Aceh sebagai makanan kesehatan : deteksi awal aktivitas antimikroba minyak plik u dan ekstrak kasar dari pliek u. Forum Pascasarjana. 32 (1) :

259 PENGUJIAN MESIN PENCACAH TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT TIPE REEL SILINDER DENGAN PENAMBAHAN ROLL PENGEPRES Ahmad Gusman Mufthi 1, Ramayanty Bulan 1, Syafriandi 1, Diswandi Nurba 1, Mustaqimah 1 Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala syafrianditp2016@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji mesin pencacah dengan penambahan roll pengepres pada pintu masuk silinder pencacah agar tandan kosong digiling terlebih dahulu agar lebih mempermudah proses pemasukkan bahan dan memperkecil ukuran bahan yang ingin dicacah sehingga menghasilkan cacahan tandan kosong yang lebih halus. Penelitian ini menggunakan motor penggerak mesin diesel dengan daya 6,5 HP, dengan bahan tandan kosong sawit (TKS) sebanyak 3 kali pengujian dengan berat setiap ulangan ±4,005 kg. Pengujian kinerja mesin yaitu kapasitas efektif mesin, hasil cacahan dan kehilangan hasil cacahan pada mesin pencacah TKS yang didesain. Kemudian penambahan yang terjadi pada mesin pencacah ini yaitu roll pengepres dimana roll pengepres diletakkan berdekatan dengan hopper sebelum bahan yang ingin dicacah masuk kedalam silinder pencacah. Hasil Pengujian mesin pencacah menunjukkan bahwa kapaitas efektifitas mesin terbesar didapat pada pengujian ke-2 (P 2) yaitu 3,8888 kg/jam dengan waktu proses pencacahan yang dibutuhkan yaitu 62 menit dan kehilangan hasil cacahan terkecil didapat pada pengujian ke-3 (P 3) dengan hasil yaitu 26,59 %. Kata Kunci : Mesin Pencacah, Tandan Kosong Sawit, Roll Pengepres PENDAHULUAN Kelapa sawit adalah jenis tanaman atau tumbuhan perekebunan. Komoditi ini menyebar luas diberbagai daerah hamparan Indonesia, khususnya daerah Aceh beberapa Kabupaten yang memiliki perkebunan kelapa sawit yang luas dan memiliki pabrik kelapa sawit untuk mengolah kelapa sawit menjadi minyak. Adapun yaitu Kabupaten Aceh Tamiang, Biereun, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Singkil. Meningkatnya lahan perkebunan kelapa sawit juga menyebabkan meningkatnya tandan buah sawit yang diolah menjadi minyak dan menghasilkan limbah yang dinamakan tandan kosong kelapa sawit. Biasanya tandan kosong kelapa sawit ini langsung diolah menjadi pupuk, namun pada kenyataannya saat ini kebanyakan tidak diolah dan hanya dibiarkan saja di lapangan. Tandan Kosong Sawit merupakan limbah buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit menjadi minyak. Pabrik kelapa sawit tepatnya pada stasiun perebusan kelapa sawit direbus yang kemudian dibawa ke stasiun berikutnya yaitu stasiun 258

260 perontokkan. Tandan buah sawit utuh yang telah direbus akan dipisahkan melalui proses perontokkan sehingga terpisah inti sawit masuk satasiun selanjutnya, yang tertinggal itulah tandan kosong sawit. Untuk mencacah TKS selama ini telah ada industri kelapa sawit melakukannya untuk menghasilkan TKS cacahan sebagai bahan bakar boiler. Mesin tersebut berkapasitas besar ± kg/jam, dengan penggerak motor listrik 45 HP. TINJAUAN PUSTAKA Dengan mencacah/merajang sampai ukuran 2-5 cm TBKKS dapat lapuk dalam 3 bulan saja. TBKKS yang sudah melapuk ini selanjutnya hanya memerlukan waktu 3 bulan lagi untuk menyatu dengan tanah. Memperpendek masa pelapukan tersebut digunakan mikroba penghancur bahan organik mentah seperti Tricoderma pseudokoningii dan cytophagasp. Mikroba ini berfungsi untuk menghancurkan senyawa lignin dan selulosa yang ada pada TBKKS dan mengubahnya menjadi senyawa air, karbondioksida dan energi (Goenadi, 1997). Mesin pencacah pelepah sawit adalah mesin yang digunakan untuk mengancurkan pelepah sawit menjadi ukuran yang lebih kecil. Jenis pelepah sawit yang dihancurkan adalah pelepah sawit yang masih muda atau masih hijau bukan yang kering. Menjalankan mesin penghancur pelepah sawit ini sangat mudah, sehingga tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak untuk mengoperasikanya. Dalam pencacahan pelepah sawit, aliran material pelepah sawit dari input sampai output harus di atur supaya lancar dengan cara memasukkan material pelepah tidak langsung banyak sekaligus melainkan secara teratur. Karena pada saat pelepah masuk kedalam ruangan pencacahan membutuhkan waktu untuk membuat pelepah sawit menjadi hancur (Rizal, 2016). METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu peralatan yang utama adalah mesin pencacah tandan kosong sawit, alat ukur berupa timbangan dan ayakan. Serta alat pelindung diri pada saat proses pencacahan. Bahan utama yang digunakan yaitu tandan kosong sawit sebagai bahan yang ingin diuji. Adapun mesin 259

261 pencacah yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1, dengan motor penggerak mesin diesel 6,5 Hp Gambar 1. Mesin Pencacah Tandan Kosong Prosedur Penelitian Adapun prosedur penelitian ini, mesin diuji dengan 3 kali pengujian, pada 3 pengujian tersebut berat tandan kosong yang akan diamati sama dan sebanyak 4,005 kg. dan data yang diamati adalah kapasitas efektif mesin, hasil cacahan dan kehilangan hasil, serta bentuk hasil cacahan. Pertama Kapasitas kerja mesin adalah kemampuan suatu mesin untuk bekerja dalam waktu tertentu. Pengukuran kapasitas mesin dilakukan dengan membagi banyaknya tandan kosong kelapa sawit yang dicacah terhadap waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pencacahan. (Waruwu, 2015). Kedua yaitu hasil pencacahan dan kehilangan hasil cacahan. Hasil pencacahan adalah persentase keluaran dan tertinggal dari hasil pencacahan tandan kosong dibagi dengan masukan tandan kosong. Adapun rumus dari persentase hasil cacahan yaitu hasil cacahan (kg) dibagi dengan berat tandan kosong yang masuk dikali seratus persen. Susut bobot cacahan dapat dihitung dengan membandingkan kehilangan hasil pencacahan dengan berat awal tandan kosong yang dicacah. Persentase susut bobot hasil dapat dihitung dengan rumus kehilangan hasil (kg) dibagi tandan kosong yang masuk dikali seratus persen. Ketiga yaitu bentuk hasil cacahan. Bentuk hasil cacahan yang keluar dari mesin pencacah akan dibagi menjadi tiga kelas. Pembagian kelas ini berdasarkan pernyataan Goenadi (1997), Dapat dijadikan gambaran bahwa TBKKS yang utuh dan diletakkan dilapangan 260

262 memerlukan waktu bulan untuk lapuk. Dengan mencacah/merajang sampai ukuran 2-5 cm TBKKS dapat lapuk dalam 3 bulan saja dan langsung siap dijadikan pupuk kompos. kelas 1 ukuran hasil cacahan > 5 cm, kelas 2 ukuran hasil cacahan 3-5 cm, kelas 3 ukuran hasil cacahan < 3 cm. HASIL DAN PEMBAHASAN Kapasitas Efektif Mesin Tabel 1. Kapasitas efektif mesin Pengujian B. Awal (kg) Waktu (menit) KEA (kg/jam) P1 4, ,7066 P2 4, ,8888 P3 4, ,5442 Rata2 4, ,7066 Sumber: Data Pada Tabel 1, menunjukkan perbedaan waktu pencacahan untuk setiap pengulangan. Waktu pencacahan tandan kosong kelapa sawit terlama terdapat pada pengujian ke-3 (P3) yaitu 68 menit, sedangkan waktu pencacahan tandan kosong kelapa sawit tercepat terdapat pada pada pemgujian ke-2 (P2) yaitu 62 menit. Perbedaan waktu pada proses pencacahan terjadi dikarena perbedaan karakteristik dari tandan kosong kelapa sawit.. Apabila didapati tandan kosong yang lembut dan seratnya sedikit maka pada saat proses pencacahan kemungkinan bahan tersangkut atau kembali ke hopper dan roll pengepres berkurang karena tandan kosong akan tercacah sampai habis pada saat masuk ke silinder pencacah. Tetapi apabila didapati tandan kosong yang keras dan seratnya terlalu banyak maka kemungkinan terjadinya tandan kosong kembali ke roll pengepres semakin besar.. Itulah salah satu penyebab lama waktu yang diperlukan untuk proses pencacahan sehingga didapat waktu yang bervariasi pada setiap pengujian. Hasil Cacahan dan Kehilangan Hasil Cacahan Hasil cacahan merupakan presentase keluaran hasil pencacahan tandan kosong dibagi dengan masukan tandan kosong. Adapun hasil cacahan dan kehilangan hasil cacahan dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Hasil cacahan dan kehilangan hasil cacahan 261

263 Pengujian BA (kg) HC (kg) KH (kg) PHC (%) PKHC (%) P1 4,005 2,72 1,285 67,91 32,08 P2 4,005 2,615 1,339 65,29 34,7 P3 4,005 2,94 1,065 73,4 26,59 Sumber: Data,2018 Tiga kali pengujian dan berat tandan kosong sawit yang sama beratnya tetapi didapatkan hasil cacahan yang berbeda. Pada tabel 2 hasil cacahan dan kehilangan hasil menunjukan bahwa pada pengujian ke-3 (P3) didapat berat cacahan yang keluar sebesar 2,940 kg. Hasil tersebut berbeda dengan pengujian ke- 2 (P2) yang menunjukkan cacahan yang keluar sebesar 2,615 kg. Pada pengujian yang pertama (P1) cacahan yang keluar sebesar 2,720 kg. Berat cacahan yang keluar pada pengujian yang ke-3 lebih berat dikarenakan tandan kosong pada pengujian ke-3 dominan keras dan berserabut. Sehingga waktu yang diperlukan juga relative lama. Sedangkan hasil cacahan pada (P2) paling sedikit yaitu 2,615 kg dengan waktu pencacahan yang cepat. Kehilangan hasil pada masing-masing pengujian berbeda. Pada pengujian yang pertama (P1) sebesar 1,285 kg, pengujian yang kedua (P2) sebesar 1,39 kg dan pengujian yang ketiga (P3) sebesar 1,065 kg. Kehilangan hasil yang terbesar pada (P2) hal ini dikarenakan hasil cacahan pada pengujian kedua yang paling rendah yaitu 2,615 kg. Sedangkan kehilangan hasil terkecil terdapat pada pengujian ketiga yaitu 1,065 kg. Penyebab dan pengaruh dari hasil cacahan dan kehilangan hasil yang didapat adalah terletak pada karakteristik bahan yang dimasukkan, bahan yang dimasukkan adalah tandan kosong kelapa sawit. Pada proses pencacahan tandan kosong yang ditimbang berat awalnya 4,005 kg, lalu ketika proses pencacahan berlangsung sangat banyak serbuk dari serabut tandan kosong tersebut yang berterbangan diakibatkan oleh angin yang ditimbulkan dari putaran mata pisau. Selain itu pada saat kita hendak memasukkan tandan kosong sawit untuk dicacah kehilangan hasil juga didapat yaitu serbuk yang ada didalam tandan kosong akan ikut keluar sebelum tandan kosong dimasukkan untuk dicacah. 262

264 Bentuk Hasil Cacahan Pada proses pencacahan tandan kosong sawit bentuk hasil cacahan dapat dilihat pada Gambar 2, bentuk cacahan terlihat beragam. Setelah dilakukan pengujian, bentuk hasil cacahan dibedakan menjadi 3 kelas, Kelas I ukuran hasil cacahan > 5 cm (diatas 5 cm), Kelas II ukuran hasil cacahan 3-5 cm (3 sampai 5 cm), dan yang terakhir kelas 3 ukuran hasil cacahan < 3 cm (dibawah 3 cm). Pembagian klas berdasarkan bentuk cacahan ini menggunakan saringan yang terbuat dari kawat jaring. (a) (b) (c) Gambar 2. (a) Hasil cacahan Kelas I, (b) Hasil cacahan Kelas II, (c) Hasil cacahan Kelas III Tabel 3. Pembagian kelas bentuk hasil cacahan Pengujian Kelas I >5 Kelas II 3-5 Kelas III < 3 P1 1,628 0,35 0,584 P2 1,62 0,375 0,585 P3 1,64 0,41 0,585 Rata2 1,629 0,378 0,584 Sumber: Data,2018 Berdasarkan Tabel 3 dapat kita lihat bahwa bentuk cacahan kelas III atau yang dikategorikan halus untuk P1 sebanyak 0,584 kg, untuk P2 didapat hasil sebanyak 0,585 kg, dan untuk P3 didapat hasil sebanyak 0,585 kg. Bentuk cacahan kelas II atau yang dikategorikan sedang untuk P1 sebanyak 0,350 kg, untuk P2 didapat hasil sebanyak 0,375 kg, dan untuk P3 didapat hasil sebanyak 0,410 kg. Untuk bentuk cacahan kelas I atau yang dikategorikan kasar untuk P1 sebanyak 1,628 kg, untuk P2 didapat hasil sebanyak 1,620 kg, dan untuk P3 didapat hasil 263

265 sebanyak 1,640 kg. Hasil cacahan yang berukuran 2-5 cm dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dengan pengomposan yang baik dan waktu yang singkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Geonadi (1997) bahwa ukuran partikel cacahan untuk kompos lebih optimal jika berukuran 2-5 cm, karena partikel cacahan tandan kosong tersebut dapat lapuk dalam waktu 3 bulan dan langsung siap dijadikkan kompos. Dengan hasil yang didapat bahwa bentuk cacahan yang Kelas II dan III memiliki ukuran 3-5 cm dan siap diolah menjadi kompos. Hasil cacahan kelas I dengan ukuran lebih besar dari 5 cm dapat juga dijadikkan kompos namun memakan waktu yang lama. SIMPULAN DAN SARAN Adapun kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut ; 1. Dari hasil pengujian mesin pencacah tandan kosong sawit tipe reel dengan penambahan roll pengepres, roll pengepres berhasil beroperasi dengan lancar sehingga mempermudah proses pemasukkan bahan dan memperkecil ukuran bahan yang dicacah lebih halus. 2. Hasil cacahan yang keluar dari alat pencacah tipe reel terbesar pada pengujian ke-3 (P3) sebesar 73,40%, sedangkan hasil cacahan terkecil pada pengujian kedua (P2) sebesar 65,29%. 3. Kehilangan hasil terbesar didapatkan pada pengujian ke-2 (P2) sebesar 34,70%, sedangkan kehilangan hasil terkecil pada pengujian ke-3 (P3) sebesar 26,59%. 4. Kapasitas efektif mesin paling tinggi didapat pada pengujian ketiga dengan waktu 62 menit dan KEM 3,8888 kg/jam Adapun saran yang dapat diberikan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut ; 1. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya hopper bahan ditutup agar sewaktu proses pencacahan berlangsung bahan ataupun serbuk halus bahan tidak banyak yang keluar. 264

266 3. Diharapkan penelitian selanjutnya dibuat analisis khusus tentang perbedaan tandan kosong yang ingin dicacah berdasarkan karakteristik tandan kosong yang segar atau baru dirontokkan dengan tandan kosong yang telah lama dan telah berurai. DAFTAR PUSTAKA Goenadi, Cara Cepat Membuat Kompos. Erlangga. Jakarta. Waruwu, H. M Performa dan Biaya Operasional Mesin Pencacah Pelepah Kelapa Sawit Rancangan Upt Mekanisasi Pertanian Provinsi Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara Press. Sumatera Utara. Rizal, Yose Perancangan mesin pencacah pelepah sawituntuk pakanternak sapi. Universitas Pasir Pengaraian, Riau. 265

267 PENGARUH LAJU AERASI DAN LAMA FERMENTASI BIJI KAKAO MENGGUNAKAN PACKED BED REACTOR TERHADAP KADAR AIR DAN DERAJAT FERMENTASI BIJI KAKAO Sri Hartuti 1, Nursigit Bintoro 2, Joko Nugroho Wahyu Karyadi 2, Yudi Pranoto 3 1 Department of Agricultural Engineering, Universitas Syiah Kuala. Jl. Tgk. Hasan Krueng Kalee, No. 3 Kopelma Darussalam-Banda Aceh 23111, Indonesia. 2 Department of Agricultural and Biosystem Engineering, Universitas Gadjah Mada. Jl. Flora No. 1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia 3 Department of Food and Agricultural Product Technology, Universitas Gadjah Mada. Jl. Flora No. 1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281, Indonesia Sri.hartuti@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laju aerasi dan lama fermentasi biji kakao menggunakan reaktor packed bed terhadap kadar air dan derajat fermentasi biji kakao berdasarkan uji belah. Reaktor packed secara autothermal didesain dan dikendalikan agar perubahan suhu udara dan panas alami biji kakao selama fermentasi tetap terjaga. Laju aerasi (200, 300, 400 ml/ menit) diberikan sepanjang proses fermentasi dan lama fermentasi (4, 5, 6 hari). Hasil perhitungan kadar air biji kakao setelah fermentasi dan setelah pengeringan berturut-turut sebesar 52, 494% dan 7,640%. Persentase biji kakao fermented diperoleh bervariasi antara 64-87%, biji kakao under fermented sebesar 7-30%, dan untuk biji kakao non fermented berkisar 5-8%. Kata Kunci: kadar air, biji kakao fermented, laju aerasi PENDAHULUAN Biji kakao merupakan komoditi andalan Indonesia yang harus terus ditingkatkan kuantitas dan kualitas nya. Hal ini bertujuan untuk mendukung perekonomian petani kakao dan nilai jual biji kakao, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, maupun untuk kebutuhan ekspor. Indonesia memproduksi sekitar 15% biji kakao dunia yang menempati urutan ketiga, dengan total produksi hampir mendekati Ghana (Gu., et al. 2013). Namun kualitas biji kakao Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara penghasil kakao lainnya. Sementara itu, permintaan dunia terhadap biji kakao terus meningkat terutama pada biji kakao fermentasi berkualitas tinggi (ICCO, 2014 dalam Evina., et al. 2016). Oleh sebab itu, perbaikan dan peningkatan kualitas biji kakao di Indonesia harus terus ditingkatkan agar memiliki nilai jual yang lebih tinggi. 266

