LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RANI WULANDARI, S.Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker RANI WULANDARI, S.Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014 ii

3 iii

4 iv

5 v

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena hanya atas berkat rahmat dan izin-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Actavis Indonesia yang dilaksanakan pada periode 8 Januari sampai dengan 28 Februari Penulisan laporan ini merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia dan disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi. Kegiatan dan laporan PKPA ini dapat berjalan dengan baik atas kerjasama dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan, bimbingan serta kerjasama yang telah diberikan selama maupun setelah masa pelaksanaan PKPA, kepada: 1. Thomas Runkel sebagai Presiden Direktur PT. Actavis Indonesia 2. Leiman Sutanto sebagai Direktur Manufaktur PT. Actavis Indonesia 3. Irchansyah Chaniago sebagai Head of Quality Operations PT. Actavis Indonesia 4. Rias Prasetya sebagai Manager Quality Control PT. Actavis Indonesia 5. Erna Hidayati Eka sebagai Manager Product Development PT. Actavis Indonesia 6. Sumardiyanto, S. Farm, MM., Apt. selaku pembimbing I yang telah menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, bantuan, serta dukungan moril kepada penulis selama praktek kerja profesi apoteker. 7. Dr. Arry Yanuar Apt. selaku Pembimbing II dari Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI, atas bimbingan, arahan, dan nasehat yang diberikan selama masa PKPA dan penyusunan laporan. 8. Ibu Riska Lestari, Sari Yuliana, Suchi Ramadhani, Yohanna Aristanti, para supervisor dan seluruh staf departemen PT. Actavis Indonesia 9. Dr. Mahdi Jufri,M.Si. sebagai dekan Fakultas Farmasi 10. Dr. Hayun, M.Si., Apt sebagai Ketua Program Profesi Apoteker vi

7 11. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi atas ilmu pengetahuan, bimbingan, dan arahan yang telah diberikan selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 12. Teman-teman Apoteker angkatan 78 atas semangat, dukungan, dan kerja sama yang telah diberikan, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu per satu yang telah membantu dalam praktek kerja hingga penyusunan laporan ini. Penulis berharap Tuhan YME membalas segala kebaikan semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam kegiatan ini. Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga pengetahuan, dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Penulis Juni 2014 vii

8 viii

9 ABSTRAK Nama : Rani Wulandari, S. Farm NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Actavis Indonesia Periode 8 Januari 28 Februari 2014 Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia, Jalan Raya Bogor KM. 28 Jakarta Timur. Kegiatan PKPA ini bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker dapat mengetahui regulasi dalam pembuatan obat yang diterapkan oleh PT. Actavis Indonesia dalam semua aspek kegiatan dan memahami ruang lingkup profesi secara teori dan praktek sehingga memperoleh gambaran yang jelas dan nyata mengenai tanggung jawab profesi apoteker di setiap unit industri farmasi. Tugas khusus yang diberikan berjudul pengaruh pemberian buffer & suhu penyimpanan terhadap stabilitas ph sirup valproic acid. Tugas khusus ini bertujuan untuk mendapatkan formula optimum sesuai persyaratan USP dan melihat pengaruh penambahan buffer serta suhu penyimpanan terhadap stabilitas ph sirup. Kata kunci : PT. Actavis Indonesia, sirup valproic acid, stabilitas ph Tugas umum : xiii halaman; 1 lampiran Tugas khusus : vii + 37 halaman; 3 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 13 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 9 ( ) ix

10 ABSTRACT Name : Rani Wulandari, S. Farm NPM : Study Program : Apothecary profession Judul : Pharmacist Internship Program at PT. Actavis Indonesia Period January 8 th to February 28 th 2014 Pharmacists Professional Practice implemented in PT. Actavis Indonesia, Jalan Raya Bogor KM. 28 East Jakarta. PKPA activity is intended that students be able to know the pharmacist profession in drug manufacturing regulations adopted by the PT. Actavis Indonesia in all aspects of the activities and understand the scope of the profession in theory and practice so as to obtain a clear picture of the real and professional responsibility of pharmacists in each unit of the pharmaceutical industry. The special assignment title is the effect of the buffer and storage temperature on the stability of the ph of valproic acid syrup. The aim of this special task to get the optimum formula as per the requirements of USP and see the effect of the addition of buffer and storage temperature on the stability of the ph of the syrup. Keywords: PT. Actavis Indonesia, syrup valproic acid, ph stability General Assignment: xiii pages; 1 appendices Specific Assignment: vii + 37 pages; 3 appendices General Assignment References: 13 ( ) Specific Assignment References: 9 ( ) x

11 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... iii HAKAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iv HALAMAN PENGESAHAN... v KATA PENGANTAR... vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBILKASI ILMIAH... viii ABSTRAK... ix ABSTRACT... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN UMUM Industri Farmasi Cara Pembuatan Obat yang Baik TINJAUAN KEGIATAN DI PT. ACTAVIS INDONESIA Sejarah PT. Actavis Indonesia Visi dan Misi Lokasi Pabrik dan Fasilitas Sarana Penunjang Produk dan Sertifikat GMP Struktur Organisasi PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Kelas Kebersihan Berdasarkan Jumlah Partikulat Udara yang Diperbolehkan Tabel 3.1. Pengambilan Contoh Bahan Kemas Tabel 3.2. Perbedaan n1 dan n xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.Struktur Organisasi PT. Actavis Indonesia xiii

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, baik secara jasmani, rohani dan sosial sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum. Mendapatkan kesehatan melalui pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak dasar setiap individu maupun warga negara Indonesia lainnya. Penyediaan obat adalah kewajiban Pemerintah, institusi pelayanan kesehatan baik publik dan swasta, karena obat bukanlah semata komoditas perdagangan tapi juga memiliki fungsi sosial. Salah satu sarana melaksanakan tujuan pembangunan kesehatan adalah industri farmasi yang merupakan tempat bagi farmasis untuk mengaplikasikan ilmu dan keahliannya, selain di Rumah Sakit, Pemerintahan maupun Apotek. Industri farmasi merupakan tempat dimana apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian, terutama menyangkut pengadaan, pengolahan, pengendalian umum sediaan farmasi, penyimpanan, pendistribusian dan pengembangan obat. Karena fungsinya yang esensial untuk kesehatan, maka proses pembuatan obat harus disertai dengan pengawasan dan pemastian mutu. Berdasarkan hal tersebut, industri farmasi membutuhkan suatu pedoman untuk memastikan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan yang disebut dengan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Hal tersebut didasarkan pada peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2012 yang mengharuskan industri farmasi dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat dan/atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman CPOB. CPOB adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk memastikan agar sifat maupun mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan, dan sesuai dengan tujuan penggunaanya. Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk akhir saja, melainkan harus dibentuk sejak awal mulai dari 1

15 2 penanganan material, proses produksi (pengolahan dan pengemasan), penyimpanan hingga distribusi obat. Dalam CPOB disebutkan juga bahwa pada proses pembuatan obat dibutuhkan sumber daya manusia yang terkualifikasi. Salah satu pihak yang dapat berperan aktif untuk menghasilkan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat dalam industri farmasi adalah apoteker. Seorang apoteker di industri farmasi mempunyai peranan dan tanggung jawab penting untuk menerapkan aspek-aspek yang tercantum dalam CPOB tersebut, antara lain sebagai penanggung jawab produksi, penanggung jawab pengawasan dan pemastian mutu. Untuk mencapai peran dan tanggung jawab tersebut apoteker dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang profesional dibutuhkan pendidikan dan pembekalan yang menyeluruh secara teori maupun praktek dalam aplikasi ilmu dan teknologi kefarmasian. Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung merupakan salah satu sarana bagicalon apoteker untuk mendapatkan pengalaman praktis dan pemahaman yanglebih dalam mengenai tugas dan fungsi apoteker di industri farmasi.dengan demikian Praktek Kerja Profesi di industri farmasi menjadi salah satu kebutuhan bagi mahasiswa calon apoteker. Oleh karena itu, penulis melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di bidang industri farmasi tepatnya di PT. Actavis Indonesia pada tanggal 8 Januari 28 Februari Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Actavis Indonesia ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui regulasi dalam pembuatan obat yang diterapkan oleh PT. Actavis Indonesia dalam semua aspek kegiatan. 2. Memahami ruang lingkup profesi secara teori dan praktek sehingga memperoleh gambaran yang jelas dan nyata mengenai tanggung jawab profesi apoteker di setiap unit industri farmasi.

16 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi didefinisikan sebagai badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat, hal ini didasarkan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang industri farmasi.obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Sedangkan bahan obat didefiniskan sebagai bahan yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi Persyaratan Industri Farmasi Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal. Izin khusus wajib diperoleh bagi industri farmasi yang membuat obat/atau bahan yang termasuk dalam golongan narkotik. Persyaratan yang diperlukan industri farmasi dalam mendapatkan izin usaha tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 adalah sebagai berikut: a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu. e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. 3

17 4 Permohonan izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut memproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun. Sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA), masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya.surat Permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu. Industri farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala mengenai kegiatan usahanya: a. Sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlahnya dan nilai produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan. b. Sekali dalam 1 (satu) tahun. Laporan industri farmasi disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan. Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala Badan. 2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh sangatlah penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. Pedoman CPOB sesuai dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) meliputi 12 aspek, yaitu: Manajemen Mutu; Personalia; Bangunan dan

18 5 Fasilitas; Peralatan; Sanitasi dan Higiene; Produksi; Pengawasan Mutu; Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok; Penanganan Keluhan terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk; Dokumentasi; Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak; Kualifikasi dan Validasi. (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Manajemen Mutu (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaanya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Dalam melaksanakan kebijakan mutu dibutuhkan 2 unsur dasar manajemen mutu yaitu: a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya; dan b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu Personalia (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Setiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.

19 6 Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantunkan dalam uraian tugas tertulis. Personil Kunci mencakup kepala bagian Produksi, kepala bagian Pengawasan Mutu dan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Posisi utama tersebut diisi oleh personil purnawaktu. Struktur organisasi industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi, pengawasan mutu, manajemen mutu (pemastian mutu) dipimpin oleh orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain. Masing-masing personil hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Kepala bagian Produksi hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat, termasuk: a. Memastikan bahwa obat diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan; b. Memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat; c. Memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu); d. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian produksi; e. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan f. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.

20 7 Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang apoteker terkualifikasi dan memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu, termasuk: a. Menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi; b. Memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan; c. Memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan sampel, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain; d. Memberi persetujuan dan memantau semua analisis berdasarkan kontrak; e. Memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian pengawasan mutu; f. Memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan g. Memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu/pemastian mutu, termasuk: a. Memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) sistem mutu; b. Ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu perusahaan; c. Memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala; d. Melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu; e. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap pemasok); f. Memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi;

21 8 g. Memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM) yang berkaitan dengan mutu produk jadi; h. Mengevaluasi/mengkaji catatan bets; dan i. Meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait. Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan, dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. Pelatihan hendaklah diberikan oleh orang yang terkualifikasi Bangunan dan Fasilitas (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindarkan pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah dan air serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah didesain, dikonstruksi, dilengkapi dan dirawat sedemikian agar memperoleh perlindungan maksimal terhadap pengaruh cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarang serangga, burung,

22 9 binatang pengerat, kutu atau hewan lain. Hendaklah tersedia prosedur untuk pengendalian binatang pengerat dan hama. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat, dibersihkan dan, bila perlu, didisinfeksi sesuai prosedur tertulis rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi hendaklah disimpan. Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki di mana perlu. Perbaikan serta perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat Area Penimbangan Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan atau area produksi Area Produksi Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadi pencemaran silang, suatu sarana dan self-contained harus disediakan untuk produksi obat tertentu seperti produk yang dapat menimbulkan sensitisasi tinggi (misal golongan penisilin) atau preparat biologis (misal mikroorganisme hidup). Produk lain seperti antibiotika tertentu, hormon tertentu (misal hormon seks), sitostatika tertentu, produk mengangandung bahan aktif tertentu berpotensi tinggi, dan produk nonobat hendaklah diproduksi di bangunan terpisah. Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk: a. Memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara satu ruangan dengan ruangan lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan yang dipersyaratkan; b. Mencegah kesesakan dan ketidakteraturan; dan c. Memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang efektif terlaksana.

23 10 Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel di bawah ini: Tabel 2.1. Kelas kebersihan berdasarkan jumlah partikulat udara yang diperbolehkan. Ukuran Nonopersional Operasional Kelas Partikel 0,5 μm 5 μm 0,5 μm 5 μm A B C D E Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan Area Penyimpanan Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas memadai untuk meyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran. Area terpisah dan terkunci hendaklah disediakan untuk penyimpanan bahan dan produk yang ditolak, atau yang ditarik kembali atau yang dikembalikan Area Pengawasan Mutu Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area pengujian biologi, mikrobiologi, dan radioisotop hendaklah terpisah satu dengan yang lain. Laboratorium pengawasan mutu hendaklah didesain sesuai dengan kegiatan yang dilakukan. Luas ruang hendaklah memadai untuk mencegah pencampurbauran dan pencemaran silang. Hendaklah disediakan tempat penyimpanan dengan luas yang memadai untuk sampel, baku pembanding (bila perlu dengan kondisi suhu terkendali), pelarut, pereaksi dan catatan.

24 Sarana pendukung Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan laboratorium pengawasan mutu. Sarana untuk mengganti pakaian kerja, membersihkan diri dan toilet hendaklah disediakan dalam jumlah yang cukup dam mudah diakses. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area produksi atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian hendaklah berhubungan langsung dengan ara produksi namun letaknya terpisah Peralatan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk. Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindarkan kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan kecampurbauran produk. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk. Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan risiko terhadap mutu produk Sanitasi dan Higiene (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber

25 12 pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi, baik karyawan purnawaktu, paruhwaktu atau bukan karyawan yang berada di area pabrik, misal karyawan kontraktor, pengunjung, anggota manajemen senior dan inspektur. Program higiene yang rinci hendaklah dibuat dan diadaptasikan terhadap berbagai kebutuhan di dalam area pembuatan. Program tersebut hendaklah mencakup prosedur yang berkaitan dengan kesehatan, praktik higiene dan pakaian pelindung personil. Prosedur hendaklah dipahami dan dipatuhi secara ketat oleh setiap personil yang bertugas di area produksi dan pengawasan. Program higiene hendaklah dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan. Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Prosedur tertulis hendaklah ditetapkan untuk pembersihan alat dan persetujuan untuk penggunaan bagi produksi obat, termasuk produk antara. Prosedur pembersihan hendaklah rinci supaya operator dapat melakukan pembersihan tiap jenis alat secara konsisten dan efektif Produksi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.

26 Bahan awal Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari produsen. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu. Bahan awal di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat. Label hendaklah memuat keterangan paling sedikit sebagai berikut: 1. Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan; 2. Nomor bets/kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan; 3. Status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak); 4. Tanggal daluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu. Jika digunakan sistem penyimpanan terkomputerisasi yang divalidasi penuh, maka semua keterangan di atas tidak perlu ditampilkan dalam bentuk tulisan terbaca pada label Validasi proses Apabila suatu formula pembuatan atau metode preparasi baru diadopsi, hendaklah diambil langkah untuk membuktikan prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan produksi rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk yang menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu Pencegahan pencemaran silang Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain harus dihindarkan. Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar.

27 14 Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain Sistem penomoran bets/lot Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan.sistem penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama tidak dipakai secara berulang. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat dalam suatu buku log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan Penimbangan dan penyerahan Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu dan masih belum daluwarsa yang boleh diserahkan. Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh supervisor produksi sebelum dikirim ke area produksi Pengembalian Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar dan direkonsiliasi. Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah tidak dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.

28 Operasi pengolahan-produk antara dan produk ruahan Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Kondisi lingkungan di area pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan agar selalu berada pada tingkat yang dipersyaratkan untuk kegiatan pengolahan. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. Semua produk antara dan ruahan hendaklah diberi label Bahan dan produk kering Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan pencemaran silang yang terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan serta penggunaan sarana dan peralatan. Apabila layak hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup atau metode lain yang sesuai. Hendaklah dijaga agar tablet atau kapsul tidak ada yang terselip atau tertinggal tanpa terdeteksi di mesin, alat penghitung atau wadah produk ruahan Produk cair, krim dan salep (nonsteril) Produk cair, krim dan salep mudah terkena kontaminasi terutama terhadap mikroba atau cemaran lain, selama proses pembuatan. Oleh karena itu, tindakan khusus diambil untuk mencegah kontaminasi. Penggunaan sistem tertutup untuk produksi dan transfer sangat dianjurkan; area produksi di mana produk atau wadah bersih tanpa tutup terpapar ke lingkungan hendaklah diberi ventilasi yang efektif untuk udara yang disaring Bahan pengemas Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang samaseperti terhadap bahan awal. Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada bahan cetak. Bahan cetak tersebut hendaklah disimpan dengan kondisi keamanan yang memadai dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Label lepas dan bahan cetak lepas lain

29 16 hendaklah disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup untuk menghindarkan kecampurbauran. Bahan pengemas hendaklah diserahkan kepada personil yang berwenang sesuai prosedur tertulis yang disetujui Kegiatan pengemasan Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam Prosedur Pengemasan Induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets Pengawasan selama proses Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi karakteristik produk dalam-proses. Di samping itu, pengawasan selama-proses hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada prosedur umum sebagai berikut: 1. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk hendaklah diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan; dan 2. Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam Prosedur Pengemasan Induk.

30 Bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan, dan dikembalikan Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan disimpan terpisah di area terlarang (restricted area). Bahan atau produk tersebut hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau bila dianggap perlu, diolah ulang atau dimusnahkan. Langkah apapun yang diambil hendaklah terlebih dulu disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan dicatat. Pengolahan ulang produk yang ditolak hendaklah merupakan suatu kekecualian. Hal ini hanya diperbolehkan jika mutu produk akhirnya tidak terpengaruh, bila spesifikasinya dipenuhi dan prosesnya dikerjakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan disetujui setelah dilakukan evaluasi terhadap resiko yang mungkin timbul. Catatan pengolahan ulang hendaklah disimpan. Pemulihan semua atau sebagian dari bets sebelumnya, yang memenuhi persyaratan mutu, dengan cara penggabungan ke dalam bets lain dari produk yang sama pada suatu tahap pembuatan obat, hendaklah diotorisasi sebelumnya Karantina dan penyerahan produk jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan. Prosedur tertulis hendaklah mencantumkan cara penyerahan produk jadi ke area karantina, cara penyimpanan sambil menunggu pelulusan, persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh pelulusan, dan cara pemindahan selanjutnya ke gudang produk jadi. Selama menunggu pelulusan dari bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), seluruh bets/lot yang sudah dikemas hendaklah ditahan dalam status karantina. Pelulusan akhir produk hendaklah didahukui dengan penyelesaian yang memuaskan dari paling tidak hal sebagai berikut: a. Produk memenuhi persyaratan mutu dalam semua spesifikasi pengolahan dan pengemasan; b. Sampel pertinggal dari kemasan dipasarkan dalam jumlah yeng mencukupi untuk pengujian di masa mendatang; c. Pengemasan dan penandaan memenuhi semua persyaratan sesuai hasil pemeriksaan oleh bagian Pengawasan Mutu; d. Rekonsiliasi bahan pengemas cetak dan bahan cetak dapat diterima; dan

31 18 e. Produk jadi yang diterima di area karantina sesuai dengan jumlah yang tertera pada dokumen penyerahan barang Catatan pengendalian pengiriman obat Sistem distribusi hendaklah didesain sedemikian rupa untuk memastikan produk yang pertama masuk didistribusikan lebih dahulu. Sistem distribusi hendaklah menghasilkan catatan sedemikian rupa sehingga distribusi tiap bets/lot obat dapat segera diketahui untuk mempermudah penyelidikan atau penarikan kembali jika diperlukan. Penyimpangan terhadap konsep first-in first-out (FEFO) hendaklah hanya diperbolehkan untuk jangka waktu yang pendek dan hanya atas persetujuan manajemen yang bertanggung jawab Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi Bahan dan produk hendaklah diletakkan tidak langsung di lantai dan dengan jarak yang cukup terhadap sekelilingnya. Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas. Data pemantauan suhu hendaklah tersedia untuk dievaluasi. Alat yang dipakai untuk pemantauan hendaklah diperikasa pada selang waktu yang telah ditentukan dan hasil pemerikasaan hendaklah dicatat dan disimpan. Semua catatan pemantauan hendaklah disimpan untuk jangka waktu paling tidak sama dengan umur bahan atau produk yang bersangkutan ditambah 1 tahun, atau sesuai dengan peraturan pemerintah. Pemetaan suhu hendaklah dapat menunjukkan suhu sesuai batas spesifikasi di semua area fasilitas penyimpanan. Disarankan agar alat pemantau suhu diletakkan di area yang paling sering menunjukkan fluktuasi suhu. Penyimpanan di luar gedung diperbolehkan untuk bahan yang dikemas dalam wadah yang kedap (misal drum logam) dan mutunya tidak terpengaruh oleh suhu atau kondisi lain Pengawasan Mutu (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

32 19 Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan Mutu. Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian Pengawasan Mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Sebelum meluluskan bahan awal atau bahan pengemas untuk digunakan, kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah memastikan bahwa bahan tersebut telah diuji kesesuaiannya terhadap spesifikasi untuk identitas, kekuatan, kemurnian dan parameter mutu lain. Setelah dipasarkan, stabilitas produk jadi hendaklah dipantau menurut program berkesinambungan yang sesuai, yang memungkinkan pendeteksian semua masalah stabilitas (misal perubahan pada tingkat impuritas, atau profil disolusi) yang berkaitan dengan formula dalam kemasan yang dipasarkan Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.

33 20 Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Manajemen hendaklah membentuk tim inspeksi diri yang berpengalaman dalam bidangnya masing-masing dan memahami CPOB. Audit independen oleh pihak ketiga juga dapat bermanfaat. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Tiap keluhan yang menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat yang mencakup rincian mengenai asal-usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan mendalam. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah dilibatkan dalam pengkajian masalah tersebut.

34 21 Jika produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka hendaklah dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets lain juga terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets yang cacat hendaklah diselidiki. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut. Tindak lanjut ini mencakup: a. Tindakan perbaikan bila diperlukan; b. Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan; c. Tindakan lain yang tepat. Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan, kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk. Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan tiap saat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Pelaksanaan Penarikan Kembali, antara lain: a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan; b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah dihentikan dengan caraembargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali dengan segera. Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen; c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, hendaklah menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas; dan d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.

35 22 Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut. Perkembangan proses penarikan kembali hendaklah dicatat dan dibuat laporan akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk yang dikirim dan yang ditemukan kembali. Efektivitas penyelenggaraan penarikan kembali hendaklah dievaluasi dari waktu ke waktu Dokumentasi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen Produksi Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk (Formula Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi Pengemasan) menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan. Catatan menyajikan riwayat tiap bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan yang relevan yang berpengaruh pada mutu produk akhir Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,

36 23 disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) Kualifikasi dan Validasi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2012) CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di industri farmasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah mencakup sekurang-kurangnya data sebagai berikut: a. Kebijakan validasi; b. Struktur organisasi kegiatan validasi; c. Ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; d. Format dokumen: format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; e. Pengendalian perubahan; dan f. Acuan dokumen yang digunakan. Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan kriteria penerimaan. Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas, atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai

37 24 dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten.kualifikasi diklasifikasikan menjadi empat, yaitu kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja. Kualifikasi Desain adalah dokumen yang memverifikasikan bahwa desain dari fasilitas, sistem dan peralatan sesuai untuk tujuan yang diinginkan. Kualifikasi Instalasi adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa seluruh aspek kunci dari instalasi peralatan atau sistem telah sesuai dengan tujuan desainnya dan mengikuti rekomendasi yang diberikan oleh industri pembuat. Kualifikasi Kinerja adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa fasilitas, sistem dan peralatan, yang telah terpasang dan difungsikan, dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang, berdasarkan metode proses dan spesifikasi yang disetujui. Kualifikasi Operasional adalah dokumentasi yang memverifikasikan bahwa seluruh fasilitas, sistem dan peralatan yang telah diinstalasi atau dimodifikasi berfungsi sesuai rancangan pada rentang operasional yang diantisipasi. Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Validasi diklasifikasikan menjadi tiga, yakni validasi proses, validasi pembersihan, validasi metode analisis. Validasi Proses adalah tindakan pembuktian yang didokumentasikan bahwa proses yang dilakukan dalam batas parameter yang ditetapkan dapat bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang untuk menghasilkan produk jadi yang memenuhi spesifikasi dan atribut mutu yang ditetapkan sebelumnya. Pada umunya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal di atas tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi retrospektif). Validasi Pembersihan adalah tindakan pembuktian yang didokumentasikan bahwa prosedur pembersihan yang disetujui akan senantiasa menghasilkan peralatan bersih yang sesuai untuk pengolahan obat.

