Pendekatan Konseling Eksistensi Humanistik berbasis nilai Budaya Banjar Wasaka dalam membentuk karakter siswa di Banjarmasin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pendekatan Konseling Eksistensi Humanistik berbasis nilai Budaya Banjar Wasaka dalam membentuk karakter siswa di Banjarmasin"

Transkripsi

1 Prosiding SNBK (Seminar Nasional Bimbingan dan Konseling) 2 (1), ISSN: X (Online) Available online at: Pendekatan Konseling Eksistensi Humanistik berbasis nilai Budaya Banjar Wasaka dalam membentuk karakter siswa di Banjarmasin Berkatullah Amin Pascasarjana Universitas Negeri Semarang berkatullahamin1412@gmail.com Kata Kunci / Keyword Eksistensial Humanistik, Waja Sampai Kaputing, Pembentukan Karakter Absrak/Abstrac Peningkatan kualitas pelaksanaan pendidikan dalam nilai-nilai yang dapat membentuk dan memperkuat karakter siswa pada lembaga pendidikan formal sangat diperlukan. Permasalahan kemampuan sosial pada saat ini manakala perilaku materialisme yang menganggap bahwa seolah- olah materi, benda, dan uang adalah segala-galanya. Fenomena perilaku materialistik dan konsumtif ini dapat menghilangkan nilai-nilai religius, ikhlas, tangguh, jujur, peduli, tanggung jawab, mandiri, dan disiplin. Fenomena ini menarik mengingat perilaku tersebut juga banyak melanda kehidupan remaja di berbagai kota salah satunya Banjarmasin. Perilaku seseorang ditentukan oleh faktor lingkungan dengan landasan teori kondisioning ada fungsi bahwa karakter ditentukan oleh lingkungan. Seseorang akan menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter. Tentunya ini memerlukan usaha secara menyeluruh yang dilakukan semua pihak: keluarga, sekolah, dan seluruh komponen masyarakat. Dalam konteks konseling, keterlibatan konselor untuk membantu klien dalam mengartikulasikan kehidupan sosial kemasyarakatannya dilakukan dengan berbagai macam pendekatan. Salah satu pendekatan konseling eksistensial humanistik yang berbasis nilai budaya Indonesia, yaitu pendekatan yang digali dari tata nilai budaya Banjar dengan prinsip hidup Waja Sampai Kaputing, yang mengandung prinsip pantang menyerah, bersungguh-sungguh, bekerja keras dari awal hingga akhir yang selama ini terabaikan. Nilainilai moral dalam pembentukkan karakter yang kokoh dan etika standar yang kuat dalam tata nilai budaya Banjar sangat diperlukan bagi individu maupun masyarakat melalui proses konseling dengan pendekatan Eksistensial Humanistik. Improving the quality of education implementation in the values that can shape and strengthen the character of students in formal educational institutions is needed. The problem of social ability at this time when the behavior of materialism that considers that as if matter, objects, and money is everything. This phenomenon of materialistic and consumptive behavior can eliminate religious values, sincere, tough, honest, caring, responsible, independent, and disciplined. This phenomenon is interesting considering the behavior is also a lot of teenage life in various cities one of them Banjarmasin. A person's behavior is determined by environmental factors with the grounding of the theory of conditioning there is a function that character is determined by the environment. A person will be a character person if it can grow in a characteristic environment. Surely this requires a thorough effort by all parties: family, school, and all components of society. In the context of counseling, the involvement of counselors to assist clients in articulating their societal social life is carried out in a variety of approaches. One of the approaches Copyright 2018 Universitas PGRI Madiun 89

2 of existential humanistic counseling based on Indonesian cultural values, the approach extracted from the cultural values of Banjar with the principle of life Waja Sampai Kaputing, which contains the principle of unyielding, earnest, hard work from the beginning to the end that has been neglected. Moral values in solid character formation and strong ethical standards in Banjar cultural values are indispensable for individuals and communities through a counseling process with an Existential Humanistic approach. PENDAHULUAN Seiring berkembang ilmu pendidikan beberapa pihak meminta untuk peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan tentang nilai-nilai yang membentuk dan memperkuat karakter siswa pada lembaga pendidikan formal.permintaan tersebut didasari atas fenomena sosial yang ada di masyarakat yaitu tentang kenakalan remaja seperti perkelahian massal, perusakan lingkungan hidup, perusakan fasilitas umum, memakai obat-obatan terlarang, pergaulan bebas, ataupun kenakalan remaja lainnya baik itu perusakan dalam diri mereka sendiri atau lingkungan mereka. Adapun permasalahan yang paling dirasakan sebagai permasalahan paling banyak terjadi di Indonesia yaitu Perkalahian massal, memakai obat-obatan terlarang dan pergaulan bebas. Permasalahan tersebut dikarenakan ketidak sadaran remaja dalam kehidupan sosial berperilaku materialisme dan konsumtif. Materialisme disini cara pandang seorang remaja akan materi, benda, dan uang untuk kenakalankenakalan remajanya. Sifat materialisitik ini dapat mengikis nilai-nilai religius, ikhlas, tangguh, jujur, peduli, tanggung jawab, mandiri, dan disiplin.perilaku konsumtif merupakan fenomena psikoekonomik yang banyak melanda kehidupan masyarakat, terutama yang tinggal di perkotaan. Fenomena ini cukup jadi perhatian mengingat perilaku konsumtif ini melanda dikehidupan remaja diberbagai kota salah satunya Banjarmasin. Perilaku seseorang ditentukan oleh factor lingkungan dengan landasan teori kondisioning bahwa karakter ditentukan oleh lingkungan. Seseorang akan menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter. Tentunya ini memerlukan usaha secara menyeluruh yang dilakukan semua pihak, keluarga, sekolah, dan seluruh komponen yang terdapat dalam masyarakat. Berbicara tentang pendidikan di lembaga pendidikan formal, tidak cukup hanya mengulas tentangmateri pelajaran tapi juga harus mengurai tentang layanan pengembangan diri siswa yang memandirikan dan pendidikan karakter. Pengembangan diri dalam konteks lembaga pendidikan, berkaitan dengan konseling; suatu ilmu yang membantu orang untuk mengatasi problematika kehidupan dan meningkatkan potensi diri untuk tumbuh dan berkembang (growth and development) menjadi lebih baik. Konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di lembaga pendidikan. Karena itu, konselor sebagaimana menurut Schellenberg diharapkan mampu memfasilitasi peserta didik (konseli) agar mampu mengembangkan potensi dirinyaatau mencapai tugas-tugas perkembangannya yang menyangkut aspekfisik, emosi, intelektual, sosial, dan moralspiritual. Dalam proses konseling dilembaga pendidikan, proses pencariankearifan lokal memegang peranan penting sebab konseling selama ini didominasi teori-teori dari Barat. Tentu dalam aplikasi di lapangan kerap Copyright 2018 Universitas PGRI Madiun 90