268 Perbaikan kualitas biji kakao sepatutnya dimulai pada tahap budidaya, pemanenan, fermentasi, pengeringan, penyangraian dan proses lainnya hingga menjadi produk akhir, yang dikenal dengan sebutan cokelat. Fermentasi dan pengeringan merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pembentukan cita rasa cokelat yang dihasilkan. Pada tahap ini cita rasa pahit dan sepat biji kakao akan berkurang, serta menghasilkan citarasa yang lebih disukai. Selama proses fermentasi berlangsung terjadi pengembangan flavour atau cita rasa dan berkurangnya polifenol terlarut, theobromine, caffeine serta komponen volatile (Departemen Pertanian, 2008; Nazaruddin et al., 2006). Keberhasilan proses fermentasi juga sangat dipengaruhi oleh alat dan metode yang digunakan, serta beberapa faktor lainnya, seperti aerasi udara dan lama fermentasi. Beberapa perubahan pada biji kakao terjadi selama fermentasi dan pengeringan, diantaranya perubahan kadar air dan derajat fermentasi biji kakao. Pada tahap pemanenan hingga proses pengeringan, terjadi perubahan kadar air biji kakao yang sangat signifikan. Umumnya kadar air biji kakao basah berkisar 60%. Untuk memperoleh kualitas biji kakao yang bermutu tinggi, dan memiliki umur simpan yang panjang, maka biji kakao harus dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 6-8 %. Pengeringan biji kakao bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kakao sehingga kandungan air dalam biji tidak dapat menurunkan kualitasnya dan biji tidak dapat ditumbuhi jamur. Selain itu, pengeringan juga bertujuan untuk melanjutkan beberapa perubahan kimia yang terjadi selama proses fermentasi, dan meningkatkan pengembangan cita rasa pada cokelat (Kongor et al., 2016). Penelitian ini bertujuan untuk mengamati hubungan laju aerasi dan lama fermentasi biji kakao terhadap kadar air dan derajat fermentasi biji kakao kering hasil fermentasi menggunakan packed bed reactor. METODOLOGI PENELITIAN Bahan Dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian adalah buah kakao segar yang diperoleh dari kebun petani di Dusun Tanen, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Sampel kakao dipilih dengan jenis dan 267

269 tingkat kematangan yang seragam. Sebelum proses fermentasi, buah kakao diperam selama 1 hari setelah panen pada suhu ruang (28-30 o C). Fermentasi dilakukan menggunakan fermentor packed bed dengan beberapa variasi perlakuan, yaitu aerasi udara: 200; 300; 400 ml/ menit dan lama fermentasi: 4; 5; 6 hari. Aerasi udara diberikan secara terus menerus selama proses fermentasi, dan diatur dengan menggunakan airflow meter. Pengontrolan dan pengendalian suhu udara dilakukan sepanjang proses fermentasi, menggunakan sensor suhu di dalam dan di luar tabung reaktor, dengan prinsip kerja: perubahan suhu di luar tabung reaktor mengikuti perubahan suhu di dalam tabung reaktor. Sistem pengontrolan dan pengendalian suhu udara fermentasi bertujuan untuk meminimalisasi kehilangan panas dari dalam reaktor fermentasi ke lingkungan sekitar. Prosedur Penelitian Buah kakao matang dan segar setelah panen, diperam selama 1 hari. Kemudian buah kakao dibelah dan dipisahkan dari kulit dan plasenta. Selanjutnya biji kakao seberat 1000 gram, difermentasi sesuai perlakuan yang telah ditetapkan. Setelah itu, biji kakao dikeringkan menggunakan pengering kabinet selama 24 jam. Pengujian kadar air dilakukan pada biji kakao basah, setelah fermentasi dan setelah pengeringan. Setelah biji kakao kering diperoleh, pengukuran dan analisis juga dilakukan terhadap mutu biji kakao melalui uji belah dan dibandingkan dengan standar SNI biji kakao , serta dianalisis menggunakan metode permukaan respon (response surface metodhology/rsm). Perhitungan dan Analisis Data Penelitian Perhitungan dan analisis data dilakukan pada beberapa parameter, diantaranya adalah: Kadar air (%) Persentase kadar air dihitung dengan menggunakan metode oven, sesuai dengan Persamaan 1 (SNI Biji Kakao 2323:2008). 268

270 M KA = M 1 M M x 100%... (1.) Dimana: KA = kadar air biji kakao (%) M0 = bobot cawan dan penutupnya (g) M1 = bobot cawan dan sampel tertutup sebelum pengeringan (g) M2 = bobot cawan dan sampel tertutup sesudah pengeringan (g) Derajat fermentasi biji kakao melalui uji belah Pengujian derajat fermentasi biji kakao melalui uji belah dilakukan untuk mengetahui persentase biji kakao terfermentasi, terfermentasi sebahagian atau tidak terfermentasi. Pengukuran dilakukan dengan menyiapkan 50 biji kakao yang dibelah membujur tepat dibagian tengahnya menjadi dua dengan ukuran yang sama besar, lalu 100 belahan biji tersebut diamati satu per satu warnanya berdasarkan klasifikasinya (Mulato, et al., 2008). Pada penelitian ini dilakukan klasifikasi menjadi 3 klas dimana warna slaty dimasukkan ke dalam klas biji unfermented, warna ungu dominan terhadap cokelat ke dalam klas biji underfermented, dan cokelat dominan masuk klas biji fermented. Kemudian dihitung persentasenya dengan menggunakan Persamaan 3-5 sebagai berikut: W X # Y % Biji Unfermented = W X 100% (2.) W X # % Biji Under fermented = W X 100%... (3.) W X # Z % Biji Fermented = W X 100%... (4.) Analisis data menggunakan response surface metodhology (RSM) Pengaruh perlakuan aerasi dan lama fermentasi terhadap kadar air dan derajat fermentasi biji kakao, dapat diketahui dengan menggunakan metode respon 269

271 permukaan (response surface methodology). Batasan dan level variabel bebas yang digunakan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1, berikut ini: Tabel 1. Batasan dan level variabel berubah/ variabel bebas Variabel (X) Batasan dan level Laju aerasi udara, X1 (ml.menit -1 ) Lama fermentasi, X2 (hari) Hasil analisis data pada umumnya akan menghasilkan persamaan matematika sebagai berikut: Y o 2 2 1X1 2X2 11X1 22X2 12X1X2.. (5.) Dimana: Y adalah kadar air biji kakao setelah fermentasi dan setelah pengeringan, persentase biji kakao fermented, biji kakao under fermented dan biji kakao non fermented. βo, adalah intersep/ konstanta, β1, β2, merupakan koefisien linier, β11, β22, adalah koefisien kuadratik, β12 adalah koefisien interaksi perlakuan. X1 adalah faktor laju aerasi udara (ml.menit -1 ), X2 adalah lama fermentasi (hari). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju aerasi dan lama fermentasi mempunyai pengaruh terhadap perubahan kadar air, dan derajat fermentasi biji kakao, sebagaimana tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Persentase kadar air setelah fermentasi, kadar air setelah pengeringan, rendemen biji kakao kering, dan biji kakao fermented No Sampel Kadar air biji kakao (%) Biji kakao terfermentasi (%) (Y 3) Setelah fermentasi (Y 1) Setelah pengeringan (Y 2) under fermented (%) (Y 4) Non fermented (%) (Y 5) 1 200_4HF 51,3707 8, _4HF 50,7754 8, _6HF 55,7206 7, _6HF 55,5259 6, _5HF 52,4785 7, _5HF 51,0650 7,

272 No Sampel Kadar air biji kakao (%) Biji kakao terfermentasi (%) (Y 3) Setelah fermentasi (Y 1) Setelah pengeringan (Y 2) under fermented (%) (Y 4) Non fermented (%) (Y 5) 7 300_4HF 49,3220 8, _6HF 53,6907 7, Rata-rata 52,4936 7, ,62 15,25 6,25 Analisis karakteristik permukaan respon untuk kadar air biji kakao setelah fermentasi (Y1) dan kadar air biji kakao setelah pengeringan (Y2) Hasil perhitungan kadar air biji kakao setelah fermentasi dan setelah pengeringan sebagaimana tertera pada Tabel 2. Diketahui bahwa nilai kadar air beberapa sampel setelah pengeringan masih sedikit berlebih dari standar yang ditetapkan. Sebagaimana disebutkan oleh Thompson et al., (2013) dan Nascimento et al., (2013) bahwa proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air biji kakao dari 40-50% menjadi 6-8%. Berdasarkan standar mutu yang ada, kadar air pada biji kakao tidak boleh melebihi 7,5% (SNI ), sebaliknya apabila kadar air kurang dari 5%, maka kulit biji akan mudah pecah atau rapuh dan biji harus dipisahkan karena mengandung kadar biji pecah yang tinggi. Sehingga disarankan perlunya penambahan waktu pengeringan pada beberapa perlakuan, agar diperoleh biji kakao dengan kadar air sebesar 6-7,5%. Tabel 3. Koefisien regresi dan nilai R 2 model untuk setiap variabel respon Variabel Y 1 Y 2 Y 3 Y 4 Y 5 Konstanta 97,2959* 15,5875* -212,333* 306,667-22,8333* X1-0,1192 0,0085 0,7283-0,4800 0,0217 X2-13,8196* -2, , ,333 11,1667 X1*X1 0,0002* -9,470E-06-5,500E-04 0,0001-8,035E-21 X2*X2 1,5764* 0,2530-5,0000 6,0000-1,0000 X1*X2 0,0010-0,0011-0,0750 0,0800* -0,0050 R 2 99,0% 79,0% 75,4% 94,9% 69,7% Notes: * Signifikan pada p < 0.05; X1= Laju aerasi; X2= Lama fermentasi 271

273 Gambar 1. Plot kontur dan surface hubungan kadar air setelah fermentasi (Y1) dengan laju aerasi (X1), dan lama fermentasi (X2) Gambar 2. Plot kontur dan surface hubungan kadar air setelah pengeringan (Y2) dengan laju aerasi (X1), dan lama fermentasi (X2) Berdasarkan analisis varian diketahui bahwa laju aerasi dan lama fermentasi berpengaruh terhadap kadar air biji kakao setelah fermentasi dan kadar air biji kakao setelah pengeringan, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3. Kadar air biji kakao setelah fermentasi diharapkan memiliki nilai lebih kecil agar waktu pengeringan yang dibutuhkan lebih singkat. Jika dilihat berdasarkan plot kontur pada Gambar 1, diketahui bahwa laju aerasi 300 ml/ menit pada berbagai lama fermentasi memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan laju aerasi 200 ml/ menit dan 400 ml/ menit. Sedangkan Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin besar laju aerasi dan semakin lama fermentasi maka nilai kadar air setelah 272

274 pengeringan yang diperoleh semakin rendah. Hal ini dapat terjadi dikarenakan aerasi yang diberikan dapat menguapkan kandungan air lebih banyak selama fermentasi, sehingga selama proses pengeringan kandungan uap air bahan lebih sedikit yang harus diuapkan. Analisis karakteristik permukaan respon untuk biji kakao fermented (Y3), biji kakao under fermented (Y4), dan biji kakao non fermented (Y5) Derajat fermentasi melalui uji belah bertujuan untuk mengetahui kualitas biji kakao fermentasi yang dihasilkan. Secara sederhana ciri fisik belahan keping biji kakao diamati untuk mengetahui keberhasilan proses fermentasi dan kualitas biji kakao yang dihasilkan. Berdasarkan plot kontur dan surface yang ditunjukkan pada Gambar 4, diketahui bahwa semakin besar laju aerasi yang diberikan, maka persentase biji kakao fermented yang diperoleh semakin tinggi. Sementara pada aerasi udara < 300 ml/ menit dan lama fermentasi < 5 hari, menghasilkan persentase biji kakao fermented yang sedikit lebih rendah yaitu sebesar < 80%. Jika ditinjau berdasarkan hasil analisis varian diketahui bahwa variabel laju aerasi, dan lama fermentasi hanya memberikan pengaruh sebesar 75,4% terhadap persentase biji kakao fermented yang dihasilkan. Maka dapat diartikan persentase biji kakao fermented tidak hanya dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut, tetapi ada faktorfaktor lain yang dapat mempengaruhi persentase biji kakao fermented yang dihasilkan. Gambar 3. Plot kontur dan surface hubungan biji kakao fermented (Y3) dengan laju aerasi (X1), dan lama fermentasi (X2) 273

275 Gambar 4. Plot kontur dan surface hubungan biji kakao under fermented (Y4) dengan laju aerasi (X1), dan lama fermentasi (X2) Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase biji kakao under fermented tertinggi diperoleh pada laju aerasi < 300 ml/ menit dan lama fermentasi < 5 hari. Sedikit berbeda dengan persentase biji kakao non fermented, dimana semakin besar laju aerasi dan semakin lama fermentasi akan menghasilkan persentase biji kakao non fermented yang lebih kecil, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 5. Plot kontur dan surface hubungan biji kakao non fermented (Y5) dengan laju aerasi (X1), dan lama fermentasi (X2) KESIMPULAN Kadar air biji kakao setelah fermentasi dan setelah pengeringan berturutturut sebesar 52, 494% dan 7,640%. Persentase biji kakao fermented diperoleh bervariasi antara 64-87%, biji kakao under fermented sebesar 7-30%, dan untuk biji kakao non fermented berkisar 5-8% dengan berbagai perlakuan. Komposisi ini 274

276 menunjukkan bahwa reaktor packed bed yang digunakan untuk fermentasi biji kakao dapat bekerja dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Gu F., Lehe T., Wu H., Yiming F., Fei X., Zhong C., dan Qinghuang W., Comparison of Cocoa Beans from China, Indonesia and Papua New Guinea. Foods : Evina., V. J. E., Taeye., C.E D., Niemenak., N., Youmbi., E., Collin., S., Influence of acetic and lactic acids on cocoa flavan-3-ol degradation through fermentation-like incubations Food Science and Technology : Iriawan N., Astuti, S.P., Mengolah Data Statistik dengan Mudah menggunakan Minitab 14, Penerbit Andi, Yogyakarta. Kristanto, W. H., Pengaruh Penambahan ragi dan Lubang Kotak pada Fermentasi Buah Kakao terhadap Mutu Biji Kakao Kering. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Bandar Lampung. Kongor, J. E., Hinneh M., Walle D.V., Afoakwa E.O., Boeckx P., Dewettinck K., Factors influencing quality variation in cocoa (Theobroma cacao) bean flavour profile - A review. Food Research International 82 (2016) Mulato, S., Widyotomo, Misnawi, Suharyanto, Edisi II., Pengolahan Primer dan Sekunder. Jawa Barat:Pusat penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Nascimento, M. S., Pamela O. P., Daniela M.B., Fabiana T. I., Maria L. S. T., Priscilla E., Behavior of Salmonella during fermentation, drying and storage of cocoa beans International Journal of Food Microbiology 167 (2013) Nazaruddin R., Seng L. K., Hassan o., Said M., Effect of pulp preconditioning on the content of polyphenols in cocoa beans (Theobroma Cacao) during fermentation. Industrial Crops and Products 24 (2006) Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) , Tentang Syarat Mutu Biji Kakao Kering. Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) , Amd 2010 Tentang Syarat Mutu Biji Kakao Kering. Sustainable Cocoa Production Program-Swisscontact, Pascapanen, Kuaitas Biji Kakao dan Fermentasi. Swisscontact, Medan. Thompson, S.S., Miller, K.B., Lopez, A.S., Camu, N., Cocoa and coffee, In: Doyle, M.P., Buchanan, R.L. (Eds.), Food Microbiology: Fundamentals and Frontiers, 4th ed. ASM Press, Washington, DC, pp

277 KAJIAN PROSES FERMENTASI PADA PROSES PENGOLAHAN PLIEK-U Rita Khathir 1, Raida Agustina, Faisal Basyir 1 Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala rkhathir@unsyiah.ac.id ABSTRAK Proses fermentasi adalah proses yang sangat penting dalam proses pengolahan kelapa tradisional Aceh yaitu Pliek-U. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses fermentasi kelapa pada proses pengolahan Pliek-U. Proses fermentasi dilakukan terhadap kelapa segar yang telah dikukur, diletakkan dalam ember hitam dengan ketebalan 30cm selama 10, 7 dan 4 hari. Parameter penelitian meliputi suhu, ph dan kadar air kelapa selama proses fermentasi. Proses pengadukan bahan dilakukan dalam interval 2 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu rata-rata kelapa selama proses fermentasi adalah C, ph turun dari 8 ke 4,4, dan kadar air dalam kisaran 45-58%. Proses fermentasi dengan pola perubahan suhu yang sempurna diperoleh pada perlakuan lama fermentasi 7 hari. Suhu pada permukaan kelapa (33-36 C) lebih tinggi dari suhu dalam tumpukan kelapa (32-33 C). Penelitian ini merekomendasikan peningkatan frekuensi pengadukan untuk meningkatkan keseragaman proses fermentasi, pengontrolan suhu fermentasi yang mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL), dan penggunaan penutup bahan yang dapat menyerap air. Kata Kunci : Pliek U, Fermentasi, Suhu, ph, dan Kadar Air PENDAHULUAN Kelapa merupakan komoditas unggulan Propinsi Aceh. Pada tahun 2017, luas tanam perkebunan kelapa rakyat mencapai ha dengan produksi ton (BPS, 2018). Pada saat ini, salah satu produk olahan kelapa yang dikenal istimewa adalah Pliek-U. Masyarakat Aceh secara turun-temurun telah menggunakan daging buah dan minyak kelapa terfermentasi (diperam) yang diproses secara tradisional (Nurliana et al., 2009). Pliek U dikonsumsi sebagai bumbu masak dan sambal (Rinaldi et al., 2016). Proses pengolahan Pliek U meliputi beberapa tahapan seperti proses fermentasi, pemerasan dan penjemuran di bawah sinar matahari (Nurliana et al., 2009 dan Mustaqimah et al., 2011). Proses pengolahan ini bervariasi di tingkat petani sesuai dengan pengetahuan, tujuan, pengalaman mereka, dan teknologi peralatan yang dimiliki. Semakin lama waktu fermentasi akan mengakibatkan semakin mudahnya pengukuran kelapa dilakukan, terutama sekali apabila 276

278 pengukuran dilakukan dengan kukuran tangan. Petani di Kabupaten Bireun mengukur kelapa menggunakan kukuran tangan dan mereka enggan menggunakan kukuran listrik karena hasil pengukurannya dianggap terlalu halus. Sedangkan petani di Kabupaten Aceh Besar telah menggunakan kukuran listrik. Petani melakukan fermentasi lanjutan selama 1-2 hari dan kemudian langsung melakukan proses penjemuran apabila tujuan utama pengolahan minyak kelapa adalah untuk menghasilkan minyak pliek-u sehingga proses fermentasi dipersingkat dan tidak dilakukannya pengumpulan minyak sebelum penjemuran. Sedangkan sebagian petani melakukan proses fermentasi selama 7 hari serta mengumpulkan minyak simplah selama proses tersebut karena tujuan pembuatan minyak adalah untuk menghasilkan minyak simplah yang kemudian akan diproses lanjut menjadi minyak kemenyan. Dengan demikian, tahapan proses pengolahan minyak kelapa tergantung kepada jenis minyak yang ingin dihasilkan (Khathir dan Erika, 2013). Fermentasi adalah salah satu tahapan penting dalam pengolahan Pliek U yang diduga mempengaruhi kualitas Pliek U. Rinaldi et al. (2016) menyatakan bahwa proses pembuatan Pliek U melalui proses fermentasi yaitu buah kelapa yang telah dibelah kemudian langsung dimasukkan ke dalam karung goni selama 3 hari atau diletakkan begitu saja di lantai, lalu dikukur dan proses fermentasi dilanjutkan lagi sampai beberapa hari. Pliek U ini dihasilkan melalui fermentasi tanpa penambahan kultur starter atau terfermentasi secara spontan atau tanpa disengaja (Kiti, 2013). Pada kondisi yang tidak steril, proses fermentasi ini rentan terhadap kontaminasi sehingga menurunkan kualitas Pliek-U (Rinaldi et al., 2016). Banyak faktor yang diduga mempengaruhi proses fermentasi, misalnya suhu, ph, cahaya, waktu, dan perbandingan jumlah ragi (Andaka dan Arumsari, 2016). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji proses fermentasi pada proses pengolahan Pliek U. 277