38 25 Tujuan validasi metode analisis adalah untuk menunjukkan bahwa metode analisis sesuai tujuan penggunaannya. Validasi metode analisis umumnya dilakukan terhadap 4 jenis: a. Uji identifikasi b. Uji kuantitatif kandungan impuritas (impurity) c. Uji batas impuritas d. Uji kuantitatif zat aktif dalam sampel bahan aktif obat atau obat atau komponen tertentu dalam obat. Metode analisis lain seperti uji disolusi untuk obat atau penentuan partikel untuk bahan aktif obat, hendaklah juga divalidasi.

39 BAB 3 TINJAUAN KEGIATAN DI PT ACTAVIS INDONESIA 3.1 Sejarah PT. Actavis Indonesia Watson Pharmaceuticals, Inc. adalah perusahaan farmasi terpadu yang terkemuka di dunia. Watson melakukan pengembangan, produksi dan distribusi produk obat generik dan obat bermerek khusus yang fokus pada Urologi dan Kesehatan Wanita. Perusahaan juga mengembangkan produk biosimilar pada Kesehatan Wanita dan Onkologi. Selain itu, Watson mendistribusikan obat generik dan bermerek. Pada tahun 2011, Watson merupakan perusahaan obat generik terbesar terbesar ketiga di Amerika Serikat. Watson memiliki pengoperasian komersial di pasar internasional utama yang mencakup Kanada, Eropa Barat, Asia Pasifik, Afrika Selatan, dan Amerika Latin. Watson mendistribusikan secara langsung sekitar unit penyimpanan di Amerika Serikat kepada lebih dari pelanggan melalui Divisi Distribusi. Pada tanggal 31 Oktober 2012, Watson Pharmaceutical Inc. di Parsipanny, New Jersey, Amerika Serikat resmi mengakuisisi Actavis global. Nama Actavis Inc. resmi digunakan mulai tanggal 24 Januari 2013 yang ditandai dengan berbunyinya bel tanda transaksi perdagangan pasar bursa New York. Actavis Inc. merupakan perusahaan farmasi global yang terintegrasi, fokus pada pengembangan, pembuatan dan pendistribusian produk obat-obatan generik, brand dan biosimilar. Kantor pusat Actavis global dan Actavis US berlokasi di Parsippany, New Jersey, USA. Sementara kantor pusat Internasional terletak di Zug, Swiss.Actavis memiliki merek yang kuat di 40 negara, di antaranya Brazil, Meksiko dan Rusia. Setelah akuisisi ini, Watson akan menjadi perusahaan obat generik terbesar ketiga di dunia. Perusahaan gabungan ini memegang posisi 3 teratas di 11 pasar dan 5 teratas di 15 pasar. Perusahaan akan memiliki pengoperasian secara komersial di lebih dari 40 negara. Kekuatan luar biasa Actavis di dunia mencakup posisi pasar terkemuka di pasar komersial utama yang maju dan berkembang di Eropa Tengah dan Timur serta Rusia, melengkapi posisi Watson di pasar yang tersedia antara lain di Inggris, Perancis dan Australia. 26

40 27 PT. Actavis Indonesia sebagai bagian dari Actavis Global memiliki lebih dari 100 jenis produk yang terdiri dari antibiotik, analgetik antipiretik, multivitamin, tranquilizer, antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi oleh PT. Actavis Indonesia yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet), semipadat (krim, salep), sediaan cair (sirup, suspensi), dan rectal tube. Produkproduk tersebut selain dipasarkan untuk pasar lokal, jugadipasarkan untuk pasar luar negeri seperti Eropa dan Asia pasifik. PT. Actavis Indonesia mempunyai sistem manajemen terintegrasi bersetifikat ISO 9001:2000, ISO 14001:2004, dan OHSAS 18001: Visi dan Misi Visi dari PT. Actavis Indonesia adalah kesuksesan perusahaan dapat didukung melalui budaya Our Winning Way. Perilaku seluruh karyawan didefinisikan melalui tiga kata kunci, yaitu Challenge, Connect, dan Commit yang menyatukan bagaimana bagaimana PT. Actavis Indonesia bertindak dan bekerja. a. Challenge: Berpikir lebih cerdas dan bertindak lebih cepat, mengembangkan solusi kreatif, dan melaju lebih jauh. b. Connect: Bekerja bersama sebagai satu perusahaan untuk membuat dan memberikan praktek terbaik, memadukan pengetahuan lokal dengan sumber daya global, merupakan mitra pilihan. c. Commit: Bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan secara sosial, tidak pernah berkompromi terhadap kualitas, memberikanyang dijanjikan. Misi dari PT. Actavis Indonesia adalah: a. Mengembangkan dan memproduksi obat berkualitas tinggi. b. Telah memenuhi kebutuhan customer saat ini dan masa mendatang melalui investasi yang cerdas di R&D. c. Memberikan layanan terbaik dan bernilai tinggi. d. Merayakan beragam budaya di tim global. e. Memperluas komunitas tempat kami hidup dan bekerja. f. Mengedepankan shareholder value dalam setiap pekerjaan.

41 Lokasi Pabrik dan Fasilitas PT. Actavis Indonesia mempunyai dua lokasi kantor yang terdiri dari kantor Pemasaran dan kantor Pusat. Kantor Pemasaran PT. Actavis Indonesia terletak di Talavera Office Park lantai 7 dengan lokasi di Jalan Letjen TB. Simatupang Kav , Jakarta Selatan Sedangkan Kantor Pusat PT. Actavis Indonesia berlokasi di Jalan Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur Kantor Pusat berdiri diatas tanah seluas 19,279 m 2, termasuk pabrik di dalamnya, dengan 40% dari luas area digunakan untuk area produksi, dan sisanya digunakan untuk fasilitas lainnya. Bagian dalam industri terdiri dari beberapa bangunan yaitu : a. Gedung produksi penicillin non steril (Beta Lactam Facility) b. Gedung produksi non penicillin dan liquid (Multi Product Facility) c. Gedung produksi semipadat/topikal (Topical Plant Facility) d. Gudang raw material dan packaging material e. Gudang produk jadi f. Gedung engineering dan workshop g. Laboratorium QC dan laboratorium pengembangan produk (Product Development) h. Perkantoran (Bagian QA, personalia, dan keuangan) i. Lain-lain (kantin, mushola dan tempat olahraga) 3.4 Sarana Penunjang Terdapat beberapa sarana penunjang dalam PT. Actavis Indonesia, saranasarana tersebut anatara lain: a. Sumber energi PT. Actavis Indonesia menggunakan sumber listrik yang berasal dari PLN dan generator pembangkit listrik cadangan yang digunakan apabila aliran listrik padam.

42 29 b. Sumber air PT. Actavis Indonesia menggunakan dua sumber air yang kemudian diolah lebih lanjut, yaitu air sumur bor dan air PAM. c. Udara tekan (Compressed air) PT. Actavis Indonesia menggunakan udara tekan untuk penghematan listrik. Kegunaan dari udara tekan antara lain, untuk mengoperasikan mesin-mesin produksi, membersihkan debu dan digunakan untuk mengalirkan udara kering ke dalam kabinet mesin. d. Air Handling Unit(AHU) AHU digunakan untuk mengatur udara di ruangan. Pada masing-masing ruang produksi mempunyai AHU yang terpisah, untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. 3.5 Produk dan Sertifikat GMP PT. Actavis Indonesia pada tahun 2011 telah memperoleh sertifikat CPOB dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dan mendapat sertifikasi European GMP (PICS) dari Health Care Inspectorate (The Netherlands) pada tahun 2012 untuk produk sediaan padat non steril baik penisilin maupun non penisilin, cair, dan semi padat, sehingga produk-produk PT. Actavis Indonesia dapat dipasarkan di Eropa, serta sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian Authority di tahun PT. Actavis Indonesia telah memperoleh 17 sertifikat CPOB yang didapatkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia (23 November 2011), untuk produk antara lain: a. Fasilitas Multiproduk (Multiproduct Facility) non steril dan fasilitas topikal (Topical Plant Facility), terdiri dari tablet non antibiotik tidak bersalut, tablet non antibiotik bersalut, kapsul non antibiotik gelatin keras, larutan oral non antibiotik,dan enema non antibiotik, serta salep atau krim non antibiotik. b. Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility) terdiri dari tablet tidak bersalut, tablet salut, kapsul gelatin keras, dan suspensi kering oral antibiotik.

43 30 c. Sertifikat GMP untuk beberapa sediaan tablet penisilin dan non penisilin dari Ukrainian Authority(2008). d. Sertifikasi Sistem Manajemen Terintegrasi (Integrated Management System) dari TUV Rheinland, sebagai berikut: 1. ISO 9001:2008 yaitu mengenai sistem managemen mutu (Quality Management System). 2. ISO 14001:2004 yaitu mengenai sistem managemen lingkungan (Enviromental Management System). 3. OHSAS 18001:2007 yaitu mengenai sistem manajemen Keselamatan dan kesehatan (Occupational Health and Safety Management System). Produk-produk PT. Actavis Indonesia dipasarkan melalui perusahaan distribusi atau distributor dengan skala nasional, yang saat ini ditunjuk ada 3 perusahaan,yaitu: 1. PT. Anugrah Argon Medika (AAM) 2. PT. Mensa Bina Sukses (MBS) 3. PT. Sawah Besar Farma (SBF) 3.6 Struktur Organisasi PT. Actavis dipimpin oleh seorang Presiden direktur dengan dibantu oleh 6 orang direktur, yaitu: Direktur Manajerial, Direktur Pemasaran dan Penjualan (Sales and Marketing Director), Direktur Operasional (Operation Director), Direktur Keuangan (Finance Director), Direktur Sumber Daya Manusia (Human Resource Director), serta dibantu oleh kepala bagianscientific Affairs (SCA), dan Direktur Penjualan Ekspor dan Bisnis Toll (Toll and Business Director) membentuk Management Committee (MC) atau manajemen puncak perusahaan. Operasional dan manufaktur dipimpin oleh seorang Direktur Operasional (Operation Director) yang membawahi 5 departemen, yaitu departemen Mutu (Quality Operation Department), Manajemen Bahan Baku (Material Management Department), Operasional (Departemen Produksi dan PPIC), Teknik (Departemen Engineering dan EHS), dan Pengembangan Produk (Product Development Department/PD). Masing-masing departemen tersebut dipimpin oleh seorang manajer yang dibantu oleh beberapa supervisor.

44 Departemen Sumber Daya Manusia (Human Resource Department/HRD) Merupakan divisi yang berfungsi sebagai support function atau biasa disebut sebagai partner bisnis. Struktur HRD di PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: a. HR Operation Manager, memastikan kebutuhan operasional karyawan terpenuhi, misalnya alat tulis kantor, makanan di kantin, serta kebutuhan lainnya. b. People & Organization Development Manager/POD Manager, memastikan karyawan mendapatkan pelatihan berupa training yang bersifat non manufacturing/soft skill sesuai bidang pekerjaannya masing-masing. c. Compensation & Benefits, menjamin karyawan mendapatkan hak-haknya, misalnya jaminan kesehatan, tunjangan hari raya, dan lain sebagainya Departemen Manajemen Bahan Baku (Material Management Department) Departemen Manajemen Bahan Baku mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam merencanakan produksi, mengendalikan persediaan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi, serta merencanakan pengadaan bahan baku dan bahan kemas dari supplier. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer. Ruang lingkup dari departemen ini yaitu Purchasing (Central Procurement Department/CPD) dan Gudang (Warehouse) Purchasing (Central Procurement Department/CPD) Departemen ini bertanggung jawab terhadap pemesanan untuk pembelian seluruh material yang diperlukan oleh PT. Actavis Indonesia, terutama bahan baku. Rencana pembelian dilakukan berdasarkan Material Requirement Plan (MRP) yang telah disusun oleh planner melalui program Mfg-Pro. MRP digunakan untuk pembacaan perkiraan pembelian. Proses ini menghasilkan rencana produksi dan rencana pembelian dengan mempertimbangkan pada stok yang ada, buffer stock dan sales order. Bagian pembelian akan memesan barang pada pemasok yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan dengan membuat purchase order (PO). Bahan baku dan bahan kemas hanya dapat dibeli pada supplier yang telah disetujui oleh

45 32 QA dan masuk kedalam daftar Approved Supplier List (ASL). Pemilihan terhadap pemasok berdasarkan penilaian terhadap beberapa faktor, diantaranya kualitas bahan baku dan bahan kemas, harga yang kompetitif, sistem antar yang tepat waktu, pelayanan yang baik dan sistem pembayaran yang menguntungkan Gudang (Warehouse) Gudang merupakan tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang berupa bahan baku, bahan pengemas, yang digunakan untuk membantu kelancaran proses produksi. Oleh karena itu, perlu ditangani secara khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara stok secara fisik dengan stok secara administratif. Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh penanganan bahan awal. Untuk menjaga keselamatan kerja di area gudang maka setiap orang yang memasuki area gudang harus menggunakan helm dan safety shoes yang sesuai, dan harus waspada terhadap lalu lintas di gudang terutama forklift yang sedang beroperasi (SOP: tata cara masuk area gudang). Gudang di PT Actavis Indonesia terdiri tiga bagian yaitu: 1. Gudang penyimpanan bahan baku (raw material) dan bahan kemas (packaging material), 2. Gudang penyimpanan bahan aktif penisilin di gedung Beta Lactam Facility (BLF), dan 3. Gudang penyimpanan produk jadi (finished goods). Gudang ini berfungsi untuk menyimpan semua produk jadi yang dihasilkan oleh bagian produksi dan produk toll in serta sebagai tempat pendistribusian kepada pemasok. Ruangan di gudang produk jadi terbagi menjadi 2 yaitu ruangan AC dan Non AC. Penyusunan barang di gudang produk jadi didasarkan kepada kondisi penyimpanan suhu produk. Semua produk jadi disimpan di gudang finished goods apapun statusnya (karantina, QC hold, atau approved), sedangkan produk yang bisa dijual hanya produk dengan status approved. Kegiatan pengecekan/stock opname barang untuk gudang produk jadi dilakukan setiap 3 bulan sekali, sedangkan untuk gudang raw material dan

46 33 packaging dilakukan setiap 6 bulan sekali dan untuk pengecekan dari luar (external) dilakukan setiap bulan Desember. Material yang diterima oleh gudang terdiri dua jenis yaitu bahan baku dan bahan kemas dari pemasok dan produk jadi (finished goods) dari departemen produksi. Pemasok bahan baku dan bahan kemas harus dipastikan sudah termasuk dalam ASL (Approved Supplier List). Setelah pemasok datang, dilakukan pemeriksaan administratif dan pemeriksaan barang. Pemeriksaan administratif yang dilakukan berupa pemeriksaan surat jalan yang dibawa dan pencocokkan delivery order (DO) yang dibawa oleh pemasok dengan purchase order (PO) dari bagian pengadaan yang tertera dengan yang terdapat pada sistem QAD, jika terjadi perbedaan maka segera diminta konfirmasi dengan bagian pengadaan. Pemeriksaan barang dilakukan dengan memeriksa kesesuaian barang, jumlah barang yang dipesan, serta nomor bets barang, kondisi fisik barang, dan batas tanggal daluwarsa (expired date). Selain itu, bagian gudang juga wajib meminta Certificate of Analysis (CoA)raw material dan packaging material primer. Setelah hasil pemeriksaan sesuai, petugas gudang akan menandatangani DO dan memasukkan data barang ke dalam sistem QAD dengan status quarantine dan disimpan di lokasi income RM. Barang yang baru diterima di gudang akandibuat checklist terlebih dahulu, kemudian diinput pada sistem dan setelah itu diberi label QUARANTINE berwarna kuning. Setelah itu, petugas gudang akan membuat checklist penerimaan barang yang akan dikirim ke departemen Quality Control (QC) sebagai acuan untuk pemeriksaan. Kemudian, inspector raw material dari bagian QC akan melakukan pengambilan contoh (sampling) bahan baku dan bahan kemas untuk dilakukan pemeriksaan di QC. Selama proses pemeriksaan di QC, bahan baku dan bahan kemas diberi label QC HOLD berwarna kuning dan diberi status QC HOLD pada sistem QAD. Setelah hasil pemeriksaan memenuhi syarat, maka bahan-bahan tersebut akan diberi label APPROVED berwarna hijau dan diberi status APPROVED pada sistem QAD. Dengan demikian, bahan baku dan bahan kemas tersebut dapat digunakan untuk proses produksi. Jika hasil pemeriksaan dari QC tidak memenuhi

47 34 syarat, maka bahan-bahan tersebut akan diberi label REJECT berwarna merah dan barang tidak dapat digunakan untuk proses produksi. Barang yang berstatus REJECT akan dipisahkan untuk dikembalikan ke supplier dan untuk printed material tidak dikembalikan ke supplier, namun langsung dimusnahkan. Kondisi penyimpanan barang di gudang disesuaikan dengan persyaratan penyimpanan masing-masing barang. Untuk printed packaging material disimpan dalam ruangan yang terkunci. Gudang bahan baku dan bahan kemas memiliki beberapa kondisi penyimpanan: 1. Kondisi AC Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah 25 C (15-25 C), digunakan untuk menyimpan bahan kemas primer dan bahan baku yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut. 2. Kondisi non AC Kondisi penyimpanan AC ini bersuhu di bawah C, digunakan untuk menyimpan bahan kemas sekunder dan tersier, serta bahan baku yang memiliki persyaratan penyimpanan pada suhu tersebut. 3. Lemari pendingin Lemari pendingin bersuhu di bawah 8-15 C, biasanya digunakan untuk menyimpan bahan baku vitamin. 4. Lemari penyimpanan narkotik Bahan baku narkotik disimpan di rak terkunci dengan gembok ganda. Satu kunci dipegang oleh penanggung jawab dan kunci lainnya dipegang oleh petugas gudang. 5. Gudang tahan api yang digunakan untuk meyimpan bahan-bahan yang mudah meledak dan terbakar. Rak penyimpanan di dalam gudang terdiri dari 12 level untuk penyimpanan bahan baku dan bahan kemas level 1-7 digunakan untuk menyimpan bahan baku dan di atas level 7 digunakan untuk menyimpan bahan kemas. Penentuan area penyimpanan suatu bahan berdasarkan keterangan yang tertera pada label atau CoA, atau berdasarkan rekomendasi dari bagian Quality atau TS (Technical Support). Untuk penyimpanan produk-produk cairberada di bagian bawah. Selanjutnya di input kedalam sistem QAD.

48 35 Pemantauan suhu di gudang dilakukan selama 24 jam, ditinjau setiap dua kali sehari dan data di ambil setiap seminggu sekali. Pemantauan suhu menggunakan logger yang berada di titik terpanas. Parameter kesesuaian suhu diukur berdasarkan Mean Kinetic Temperature (MKT) yaitu rata-rata suhu dalam satu minggu. Untuk ruangan dengan suhu C, jika MKT di atas 25 C harus diadakan risk assessment; untuk ruangan C, risk assessment dilakukan jika MKT > 30 C, dan untuk lemari pendingin (8-15 C), risk assessment dilakukan jika MKT > 15 C. Jika perlu, dilakukan pemindahan penyimpanan produk/ material sementara dan atau dengan penanganan lainnya. Proses distribusi terdiri dari dua bagian yaitu distribusi bahan baku dan bahan kemas serta distribusi produk jadi. Distribusi bahan baku dan bahan kemas ke lokasi produksi. Distribusi produk jadi untuk pasar lokal melalui distributor, sedangkan distribusi obat jadi untuk pasar luar negeri dan ekspor melalui forwarder. Proses distribusi bahan baku dan bahan kemas yang akan digunakan untuk produksi dilakukan berdasarkan work order (WO) picklist yang dikeluarkan oleh bagian PPIC yang juga terhubung dengan sistem QAD. Picklist berisi jenis dan jumlah bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan untuk proses produksi, yang telah disesuaikan dengan forecast marketing. Untuk bahan baku, setelah WO picklist keluar maka petugas gudang akan menyiapkan bahan baku yang diminta, selanjutnya akan diserahkan ke bagian dispensing untuk ditimbang melaui pintu airlock IV. Penimbangan dilakukan oleh 1 orang petugas gudang dan 1 orang dari petugas produksi serta disaksikan oleh seorang dispensing supervisor dari pihak produksi. Sisa bahan baku akan dikembalikan lagi kedalam gudang melalui pintu airlock IV. Untuk bahan kemas, petugas gudang akan menyiapkan bahan sesuai dengan jumlah yang diminta dan mengantarkan ke bagian produksi yang meminta. Pada saat serah terima bahan baku maupun bahan kemas, dilakukan pengecekan ulang oleh bagian produksi terhadap jumlah bahan yang diterima, kebenaran material dan no. batch. Jika sesuai, picklist akan ditandatangani. Setelah itu, WO picklist dibawa kembali ke gudang untuk dilakukan component issue (pemotongan) pada sistem dengan tujuan agar jumlah barang yang ada di gudang dengan yang ada di sistem sama. Kemudian picklist tersebut

49 36 akandiserahkan kembali ke bagian produksi yang bersangkutan untuk selanjutnya disimpan dalam job sheet/batch record sebagai dokumen. Setelah proses produksi selesai maka bagian produksi akan melakukan penerimaan work order (WO receipt) ke lokasi income-fg dengan status karantina untuk diperiksa oleh QC. Pengiriman produk ke gudang finished goods dilakukan setelah proses pengemasan produk oleh bagian produksi selesai, tanpa harus menunggu produk direlease terlebih dahulu oleh QC. Setelah itu, barang diperiksa oleh petugas gudang yang meliputi pemeriksaan fisik, jumlah serta nomor betsdan setelah cocok maka barang akan diterima dan diletakkan sesuai dengan spesifikasi penyimpanan dari produk tersebut. Proses distribusi produk jadi kepada distributor dilakukan berdasarkan packing list yang dikeluarkan oleh bagian finance. Dalam hal ini distributor akan mengirimkan order ke bagian marketing, kemudian marketing akan memasukkan data pesanan dari distributor (placement order) ke sistem QAD, setelah itu akan dikeluarkan packing list-nya oleh finance. Packing list ini kemudian akan dihitung nilai rupiah dari barang yang akan didistribusikan oleh bagian keuangan, sedangkan dari petugas gudang akan menyiapkan barang yang diminta dan order distributor harus sudah sesuai dengan multipack berdasarkan packing list yang diterima. Setelah barang yang diminta sudah siap, maka akan dibuat surat panggilan ke distributor untuk mengambil barang. Setelah itu, bagian keuangan akan melakukan pemotongan stok barang yang ada di dalam sistem (shipment) dan mencetak invoicesetelah distributor datang dan melakukan pengecekan produk yang akan diambil dan menandatangani packing list PPIC (Production Planning and Inventory Control) PPIC berfungsi sebagai penghubung komunikasi antara produksi, pemasaran, pengadaan, akuntansi, dan penyimpanan yang masing-masing berfungsi dalam penyediaan obat. Bagian ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan bagian penjualan dan pemasaran terpenuhi oleh sistem produksi yang meliputi jumlah, waktu, dan jenis produk yang tepat. Tugas dan tanggung jawab PPIC antara lain: a. Merencanakan dan memonitor jalannya produksi. b. Mengatur rencana pembelian bahan baku, bahan kemas, dan stok obat jadi.