3 mengalami hambatan, sebab banyak yang tidak sesuai denganbudaya masyarakat setempat. Karena teori-teoritersebut merefleksikan nilai-nilaibudaya Barat, didesain dan diaplikasikandalam konteks masyarakat Barat. Tidak dapat dipungkiri, bahwa upaya membangun kehidupan sosial kemasyarakatan hanya dapat dilakukan melalui artikulasi masyarakat itu sendiri dengan tempat di mana mereka tinggal (Tyson, 2010). Dalam konteks konseling, keterlibatan konselor untuk dapat membantu klien dalam mengartikulasikan kehidupan sosial kemasyarakatannya dilakukan dengan berbagai macam pendekatan konseling. salah satu pendekatan konseling yaitu eksistensial humanistic dalam pendekatan konseling ini bertujuan membantu klien menghadapi kecemasan sehubungan dengan pemilihan nilai dan kesadaran bahwa dirinya bukan hanya sekedar korban kekuatan-kekuatan determinisik dari luar dirinya. Terapi Eksistensial memiliki cirinya sendiri oleh karena pemahamannya bahwa tugas manusia adalah menciptakan Eksistensinya yang bercirikan integritas dan makna (Corey 2013). Konseling ini jugameluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya. Dalam pendekatan konseling eksistensi humanistik ini dipandang dari sudut budaya timur maka pengertian bebas yang bertanggung jawab itu dimaknakan sebagai bebas yang memiliki moral spiritual dalam nilai-nilai norma. Masyarakat Indonesia memiliki moral spiritual dan nilai-nilai normayang menjadi suatu budaya. Di Banjarmasin moral spiritual dan nilai-nilai norma menjadi prinsip hidup yang dipegang oleh masyarakat banjar. Prinsip hidup itu pun diabadikan dengan menjadi semboyan yaitu Waja Sampai Keputing yang mengandung prinsip pantang menyerah, bersungguh-sungguh, bekerja keras dari awal hingga akhir. Nilai- nilai moral yang kokoh dan etika standar yang kuat dalam tata nilaibudaya banjar sangat diperlukan untuk membentuk karakter bagiindividu maupun masyarakat melaluiproses konseling eksistensi humanistik, khususnya di sekolah secara eksplisit (terencana), terfokus, dan komprehensip untukmenghadapi tantangan-tantangan masadepan agar pembentukan siswa yang berkarakter dapat terwujud sehingga terhindar dari perilaku materialistik dan konsumtif. PEMBAHASAN Konseling Eksistensi Humanistik Menurut Corey (2013) dimensi dasar dari kondisi manusia, menurut pendekatan eksistensial adalah : 1. Kapasitas untuk kesadaran diri Kebebasan, pilihan, dan tanggung jawab merupakan landasan kesadaran diri. Semakin besar kesadaran kita, semakin besar kemungkinan kita untuk kebebasan. 2. Kebebasan dan tanggung jawab Tema eksistensial yang khas adalah bahwa orang bebas memilih di antara berbagai alternatif dan oleh karena itu memainkan peran besar dalam membentuk nasib mereka sendiri. Schneider dan Krug (2010) menulis bahwa terapi eksistensial mencakup tiga nilai: (1) kebebasan untuk menjadi dalam konteks keterbatasan alam dan diri sendiri; (2) kapasitas untuk merefleksikan makna pilihan kita; dan (3) kapasitas untuk bertindak atas pilihan yang kita buat. Kebebasan menyiratkan bahwa kita bertanggung jawab atas hidup kita, untuk tindakan kita, dan atas kegagalan kita dalam mengambil Copyright 2018 Universitas PGRI Madiun 91

4 tindakan.kebebasan dan tanggung jawab berjalan seiring. Kami adalah penulis kehidupan kami dalam arti bahwa kami menciptakan takdir kami, situasi hidup kami, dan masalah kami. Russell, 1978 dalam Corey (2013) menganggap bahwa tanggung jawab adalah kondisi dasar untuk perubahan. Klien yang menolak untuk menerima tanggung jawab dengan terus-menerus menyalahkan orang lain atas masalah mereka tidak mungkin mendapat keuntungan dari terapi. 3. Menciptakan identitas seseorang dan menjalin hubungan yang bermakna dengan orang lain Masing-masing dari kita ingin menemukan diri sendiri atau, untuk membuatnya lebih otentik dalam menciptakan identitas pribadi kita. Ini bukan proses otomatis, dan menciptakan identitas membutuhkan keberanian. Sebagai makhluk relasional, kita juga berusaha untuk berhubungan dengan orang lain. Banyak penulis eksistensial membahas kesepian, keterbelakangan, dan pengasingan, yang dapat dilihat sebagai kegagalan untuk mengembangkan hubungan dengan orang lain dan dengan alam. Corey (2013) menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang turut berkontribusi dalam penciptaan identititas a. Keberanian untuk Menjadi (Courge to be) Tillich, 1952 dalam Corey (2013) menyatakan bahwa dibutuhkan keberanian untuk menemukan "dasar keberadaan kita" yang sesungguhnya dan menggunakan kekuatannya untuk mengatasi aspek-aspek ketidakberadaan yang akan menghancurkan kita. b. Pengalaman Kesendirian (experience of aloneness) Para eksistensialis mendalilkan bahwa bagian dari kondisi manusia adalah pengalaman kesendirian.rasa terisolasi datang ketika kita menyadari bahwa kita tidak dapat bergantung pada orang lain untuk konfirmasi atas diri kita sendiri; yaitu, kita sendiri harus memberi makna pada hidup, dan kita sendiri yang harus memutuskan bagaimana kita akan hidup.sebelum kita dapat memiliki hubungan yang solid dengan yang lain, kita harus memiliki hubungan yang solid dengan diri kita sendiri. c. Pengalaman Terhadap Ketergantungan Manusia bergantung pada hubungan dengan orang lain. Seperti merasa bahwa ingin menjadi penting dalam kehidupan orang lain dan merasakan pentingnya kehadiran orang lain dalam kehidupan kita. Hubungan ini diharapkan mampu menguatkan kita dan menghindarkan dari ketergantungan hubungan yang neurotis. d. Berjuang Dengan Identitas Kami (Struggle With Our Identity) Setiap individu mempunyai identitas yang ia tentukan, maka bagaimana dengan identitas yang dimiliki tersebut dapat digunakan untuk berjuang menemukan makna dari kehidupannya. 4. Pencarian makna (The Search for Meaning) Karakteristik manusia yang jelas adalah perjuangan untuk rasa makna dan tujuan dalam kehidupan. Ada bebrapa pertanyaan mendasar yang dapat digunakan dalam pencarian makna tersebut yang kemudian disebut dengan pertanyaan-pertanyaan eksistensial yaitu: "Mengapa saya di sini?" "Apa yang saya inginkan dari kehidupan?" "Apa yang memberikan tujuan hidup saya?" "Di mana Copyright 2018 Universitas PGRI Madiun 92