279 METODE PENELITIAN Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat kukur elektrik, baskom, timbangan, penggaris, termometer, dan benchtop ph meter. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah kelapa tua sebanyak 150 butir dan daun pisang. Buah kelapa dikupas, dibelah, dibuang airnya, dan dikukur daging buahnya. Daging buah ini diletakkan dalam ember plastik dengan ketebalan 30 cm lalu ditutup dengan daun pisang. Selanjutnya kelapa ini difermentasi selama 10, 7, dan 4 hari. Proses fermentasi dilakukan dengan 3x ulangan. Selama proses fermentasi dilakukan pengamatan suhu ruangan, suhu pada permukaan tumpukan kelapa, dan suhu dalam tumpukan kelapa. Pengamatan suhu dilakukan dalam interval 2 jam dimulai pada pukul WIB tanggal 26 Mei 2016 dan proses pengadukan bahan dilakukan dalam interval 2 hari. Selain itu dilakukan pengamatan ph dan kadar air kelapa dalam interval 1 hari selama proses fermentasi. Data yang diperoleh dianalisis secara diskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu Kelapa Selama Proses Fermentasi Hasil pengamatan suhu kelapa pada perlakuan lama fermentasi 10, 7 dan 4 hari dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3. Berdasarkan Gambar tersebut, suhu kelapa fermentasi lebih berfluktuasi sepanjang proses fermentasi dengan suhu di atas suhu ruangnya dan suhu pada permukaan kelapa lebih tinggi dari suhu dalam tumpukan kelapa. Tingginya temperatur pada permukaan tumpukan kelapa disebabkan oleh adanya sirkulasi oksigen yang baik sehingga pertumbuhan mikroorganisme fermentasi lebih baik. 278

280 Gambar 1. Suhu kelapa perlakuan lama fermentasi 10 hari Gambar 2. Suhu kelapa perlakuan lama fermentasi 7 hari Gambar 3. Suhu kelapa perlakuan lama fermentasi 4 hari Rinaldi et al. (2016) telah mengidentifikasikan tentang adanya peranan aktifitas mikroorganisme dalam proses fermentasi Pliek U yaitu 6 jenis jamur dan 3 jenis bakteri gram positif. Jenis jamur hasil isolasi mereka yaitu Microascus sp., 279

281 Sordaria sp., dan Curvularia sp.,yang berasal dari substrat kelapa sebelum fermentasi dan Trichurus sp., Acremonium sp., Sordaria sp., dan Gonytrichum sp., yang berasal dari substrat kelapa setelah proses fermentasi. Kiti (2013) berhasil mengidentifikasikan 5 isolat bakteri asam laktat (BAL) dari Pliek U. Secara detail perbandingan karakteristik suhu pada perlakuan lama fermentasi yang diuji dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik suhu pada perlakuan lama fermentasi 10, 7, dan 4 hari Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nuraini (2011) yang mendefinisikan suhu kelapa pada saat proses fermentasi berlangsung dalam kisaran C. Bahkan, suhu permukaan kelapa pada proses fermentasi selama 7 hari mencapai 44,7. Suhu fermentasi perlu dikontrol agar tetap dalam batas mikroorganisme dapat tumbuh. Menurut Kiti (2013), lima isolat BAL dari Pliek U yang diujinya mampu tumbuh dnegan baik pada suhu 30, 45, dan 50 C,dan tidak dapat tumbuh pada suhu 10 C. Suhu optimum pertumbuhan BAL sangat penting karena diluar suhu optimum tersebut maka proses pertumbuhan akan terhambat atau bahkan terhenti. Suhu kelapa selama proses fermentasi juga didukung oleh suhu ruangan. Oleh karena proses fermentasi berlangsung secara kontinu, maka pergantian siang dan malam juga memicu perubahan suhu tersebut. Simpangan atau deviasi suhu kelapa berkisar dari 2 sampai 4 C. Berdasarkan grafik di atas, suhu kelapa mulai naik setelah 10 jam fermentasi dan mulai turun setelah 144 jam fermentasi (pada permukaan kelapa) dan setelah 132 jam fermentasi (dalam tumpukan kelapa). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses fermentasi kelapa membutuhkan waktu setidaknya 150 jam atau 7 hari. Grafik perubahan suhu kelapa pada perlakuan lama fermentasi 4 hari 280

282 menunjukkan bahwa proses fermentasi belum sempurna (Gambar 3). Proses peningkatan suhu yang dipicu oleh aktifitas mikroorganisme akan mencapai batas maksimumnya yang tidak sesuai lagi bagi pertumbuhannya sehingga akan menurun kembali. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan jenis mikroorganisme yang diiidentifikasikan oleh Rinaldi et al. (2016) sebelum dan setelah proses fermentasi pada substrat kelapa. Perbedaan suhu permukaan kelapa dan dalam tumpukan kelapa cukup signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengadukan menjadi sangat penting dalam proses fermentasi untuk meningkatkan keseragaman suhu fermentasi yang akan berdampak pada kualitas hasil fermentasi. Frekuensi proses pengadukan bahan 2 hari sekali perlu ditingkatkan. Derajat Keasaman(pH) Kelapa Selama Proses Fermentasi Hasil pengamatan ph kelapa pada perlakuan lama fermentasi 10, 7 dan 4 hari dapat dilihat pada Gambar 4. Derajat keasaman awal kelapa kukur berada pada kisaran 7-8 atau dalam keadaan netral. Proses fermentasi yang berlangsung cenderung meningkatkan rasa asam yang ditandai dengan penurunan nilai ph. Fluktuasi ph terjadi pada proses fermentasi selama 7 hari dengan nilai ph akhir sebesar 5,35. Fermentasi yang terlalu lama mengakibatkan peningkatan keasaman dengan ph 4,42. Hasil penelitian ini juga selaras dengan hasil penelitian Rinaldi et al. (2016). Mereka menemukan bahwa ph kelapa sebelum fermentasi adalah 6,7 dan setelah fermentasi menjadi 4,1. Rasa asam yang dihasilkan juga identik dengan pelaku fermentasi yang merupakan bakteri asam laktat (BAL). Kiti (2013) menyatakan bahwa isolat BAL dari Pliek U dapat tumbuh dengan baik pada ph 5,5-8. Pliek u merupakan makanan yang sehat karena mengandung senyawasenyawa metabolit hasil fermentasi bakteri asam laktat yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen, sehingga apabila dikonsumsi dapat menyeimbangkan mikrobiota usus. Oleh karena itu pliek u dapat dikategorikan sebagai pangan fungsional (Kiti, 2013). 281

283 ph 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0, Lama Fermentasi (Hari) 4 Hari 7 Hari 10 Hari Gambar 4. Perubahan ph kelapa selama proses fermentasi Perubahan Kadar Air Kelapa Selama Proses Fermentasi Hasil pengamatan kadar air kelapa pada perlakuan lama fermentasi 10, 7 dan 4 hari dapat dilihat pada Gambar 5. 70,00 60,00 Kadar Air (%) 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 4 Hari 7 Hari 10 Hari 0, Lama Fermentasi (Hari) Gambar 5. Perubahan kadar air kelapa selama proses fermentasi Kadar air awal kelapa sekitar 45-52%. Proses fermentasi berfluktuasi dan meningkatkan kadar air dalam jumlah sedikit, dimana semakin lama proses fermentasi menghasilkan kadar air yang lebih tinggi (58%). Secara tradisional, masyarakat menutup kelapa selama proses fermentasi menggunakan daun pisang atau menggunakan tutup permanen. Proses peningkatan suhu kelapa akan menguapkan sebagian air bahan dan air yang ada di udara. Uap air juga dihasilkan 282

284 dari aktifitas metabolisme mikroorganisme selama proses fermentasi. Namun kemudian jenis tutup yang digunakan membuat uap air tersebut kembali mengembun jatuh ke dalam kelapa. Penggunaan jenis tutup lain yang dapat menyerap uap air ini dapat dipertimbangkan sebagai suatu langkah untuk menghindari peningkatan kadar air kelapa. Peningkatan kadar air kelapa perlu dihindari karena peningkatan kadar air akan berpengaruh pada kandungan asam lemak bebas (ALB) dalam Pliek U dan minyak yang dihasilkannya. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa selama proses fermentasi suhu rata-rata kelapa berada pada kisaran C, ph turun dari 8 ke 4,4, dan kadar air dalam kisaran 45-58%. Proses fermentasi dengan pola perubahan suhu yang sempurna diperoleh pada perlakuan lama fermentasi 7 hari. Suhu pada permukaan kelapa (33-36 C) lebih tinggi dari suhu dalam tumpukan kelapa (32-33 C). Penelitian ini merekomendasikan peningkatan frekuensi pengadukan untuk meningkatkan keseragaman proses fermentasi, pengontrolan suhu fermentasi yang mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL), dan penggunaan penutup bahan yang dapat menyerap air. DAFTAR PUSTAKA Andaka, G. dan Arumsari, S Pengambilan Minyak Kelapa dengan Metode Fermentasi Menggunakan Ragi Roti. Jurnal Teknik Kimia: Vol 10. No. 2. Hal: BPS Propinsi Aceh Dalam Angka. Balai Pusat Statistik Propinsi Aceh. Khathir, R., dan Erika, C Kajian Terhadap Metode Pengolahan Minyak Kelapa Di Aceh. Prosiding: Seminar Nasional Hasil Riset dan Standardisasi Industri III, Oktober 2013 di Banda Aceh. Hal : Kiti, A.A Potensi Bakteri Asam Laktat Yang Diisolasi Dari Pliek U Dalam Menghambat Pertumbuhan Beberapa Mikroorganisme Patogen. Tesis. Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Mustaqimah, R. A. Basyamfar, dan Ratna Perancangan Dan Aplikasi Alat Pengepres Pliek U Tipe Ulir. Prosiding: Aceh Development International Conference (ADIC 2011) Maret 2011 di Universitas Kebangsaan Malaysia, Bangi-Malaysia. 283

285 Nuraini Pengaruh Lama Fermentasi dan Kondisi Fermentor Terhadap Hasil Ekstraksi Minyak Simplah dan Minyak Pliek U. Skripsi. Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Nurliana, I. Sudarwanto, L.I. Sudirman, dan A.W. Sanjaya Prospek Makanan Tradisional Aceh sebagai Makanan Ksesehatan: Deteksi Awal Aktifitas Antimikrob Minyak Pliek U dan Ekstrak Kasar dari Pliek U. Jurnal Forum Pascasarjana: Vol.32 No. 1, Hal: Rinaldi, R., Wassalwa, M., Hayatillah, R., Amirunnas, A la, N., dan Iswadi Mikroorganisme Fermentor pada Proses Pembuatan Pilek u. BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi. Vol. 2 No. 1, Hal:

286 SIFAT ELEKTRO-OPTIK BUBUK KUNYIT BERBASIS NEAR INFRARED SPECTROSCOPY UNTUK PREDIKSI KURKUMINOID Yuni Saputri 1, Yusriana 2, Agus Arip Munawar* 3 1 Program Studi Magister Teknologi Industri Pertanian, Universitas Syiah Kuala- Banda Aceh 2 Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala-Banda Aceh 2 Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Syiah Kuala-Banda Aceh aamunawar@unsyiah.ac.id ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji sifat elektro-optik bubuk kunyit berbasis teknologi near infrared (NIR) sebagai metode alternatif baru untuk prediksi kadar kurkuminoid bubuk kunyit Aslam dari provinsi Aceh. Spektrum NIR dalam bentuk diffuse reflectance dengan rentang panjang gelombang nm, diakuisisi untuk sampel bubuk kunyit Aslam dengan resolusi panjang gelombang 0.2 nm. Sampel dipindai sebanyak 32 kali dan disimpan dalam file spektrum berformat *.SPA, dan *.CSV. Kadar kurkuminoid aktual dari bubuk kunyit diukur dengan metode standard laboratorium. Spektrum diperbaiki dengan metode baseline shift correction (BSC) dan model prediksi kurkuminoid dibangun dengan metode principal component regression (PCR). Akurasi dan kehandalan prediksi divalidasi dengan metode k-fold cross validation dan parameter utama yang dijustifikasi adalah koefisien korelasi (r) serta indeks residual predictive deviation (RPD). Hasil studi menunjukkan bahwa kadar kurkunimoid bubuk kunyit dapat diprediksi dengan baik meskipun spectrum NIR belum diperbaiki (raw spectrum) dengan hasil akurasi r = 0.88 dan RPD = Koreksi dan perbaikan spectrum mampu meningkatkan akurasi dan kehandalan prediksi dengan parameter r = 0.92 dan RPD = Dari hasil studi dapat disimpulkan bahwa teknologi NIR mampu dijadikan sebagai metode alternatif yang cepat dalam mengevaluasi dan prediski kadar kurkuminoid. Kata Kunci: NIRS, kunyit, prediksi, spekttrum, elektro-optik. PENDAHULUAN Potensi agroindustri kunyit (Curcumae Domesticae Rhizoma) cukup menjanjikan. Kendala utama yang mengakibatkan agroindustri ini tidak bisa berjalan dengan baik adalah, tidak pernah ada pasokan kunyit secara kontinyu. Sebab sampai sekarang tidak ada kebun kunyit skala komersial, yang dikelola secara profesional. Di Indonesia untuk industri atau jamu tradisional rata-rata membutuhkan bahan baku kunyit sebesar 1,5-6 ton/bulan. Untuk kebutuhan pasar domestik saja dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan dengan presentase 10-25% per tahunnya terutama menjelang hari-hari raya, melihat kondisi tersebut suplai dan permintaan kebutuhan terhadap komoditas kunyit tidak seimbang. Apalagi untuk memenuhi kebutuhan permintaan pasar luar negeri, karena kebutuhan kunyit dunia 285

287 saat ini sudah mencapai ratusan ribu ton/tahun. Selain Indonesia, negara-negara pengimpor kunyit dunia adalah Cina, Haiti, dan Srilanka. Provinsi Aceh saat ini juga sudah mulai membudidayakan kunyit, salah satu nya di Kabupaten Aceh Besar. Kunyit merupakan salah satu tanaman yang tumbuh subur di Kemukiman Lamteuba yang berada di kaki gunung Seulawah Agam. Selama ini masyarakat menjual hasil perkebunan mereka dalam bentuk kunyit utuh. Apabila kunyit utuh mereka tidak habis terjual, mereka mengolahnya menjadi kunyit bubuk secara manual dan tradisional. Ternyata hasil olahan kunyit bubuk dari Lamteuba memiliki aroma, warna serta rasa yang lebih unggul dibandingkan dengan kunyit bubuk yang sudah ada dipasaran saat ini. Kunyit bubuk tersebut dikemas dengan cara yang sangat sederhana yaitu menggunakan botol syrup bekas. Selain untuk penggunaan harian dirumah, kunyit bubuk juga dijual namun pemasarannyapun dengan cara traditional yaitu masyarakat memproduksi apabila ada permintaan. Melihat permasalahan diatas dan potensi besar yang terdapat di Lamteuba, maka masyarakat harus segera mengambil peluang yang ada. Tentu saja sekaligus menjawab pangsa pasar yang menginginkan produk alami, aman dan sehat. Proses pengolahan selanjutnya diharapkan akan lebih modern dan memenuhi standar pasar nasional dan internasional mengingat permintaan kunyit bubuk dunia cukup besar. Sistem pemasaranpun dirancang mengikuti perkembangan zaman, salah satunya dengan media online dan direct selling. Dengan cara ini selain jangkauan pasar yang lebih luas juga dapat memperpendek rantai distribusi sehingga produsen, distributor dan konsumen dapat menikmati produk dengan harga ideal. Semakin tingginya permintaan pasar, tentu saja akan mempengaruhi jumlah pasokan kunyit utuh. Secara tidak langsung terbukanya lapangan pekerjaan dan menimbulkan kegairahan para petani untuk bercocok tanam kunyit di kebun mereka. Pendeteksian mutu pangan yang cepat dan efisien dapat diwujudkan melalui pengembangan teknologi Near Infrared Reflectance Spectroscopy (NIRS). NIRS telah menjadi salah satu metode non-destruktif yang paling menjanjikan dan dapat digunakan untuk analisis dalam berbagai bidang, termasuk dibidang pertanian. Keuntungan yang dapat diraih adalah persiapan sederhana untuk sampel, proses deteksi cepat, dan ramah lingkungan karena tidak ada bahan kimia yang digunakan. 286

288 Lebih penting lagi menurut Ce dan He (2007), NIRS memiliki kemampuan potensial untuk menentukan beberapa parameter mutu secara bersamaan. Melalui pengembangan ilmu komputer dan chemometric, kemampuan aplikasi teknik NIRS menjadi lebih populer dan menarik banyak perhatian para peneliti dalam bidang pangan. Komponen dengan persentase konsentrasi 0.1% dapat dideteksi dan dievaluasi menggunakan NIRS.. Kualitas bubuk kunyit seperti kadar kurkuminoid, karbohidrat, kadar air dan sebagainya, dianalisa dengan melakukan serangkaian prosedur uji laboratorium dimana dalam analisa ini, umumnya juga melibatkan bahan kimia ataupun proses lainnya yang terkadang menghabiskan waktu yang cukup lama dan prosedur yang rumit, sehingga tidak cocok diterapkan di industri yang bergerak dibidang pertanian di mana mereka memerlukan metode yang sangat cepat, efisien, persiapan sampel yang mudah, simultan dan tidak merusak (non-destruktif) untuk menganalisa kualitas produk pertanian tersebut. Salah satu metode saat ini yang sedang berkembang dan berpotensi dapat digunakan untuk mendeteksi atau menentukan parameter kimia kualitas produk pertanian adalah metode pantulan infra merah dekat atau Near Infrared Reflectance Spectroscopy (NIRS). Metode ini dapat menganalisa kualitas pertanian dengan waktu yang sangat cepat dan dilakukan secara non-destruktif atau tanpa merusak produk bahkan tanpa menyentuh produk tersebut. Metode NIRS bekerja berdasarkan prinsip bahwa setiap obyek biologik memilki karakteristik sifat optik dan elektromagnetik tertentu yang khas dalam bentuk spektrum. Spektrum NIR objek ini kemudian dapat dianalisa dengan metode matematik khusus seperti metode analisa mutivariate menjadi informasi tentang kandungan kimia obyek tersebut. Fenomena ini yang mendorong banyak ilmuwan untuk meneliti kemungkinan penerapan metode NIRS untuk memprediksi kualitas suatu bahan organik seperti buah-buahan, tepung, pakan ternak dan daun-daun herbal yang akan dijadikan bahan pembuatan obat. Beberapa industri menerapkan metode ini untuk memprediksi kandungan nutrisi dari produk pertanian, dan peternakan (Wu et al., 2008). Keunggulan metode teknologi NIRS yang tidak merusak bahan, persiapan sampel yang relatif mudah, tidak melibatkan bahan kimia dalam proses pengujiannya serta dapat menduga beberapa kualitas atau nutrisi 287