50 37 c. Sebagai sumber data informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan produksi. PPIC dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1. Production Planning Control/PPC 2. Inventory Control and MRP System Production Planning Control (PPC) Tugas PPC yaitu merencanakan dan mengendalikan jalannya proses produksi selama periode tertentu. Tahapan kerja dalam PPC adalah sebagai berikut: a. Merencanakan produksi. b. Membuat Work Order untuk produksi. c. Memonitor stok produk jadi (Finished Goods). d. Mengolah MO (Manufacturing Order) dari departemen Pemasaran/ Ekspor. MO ini menjadi dasar untuk membuat jadwal proses produksi yang diserahkan kepada bagian produksi disertai dengan WO (Work Order) Inventory Control and MRP System Tugas Inventory Control yaitu merencanakan dan mengendalikan pembelian bahan baku dan bahan kemas. Tahapan kerja dalam Inventory Control adalah sebagai berikut: a. Menetapkan rencana pembelian. Rencana pembelian dibuat berdasarkan rencana produksi (termasuk kapasitas mesin, man hours), stok bahan baku dan bahan kemas yang ada di gudang, stock order, jumlah minimum order (berhubungan dengan kapasitas pemasok), dan waktu tunggu produksi (lead time production). b. Membuat rencana permintaan bahan baku (Material Requirement Planning/MRP), yang mencantumkan nama produk beserta semua bahan (bahan baku dan bahan kemas) serta jumlahnya. c. Memonitor stok bahan baku dan bahan kemas. d. Membuat POR (Purchase Order Requisition). POR ini adalah dasar untuk membeli bahan-bahan inventory (bahan baku, bahan kemas, palet untuk ekspor) maupun non inventory (helm, kertas, dll) yang berfungsi untuk menunjang proses produksi.

51 38 e. Mengawasi POR sampai bahan baku dan bahan kemas masuk ke gudang dan saat berada dalam status QC. Alur tahapan PPIC yaitu berawal dari penerimaan order/ MO dari bagian pemasaran/ ekspor sesuai dengan aturan ordering dari global (4 bulan lead-time). Selanjutnya dilakukan pembuatan rencana produksi (Production Planning) dengan melakukan MRP (Material Requirement Planning) pada sistem QAD berdasarkan forecast dari bagian pejualan dan pemasaran. Melalui sistem QAD tersebut permintaan yang ada disesuaikan dengan data-data yang ada di sistem seperti persediaan bahan baku, work in process dan finished goods yang tersedia. Dari rencana produksi tersebut kemudian diketahui material yang digunakan untuk kegiatan produksi. Kemudian PPIC membuat Purchase Order Requisition (POR) kepada bagian Purchasing. Bagian Purchasing mengolah POR menjadi PO dan mengirim permintaan pembelian ke pemasok. Pemasok akan memberikan jenis dan jumlah barang sesuai pesanan dan memberikan konfirmasi kuantitas dan ETA ke bagian Purchasing. Bila sudah dikonfirmasi, gudang (Warehouse) akan menerima material sesuai dengan kuantitas dan jadwal pengiriman material. Kemudian gudang membuat bukti penerimaan barang. Sebelum barang masuk gudang, bagian QC melakukan pemeriksaan dan barang yang diperiksa dimasukkan ke daerah karantina (diberi label kuning) hingga dikeluarkan pernyataan released dari QA/QC (diberi label hijau). Barang yang ditolak diberi label Rejected (merah) dan dipindahkan ke lokasi reject di area terpisah. PPIC mengeluarkan Work Order (WO) sebagai perintah produksi kepada Departemen Produksi beserta picklist yang berisi formulasi produk/ batch dan routing produksi. Selanjutnya picklist tersebut dikirim ke gudang untuk penyediaan material untuk kegiatan produksi. Setelah proses penyediaan material selesai, picklist selanjutnya dikirim ke produksi untuk dilengkapi dengan actual shopfloorselama proses produksi berlangsung dan diinput ke dalam QAD. QAD adalah sistem Enterprise Resource Planning (ERP) terintegrasi yang digunakan di PT. Actavis. Komputer online QAD di seluruh bagian sehingga alur proses tersebut dapat dipantau oleh semua pihak terkait melalui komputer.

52 Departemen Produksi Departemen produksi dipimpin oleh seorang manajer produksi yang bertanggungjawab terhadap seluruh proses produksi. Manajer produksi dibantu oleh koordinator membawahi beberapa orang supervisor yang dibantu oleh administrator dan technical support. Bagian dispensing dipimpin oleh seorang supervisor yang memiliki tugas untuk melakukan pengawasan terhadap penimbangan semua bahan baku yang dibutuhkan pada semua proses produksi kecuali bahan aktif penisilin. Kegiatan departemen produksi berdasarkan pesanan dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh PPIC. Jenis obat yang diproduksi meliputi produk ethical dan produk OTC. Departemen produksi berkaitan erat dengan departemen QA dan QC untuk menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat yang diproduksi. Kegiatan produksi di PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2, yaitu produksi penisilin dan non penisilin. Bagian non penisilin memproduksi bentuk sediaan padat, semipadat (krim) dan sediaan cair (sirup, suspensi), sedangkan bagian penisilin memproduksi sediaan padat (tablet, kaplet, kapsul dan dry syrup). Departemen produksi PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 fasilitas, yaitu Fasilitas Multiproduk (Multi Product Facility/MPF), Fasilitas Beta laktam (Beta-Lactam Facility/BLF), dan Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF). Departemen produksi mempunyai fungsi melakukan proses pembuatan obat berdasarkan Master Production and Process Control Record (MPPCR) yang dikeluarkan oleh bagian produk pengembangan dan produksi. Departemen ini akan bekerja sama dengan departemen lain dengan melakukan kegiatan validasi atau kualifikasi agar produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Ruangan untuk proses produksi harus memenuhi persyaratan CPOB yang tertuang dalam prosedur tetap atau SOP perusahaan. Terdapat dua jenis ruangan di PT. Actavis Indonesia berdasarkan tingkat kebersihannya, yaitu area E dan area F. Area E yaitu ruang untuk bahan obat, obat dan bahan pengemas primer (permukaan dalam) yang masih dalam keadaan terbuka, atau masih berhubungan langsung dengan udara, meliputi ruang penimbangan bahan baku non steril, pengolahan, pengisian, pengemasan primer, dan pengambilan contoh bahan baku.

53 40 Area F yaitu ruang untuk bahan obat, obat, dan bahan kemas primer dalam keadaan rapat, meliputi ruang pengemasan sekunder dan daerah lain di luar ruang produksi misalnya gudang. PT. Actavis tidak memiliki area A-D karena tidak memproduksi produk steril. Produksi produk steril dari PT. Actavis dilakukan di industri farmasi lain (Toll Out Manufacturing). Untuk memasuki area E harus mengenakan pakaian khusus (overall), sepatu khusus (shoe cover), topi yang menutupi rambut (head cover), dan masker. Untuk membatasi pertukaran udara antar ruang dan menjaga kestabilan tekanan udara, diperlukan suatu ruang antara (Buffer room/ Airlock). Airlock adalah ruangan penyangga yang tingkat kebersihannya berbeda. Dua pintu airlock harus dalam keadaan tertutup bila tidak sedang digunakan untuk lewat. Pada saat lewat, hanya satu pintu airlock yang dapat terbuka. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Berdasarkan fungsinya, airlock dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: a. Airlock I, disebut juga dengan bubble airlock, yang berfungsi menjaga tekanan udara positif didalam ruang pertama. b. Airlock II, disebut juga sink airlock, merupakan ruangan yang memiliki tekanan udara negatif terhadap dua sisi/ruang. c. Airlock III, disebut juga case cutdown, merupakan ruangan yang memiliki tekanan udara positif terhadap ruang kedua. Dengan adanya ruang antara tersebut, maka tidak akan terjadi campur baur udara antara area F dengan area E. Kegiatan departemen produksi dilakukan berdasarkan permintaan dari bagian pemasaran yang dituangkan dalam perencanaan produksi oleh bagian PPIC. Bagian PPIC memberikan perintah produksi berupa work order picklist sebagai dokumen permintaan bahan baku dan bahan kemas ke gudang untuk pelaksanaan produksi. Departemen produksi melaksanakan produksi dibawah pengawasan QC (IPC). Produk ruahan yang dihasilkan dikirim ke ruang WIP (work in process) untuk pengemasan sekunder, yang selanjutnya dikirim ke gudang obat jadi untuk disalurkan ke distributor. Alur proses produksi secara rinci terangkum dalam Batch Record, yaitumulai dari jenis produk, nomor bets, jumlah yang dihasilkan, formula, data

54 41 penimbangan bahan baku,daftar pemeriksaan alat sebelum proses produksi, catatan selama proses produksi, jumlah karyawan yang mengerjakan, waktu pengerjaan, dan proses pengemasan primer sampai proses pengemasan sekunder. Selain itu juga semua kegiatan yang dilakukan selama proses produksi harus sesuai dengan yang ada di dalam batch record dan tercatat di dalam batch record. Setelah proses produksi selesai, dilakukan sanitasi/pembersihan terhadap semua mesin yang dipakai dan diberi label BERSIH lengkap dengan nama pembersihnya dan tanggal pembersihan. Untuk memonitor kelancaran jalannya suatu proses produksi, PT. Actavis Indonesia memiliki beberapa orang terkualifikasi (Qualified Person) atau disebut juga inspektor yang bertugas melakukan inspeksi di area produksi. Secara rinci tugas dan wewenang seorang inspektor antara lain : a. Melaksanakan inspeksi diseluruh area produksi b. Memeriksa kebenaran proses produksi c. Memeriksa kebenaran dan identitas produk obat d. Memeriksa logbook produksi e. Membuat laporan pemeriksaan identitas produk jadi f. Memeriksa kebersihan alat/mesin dan jalur produksi g. Membuat hasil/laporan inspeksi secara berkala h. Menghentikan proses produksi bila tidak sesuai dengan aturan dan mengakibatkan hal-hal yang fatal terhadap produk obat dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari QO supervisor/ Head of QO. Seluruh proses produksi seperti pencampuran, pengisian, dan pengemasan harus memiliki penandaan pada setiap ruang proses yang sedang berjalan. Penandaan tersebut berupa papan identitas yang berisi nama ruangan, proses yang dilakukan, nama produk yang sedang diproduksi, nomor bets dan tanggal dilakukannya proses. Tujuan penandaan tersebut adalah untuk mencegah terjadinya kontaminasi agar bahan awal atau bahan kemas tidak masuk ruangan yang tidak semestinya. Kegiatan proses pembersihan seluruh ruangan produksi pada setiap fasilitas dilakukan secara rutin atau terjadwal. Berdasarkan SOP Pembersihan Mesin Secara Umum, terdapat tiga macam proses pembersihan, yaitu:

55 42 a. Pembersihan antar Produk/Major Cleaning Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara produk yang berbeda atau pembersihan total dengan tujuan agar produk yang lain tidak terkontaminasi oleh produk sebelumnya. b. Pembersihan antar Batch/Minor Cleaning Merupakan proses pembersihan yang dilakukan antara bets yang satu dengan bets berikutnya untuk produk yang sama atau antara bets yang satu dengan bets berikutnya dengan strength berbeda untuk produk yang sama. c. Pembersihan akhir hari Merupakan pembersihan yang dilakukan pada akhir jam kerja. Status pembersihan tiap alat yang digunakan selama proses produksi harus didokumentasikan di dalam batch record dan logbook. Selain itu, kegiatan pemantauan ruangan pada ruang produksi juga dilakukan seperti pemantauan tekanan dengan menggunakan alat Magnahelic, pemantauan suhu, pemantauan mikroba, dan pemantauan jumlah partikel yang dilakukan setiap satu bulan sekali oleh bagian mikrobiologi, dan pemantauan purified water yang dilakukan setiap satu minggu sekali dan di-sampling oleh petugas dari departemen QC. Produk ruahan maupun produk jadi yang dihasilkan selama proses produksi akan dilakukan pengambilan sampel oleh departemen QC. Pengambilan sampeldilakukan untuk diuji secara mikrobiologi dan uji kimia, serta untuk sampel pertinggal yang digunakan sebagai kontrol produk jadi yang diedarkan dimasyarakat Fasilitas Multi Produk (Multi Product Facility/MPF) Fasilitas multiproduk terdiri dari beberapa area utama, yaitu area penimbangan (Dispensing), area produksi sediaan padat (Solid), area produksi sediaan cair (Liquid), serta area pengemasan (Packing) primer dan sekunder. Bagian MPF dikepalai oleh seorang koordinator produksi (production coordinator) dengan dibantu oleh lima orang supervisor yang bertanggung jawab di masing-masing area. Bangunan fasilitas multiproduk merupakan bangunan beton berbentuk huruf U yang terdiri dari ruang untuk penimbangan, pencampuran, granulasi,

56 43 pengempaan tablet, penyalutan tablet, pengisian kapsul, pengisian sediaan cair, dan pengemasan. Terdapat perbedaan tekanan udara pada ruangan produksi dan koridor untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Ruangan produksi pada area Solid memiliki tekanan udara negatif, sedangkan koridor memiliki tekanan udara positif. Sebaliknya pada area Liquid, pengaturan tekanan diatur sebaliknya dimana ruang produksi memiliki tekanan udara positif dan koridor memiliki tekanan udara negatif. Perbedaan tekanan udara pada ruangan dan koridor diatur antara kpa. Setiap ruangan dilengkapi dengan pendingin ruangan yang suhunya diatur C, pengatur tingkat kelembaban (RH) yang diatur tidak melebihi 75%, listrik, penerangan, dan fasilitas pendeteksi asap. Suatu proses produksi pada bagian fasilitas multiproduk dilakukan berdasarkan atas lembar kerja yang telah dibuat. Alur proses produksi diawali dengan kegiatan penimbangan bahan baku olehbagian dispensing. Bagian dispensing melakukan penimbangan berdasarkan picklist yang dikeluarkan oleh bagian perencanaan (PPIC). Setelah penimbangan selesai, bahan baku tersebut akan dibawa ke ruang produksi melalui airlock material menuju ruang penyimpanan Work In Process (WIP). Bahan yang telah diterima dari bagian dispensing oleh bagian produksi dilakukan pengecekan ulang di ruang penimbangan. Tersedia empat mesin untuk proses granulasi, yaitu High Shear Mixer/HSM TK Fielder (kapasitas maks. 120 kg), Fluid Bed Dryer/FBD Huttlin 200-DJ (kapasitas maks. 240 kg), Lytzen Oven, dan IBC Bin Blender Servolift (kapasitas maks. 800 kg). Mesin-mesin tersebutdapat digunakan untuk proses granulasi basah maupun kering dalam jumlah/volume besar sesuai dengan spesifikasi cara pembuatan produk. Bagian MPF memiliki ruang granulasi small scale untuk melakukan proses trial maupun proses produksi dalam jumlah/volume kecil. Pada ruang granulasi small scale terdapat 3 mesin utama, yaitu High ShearMixer/HSM Yong Sheuan, Fluid Bed Dryer/FBD Yong Sheuan, dan Bin Blender Tamaru dengan kapasitas maksimal masing-masing mesin sebesar 40 kg. Setelah proses granulasi selesai, dilakukan proses penambahan fase luar dan proses pencampuran terakhir, dilakukan menggunakan mesin IBCBlender

57 44 Servolift. Produk antara yang menunggu proses pencetakan disimpan dalam ruang WIP. Dalam proses produksi dilakukan kegiatan pengawasan dalam proses (In Process Control/IPC). Pemeriksaan yang dilakukan untuk produk antara (granulat) yaitu pemeriksaan kadarair (Moisture Content) pada granulat yang dihasilkan dan berat hasil granulasi. Pengujian laju alir, keseragaman kandungan, dan distribusi ukuran partikel tidak dilakukan karena semua proses produksi yang dilakukan sudah tervalidasi. Granul yang sudah siap untuk dicetak dimasukkan kedalam ruang pencetakan. Untuk proses pencetakan tablet, tersedia empat mesin cetak tablet yaitu mesin Jenn Chiang JC DSH 35B (kapasitas 39 station), Killian RTS 20 (kapasitas 20 station), Sejong MRC-31S(kapasitas 31 station), dan Manesty BB4 (kapasitas 27 station). Untuk mesin pengisian kapsul terdapat dua mesin yaitu Sejong SF-100N dan Sejong SF-100 masing-masing dengan 12 holder yang memiliki 14 station. Tersedia pula dua buah mesin penyalut tablet/coating, yaitu NicomacElite-100 (kapasitas maks. 100 liter) dan Bamtri Film Coating Machine (kapasitas maks. 90 liter) untuk beberapa produk yang memerlukan proses penyalutan. Hasil IPC pada setiap proses produksi didokumentasikan kedalam lembar kerja/mppcr untuk tiap produk. Selanjutnya, sampel produk ruahan dari tablet atau kapsul dikirim ke QC untuk dilakukan pemeriksaan terhadap spesifikasi setiap sediaan. Tablet dan kapsul yang sudah jadi selanjutnya siap untuk dikemas. Terdapat sepuluh line pada proses pengemasan primer yang saling terhubung (in line) dengan bagian pengemasan sekunder. Line 1 sampai dengan line 3 merupakan bagian pengemasan untuk produk yang dikemas dalam bentuk blister. Line 4 tidak diaktifkan secara in line dikarenakan pada line 4 hanya dilakukan proses pengemasan sekunder untuk produk yang dikemas secara manual. Line berikutnya yaitu line 5 sampai dengan line 7 merupakan bagian pengemasan produk yang dikemas dalam bentuk strip. Pada line 8 dilakukan proses pengemasan ke dalam kemasan botol plastik. Mesin-mesin yang digunakan pada proses pengemasan primer pada line 1 sampai dengan line 8 dapat digunakan untuk mengemas produk tablet maupun kapsul.

58 45 Line selanjutnya yaitu line 9 dan line 10 berada pada area produksi Liquid. Pada area ini dilakukan proses produksi untuk sediaan cairan enema dan sirup. Line 9 merupakan area produksi untuk sediaan cairan enema dimana proses produksi dilakukan dengan caralabelingterlebih dahulu pada kemasan tube dan kemudian dilakukan proses pengisian cairan enema ke dalam kemasan tube. Untuk sediaan berupa sirup, proses produksi dilakukan dengan melalui dua proses utama yaitu pencampuran dan pengisian ke dalam wadah. Terdapat dua buah tanki pencampuran yang dilengkapi dengan pipa penghubung, vakum, dan pengaduk untuk mendukung proses produksi masing-masing dengan kapasitas 600 liter dan 2000 liter. Terdapat pula satu buah tanki penyimpanan dengan kapasitas 2000 liter dan dua buah tanki penyimpanan dengan kapasitas liter. Proses IPC yang dilakukan untuk sediaan cair adalah pengukuran ph. Sediaan sirup tersebut kemudian diisikan ke dalam botol-botol di line 10 dan kemudian dilanjutkan dengan proses pemasangan dan pengencangan tutup botol. Untuk sediaan cair yang melalui proses pengencangan tutup botol perlu dilakukan proses IPC berupa pengukuran torsi untuk menguji kekuatan menutup botol (capping torque) dan kebocoran. Selanjutnya produk tersebut siap untuk diberi label dan dikemas ke dalam box Fasilitas Beta Laktam (Beta Lactam Facility/ BLF) Bagian BLF dipimpin oleh seorang supervisor yang bertanggung jawab pada seluruh proses produksi sediaan beta laktam. Produksi sediaan beta laktam dilakukan pada bangunan yang terpisah dengan bangunan produksi lain untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Bangunan pada beta laktam mempunyai ruang gudang, ruang timbang, area produksi, area pengemasan, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, serta kantin, mushola dan toilet yang khusus digunakan oleh para karyawan yang bekerja pada fasilitas beta laktam. Bangunan ini memiliki sistem pembuangan limbah, sistem HVAC, dan sistem pengairan yang terpisah dengan bangunan produksi lain. Bangunan terdiri dari 2 lantai dimana lantai 1 terdiri dari gudang, area printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, dan area ganti, sedangkan lantai 2 terdiri dari area

59 46 produksi dari proses penimbangan hingga pengemasan sekunder, ruang IPC dan ruang administrasi dan supervisor. Fasilitas beta laktam terdiri dari dua area kebersihan, yaitu area abu-abu dan area hitam. Area abu-abu terdiri dari ruang penimbangan (dispensing room), area pencampuran (granulasi), ruang pencetakan tablet, ruang pengisian kapsul, ruang pengisian tablet/kapsul/granul ke dalam botol,ruang pengemasan primer, ruang penyimpanan produk ruahan sementara sebelum dikemas yaitu ruang work in process (WIP), dan ruang pengawasan selama proses atau in process control (IPC). Area hitam terdiri dari area pengemasan sekunder, ruang printing kemasan sekunder, laboratorium kimia, kantin, dan area ganti baju. Area produksi beta laktam dilengkapi dengan 3 ruang penyangga (air lock), dimana letak dari ruang penyangga personil terpisah dengan ruang penyangga material mencakup bahan baku, material pengemasan primer maupun sekunder. Selain itu, fasilitas beta laktam juga dilengkapi dengan pintu darurat dan penanganan limbah tersendiri. Sediaan-sediaan yang diproduksi oleh bagian beta laktam ini adalah tablet, kapsul dan dry syrup. Kemasan primer yang digunakan adalah strip, blister dan tropical blister untuk sediaan tablet dan kapsul serta kemasan botol/securitainer untuk sediaan tablet, kapsul dan dry syrup. Produksi sediaan solid di fasilitas beta laktam (BLF), pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama dengan proses produksi untuk sediaan padat pada fasilitas multi produk (MPF). Untuk proses penyiapan alat, pembersihan mesin, dan produksi yang dilakukan pada bagian ini pada prinsipnya sama dengan fasilitas produksi lainnya (MPF dan TPF) tetapi berbeda pada proses penimbangan. Untuk penimbangan zat aktif golongan penisilin dilakukan pada ruang dispensing yang terdapat pada fasilitas beta laktam dan untuk bahan tambahan lainnya dilakukan penimbangan pada ruang dispensing di MPF. Pencegahan kontaminasi juga terlihat pada peraturan terhadap karyawan dan tamu (visitor), dimana setiap karyawan dan tamu yang masuk ke dalam fasilitas betalaktam diharuskan menggunakan seragam yang telah disediakan khusus untuk digunakan pada fasilitas beta laktam dan untuk setiap karyawan dan tamuyang akan meninggalkan fasilitas beta laktam diharuskan mandi terlebih dahulu dengan menggunakan sabun khusus sebelum keluar dari fasilitas beta

60 47 laktam (SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan Tamu di Area Produksi Beta Lactam Facility, 2013), bertujuan untuk memecah cincin beta laktam. Selain itu, pengolahan limbah terhadap sisa produksi beta laktam baik sampah organik, sampah anorganik maupun sampah B3 juga dilakukan secara terpisah dari limbah sisa produksi lainnya dengan melakukan inaktivasi terlebih dahulu, sampah direndam menggunakan NaOH 2% (ph 10), selama satu jam (SOP Pemusnahan Sisa-Sisa Produk Penisilin, 2012). Proses inaktivasi dilakukan terhadap seluruh bagian yang akan di buang keluar area BLF. Inaktivasi dilakukan di ruang cuci area BLF Fasilitas Topikal (Topical Plant Facility/TPF) Bagian TPF dikepalai oleh seorang seorang supervisor dengan dibantu seorang group leader guna mengkoordinasikan proses produksi. Area TPF dibagi menjadi 2 yaitu area hitam dan abu-abu. Area hitam terdiri dari ruang airlock personal (ruang ganti sepatu untuk area hitam, baju seragam lengkap dengan head cover), toilet dan tempat cuci tangan, ruang administrasi, area pengemasan sekunder,printing room dan airlock untuk bahan kemas sekunder atau produk jadi. Area abu-abu terdiri dari ruang-ruang penyangga personal (ruang ganti sepatu area abu-abu dan lengkap dengan masker dan head cover), area pencampuran, area pengisian, WIP, ruang penyangga bahan, dan area wadah penyimpanan. Suhu di area abu-abu adalah C; RH maksimal 75%. Tahapan produksi sediaan topikal dimulai dengan penyiapan fase minyak dan fase air dalam tangki pencampur. Fase minyak dipanaskan dalam suatu tangki hingga melebur dan fase airnya disiapkan pada tangki yang terpisah. Setelah fase minyak melebur, dilakukan pencampuran ke dalam tangki pencampur dengan cara divakum. Agar suhu didalam tangki tetap stabil pada kisaran C, pada bagian luar tangki (jacketed) dialiri uap panas (steam). Pencampuran bahan aktif ke dalam campuran fase minyak dan fase air bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara dicampur langsung atau didispersikan ke dalam fase krimnya.setelah proses pencampuran selesai dilakukan, tahap selanjutnya yaitu proses pendinginan. Pada proses pendinginan, suhu didalam tangki pencampuran diatur hingga 35 C dan untuk membantu