5 sumbernya? berarti bagi saya dalam hidup? ". Menemukan kepuasan dan makna dalam kehidupan adalah produk sampingan dari keterlibatan, yang merupakan komitmen untuk menciptakan, mencintai, bekerja, dan membangun. Makna dibuat dari keterlibatan individu dengan apa yang dihargai, dan komitmen ini memberikan tujuan yang membuat hidup berharga. 5. Kecemasan Sebagai Kondisi Hidup Corey (2013) menyatakan bahwa Kecemasan muncul dari upaya pribadi seseorang untuk bertahan hidup dan untuk mempertahankan dan menegaskan keberadaan seseorang, dan perasaan kecemasan yang dihasilkan merupakan aspek yang tak terelakkan dari kondisi manusia. Ahli terapi eksistensial membedakan kecemasan menjadi dua macam, yaitu kecemasan normal dan neurotik. a. Kecemasan normal adalah respons yang tepat terhadap suatu peristiwa yang sedang dihadapi. kecemasan semacam ini tidak harus ditekan, dan dapat digunakan sebagai motivasi untuk berubah. b. Kecemasan neurotik adalah kecemasan tentang hal-hal konkret yang tidak proporsional dengan situasi. 6. Kesadaran Akan Kematian dan Ketidakberadaan Eksistensialis tidak memandang kematian secara negatif tetapi menganggap bahwa kesadaran akan kematian sebagai kondisi dasar manusia memberi arti penting bagi kehidupan. Karakteristik manusia yang membedakan adalah kemampuan untuk memahami realitas masa depan dan keniscayaan kematian. Kematian tidak harus dianggap sebagai ancaman; Kematian memberikan motivasi bagi kita untuk memanfaatkan menghargai momen saat ini. Alih-alih dibekukan oleh rasa takut akan kematian, kematian dapat dilihat sebagai kekuatan positif yang memungkinkan kita untuk hidup semaksimal mungkin. Waja Sampai Kaputing Waja Sampai Kaputing (Wasaka) merupakan motto yang berasal dariprovinsi Kalimantan Selatan. Dimana motto tersebut merupakan suatu semboyan dan pesan yang pernah diutarakan olehsalah satu pahlawan yang memperjuangakan kemerdekaan Indonesia yakni Pangeran Antasari. semboyan dan pesan-pesan yang disampaikan oleh Pangeran Antasari sangat berpengaruh besar dari psikologis masyarkat banjardalam meningkatnya suatu tekat pantang menyerah dan selalu berusaha pantang mundur dalam melawan penjajah. Berikut pesan wasiat Pangeran Antasari kepada masyarakat banjar : Pesan-Pesan Pangeran Antasari Haram Manyarah Waja SampaiKaputing Lamun Tanah Banyu Kita Kahada Handak Dilincai Urang Jangan Bacakut Papadaan Kita Lamun Handak Tulak ManyarangWalanda Baikat Hati Ditali Sindad Jangan Sampai Mati Parahatan Bukah Matilah Kita Di jalan Allah Siapa Babaik-baik Lawan Walanda Tujuh Turunan Kahada Aku Sapa Lamun Kita Sudah Sapakat Handak Mahinyik Walanda Jangan Walanda Dibari Muha Badalas Pagat Urat Gulu Copyright 2018 Universitas PGRI Madiun 93

6 Lamun Manyarah Kahada Haram Dijamah Walanda Haram Diriku Dipenjara Haram Negri Dijajah Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing Waja Sampai Kaputing berarti usahasampai akhir (Volharding). Bisadiungkapkan dalam makna yang lain dari,waja Sampai Kaputing adalah terbuat daribaja mulai pangkal sampai ke ujungnya, maksudnya perjuangan yang tak pernah berhenti hingga tetes darah penghabisan,atau hingga perjuangan tercapai. WajaSampai Kaputing mengandung maksudapabila memulai suatu pekerjaan, harus sampai selesai pelaksanaannya. Setiap orang bertanggung jawab untuk menuntaskan pekerjaannya jangan sampai menggantung. Semboyan Waja Sampai Kaputing ini merupakan lambang bahwapenduduk Kalimantan Selatan selalu tekundalam bekerja, melaksanakan segalasesuatu dengan penuh ikhlas, rasakesanggupan dan konsekuen tanpaberhenti di tengah jalan, harus sampai padatujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu selalu dilandasi oleh tekad yang kuat dantangguh, bagaikan baja (waja) dari titik awal (ujung) sampai ke titik tujuan (kaputing), dan haram berhenti di tengah jalan (haram manyarah). Semboyan dan pesan-pesan Waja Sampai Kaputing dari Pangeran Antasari hendaknya menjadi nilai inti (core value) ataupun ruh dari pendidikan karakter, yang tidak akan berhenti sampai tujuan tercapai, dengan dilandasi oleh nilai ikhlas, kerja keras, bekerja sampai tuntas, semangat kebangsaan, cinta tanah air dan memperoleh yang memuaskan bagi untuk diri pribadi maupun masyarakat. Nilainilai Sasaran yang menjadi target dari pendidikan karakter Waja Sampai Kaputing adalah bersumber pada nilainilai yang terdapat dalam Waja Sampai Kaputing itu sendiri dan nilai minimal yang hendaknya diterapkan menurut Desain Inti Pendidikan Karakter. Adapun nilai-nilai yang terdapat dalam motto Waja Sampai Kaputing, antara lain adalah nilai-nilai religius, ikhlas, kerja keras, tangguh, tekun, bertanggung jawab, dan konsekuen. Sementara nilai-nilai minimal yang hendaknya ditanamkan dalam pendidikan karakter adalah tangguh, jujur, cerdas dan peduli. Di samping itu dari Seminar dan Lokakarya Pendidikan Karakter yang dilaksanakan Universitas Lambung Mangkurat (2012), maka diperoleh beberapa nilai yang layak dijadikan nilainilai target pendidikan karakter, berdasarkan frekuensi yang kemunculan pilihan yang disampaikan peserta seminar dan lokakarya diperoleh nilai-nilai jujur, transparan, disiplin, cerdas, mandiri, peduli, profesional, tangguh, taat/patuh, kerja keras dan tekun. Dari nilai-nilai Waja Sampai Kaputing, Nilai Minimal dari Desain Inti Pendidikan Karakter dan hasil Seminar dan Lokakarya Pendidikan Karakter Universitas Lambung Mangkurat dipilihnya 13 nilai-nilai sasaran yang akan menjadi target pendidikan karakter Waja Sampai Kaputing Universitas Lambung Mangkurat : Karakter Secara etimologi, istilah karakterberasal dari bahasa Latin character, yangberarti watak, tabiat, sifatsifat kejiwaan,budi pekerti, kepribadian dan akhlak.menurut Poerwadarminta, karakter berartitabiat, watak sifat-sifat kejiwaan, akhlakatau budi pekerti yang membedakanseseorang dengan orang lain. Menurut Simon Philips, karakteradalah kumpulan tata nilai menuju padasuatu sistem, yang melandasi pemikiran,sikap, dan perilaku yang ditampilkan(fathul Copyright 2018 Universitas PGRI Madiun 94