289 bahan secara simultan, menjadikan metode ini banyak diteliti dan diterapkan di banyak bidang, termasuk bidang pertanian dan peternakan. Informasi yang terkandung dalam spektrum NIR untuk setiap bahan biologik akan berbeda beda tergantung pada kandungan kimia dari bahan tersebut. Dengan menggunakan data spektrum ini dan ditambah dengan metode analisa multivariate nya (kalibrasi model), akan memungkinkan pendugaan kualitas produk bahan bilogik yang cepat, efisien dan simultan tanpa merusak bahan. Tujuan yang ingin dicapai dalam studi ini adalah mengkaji sifat elektro-optik dari bubuk kunyit dan menerapkan teknologi berbasis NIRS untuk menentukan dan memprediksi kadar kurkuminoid bubuk kunyit secara cepat dan simultan. Selain itu, studi ini juga bertujuan untuk melihat dampak perbaikan data spektrum terhadap akurasi dan kehandalan hasil prediksi. METODE PENELITIAN 2.1. Akuisisi spektrum NIR sampel bubuk kunyit Spektrum NIR sampel bubuk kunyit diakuisisi dengan menggunakan instrument NIR (FT-NIR, Thermo Nicolet Antaris II dengan metode array: development sampling). Alur kerja (workflow) untuk menjalankan instrument ini dibuat dengan menggunakan perangkat lunak terintegrasi Thermo Integration dan Thermo Operation (Thermo software AS). Integrating sphere dengan rotasi dipilih sebagai metode akuisisi spektrum dimana kalibrasi background disetting untuk diterapkan tiap jam. Rentang panjang gelombang yang dipakai adalah nm dengan interval sekitar 0.2 nm. Workflow dibangun untuk pengaturan instrument agar bekerja untuk akuisisi dan record spektrum dalam bentuk pantulan semu, scanning sampel pakan 32 kali dan merata-ratakan hasilnya serta menyimpan hasil scanning data spektrum dalam format *.spa dan *.csv. Pengambilan spektrum sampel ternak dilakukan dengan menempatkan sampel bubuk kunyit (± 30 g) pada sample holder, dengan sedikit mungkin ruang kosong untuk mengurangi noise pada spektrum. 288

290 2.2. Pengukuran parameter kurkuminoid Setelah akuisisi spektrum near infrared dilakukan, tahap selanjutnya adalah pengukuran parameter kualitas bubuk kunyit yakni kadar kurkuminoid. Metode yang digunakan dalam pengukuran parameter kualitas ini adalah metode standard kimia laboratorium 2.3. Perbaikan data spektrum near infrared Data spektrum pakan ternak akan dianalisa terlebih dahulu untuk melihat ada atau tidaknya noise pada spektrum yang dihasilkan. Perbaikan spektrum perlu dilakukan jika terdapat noise atau gangguan pada spektrum. Metode yang akan digunakan untuk perbaikan spektrum dalam penelitian ini adalah metode baseline shift correction (BSC) 2.4. prediksi kadar kurkumonoid dengan spektrum near infrared Data spektrum near infrared kemudian digunakan sebagai data untuk memprediksi kandungan kurkuminoid sampel bubuk kunyit. Prosedur ini dilakukan untuk menguji potensi teknologi NIR sebagai metode alternatif baru dalam penentuan atau pengukuran parameter kualitas pakan. Metode yang akan digunakan dalam tahap ini adalah metode principal component regression (PCR) 2.5. Evaluasi metode teknologi NIRS Kualitas pakan ternak hasil prediksi NIRS kemudian akan dievaluasi dengan metode validasi silang (cross validation). Hasil prediksi kemudian dibandingkan dengan hasil pengukuran metode kimia laboratorium. Tingkat ketepatan dan akurasi hasil prediksi dinilai berdasarkan parameter statistik antara lain: koefisien korelasi (r), root mean square error (RMSE), residual predictive deviation (RPD), dan number of principal component (PC). Hasil prediksi ideal dicirikan dengan nilai r yang tinggi, antara , RMSE yang rendah, nilai koefisien RPD dan jumlah PC yang tidak lebih dari 9 PC (Nicolai et al., 2007; Cozzolino et al., 2011). 289

291 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Elktro-optik spektrum bubuk kunyit near infrared pakan ternak Secara umum, sifat elektro-optik sampel bubuk kunyit dalam bentuk spektrum diffuse reflectance near infrared (NIR) dalam studi ini terlihat seperti pada gambar 1. Dari spektrum NIR ini terlihat bahwa NIR mengindikasikan keberadaan bahan organik dari bubuk kunyit akibat interaksi ikatan molekul O-H, C-H, C-O dan N-H. Gambar 1. Elektro-optik spektrum diffuse reflectance NIR untuk sampel bubuk kunyit Berdasarkan hasil studi ini, ditemukan bahwa struktur C-H-O bervibrasi (overtone pertama) pada rentang panjang gelombang nm. Sedangkan struktur molekul N-H bervibrasi (overtone pertama) pada kisaran panjang gelombang nm. Spektrum NIR yang dihasilkan terkadang mengandung gangguan (noise) yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi informasi dari spektrum tersebut. Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada hasil akurasi prediksi parameter kualitas yang dikaji. Biasanya, gangguan ini dihasilkan oleh beberapa hal diantaranya: suhu sensor yang kelebihan panas (overheated), cahaya mengenai obyek lain seperti udara, perubahan curvature dari integrating sphere dan penguatan optik yang berlebihan. Oleh sebab itu, spektrum harus diperbaiki guna menghasilkan spektrum yang lebih baik dan akurat ketika akan dipergunakan untuk prediksi kadar kimia kualitas bahan. Perbaikan spektrum juga dilakukan dalam studi ini dimana metode 290

292 koreksi yang dipilih adalah baseline shift correction (BSC). Metode ini mampu menghilangkan efek interferensi cahaya dan penguatan peak spectrum Prediksi kadar kurkuminoid bubuk kunyit Prediksi kualitas bubuk kunyit dilakukan untuk melihat feasibility dan kemampuan metode NIRS sebagai metode cepat dan non-destruktif untuk evaluasi kualitas kunyit. Dalam studi ini, data spectrum yang belum diperbaiki (raw spectrum) dan data spectrum hasil koreksi metode BSC (corrected spectrum) digunakan dalam proses prediksi dan dibandingkan hasil akurasi dan kehandalan prediksinya berdasarkan parameter statistik seperti yang telah dijelasakan sebelumnya. Hasil prediksi parameter kadar kurkuminoid sampel bubuk kunyit dirangkum pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil prediksi parameter kualitas pakan NDF dan ADF dengan spektrum NIR Parameter Spektrum R 2 r RMSE RPD PCs Raw Kurkuminoid BSC Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa dengan menggunakan data spectrum raw, kadar kurkuminoid mampu diprediksi dengan baik (r = 0.88 dan RPD = 1.73). Koreksi dan perbaikan spectrum dengan metode BSC terbukti berdampak dan mampu meningkatkan akurasi dan kehandalan prediksi dengan parameter r = 0.92 dan RPD = Scatter plot hasil prediksi kadar kurkuminoid terlihat pada Gambar

293 5,0 Kurkumin Prediksi NIRS (%) 4,5 4,0 3,5 3,0 R² = 0,8317 2,5 2,0 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 Kurkumin Aktual (%) Kurkumin Prediksi NIRS (%) 5,0 4,5 4,0 3,5 3,0 2,5 R² = 0,8939 2,0 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 Kurkumin Aktual (%) Gambar 2. Scatter plot hasil prediksi Kurkumin bubuk kunyit dengan data raw spectrum NIR (a) dan data BSC spectrum NIR (b) Berdasarkan hasil prediksi di atas, terlihat bahwa secara umum metode NIRS mampu memprediksi kadar kurkuminoid pada sampel bubuk kunyit dengan hasil yang baik. Hal ini dapat dilihat dari perolehan index prediksi RPD yang berada 292

294 pada rentang , dimana indikator tersebut merupakan index penting dalam evaluasi hasil prediksi objek biologik dengan metode NIRS. KESIMPULAN Berdasarkan studi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa teknologi NIRS dapat diterapkan untuk memprediksi parameter kualitas bubuk kunyit dalam bentuk kadar kurkuminoid dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai index prediksi RPD yang berada pada rentang Lebih lanjut, dalam studi ini juga didapatkan bahwa perbaikan data spektrum NIR dengan metode BSC mampu meningkatkan akurasi dan kehandalan hasil prediksi dengan r = 0.92 dan RPD = DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Aceh Aceh Dalam Angka.Aceh. Cen, H dan Y.He Theory and Application of Near Inrfrared Reflectance Spectroscopy in Determination of Food Quality. J. Trends in Food Sci & Technol 18: Cen, H. Y., Bao, Y. D., He, Y., & Sun, D. W. (2007). Visible and near infrared spectroscopy for rapid detection of citric and tartaric acids in orange juice. Journal of Food Engineering, 82, Cozzolino, D., Cynkar, W. U., Shah, N., & Smith, P. (2011). Multivariate data analysis applied to spectroscopy: Potential application to juice and fruit quality. Food Research International, 44, Mouazen, A., Kuang, B., De Baerdemaeker, J., Ramon, H. (2010). Comparison among principal component, partial least squares and back propagation neural network analyses for accuracy of measurement of selected soil properties with visible and near infrared spectroscopy. Geoderma,158, Munawar, A. A., Hörsten, D.v., Pawelzik, E., Wegener, J. K., & Mörlein, D. (2013). Prediction of soluble solids content and acidity of intact fruit by NIRS and Multivariate Analysis. Gesellschaft für Informatik (GIL) 2013 Jahrestagung, February 2013 in Potsdam, Germany. Munawar, A.A. (2015). Rapid classification of agricultural products based on their electro-optic properties using near infrared reflectance spectroscopy and chemometrics. Jurnal Rona Teknik Pertanian Vol.8 No.1 Nicolai, B. M., Beullens, K., Bobelyn, E., Peirs, A., Saeys, W., Theron, K. I., & Lamertyn, J. (2007). Nondestructive measurement of fruit and vegetable quality by means of NIR spectroscopy: a review. Postharvest Biology and Technology, 46,

295 Ren, H.Y., Zhuang, D.F., Singh, A.N., Pan, J.J., Qiu, D.S., Shi, R.H. (2009). Estimation of As and Cu contamination in agricultural soils around a mining area by reflectance spectroscopy: a case study. Pedosphere. 19, Summers, D., Lewis, M., Ostendorf, B., & Chittleborough, D. (2011). Visible nearinfrared reflectance spectroscopy as a predictive indicator of soil properties. Ecol. Indic. 11 (1), Tesar, M., Prandtl, R., & Lechner, P. (2007). Application of FT-IR for assessment of the biological stability of landfilled municipal solid waste (MSW) during in situ aeration. Journal of Environmental Monitoring, 9, Wang, J., Lijuan, C., Wenxiu, C., Tiezhu, S., Yiyun, C., & Yin, G. (2014). Prediction of low heavy metal concentrations in agricultural soils using visible and near-infrared reflectance spectroscopy. Geoderma, 216, 1-9. Wu, D., He, Y., Feng, S., & Sun, D.W. (2008). Study on infrared spectroscopy technique for fast measurement of protein content in milk powder based on LS-SVM. Journal of Food Engineering, 84,

296 BUDIDAYA CACING TANAH (Lumbricus Rubellus) SEBAGAI ALTERNATAIF KEWIRAUSAHAAN MUDA PERTANIAN Ichwana 1), Manfarizah 2), Julinawati 3) Sarbaini 4) 1) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala 2) Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala 3) Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala 4) Pengusaha muda Alumni Program Sudi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala ABSTRAK Selama ini di Pulau Jawa telah mulai membudidayakan cacing tanah (Lumbricus Rubellus) dari perkotaan hingga perdesaandan prospeknya sangat diminati di pasaran dan harga jualnya tergolong tinggi. Untuk itu budidaya cacing ini perlu dikembangkan di Provinsi Aceh untuk meningkatkan pendapatan petani, peternak dan pengusaha di Aceh mengingat yang dimiliki dari cacing tanah. Pada makalah ini bertujuan untuk memperkenalkan kepada masyarakat tentang teknik budidaya cacing tanah (Lumbricus Rubellus) dan informasi pengolahannya untuk berbagai produk sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan pendapatan mitra. Terdapat beberapa jenis cacing namun jenis cacing Lumbricus Rubellus memiliki banyak keunggulan. Cacing Lumbricus Rubellus yang telah dibudidaya dapat langsung dijual maupun diolah terlebih dahulu. Kemampuan dan potensi cacing tanah yang prospektif untuk vermi kompos penghasil biomassa, memiliki kemampuan menjaga keseimbangan lingkungan (dekomposter sampah), perbaikan lahan kering, pengganti tepung ikan, pakan ikan, sumber protein hewani, untuk obat typus, kosmetik dan campuran bahan pangan untuk konsumsi manusia. Sehingga memiliki manfaat dalam sektor pertanian, peternakan, perikanan dan farmasi. Proses budidaya cacing tanah tidak memerlukan lahan yang luas, manajemen pemeliharaan yang relatif mudah, serta siklus produksi yang singkat membuat cacing tanah dapat berkembang dengan pesat.oleh kaarena itu budidaya cacing tanah dapat dijadikan usaha dalam meningkatkan pendapatan dan mendukung usaha alumni Pertanian di Indrapuri untuk mengembangkan produksi kompos system vermi kompos. Kata Kunci : Budidaya Cacing Tanah ((Lumbricus Rubellus), Vermi kompos, Indrapuri Aceh PENDAHULUAN Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah petani. Berdasarkan data kajian ekonomi regional Aceh tahun 2007, sektor pertanian merupakan sektor utama bagi perekonomian Aceh yang dapat menyerap tenaga kerja terbesar, yakni sekitar 35% dari jumlah angkatan kerja dan sekitar 70% rumah tangga pedesaan umumnya bergantung kepada sektor pertanian. Disamping sebagai petani, sebagian masyarakat Aceh juga mempunyai 295

297 pekerjaan sebagai peternak yang sampai saat ini mereka masih mengelolanya secara tradisional. Bila dilihat dari segi pendapatan baik sebagai petani atau peternak, penghasilan mereka masih dianggap belum dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Ini dikarenakan pengelolaan pertanian dan peternakan yang secara umum belum menggunakan teknologi yang dapat meningkatkan hasil pertanian maupun peternakan. Salah satu alternative untuk meningkatkan pendapatan mereka adalah dengan melakukan budidaya cacing tanah (Lumbricus Rubellus) yang dapat diolah sebagai upaya perbaikan konservasi tanah dan air maupun bahan obat. Budi daya cacing tanah ini dapat dilakukan bersamaan dengan pekerjaannya sebagai petani ataupun sebagai peternak karena pembudidayaan cacing ini dapat mengoptimalkan pemanfaatkan limbah hasil pertanian dan limbah peternakan. Limbah pertanian atau peternakan atau campuran keduanya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan cacing tanah (Amin, 2010) sehingga dapat mengurangi biaya produksi pada usaha budi daya cacing tersebut. Pengembangan dan penelitian tentang obat tradisional sampai saat ini terus dikembangkan dan salah satunya adalah pengembangan obat tradisional dari cacing tanah (Lumbricus Rubellus). Cacing tanah (Lumbricus Rubellus) mempunyain kandungan gizi yang cukup cukup tinggi, terutama kandungan proteinnya, yaitu lebih tinggi dari sumber protein lainnya. Oleh karena itu, dibeberapa negara telah memanfaatkan cacing tanah ini sebagai bahan untuk ramuan obat karena di dalam ekstrak cacing tanah tersebut mengandung zat antipurin, antiseptik, antidota, vitamin, dan beberapa enzim lainnya dan juga sebagai bahan kosmetik. (Rukmana, 2013) dan dari penelitian yang sudah dilakukan diketahui bahwa ekstrak cacing tanah mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen penyakit typus dan diare. Kandungan protein yang cukup tinggi menyebabkan cacing merah ini juga di gunakan sebagai bahan pembuatan kosmetik, diantaranya adalah pelembab kulit, dan lipstik. Cacing ini juga memiliki kegunaan untuk pakan dan untuk campuran gizi makanan ternak. Cacing merah dapat di gunakan sebagai pakan ikan hias, kurakura, lopster, unggas, dan binatang lainnya. Selama ini di pulau Jawa telah mulai membudidayakan cacing tanah (Lumbricus Rubellus) dari perkotaan hingga perdesaan, dan cacing merah sangat 296

298 diminati di pasaran sehingga mereka belum mampu mencukupi kebutuhan cacing merah setiap harinya walaupun harganya pembeliannya tergolong tinggi. Untuk itu budidaya cacing ini sangat bagus di kembangkan untuk meningkatkan pendapatan petani dan peternak di Aceh Kehadiran cacing tanah di dalam habitat tanah sangat menentukan dalam penghancuran sampah nabati menjadi humus, mengubah profil tanah dan membuat lubang-lubang tanah atau aerasi tanah sehingga oksigen dapat masuk ke dalam tanah untuk kehidupan hewan tanah lainnya. Cacing tanah membantu mempercepat proses mineralisasi yang terjadi di tanah karena dapat menyediakan substrat yang baik bagi organisme serta butiran-butiran kascing dapat memperbaiki struktur tanah. Sehingga budidaya cacing sebagai upaya mengatasi pengangguran atau alternative bidang usaha yang sangat menjanjikan. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan cacing tanah sangat bergantung pada jenis pakannya, pertumbuhan cacing tanah akan meningkat bila pakan tersebut banyak mengandung bahan organik. Pakan utama cacing tanah adalah bahan organik yang dapat berasal dari serasah daun (daun yang gugur), kotoran ternak atau bagian tanaman dan hewan yang sudah mati (Suin, 1997). Saat ini limbah peternakan, limbah pertanian, limbah rumah tangga dan industri terdapat dalam jumlah yang sangat melimpah. Hal ini akibat dari pengembangan usaha pada sektor peternakan dan pertanian. Apabila limbah ini tidak dimanfaatkan secara optimal, maka akan menganggu lingkungan. Menurut Palungkun (2010), dengan memanfaatkan cacing tanah sebagai dekomposer, maka akan mengurangi volume limbah dan sekaligus menjadi sumber pakan bagi cacing tanah. Cacing tanah dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pakan alternatif bagi hewan ternak seperti unggas, ikan, dan udang karena cacing tanah mengandung protein hewani yang cukup tinggi. Beberapa jenis cacing tanah yang banyak dikembangbiakkan adalah Pheretima sp, Perionyx sp, dan Lumbricus sp. Ketiga jenis cacing tanah ini menyukai bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan. Namun cacing tanah jenis Lumbricus memiliki keunggulan dan potensi yang lebih banyak jika dibandingkan dengan dua jenis cacing tanah yang lainnya seperti memiliki kemampuan untuk mempercepat dekomposisi sampah-sampah organik, 297