61 48 proses tersebut dialirkan air dingin dengan bantuan Chiller kedalam jaket tangki. Selain itu, proses pendinginan dilakukan menggunakan vakum dengan tujuan untuk memecahkan busa yang terbentuk pada saat proses pencampuran. Adanya busa tersebut akan mengganggu proses selanjutnya yaitu proses pengisian. Setelah massa krim sudah dingin, krim dikeluarkan dari tangki pencampuran lalu dimasukkan ke dalam kantong 2 lapis plastik dan disimpan dalam drum. Kemudian bulk tersebut disimpan dalam gudang WIP dan diberi label produk ruahan (ungu). Penyimpanan dalam ruang WIP bertujuan untuk menunggu sampai massa krim terbentuk sebelum dilakukan proses pengisian ke dalam tube. Pada proses pengemasan primer, dilakukan pengisian produk ke dalam tube. Hal-hal yang diperhatikan adalah berat krim per tube, penampilan sediaan, serta pemeriksaan kebocoran tube.untuk pemeriksaan berat pengisian per tube, setiap 15 menit sekali dilakukan penimbangan untuk mengetahui kinerja mesin dan ketepatan pengisian. Pada pengemasan sekunder dilakukan pemeriksaan pada cetakan nomor bets, label, serta tanggal kadaluarsa. Proses pengemasan primer dan sekunder dilakukan secara in line. Sebelum bahan kemas sekunder digunakan, dilakukan pencetakan nomor bets, HET/tube, mfg date dan tanggal kadaluarsa. Setiap tahapan pada proses produksi harus didokumentasikan ke dalam kertas kerja Departemen Mutu (Quality Operation Department) Mutu atau kualitas suatu produk merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan sejak awal mulai dari bahan baku, proses pembuatan, peralatan, bangunan, dan personalia yang terlibat dalam pembuatan. Oleh sebab itu, departemen mutu bertanggung jawab terhadap jaminan kualitas produk yang dihasilkan. Departemenmutu PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2 departemen yaitu Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) dan Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC) Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) Departemen QA PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 4 bagian yaitu bagian GMP Compliance, Validasi, Release dan Document Control yang masing-

62 49 masing dikepalai oleh seorang supervisor. Departemen ini bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai siap dikonsumsi konsumen, termasuk didalamnya pemilihan pemasok dan distributor. Sistem mutu ditetapkan berdasarkan Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) dan Global Quality Manual Standardserta peraturan Authority lainnya. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer QA yang bertanggung jawab kepada kepala bagian QO (Head of Quality Operation). Tujuan departemen QA antara lain untuk menjamin bahwa sistem kebijakan mutu sesuai dengan GMP pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi) dan menjamin bahwa obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas sesuai dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Departemen QA memiliki kewenangan dan bertanggung jawab untuk menyusun kebijakan mutu (Quality Policy) perusahaan yang dapat menjamin mutu obat yang dihasilkan agar sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa seluruh bagian yang terlibat dalam proses pembuatan obat telah melaksanakan kebijakan tersebut. Departemen QA juga bertanggung jawab dalam pengembangan dan pemeliharaan sistem penjaminan mutu yang mana termasuk di dalamnya antara lain: - Document Control meliputi penanganan terhadap dokumen dan APR - GMP compliance meliputi SOP, training, customer complaint, recall, audit, CAPA dan Approved Supplier List (ASL) - Validasi meliputi validasi proses, validasi pembersihan, dan validasi alat/ utility - Release meliputipenanganan terhadap Non Conformance, Technical Agreement, dan Change Control Dari hal diatas maka dapat dijabarkan mengenai ruang lingkup tugas dan tanggung jawab Departemen QA, antara lain sebagai berikut: a. Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi dan GMP Compliance Tugas QA salah satunya adalah menangani dokumen yang berlaku, dalam hal penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, dan penanganan dokumen yang

63 50 sudah tidak berlaku, dan termasuk juga didalamnya penanganan dokumen registrasi (Priyambodo, 2007). Sistem dokumentasi dalam industri farmasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi antara lain (Priyambodo, 2007): 1. Prosedur Tetap (Standard Operating Prosedure/SOP) 2. Spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk jadi) 3. Catatan pengolahan bets/catatan pengemasan bets(batch Record) 4. Identifikasi (kode penomoran protap, peralatan, bets) 5. Penandaan (status ruangan, mesin, label bahan baku, karantina, rejected) 6. Protokol dan laporan validasi 7. Dokumen registrasi 8. Catatan kalibrasi, pemantauan kondisi lingkungan ruang produksi, 9. Dokumen Change Control, yaitu dokumen berisi perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi status tervalidasi dari fasilitas, sistem, mesin, atau proses, dan lain-lain. Tujuan perlunya penanganan dan pengaturan dokumentasi ini adalah berguna jika terjadi masalah sehingga mudah ditelusuri dengan membuat standar bahan baku, produk jadi, prosedur kerja, mesin dan lain-lain (Priyambodo, 2007). Adapun bagian compliance mempunyai tugas dan tanggung jawab yaitu perencanaan, implementasi, peninjauan dan tindak lanjut, pengembangan, komunikasi, dan pelaporan. Tugas dan tanggung jawab tersebut pelaksanaanya berkesinambungan dan saling terkait satu dengan yang lainnya, misalnya pada pembuatan prosedur seperti SOP. Secara teknis SOP melalui proses perencanaan sebelum dibuat, kemudian setelah dibuat, SOP perlu di implementasikan pada kegiatan sehari-hari secara kontinu. Pelaksanaan yang kontinu perlu dilakukan peninjauan untuk memantau apakah prosedur telah dilakukan dengan benar atau tidak. Jika ada penyimpangan maka perlu dilakukan koreksi dan evaluasi serta tindak lanjut untuk menangani penyimpangan tersebut. Selain itu perlu dilakukan pengembangan untuk menggali lebih dalam mengenai kajian terhadap penyelesaian masalah seperti investigasi atau analisa secara detail hingga ditemukan akar masalah dan solusinya. Selanjutnya segala aspek yang menyangkut pembaharuan informasi dan

64 51 perubahan dikomunikasikan kepada seluruh pihak terkait agar diketahui, dipahami dan diterapakan. Segala hal yang telah dilakukan kemudian didokumentasikan sebagai arsip perusahaan dan diberikan identifikasi agar memudahkan penelusuran jika diperlukan. b. Menyusun dan Mengendalikan Prosedur Tetap (Standard Operation Procedure/SOP) Menurut GMP dari WHO, Prosedur Tetap (Protap) atau dikenal juga sebagai Standard Operation Procedure (SOP) adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi instruksi untuk pelaksanaan tugas yang tidak hanya berkaitan dengan suatu produk atau bahan tertentu, tetapi juga berkaitan dengan hal-hal yang bersifat umum, misalnya pengoperasian, pemeliharaan, pembersihan dan pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pengambilan contoh, dan inspeksi diri (Priyambodo, 2007). Pembuatan SOP bertujuan untuk memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas, memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB (GMP) dan EHS, memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlaku, dan membantu melatih petugas/karyawan baru. SOP terbagi menjadi dua dalam pembuatannya, yaitu SOP baru dan revisi. Pada dasarnya, tiap protap atau SOP dibuat oleh departemen bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan departemen QA dan departemen lain yang berhubungan. Departemen QA bertanggung jawab mengkoordinasi penyiapan, penerbitan, dan implementasi semua protap yang ada. Pembuatan SOP dibuat dalam bentuk draft terlebih dahulu yang diajukan pada departemen QA untuk ditinjau dan disesuaikan dengan kebijakan perusahaan dan aturan yang ditetapkan oleh Authority. Setelah pengajuan SOP disetujui, maka SOP tersebut ditandatangi, dicetak pada lembar kertas salem, dan diberikan pada departemen yang mengajukan SOP yang bertanggungjawab terhadap pelatihan SOP baru. Bila SOP sudah diefektifkan, maka akan didistribusikan kepada departemen-departemen yang terkait menggunakan lembar ditribusi, kemudian SOP yang lama akan ditarik dan digantikan dengan SOP versi terbaru.

65 52 c. Penanganan Personil (Training) Training merupakan suatu aktifitas atau kegiatan pelatihan untuk membentuk, meningkatkan dan atau memelihara pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja karyawan untuk memenuhi kualifikasi, spesifikasi dan kompetensi bidang kerja sesuai dengan aspek CPOB serta nilai-nilai perusahaan serta kepedulian terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Lingkungan (SOP Training, 2014). Departemen QA bertanggung jawab terhadap koordinasi perencanaan dan penyelenggaraan pelatihan karyawan mengenai pemenuhan terhadap standar CPOB. Menurut CPOB, seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk kedaerah pembuatan obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan prinsip CPOB, termasuk juga personil teknis, pemeliharaan, dan pembersihan. Pelatihan tersebut diberikan pada seluruh karyawan PT. Actavis Indonesia, baik karyawan baru, karyawan lama, karyawan yang dipromosikan, dan karyawan kontrak pada setiap level di Divisi Manufacturing PT Actavis Indonesia (SOP Training, 2014). Sejalan dengan hal tersebut, standar Environtmental Health and Safety (EHS) juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh karyawan di bidang EHS. Secara garis besar, pelatihan yang dilakukan meliputi pelatihan c-gmp dan pelatihan kontrol dan manufaktur. Pelatihan yang berkaitan dengan c-gmp antara lain persyaratan kebersihan personil untuk bekerja di area produksi, bangunan dan fasilitas, sanitasi, dokumentasi, kualifikasi dan validasi, kalibrasi, dan persyaratan GMP dari regulatori. Topik atau tema pelatihan dibuat berdasarkan hasil evaluasi, kemudian efektifitas pelatihan tersebut diukur selama kuis dan inspeksi diri. Semua kegiatan pelatihan didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil yang disimpan departemen bersangkutan dalam waktu 6 tahun. Selain itu, fotokopi bahan training external diserahkan kepada HRD sebagai bahan referensi dan disimpan selama 1 tahun (SOP Training, 2014).

66 53 d. Pengkajian Penilaian Kualitas Produk (Product Quality Rewiew/PQR) PQR bertujuan untuk memonitor dan menilai seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu produk selama setahun dalam keterkaitannya dengan persyaratan CPOB (c-gmp) dan bertujuan untuk menentukan kebutuhan perubahan spesifikasi produk atau proses pembuatan atau prosedur kontrol. Pengkajian dan hasilnya akan disusun dalam sebuah laporan dari template yang telah disetujui. PQR merupakan suatu evaluasi yang umumnya dilakukan secara berkala atau periodik biasanya tahunan. Data-data yang diperlukan dalam PQR yaitu: 1. Bahan baku dan bahan kemas yang digunakan untuk membuat produk 2. Critical in process controls dan hasil produk jadi 3. Semua bets yang ditolak dan hasil investigasi 4. Data deviasi, OOS (Out of Specification) 5. Semua perubahan terkait dengan produk 6. Variasi marketing autorisasi yang diajukan/dibolehkan/ditolak 7. Hasil dari program stabilitas 8. Data keluhan, penarikan kembali produk dan hasil investigasi terkait 9. Status kualifikasi dan validasi Data-data diatas akan diolah dan disimpulkan oleh QA yang nantinya digunakan untuk menilai apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan, atau diperlukan adanya tindakan perbaikan seperti perubahan baik itu dari spesifikasi, metode analisis maupun dalam proses pembuatan atau yang mengarah kepada revalidasi. Tinjauan produk tahunan meliputi semua produk termasuk produk ekspor, lokal, dan toll-in. Dokumen yang berhubungan dengan tinjauan produk tahunan ini akan disimpan oleh QA selama 6 tahun dan selanjutnya akan dimusnahkan. e. Kualifikasi dan Validasi Kualifikasi merupakan bagian dari validasi. Sebelum dilakukan kegiatan validasi, salah satu syaratnya adalah peralatan telah terkualifikasi. Kualifikasi dilakukan terhadap semua equipment dan utility yang ada di PT. Actavis Indonesia. Kualifikasi yang dilakukan meliputi Kualifikasi rancangan (Design Qualification), kualifikasi instalasi (Installation Qualification), kualifikasi

67 54 operasioanal (Operational Qualification), kualifikasi kinerja (Performance Qualification). Kualifikasi tidak hanya dilakukan pada alat atau mesin yang baru, tetapi juga dilakukan kualifikasi ulang terhadap alat atau mesin lama yang telah mengalami modifikasi sehingga mempengaruhi output atau produk yang dihasilkan. Kualifikasi dilakukan untuk mengetahui kehandalan dari suatu alat. Dalam kualifikasi, perlu dilakukan pula kalibrasi. Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, produksi, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Untuk semua prosedur produksi dan analisis serta sistem penunjang harus divalidasi pada tahap-tahap yang kritis untuk membuktikan bahwa semua langkah-langkah yang dilakukan pada proses pembuatan obat selalu menghasilkan kualitas yang konsisten dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pada PT. Actavis Indonesia, suatu validasi harus memiliki Validation Master Plan (VMP). Turunan dari VMP adalah Validation Project Plan (VPP) yang terdapat masing-masing pada setiap jenis validasi. VPP ini merupakan rencana validasi untuk 6 bulan hingga 1 tahun ke depan, mengenai info secara umum validasi yang akan dilakukan dituangkan dalam Validation Plan (VP). Penjelasan lebih detail mengenai Validation Plan Specification dan metode analisa yang akan digunakan dituangkan dalam Master Production and Process Control Record (MPPCR)/Batch Manufacturing Record (BMR) yang sesuai dengan protokol validasi. Sebelum dilakukan kegiatan validasi, departemen terkait membuat protokol validasi yang akan direview oleh QA. Setelah disetujui oleh manajer QA terkait dan direktur perencanaan, kegiatan validasi tersebut baru dapat dilaksanakan. Beberapa jenis validasi yang dilaksanakan PT Actavis Indonesia, yaitu: 1. Validasi fasilitas, meliputi fasilitas dan sistem penunjang (facility dan utility), dengan melakukan pengecekan kelayakan dari bangunan dan sistem pendukung seperti water system, compressor, HVAC, dll.

68 55 2. Validasi alat, meliputi alat mesin baru, alat atau mesin yang belum pernah terkualifikasi serta penggantian bagian alat yang kritis. 3. Validasi metode analisis, dilakukan terhadap produk baru dan bila terdapat perubahan metode. Setelah dilakukan validasi metode analisis ini barulah validasi proses boleh dilakukan. Tanggung jawab validasi metode analisa ini dipegang oleh departemen New Product Development (NPD). 4. Validasi proses, dilakukan terhadap produk baru, alat/mesin baru, penggantian bagian alat yang kritis yang dapat mempengaruhi proses, perubahan proses produksi serta perubahan pemasok bahan baku terutama bahan aktif. 5. Validasi pembersihan (Cleaning Validation), yang memerlukan validasi pembersihan yaitu ruangan dan peralatan setelah selesai digunakan untuk membuat dan mengemas produk obat. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa prosedur tersebut tepat dan efektif untuk menghilangkan sisa produk sebelumnya sehingga tidak terjadi kontaminasi silang (cross contamination), serta membuktikan bahwa mesin yang telah disanitasi bebas dari kontaminasi mikroba. 6. Validasi komputer, dalam kegiatan validasi ini bagian QA berperan sebagai koordinator dimana semua kegiatan validasi dimasukkan dalam sistem komputer lalu dikoordinasikan oleh QA dan dilaksanakan oleh masing-masing departemen yang terkait. Setelah kegiatan validasi selesai, departemen yang bersangkutan membuat laporan validasi. Semua berkas asli dari validasi harus didokumentasikan di QA dan bila diperlukan akan didistribusikan salinannya kepada departemen lain yang akan membutuhkan yang dicatat dalam lembar distribusi, sedangkan dokumen asli disimpan di Departemen QA selama minimum 6 tahun. (SOP Pedoman Validasi, 2009). Apabila terjadi perubahan, maka perlu dibuat change control dan dilakukan juga revisi terhadap VP. f. Pengendalian terhadap Perubahan (Change Control) Change Control merupakan suatu sistem yang mendokumentasikan perubahan yang terjadi pada seluruh aspek. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang berdampak pada sistem mutu, kualitas dari produk dan atau status

69 56 registrasi produk mencakup perubahan terhadap formulasi, proses produksi, spesifikasi, metode analisa, premises, utilities, equipment, instrumen, sistem pemasok bahan baku dan bahan kemas, job description dari personel utama dan struktur organisasi perusahaan. Untuk perubahan pada dokumentasi yang mencakup perubahan hanya pada format dan atau koreksi pada redaksi tidak tercakup dalam prosedur usulan perubahan. Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan mayor maupun perubahan minor. Perubahan mayor meliputi perubahan yang memiliki dampak substansial terhadap keamanan produk, kualitas dan atau efikasi, dokumen registrasi, metode analisa atau EHS. Sedangkan perubahan minor meliputi perubahan yang memiliki dampak minimal atau tidak signifikan terhadap keamanan produk, kualitas, dan atau efikasi, dokumen registrasi, metode analisa atau EHS. Perubahan - perubahan yang menyebabkan perlu dilakukannya change control pada PT. Actavis Indonesia dikelompokkan dalam beberapa jenis yaitu: a. Perubahan spesifikasi dan metode analisa b. Perubahan proses dan formula c. Perubahan bahan pengemas d. Perubahan pemasok bahan baku e. Perubahan dokumen f. Perubahan alat, bangunan, fasilitas, serta sistem penunjang g. Perubahan lain-lain yang terkait CPOB Tujuan dilakukan kontrol terhadap perubahan adalah untuk menganalisa efek dari perubahan yang dilakukan terhadap kualitas obat baik secara langsung maupun tidak langsung.sistem change control atau kontrol perubahan yaitu sistem yang menangani semua perubahan yang direncanakan untuk dilakukan terhadap suatu keadaan, prosedur atau proses yang telah ditetapkan dan dapat berpengaruh terhadap status validasi dari sistem, alat, proses maupun produk. Setiap usulan perubahan akan diproses dan ditindaklanjuti dalam change management PT.Actavis Indonesia. Untuk menggerakkan dan menindaklanjuti usulan perubahan digunakan softwareelectronic system yang tervalidasi, yaitu process compliance (proc). ProC ini mencakup perubahan yang ada pada PT. Actavis Indonesia dan yang menyangkut site Actavis yang lain atau terkait

70 57 pelaporan ke pihak luar. Sebelum memasukkan usulan perubahan ke dalam ProC, change initiatormengisi dan melengkapi info pada tampilan awal usulan perubahan dalam proc dan nomor usulan perubahan dari ProC diinformasikan kepada QA representative. Bersama dengan change owner, change initiator melakukan persiapan dan mengkomunikasikan dengan semua departemen terkait sebelum diajukan ke proc. Usulan perubahan yang diajukan oleh change initiator ke dalam proc ditinjau dan disetujui/ ditolak oleh supervisor apakah usulan tersebut diproses lebih lanjut ke proc atau tidak melalui konfirmasi dari Quality Assurance (QA). Setiap usulan perubahan harus disertakan data pendukung terkait untuk dilampirkan dalam proc. Kekurangan dokumen pendukung dapat menyebabkan usulan perubahan dibatalkan akibat informasi yang tidak memadai. Supervisorlah yang akanmemilih change owner, sehingga supervisor merupakan atasan langsung dari change owner. Change owner lalu membentuk timhead of Departement (HOD) dan QA Representative yang akan meninjau dan menyetujui atau menolak usulan tersebut. Change owner haruslah orang yang memiliki pengetahuan yang memadai mengenai usulan terkait. Jika disetujui maka usulan perubahan tersebut akan diproses lebih lanjut ke QA representative dan evaluator. QA representative akan meninjau dan mengevaluasi setiap keputusan evaluator. Setiap tugas sebagai efek usulan perubahan harus diselesaikan dan diimplementasikan oleh personil terkait (actionee), sesuai batas waktu yang sudah ditentukan. Status semua tugas dipantau oleh change owner, jika tugas telah selesai maka kontrol perubahan diproses oleh QA representative untuk tinjauan akhir dan menutup usulan perubahan tersebut. Jika tugas belum selesai maka change owner akan meninjau justifikasi yang disertakan dan melakukan verifikasi apakah diperlukan tugas tambahan. Jika justifikasi disetujui oleh change owner, kontrol perubahan akan diproses QA representative dan jika tidak disetujui, dikembalikan ke Actionee untuk diselesaikan. Evaluasi berkala terhadap status perubahan (change control) dilakukan setiap 3 bulan oleh QA department. QA supervisor akan melakukan koordinasi

71 58 dengan departemen terkait, departemen SCA dan QP dalam change control board yang akan mengevaluasi apakah setiap kontrol perubahan yang diajukan sudah ditutup sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, termasuk status pelaksanaan tugas sebagai efek dari perubahan atau dokumen atau sistem yang terkena efek dari perubahan tersebut. g. Mengadakan Audit Internal dan External Dalam kegiatan audit ini, QA dapat berperan sebagai auditor (yang mengaudit) dan sebagai pihak yang diaudit. Kegiatan audit dikoordinasikan oleh bagian QA selanjutnya akan ditunjuk tim yang berfungsi sebagai auditor yaitu untuk pelaksanaan kegiatan inspeksi diri (self inspection) dan audit pemasok (vendor audit). h. Inspeksi Diri (Self Inspection) Pada PT. Actavis Indonesia, pelaksanaan inspeksi diri dimulai dengan persiapan, persetujuan jadwal inspeksi diri, dan pendistribusian jadwal tersebut kepada kepala departemen terkait. Departmen yang tekait adalah gudang (bahan baku dan bahan kemas, produk jadi, WIP, karantina dan produk tolak), produksi (produksi dan kemas), QC (laboratorium kimia, mikrobiologi, ruang sampling, dan ruang bahan pertinggal), engineering (utilities dan workshop), human resources, QA, metode analisis, teknologi transfer, SCA, pelatihan dalam personel higiene, sistem informasi teknologi, dan fasilitas lain (seperti pengolahan limbah dan kantin). Inspeksi diri adalah peninjauan kembali seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk. Tujuan inspeksi diri ini adalah sebagai penilaian terhadap implementasi seluruh aspek di perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam CPOB, Global Quality Manual dan persyaratan registrasi lainnya. Inspeksi diri dilakukan oleh tim auditor yang telah ditunjuk dan disetujui oleh QA, terdiri dari manajer QA, direktur manufaktur, GMP compliance supervisor, dan beberapa manajer yang terkait. Tim auditor tidak boleh berasal dari departemen yang akan diaudit.