7 Muin, 2011:160). Menurut Coon,karakter adalah suatu penilaian subjektifterhadap kepribadian seseorang yangberkaitan dengan atribut kepribadian yangdapat atau tidak dapat diterima olehmasyarakat (Zubaedi, 2011:8),Sedangkanmenurut Mansur Muslich (2010:70),karakter adalah cara berfikir danberperilaku seseorang yang menjadi cirikhas dari tiap individu untuk hidup danbekerjasama, baik dalam keluarga,masyarakat dan negara,jadi dapatdisimpulkan karakter adalah seperangkatsifat yang selalu dikagumi sebagai tanda-tanda kebaikan, kebajikan, dankematangan moral seseorang.secara psikologis dan sosiologis padamanusia terdapat hal-hal yang berkaitandengan terbentuknya karakter.unsurunsurini menunjukan bagaimana karakterseseorang. Unsur-unsur tersebut antaralain: 1. Sikap Sikap seseorang merupakan bagian dari karakter, bahkan dianggap cerminan karakter seseorang tersebut. Dalam hal ini, sikap seseorang terhadap sesuatu yang ada di hadapannya, biasanya menunjukan bagaimana karakter orang tersebut. Jadi, semakin baik sikap seseorang maka akan dikatakan orang dengan karakter baik. Dan sebaliknya, semakin tidak baik sikap seseorang maka akan dikatakan orang dengan karakter yang tidak baik. 2. Emosi Emosi merupakan gejala dinamis dalam situasi yang dirasakan manusia, yang disertai dengan efeknya pada kesadaran, perilaku, dan juga merupakan proses fisiologis. Tanpa emosi, kehidupan manusia akan terasa hambar karena manusia selalu hidup dengan berfikir dan merasa. Dan emosi identik dengan perasaan yang kuat. 3. Kepercayaan Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari faktor sosiopsikologis. Kepercayaan bahwa sesuatu itu benar atau salah atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman, dan intuisi sangatlah penting dalam membangun watak dan karakter manusia. Jadi, kepercayaan memperkukuh eksistensi diri dan memperkukuh hubungan dengan orang lain. 4. Kebiasaan dan Kemauan Kebiasaan merupakan aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis pada waktu yang lama, tidak direncanakan dan diulangi berkali-kali. Sedangkan kemauan merupakan kondisi yang sangat mencerminkan karakter seseorang karena kemauan berkaitan erat dengan tindakan yang mencerminkan perilaku orang tersebut. 5. Konsepsi diri (Self-Conception) Proses konsepsi diri merupakan proses totalitas, baik sadar maupun tidak sadar tentang bagaimana karakter dan diri seseorang dibentuk. Jadi konsepsi diri adalah bagaimana saya harus membangun diri, apa yang saya inginkan dari, dan bagaimana saya menempatkan diri dalam kehidupan. Pembentukan Karakter Karakter kita terbentuk dari kebiasaan kita. Kebiasaan kita saat anakanakbiasanya bertahan sampai masa remaja. Orang tua bisa mempengaruhi baik atau buruk, pembentukan kebiasaan anakanak mereka. Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena pikiran yang didalamnya terdapat seluruh program yangterbentuk dari pengalaman hidupnya, merupakan pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang Copyright 2018 Universitas PGRI Madiun 95

8 akhirnya dapat membentuk polaberpikir yang bisa mempengaruhi perilakunya.jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawaketenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya,jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsipprinsip universal, maka perilakunya membawa kerusakan danmenghasilkan penderitaan. Oleh karena itu pikiran harus mendapatkan perhatian serius. Karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah, nature) dan lingkungan (sosialisasi pendidikan, nurture). Potensi karakter yangbaik dimiliki manusia sebelum dilahirkan,tetapi potensi-potensi tersebut harus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejakusia dini. Tujuan pembentukan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anakanak yang baik dengan tumbuh danberkembangnya karakter yang baik akan mendorong anak untuk tumbuh dengan kapasitas komitmen-nya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan dalam membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungan. Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (componentsof good character), yaitu: 1. Pengetahuan tentang moral (moral knowing) Dimensi-dimensi dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), danpengenalan diri (self knowledge). 2. Perasaan/penguatan emosi (moral feeling) Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), dan kerendahan hati (humility). 3. Perbuatan bermoral (moral action) Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit). Nilai-Nilai Sasaran yang Menjadi Target Pendidikan Karakter Wasaka Religius Ikhlas patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain Copyright 2018 Universitas PGRI Madiun 96