299 tingkat produktivitasnya yang tinggi, penambahan berat badan lebih cepat, produksi cocon, juvenil (anakan) dan pemeliharaannya sangat mudah. Palungkun (2010) menyatakan bahwa cacing tanah sangat menyukai bahan organik yang sedang membusuk, baik yang berasal dari hewan maupun dari tumbuhan. Yuliprianto (2010) menyatakan bahwa berkurangnya bahan organik tanah yang berarti sedikitnya persediaan pakan cacing tanah sehingga untuk jangka panjang akan menyebabkan cacing tanah meninggalkan lahan atau mengalami kematian. suhu lingkungan yang diperlukan oleh cacing tanah untuk pertumbuhan berkisar antara C dan suhu yang lebih tinggi dari 25 0 C masih baik untuk pertumbuhan cacing tanah. Menurut Barnes (1984), hewan-hewan memanfaatkan bahan organik sebagai sumber Menurut Barnes (1984), hewan-hewan memanfaatkan bahan organik sebagai sumber pakan untuk kelangsungan hidupnya. Pakan tersebut dapat berupa kulit kayu yang terkelupas, tinja, bangkai hewan atau hasil tumbuhan yang tidak hidup seperti selulosa dan senyawa organik lain. Zat makanan yang dibutuhkan itu adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan juga air. Selanjutnya menurut Tang (2002), protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh cacing tanah, karena zat ini selain sebagai sumber energi juga sebagai penyedia asam-asam amino dan sebagai zat pembangun. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi di dalam tubuh cacing tanah. METODE Bahan-bahan yang diperlukan adalah cacing tanah jenis (Lumbricus Rubellus), kayu sebagai bahan pembuatan kandang, kompos hasil pertanian dan kompos hasil peternakan sebagai pakan cacing tanah, thermometer, timbangan Dalam budidaya cacing tanah juga memerlukan kandang sebagai wadah tempat pembudidayaan. Pembuatan kandang di buat dengan bahan-bahan bambu, papan bekas, ijuk, rumbia, terpal, dan genteng tanah. Untuk ukuran budidaya cacing merah skala besar sebaiknya berukuran 1,5 m x 18 m, dengan tinggi kandang 0,45 m, dibuat juga petakan/pembagian ruangan dengan ukuran 20 x 20 cm. Model kandang untuk budidaya cacing tanah bisa berbagai tipe, seperti kolam/kubangan, rak 298

300 bertingkat, kotak bertumpuk, pancing bertingkat/sejajar. Model-model tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1. (a) (b) (c) Gambar 1. Model kandang Budidaya Cacing (d) Langkah kedua adalah persiapan pembibitan dan cara penebarannya. Pada langkah ini di haruskan untuk mempersiapkan pembibitan, dari persiapan pemilihan bibit hingga tempat yang akan di gunakan harus sudah tersedia. Persiapan untuk pembibitan budidaya cacing adalah sebagai berikut : a. Persiapan Awal Indukan Untuk Budidaya Cacing Tanah Persiapan diawali dengan penyediaan media tumbuh, memilih bibit unggul yang akan di budidayakan, mempersiapkan kandang/tempat yang akan di gunakan serta pelindung kandang agar cacing terhindar oleh beberapa pemangsa. b. Pemilihan Calon Induk yang akan di Masukkan ke dalam Kandang Budidaya Memilih bakal induk yang berkualitas juga penentu dalam budidaya cacing. Indukan bisa kita beli dari para penangkar cacing terdekat. Diaceh, bakal induk 299

301 cacing dapat dijumpai di pasar Indrapuri Aceh Besar, namun jika dengan skala yang kecil indukan bisa kita cari dari alam bebas seperti tempat pembuangan kotoran ternak atau tempat lumpur lainnya yang banyak di huni cacing. Indukan cacing yang bagus adalah yang sudah matang usianya dengan tanda tubuh yang besar dan panjang. Tentunya induk seperti ini sangat bagus untuk di budidayakan. Gambar cacing tanah jenis Lumbricus Rubellus dapat dilihat dalam Gambar 2. Gambar 2. Cacing Tanah Jenis Lumbricus Rubellus c. Cara Perawatan Calon Induk Yang Akan Di Budidayakan Perawatana cacing calon indukan dapat di pelihara sebanyak-banyaknya supaya mendapatkan banyak induk yang nantinya siap untuk dibudidayakan. Namun tidak boleh asal dalam pengisian jumlah indukan, dengan perkiraan jika wadah berukuran dengan panjang 2.5 m dan lebar 1 m, sedangkan tinggi sekitar 0.3 m, maka dapat isi sekitar ekor bakal indukan cacing tanah dewasa. Jika jumlah cacing semakin bertambah, maka untuk menghindari sesaknya wadah maka harus di pindahkan sebagian. Kombinasikan pemeliharaan antara dua langkah di atas sangat baik. Selanjutnya harus membuat pemeliharaan kokon (telur cacing) dengan khusus, dan setelah cacing menetas dan dewasa baru di pindahkan. Sekaligus melakukan pemeliharaan/perawatan khusus untuk bibit. d. Cara Penebaran Indukan Kedalam Media Yang Telah Di Siapkan Setelah menyiapkan tempat/kandang lengkap dengan media tumbuh, selanjutnya adalah menanam/menebarkan indukan yang sudah kita pilih kedalam media budidaya. Untuk penebarannya di lakukan sedikit-demi sedikit, jangan langsung semua cacing indukan di masukkan bersamaan, namun dengan cara 300

302 sebagian dengan tujuan untuk mengetahui apakah cacing menyukai media yang telah kita buat atau tidak, dan tanda jika cacing menyukainya maka cacing yang kita masukkan akan langsung masuk ke tanah tanpa ada yang berkeliaran di permukaan media atau bahkan cacing-cacing kabur dari media. Dan jika cacing-cacing masih berada di permukaan media dan bahkan ada yang kabur maka media yang kita buat tidak cocok untuknya. Setelah penebaran indukan ke media ini harus selalu di pantau setiap 3 jam sekali, pastikan bahwa cacing sudah nyaman dengan tempatnya yang baru. Jika sudah 12 jam cacing tidak ada yang keluar dan berkeliaran maka dapat di pastikan indukan cacing sudah betah dan menyukai tempatnya. Untuk penggantian media adalah dengan cara menyiramnya dengan air kemudian media di peras, sampai air yang keluar berwarna bening. Cacing adalah jenis binatang hermaprodit yang memiliki kelamin ganda dalam satu tubuhnya yaitu jantan dan betina, namun dengan ini bukan berarti cacing bisa melakukan perkawinan dengan sendiri, cacing juga memerlukan cacing lainnya untuk berkembang biak. Dari satu pasang induk cacing akan menghasilkan satu kokon (wadah telur) yang berbentuk lonjong dengan berukuran sekitar 1/3 besar kepala korek api, dan kokon ini berisi telur-telur yang nantinya menetas sesuai yang kita harapkan. Setiap satu kokon akan berisi sekitar 2-20 ekor anak cacing, dan pada umumnya akan menghasilkan 4 ekor anak cacing saja. Cara penetasan kokon sangat mudah, yaitu dengan cara menaruh kokon-kokon pada tempat yang lembab, kokon akan menetas sekitar hari. Dan sesuai dengan penelitian para ahli bahwa 100 ekor indukan cacing tanah dapat menghasilkan anak cacing dalam waktu 1 tahun. Setelah anak cacing menetas, maka untuk dewasa anak cacing memerlukan umur sekitar 2-3 bulan lamanya dengan adanya tanda gelang (klitelum) pada tubuh bagian depan cacing. Dan waktu perkawinan induk cacing adalah sekitar 7-10 hari untuk menghasilkan satu kokonnya. Pemberian pakan untuk cacing tanah sangatlah mudah, yaitu hanya dengan memberikan 1 kali pakan selama satu hari satu malam, dengan ketentuan pakan yang di berikan sama dengan berat cacing yang di tanam. Jika 1 kilo cacing yang di tanam maka pakan yang di berikan adalah 1 kilo. Makanan cacing tanah yang paling bagus adalah kotoran binatang ternak. Pakan sebaiknya di berikan dalam keadaan halus (bubur), pemberian di lakukan dengan menaburkan di atas media, namun 301

303 jangan kesemua media tertutup pakan. Pakan harus ditutup dengan media yang tidak dapat di tembus cahaya, bisa menggunakan terpal dan lainnya. Jika pemberian sebelumnya masih menyisakan pakan, maka pemberian selanjutnya hendaknya di kurangi. Perbandingan antara pakan (bubur) dengan air adalah 1:1 Jika sudah lama, maka media juga perlu di ganti, yaitu dengan tanda media telah menjadi tanah (kascing) yang sudah dipenuhi banyak telur (kokon). Jika hal itu sudah terjadi maka segera ganti media dengan yang baru. Untuk memperbaiki perkembangan dan pertumbuhan maka, telur dan anak cacing harus di pisahkan dengan beda tempat dan hal ini bisa di lakukan setiap 2 minggu. e. Pengendalian hama Pengendalian hama dan penyakit pada cacing tanah sangat penting dan perlu di perhatikan karena hal ini adalah paling memberi pengaruh terbesar berhasil tidaknya usaha cara budidaya cacing tanah yang telah kita jalankan. Dan hama adalah musuh utama yang harus kita antisipasi, hama pada cacing tanah bisa berasal dari hewan-hewan di sekitar kita seperti : ayam, itik, ular, angsa, burung, kelabang, lipan, semut, kumbang, lalat, tikus, katak, tupai, lintah, kutu dan banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Selain binatang yang memangsa cacing kali ini adalah hama yang tidak memakan cacing namun memakan karbohidrat dan lemak yang terdapat pada pakan, binatang ini adalah semut merah. Maka lindungi wadah tempat budidaya cacing kita dengan cara di rambang dengan air dengan keseluruhan. f. Panen Cacing Panen Cacing Tanah adalah yang ditunggu-tunggu, di sini adalah titik akhir dari usaha yang nantinya akan menghasilkan pundi-pundi rupiah yang kita harapkan. Dalam tahap pemanenan ini sangatlah mudah, dan 2 hal yang dapat di harapkan dari hasil pemanenan cacing tanah ada 2 yaitu Biomas (cacing tanah itu sendiri) dan Kascing ( bekas cacing). Dalam teknik untuk pemanenan cacing ini bisa di terapkan dengan pemberian penerangan cahaya pada media, penerangan bisa di lakukan dengan alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon atau bohlam. Jika media sudah kita berikan penerangan maka cacing akan keluar dari 302

304 dalam tanah ke permukaan media, sehingga cacing dapat dengan mudah kita pisahkan dari media. Mengapa cacing berkumpul di permukaan media, karena cacing sangat sensitif jika terkena penerangan. Jika saat pemanenan terdapat kokon (telur) maka, kembalikan media dan kokon seperti semunya dan hanya mengambil cacing yang siap panen saja, lalu berikan perawatan kokon-kokon itu dengan pemberian pakan selama 30 hari. Dan setelah cacing menetas bisa di pisahkan dengan media tersebut sehingga kascing dapat kita panen. Hasil panen cacing ini salah satunya dapat di jual ke Balai Pertanian Jakarta. HASIL DAN PEMBAHASAN Paper ini merupakan hasil dari pengabdian kepada Masyarakat yang berjudul PKM Rumah Produksi Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus) Upaya Mengoptimalkan Limbah Hasil Pertanian dan Peternakan ini bertujuan untuk memperkenalkan kepada masyarakat tentang budidaya cacing terutama Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus) di Aceh sebagai altrenatif kewirausaahan atau penciptaan lapangan baru bagi sarjana pertanian. Awalnya mitra sebagai usaha menghasilkan pupuk organik dan tim pengabdi mengusulkan pupuk oraganik yang dihasilkan dicampur dengan casting cacing agar menghasilkan kompos yang baik Gambar 3. Gambar 3. Pupuk organik Mitra Kelompok Usaha Sahabat Tani Perkasa di Indrapuri Aceh Salah satu alternatif untuk meningkatkan pendapatan petani adalah dengan melakukan budidaya cacing tanah (Lumbricus Rubellus) yang dapat diolah sebagai bahan obat. Pengembangan dan penelitian tentang obat tradisional sampai saat ini terus dikembangkan dan salah satunya adalah pengembangan obat tradisional dari 303

305 cacing tanah (Lumbricus Rubellus).Budi daya cacing tanah ini dapat dilakukan bersamaan dengan pekerjaannya sebagai petani ataupun sebagai peternak karena pembudidayaan cacing ini dapat mengoptimalkan pemanfaatkan limbah hasil pertanian dan limbah peternakan. Cacing tanah (Lumbricus Rubellus) adalah organisme yang dapat memproduksi kompos dan juga berfungsi sebagai obat penyakit tipus. Pada tahapan awal, cacing tanah berfungsi sebagai penghasil kompos (vemi kompos). Mitra telah memproduksi kompos (STP) namun terdapat kekurangan dalam hal kualitas yaitu pupuk yang dihasilkan kurang memuaskan (Gambar 4). Lokasi budidaya cacing tanah di Aceh sebagai usaha baru yang menjanjikan di Indrapuri Aceh Besar. Gambar 4. Usaha Budidaya Cacing Tanah di Indrapuri Aceh Besar Hasil vermi kompos akan dicampur dengan beberapa beberapa perbandingan untuk diuji ke laboratoium. Hasil Casting diambil alami diuji di laboratorium Gambar 5. Pengecekan kotan cacing setiap 2 minggu sekali. Gambar 5. Pengecekan Cacing tanah yang telah dibudidaya 304

306 Setelah hasil casting dan cacing sudah memenuhi untuk dipasarkan maka yang harus dipikirkan adalah pemasaran. Ada tiga faktor penting dalam merencanakan metode pendekatan pasar, yaitu: menciptakan gambaran tentang pasar, menciptakan saluran distribusi (penyalur), dan menentukan harga. Dalam menciptakan gambaran tentang pasar, terdapat empat produk cacing tanah yang bisa laku di pasar, yaitu kokon, cacing anakan, cacing dewasa, dan kascing. Untuk kokon, cacing anakan, dan cacing dewasa memliki sasaran peternak, sedangkan kascing sasarannya adalah petani. Saluran distribusi juga merupakan pendukung utama. Saat ini pasar cacing hanya dibutuhkan peternak unggas dan peternak cacing yang baru. Penetapan harga pun juga harus didasarkan pada perkembangan pasar. Hasil dan Evaluasi Dalam program pengembanganbudidaya cacing tanah di Aceh ini asumsi membutuhkan dana Rp ,-. Dan penghasilan sebesar Rp ,-,sehingga didapatkan keuntungan sebesar merencanakan metode pendekatan pasar,yaitu: menciptakan gambaran tentang pasar, menciptakan saluran distribusi(penyalur), dan menentukan harga. Gambaran tentang pasar, terdapat empat produk cacing tanah yang bisa laku di pasar,yaitu kokon, cacing anakan, cacingdewasa, dan kascing. Untuk kokon, cacing kecik akan, dan cacing dewasa memliki sasaran peternak, sedangkan kascing sasarannya adalah petani. Saluran distribusi juga merupakan pendukung utama. Saat ini pasar cacing hanya dibutuhkan peternak unggas dan peternak cacing yang baru. Penetapan harga pun juga harus didasarkan pada perkembangan pasar. Dengan melihat hasil tersebut, budidaya cacing tanah ternyata masih menguntungkan. Sebenarnya hasil yang diperoleh dapat lebih besar lagi bila tidak ada kendala-kendala yang menghambat pelaksanaanb budidaya tersebut. Adapun kendala-kendala tersebut di antaranya kesulitan mendapatkan bibit cacing yang unggul, baik dlam produksinya maupun ketahanan tubuhnya. Seharusnya apabila memakai bibit unggul 1 kg cacing tanah, bias menghasilkan 10 kg cacing baru. Namun dalam pengabdian ini cacing hanya bisa menghasilkan 3 kg cacing baru. Dengan demikian berdampak pada keuntungan yang relatif kecil. 305

307 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Budidaya cacing tanah sudah mulai berkembang, dan banyak masyarakat yang ingin mengembangkannya 2. Cacing tanag yang dihasilkan belum mencapai maksimum perbandingan antar cacing yang semula dimasukkankan ke media tumbuh dengan hasil panen yang dihasilkan 3. Uji laboratorium untuk perbandingan camapuran cacsting dengan kompos yang sudah dihasilkan oleh mitra harus dilakukan sehingga memperoleh perbadingan yang tepat untuk pertumbuhan tanaman UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan yang sudah mendanai pengabdian Kepada Masyarakat pada tahun DAFTAR PUSTAKA Achmaad Mubarak dan Lili Zalizar 20103, Budidaya Cacing Tanah Sebagai Usaha Alternatif di Masa Krisis Ekonomi, jurnal Dedikasi, Volume 1 No 1 tanggal 1 mei 2003 Amin, M.H Hasil Belajar Biologi Ditinjau Dari Pembelajaran Inkuiri dan Kemandirian Belajar Pada Kelas VII SMP N 16 Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009.Skripsi sarjana biologi FKIP Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Barnes, R.D Invertebrata Zoology, Sounder Company Toppan Company. London Brata, B Cacing Tanah: Faktor Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangbiakan. IPB Press. Bogor. Dahelmi Cacing Tanah Pada Timbunan Sampah Kotamadya Padang.Thesis SarjanaBiologi Universitas Andalas Padang. Palungkun, R Usaha Ternak Cacing TanahLumbricus rubellus. Jakarta: Penebar wadaya. Paidi Peningkatan Scientific Skill Siswa Melalui Implementasi Metode Guided Inquiry Pada Pembelajaran Biologi Di SMAN 1 Sleman. FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. 306

308 Ricker, W.E Computation And Interpretation Of Biological Statistics Of Fish Population. Bull. 191 Dept. of the Envirotmen t Fisheries and Marine Science, Ottawa. Rukmana, D Budi Daya cacing Tanah. Yogyakarta. Kaninus Suin, N. M Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta. Tang, U.M Pengetahuan Pakan dan Gizi Pakan. Unri press. Pekanbaru Yuliprinto, H Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta 307

309 POTENSI IKAN ASIN PATEK SEBAGAI PRODUK UNGGULAN DAERAH Mustaqimah 1), Diswandi Nurba 1), Syahrul 1), Muhammad Yasar 1) 1) Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh mustaqimahmus@yahoo.co.id ABSTRAK Gampong Patek terletak pada perlintasan jalan raya Banda Aceh - Meulaboh yang berjarak ±131 km jika ditempuh dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Patek merupakan suatu Desa/Gampong yang masuk dalam wilayah Kecamatan Darul Hikmah Kabupaten Aceh Jaya. Letak geografis gampong patek yang berada di pesisir laut juga menyebabkan wilayah ini rusak parah dalam musibah gempa dan tsunami pada tahun 2004 silam. Namun setelah 12 tahun berlalu geliat kehidupan dan aktivitas ekonomi masyarakat berangsurangsur kembali normal. Letak strategis gampong patek yang berada di perlintasan Barat- Selatan Aceh dengan Timur-UtaraAceh merupakan suatu potensi besar ditinjau secara keekonomian, apalagi Aceh Jaya secara umum merupakan destinasi wisata yang indah di Provinsi Aceh. Kondisi ini menjadikan Patek sebagai salah satu pusat Kuliner hasil laut, dengan deretan warung makan dan juga usaha pengolahan dan penjualan ikan asin, keumamah, dan ikan peda yang menjadi oleh-oleh khas daerah ini. Olahan ikan yang selama ini dilakukan pada unit usaha mikro di daerah ini hanya terbatas pada pembuatan ikan asin dan ikan peda dengan metode pengeringan alami. Permasalahan yang dihadapi dengan sistem pengeringan konvensional (hamparan ataupun digantungkan dibawah sinar matahari langsung) antara lain; sangat tergantung pada cuaca, ketika cuaca mendung dan musim penghujan, maka pengeringan tidak bisa dilakukan sehingga produk olahan akan terbengkalai. Disamping cuaca, pengeringan dengan sistem terbuka juga seringkali mendapat gangguan seperti burung, kucing dan lainnya, selanjutnya kontaminasi debu juga tidak dapat dihindari sehingga produk yang dihasilkan kurang higienis. Salah satu solusi yang tepat dari permasalahan tersebut yaitu penggunaan alat pengering tipe efek rumah kaca (ERK) hybrid. Jika hari mendung atau hujan, alat pengering ERK hybrid masih dapat digunakan dengan sumber panas dari bahan bakar biomassa. Kata Kunci: Patek, Ikan asin, Alat Pengering PENDAHULUAN Patek merupakan suatu Gampong/ Desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Darul Hikmah Kabupaten Aceh Jaya. Gampong patek terletak pada perlintasan Jalan Raya Banda Aceh Meulaboh, dengan jarak ±131 km jika ditempuh dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh(Ibu Kota Provinsi Aceh). Berdasarkan data statistik tahun 2015, Gampong ini mempunyai letak geografis di pesisir laut, memiliki luas wilayah 0.58 km 2 dengan jumlah penduduk 305 orang, dan merupakan salah satu dari 19 Desa di Kecamatan Darul Hikmah(BPS,2015). Sebelum terbentuknya kecamatan Darul Hikmah pada tahun 2011, gampong patek berada dalam wilayah Kecamatan Darul Hikmah. Saat gempa dan tsunami terjadi 308