72 59 Manajer QA selaku koordinator audit bertugas memastikan bahwa inspeksi diri telah dilaksanakan dengan benar sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan inspeksi diri di lapangan. GMP compliance bertugas memberikan pelatihan SOP kepada seluruh pihak yang terkait, menyusun dan mengirimkan jadwal inspeksi diri tahunan kepada pihak terkait, melaksanakan inspeksi diri di lapangan, membuat laporan hasil inspeksi diri, menindaklanjuti pelaksanaan tindakan perbaikan hasil inspeksi diri, dan membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan inspeksi diri. Auditor melaksanakan inspeksi diri di lapangan dan auditi (pihak yang sedang diaudit) memberi tanggapan terhadap laporan hasil inspeksi diri dan menindaklanjuti hasil inspeksi diri tersebut. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin (SOP Self Inspection (Inspeksi Diri), 2014). Jadwal inspeksi ini dikeluarkan di awal tahun dan jadwal disusun oleh QA. Pada jadwal ini berisi bulan akan dilakukan audit, area yang akan diaudit, dan jadwal audit aktual harus dimasukkan ketika setelah selesai dilakukan audit. Minimal seminggu sebelum pelaksanaan, GMP Compliance akan memberitahuauditor dan auditi bahwa akan diadakan inspeksi diri. Pelaksanaan inspeksi diri harus dibatasi dengan waktu supaya berjalan efektif dan efisien. Khusus untuk departemen yang berhubungan langsung dengan CPOB, inspeksi dilakukan 2 kali, sebagai contoh produksi (BLF, MPF dan TPF), engineering utilities, gudang, perencanaan dan pembelian, QC, Pengembangan Produk (Product Development) dan QA.Sedangkan untuk departemen yang tidak berhubungan langsung dengan CPOB dilakukan 1 kali, sebagai contoh departemen IT (validasi sistem komputerisasi), Scientific Affair dan departemen personalia. Inspeksi diri yang dilakukan meliputi: 1. Inspeksi dibidang GMP dibuatkan jadwal setiap awal tahun dan pelaksanaannya dibatasi dengan waktu. Inspeksi ini dikoordinir oleh bagian QA. 2. Inspeksi dibidang EHS (Environtment, Health and Safety) dilakukan untuk mengetahui apakah karyawan sudah bekerja memenuhi standar EHS

73 60 perusahaan dengan melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara pelatihan EHS yang pernah dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari. Inspeksi ini dikoordinir oleh bagian EHS. Hal-hal yang akan diinspeksi meliputi aspek CPOB dalam hal karyawan, bangunan dan peralatan (termasuk fasilitas dan sistem penunjang), penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, pengawasan mutu dan dokumentasi. Semua dokumen asli yang berhubungan dengan pelaksanaan inspeksi diri akan disimpan di QA yang dapat menjamin keamanan dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama 6 tahun dan sesudah itu dapat dimusnahkan. Temuan saat inspeksi diri akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan tindakan perbaikan (corrective action) dan tindakan pencegahan (preventive action) oleh pihak yang diaudit. Rekomendasi yang diberikan akan dimasukkan kedalam lembar tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA). CAPA akan diserahkan kepada orang yang bertanggungjawab pada pelaksanaan tindakan perbaikan tersebut. Setelah tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) dilakukan, QA akan meninjau kembali CAPA tersebut dan meninjau efektivitasnya. Laporan inspeksi diri dibuat setelah inspeksi diri selesai dilaksanakan, laporan mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan dan saran tindakan perbaikan. i. Audit Eksternal/ Pemasok (Vendor Audit) Kualitas dari suatu produk farmasi sangat bergantung dari kualitas bahan baku dan bahan kemas yang digunakan. Oleh sebab itu, tujuan dilakukan audit pemasok yaitu untuk melakukan evaluasi terhadap pemasok (pabrik pembuat dan penyalur bahan baku dan bahan kemas, distributor dan pihak ketiga) apakah pemasok memiliki sistem manajemen yang mampu menghasilkan atau mendistribusikan produk dengan mutu yang diinginkan. Audit dari pihak eksternal dilakukan oleh regulator dan inspeksi oleh pihak ketiga (toll in). Audit terhadap eksternal dilakukan terhadap pihak ketiga yaitu pemasok (bahan baku/ awal, bahan kemas, dan peralatan), distributor, dan toll out manufacturer. Untuk audit overseas, dilakukan oleh timcorporate auditor.

74 61 Hal-hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku, proses pembuatan, pemeriksaan, penyimpanan bahan baku, penanganan pesanan, dokumentasi, dan lain-lain. Pemasok yang diaudit adalah yang menghasilkan material berupa bahan aktif, bahan tambahan yang berpengaruh pada produk, bahan kemas primer, material dibeli dalam jumlah besar, lokasi terletak di Indonesia dan sampel material tersebut sudah dianalisa di lab QC dan dinyatakan LULUS. Untuk sumber bahan baku dan bahan kemas yang berasal dari luar negeri dan belum dilakukanaudit pemasok maka audit tersebut akan dikoordinasi oleh tim corporate auditor. Pemasok yang telah memenuhi syarat akan dimasukkan ke daftar pemasok resmi yang disetujui (Approved Supplier List/ASL) daftar ini akan memudahkan bagian Departemen Pengadaan dalam memilih pemasok (SOP Approved Supplier, 2013). j. Penolakan dan Pelulusan Obat Jadi Sebelum dilakukan pelulusan produk jadi, dilakukan evaluasi catatan betsoleh beberapa personil yang mempunyai wewenang dalam melakukan proses tersebut yaitu release officer yang melakukan penelusuran terhadap catatan betsyang termasuk pemakaian bahan baku, label penimbangan, verifikasi perhitungan bahan baku, kondisi lingkungan produksi, tahap-tahap kritis verifikasi, keaslian dokumen, catatan pengujian laboratorium, catatan penyimpangan, contoh bahan pengemas primer dan sekunder, kebenaran nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan harga eceran tertinggi (HET). Sebagai bukti bahwa telah dilakukan penelusuran, release officer akan memberikan tanda tangan pada bagian penelusuran QO atau pada setiap halaman yang tidak ada kolom penelusuran QO dengan pulpen merah, hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa dokumen telah dicek ulang (double checker). Bila pada saat penelusuran catatan bets, release officer masih merasa ada kekurangan maka release officer meminta bagian produksi untuk memperbaiki atau melengkapi. Setelah evaluasi catatan bets, dilakukan verifikasi dan evaluasi terhadap produk jadi yaitu pemeriksaan identitas produk jadi, pemeriksaan kemasan produk (nomor bets, tanggal pembuatan, tanggal kadaluarsa, dan HET), pemeriksaan

75 62 produk steril (pemeriksaan kejernihan larutan dan partikel, sterilitas produk (14 hari), endotoksin, dan pemeriksaan mikrobiologi setelah proses pengisian). Selanjutnya adalah pemberian status produk jadi. Pada tahap ini orang terkualifikasi melakukan penelusuran ulang pada catatan betsdan laporan analisa, memberi cap APPROVED dengan label warna hijau pada catatan betsjika betsdiluluskan atau cap REJECTED dengan label warna merahbila betsditolak, memberi status diluluskan/ditolak pada produk jadi pada sistem Mfg-Pro, dan mencetak label status lulus/tolak dari sistem Mfg-Pro. Setelah itu dilakukan penempelan label hijau atau label merah pada produk yang dilakukan oleh release officer. Label hijau ditempel pada kemasan yang terletak pada bagian depan setiap pallet produk masing-masing satu buah label per pallet, label merah ditempel pada setiap kemasan terluar dari produk. Penyimpanan catatan betsdisimpan untuk menjamin keamanan dan meminimalkan risiko kerusakan dokumen selama masa berlaku produk tersebut ditambah satu tahun kedepan. Pada produk toll out, produk diterima oleh gudang dan diberi label QUARANTINE seiring dengan pihak gudang melaporkan adanya produk tersebut ke bagian QC dan QA. Pihak QC lalu melakukan pengambilan sampel pertinggal. Pelulusan produk toll out ini adalah didasarkan pada hasil review terhadap catatan bets dan hasil analisa yang dilakukan oleh penerima kontrak atau sesuai dengan technical agreement. k. Penanganan Terhadap Keluhan (CustomerComplaint) Keluhan dibagi dua, yaitu menyangkut cacat kualitas dan menyangkut Pharmacovigilance. Keluhan juga dapat dibagi dalam beberapa kriteria yaitu critical dimana dapat menyebabkan kematian ataupun efek medis yang fatal, mayor dimana terkait dengan misstreatment, serta minor dimana masalah yang ditimbulkan tidak berdampak begitu serius bagi kesehatan. Ketika ada keluhan dari konsumen, bagian marketingakan menyeleksi keluhan tersebut apakah dapat diterima atau ditolak. Jika keluhan dapat diterima, maka akan dilihat jenis keluhannya, mengenai cacat fisik produk atau berhubungan dengan efek farmakologis pada pasien. Untuk keluhan yang berhubungan dengan Pharmacovigilance maka pelaporan ditujukan ke bagian

76 63 Medical Affairs, sedangkan yang menyangkut cacat kualitas produk akan ditujukan ke departemen QA, dimana Manajer QA sebagai deffect centre PT. Actavis Indonesia. Investigasi dilakukan dengan menelusuri melalui catatan pembuatan dan pengemasan bets dibandingan dengan retained sample untuk menemukan penyebab adanya keluhan guna adanya perbaikan. Bila diperlukan dapat berkoordinasi dengan departemen lain untuk membantu penyelidikan. Berdasarkan hasil investigasi, QA memberi jawaban atas keluhan dengan batas waktu tertentu. Untuk keluhan yang critical, penyelidikan segera dilakukan dan jawaban atas keluhan tersebut dikirimkan selambat-lambatnya 7 hari kerja; keluhan mayor 15 hari kerja; dan keluhan minor 30 hari kerja. Setiap bulannya evaluasi terhadap adanya keluhan dilakukan dan dibuat tren analisisnya tiap tahun untuk dimasukan dalam CAPA. Penanganan terhadap keluhan atas produk bertujuan supaya setiap keluhan yang disampaikan oleh pelanggan dengan cepat dan segera dapat ditanggapi. Untuk produk yang dibuat oleh pihak ketiga (toll out) maka laporan keluhan tersebut akan dikirimkan oleh QA ke pihak ketiga untuk dilakukan investigasi. Penanganan keluhan harus didokumentasikan dan dokumen tersebut disimpan oleh QA hingga 6 tahun. l. Penarikan Kembali Obat Jadi (Recall) Penarikan produk (recall) merupakan tindakan yang dilakukan untuk menarik kembali produk dari distributor, retail, maupun konsumen bila ditemukan ada produk yang tidak memenuhi syarat mutu atas dasar pertimbangan adanya efek samping obat yang dapat membahayakan. Recall dilakukan jika produk obat berbahaya, kurang berkhasiat, secara kualitatif dan kuantitatif tidak sesuai dengan label, serta jika tidak dilakukan pemeriksaan bahan baku, bulk, dan produk jadi atau hasilnya tidak memenuhi persyaratan. Recall dapat bersumber dari adanya keluhan konsumen, peninjauan dari pihak produsen berkaitan dengan stabilitas serta adanya surat keputusan untuk melakukan recall dari BPOM. Penarikan kembali obat jadi yang telah beredar di pasar diperlukan jika ternyata ditemukan cacat kualitas ataupun efek samping yang dapat merugikan konsumen. Cacat kualitas dibagi menajdi 3 kelas, yaitu kelas I dimana dapat

77 64 menimbulkan kematian atau beresiko fatal bagi kesehatan dan semua obat yang ditarik sudah harus kembali ke PT. Actavis Indonesia dalam jangka waktu 1 bulan, kelas II dimana dapat menimbulkan bahaya kesehatan tapi tidak termasuk dalam kategori I dan semua obat yang ditarik sudah harus kembali ke PT. Actavis Indonesia dalam jangka waktu 1 bulan, serta kelas III dimana tidak memiliki efek signifikan pada kesehatan namun karena adanya alasan lain dan semua obat yang ditarik sudah harus kembali ke PT. Actavis Indonesia dalam jangka waktu 2 bulan. Penanganan penarikan kembali obat jadi harus dikordinasikan secara teliti dan dipantau efektifitasnya, oleh karenanya perlu juga dilakukan Mock Recall. Sebelum melakukan pertimbangan penarikan kembali ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan seperti evaluasi contoh pertinggal, data tes stabilitas, informasi dari bagian pemasaran, apotek maupun pemakai, atau adanya perintah dari pemerintah (Badan POM), komite penarikan kembali obat jadi terdiri dari direktur manufaktur, manajer QA, manajer QC, manajer produksi, dan lain-lain. Proses penarikan kembali obat jadi dilakukan oleh suatu komite dalam suatu pertemuan komite, dan segera diinformasikan pada presiden direktur. Setelah ada keputusan maka QA akan membuat memo kepada bagian marketing untuk pelaksanaannya disertai dengan laporan distribusi produk yang bersangkutan dan kepada bagian gudang agar bagian gudang obat jadi mengetahui dan mempersiapkan penerimaan kembalinya produk. Bagian pemasaran akan memberitahukan kepada distributor melalui telepon, telefax dan atau surat untuk membekukan dan menarik kembali obat yang bersangkutan. Dalam batas maksimum 1 minggu distributor harus segera melaporkan distribusi dari betsyang bersangkutan ke bagian yang pemasaran yang selanjutnya meneruskan ke bagian QA. Distributor pusat dan distributor cabang dalam waktu maksimum 1 bulan untuk memberikan laporan sisa produk yang masih ada baik di gudang distributor maupun pelanggan kepada bagian marketing melalui manajer komersial. Bagian pemasaran melalui manajer penjualan nasional bertanggung jawab dalam hal pemantauan terhadap penarikan kembali obat dari distributor. Apabila diperlukan pelaporan kepada Badan POM, maka apoteker

78 65 penanggung jawab akan memberikan laporan yang diperlukan. Untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan recall, dilakukan simulasi (mock recall), sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai waktu dan kesesuaian jumlah produk yang telah beredar dan produk yang berhasil di tarik kembali. Simulasi ini haruslah tidak mengganggu berjalannya proses penjualan dan harus dipilih produk yang dapat menggambarkan simulasi recall. Mock recall dilakukan minimal 2 tahun. Objek yang sering digunakan adalah hanya data, tapi dapat pula secara nyata mengumpulkan kembali produk tapi yang slow moving. Komite recall terdiri atas Direktur Manufacturing, Manager Sales dan Pemasaran, Mananger Scientific Affair, Manager Produksi, Head of Quality Operations, Manager QA selaku koordinator, Qualified Person, Manager QC, dan Manager Medikal. m. Technical Agreement Technical Agreement merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail kualitas dan kesesuaian (Compliance) serta tanggungjawab setiap bagian yang berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk. Kontrak tertulis ini dilakukan terhadap produk toll. Untuk bekerja sama dalam pembuatan obat berdasarkan kontrak, ada pihak pemberi kontrak (Toll Out Manufacturer) dan penerima kontrak (Toll In Manufacturer) (SOP Toll Manufacturing & Analysis, 2014). Pemberi kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang produknya diproduksi dan atau dianalisa oleh penerima kontrak toll. Penerima kontrak adalah perusahaan atau laboratorium yang menerima servis atau memproduksi dan atau analisis produk toll. Kontrak antar perusahaan tersebut tertuang dalam Supply Agreement, yang menggambarkan secara lengkap mengenai hak dan kewajiban pemberi dan penerima kontrak terhadap penyediaan atau pembebanan produk jadi, bahan pembantu, maupun bahan aktif (SOP, Toll Manufacturing Business 2014). Di samping Supply Agreement, tercakup dalam Quality Agreement atau Technical Agreement yang merupakan kontrak tertulis yang menggambarkan secara detail mengenai quality dan compliance serta tanggung jawab setiap bagian yang berhubungan dengan proses produksi dan kontrol kualitas produk. Quality Agreement atau Technical Agreement mencakup:

79 66 1. Deskripsi dan kesepakatan atas fasilitas produksi, bahan awal, dan bahan kemas, proses produksi, pengawasan, selama dan setelah produksi, penyimpanan bahan baku pembanding, dokumentasi, kerusakan produk dan kesalahan produksi. 2. Deskripsi produk 3. Contact person 4. Tanggung jawab dalam persediaan bahan awal dan bahan kemas 5. Tanggung jawab dalam pengawasan produksi dan kualitas 6. Spesifikasi yang telah disetujui terhadap produk atau RCF (Regulatory Compliance File)/ SFP (Specification of Finished Product) untuk produkproduk ekspor ke site Actavis yang lain Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/QC) Pengawasan mutu di PT. Actavis Indonesia dilakukan oleh bagian Pengawasan Mutu (Quality Control Department) yang berada di bawah departemen Quality Operation (QO). Standard Operating Procedure (SOP/ Protap) yang diterapkan pada departemen pengawasan mutu sebelumnya telah melalui persetujuan dari Head of Quality Operations. Departemen QC dipimpin oleh seorang Manajer Pengawasan Mutu (QC Manager) dan membawahi seorang Manajer Laboratorium (Laboratory Manager); Supervisor Spesifikasi dan Metode Analisa (Spesification & Analytical Method Supervisor); Supervisor Program Stabilitas dan Analisa Tren (Stability Program and Trend Analysis Supervisor); dan SupervisorSampling Bahan Baku dan Inspeksi Bahan Kemas (Sampling Raw Material & Packaging Material Inspection Supervisor). Manajer laboratorium membawahi group leader Laboratorium Mikrobiologi (Microbiology Laboratory Group Leader); Supervisor Laboratorium Kimia Umum (General Laboratory Supervisor); dan Supervisor Laboratorium Kimia Beta Laktam (BLF Chemical Laboratory Supervisor). Departemen QC terdiri dari 3 laboratorium, yaitu Laboratorium Kimia (General Chemical Laboratorium), Laboratorium Beta Laktam (BLF Chemical Laboratory), dan Laboratorium Mikrobiologi (Microbiology Laboratory).

80 67 Pengawasan Mutu menjadi bagian yang penting dari CPOB untuk memastikan bahwa tiap obat yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sesuai dengan yang tertera pada CPOB, bagian ini independen dan terpisah dari bagian lain, seperti bagian produksi. Departemen QC bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan pengendalian dalam kegiatan pengambilan contoh; pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan dan produk jadi; serta memberikan pelatihan yang berkaitan dengan QC; merencanakan pembelian peralatan QC serta melakukan perawatan dan kalibrasi peralatan QC yang telah ada; membuat dan melakukan revisi protap di QC; memeriksa dan memastikan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan, serta melakukan pengujian stabilitas produk yang telah maupun akan beredar di masyarakat. Tugas utama bagian pengawasan mutu adalah mengontrol kualitas dari bahan awal (bahan baku dan bahan kemas) sejak masuk ke gudang hingga menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan fisik, kimia, dan mikrobiologi. Bagian ini bertanggung jawab dalam menganalisa semua bahan baku dan produk jadi menggunakan metode analisis yang telah divalidasi oleh bagian Analytical Method, departemen R&D. Seluruh hasil kerja yang dilakukan didokumentasikan pada suatu Worksheet. Tugas bagian pengawasan mutu yang lainnya yaitu menangani hasil pengujian yang tidak memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Setelah dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara fisika, kimia, maupun mikrobiologi, ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir mengenai status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang seksama dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Hal disebut sebagai penyelidikan hasil uji diluar spesifikasi (HULS) atau penyelidikan hasil uji out of specification (OOS). Penyebab OOS dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu kesalahan laboratoriun (Lab. Error), kesalahan di luar proses (kesalahan operator, kegagalan

81 68 alat produksi, atau kesalahan sampling) serta kesalahan yang berhubungan dengan proses produksi. Langkah yang dilakukan jika terjadi OOS yaitu: 1. Melakukan investigasi kemungkinan terjadinya kesalahan di laboratorium misalnya preparasi sampel, pengenceran, perhitungan, peralatan, yang tidak terkalibrasi dan lain-lain. 2. Jika tidak ditemukan kesalahan di laboratorium maka dilakukan investigasi diperluas dengan cara memeriksa catatan bets dan data-data lain, atau kemungkinan ada kesalahan dalam proses produksi. Apabila terjadi OOS pada saat analisis maka hal yang harus dilakukan adalah segera menyiapkan laporan tertulis mengenai insiden yang terjadi. Tindakan lanjutan yang dapat diambil sesuai hasil pemeriksaan yang diperoleh, antara lain: 1. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang sudah released. 2. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa atau analis yang berbeda. 3. Membandingkan hasil pemeriksaan ulang dengan persyaratan test method dan metode kompendial. Bila masih ditemukan ketidaksesuaian (Non Conformance) maka dilakukan investigasi ke proses produksi mengenai asal dan penyebab utamanya. Setelah penyebab utama ditemukan selanjutnya dilakukan tindak lanjut (follow up) dan tindakan pencegahan (preventive action) oleh QA. Bila hasilnya masih menyimpang baik itu OOS dari kimia maupun mikrobiologi maka dibuat laporan terhadap kegagalan (Failure Investigation). a. Laboratorium Kimia Umum dan Laboratorium Kimia BLF (General Chemical Laboratory dan BLF Chemical Laboratory) Laboratorium kimia dipimpin oleh seorang manajer laboratorium yang dibantu dua orang supervisor dan satu orang group leader (General Laboratorium Supervisor, Beta Lactam Facilities Supervisor, dan Microbiology Laboratorium Group Leader) dan 11 orang analis. Tugas dari laboratorium kimia adalah untuk

82 69 melakukan analisis rutin secara fisika dan kimia sampel yang dapat berupa bahan baku (raw material), produk ruahan (bulk), dan produk jadi (finished goods). Pada Laboratorium Kimia Umum dilakukan segala proses mulai dari analisa bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan stability program untuk produk obat yang merupakan obat non beta laktam. Sedangkan pada Laboratorium Kimia BLF, dilakukan segala proses mulai dari analisa bahan baku, produk ruahan, produk jadi, sampai dengan stability program untuk produkproduk yang mengandung cincin beta laktam. Proses yang dilakukan sama dengan yang dilakukan di laboratorium kimia umum, hanya untuk produk beta laktam dilakukan di laboratorium tersendiri, agar tidak mencemari produk lainnya yang merupakan obat non beta laktam. Pemeriksaan sampel yang dilakukan oleh bagian laboratorium QC berdasarkan kepada spesifikasi dan metode analisa yang telah ditetapkan. Pemeriksaan bahan baku dimulai sejak diterimanya sampel dari petugas sampling bahan baku yang sebelumnya telah di check oleh Supervisor RM Sampling dan Inspeksi Bahan Kemas, kemudian supervisor bahan baku melakukan pemeriksaan dan mencocokkan kembali sampel bahan baku yang diterima tersebut dengan sampling checklist yang tersedia. Sampel dan checklist diperiksa kelengkapan dan kebenarannya yang meliputi tanggal penerimaan sampel, nama sampel, nomor bets, nomor wadah, nomor analisa, tanggal analisis serta nama analisis, semua dicatat pada log book yang tersedia. Setelah selesai dilakukan pencatatan maka selanjutnya sampel dapat dianalisis sesuai dengan spesifikasi dan metode analisa yang telah ditetapkan. Jika sampel tidak langsung dianalisis maka sampel tersebut disimpan pada ruangan tempat penyimpanan sampel untuk menunggu proses analisis lanjutan sesuai jadwal yang telah ditetapkan, ataupun berdasarkan permintaan dari pihak produksi. Ruang penerimaan sampel dan ruang tempat penyimpanan sampel juga melalui monitoring suhu dan kelembaban supaya tidak mempengaruhi mutu dari sampel. Setiap hasil analisa ditinjau kembali (review)oleh Quality Control Supervisor atau Group Leader yang kemudian hasilnya dimasukkan pada sistem Mfg Pro. Hal-hal yang di review meliputi nama sampel yang diperiksa, nomor