9 memulai segala pekerjaan tindakan, dan pekerjaan. dimulai dengan atas nama Tekun Allah, Tuhan Yang Maha menunjukkan kerajinan, Esa, segala rezeki, karunia, kesungguhan dan terus rahmat adalah atas ijin menerus dalam belajar dan Allah, Tuhan Yang Maha mengerjakan tugas. Esa. Kerjakan tugas dan Cerdas Sikap dan perilaku mencari kewajiban, serahkan semua dan menerapkan informasi urusan kepada Allah, dari lingkungan sekitar dan Tuhan Yang Maha Esa sumber-sumber lain secara Kerja Keras logis, kritis dan kreatif. menunjukkan upaya Peduli Sikap dan tindakan yang sungguh-sungguh dalam selalu berupaya mencegah mengatasi berbagai kerusakan pada lingkungan hambatan belajar dan alam di sekitarnya, dan tugas, serta menyelesaikan mengembangkan tugas dengan sebaik- upayaupaya untuk baiknya sampai ke batas memperbaiki kerusakan optimal, jika mampu ke alam yang sudah terjadi, batas maksimal dari target selalu ingin memberi yang telah ditentukan, baik bantuan bagi orang lain waktu maupun kualitas dan masyarakat yang pekerjaan. membutuhkan. Tangguh Tanggung- Sikap dan perilaku menunjukkan upaya Jawab/ seseorang untuk sungguh-sungguh dalam Konsekuen melaksanakan tugas dan mengatasi berbagai kewajibannya, yang hambatan belajar dan tugas seharusnya dia lakukan, serta menyelesaikan tugas terhadap diri sendiri, dengan sebaik-baiknya masyarakat, lingkungan Jujur/ (alam, sosial dan budaya), Transparan didasarkan upaya negara dan Tuhan Yang menjadikan dirinya sebagai Maha Esa. orang yang selalu dapat Disiplin Sikap dan tindakan yang dipercaya dalam perkataan, menunjukkan perilaku Copyright 2018 Universitas PGRI Madiun 97

10 Mandiri Semangat Kebangsaan Cinta Tanah Air taat/patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugastugas. Cara berpikir, bersikap dan perilaku yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi dan politik bangsa bekerja keras dari awal hingga akhir, yang dapat mendukung siswa untuk berfikir dan berperilaku sebagai individu yang hidup dengan bekerjasama, baik dalam keluarga, masyarakat dan negara. DAFTAR PUSTAKA Corey, Gerald Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy (9thedition). California: Brooks/Cole. Sarbaini, (2012). Pendidikan Karakter WASAKA (Waja Sampai Kaputing) UNLAM. Banjarmasin; UPT MKU (MPK-MBB) UNLAM. Matsumoto, D,.& Juang, L. (2003).Culture and Psychology.2 nd Edition. Belmont, CA: Wadswort. Fathul Muin, Pendidikan Karakter:Konstruksi Teoritik dan Praktik. Yogyakarta: Ar Ruzz. Zubaedi Desain PendidikanKarakter: Konsepsi dan Aplikasinyadalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana. SIMPULAN Indonesia memiliki banyak budaya, konselor harus memiliki kompetensi baik itu dalam pendekatan konseling dan nilainilai budaya yang ada dimasyarakat Indonesia agar dalam praktek konseling berjalan secara optimal.dalam praktek konseling, konselor ikut berkontribusi sebagai fasilitator untuk menyediakan dukungan system untuk penyembuhan. Untuk membentuk karakter siswa dengan pendekatan konseling eksistensial humanistik yang berbasis nilai budaya banjar yaitu Wasaka bisa dijadikan salah satu cara yang dimana dalam budaya banjar memiliki prinsip yang terkandung dalam Wasaka yang mengandung prinsip pantang menyerah, bersungguh-sungguh, Mansur Muslich Pendidikankarakter, Menjawab tantangan krisismultidimensional. Jakarta: Bumi Aksara. Arifin, S. (2014). Konseling Berbasis Pesantren Untuk Memperkokoh Karakter Pelajar Dalam Menghadapi Globalisasi, 6 (1), Copyright 2018 Universitas PGRI Madiun 98

11 1 Copyright 2018 Universitas PGRI Madiun 99

KOMPONEN KARAKTER (Thomas Lickona) Oleh: Kuncahyono Pasca UM

KOMPONEN KARAKTER (Thomas Lickona) Oleh: Kuncahyono Pasca UM 0 KOMPONEN KARAKTER (Thomas Lickona) Oleh: Kuncahyono Pasca UM (Kompasiana, 2010) Melihat kondisi bangsa saat ini dimana banyak terjadi penyimpangan moral di kalangan remaja dan generasi muda, maka perlu

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KTSP DALAM INOVASI PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN BAGI PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA

IMPLEMENTASI KTSP DALAM INOVASI PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN BAGI PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA IMPLEMENTASI KTSP DALAM INOVASI PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN BAGI PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA PENDAHULUAN Dalam dunia pendidikan, proses akulturasi dan perubahan perilaku bangsa menjadikan masyarakat yang

Lebih terperinci

URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MENGOPTIMALKAN LAYANAN PENDIDIKAN BAGI SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSIF

URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MENGOPTIMALKAN LAYANAN PENDIDIKAN BAGI SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSIF URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MENGOPTIMALKAN LAYANAN PENDIDIKAN BAGI SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSIF Bayu Pamungkas Universitas PGRI Yogyakarta (bayu.pamungkas@upy.ac.id) ABSTRAK Sekolah

Lebih terperinci

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Memahami Budaya dan Karakter Bangsa Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar: Memahami budaya dan karakter bangsa Indikator: Menjelaskan konsep budaya Menjelaskan konsep karakter bangsa Memahami pendekatan karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. cinta kasih, dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak tahun 1920-an Ki Hajar Dewantara telah mengumandangkan pemikiran bahwa pendidikan pada dasarnya adalah memanusiakan manusia dalam artian menjadikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Definisi Pendidikan Karakter 2.1.1 Pendidikan Karakter Menurut Lickona Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Kemudian dalam

BAB I PENDAHULUAN. setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Kemudian dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi setiap individu anak bangsa yang telah diakui dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21 PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21 Machful Indra Kurniawan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB III DESAIN/PENDEKATAN PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang berusaha menelaah kembali

BAB III DESAIN/PENDEKATAN PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang berusaha menelaah kembali BAB III DESAIN/PENDEKATAN PENELITIAN 3.1 Desain/Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang berusaha menelaah kembali peristiwa yang terjadi di masa lalu, dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm Fathul Mu in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan

BAB I PENDAHULUAN. Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm Fathul Mu in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan. Sebagai sebuah proses, ada dua asumsi yang berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama, ia bisa

Lebih terperinci

LOYALITAS DAN PERAN AKTIF SISWA DALAM MENDUKUNG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER

LOYALITAS DAN PERAN AKTIF SISWA DALAM MENDUKUNG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER LOYALITAS DAN PERAN AKTIF SISWA DALAM MENDUKUNG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER Wahyu Okta Sulistiani Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang 65145 E-mail: wahyu.soerati@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai peran utama dalam kehidupan manusia. Keadaan suatu bangsa sangat dipengaruhi dengan bagaimana kondisi sumber daya manusia yang ada dalam

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1 Oleh Drs. H. Syaifuddin, M.Pd.I Pengantar Ketika membaca tema yang disodorkan panita seperti yang tertuang dalam judul tulisan singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah survei pernah dilakukan Mazzola (2003) tentang bullying di sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah survei pernah dilakukan Mazzola (2003) tentang bullying di sekolah. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Karakter bangsa Indonesia semakin menurun, ini ditunjukkan dengan rendahnya etika dan moralitas, dalam pendidikan ada tawuran pelajar yang sering terjadi, siswa

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER DI PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH 1

PENDIDIKAN KARAKTER DI PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH 1 PENDIDIKAN KARAKTER DI PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH 1 Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Mengah Pertama 2010-2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Permasalahan karakter saat ini banyak diperbincangkan. Berbagai persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk

BAB I PENDAHULUAN. peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA

PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA Ramtia Darma Putri tyadhuarrma27@gmail.com Universitas PGRI Palembang Erfan Ramadhani erfankonselor@gmail.com

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER BANGSA

PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER BANGSA Pendidikan Karakter Sebagai Pembentuk Karakter Bangsa 15 PENDIDIKAN KARAKTER SEBAGAI PEMBENTUK KARAKTER BANGSA Oleh: Yulianti Siantayani 1 Konflik antar suku dan agama yang terus bergulir dari waktu ke

Lebih terperinci

MENUMBUHKAN KARAKTER PADA ANAK MELALUI TUTORIAL SIMULASI

MENUMBUHKAN KARAKTER PADA ANAK MELALUI TUTORIAL SIMULASI MENUMBUHKAN KARAKTER PADA ANAK MELALUI TUTORIAL SIMULASI Sutrisno 1, Siti Aminah 2 1 SMPN 1 Bungkal, Ponorogo ngilmudi@gmail.com 2 SDN Ketonggo, Ponorogo sitiaminah.bungkal@gmail.com Kata Kunci: Karakter

Lebih terperinci

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA (Studi Situs SMK 1 Blora) TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membicarakan karakter merupakan hal yang sangat penting dan mendasar. Karakter adalah mustika hidup yang membedakan manusia dengan binatang. Manusia tanpa karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Konteks penelitian Pendidikan merupakan wahana untuk membentuk manusia yang berkualitas, sebagaimana dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan pasal 3, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sosiologi pada dasarnya mempunyai dua pengertian dasar yaitu sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Sosiologi pada dasarnya mempunyai dua pengertian dasar yaitu sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sosiologi pada dasarnya mempunyai dua pengertian dasar yaitu sebagai ilmu dan sebagai metode. Sebagai ilmu, Sosiologi merupakan kumpulan pengetahuan tentang

Lebih terperinci

KOMPETENSI KONSELOR. Kompetensi Konselor Sub Kompetensi Konselor A. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani

KOMPETENSI KONSELOR. Kompetensi Konselor Sub Kompetensi Konselor A. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani KOMPETENSI KONSELOR Kompetensi Konselor Sub Kompetensi Konselor A. Memahami secara mendalam konseli yang hendak dilayani 1. Menghargai dan menjunjung tinggi 1.1. Mengaplikasikan pandangan positif nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini permasalahan pendidikan merupakan permasalahan yang. merupakan bagian dari upaya membangun karakter dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini permasalahan pendidikan merupakan permasalahan yang. merupakan bagian dari upaya membangun karakter dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini permasalahan pendidikan merupakan permasalahan yang sangat kompleks, karena diperlukan adanya partisipasi dari masyarakat. Pendidikan juga tidak bisa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

ETIKA DAN MORAL dalam Pembelajaran

ETIKA DAN MORAL dalam Pembelajaran ETIKA DAN MORAL dalam Pembelajaran Oleh: Dr. Marzuki PUSAT PENDIDIKAN KARAKTER DAN PENGEMBANGAN KULTUR LPPMP - UNY 12/05/2015 1 RIWAYAT PENDIDIKAN BIODATA SINGKAT S1 dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL BUDAYA JAWA. Novi Trisna Anggrayni Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar Universitas PGRI Yogyakarta

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL BUDAYA JAWA. Novi Trisna Anggrayni Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar Universitas PGRI Yogyakarta PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL BUDAYA JAWA Novi Trisna Anggrayni Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar Universitas PGRI Yogyakarta (rih.anawaitrisna@gmail.com) ABSTRAK Pendidikan karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ini berpengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ini berpengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era global ditandai dengan pengaruhnya yang cukup signifikan terhadap perubahan kehidupan manusia, baik ekonomi, politik dan kebudayaan.tiga dimensi ini berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Ensiklopedi Amerika mengartikan perilaku sebagai suatu aksireaksi organism terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

PENGERTIAN DAN NILAI ETIKA

PENGERTIAN DAN NILAI ETIKA ETIKA PROFESI (di-copy-paste bulat-bulat dari: http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2014/03/ ETIKA-PROFESI-PENGERTIAN-ETIKA-PROFESI.ppt Copyright 2011-2015 marnotanahfpub Theme by NeoEase, modified by DataQ.