310 pada tahun 2004 silam, gampong patek juga mengalami kerusakan parah dan juga banyak penduduk yang meninggal dunia. Penduduk yang berhasil menyelamatkan diri harus bertahan lama di pengungsian sambil menjalani proses rekonstuksi dan rehabilitasi wilayah gampong. Kini setelah 12 tahun musibah tsunami berlalu kehidupan kembali normal dan geliat ekonomi kembali seperti sediakala walaupun banyak terjadi perubahan termasuk pergeseran wilayah gampong, namun penduduk sudah kembali menempati gampong patek dan menjalani rutinitas sehari-hari dengan mayoritas profesi penduduknya sebagai nelayan dan juga sebahagian petani. Secara umum wilayah Aceh Jaya terkenal dengan berbagai destinasi wisata yang indah serta kuliner yang khas termasuk produk ikan asin dan keumamah yang selalu dicari oleh para pengunjung atau pun yang sekedar melintasi wilayah tersebut sebagai oleh-oleh. Gampong Patek sebagai pusat kuliner dengan jejeran warung makan menjadi tempat tujuan beristirahat para pelintas baik yang menuju pantai Barat - Selatan Aceh ataupun yang menuju pantai Timur Utara Aceh. Posisi strategis ini membuat membuat gampong patek memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang baik, dengan produk olahan ikan yang menjadi branding gampong patek. Tahun 2016 yang lalu, pemerintah Kabupaten Aceh Jaya telah melakukan pembangunan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) di Gampong Patek, sebelumnya para nelayan setempat menggunakan TPI yang berada di Lhok Babah Nipah yang berjarak 8 km dari Patek. Dengan tersedianya TPI baru di Patek, maka jarak tempuh para nelayan menjadi lebih dekat, serta kegiatan para nelayan saat bongkar hasil tangkapan, maupun saat akan melaut menjadi lebih mudah. Potensi ini berpeluang besar untuk pengembangan usaha ekonomi masyarakat khususnya bidang produksi hasil ikan. Jenis ikan yang paling banyak dan harganya relatif murah di Patek adalah tongkol como (Euthynnus affinis), tuna (Thunnus albacores) cakalang (Katsuwonus pelamis), kakap merah, kakap putih, tenggiri dan kuwe. Hasil tangkapan nelayan di Patek maupun Babah Nipah umumnya ada yang dipasarkan ke Kota Calang ataupun ke Rigaih, dan juga sebagian tangkapan tersebut mereka oleh sendiri menjadi ikan asin berbagai jenis, dengan cara konvensional memanfaatkan pengeringan hamparan dan juga menggantung produk olahan di depan rumah dengan mengandalkan sinar matahari langsung. Patek 309

311 memiliki potensi sangat baik bagi pemberdayaan masyarakat di bidang pengolahan ikan menjadi produk yang bernilai ekonomi tinggi. Hasil pembuatan ikan asin kering dan ikan peda biasanya langsung dijual di pinggir jalan lintas Banda Aceh - Meulaboh, dan juga dijual kepada pedagang pasar tradisional atau kadang-kadang konsumen langsung mendatangi tempat pembuat ikan asin kering dan ikan peda tersebut. METODE Metode dilakukan dengan pendekatan PRA (Parcipatory Rural Appraisal) yaitu pendekatan yang melibatkan masyarakat secara aktif serta dengan terjun langsung kepada masyarakat dan dengan metode pustaka dengan merujuk pada Rencana Kerja Pembangunan Gampong Patek. Tahap awal adalah mengidentifikasikan potensi desa/gampong, kondisi dan situasi, masalah sumber daya manusia dan sumber daya alam. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi ke daerah langsung dan melakukan wawancara kepada masyarakat yaitu nelayan, Panglima Laot Gampong Patek, ibu-ibu PKK, ibu-ibu nelayan, pedagang penjual ikan asin dan ikan peda, pengrajin pembuatan makanan khas Aceh dan juga wawancara kepada aparat desa/gampong dan camat. Mengidentifikasikan potensi desa/gampong, kondisi dan situasi, masalah sumber daya manusia dan sumber daya alam. Program ini berlangsung kira-kira 2 minggu. Tahap koordinasi meliputi persiapan pendanaan, persiapan suratmenyurat, persiapan alat dan bahan pembuatan alat pengering, perakitan alat dan mesin, persiapan bahan baku produksi, persiapan alat pengemas dan kemasan produk ikan asin dan ikan peda, dan persiapan alat dan bahan pendukung lainnya PEMBAHASAN Olahan ikan yang selama ini diproduksi pada usaha mikro milik masyarakat daerah Patek terbatas pada pembuatan ikan asin dan kadang-kadang membuat keumamah (mirip ikan pindang) dan juga ikan asin peda dengan metode pengeringan alami, berupa penempatan ikan yang dikeringkan dibawah terik matahari, baik secara digantung maupun dihamparkan didepan rumah ataupun dipinggir jalan. Keterbatasan skill dalam menjalankan usaha mikro ini khususnya 310

312 dalam proses pengolahan ikan menjadi produk yang lebih variatif sangat dipengaruhi oleh terbatasnya alat bantu pengolahan ikan. Pembuatan ikan asin suatu metode untuk memperpanjang umur simpan ikan (pengawetan ikan) yang paling populer di masyarakat Aceh. Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang diawetkan dengan menambahkan garam. Dengan metode pengawetan ini daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan.selain itu daging ikan yang diasinkan akan bertahan lebih lama dan terhindar dari kerusakan fisik akibat infestasi serangga, ulat, lalat dan beberapa jasad renik perusak lainnya. Cara pengawetan ini merupakan usaha yang paling mudah dalam menyelamatkan hasil tangkapan nelayan. Setelah digarami, ikan perlu dikeringkan dan biasanya di area terbuka dengan memanfaatkan sinar matahari. Namun dalam pembuatan ikan asin dibutuhkan waktu pengeringan yang relatif lama dan sinar matahari yang cukup terik untuk penjemuran. Selain ikan asin, usaha mikro yang berada di Gampong Patek juga mengolah ikan asin peda. Ikan Peda ini merupakan produk olahan ikan tradisional yang dibuat dengan cara penggaraman yang diikuti oleh proses fermentasi selama kurang lebih 6 hari selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari. Pada dasarnya semua jenis ikan dapat diolah menjadi ikan asin peda, akan tetapi umumnya ikan yang digunakan oleh masyarakat Patek sebagai bahan baku peda adalah ikan kerapu, kakap merah, kakap putih, tenggiri dan ikan kuwe. Ikan jenis ini relatif banyak dihasilkan oleh pelaut di daerah ini dan peda yang dibuat mempunyai mutu lebih baik. Ikan asin peda dari jenis ikan ini harganya akan lebih mahal dari pada menjualnya dalam keadaan segar. Pengolahan bahan makanan dengan cara fermentasi mempunyai beberapa keuntungan antara lain menambah rasa, aroma yang spesifik, memberikan daya awet dan merubah keadaan fisik ikan. Sampai saat ini hasil produksi fermentasi (peda) belum begitu memberikan hasil yang memuaskan, hal ini disebabkan bahan baku yang digunakan kurang baik, higienis dan sanitasi yang kurang diperhatikan disamping teknik pengolahan yang masih sederhana serta penanganan hasil akhir (kemasan, penyimpanan) yang kurang diperhatikan. Permasalahan yang dihadapi dengan sistem pengeringan konvensional (hamparan /menggantung dibawah sinar matahari langsung) antara lain; sangat 311

313 tergantung pada cuaca, ketika cuaca mendung dan musim penghujan, maka pengeringan tidak bisa dilakukan sehingga produk olahan tidak jarang menjadi terbengkalai. Disamping cuaca, pengeringan dengan sistem terbuka juga seringkali mendapat gangguan seperti burung, kucing dan lainnya, selanjutnya kontaminasi debu juga menjadi tidak terhindari pada pengeringan ini, sehingga produk yang dihasilkan kurang hiegenis. Pengeringan konvensional yang selama ini di pakai usaha mikro di Patek juga sulit untuk menargetkan kuantitas produksi, hal ini dikarenakan ketergantungan pada kondisi cuaca untuk proses pengeringan. Ketika kondisi cuaca baik dengan terik matahari yang cukup, maka pengeringan dapat dilakukan dengan baik, namun ketika cuaca mendung atau hujan, maka pengeringan akan terganggu, dan membutuhkan waktu yang lama untuk proses pengeringannya sehingga akan mempengaruhi kualitas ikan asin olahan mereka. Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan persoalan umum yang dapat dipecahkan dengan penerapan pengeringan menggunakan alat pengering tipe efek rumah kaca (ERK) hybrid. Jika hari mendung, alat pengering masih dapat digunakan dengan sumber panas dari bahan bakar biomassa. Aplikasi alat bantu pengeringan ikan sangat diperlukan untuk memudahkan usaha Mikro setempat dalam memproduksi olahan hasil ikan. Disamping pengeringan yang masih konvensional, usaha mikro ikan asin setempat juga masih dalam skala kecil dan belum memiliki manajemen yang baik, yang ditandai dengan kuantitas produksi yang tidak tetap. Metode penjualan juga masih tradisional (tanpa pengemasan)dimana produk diletakkan atau digantung begitu saja di area terbuka dan sangat mudah terkontaminasioleh debu, lalat, dan benda asing. Pengelolaan usaha juga belum menggunakan pembukuan yang baik, sehingga usaha mikro ikan asin masyarakat setempat hanya berjalan seadanya tanpa rencana pengembangan yang jelas. Hal ini merupakan persoalan yang harus dicarikan solusinya karena usaha pemasaran ikan asin memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. Masalah mendasar yang dihadapi mitra kerja selama ini adalah keterbatasan skill yang dimiliki oleh masyarakat khususnya Kelompok usaha, ibu-ibu kelompok nelayan dan kelompok PKK, keterbatasan alat produksi dan permasalahan di bidang 312

314 pemasaran yang belum terpecahkan, khususnya dalam hal pemasaran ikan asin kering dan ikan peda. Masyarakat Gampong Patek tentunya mengharapkan keberadaan Kelompok usaha, kelompok ibu-ibu nelayan dan kelompok ibu-ibu PKK ini dapat memberi banyak manfaat diantaranya dapat mengurangi jumlah pengangguran, menciptakan lapangan kerja, menambah pendapatan keluarga, sarana pemanfaatan sumber daya alam dan sarana untuk melestarikan budaya. Inovasi Inovasi yang dapat dilakukan dengan merancang bangun alat bantu yang dapat memecahkan masalah mendasar. Inovasi pertama adalah perancangan alat pengering ikan yang bisa digunakan untuk mengeringkan ikan asin, dan ikan peda. Alat pengering ini dirancang dengan konstruksi yang sederhana dan tepat guna dimana memanfaatkan energi surya sebagai sumber panasnya dan juga dilengkapi dengan kolektor surya dan tungku biomassa yang berfungsi sebagai penyimpan panas agar alat pengering ini tetap mampu mengeringkan produk ikan saat cuaca mendung. Inovasi berikutnya adalah memperkenalkan metode pengemasan yang baik dan menarik menggunakan Vacuum Sealer sehingga mampu meningkatkan nilai jual produk. Disamping itu juga perlu diterapkan pelatihan pembuatan ikan asin dan ikan peda meliputi cara pembuatan produk-produk olahan tersebut dengan menerapkan standar pengolahan produk yang baik meliputi sanitasi (lingkungan dan peralatan), kualitas bahan baku dan pengontrolan hasil akhir yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia agar menghasilkan produk yang berkualitas dengan menguji kadar air akhir produk ke Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala. Selain itu juga perlu memperhatikan bentuk kemasan yang menarik dan mudah dikenali oleh konsumen sehingga memiliki nilai jual tinggi. Dengan adanya alat pengering ikan dan alat pengemasan ini maka diharapkan banyak manfaat yang akan dirasakan oleh masyarakat, yaitu: mengurangi waktu pengeringan produk, meningkatkan kuantitas dan kualitas produk dan meminimumkan susut, menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat serta menumbuhkembangkan kembali minat masyarakat untuk melestarikan budaya 313

315 pembuatan produk berbahan baku ikan yang merupakan salah satu warisan budaya khas daerah di bidang makanan. KESIMPULAN 1. Olahan ikan yang selama ini diproduksi pada usaha mikro milik masyarakat daerah Patek terbatas pada pembuatan ikan asin dan kadang-kadang membuat keumamah (mirip ikan pindang) dan juga ikan asin peda dengan metode pengeringan alami. 2. Hasil pembuatan ikan asin kering dan ikan peda biasanya langsung dijual di pinggir jalan lintas Banda Aceh - Meulaboh, dan juga dijual kepada pedagang pasar tradisional atau kadang-kadang konsumen langsung mendatangi tempat pembuat ikan asin kering dan ikan peda tersebut. DAFTAR PUSTAKA Adawyah, R Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara Afrianto, E., dan Liviawaty Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Anisah, R.N dan I. Susilowati Kajian Manajemen Pemasaran Ikan Pindang Layang di Kota Tegal. Jurnal Pasir Laut 3 (1) : 4 7. Atmaja, A.K Aplikasi Asap Cair Redestilasi pada Karakterisasi Kamaboko Ikan Tongkol (Euthynus affinis) Ditinjau dari Tingkat Keawetan dan Kesukaan Konsumen. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. BPS Statistik Daerah Kesamatan Samatiga Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Jaya. Calang. Djuhanda, T Dunia Ikan. Armico, Bandung Fachruddin, L Membuat Aneka Abon. Teknologi Tepat Guna. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Karyono dan Wachid Petunjuk Praktek Penanganan dan Pengolahan Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Leksono, T. dan Syahrul Studi Mutu dan Penerimaan Konsumen Terhadap Abon Ikan. Jurnal Natur Indonesia III, 2: Maga, J. A Smoke in Food Processing. CRC Press. Florida. Moeljanto Pengawetan dan Pengolahan hasil Perikanan. PenebarSwadaya, Jakarta. 314

316 Purnomo, H Aktivitas Air dan peranannya dalam Pengawetan Pangan. UI Press, Jakarta. Revisi Rancangan Akhir Rencana Strategis (Renstra) Tahun Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh. Serambi Indonesia Ikan Melimpah Nelayan Susah. Sudarisman dan Elvira Petunjuk Memilih Produk Ikan dan Daging. Penerbit Swadaya, Jakarta. Suryani, A., E. Hambali dan E. Hidayat Membuat Aneka Abon. Penebar Swadaya, Jakarta. Syah, H., R. Agustina, R.Moulana Rancang Bangun Pengering Tipe Bak Dengan Sumber Panas Dari Tungku Sekam Kopi Dan Kolektor Surya Untuk Pengeringan Biji Kopi. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Winarno, F.G Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 315

317 PENGUJIAN ALAT KEPRAS TEBU DENGAN TRAKTOR RODA DUA TERHADAP KWALITAS DAN PERTUMBUHAN TUNAS Syafriandi 1) dan Susi Chairani 1) 1) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Unsyiah syafrianditp2016@gmail.com ABSTRAK Banyak usaha telah dilakukan untuk mendongkrak produksi tebu melalui peningkatan produktivitas, yaitu melalui penyiapan lahan, perbaikan bibit, pemupukan, perbaiakan irigasi, pemeliharaan tanaman dan penegendalian hama. Pada tebu ratun/keprasan, mutu pekerjaan keprasan sangat penting karena akan menentukan mutu tunas tebu kepras. Saat ini pekerjaan kepras tebu masih ada dilakukan secara manual dengan peralatan cangkul dan mesin stubble shaver dengan tenaga traktor. Menurut para praktisi di lapangan, keprasan yang baik adalah jika dapat memotong tunggul di bawah permukaan tanah dan menghasilkan tunggul yang tidak pecah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kecepatan maju, kecepatan putaran pisau dan sudut pemotongan terhadap kwalitas keprasan dan pertumbuhan tunas. Hasil pengujian rata- rata perlakuan pengeprasan dengan sudut 30 o menghasilkan tunggul tebu yang pecah lebih rendah dari perlakuan sudut 10 o dan 20 o. Pertumbuhan tunas pada minggu pertama, kedua dan ketiga rata-rata dari semua perlakuan masih dibawah 100%. Tetapi pada minggu keempat meningkat diatas 100% pada semua perlakuan. Kata Kunci : Alat kepras, Traktor roda dua, hasil keprasan PENDAHULUAN Banyak usaha telah dilakukan untuk mendongkrak produksi tebu melalui peningkatan produktivitas, yaitu melalui penyiapan lahan, perbaikan bibit, pemupukan, perbaikan irigasi, pemeliharaan tanaman dan pengendalian hama. Pada tebu ratun/keprasan, mutu pekerjaan keprasan sangat penting karena akan menentukan mutu tunas tebu kepras. Tebu kepras merupakan tanaman tebu yang tumbuh kembali dari jaringan batang yang masih tertinggal dalam tanah setelah tebu ditebang dan dikepras. Pada proses pengeprasan ini, sisa-sisa tunggul dipotong pada posisi rata atau lebih rendah dari permukaan guludan (koswara, 1988). Kebun yang akan dikepras harus dibersihkan dari kotoran bekas tebangan yang lalu. Hal ini untuk mempermudah dalam pengerjaan dan alat yang dipergunakan lebih tahan lama. Sebelum pengeprasan, untuk taah yang terlalu kering sebaiknya dialiri air terlebih dahulu agar bekas tanaman tebu yang akan dikepras tidak mudah terbongkar. Saat ini pekerjaan kepras tebu masih ada dilakukan secara manual dengan peralatan cangkul. Hasil keprasan cangkul selain kapasitasnya rendah dan ongkosnya mahal, juga hasilnya kurang sesuai dari 316