83 70 batch seluruh parameter yang dianalisa, serta hasil perhitungan yang diperoleh. Jika hasil telah ditinjau oleh supervisor selanjutnya laporan analisa diserahkan ke manajer laboratorium (laboratory manager) untuk melalui otorisasi sehingga bahan baku dapat dibebaskan (release) pada Mfg-Pro dan mencetak label berwarna hijau (APPROVED) yang merupakan penandaaan bahwa bahan baku tersebut sudah dapat digunakan untuk proses produksi. Namun apabila setelah review ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan maka dibuat laporan hasil uji diluar spesifikasi untuk selanjutnya dilakukan investigasi baik terhadap prosedur analisa, reagensia peralatan yang digunakanmaupun prosedur sampling. Berdasarkan hasil investigasi kemudian dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan, serta diberi keputusan terhadap status bahan baku tersebut. Jika keputusannya ditolak (reject) maka dibuatkan label merah dari sistem Mfg-Pro. Setelah bahan baku dinyatakan lulus maka sisa dari masing-masing sampel akan dimusnahkan. Pemusnahan sisa sampel bahan baku akan dilakukan oleh bagian EHS dengan pihak ketiga (pengolahan limbah) setelah sebelumnya dilakukan serah terima limbah dengan bagian EHS. Khusus untuk bahan penisilin (beta laktam), inaktivasi terlebih dahulu menggunakan larutan NaOH 2% sebelum serah terima limbah dilakukan. Untuk analisis produk ruahan dan produk jadi, dilakukan seperti halnya pada pemeriksaan bahan baku, dimana analisis produk ruahan dan produk jadi juga melewati proses penerimaan sampel, yang disesuaikan dengan sampling checklist, kemudian disimpan sementara saat menunggu proses analisis sesuai yang telah dijadwalkan. Proses analisa dilakukan berdasarkan sistem FIFO (first in first out) ataupun sesuai kebutuhan. Hasil analisa yang diperoleh di review oleh supervisor kemudian diberikan kepada manajer laboratorium untuk diotorisasi. Waktu yang diperlukan mulai dari sampel masuk hingga laporan keluar maksimal selama 7 hari. Untuk Program Stabilitas dan Analisis Tren (Stability Program and Trend Analysis) menangani antara lain pengujian stabilitas, tindak lanjut proses stabilitas, dan uji stabilitas produk yang sudah dipasarkan (on going stability), yang dikoordinatori oleh seorang Stability Program and Trend Analysis

84 71 Supervisor. Uji stabilitas adalah serangkaian pengujian yang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kestabilan produk farmasi sehingga waktu kadaluarsa dari produk yang dikemas dalam bahan tertentu dan pada kondisi penyimpanan tertentu dapat ditetapkan. Uji stabilitas produk jadi diuji dengan dua cara yaitu uji stabilitas dipercepat dan uji stabilitas jangka panjang. Pengujian stabilitas yang dilakukan pada PT. Actavis Indonesia disamping memperhatikan kondisi/iklim di Indonesia juga memperhatikan iklim pada Eropa karena beberapa obat yang diproduksi juga diekspor ke pasar Eropa. Uji stabilitas dilakukan jika terdapat produk baru (formula baru atau perubahan formula, bahan aktif dari manufacturer baru, dan/atau jenis kemasan primer baru), betsvalidasi proses, betsdengan penyimpangan critical atau major, produk transfer, stabilitas produk yang telah dipasarkan (on going stability), dilakukan minimal pada 1 betsper tahun, serta produk ruahan/antara (intermediate product). Kondisi penyimpanan produk terbagi menjadi dua macam uji stabilitas, yaitu dipercepat dan jangka panjang. Pada uji stabilitas dipercepat, chamber tempat penyimpanan produk yang ada di PT. Actavis Indonesia diatur kondisinya yaitu 40 C ± 2 C dengan tingkat kelembaban 75% ± 5%. Pengujian stabilitas ini dilakukan minimal pada 3 titik waktu termasuk titik awal dan akhir (misalnya 0, 3 dan 6 bulan) untuk penelitian selama 6 bulan. Kondisi penyimpanan untuk uji stabilitas jangka panjang (long term stability) dilakukan pada 2 kondisi, sesuai dengan zona negara, yaitu zona IV untuk ASEAN dan beberapa negara Asia dan zona II untuk Eropa. Kondisi pengujian untuk zona IV yaitu suhu penyimpanan 30 C ± 2 C dan tingkat kelembaban 75% ± 5%, sedangkan untuk zona II yaitu suhu penyimpanan 25 C ± 2 C dan tingkat kelembaban 60% ± 5%. Uji stabilitas jangka panjang dilakukan setiap 3 bulan selama tahun pertama, setiap 6 bulan untuk tahun kedua dan selanjutnya setahun sekali sepanjang masa edar yang diusulkan. Contoh pertinggal atau retained sample diambil dari tiap bets bahan baku (kecuali pelarut dan cairan yang mudah menguap) yang digunakan untuk proses produksi. Contoh pertinggal disimpan sampai 1 tahun setelah waktu daluarsa untuk tujuan peninjauan kembali kualitas suatu produk bila diperlukan dan hanya digunakan sebagai sampel pembanding dalam penanganan keluhan dari

85 72 konsumen. Sampel pertinggal bahan baku dibagi menjadi dua jenis yaitu zat berkhasiat dan zat tambahan. Pelarut seperti alkohol dan cairan yang mudah menguap tidak diambil contohnya untuk pertinggal. Jumlah contoh pertinggal yang diambil untuk tiap betsharus mencukupi untuk dilakukan minimal dua kali pemeriksaan lengkap dan disimpan pada kondisi penyimpanan yang telah ditentukan yaitu C. Wadah tersebut dapat berupa botol, wadah plastik atau alu-bag untuk contoh pertinggal. Wadah diberi label dilengkapi dengan nama bahan, nomor bets, tanggal pengambilan serta paraf. Contoh pertinggal didokumentasikan di dalam satu buku khusus (log book) sesuai jenis dan nomor urut untuk selanjutnya disimpan diruang penyimpanan selama 11 tahun. Jika penyimpanannya sudah melebihi 11 tahun maka contoh pertinggal dapat dimusnahkan. Penyimpanan dilakukan di ruang retained sample dan disimpan di rak berdasarkan nama/ kode produk dan jenisnya. Untuk produk psikotropika diletakkan dilemari khusus yang berada di ruang retained sample. Spesifikasi dan metode analisa bahan baku dibuat dengan mengacu pada farmakope (di PT. Actavis Indonesia acuan yang digunakan adalah European Pharmacopoeia), metode yang dikembangkan oleh New Product Development Department (NPD), master spesifikasi yang dapat berasal dari PT. Actavis Indonesia atau pihak ketiga (toll out). Spesifikasi dan metode analisa yang telah dibuat, ditinjau oleh manajer Quality Control Department dan disetujui oleh Quality Assurance Manager. Setelah disetujui, spesifikasi dan metode analisa yang dibuat diinput ke dalam sistem dan didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang telah disetujui berlaku selama lima tahun sejak tanggal berlaku dokumen tersebut (valid date) ditetapkan. Tanggal berlaku (valid date) paling lambat ditetapkan tujuh hari setelah dokumen siap didistribusikan. Dokumen spesifikasi dan metode analisa versi sebelumnya akan disimpan selama 11 tahun sejak dokumen dinyatakan tidak berlaku. Dokumen spesifikasi dan metode analisa yang sudah tidak digunakan lagi akan disimpan selama enam tahun sejak bahan baku dinyatakan tidak digunakan lagi. Dokumen spesifikasi dan metode analisis bahan baku direvisi saat tiga bulan sebelum jatuh tempo tanggal berlaku dokumen berakhir. Namun, spesifikasi dan metode analisis tersebut juga harus direvisi untuk disesuaikan dengan farmakope

86 73 edisi terbaru (European Pharmacopoeia), dimana perubahan tersebut harus disesuaikan juga dengan kemampuan laboratorium. Selain berdasarkan farmakope, perubahan pada spesifikasi dan metode analisa juga dapat terjadi jika ada perubahan metode analisa yang dikembangkan oleh NPD ataupun perubahan limit pada saat scale up dari skala laboratorium ke skala produksi. Hal pertama yang dilakukan sebelum membuat revisi spesifikasi dan metode analisa adalah membuat gap analysis dengan membandingkan parameter pada spesifikasi lama yang akan direvisi dengan parameter pada farmakope terbaru. Jika terdapat perubahan, maka dilakukan pengecekan dan verifikasi terhadap kemampuan atau ketersediaan alat dan bahan di pabrik, kemudian, dibuat usulan perubahan dalam bentuk Change Control. Setelah Change Control disetujui, spesifikasi dan metode analisis yang baru dibuat. Jika tidak disetujui, maka QC akan memberikan usulan perbaikan untuk ditinjak lanjuti, dan jika diperlukan akan dimasukkan ke dalam CAPA (Corrective Action Preventive Action). b. Laboratorium Mikrobiologi Laboratorium mikrobiologi di bawah pengawasan manajer laboratorium yang dalam tugasnya dibantu oleh seorang orang group leader, dua orang analis dan seorang laboran. Tugas dari laboratorium mikrobiologi ini adalah melakukan uji kontaminasi mikroorganisme baik pada bahan baku, produk ruahan (bulk), maupun obat jadi setelah dikemas (after fill), stabilitas sampel, serta melakukan uji potensi pada antibiotik dan vitamin. Laboratorium biologi juga membantu dalam proses validasi dalam hal pemantauan mikroba dalam ruangan produksi. Selain itu, laboratorium mikrobiologi juga melakukan pemantauan lingkungan secara rutin/terjadwal baik di area produksi maupun di laboratorium mikrobiologi sendiri yang meliputi pemantauan udara permukaan maupun uji kontaminasi penisilin (pada area bukan produksi penisilin). Kondisi yang harus diperhatikan di dalam laboratorium mikrobiologi adalah perbedaan tekanan antar ruang, menggunakan aliran udara laminair air flow, dan biohazard cabinet untuk bahan-bahan yang toksik.

87 74 c. Packaging Material Inspector & Raw Material Sampling Dimulai sejak diterimanya checklist penerimaan barangdari gudang, yang kemudian diperiksa kembali oleh supervisor. Bahan baku yang diambil untuk keperluan analisis haruslah mewakili dari jumlah yang diterima. Setiap bahan baku yang diterima harus dilakukan pengambilan contohnya untuk dilakukan analisis dan diputuskan apakah bahan baku tersebut dapat direlease atau direject. Pengambilan bahan baku harus ditangani dengan benar supaya dapat terhindar dari pencemaran oleh mikroba dan pencemaran silang. Waktu sampling dilakukan berdasarkan kebutuhan dan FIFO (First In First Out) dengan waktu tunggu maksimal 5 hari. Tabel 3.1. Pengambilan contoh bahan kemas Jumlah Contoh Jumlah yang diterima (N) Inspeksi level II (n1) Inspeksi level III (n2) Jumlah Contoh Jumlah yang diterima (N) Inspeksi level II (n1) Inspeksi level III (n2) atau lebih

88 75 Pengambilan contoh bahan baku dilakukan oleh seorang petugas sampling (raw material inspector). Sebelum melakukan pengambilan contoh, maka petugas sampling menerima checklist dari bagian gudang. Selanjutnya petugas sampling melakukan perencanaan dan pengambilan contoh dan pemeriksaan secara visual terhadap semua wadah dan label material yang diterima. Untuk identifikasi material sampel diambil dari semua wadah dan untuk pemeriksaan lengkap dilakukan pencampuran dari sampel yang telah diambil. Hasil sampling kemudian dimasukkan ke sistem Mfg-Pro dalam bentuk Quality Order (QO) dan bila dinyatakan memenuhi syarat maka pada sampel dapat diberikan label RELEASE dengan label warna hijau. Pengambilan contoh bahan kemas yang akan diperiksa dilakukan secara random/acak. Prosedur samplingnya hampir sama dengan pengambilan contoh bahan baku. Jumlah wadah dari lot yang sama yang akan dibuka untuk diambil contohnya dihitung berdasarkan Military Standard 105E, Inspection Level II (n1), dan Inspection Level III (n2). Pengambilan contoh bahan baku dilakukan terhadap semua wadah kecuali untuk bahan baku yang higroskopis dan vitamin. Tabel 3.2. Perbedaan n1 dan n2 No n1 n2 1 Pemasok baru 2 Desain baru 3 Produk baru 4 Pemasok lama yang tidak lolos inspeksi pada pengiriman Pemasok lama yang telah terbukti 5 sebelumnya kali pengiriman lolos inspeksi. 5 Bahan kemas yang sedang diinspeksi tetapi diketemukan cacat lebih besar dari acceptance number-nya, diambil contoh ulang sebanyak n2.

89 76 Untuk menghindari terjadinya kontaminasi dalam kegiatan pengambilan contoh maka ruang pengambilan contoh harus dilakukan pembersihan dan sanitasi. Pembersihan ini pun perlu dilakukan validasi oleh departmen QA. Adapun tujuannya yaitu agar terpelihara lingkungan yang aman dari cemaran mikroba, mencegah terjadinya pencemaran oleh debu dan cemaran lain yang dapat mengubah identitas, mutu/kemurnian bahan baku dan memastikan bahwa alat-alat pembersih dan pengambilan contoh dalam keadaan bersih dan tidak menjadi sumber pencemaran terhadap bahan baku yang akan diambil contohnya. Kegiatan pemantauan serta pembersihan/sanitasi yang dilakukan yaitu pemantauan HEPA FILTER, kegiatan sanitasi biasa serta sanitasi total. Dalam kegiatan sanitasi total, maka bagian-bagian ruang sampling yang dibersihkan meliputi lantai, dinding, kaca pintu & jendela, LAF, tirai LAF, pre filter pada LAF, lampu, langit-langit, tutup AC, Trolley, lemari serta meja stainless. Kegiatan sanitasi total biasanya dilakukan setelah pengambilan sampel yang berwarna seperti tetrasiklin, doksisiklin (berwarna kuning) serta yang sedikit berbau seperti riboflavin. Setelah selesai sanitasi maka diberi penandaan/label BERSIH pengambilan contoh telah selesai disanitasi tetapi tidak dipakai dalam 2 hari kerja maka harus dilakukan sanitasi rutin/biasa sebelum digunakan. Selanjutnya pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas bahan pengemas (inspector packaging material) yaitu pemeriksaan terhadap bahan kemas baik primer maupun sekunder. Contoh bahan kemas primer yaitu kapsul, botol, aluminium foil, sedangkan bahan kemas sekunder yaitu karton atau box obat. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan terhadap brosur obat. Parameter yang diperiksa dari kemasan sekunder dan leaflet meliputi kelengkapan informasi, besar huruf, warna, kesesuaian rancangan serta berat dari kertas. Kalibrasi dan validasi metode analisis dilakukan sesuai jadwal untuk menjamin agar peralatan dan metode analisa yang digunakan memberikan hasil pengukuran yang tepat. Peralatan yang digunakan untuk analisis selalu dalam keadaan terkalibrasi. Jika ada alat yang belum dikalibrasi, alat tersebut tidak boleh digunakan. Pada setiap alat ditempel label yang menandakan kondisi alat, tanggal kalibrasi terakhir, dan tanggal kalibrasi selanjutnya. Dengan adanya label tersebut,

90 77 dapat dicegah penggunaan alat yang tidak terkalibrasi. Selain itu, terdapat pula Prosedur Tetap untuk semua alat di Laboratorium Pengawasan Mutu. Prosedur Tetap pengoperasian alat selalu diletakkan di dekat alat untuk memudahkan operator atau personel lain dalam menggunakan alat yang bersangkutan. Hal ini juga untuk menghindari adanya kesalahan. Alat pelindung diri disediakan untuk keselamatan personil, seperti masker, kaca mata pelindung, sarung tangan, dan pembasuh mata dan shower. Baku pembanding disimpan dalam kondisi yang sesuai. Pada wadahnya terdapat label informasi mengenai nama zat, nama penyalur, kadar, tanggal bahan datang, dan jenis stok. Hal ini telah sesuai dengan aturan CPOB. Ruang laboratorium untuk pemeriksaan di bagian Pengawasan Mutu telah sesuai dengan aturan CPOB, seperti persyaratan spesifikasi ruangan, desain ruangan, dan tempat pembuangan limbah. Laboratorium memiliki letak yang terpisah dengan ruang produksi. Laboratorium mikrobiologi dan kimia beta laktam juga terpisah dari laboratorium lain. Laboratorium ini juga telah dilengkapi dengan peralatan dan bahan yang berkaitan dalam hal pengujian mutu obat Departemen Scientific Affair/SCA Departemen Scientific Affair (SCA) merupakan suatu departemen yang terbagi atastiga bagian, yatu bagian Medical Affair, Regulatory Affair Indonesia, APRO (Asia Pasific Regional Office) Regulatory Affair. Tugas dan tanggung jawabmedical Affairadalah memberikan pelayanan informasi medis untuk divisi sales & marketingdan pelanggan (literatur, materi promosi); membantu divisisales & marketingdalam hal training pengetahuan medis untuk tenaga lapangan baru / penyegaran kembali pengetahuan medis untuk tenaga lapangan lama, training pengetahuan medis dan pengetahuan produk untuk produk yang baru akan diluncurkan (launching); menjalankan sistem Pharmacovigilance, beserta pelaporan dan kegiatan pemantauannya; melakukan koordinasi uji BA atau BE apabila dipersyaratkan oleh Badan POM.Regulatory Indonesia terbagi menjadi 5 bagian yakni registrasi produk-produk OTC, registrasi produk-produk ethical, registrasi produk-produk rumah sakit (bentuk sediaan injeksi, registrasi produk ekspor & product transfer.

91 78 Aktivitas Regulatory Affairs Indonesia dimulai setelah produk mendapat persetujuan dari pihak manejemen untuk diluncurkan/ dipasarkan di Indonesia. Setelah dilakukan proses market research oleh Departemen Bussiness DevelopmentRA Indonesia akan mulai menyiapkan dokumen resgistrasi yang diperlukan dari seluruh departemen terkait (R&D, QC, QA, pembelian, dll). Dokumen registrasi yang sudah dievaluasi oleh Badan POM akan mendapatkan NIE (Nomor Izin Edar). Persetujuan NIE tersebut akan diinformasikan ke seluruh departemen terkait (Pembelian, QC, QA, R&D, Produksi, Marketing) untuk dilakukan persiapan launching/peluncuran produk. Proses persiapan peluncuran produk baru dikoordinasi oleh Departemen Bussiness Development. RA Indonesia juga menyiapkan rancangan kemasan produk baru terkait proses launching/peluncuran produk yang akan dilakukan. Regulatory Affair Indonesia juga menangani Registrasi Produk Ekspor dan Produk Transfer, dimana RA Indonesia bertugas menyiapkan dokumen yang dibutuhkan untuk negara tujuan ekspor. Regulatory Affairs APRO (Asia Pasific Regional Officer) bertugas menangani registrasi ke negara-negara Asia Pasifik termasuk ASEAN. Medicalaffairs, bertugas membantu marketing saat akan launching produk baru dengan memberikan pelatihan dan informasi mengenai produk terutama yang berhubungan dengan data-data di bidang medik (product knowledge) kepada para medical representatives. Informasi tersebut akan digunakan untuk mempromosikan produk obat kepada para dokter atau tenaga kesehatan lain. Bagian medical affairs juga bertugas dalam pharmacovigilance yang menangani pemantauan keamanan obat yg sudah beredar di pasaran seperti bila ada komplain mengenai efek samping obat Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk (Research anddevelopment Department) Sebelumnya, Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk hanya terdiri dari satu bagian yaitu Product Development. Mulai tahun 2012, departemen ini telah dibagi menjadi dua bagian, yaitutechnology Transfer dan Analytical Method Development. Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk di PT. Actavis Indonesia secara garis besar memiliki 4 kegiatan utama, yaitu formulasi

92 79 produk obat, pembuatan metode analisis yang tepat, penjaminan mutu kegiatan penelitian dan pengembangan produk, serta monitoring produk jadi. Kegiatan dari departemen ini terfokus untuk mengembangkan produk generik dan copy, bukan untuk mencari zat kimia baru (new chemical entity). Hal ini dikarenakan kebijakan PT. Actavis Indonesia yang memfokuskan diri pada produk obat generik dan copy. Produk yang akan dikembangkan diperoleh dari bagian pemasaran (business development). Dalam hal ini, bagian pemasaran sudah mempunyai rencana produk-produk apa saja yang akan diluncurkan ke pasar dalam 3 tahun ke depan. Rencana tersebut direalisasikan oleh Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk untuk mengembangkan formula agar menghasilkan produk yang aman, berkhasiat, dan berkualitas. Pertemuan/meeting koordinasi dilaksanakan setiap bulan sekali, dengan pembahasan hasil pengembangan produk serta informasi tambahan terkait analisis pasar teraktual. Pengembangan suatu produk dapat dihentikan jika hasil analisis pasar yang diperoleh bahwa pasar sudah tidak lagi mendukung dikembangkannya produk terkait. Kegiatan formulasi produk obat dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah bagian product development yang produknya ditujukan pada pasar nasional. Bagian kedua adalah technology transfer yang produknya ditujukan pada pasar internasional. Perbedaan yang paling spesifik adalah pada product development formula dikembangkan sendiri berdasarkan literatur yang tersedia, sedangkan pada technology transfer, formula produk didapatkan dari Actavis Global. Pada technology transfer juga metode analisis yang digunakan hanya perlu disesuaikan saja (verifikasi) tanpa harus kesusahan menemukan metode baru(full validation) dan pada saat registrasi, bagi obat-obat yang memerlukan uji bioekuivalensi tidak perlu lagi dilakukan uji tersebut. Namun, gap analysis tetap perlu dilakukan Alur Kerja Pengembangan Produk a. Perencanaan Pengembangan formula diawali dari permintaan yang diinginkan oleh Business Development menggunakan Form Usulan Product Development (FUPD). Dari permintaan tersebut, Departemen Penelitian dan Pengembangan

93 80 Produk melakukan studi literatur terkait formulasi sediaan tersebut (untuk product development) atau meminta Technical Data Package (untuk technology transfer). Formula yang telah dirancang, akan dilakukan trial pada skala laboratorium untuk memperoleh data awal secara lengkap. Sebelum dilakukan trial, bahan-bahan yang dibutuhkan dirinci terlebih dahulu dan diserahkan kepada bagian Purchasing. Setelah barang datang, dilakukan pengujian oleh bagian analytical development. Setelah material dinyatakan lolos uji, proses trial dapat dijalankan. b. Pengembangan Produk Pelaksanaan rencana pengembangan produk dimulai dari trial atau produksi skala laboratorium. Berdasarkan data yang diperoleh dilakukan evaluasi, dan dilanjutkan dengan proses optimasi, terutama pada granulasi basah. Dalam optimasi ini dilakukan variasi, baik cara maupun jumlah material yang digunakan sehingga didapatkan hasil yang terbaik. Hasil optimasi dibuat laporan, yang mendasari proses selanjutnya, yaitu proses validasi. Proses validasi bertujuan untuk membuat langkah kerja produksi/ standar prosedur operasional. Hasil yang sudah sesuai dengan harapan dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya, formula tersebut dapat segera dilakukan dalam skala produksi dengan persetujuan Operation Director dan Head of Technology Transfer. Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk kemudian membuat Master Production dan Process Control Record (MPPCR) yang disetujui oleh QA dan diserahkan kepada produksi untuk dilakukan produksi produk skala besar. c. Monitoring Produk Jadi Produk yang telah diproduksi tersebut, akan tetap dimonitor perkembangannya. Bagian yang paling berperan dalam proses ini adalah Product Lifecycle. Dalam perjalanannya, produk tersebut dapat dilakukan perubahan. Perubahan yang dimaksud antara lain mencakup peningkatan atau pengurangan ukuran bets, perubahan sumber bahan baku, penghentian produksi obat, dan sebagainya.