Lebih terperinci

PEDOMAN PENDIDIKAN KARAKTER WASAKA

PEDOMAN PENDIDIKAN KARAKTER WASAKA PEDOMAN PENDIDIKAN KARAKTER WASAKA (Waja Sampai Kaputing) UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT Disusun oleh: Sarbaini, dkk UPT MKU (MPK-MBB) Universitas Lambung Mangkurat BANJARMASIN NOPEMBER, 2012 i Pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas tentang: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Rumusan Masalah, (3) Pembatasan Masalah, (4) Tujuan Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Penegasan Isilah. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua kadang merasa jengkel dan kesal dengan sebuah kenakalan anak. Tetapi sebenarnya kenakalan anak itu suatu proses menuju pendewasaan dimana anak

Lebih terperinci

Reality Therapy. William Glasser

Reality Therapy. William Glasser Reality Therapy William Glasser 1. Latar Belakang Sejarah William Glasser lahir tahun 1925, mendapatkan pendidikan di Cleveland dan menyelesaikan sekolah dokter di Case Western Reserve University pada

Lebih terperinci

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd A. PENDAHULUAN Banyak pertanyaan dari mahasiswa tentang, bagaimana menjadi konselor professional? Apa yang harus disiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia adalah makhluk yang paling mulia, karena manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia adalah makhluk yang paling mulia, karena manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia adalah makhluk yang paling mulia, karena manusia diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna. Disamping manusia mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang : (1) Latar Belakang, (2) Rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang : (1) Latar Belakang, (2) Rumusan BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang : (1) Latar Belakang, (2) Rumusan Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Batasan Masalah, (5) Manfaat Penelitian, dan (6) Penegasan Istilah. 1.1. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Masyarakat terus berkembang dan berubah menyesuaikan dengan kondisi jaman dan peradaban. Manusia sebagai bagian dari perkembangan jaman adalah faktor penentu keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, kecerdasan dan keterampilan manusia lebih terasah dan teruji dalam menghadapi dinamika kehidupan

Lebih terperinci

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M.

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M. MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN Oleh M. Andi Setiawan, M.Pd ABSTRAK Penelitian ini berdasarkan atas fenomena yang terjadi di lapangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penerimaan diri 2.1.1 Definisi Penerimaan Diri Ellis (dalam Richard et al., 201) konsep penerimaan diri disebut Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju mundurnya suatu bangsa ditandai oleh sumber daya manusia yang bermutu. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang bermutu, itu diperlukan suatu upaya melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Konsep Diri Istilah konsep diri biasanya mengarah kepada sebuah pembentukan konsep pribadi dari diri seseorang. Secara umum konsep diri adalah pandangan dan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga mempunyai sifat konstruktif dalam hidup manusia. Karena itulah kita dituntut untuk mampu mengadakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pelaksanaan model konseling kelompok dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1. Secara uji statistik

Lebih terperinci

32. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP

32. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP 32. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai negara berkembang dalam pembangunannya membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia Indonesia yang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Gerakan modernisasi yang meliputi segenap aspek kehidupan manusia menimbulkan terjadinya pergeseran pada pola interaksi antar manusia dan berubahnya nilai-nilai

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1 PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1 Fauzatul Ma rufah Rohmanurmeta 2 IKIP PGRI Madiun ABSTRAK Salah satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh guru kepada peserta didik

Lebih terperinci

Hakikat Budi Luhur. Pusat Studi Kebudiluhuran Universitas Budi Luhur Jakarta 06/07/17

Hakikat Budi Luhur. Pusat Studi Kebudiluhuran Universitas Budi Luhur Jakarta 06/07/17 Hakikat Budi Luhur Pusat Studi Kebudiluhuran Universitas Budi Luhur Jakarta 06/07/17 Mengapa kita harus cerdas berbudi luhur? Bagaimana jika tidak? Cerdas berbudi luhur adalah dua hal yang tidak terpisahkan,

Lebih terperinci

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK A. SD/MI KELAS: I STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK Kompetensi Dasar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1. Menerima

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, dunia pendidikan menghadapi berbagai masalah yang sangat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian bersama. Fenomena merosotnya karakter kebangsaan

Lebih terperinci

MODUL PEDOMAN DAN MATERI KONSELING INDIVIDUAL PENANGGULANGAN NAFZA BAGI FASILITATOR DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA

MODUL PEDOMAN DAN MATERI KONSELING INDIVIDUAL PENANGGULANGAN NAFZA BAGI FASILITATOR DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA MODUL PEDOMAN DAN MATERI KONSELING INDIVIDUAL PENANGGULANGAN NAFZA BAGI FASILITATOR DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA DISUSUN OLEH YUSI RIKSA YUSTIANA BADAN PENANGGULANGAN NAFZA, KENAKALAN REMAJA, ROSTITUSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adapun berkarakter diartikan sebagai berkepribadian, berperilaku,

BAB I PENDAHULUAN. Adapun berkarakter diartikan sebagai berkepribadian, berperilaku, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakter dimaknai sebagai bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak (Depdiknas, 2010). Adapun berkarakter

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG A. Analisis tentang Upaya Guru PAI dalam Membina Moral Siswa SMP Negeri 1 Kandeman Batang Sekolah adalah lingkungan

Lebih terperinci

MENDIDIK UNTUK MEMBENTUK KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Analisis Tugas Guru Dalam Mendidik Siswa Berkarakter Pribadi yang Baik

MENDIDIK UNTUK MEMBENTUK KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Analisis Tugas Guru Dalam Mendidik Siswa Berkarakter Pribadi yang Baik JOURNAL PEDAGOGIA ISSN 2089-3833 Volume. 4, No. 2, Agustus 2015 MENDIDIK UNTUK MEMBENTUK KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Analisis Tugas Guru Dalam Mendidik Siswa Berkarakter Pribadi yang Baik Machful

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

MODUL PEDOMAN DAN MATERI KONSELING INDIVIDUAL PENANGGULANGAN NAFZA BAGI FASILITATOR DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA

MODUL PEDOMAN DAN MATERI KONSELING INDIVIDUAL PENANGGULANGAN NAFZA BAGI FASILITATOR DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA MODUL PEDOMAN DAN MATERI KONSELING INDIVIDUAL PENANGGULANGAN NAFZA BAGI FASILITATOR DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA DISUSUN OLEH YUSI RIKSA YUSTIANA BADAN PENANGGULANGAN NAFZA, KENAKALAN REMAJA, ROSTITUSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

Pengertian Konsep. Suatu kata yang bernuansa abstrak dan dapat digunakan untuk mengelompokan ide, benda, atau peristiwa (Bruner, 1996)