318 harapan. Menurut para praktisi di lapangan, keprasan yang baik adalah jika dapat memotong tunggul di bawah permukaan tanah dan menghasilkan potongan tunggul yang baik atau tidak pecah Pengusahaan tebu dengan cara keprasan dilakukan pada tanaman tebu karena dapat menghemat biaya produksi. Keprasan yang baik dilakukan dengan memotong sisa tanaman rata atau di bawah permukaan tanah. Alat yang digunakan umumnya cangkul dengan memakai tenaga kerja orang dan mesin stubble shaver dengan tenaga traktor. Masalah yang timbul berkaitan dengan pengeprasan secara manual adalah ketersediaan tenaga kerja baik dari aspek kuantitas mupun kualitasnya. Sutjahjo dan Kuntohartono (1994) mengemukakan bahwa tenaga kerja yang tersedia untuk mengelola lahan tebu hanya tinggal sepertiga dari jumlah tenaga kerja pada masa sebelum tahun Hal lain yang perlu dipikirkan dalam kaitannya dengan pengeprasan manual adalah masalah kualitas hasil keprasan untuk menyelesaikan pekerjaan pengeprasan dengan manual atau cangkul diperlukan orang perhektar. Proses keprasan ini untuk menghasilkan tanaman tebu yang memiliki perakaran yang dalam, sehingga tanaman tidak akan mudah roboh setelah dewasa. Tanaman kepras ini mempunyai hasil yag lebih rendah bila dibandingkan dengan tanaman yang pertama. Hal ini berakibat tanaman tebu hanya bisa dikepras beberapa kali saja, biasanya hanya sampai tiga kali, dimana faktor proses budidaya dan lingkungan sangat berpengaruh dalam penentuan berapa kali tanaman ini bisa dikepras. Penelitian syafriandi dkk, 2012 pengeparasan dengan mesin kepras dengan tenaga traktor roda empat pada perlakuan sudut pemotongan 45 o menghasilkan potongan tunggul yang pecah relatif rendah dibandingkan sudut pemotongan 60 o. Hal ini karena posisi sudut pemotongan 45 o, memotong relatif tegak lurus dengan arah serat tebu dibandingkan sudut 60 o yang mendekati sejajar dengan arah serat tebu, yang dapat berakibat tidak memotong tapi membelah tunggul tebu. Saat pisau maju ke depan dapat mengakibatkan tunggul tebu menjadi pecah. Dari hasil pengujian pengeprasan tunggul tebu diperoleh persentase tunggul pecah yang terendah adalah sebesar 8.33%, dengan perlakuan jenis pisau 1, kecepatan maju 0.3 m/s, putaran pisau 850 rpm dan sudut pemotongan 45 o. 317

319 Pertunasan Tebu Umumnya tebu berkembang biak secara vegetatif, yakni dengan cara pertunasan. Pertumbuhan dimulai dari perkembangan akar pada bagian pita akar (root band) yang terdapat pada potongan batang atau bibit tebu (original cuting) yang telah ditanam. Selanjutnya, tunas pertama (primary shoot) yang diikuti dengan tunas kedua (secondary shoot) tumbuh dari mata tunas (eye or bud) yang terdapat pada bibit tebu tersebut, sedangkan akar-akar tunas berkembang pada bagian pita akar yang terdapat pada tunas pertama dan tunas kedua (Gambar 1). Gambar 1. Tunas tebu yang tumbuh dari mata tunas bibit tebu dan akar tunas baru berkembang dari pita akar (Humbert 1968) Cadangan makanan untuk tunas-tunas baru tersebut pada awalnya disuplai oleh sistem perakaran bibit tebu, sehingga pertunasan tebu bergantung pada sistem perakaran dari bibit tersebut selama 3-6 minggu atau sampai seberapa lama akar-akar baru pada tunas dapat mencukupi kebutuhan air, oksigen, dan nutrisi yang diperlukan (Humbert 1968). Pangkal dari batang tebu yang terdapat di bawah permukaan tanah (ground level) memiliki ruas batang yang semakin pendek dan meruncing dengan cepat (Gambar 2). Mata tunas yang terdapat pada pangkal batang pertama (primary stalk) tumbuh menjadi batang kedua (secondary stalk) dan mata tunas pada pangkal batang kedua berkembang menjadi batang ketiga (tertiary stalk). Pertumbuhan tersebut berlangsung secara berurutan, terus-menerus, dan memiliki posisi selang-seling sesuai dengan posisi mata tunas pada pangkal batang tebu. 318

320 Gambar 2. Urutan pertumbuhan batang tebu dari potongan tebu yang terdapat di bawah permukaan tanah (Humbert 1968) Batang tebu yang masih tersisa di bawah permukaan tanah setelah penebangan dapat tumbuh kembali sebagai tebu keprasan. Cadangan makanan untuk tunas-tunas baru dari tebu keprasan tersebut pada awalnya disuplai oleh sistem perakaran tebu sebelumya. Setelah tunas-tunas tersebut tumbuh menjadi batang tebu yang memiliki sistem perakaran sendiri, maka fungsi akar lama diambil alih oleh sistem perakaran tebu yang baru. Akar-akar lama tersebut kemudian berubah warnanya menjadi gelap (kehitam-hitaman) dan tidak efektif lagi dalam melakukan suplai makanan, sehingga akar-akar tersebut akhirnya mati dan terurai dalam tanah. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2018 di perkebunan tebu masyarakat Gampung Ilie Kecamatan Ulee Kareng. Instrumen yang digunakan adalah tachometer, meteran, stop watch, relief meter, dan kamera digital. Metode Pengujian Uji kinerja alat kepras dilakukan dengan beberapa peubah yang divariasikan antaran lain 1. Kecepatan maju pengeprasan (V1=0.3 m/s dan V2= 0.5 m/s) 2. Kecepatan putaran pisau (N1=750 rpm dan N2= 1000 rpm) 3. Sudut Kemiringan Pisau (S1= 10 o, S2= 20 o dan S3=30 o ) 319

321 Setelah pengeprasan dilakukan pengamatan kualitas hasil keprasan dengan mengukur : 1. Persentase jumlah batang tebu yang pecah 2. Persentase Jumlah Pertumbuhan Tunas 3. Pertumbuhan tinggi dan diameter tunas yang diamati selama 4 minggu. HASIL DAN PEMBAHASAN Tunggul Terkepras Hasil pengujian tunggul terkepras dengan berbagai kombinasi perlakuan dapat dilihat dari Gambar 3. Hasil Pengujian persentase tunggul tebu yang terkepras utuh/baik tertinggi pada perlakuan 0,3 m/s, kecepatan putar mata pisau 750 rpm dan sudut pemootongan 30 o yaitu sebesar 86,76%, sedangkan yang terendah pada perlakuan kecepatan maju pengeprasan 0,5 m/s, kecepatan putaran mata pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 10 o yaitu sebesar 26,67%. Hasil pengujian persentase tunggul yang terkepras pecah tertinggi pada perlakuan kecepatan maju 0,5 m/s, kecepatan putaran mata pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 10 o yaitu 21,80%, sedangkan hasil pengeprasan tunggul pecah terendah menghasilkan nilai yang sama yaitu sebesar 9,89% yaitu pada perlakuan kecepatan maju 0,3 m/s, kecepatan putaran pisau 750 rpm dan sudut pemotongan 30 o, kemudian pada perlakuan kecepatan maju 0,5 m/s, kecepatan putaran pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 10 o, kemudian pada perlakuan kecepatan maju 0,5 m/s, kecepatan putaran pisau 750 rpm dan sudut pemotongan 30 o dan yang terakhir pada perlakuan kecepatan maju pengeprasan 0,5 m/s, kecepatan putaran pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 30 o. Menurut Radite (2009) bahwa pengeprasan yang menghasilkan banyak tunggul yang pecah akan berdampak pada pertumbuhan tunas yang dihasilkan nantinya. Secara umum dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa rata-rata perlakuan dengan sudut pemotongan 30 o dapat dijadikan acuan untuk pengaplikasian di lapangan. 320

322 Tunggul Terkepras (%) 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 Terkepras utuh Terkepras pecah Gambar 3. Tunggul Terkepras Persentase pertumbuhan tunas Hasil pengamatan persentase pertumbuhan tunas Gambar 4 pada minggu pertama yang tertinggi pada perlakuan kecepatan maju 0,3 m/s, kecepatan putaran pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 10 o yaitu sebesar 66,67%, sedangkan terendah pada perlakuan kecepatan maju 0,3 m/s, kecepatan putaran pisau 750 rpm dan sudut pemotongan 20 o yaitu sebesar 37,38%. Pada minggu kedua persentase pertumbuhan tunas yang tertinggi pada perlakuan kecepatan maju 0,5 m/s,kecepatan putaran pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 30 o sebesar 91,11%, sedangkan terendah pada perlakuan kecepatan maju pengeprasan 0,3 m/s, kecepatan putaran pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 30o sebesar 62,22%. 321

323 140,00 120,00 Pertumbuhan Tunas (%) 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 Gambar 4. Persentase pertumbuhan tunas Pada minggu ketiga terjadi peningkatan pertumbuhan tunas yang signifikan pada perlakuan kecepatan maju 0,5 m/s, kecepatan putar mata pisau 750 rpm dan sudut pemotongan 20 o sehingga menempati posisi nilai tertinggi yaitu sebesar 128,89%, sedangkan terendah pada perlakuan kecepatan maju 0,3 m/s, kecepatan putar pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 30 o yaitu sebesar 82,22%. Pada minggu keempat persentase pertumbuhan tunas tertinggi juga masih pada perlakuan kecepatan maju 0,5 m/s, kecepatan putar mata pisau 750 rpm dan sudut pemotongan 20 o tetapi dengan nilai pertumbuhan tunas yang sama seperti pada minggu ketiga, sedangkan terendah juga masih pada perlakuan kecepatan maju 0,3 m/s, kecepatan putaran pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 30 o tetapi terjadi peningkatan persentase pertumbuhan tunas dimana pada minggu ketiga sebesar 82,22% menjadi 84,44% pada minggu keempat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak terjadinya atau terhambatnya pertumbuhan tunas diantaranya tunggul tebu yang pecah, mata tunas yang terpotong dan faktor lingkungan yang tidak mendukung seperti kurang air. 322

324 Pertumbuhan Tinggi Tunas Hasil pengamatan pertumbuhan tinggi tunas rata-rata pada Gambar 5 di minggu pertama yang tertinggi pada perlakuan kecepatan maju pengeprasan 0,3 m/s, kecepatan putaran pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 10 o yaitu sebesar 37,10 cm. Sedangkan terendah pada perlakuan kecepatan maju pengeprasan 0,3 m/s, kecepatan putaran pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 30 o yaitu sebesar 20,57 cm. Pada minggu kedua pertumbuhan tinggi tunas yang tertinggi pada perlakuan kecepatan maju pengeprasan 0,5 cm/s, kecepatan putaran pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 30 o sebesar 71,10 cm, sedangkan terendah pada perlakuan kecepatan maju pengeprasan 0,5 cm/s, kecepatan putaran pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 10 o sebesar 51,43 cm. Pada minggu ketiga pertumbuhan tinggi tunas tertinggi pada perlakuan kecepatan maju pengeprasan 0,3 m/s, kecepatan putaran pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 10o yaitu sebesar 98,20 cm, sedangkan yang terendah pada perlakuan kecepatan maju 0,3 m/s, kecepatan putaran pisau 750 rpm dan sudut pemotongan 30o yaitu 78,20cm 140,00 120,00 Tinggi Tunas (cm) 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 0,00 Gambar 5. Pertumbuhan tinggi tunas 323

325 Pada minggu keempat pertumbuhan tinggi tunas yang tertinggi pada perlakuan kecepatan maju pengeprasan 0,5 m/s, kecepatan putaran pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 20 o yaitu 119,13 cm, sedangkan yang terendah pada perlakuan kecepatan maju 0,3 m/s, kecepatan putaran pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 30 o yaitu 99,43 cm. Menurut Humbert (1968) cadangan makanan untuk tunas-tunas baru tersebut pada awalnya disuplai oleh sistem perakaran bibit tebu, sehingga pertunasan tebu tergantung pada sistem perakaran dari bibit selama 3-6 minggu atau sampai seberapa lama akar-akar baru pada tunas dapat mencukupi kebutuhan air, oksigen dan nutrisi yang diperlukan, sehingga pada fase minggu ketiga dan keempat pertumbuhan tinggi tunas dapat disuplai dari perakaran sendiri dan tidak tergantung pada bibit tunggul tebu yang dipotong. KESIMPULAN 1. Hasil rata-rata perlakuan pengeprasan dengan sudut 30 o menghasilkan tunggul tebu yang pecah lebih rendah dari perlakuan sudut 10 o dan 20 o. 2. Pertumbuhan tunas pada minggu pertama, kedua dan ketiga rata-rata dari semua perlakuan masih dibawah 100%, tetapi pada minggu keempat meningkat menjadi diatas 100%. 3. Pertumbuhan tinggi tunas rata-rata dari semua perlakuan pada minggu pertama masih dibawah 40 cm, dan yang tertinggi adalah 37,10 cm yaitu pada perlakuan kecepatan maju pengeprasan 0,3 m/s,kecepatan putaran pisau 1000 rpm dan sudut pemotongan 10 o. DAFTAR PUSTAKA Humbert RP The Growing of Sugar Cane. Amsterdam: Elsevier Publishing Company. Koswara E Pengaruh Kedalaman Kepras Terhadap Pertunasan Tebu. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering, Pasuruan, November P3GI. hlm Sutjahyo GI dan Kuntohartono T Penyusutan dan peningkatan kualitas tenaga kerja di kebun tebu. Majalah Gula Indonesia 2: Radite PAS, Hermawan W, dan Mardison Pengembangan Mesin Kepras Tebu Tipe Pisau Rotari Dua Baris Ditarik Traktor 4-roda dengan Kapasitas 10 Jam/ha. Laporan Penelitian. Institut Pertanian Bogor 324

326 Syafriandi. Hermawan, W. dan Radite, P.A.S Desain dan Uji Kinerja Mesin Kepras Tunggul Tebu dengan Sumber Tenaga PTO Traktor Roda Empat. Proseding Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Bidang Ilmu-Ilmu Pertanian BKS- PTN Wilaya Barat Tahun 2012 hal :

327 POTENSI PENGEMBANGAN DAN BUDIDAYA IKAN KUWE DI ACEH Firdus 1), Cut Nanda Defira 1), Siska Mellisa 2), Muhammadar 2), Boihaqi 2), Samadi 3), M. Ali S 4) 1) Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala 2) Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala 3) Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala 4) Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala firdus@unsyiah.ac.id ABSTRAK Ikan kuwe (Caranx sp.) di Aceh disebut ikan rambee merupakan salah satu jenis ikan bernilai ekonomis yang diburu para nelayan dan umumnya masyarakat Aceh menggemarinya. Provinsi Aceh salah satu daerah tangkapan ikan kuwe, pada tahun 2011 hasil tangkapannya mencapai 4.280,7 ton dan tahun 2013 meningkat menjadi ton. Keadaan ini menunjukkan ikan kuwe banyak ditangkap di alam dan sangat sedikit dari usaha budidaya. Ikan kuwe dapat hidup pada rentang salinitas yang luas (euryhaline), karena itu ikan kuwe sangat memungkinkan untuk dikembangkan pada unit budidaya dengan salinitas yang lebih rendah daripada di habitat aslinya yaitu di perairan laut. Hal ini didukung oleh kegemaran masyarakat dalam mengkonsumsi ikan kuwe. Ikan ini dapat dibudidaya di kolam beton, keramba jaring apung, bahkan dalam tambak dengan syarat kualitas air terkontrol. Kata Kunci: Ikan kuwe, caranx sp., budidaya perikanan, keramba jaring apung PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan wilayah yang sangat besar. Perairan laut Indonesia secara luas sebagai suatu sistem biosfer yang memiliki daya guna ekonomis bagi kehidupan manusia. Ketersediaan sumberdaya hayati (ikan, rumput laut dan biota lainnya) di perairan laut dapat menambah ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan protein yang bermanfaat dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, laut merupakan lingkungan alam yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Luas perairan laut Indonesia diperkirakan 5,4 juta km 2 dengan garis pantai terpanjang di dunia yaitu km dan gugusan pulau sebanyak Indonesia memiliki potensi ikan yang diperkirakan sebanyak 6,26 juta ton per tahun dan dapat dikelola secara lestari dengan rincian sebanyak 4,4 juta ton tertangkap di perairan Indonesia dan 1,86 juta ton dapat diperoleh dari perairan 326

328 ZEE (DKP, 2001). Dari sejumlah jenis ikan ekonomis di Indonesia, ikan kuwe (Caranx sp.) di Aceh disebut ikan rambee merupakan salah satu jenis ikan yang diburu para nelayan. Tahun 2005 produksi ikan kuwe di Indonesia melalui hasil tangkapan mencapai ton (DKP, 2011). Provinsi Aceh juga terkenal dengan produksi tangkapan ikan kuwe. DKP (2011) melaporkan bahwa pada tahun 2011 tangkapan ikan kuwe di provinsi Aceh sebanyak 4.280,7 ton dan DKP (2013) melaporkan bahwa di Provinsi Aceh produktifitas tangkapan ikan kuwe meningkat menjadi ton. Keadaan ini menunjukkan ikan kuwe banyak ditangkap di alam dan sangat sedikit dari usaha budidaya. Ikan kuwe (Caranx sp.) merupakan salah satu jenis ikan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Ikan ini biasanya hidup pada perairan pantai yang dangkal, karang dan batu karang. Potensi pengembangan ikan kuwe didasari atas beberapa keunggulannya, antara lain mampu hidup pada rentang salinitas yang luas (euryhaline). Firdus, et al. (2016) dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ikan kuwe mampu hidup pada rentang salinitas 15 ppt sampai dengan 32 ppt. Selain itu menurut Irianto et al. (2002), ikan kuwe mampu hidup dalam kondisi kepadatan yang tinggi (150 ekor/m 2 ), mempunyai laju pertumbuhan tinggi, sangat tanggap terhadap penambahan pakan, konversi pakan yang efisien. Abdussamad et al. (2008) mengatakan bawa ikan kuwe digemari konsumen karena rasanya relatif enak, tidak ada tulang antar otot sehingga mudah dikonsumsi. Sejauh ini pengembangan atau pembudidayaan ikan kuwe masih relatif sedikit, namun sekelompok nelayan telah melakukan pembudidayaan, seperti kelompok nelayan Usaha Keramba Jaring Apung (KJA) Kuala Cangkoi Ulee Lheue Kecamatan Meraxa Kota Banda Aceh. Kelompok KJA ini dimulai pada tahun 2014, yang membudidayakan lopster, ikan kerapu dan dalam setahun terakhir ini mengembangkan usaha budidaya ikan kuwe. TINJAUAN PUSTAKA Ikan kuwe (Caranx sp.) merupakan salah satu jenis ikan yang terdapat di perairan laut Indonesia. Ikan ini biasanya hidup di perairan laut dangkal dan lingkungan terumbu karang. Juvenil ikan kuwe kadang-kadang ditemukan di muara sungai. Kebanyakan spesies aktif di malam hari (Setiadharma dan Siti, 327