94 81 d. Penjaminan Mutu Bagian Penjaminan Mutu dari Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk bertugas menjaga agar dalam proses pengembangan mutu, produk yang dihasilkan tetap berkualitas. Hal yang dilakukan antara lain penetapan standar kerja (SOP), review dokumen, inspeksi laboratorium dan pelaksanaan pengembangan produk tahap small scale, dan penanganan CAPA Alur Kerja Pengembangan Metode Analisis Sebelum pengembangan metoda analisa, bagian Analytical Method (AM) melakukan evaluasi sebagai berikut: a. Spesifikasi dan metoda analisa yang ada pada kompendial resmi, misalnya: European Pharmacopoeia, British Pharmacopoeia, United States Pharmacopoeia, dsb. b. Informasi sifat-sifat bahan aktif dan eksipien yang digunakan, misalnya: kelarutan, toksisitas, stabilitas, dsb. c. Kesesuaian metoda analisa yang dikembangkan dengan alat-alat yang ada d. Mencari dari literatur lain bila data pada kompendial resmi tidak lengkap, misalnya: jurnal, artikel, Drug Master File, Clarke s, dsb. Hasil evaluasi tersebut kemudian disimpan sebagai acuan dan dilakukan Full Validation Method. Proses Pengembangan Metoda Analisa dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: a. Mencari supplier reagen, kolom, reference standard dan alat-alat untuk pengembangan metoda analisa b. Tahap trial metoda analisa c. Tahap validasi : 1. Pembuatan protokol validasi 2. Pengerjaan validasi 3. Pembuatan laporan validasi Bagian Analytical Method mengeluarkan data-data spesifikasi untuk produk jadi yang datanya diperoleh dari serangkaian proses pengujian produk yang dikembangkan dan memberikan acuan mengenai spesifikasi hingga shelf life produk.

95 Departemen Teknik dan EHS (Engineering and EHS Department) Di PT. Actavis Indonesia departemen engineering dan EHS berada dalam departemen yang sama. Departemen ini dipimpin oleh seorang Head of Engineering and EHS Department. Departemen ini terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu Maintenance Support, Document and Instrument Control dan EHS (Environment, Health, and Safety). Maintenance Manager membawahimaintenance Supervisor dan Utility Supervisor Departemen Teknik (Engineering) Ruang lingkup kegiatan dari departemen engineering yaitu perbaikan dan pemeliharaan pada mesin dan utility (seperti sistem HVAC), kalibrasi, commissioning, dan juga kegiatan dokumentasi yang berhubungan dengan teknik. Bagian utility berfokus kepada purified water, compress air, HVAC, steam, dan boiler. Bagian maintenance berfokus kepada mesin-mesin produksi (preventive dan corective). Apabila terjadi kerusakan mendadak maka termasuk dalam job order. Departemen Engineering juga bekerja sama dengan departemen QA dalam hal kualifikasi mesin dari awal commissioning hingga tahapperformance Qualification (PQ). a. HVAC HVAC merupakan singkatan dari heating, ventilation system, dan air conditioning atau sistem tata udara yang bertujuan untuk mengkondisikan suatu lingkungan kerja agar sesuai dengan proses kerja yang diinginkan. Secara spesifik, sistem tata udara dimaksudkan mempunyai kriteria untuk dapat mengatur dan menyesuaikan temperatur, mengatur dan menyesuaikan kelembaban udara, memberikan pertukaran udara yang baik dan mengedarkan kembali udara dalam ruangan, serta menyaring dan membersihkan udara. Pemilihan sistem tata udara yang tepat guna harus disesuaikan dengan fungsi ruangan, proses kerja di dalam ruangan, dimensi ruangan yang tersedia, faktor lingkungan termasuk jumlah pekerja, peralatan yang terdapat dalam ruangan yang dapat merupakan sumber panas, letak ruangan, material pembentuk

96 83 ruangan, jendela, dan arah terhadap matahari. AHU (Air Handling Unit) merupakan suatu sistem kontrol udara sehingga udara yang dihasilkan dalam area produksi berkualitas dan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Sistem ini berperan penting dalam pengaturan kualitas udara, aliran udara, dan perbedaan tekanan antar ruang. AHU di PT. Actavis Indonesia dibagi dalam beberapa bagian dimana tiap bagiannya mengontrol ruangan-ruangan tertentu. Kualitas udara memiliki beberapa parameter yang dapat dikontrol seperti temperatur, RH, tekanan, dan jumlah partikel. Spesifikasi yang diharapkan pada AHU area laboratorium mikrobiologi yang ada di PT. Actavis Indonesia yaitu menghasilkan pertukaran udara > 120 kali per jam untuk kelas 100 dan > 20 kali per jam untuk kelas , dengan temperatur ruangan antara C, dan kecepatan aliran udara 0,3-0,36 m/detik. Sedangkan spesifikasi yang diharapkan pada AHU area produksi penisilin, non penisilin, dan topikal adalah mampu menghasilkan pertukaran udara 5-20 kali per jam, dengan perbedaan tekanan antar koridor dan ruang proses sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan, serta temperatur ruangan antara C. Untuk menyaring udara selama proses produksi, digunakan HEPA filter yang memiliki kemampuan untuk menahan partikel (efisiensi) 99,95% dan 99,997% terhadap partikel yang berdiameter > 0,4 mikron. Untuk mendukung kerja HEPA, dipasang prefilter dengan efisiensi 30-35% dan medium filter yang memiliki efisiensi 90-95%. Pemeriksaan HEPA filter dilakukan dengan cara pengukuran jumlah partikel (partikel count), uji kebocoran/leak test (integrity test) dan pemeriksaan kecepatan aliran udara (air flow velocity). Pemeriksaan kebocoran/integrity test yang dilakukan setelah pemasangan terdiri dari 3 objek, yaitu pemeriksaan kebocoran pada media (material filter), pada frame, dan pada seal. Pemeriksaan kebocoran dilakukan dengan cara mengukur jumlah partikel (partikel count) untuk mengetahui jumlah partikel di udara. Pemeriksaan kecepatan aliran udara (air flow velocity) bertujuan untuk memeriksa kemampuan penyapuan udara (sweeping action) yang berpengaruh terhadap pola aliran udara serta untuk mengetahui tingkat kemampatan filter. Penggunaan filter tersebut dalam AHU tergantung dari persyaratan kondisi ruangan yang dibutuhkan pada area abu-abu dan area produksi. Pada area abu-abu

97 84 penisilin dapat digunakan prefilter saja, prefilter bersama medium filter, atau ketiga jenis filter tersebut yang didasarkan atas apakah proses yang dilaksanakan di ruang tersebut berkontak langsung dengan produk atau tidak. Misalnya, untuk proses tabletting dan capsule filling digunakan ketiga jenis filter tersebut. Di area produksi padat non penisilin, ruang granulasi, dan capsule filling/tabletting memakai ketiga jenis filter, sementara untuk area produksi sediaan liquid cukup menggunakan prefilter dan medium filter. Sedangkan pada daerah pengemasan cukup menggunakan prefilter saja. Ruangan-ruangan pada tempat produksi sediaan topikal umumnya menggunakan prefilter dan medium filter. Setiap area memiliki AHU yang terpisah dan tersendiri. Sistem penyaring udara seperti prefilter dan medium filter dengan efisiensi standar untuk produksi penisilin amat diperhatikan. Kebanyakan ruangan produksi memiliki AHU tersendiri dengan tekanan yang diatur berbeda untuk tiap ruangan dan dimonitor. Dalam beberapa ruangan, khususnya ruang penyangga, terdapat blower tambahan untuk menjaga agar tekanan di koridor lebih besar daripada ruang proses. Ruangan maupun peralatan non penisilin harus dalam keadaan bebas kontaminasi penisilin, karena senyawa ini berbahaya terhadap lingkungan. Untuk menjamin bahwa ruangan maupun peralatan dalam keadaan bebas kontaminasi penisilin, maka harus dilakukan uji kontaminasi penisilin terlebih dahulu. Untuk menjamin efisiensi dari filter yang dipakai maka selalu dilakukan pemantauan secara berkala dengan menggunakan differential pressure gauge, particle counter, room pressure, serta pengukuran kontaminasi mikroba. Metode pemantauannya antara lain kebersihan partikel udara menggunakan particle counter dan kebersihan kontaminasi mikroba. Pemeriksaan kebersihan yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut mencakup pemeriksaan keberhasilan partikel dan kebersihan kontaminasi mikroba menggunakan cara hapus, cawan petri, dan contoh makanan. Air lock atau ruang penyangga merupakan ruang antara yang memisahkan 2 area dengan tingkat kebersihan yang berbeda. Setiap bahan, alat maupun personalia yang akan masuk/keluar dari area yang satu ke area yang lain harus melalui ruang penyangga. Untuk memasuki ruangan yang lebih bersih ruangan sebelumnya, dibedakan menjadi 2 jalur, yaitu untuk personil melalui ruang

98 85 penyangga personil dan untuk barang melalui ruang penyangga bahan. Fungsi ruang penyangga yaitu memisahkan 2 tingkat kebersihan yang berbeda sehingga tidak hubungan langsung antara udara bersih dengan udara kotor, misalnya antara area hitam dengan area abu-abu. Setiap personil, barang, mesin, atau peralatan yang akan memasuki area abu-abu harus melewati ruang penyangga. Antara ruang produksi yang dikategorikan area abu-abu dan black area terdapat suatu ruang penyangga. Untuk memperoleh tekanan yang lebih positif pada ruang penyangga, terdapat blower yang dilengkapi dengan filter efisiensi 90-95%. Perbedaan tekanan dimonitor oleh suatu alat bernama differential pressure gauge (magnehelic). Di area penisilin, ruang penyangga amat berperan agar daerah yang lebih bersih tidak langsung berhubungan dengan udara dengan tingkat kebersihan rendah dan daerah produksi penisilin tidak berhubungan langsung dengan daerah non penisilin, untuk mencegah pencemaran penisilin keluar. b. Kalibrasi Kalibrasi adalah suatu tindakan untuk memastikan kebenaran nilai-nilai yang ditunjukkan oleh alat atau sistem pengukuran dengan cara membandingkan dengan nilai kebenaran konvensional yang diwakili oleh standar ukur yang memiliki kemampuan telusur ke standar nasional atau internasional. Kalibrator primer yang dimiliki oleh perusahaan adalah kalibrator yang telah dikalibrasi terhadap standar kalibrasi eksternal dengan akurasi dan presisi yang lebih tinggi yang mana ketelusurannya jelas serta dilengkapi dengan sertifikat yang menyatakan hasil pengukuran alat. Kalibrator eksternal ini harus sudah memiliki sertifikat KAN. Laboratorium kalibrasi yang terakreditasi dan digunakan oleh PT.Actavis Indonesia antara lain: PPMB, LIPI, Balai Metrologi, serta beberapa institusi yang berada di luar negeri. Kategori alat ukur dapat dipilih menjadi alat ukur yang berkaitan dengan suatu proses dan alat ukur yang bersifat indikator. Untuk alat ukur yang berkaitan dengan suatu proses, alat itu harus dikalibrasi berkala. Suatu alat ukur dirancang dengan spesifikasi tertentu. Tetapi dengan berjalannya waktu, karakteristik dari alat tersebut dapat berubah atau menyimpang karena aus, kotoran, bahkan mungkin saat transportasi. Untuk mencegah kesalahan yang diakibatkan karena

99 86 penyimpangan karakteristik tersebut, alat ukur harus selalu dirawat dan dikalibrasi secara teratur. Dengan kalibrasi, karakteristik suatu alat dapat dipantau, penyimpangannya dapat diketahui dan dapat dikoreksi. Kalibrasi terhadap suatu alat dilakukan berdasarkan jadwal yang sudah ditetapkan. Semakin sering alat digunakan, semakin tinggi frekuensi kalibrasi ulangnya. Alat ukur atau instrumen harus diberi label yang menunjukkan status kalibrasi dan laporan hasil kalibrasi harus disimpan sedikitnya selama 2 tahun. Bila alat ukur atau instrumen tidak memenuhi syarat, maka label yang sesuai dengan kondisi tersebut harus dicantumkan atau ditempelkan. c. Pengolahan purified water Sumber air utama yang digunakan PT. Actavis Indonesia adalah air bawah tanah dan sebagai sumber cadangan digunakan air PAM. Air PAM ini juga dimanfaatkan sebagai air kran (tap water). Air yang digunakan PT. Actavis Indonesia harus diolah terlebih dahulu. Tahap pertama pengolahan Purified Water yaitu dengan melewatkan air bawah tanah pada tank bawah tanah ke sand filter. Tahap kedua adalah dengan melewatkan air pada karbon aktif (carbon filter). Selanjutnya, air akan melewati penukar kation anion (deionizer Culligan PS-24) untuk menghilangkan kandungan anion maupun kation yang terdapat dalam air. Kemudian air dilewatkan cahaya UV yang berfungsi sebagai desinfektan, lalu dilewatkan berturut-turut melalui 3 filter. Proses penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk menyaring mikrobamikroba yang sudah mati saat dilewatkan dari sinar UV. Selanjutnya, air difilter dengan saringan 10 mikron dan 5 mikron, dan hasil penyaringan akan dimurnikan dengan reverse osmosis dan hasilnya dialirkan ke electrodeionizer dan masuk ke sistem looping air yang dimurnikan. Purified water dipergunakan untuk bahan baku produk atau untuk membersihkan wadah produk Departemen EHS (Environmental, Health and Safety) Dengan berpedoman pada salah satu misi PT. Actavis Indonesia berkaitan dengan aturan kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan (K3&L), departemen EHS PT. Actavis Indonesia mempunyai visi untuk berkomitmen memperhatikan

100 87 keselamatan kerja di semua strategi bisnis untuk melindungi lingkungan dan untuk mencapai keselamatan dan kesehatan serta kesejahteraan karyawan. Departemen EHS dari PT. Actavis Indonesia, memiliki dua komitmen utama, yaitu: a. Menghasilkan dan menjual produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan memenuhi aturan persyaratan regulasi secara konsisten Quality. b. Kami berkomitmen untuk melakukan operasi perusahaan yang ramah lingkungan, menyediakan lingkungan yang aman dan sehat bagi semua pemangku kepentingan dengan memenuhi semua aturan dan secara terus menerus meningkatkan proses di seluruh organisasi. Pelaksanaan bidang kesehatan karyawan berupa penyediaan klinik, dokter, Jamsostek, dan P3K. Sedangkan kegiatan yang dilakukan antara lain pre employee medical check up untuk karyawan baru dan kegiatan pemeriksaan medical check up berkala yaitu 1 tahun sekali untuk seluruh karyawan. Selain itu, EHS juga menangani kejadian kecelakaan kerja, pemeriksaan kualitas dan lingkungan kerja, penyediaan makan siang, penyediaan toilet, dan lain-lain. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit akibat kerja. Penyebab kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya tindakan tidak aman (unsafe action) yang merupakan tindakan manusia berupa pelanggaran terhadap prosedur keselamatan kerja, adanya kondisi tidak aman (unsafe condition) yaitu suatu keadaan yang mungkin dapat menyebabkan kecelakaan, serta adanya kondisi gabungan yang merupakan gabungan dari keduanya (unsafeaction dan unsafe condition). Setiap kecelakaan kerja yang terjadi dilaporkan ke EHS melaui formulir yang tersedia. Tujuan pelaporan ini agar EHS dapat memantau jenis kecelakaan yang terjadi dan berusaha untuk mengurangi atau bahkan mencegah kecelakaan tidak terulang lagi. Peran departemen EHS di bidang perlindungan terhadap lingkungan antara lain berkaitan dengan pengolahan limbah. Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, laboratorium, maupun domestik. Pengolahan limbah dilakukan agar limbah yang dihasilkan aman bagi lingkungan. Pemeriksaan limbah ini dilakukan baik secara kimia, fisika, atau biologi dan dilakukan secara teratur. Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila

101 88 memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lainlain, yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3. Limbah yang termasuk golongan bahan berbahaya dan beracun (B3) tersebut dikumpulkan dan disimpan dalam wadah terpisah untuk kemudian diangkut (transporter B3). Berdasarkan karakteristiknya limbah PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 3 macam, yaitu limbah padat, cair, dan limbah penisillin. a. Limbah Cair Limbah cair PT. Actavis berasal dari produksi, laboratorium dan sebagian domestik. Pengolahan limbah cair dilakukan melalui IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah) agar limbah industri maupun air limbah domestik PT. Actavis Indonesia layak dibuang ke saluran umum (Sungai Kalibaru/Cipinang) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Teknik pengolahan limbah cair PT. Actavis dibedakan menjadi 3 yaitu pengolahan fisika, kimia, dan biologi. Penjelasan singkat mengenai proses pengelolahan limbah cair PT. Actavis Indonesia, sebagai berikut: Pengelolaan limbah secara fisika dan kimia pada kolam I. Limbah cair masuk ke kolam I dengan kapasitas 10 m³. Pada kolam I terjadi proses pengumpulan dan homogenisasi limbah (equalisasi), pemisahan minyak dari kotoran yang mengambang (oil separator), proses sedimentasi dan proses penetralan limbah (netralisasi) untuk mendapatkan ph 6 9. Apabila ph dibawah 6 maka ditambahkan NaOH, bila ph diatas 9 maka ditambahkan HCl. Kotoran yang mengambang diangkat, sedangkan lumpur akan tersedimentasi atau mengendap. Endapan kemudian dipompa dan disaring melalui filter I untuk selanjutnya dipompa masuk ke kolam 2. Pengelolaan limbah secara biologis pada kolam 2. Kolam 2 mempunyai kapasitas 350 m³. Pada kolam 2 dilakukan proses aerasi, yaitu mengalirkan oksigen dengan menggunakan aerator. Aerator yang terdapat pada kolam 2 berjumlah 2 unit. Proses aerasi ini mempunyai tujuan untuk memberikan suplai oksigen kepada bakteri aerob, yaitu bakteri yang dibutuhkan untuk menguraikan limbah. Bakteri ini diperoleh dari penambahan lumpur akrif (active slug). Pada

102 89 kolam 2 dilakukan peninjauan terhadap Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD). Limbah dari kolam 2 dialiri (overflow) ke kolam 3 yang mempunyai kapasitas 150 m³. Pada kolam ini juga dilakukan proses aerasi. Air pada kolam 3 dapat digunakan untuk reservoir sistem pamadam kebakaran dan dapat digunakan untuk menyiram kebun setelah melalui proses filtrasi dengan pasir dan karbon aktif. Air limbah dari kolam 3 masuk kesaringan II kemudian masuk ke kolam 4. Untuk pematauan biologis pada kolam mini dipelihara ikan mas. Bila dalam keadaan normal maka ikan berenang dipermukaan, tetapi bila terjadi penurunana kualitas air karena kenaikkan kadar COD dan BOD maka ikan akan mengalami luka luka. Pemeriksaan kualitas limbah cair melalui 3 cara yaitu cara kimia, fisika dan mikrobiologi. Pada pemeriksaan secara kimia dilakukan pemeriksaan terhadap COD, BOD, ph limbah, zat padat tersuspensi, KMnO 4 dan fenol. Semua pemeriksaan tersebut dilakukan setiap 3 bulan sekali oleh BPLHD (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jakarta) dan 1 bulan sekali di QC laboratorium serta laboratorium mikrobiologi PT. Actavis Indonesia untuk pemeriksaan mikro. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan warna dan penampakan visual limbah. b. Limbah Penisillin Limbah penisillin tergolong kedalam limbah B3 (bahan buangan berbahaya) dan mendapat perhatian khusus karena ada sebagian orang yang alergi terhadap penisillin sehingga dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas bila kontak atau terpapar dengan penisillin. Cara penanganan yang paling awal adalah dengan merusak limbah penisillin dengan NaOH ph Dengan demikian cincin beta laktam dari penisillin akan terhidrolisis sehingga limbah penisillin tidak aktif lagi. c. Limbah Padat Limbah padat PT. Actavis terdiri dari recycle waste (limbah anorganik), hazardous waste (limbah B3), dandomestic waste (limbah organik). Untuk recycle

103 90 waste penanganannya dikirim kepada pihak ketiga untuk di daur ulang atau diangkut untuk dimusnahkan, sementara untuk hazardous waste dikirim ke PT. Wastec International (Cilegon) dimana salah satu perusahan yang menggunakan hasil limbah yang diolah PT. Wastec International adalah PT. Indocement Tunggal Perkasa untuk diangkut dan digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Sedangkan domestic waste dibuang ke tempat pembuangan akhir bantar gebang dengan biaya retribusi dari dinas kebersihan tata kota DKI Jakarta. Pemusnahan limbah padat bertujuan agar limbah padat layak dibuang sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan juga tidak disalahgunakan.

104 BAB 4 PEMBAHASAN PT. Actavis Indonesia sebagai bagian dari Actavis Global memiliki lebih dari 100 jenis produk yang terdiri dari antibiotik, analgetik antipiretik, multivitamin, tranquilizer, antiinflamasi, dan lain-lain. Bentuk sediaan yang diproduksi oleh PT. Actavis Indonesia yaitu sediaan padat (kapsul, tablet, kaplet), semipadat (krim, salep), sediaan cair (sirup, suspensi), dan rectal tube. Produkproduk tersebut selain dipasarkan untuk pasar lokal, juga dipasarkan untuk pasar luar negeri seperti Eropa dan Asia pasifik. PT. Actavis Indonesia mempunyai sistem manajemen terintegrasi bersertifikat ISO 9001:2000, ISO 14001:2004, dan OHSAS 18001:2007. Oleh karena itu, selain mengacu pada pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), PT. Actavis Indonesia juga mengacu pada pedoman lain yang dipersyaratkan oleh negara tujuan ekspor. Dengan diperolehnya sertifikat GMP dari European Authority (IGZ), sertifikat GMP dari Ukranian Authority serta sertifikat GMP dari Japan Authority yang diperoleh baru-baru ini, membuktikan bahwa PT. Actavis Indonesia telah menerapkan CPOB dalam setiap aspek produksinya. Departemen yang terdapat di PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi Departemen Keuangan (Finance), Departemen SDM/Human & Resource (HRD), Departemen Manajemen Bahan Baku (Material Management), Departemen Operasi (Produksi dan PPIC), Departemen Mutu (Quality Operation terdiri dari Quality Control dan Quality Assurance), Departemen Pengembangan Produk (Product Development/ PD), Departemen Scientific Affairs (SCA), Departemen Teknik (EHS dan Engineering), serta Departemen Pemasaran (Marketing) untuk produk-produk Ethical, OTC, Export dan Toll sales business. Departemen Scientific Affairs (SCA) membawahi Medical Affairs, Regulatory Affairs, APRO, Regulatory Affairs Specialist Phillipine dan Regulatory Affairs Specialist Vietnam. Ruang lingkup dari bagian Medical Affairs terdiri dari training untuk Medical Representatives, Bioequivalence Product, laporan efek samping obat, serta review materi promosi untuk obat Ethical dan OTC. Bagian Regulatory Affairs menangani registrasi untuk obat Ethical, 91

105 92 Hospital dan OTC, export dan product transfer serta packaging artwork. Bagian Business Development menentukan produk apa yang akan di launching, kemudian menginfokan ke bagian regulatory dan Product Development. Product Development akan mengembangkan produk, kemudian melakukan uji stabilitas untuk3 bulan, jika produk stabil selama 3 bulan, bagian regulatory akan memulai proses registrasi. Departemen Pengembangan Produk (Product Development) di PT. Actavis Indonesia berpusat pada formulasi obat, pembuatan metode analisa dan penanganan produk pengalihan (Product Transfer). Kegiatan departemen ini meliputi pengembangan produk, reformulasi/formuasi ulang produk lama yang mengalami keluhan baik di tahap produksi dan di masyarakat serta trial formulasi untuk produk transfer. Pada pengembangan produk, ide pengembangan pada awalnya berasal dari permintaan departemen pengembangan bisnis (Bussines Development) berdasarkan pengamatan terhadap kesukaan pasar. Setelah itu data yang didapatkan diberikan kepada bagian pengembangan produk untuk dikembangkan dan dibuat produk jadinya. Setelah itu produk yang dihasilkan diberikan ke bagian analisa untuk dicari penetapan kadar, profil disolusi, stabilitas produk. Jika memenuhi persyaratan yang diinginkan langkah selanjutnya adalah produksi produk. Pada produk yang mengalami keluhan dilakukan penganalisaan terhadap keluhan yang ada. Kemudian dilakukan formulasi ulang jika keluhan disebabkan karena formulasi, atau penggantian kemasan jika berkaitan dengan kemasan. Pada reformulasi dilakukan beberapa uji coba dari mulai skala pilot sampai didapat formula optimum. Jika terjadi perubahan pada produk maka harus dilakukan pengajuan usulan perubahan (Change Control) dan registrasi variasi yang dilakukan oleh bagian regulatory (Scientific Affairs). Untuk produk transfer, semua SFP (Spesification of Finished Product) dan TDP (Technical Data Package) yang diperoleh dari Actavis Global kemudian diterapkan di PT. Actavis Indonesia dengan cara dilakukan uji coba untuk memastikan bahwa formula yang diperoleh dari Actavis Globaldapat diterapkan di Indonesia. Setelah dilakukan uji coba dan diperoleh formula yang optimal kemudian dilakukan validasi untuk skala pilot kemudian dilakukan uji