Pengertian Konsep. Suatu kata yang bernuansa abstrak dan dapat digunakan untuk mengelompokan ide, benda, atau peristiwa (Bruner, 1996) PENGERTIAN KONSEP, NILAI, MORAL, DAN NORMA DALAM PEMBELAJARAN PKn SD FATHURROHMAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN Universitas Negeri Yogyakarta Pengertian Konsep Suatu kata yang bernuansa abstrak dan dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Rohiman Lesmana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Rohiman Lesmana, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu unsur yang dapat menciptakan kemajuan peradaban dan kualitas hidup bangsa. Dalam penyelenggaraan pendidikan faktor pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat diperlukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan pendidikan bangsa ini akan cerdas dalam berpikir, dan bijak dalam bertindak. Agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan seseorang atau individu menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus mendapatkan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme berdasarkan eksplorasi terhadap sikap hidup orang-orang yang memandang diri mereka sebagai tidak materialistis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar

I. PENDAHULUAN. Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar belakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami ajaran Islam secara menyeluruh dan menghayati tujuan, yang pada

BAB I PENDAHULUAN. memahami ajaran Islam secara menyeluruh dan menghayati tujuan, yang pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini proses pembelajaran hendaknya menerapkan nilai-nilai karakter.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini proses pembelajaran hendaknya menerapkan nilai-nilai karakter. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini proses pembelajaran hendaknya menerapkan nilai-nilai karakter. Hal tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan karakter di Indonesia. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) menjadi bagian penting dalam suatu pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari keberadaan pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan

Lebih terperinci

MEMAHAMI PERKEMBANGAN NILAI MORAL KEAGAMAAN PADA ANAK

MEMAHAMI PERKEMBANGAN NILAI MORAL KEAGAMAAN PADA ANAK Artikel MEMAHAMI PERKEMBANGAN NILAI MORAL KEAGAMAAN PADA ANAK Oleh: Drs. Mardiya Masalah moral dan agama merupakan salah satu aspek penting yang perlu di tumbuh kembangkan dalam diri anak. Berhasil tidaknya

Lebih terperinci

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP A. Pengertian

Lebih terperinci

NILAI-NILAI KARAKTER DALAM PROSES PEMBELAJARAN PUISI DI KELAS VII SMP NEGERI 2 TAWANGMANGU. Diajukan Oleh: TYAS DWI JAYANTI A

NILAI-NILAI KARAKTER DALAM PROSES PEMBELAJARAN PUISI DI KELAS VII SMP NEGERI 2 TAWANGMANGU. Diajukan Oleh: TYAS DWI JAYANTI A NILAI-NILAI KARAKTER DALAM PROSES PEMBELAJARAN PUISI DI KELAS VII SMP NEGERI 2 TAWANGMANGU Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DI INDONESIA. SUPRIYANTA Dosen Fakultas Hukum UNISRI

PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DI INDONESIA. SUPRIYANTA Dosen Fakultas Hukum UNISRI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DI INDONESIA SUPRIYANTA Dosen Fakultas Hukum UNISRI Abstract: Education should be able to transform the moral values, education also serves to 'social engineering in order to build

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TULISAN NARASI Inayah Hanum Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TULISAN NARASI Inayah Hanum Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TULISAN NARASI Inayah Hanum Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Pendidikan karakter sangat diperlukan bagi masyarakat kita, khususnya bagi anakanak dan remaja.seserang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7.

BAB I PENDAHULUAN. Taqwa, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 1. Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 7. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya sadar dan terencana yang dilakukan oleh guru untuk mengembangkan segenap potensi peserta didiknya secara optimal. Potensi ini mencakup

Lebih terperinci

THE INTEGRATION OF CHARACTER EDUCATION VALUES INTO THE SERVING TECHNIQUE SUBJECT AMONG STUDENTS OF SMK NEGERI 4 YOGYAKARTA

THE INTEGRATION OF CHARACTER EDUCATION VALUES INTO THE SERVING TECHNIQUE SUBJECT AMONG STUDENTS OF SMK NEGERI 4 YOGYAKARTA INTEGRASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MATA PELAJARAN TATA HIDANG SISWA SMK NEGERI 4 YOGYAKARTA Oleh: Penulis : Sri Patmawati Dosen Pembimbing : Prihastuti Ekawatiningsih, M. Pd E-mail : sripatmaw@yahoo.co.id

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PRAGMATISME Dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen yang sangat penting dalam perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program pendidikan yang ada diperlukan kerja keras

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER DALAMKELUARGA

PENDIDIKAN KARAKTER DALAMKELUARGA PENDIDIKAN KARAKTER DALAMKELUARGA Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 1 Pendahuluan Agama merupakan sistem aturan yang bersumber dari wahyu Tuhan yang membawa manusia menuju kebahagiaan dan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.

BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga. BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : YUNITA AYU ARDHANI F 100 060

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Etos Kerja. kepribadian, serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini dan cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Etos Kerja. kepribadian, serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini dan cara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Etos Kerja 1. Pengertian Etos Kerja Tasmara (2002) menegaskan bahwa etos kerja adalah totalitas kepribadian, serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini dan cara memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri... (UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. terurai, maka dalam pembahasan ini akan disajikan sesuai dengan permasalahan

BAB V PEMBAHASAN. terurai, maka dalam pembahasan ini akan disajikan sesuai dengan permasalahan BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan temuan hasil penelitian dalam bentuk wawancara dan dokumentasi yang kemudian dilakukan analisis data temuan hasil penelitian akan dilakukan pembahasan sesuai dengan teori dan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development/R&D). Menurut Sugiyono (2012)

Lebih terperinci

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 berisi rumusan tujuan pendidikan yang kaya dengan dimensi moralitas, sebagaimana disebutkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi persoalan karakter menjadi sorotan tajam masyarakat dalam sistem pendidikan. Persoalan yang muncul seperti kekerasan dan kurusuhan, kejahatan

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Psikologi Konseling Agustini, M.Psi., Psikolog MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Psikologi Konseling Psikologi Konseling Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 12 61033 Agustini, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah, b) Rumusan Masalah, c) Tujuan Penelitian, d) Manfaat Penelitian, e)

BAB I PENDAHULUAN. Masalah, b) Rumusan Masalah, c) Tujuan Penelitian, d) Manfaat Penelitian, e) BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I Pendahuluan ini, akan di bahas tentang: a) Latar Belakang Masalah, b) Rumusan Masalah, c) Tujuan Penelitian, d) Manfaat Penelitian, e) Penegasan Istilah A. Latar belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan diselenggarakan dalam rangka mengembangkan pengetahuan, potensi, akal dan perkembangan diri manuisa, baik itu melalui jalur pendidikan formal,

Lebih terperinci