329 2011; Alit, 2013). Abdussamad et al. (2008) mengatakan bahwa juvenil ikan kuwe berada pada perairan pantai dangkal dan muara. Ikan kuwe dewasa sering juga berada di perairan yang lebih dalam. Ikan ini sering tertangkap terutama di lingkungan terumbu karang dan sekitarnya. Menurut Gushiken (1983) dalam Shokita et al. (2002), klasifikasi ikan kuwe adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Clas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Family : Carangidae Genus : Caranx Spesies : Caranx sp Ikan kuwe berwarna putih keabuan, bentuk badan memanjang, gepeng, sedikit lonjong. Panjang badan dapat mencapai 75 cm, umumnya 50 cm (Setiadharma et al., 2006). Ikan kuwe mempunyai sirip yang keras, sirip punggung pertama berjari-jari keras 9 (satu yang terdepan kecil mengarah ke depan), sirip punggung kedua berjari-jari keras 1 dan lemah. Sirip dubur terdiri dari 2 jari-jari keras yang terpisah, diikuti 11 jari-jari keras dan lemah. Bagian depan garis rusuk melengkung, lurus pada bagian belakangnya. Terdapat sisik duri pada bagian yang lurus garis rusuk (Allen, 2000). Ikan kuwe bersifat karnivora, di alam ikan ini mengkonsumsi jenis ikan 50%, crustacea 25%, molusca 15% dan polychaeta 10% (Rowling dan Raines 2000). Abdussamad et al., (2008) mengatakan bahwa ikan kuwe mengkonsumsi juvenil sarden, ikan teri dan ikan lainnya, udang, dan kepiting. Rachmansyah dan Usman (1993) mengatakan bahwa hingga saat ini pakan yang diberikan untuk budidaya ikan kuwe masih berupa ikan rucah yang dipotong-potong sesuai dengan ukuran bukaan mulutnya. Pakan diberikan sekitar % bobot badan per hari pada pagi, siang, dan sore hari. Perubahan jumlah pemberian pakan dilakukan setiap bulan setelah dilakukan pengukuran pertumbuhan. Menurut Sreenivasan (1972) umumnya kebiasaan makan ikan kuwe (Caranx sp.) yaitu pada pukul 6.00 sampai dengan dan pukul sampai dengan

330 HASIL DAN PEMBAHASAN Permintaan pasar terhadap komoditas perikanan dari tahu-tahun semakin meningkat, baik pasar lokal maupun pasar internasional. Pada umumnya komoditas perikanan ini merupakan ikan-ikan ekonomis penting, salah satunya ikan kuwe yang biasanya diperoleh dari hasil tangkapan. Ikan dari hasil tangkapan ini digunakan untuk kebutuhan konsumsi masyarakat yang terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Dengan demikian menyebabkan penangkapannya berlebihan (over fishing) yang pada akhirnya akan menyebabkan kepunahan pada beberapa spesies ikan. Kekhawatiran hal di atas dapat diatasi dengan mengembangkan perikanan budidaya. Ikan kuwe sangat berpotensi dikembangkan di Aceh karena masyarakat di daerah ini menggemarinya, karena itu hampir di setiap rumah makan di Aceh tersedia hidangan ikan kuwe. Kegemaran masyarakat terhadap ikan kuwe salah satunya memiliki dagingnya yang lembut dan sedikit tulang. Abdussamad et al. (2008) mengatakan bawa ikan kuwe digemari konsumen karena rasanya relatif enak, tidak ada tulang antar otot sehingga mudah dikonsumsi. Sehubungan dengan pengembangan salah satu sumber daya alam lokal yaitu ikan kuwe, maka telah dilakukan beberapa penelitian dan upaya mendorong budidaya ikan kuwe di Aceh. Ikan kuwe relatif mudah dibudidaya dikarenakan beberapa ungulan, yaitu mudah beradaptasi dengan perubahan lingkungan perairan. Firdus et al (2016) mengatakan bahwa ikan kuwe mempunyai toleransi yang luas terhadap lingkungan perairan (euryhaline) sehingga mampu hidup pada rentang salinitas 15 ppt sampai dengan 32 ppt. Selain itu menurut Irianto et al. (2002), ikan kuwe mampu hidup dalam kondisi kepadatan yang tinggi (150 ekor/m 2 ), mempunyai laju pertumbuhan tinggi, sangat tanggap terhadap penambahan pakan, konversi pakan yang efisien. Selain keunggulannya, namun dalam budidaya ikan kuwe terdapat beberapa kendala, yaitu ketersediaan benih masih mengadalkan dari alam karena belum diproduksi dari unit usaha/balai pembenihan, pakannya masih berupa pakan ikan rucah yang ketersediaanya musiman, belum tersedia pakan komersil dengan komposisi nutrien yang sesuai untuk pertumbuhannya. Sehubungan dengan ini terus dilakukan penelitian, Firdus et al (2017) melakukan penelitian formulasi pakan untuk ikan kuwe dengan kadar 329

331 protein berbeda, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pertumbuhan juvenil ikan kuwe terbaik terdapat pada formulasi pakan dengan kadar protein 50%. Selain penelitian juga dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat dalam usaha budidaya ikan kuwe seperti yang dilaksanakan di Kuala Cangkoi Ulee Lheue Kecamatan Meurxa Kota Banda Aceh, yaitu pembudidayaan ikan kuwe dalam keramba jaring apung (KJA). Rata-rata pertumbuhan ikan per bulan mencapai gram, sehingga dengan lama pemeliharaan 3 bulan ikan kuwe sudah dapat dipanen dengan rata-rata beratnya mencapai gram. Bobot ini sudah mencapai ukuran konsumsi, karena menurut Alit (2013), ikan kuwe mencapai ukuran konsumsi dengan panjang 23,9 26,6 cm pada bobot 282,2 383,9 gram. Harga pasaran ikan kuwe di Aceh berkisar Rp Rp ,- per kg. Selama pemeliharaan terkadang terdapat kendala antara lain terjadi fluktuasi ketersedian ikan rucah sebagai pakan dikarenakan ketersediaanya dalam jumlah sedikit sehingga harga ikan meningkat, secara ekonomis kurang menguntungkan karena terjadi peningkatan biaya produksi yang dapat menurunkan keuntungan hasil budidaya. Sampai saat ini pakan andalan utuk pembudidaya ikan kuwe adalah ikan rucah yang berasal dari ikan kuniran, tongkol, dencis, dan lain-lain. Ikan kuniran merupakan ikan yang terbaik untuk pakan ikan kuwe, namun keberadaannya sulit ditemukan di sepanjang tahun, karena ikan ini musiman. Menurut Fauzi (2008) Kandungan nutrisi proksimat ikan rucah jenis kuniran (Upeneus moluccensis) adalah kadar air 79,12%; protein 70,05; lipid 6,50%; kadar abu 0,07%; dan serat kasar 18,68%. Firdus et al (2017) mengatakan bahwa kebutuhan protein dalam pakan ikan kuwe adalah 50%. Jika sulit diperoleh ikan kuniran, maka pakan yang diberikan dapat berasal jenis ikan tongkol, dencis, dan lain-lain. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ikan kuwe salah satu sumberdaya alam lokal yang saat ini umumnya diperoleh dari hasil tangkapan. 2. Ikan kuwe berpotensi besar untuk dibudidayakan di Aceh, karena digemari konsumen baik lokal maupun nasional bahkan internasional. 330

332 3. Ikan kuwe relatif mudah dibudidayakan, kareana mempunyai beberapa keunggulan antara mempunyai toleransi yang luas terhadap lingkungan perairan (euryhaline) sehingga mampu hidup pada rentang salinitas 15 ppt sampai dengan 32 ppt. Selain itu ikan kuwe mampu hidup dalam kondisi kepadatan yang tinggi (150 ekor/m 2 ), mempunyai laju pertumbuhan tinggi, sangat tanggap terhadap penambahan pakan, konversi pakan yang efisien. Saran 1. Diharapkan kepada peneliti baik di Perguruan Tinggi maupun Balai/Pusat Penelitian agar dapat terus meningkatkan penelitian budidaya perairan terhadap pengembangan sumberdaya alam lokal. 2. Diharapkan kepada Pemerintah agar dapat melakukan pendampingan dan pembinaan serta memberi bantuan untuk pengembangan budidaya ikan kuwe, dengan harapan jumlah produksi ikan kuwe hasil budidaya di Aceh meningkat. 3. Diharapkan kepada Pemerintah Daerah agar dapat meningkatkan kerjasama dengan Perguruan Tinggi, karena Perguruan Tinggi memiliki banyak para ilmuan yang karya-karyanya dapat diaplikasikan dalam pembangunan Daerah. DAFTAR PUSTAKA Abdussamad, E.M., H. Mohamad, K., and T.S. Balasubramanian, Distribution, biology and behaviour of the giant trevally (Caranx ignobilis) a candidate species for mariculture. Bangladesh J. Fish. Res., 12 (1): Allen Marine Fishes of South-East Asia. Periplus Editions. Hongkong. Alit, A.A Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan kuwe, golden trevally, Gnathannodon speciosus Forsskal dengan ukuran panjang yang berbeda. J. Ilmu dan Teknologi Kelaautan Tropis. 2 (5) DKP Perikanan Indonesia dalam Angka. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. DKP Perikanan Aceh dalam Angka. Dinas kelautan dan perikanan Aceh. Banda Aceh. 331

333 DKP Perikanan Aceh dalam Angka. Dinas kelautan dan perikanan Aceh. Banda Aceh. Fauzi Pemeliharaan ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang diberi pakan pelet dan ikan rucah di keramba jaring apung. Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(1): Firdus, Sayyid, A.E.R., Muhammadar, A.A., Boihaqi, M. Ali, S., and Samadi Effect of Salinity on the Growth of Juvenile Giant Trevally (Caranx ignobilis). Proceeding Annual International Comference (AIC). Banda Aceh Indonesia. Firdus, Muhammadar, Z.A. Muchlisin, Samadi, M. Ali, Boihaqi, Meliana, Satria, I.Sahidir, dan Hasanuddin Pengaruh Pemberian Pakan dengan Kandungan Protein Berbeda Terhadap Pertumbuhan Juvenil Ikan Kuwe (Caranx ignobilis), belum publikasi Irianto B, Thohir Z., Noor, H., Sri, H., dan Rosniyati, S Potensi Pengembangan Budidaya Ikan Kuwe, Caranx sp. dengan Sistem Keramba Jaring Apung. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros. Rachmansyah dan Usman, Studi Pendahuluan Pengaruh Frekuensi Pemberian Pakan Terhadap Pertumbuhan Ikan Kuwe (Caranx sp)., dalam Keramba Jaring Apung. J. Penelitian Budidaya Pantai. 9 (4) Rowling, K.R. and Raines, L.P Description of the biology and an assessment of the fishery for Silver Trevally Pseudocaranx dentexoff New South Wales. NSW Fisheries Final Report Series. Australia. Setiadharma, T., dan Siti, Z.M Keragaan pemijahan induk ikan golden trevally (Gnathanodon speciosus Forsskall) hasil budidaya F-2. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. Shokita, S., Kakazu, K., Tomori, A., & Tonna, T Aquaculture in Tropical Areas. Mydori Shobo.Co. Ldd. Sreenivasan, P.V., Observation on the food feeding habits on the Torpedo Trevally Megalaspis cordyla (Linnaeus) from Vizhinjam Bay. Central Marine Fisheries Research institute, Vizhinjam

334 Lampiran: FOTO KEGIATAN Kegiatan Penelitian Ikan Kuwe Kegiatan Budidaya Ikan Kuwe 333

335 Kunjungan Tim Monitoring LPPM Unsyiah Panen Ikan Kuwe bersama Wali Kota Banda Aceh Bapak H. Aminullah Usman, SE.Ak., MM 334

336 LAMPIRAN LAMPIRAN 335

337 Publikasi Media Cetak, Harian Serambi Indonesia 336

338 Media Online: 337

339 Media Online: 338

340 Media Online: 339

341 340

342

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang

Lebih terperinci

BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI

BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting

Lebih terperinci

Inovasi Pertanian 2015

Inovasi Pertanian 2015 Inovasi Pertanian 2015 Perubahan iklim, konversi dan degradasi lahan pertanian, lemahnya daya saing produk pertanian di pasar domestik dan internasional, kurangnya minat generasi muda untuk berusaha di

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013-

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi 2017 adalah : Visi Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2013- ACEH TAMIANG SEJAHTERA DAN MADANI MELALUI PENINGKATAN PRASARANA DAN SARANA

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Kementerian PPN/Bappenas Lokakarya Mengarusutamakan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Agenda

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan sumber protein dan mineral yang baik, dengan kandungan kalium,

I. PENDAHULUAN. merupakan sumber protein dan mineral yang baik, dengan kandungan kalium, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu spesies jamur yang dapat dikonsumsi. Selain rasanya yang lezat, ternyata jamur merang juga merupakan sumber protein dan mineral yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT MELALUI USAHA KOMPOS BOKASHI, BUDIDAYA SAYUR DAN JAMUR MERANG ABSTRAK

PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT MELALUI USAHA KOMPOS BOKASHI, BUDIDAYA SAYUR DAN JAMUR MERANG ABSTRAK PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT MELALUI USAHA KOMPOS BOKASHI, BUDIDAYA SAYUR DAN JAMUR MERANG Mariati, Rosita Sipayung, Riswanti, dan Era Yusraini Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : Tgk.

Lebih terperinci

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi : Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih menuju maju dan sejahtera Misi I : Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, akuntabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN

PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN BERKELANJUTAN UNDP INDONESIA Agenda Perserikatan Bangsa-Bangsa 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan Indikator

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016

Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi. Jambi, 31 Mei 2016 Disampaikan oleh: Kepala Bappeda provinsi Jambi Jambi, 31 Mei 2016 SUMBER PERTUMBUHAN PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA 1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Jambi pada Februari 2015 sebesar 4,66

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada abad 21 ini masyarakat mulai menyadari adanya bahaya penggunaan bahan kimia sintetis dalam bidang pertanian. Penggunaan bahan kimia sintesis tersebut telah menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik senantiasa melaksanakan perbaikan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA SEMINAR INTERNASIONAL TEMU ILMIAH NASIONAL XV FOSSEI JOGJAKARTA, 4 MARET 2015 DR HANIBAL HAMIDI, M.Kes DIREKTUR PELAYANAN SOSIAL

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era persaingan bisnis saat ini, sebuah perusahaan dituntut untuk mampu memiliki langkahlangkah inovatif yang mampu memberi daya saing dengan kompetitor. Selain

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH Rencana program dan kegiatan Prioritas Dearah Tahun 2013 yang dituangkan dalam Bab V, adalah merupakan formulasi dari rangkaian pembahasan substansi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN Kementerian Pertanian Seminar Nasional Agribisnis, Universitas Galuh Ciamis, 1 April 2017 Pendahuluan Isi Paparan Kinerja dan permasalahan Posisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia kaya ragam budaya, adat istiadat, suku bangsa, bahasa, agama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok terpenting bagi manusia yang harus dipenuhi agar bisa bertahan hidup. Perkembangan pertanian sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik In Situ untuk Memenuhi Kebutuhan Pupuk Petani

Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik In Situ untuk Memenuhi Kebutuhan Pupuk Petani 7 Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik In Situ untuk Memenuhi Kebutuhan Pupuk Petani Jerami yang selama ini hanya dibakar saja oleh petani menyimpan potensi besar sebagai pupuk organik. Jerami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB IV VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN -62- BAB IV VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2005-2025 4.1. Visi Pembangunan Daerah Berdasarkan kondisi Kabupaten Bangkalan sampai saat ini, isuisu strategis dan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2 PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Materi ke 2 Program pascasarjana ITATS PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pertama, pemerataan dan keadilan sosial. Harus menjamin adanya pemerataan untuk generasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Sawahlunto Tahun 2013-2018, adalah rencana pelaksanaan tahap ketiga (2013-2018) dari Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

BAGIAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN SETDA KOTA LANGSA

BAGIAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN SETDA KOTA LANGSA BAGIAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN SETDA KOTA LANGSA PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada hasil, yang bertanda

Lebih terperinci

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri manufaktur dan sebagai sumber devisa negara. Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri manufaktur dan sebagai sumber devisa negara. Pengembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A.. Latar Belakang Subsektor perkebunan dalam perekonomian Indonesia mempunyai peranan strategis, antara lain sebagai penyerap tenaga kerja, penyedia pangan, penopang pertumbuhan industri

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH TENGAH PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

KABUPATEN ACEH TENGAH PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN ACEH TENGAH PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN ACEH TENGAH TAHUN 2016 LAMPIRAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN ACEH TENGAH TAHUN 2016 No Sasaran Strategis Indikator Kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa tergantung pada sikap dan tindakan mereka sendiri. Penulis melakukan penelitian studi komparatif sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan

Lebih terperinci

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO 1 VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO V I S I Riau Yang Lebih Maju, Berdaya Saing, Berbudaya Melayu, Berintegritas dan Berwawasan Lingkungan Untuk Masyarakat yang Sejahtera serta Berkeadilan

Lebih terperinci

2011 Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI

2011 Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI 2011 Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI Departemen Pendayagunaan IPTEK MITI Mahasiswa 2011 PETUNJUK TEKNIS Program Hibah MITI untuk Pemberdayaan Masyarakat LATAR BELAKANG Bangsa Indonesia adalah Negara

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH. hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan selama periode tertentu.

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH. hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan selama periode tertentu. BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH Prioritas dan sasaran pembangunan merupakan penetapan target atau hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan selama periode tertentu. Penetapan prioritas

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Berdasarkan kondisi yang dihadapi Kabupaten Aceh Barat Daya serta permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam 5 (lima) tahun mendatang dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

Oleh: Bito Wikantosa Kasubdit Perencanaan dan Pembangunan Partisipatif

Oleh: Bito Wikantosa Kasubdit Perencanaan dan Pembangunan Partisipatif Oleh: Bito Wikantosa Kasubdit Perencanaan dan Pembangunan Partisipatif LATAR BELAKANG MASALAH Definisi Desa menurut UU Desa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi dalam RPJMD Kabupaten Cilacap 2012 2017 dirumuskan dengan mengacu kepada visi Bupati terpilih Kabupaten Cilacap periode 2012 2017 yakni Bekerja dan Berkarya

Lebih terperinci

BAB 2 PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA

BAB 2 PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA BAB 2 PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA 2.1 RPJMD Tahun 2008-2013 Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Perumusan visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan menegaskan tentang kondisi Kota Palembang yang diinginkan dan akan dicapai dalam lima tahun mendatang (2013-2018).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak

I. PENDAHULUAN. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak dibidang pengolahan bahan baku Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dengan tujuan memproduksi

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 5.1 Visi Otonomi daerah dengan desentralisasi kewenangan yang ada mengedepankan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berkontribusi pada pengembangan

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM PADA ACARA KNOWLEDGE MANAGEMEN FORUM 2015 (ASOSIASI PEMERINTAH KOTA SELURUH INDONESIA)

Lebih terperinci

KESIAPAN KABUPATEN MAROS MELAKSANAKAN SDGs. Ir. H. M. HATTA RAHMAN, MM (BUPATI MAROS)

KESIAPAN KABUPATEN MAROS MELAKSANAKAN SDGs. Ir. H. M. HATTA RAHMAN, MM (BUPATI MAROS) KESIAPAN KABUPATEN MAROS MELAKSANAKAN Ir. H. M. HATTA RAHMAN, MM (BUPATI MAROS) LATAR BELAKANG KONDISI KABUPATEN MAROS PASCA MDGs (RPJMD PERIODE 2010 2015) DATA CAPAIAN INDIKATOR MDGs TAHUN 2010 2015 MENUNJUKAN

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

Visi TERWUJUDNYA KOTA JAMBI SEBAGAI PUSAT PERDAGANGAN DAN JASA BERBASIS MASYARAKAT YANG BERAKHLAK DAN BERBUDAYA. Misi

Visi TERWUJUDNYA KOTA JAMBI SEBAGAI PUSAT PERDAGANGAN DAN JASA BERBASIS MASYARAKAT YANG BERAKHLAK DAN BERBUDAYA. Misi BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH 2.1. VISI MISI Visi dan Misi yang telah dirumuskan dan dijelaskan tujuan serta sasarannya perlu dipertegas dengan bagaimana upaya atau cara untuk mencapai tujuan dan

Lebih terperinci