106 93 stabilitas. Khusus untuk produk transfer, registrasi produk dilakukan dua tempat yaitu di negara tempat obat tersebut beredar dan di Indonesia. Untuk menangani mesin-mesin baru yang terkait langsung dengan proses pembuatan produk, Product Development juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa mesin baru yang digunakan tersebut memenuhi spesifikasi dan menghasilkan keterulangan hasil produksi yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Terdapat beberapa alat tambahan pada departemen Pengembangan Produk (Product Development) untuk uji coba dan validasi metode analisis, seperti spektrofotometri, AAS, Particle Size Analyzer dan GC. Penentuan produksi untuk satu bulan dilakukan oleh bagian Product Planning and Inventroy Control (PPIC) yang bertanggung jawab untuk mengatur order/ pesanan yang masuk baik dari marketing maupun ekspor (Actavis group) serta toll manufacturing. Departemen ini menentukan order mana yang lebih dahulu ditindaklanjuti. Departemen ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu perencanaan produksi (Production Planning) dan pengendalian persediaan (Inventory Control). Selain berdasarkan order dari marketing, toll, dan ekspor, terdapat pula forecast. Toll-in adalah pembuatan produk obat perusahaan lain oleh PT. Actavis Indonesia, sedangkan Toll-out adalah pembuatan produk obat PT. Actavis Indonesia oleh perusahaan lain. Untuk produk toll-in, perusahaan yang menitipkan produknya, menyerahkan pembuatan formula sampai desain kemasan kepada PT. Actavis Indonesia dan nama PT. Actavis Indonesia dan perusahaan pembuat produk dicantumkan bersama-sama pada kemasan produk, begitu juga untuk produk tollout. Order dari marketing, ekspor, dan toll manufacturing ini dikomunikasikan ke bagian PPIC melalui sistem DSC (Demand Supply Communication). Selanjutnya, PPIC menerjemahkan kebutuhan produksi melalui sistem yang disebut ERP (Enterprise Resource Planning). Sistem ERP yang digunakan oleh PT. Actavis Indonesia disebut QAD. Sistem ini kemudian menghitung kebutuhan material yang dibutuhkan untuk memenuhi order yang diperoleh. Setelah sistem menghitung kebutuhan untuk produksi, PPIC akan membuat perencanaan produksi serta jadwal untuk memenuhi order yang selanjutnya akan diteruskan ke bagian lain dari perusahaan, misalnya untuk memenuhi kebutuhan material, maka

107 94 PPIC membuat Purchase Order Requisition (POR) kepada Departemen Pengadaan. Selain berkaitan erat dengan Departemen Pengadaan, PPIC juga berkaitan sangat erat dengan produksi, guna memenuhi order. PPIC akan menerbitkan Work Order Pick List berisi perintah untuk produksi dan banyaknya material-material yang diperlukan untuk produksi. Setelah itu, PPIC akan membuat jadwal produksi tiap bulannya, PPIC akan menghitung kapasitas produksi berdasarkan kapasitas mesin, waktu sanitasi, jumlah order, dan batch size dari produk. Setelah jadwal tiap bulan dibuat, maka jadwal ini diterjemahkan menjadi jadwal harian. Penyusunan jadwal tersebut juga dilihat berdasarkan lead time dari order. Lead time waktu order hingga pemenuhan barang berlangsung 4 bulan, order di bawah 4 bulan disebut sebagai abnormal ordersehingga PPIC bertanggungjawab dalam mengatur jadwal produksi untuk memenuhi lead time tersebut. PPIC akan melakukan rapat dengan bagian produksi guna membahas pemenuhan jadwal produksi yang telah dibuat serta kendala yang dialami. Pengelolaan bahan baku dimulai dari saat bahan datang, petugas gudang melakukan pengecekan fisik dan sistem. Pengecekan fisik meliputi pengecekan keberadaan barang, dan penampilan fisik barang apakah dalam keadaan baik atau rusak.pengecekan sistem meliputi pengecekan nomor PO barang, dan sertifikat analisis. Barang kemudian diberi label QUARANTINE, dan disimpan pada rak yang tersedia. Untuk barang yang sedang dilakukan pemeriksaan oleh bagian pengawasan mutu, maka diberi label QC HOLD, sedangkan barang yang telah dinyatakan rilis oleh bagian Pengawasan Mutu, diberi label APPROVED serta untuk barang yang ditolak diberi label REJECTED dan dipindahkan ke lokasi reject (area terpisah) untuk dikembalikan ke pemasok. Seluruh pengelolaan ini dilakukan oleh bagian gudang yang berada di bawah Departemen Manajemen Bahan Baku. Departemen Manajemen Bahan Baku membawahi Departemen Pengadaan, Gudang, serta Impor. Departemen Pengadaan di PT. Actavis Indonesia disebut dengan Central Procurement Departement. Departemen ini bertanggung jawab atas penyediaan barang yang diminta sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan dan ketepatan waktu tersedianya barang. Departemen Pengadaan

108 95 terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian direct material dan indirect material. Direct material terdiri dari raw material dan packaging material digunakan untuk menghasilkan produk obat. Indirect material ialah barang-barang yang digunakan oleh produksi tetapi tidak menghasilkan produk obat, misalnya sarung tangan, tissu, pulpen, dll. Departemen Pengadaan melakukan pembelian dari marketing dan MRP (Material Requirement Planning) yang diterbitkan bagian PPIC yang berisi barang apa saja yang dibutuhkan untuk produksi. Selanjutnya permintanpermintaan tersebut akan diterjemahkan menjadi purchase order dan dikirimkan ke supplier. Bagian purchasing akan melakukan negosiasi mengenai harga, cara pembayaran, batas kredit, sampai lama barang tiba. Setelah mencapai kesepakatan, maka akan diterbitkan Approval Purchase Order ke supplier yang terpilih. Lalu bagian purchasing akan memantau hingga barang tiba. Pembelian barang baik raw material maupun packaging material dapat melalui dua jalur, yaitu lokal (agen-agen) atau impor langsung dari supplier. Pertimbangan penggunaan jalur lokal atau impor langsung didasarkan atas jumlah biaya yangdikeluarkan, yang mana yang lebih menguntungkan. Apabila pembelian dilakukan secara impor, maka tim impor dari bagian pengadaan yang akan menangani mulai dari perijinan hingga bea cukai. PT. Actavis Indonesia memiliki approvedsupplier list(asl), dimana bagian pengadaan hanya diperbolehkan untuk membeli bahan baku dari pemasok yang sudah disetujui dan terbukti memiliki kualitas yang baik. Departemen produksi PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Multi Product Facility (MPF) yang memproduksi sediaan solid dan cairan non penisilin, Beta Lactam Facility (BLF) yang memproduksi sediaan solid golongan penisilin, dan Topical Plant Facility (TPF) yang memproduksi sediaan semi solid seperti krim dan salep. Ketentuan untuk masuk ke dalam area produksi pada ketiga fasilitas produksi adalah sama, dimana area produksi terbagi menjadi area kelas I dan kelas II. Menurut ketentuan CPOB 2012, area kelas I merupakan kelas E, yaitu kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril termasuk pengolahan dan pengemasan primer, sedangkan area kelas II merupakan kelas F, yaitu kelas kebersihan ruang untuk pengemasan sekunder.

109 96 Untuk memasuki area kelas F, bagi karyawan dan operator diwajibkan untuk mengganti pakaian dengan pakaian kerja, menutup kepala dengan head cover dan menutup sepatu dengan shoes cover. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kontaminasi produk dari kotoran yang terbawa pada pakaian dan menghindari menempelnya debu-debu pada pakaian rumah yang mengakibatkan terjadinya kontaminasi lingkungan luar.untuk memasuki area kelas E, bagi karyawan dan operator diwajibkan untuk memakai overall di luar pakaian kerja, mengganti sepatu atau menggunakan shoes cover, dan masker. Antara area E dan area F terdapat airlock I dan airlock II. Airlock adalah ruang penyangga yang tingkat kebersihannya berbeda.airlock I adalah ruang penyangga antara gudang dan dispensing, sedangkan airlock II adalah ruang penyangga antara dispensing dan koridor,karena ruang dispensing lebih banyak kemungkinan partikel dari proses penimbangan. Tekanan di airlock harus selalu terpantau, dengan tujuan untuk membatasi pertukaran udara dan menjaga kestabilan tekanan udara, serta untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Setiap hari tiap pagi dan siang, pada semua ruangan di area produksi dilakukan pemantauan suhu dan kelembaban oleh petugas yang berkepentingan. Selain itu, tiap ruangan telah dilengkapi oleh Data Logger, yaitu alat untuk mengukur kelembaban udara dan suhu. Dalam data logger ini dapat menyimpan keadaan kondisi ruangan, tiap satu minggu bagian pengendalian mutu akan membuat laporan dan memasukkan hasil data logger dari tiap ruangan. Selain data logger, tiap ruangan juga dilengkapi dengan alat pemantau tekanan udara yang disebut Magnehelic, batasan untuk tekanan udara di area produksi adalah kpa. Bila melewati batas maka tidak diperbolehkan untuk melakukan proses produksi, dicatat dalam laporan deviasi dan dilakukan perbaikan oleh pihak produksi. Jika tidak bisa ditanggulangi, maka akan dilaporkan ke bagian Engineering untuk penanganan lebih lanjut. Pengemasan sekunder dilakukan di area F, sedangkan proses pembuatan mulai dari penimbangan bahan baku hingga produk siap untuk dikemas dengan kemasan sekunder atau disebut juga dengan produk ruahan, dilakukan di area E. Seluruh penimbangan untuk bahan baku untuk produksi dilakukan di bagian dispensing yang terdapat di Multi Product Facility, kecuali untuk bahan baku

110 97 jenis betalaktam, dimana khusus untuk Beta Lactam Facility memiliki gudang penyimpanan sendiri, namun untuk bahan tambahan atau eksipien, penimbangan tetap dilakukan di bagian dispensing. Penimbangan bahan baku dilakukan berdasarkan Work Order Picklist untuk satu bets produk yang dibuat oleh bagian PPIC dan telah disetujui oleh bagian produksi. Barang yang dikeluarkan oleh gudang hanya barang dengan label APPROVED. Setelah dilakukan penimbangan, bahan baku dibawa ke area produksi dan diterima oleh orang dari bagian produksi beserta Work Order Picklist. Penerimaan ini dilakukan di airlock barang.orang dari bagian produksi melakukan penimbangan ulang, dan hasilnya dicatat pada Work Order Picklist. Selanjutnya bahan baku dibawa ke ruang WIP (Work In Process) selama menunggu untuk diproses melalui alur barang sesuai SOP untuk pengelolaan bahan baku. Terdapat tiga ruangan WIP yaitu WIP untuk hasil penimbangan, WIP granulasi dan WIP untuk psikotropika. Barang yang disimpan di dalam WIP masing-masing diberi label dengan warna berbeda, label putih untuk bahan baku, label biru untuk granulat atau produk antara dan label ungu untuk produk ruahan. Pada masing-masing ruang WIP, terdapat timbangan untuk menimbang hasil produk ruahan, dan terdokumentasikan melalui log book WIP. Penyimpanan di ruang WIP juga menggunakan palet. Khusus untuk WIP produk psikotropik, drum-drum penyimpan produk ruahan, dirantai dan dikunci. Proses produksi sediaan solid di fasilitas beta laktam, pada prinsipnya memiliki alur atau proses produksi yang sama dengan proses produksi untuk sediaan solid pada fasilitas multi produk (MPF). Yang membedakan keduanya adalah proses/alur keluar masuk bahan baku penisilin, proses dispensing bahan baku penisilin, penyimpanan bahan baku penisilin dan sisa bahan baku non penisilin yang sudah masuk ke area penisilin, serta pengolahan limbah produksi dimana pengolahan limbah di BLF dilakukan di area terpisah. Semua barang yang keluar dari fasilitas penisilin harus diinaktivasi dengan larutan NaOH ph 10. Seluruh proses produksi dilakukan berdasarkan Master Product and Process Control Record (MPPCR) yang telah disetujui oleh bagian QA. Departemen produksi melakukan revisi MPPCR untuk semua produk yang masih atau sedang diproduksi secara rutin kemudian diperiksa dan disetujui oleh Head

111 98 of Quality Operation.MPPCR, terbagi menjadi BMR (Batch Manufacturing Record) untuk granul, BMR(filling), BMR (tablet/kapsul) dan BMR (packaging).di dalam MPPCR, tercantum urutan langkah yang dilakukan untuk satu bets produk, termasuk setting mesin, parameter kritis, serta hasil IPC.Untuk granul, IPC yang dilakukan adalah pengukuran kadar air, pengecekan untuk indeks kompresibilitas dan sudut reposa/ sudut istirahat tidak dilakukan karena produk yang telah diproduksi dalam skala produksi telah lulus pengecekan granul pada saat skala laboratorium oleh bagianproduct Development. Pada proses filling, IPC yang dilakukan adalah bobot per botol atau tube. Untuk tablet, IPC yang dilakukan bobot tablet, diameter, kekerasan, waktu hancur, dan uji kebocoran untuk strip dan blister. Operator produksi juga mengirimkan sampel untuk diuji disolusi,final mixing blend uniformity, Carr s Index, Particle size distribution dan uji keseragaman kandungan di Laboratorium Kimia serta uji mikrobiologi di Laboratorium Mikrobiologi, dilakukan oleh bagian QC.Sedangkan untuk packaging, pengecekan tiap box berisi strip, blister, botol atau tube dilakukan secara otomatis menggunakan mesinautomatic Check Weigher, dimana produk yang bobotnya lebih besar atau lebih kecil dari bobot yang diinginkan akan di-reject secara otomatis. Seluruh proses ini, mulai dari Work Order Picklist granulasi proses, Work Order Picklist produksi bulk, Work Order Picklist pengemasan, daftar periksa sebelum proses penimbangan, Dispensing card (bahan yang ditimbang sesuai dengan yang tertera pada dokumen), label bersih timbangan, perhitungan bahan, urutan bahan yang ditimbang dan beratnya, label penimbangan bahan baku dan printout hasil penimbangan, daftar periksa sebelum proses granulasi, label bersih mesin granulating, label bulk atau produk ruahan (granulat), granulasi berisi mulai dari persiapan, proses granulasi termasuk setting aktual mesin dan kondisi mesin, catatan IPC dan printout hasil IPC sampai rekonsiliasi, dan seterusnya hingga proses pengemasan sekunder hingga printout hasil penimbangan tiap karton dan contoh bahan kemas untuk satu bets didokumentasikan pada MPPCR menggunakan tinta biru. Operator tidak diperbolehkan menghapal langkah proses pada jobsheet, melainkan harus selalu membawa jobsheet pada tiap langkah proses dengan

112 99 tujuan untuk menghindari kesalahan dalam pembuatan obat. Produk yang telah selesai diproduksi diberi label QUARANTINE kemudian diserahkan ke Gudang Finished Goods, MPPCR yang telah dilengkapi dikirim ke QA dan QA akan mengembalikan ke bagian produksi jika terdapat kekurangan untuk diperbaiki. Produk baru boleh rilis setelah mendapat persetujuan dari QA. Jaminan terhadap khasiat, keamanan dan mutu suatu produk merupakan hal penting yang perlu diperhatikan untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi syarat yang ditetapkan. Oleh sebab itu, departemen mutu bertanggung jawab terhadap tugas ini. Departemen mutu PT. Actavis Indonesia dibagi menjadi 2 departemen, yaitu Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/ QA) dan Departemen Pengawasan Mutu (Quality Control/ QC). Proses pengawasan mutu (QC) dilakukan seiring dengan adanya proses penjaminan mutu dari Departemen Pemastian Mutu (QA). Kedua departemen ini masing-masing dipimpin oleh seorang manajer dan berada dibawah satu pengendalian Head of Quality Operation yang menjamin bahwa sistem kebijakan mutu pada keseluruhan aspek yang mempengaruhi kualitas produk (baik operasional maupun kualitas produksi)sesuai dengan GMP dan menjamin bahwa obat yang didistribusikan ke konsumen adalah yang benar-benar berkualitas sesuai dengan spesifikasi dan regulasi yang berlaku. Upaya pemastian mutu dilakukan oleh departemen QA yang akan memastikan bahwa semua pengaturan dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat yang dihasilkan memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya, oleh karena itu QA bertanggungjawab dalam penanganan sistem dokumentasi, GMP compliance, pembuatan Standard Operating Procedure (SOP), penanganan personil (training), laporan Product Quality Review (PQR), validasi, customer complaint, non conformance, technical agreement, audit, change control, recall,dan CAPA. Sistem dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi SOP, spesifikasi, Master Production & Process Control Record (MPPCR), identifikasi, penandaan protokol dan laporan validasi dokumen registrasi, dan dokumen change control. Pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) ditujukan untuk

113 100 memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang sama oleh petugas, memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB (GMP) dan EHS, memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah berlakudan membantu melatih petugas/karyawan baru. Pembuatan SOP ini dilakukan oleh masing-masing departemen yang terlibat langsung dengan SOP tersebut dalam bentuk draft, kemudian SOP diserahkan ke departemen QA, apabila SOP merupakan hasil revisi dari SOP terdahulu maka harus disertakan dokumen change control (kontrol perubahan). Departemen QA akan meninjau ulang yang disesuaikan dengan template SOP, kemudian dicetak pada lembar kertas salem, diperbanyakdan didistribusikan ke bagian yang terkait disertai dengan penarikan SOP lama. Change control diperlukan untuk mendokumentasikan setiap perubahan yang akan dilakukan, meliputi perubahan dalam lingkup spesifikasi dan metoda analisa, perubahan proses, perubahan bahan baku dan bahan kemas, perubahan utility, dan perubahan proses lainnya. Change control diperlukan agar isi dokumen tersebut tidak ada perbedaan antara dokumen yang terdapat pada masing-masing departemen dengan dokumen yang terdapat pada departemen QA, karena dokumen tersebut saling terkait antar departemen. Perubahan yang tercakup dalam change control adalah semua perubahan dimana perubahan tersebut mempunyai pengaruh terhadap kemanan, mutu dan efikasi produk seperti perubahan spesifikasi dan metoda analisis, proses dan formulapada bagian pengemas, pemasok bahan baku, perubahan dokumen, perubahan alat, bangunan dan fasilitas. Pemohon (change issuer) mengajukan permohonan dengan mengisi lembar kontrol perubahan lengkap dengan alasan dan pendukung yang disetujui oleh Kepala Departemen terkait dan diserahkan pada QA untuk diberikan nomor usulan perubahan. QA akan mengkaji dan menindaklanjuti untuk menerima atau menolak. Usulan perubahan selanjutnya didistribusikan ke departemen lain yang terkait untuk mendapatkan persetujuan. Selanjutnya, diadakan rapat untuk mengevaluasi apakah perubahan memerlukan validasi, kualifikasi, kalibrasi atau melaporkan pada BPOM atau pihak terkait. Jika sudah disetujui oleh QA manager, kemudian dilakukan penilaian apakah perlu dilaporkan kepada pihak

114 101 authority dan diinformasikan mengenai perubahan yang dimaksud. Usulan perubahan yang sudah disetujui akan disimpan oleh QA dan salinannya akan didistribusikan ke pihak yang terkait. Spesifikasi meliputi spesifikasi metode analisa bahan baku dan produk jadi yang digunakan di lingkungan PT. Actavis Indonesia. Spesifikasi mendeskripsikan persyaratan rinci yang harus dipenuhi oleh bahan baku atau produk jadi sebelum atau selesai digunakan dalam suatu proses produksi. Spesifikasi digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi kualitas dari produk farmasi maupun material. MPPCR merupakan dokumen induk yang berisi semua tahapan/urutan cara pembuatan suatu produksecara lengkap dan terperinci. Dalam MPPCR terdapat urutan proses selama produksi seperti dispensing, granulasi, mixing, filling, tableting, packing, daftar periksa, lembar inspeksi dan rekonsiliasi. Departemen produksi melakukan revisi MPPCR untuk semua produk yang masih atau sedang di produksi secara rutin kemudian diperiksa dan disetujui oleh Head of Quality Operation. Departemen QA juga melakukan training tahunan kepada para pegawai. Kepala departemen terkait menyusun jadwal pelatihan sesuai fungsi serta level karyawan di departemen masing-masing dan mengirimkannya pada bagian QA untuk dilakukan peninjauan dan memasukkan jadwal pelatihan CPOB dan EHS ke dalam program pelatihan tersebut. Materi pelatihan akan dipilih sesuai dengan hasil evaluasi karyawan tahun lalu (SOP Training, 2009). Selain pelatihan tahunan yang diberikan pada karyawan lama, pelatihan juga dilakukan pada karyawan baru, karyawan yang dipromosikandan karyawan kontrak. Semua kegiatan pelatihan tersebut didokumentasikan dalam lembar daftar kehadiran masing-masing personil yang disimpan di departemen bersangkutan. Kualifikasi dan validasi merupakan bagian penting dari QA, untuk membuktikan bahwa semua langkah-langkah yang dilakukan pada proses pembuatan obat selalu menghasilkan kualitas yang konsisten dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Kualifikasi berhubungan dengan fasilitas, sistem, dan peralatan. Sedangkan validasi berhubungan dengan proses. Departemen QA melakukan validasi yang meliputi validasi fasilitas dan sistem penunjang (facility and utility), validasi spesifikasi peralatan (equipment

115 102 specification), validasi proses (process validation), validasi pembersihan (cleaning). Peninjauan mutu produk (Product Quality Review/ PQR) juga menjadi tanggung jawab bagian QA yang rutin dibuat setelah jangka waktu satu tahun dari bulan dimana bets pertama dari setiap produk diproduksi. Sejak tahun 2014 laporan Product Quality Review (PQR) pada PT. Actavis Indonesia berganti nama menjadi Periodic Product Review (PPR) karena adanya implementasi Quality Management System (QMS) terbaru dari PT. Actavis Indonesia. Perubahan nama ini tidak berpengaruh banyak terhadap konten laporan peninjauan mutu poduk sebelumnya. Tujuan dari peninjauan mutu produk ini adalah untukmemastikan semua proses produksi tergambar jelas, ditinjau secara sistematis dan menggambarkan produk yang diproduksi secara konsisten memenuhi syarat kualitas dan spesifikasi yang telah ditetapkan dan juga untuk menggambarkan trend serta mengidentifikasi perbaikan terhadap produk dan proses jika dibutuhkan. Pembuatan laporan PPR didasarkan pada kelompok formula/ proses dengan ketentuan bahwa kelompok produk dengan formula dan proses yang sama maka PPR dapat digabungkan dan dibahas pula perbandingan hasil analisa. PPR dibuat berdasarkan data in process control selama proses produksi, hasil analisa finished product dari Quality Control, data stabilitas, data dari Scientific Affairs serta data pendukung lainnya seperti deviasi, rejected, complaint, change control, returned goods, recall, validasi dan technical agreement. Penerapan GMP harus selalu ditinjau agar mutu obat tetap terus terkontrol, oleh karena itu diadakan inspeksi diri. Inspeksi diri dilakukan oleh komite dari pengawasan mututerhadap semua yang berkaitan dengan GMP. Hal ini dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan tujuan untuk memastikan bahwa sistem yang telah dibuat benar-benar diaplikasikan di lapangan. Hal-hal yang diperiksa dalam inspeksi diri yaitu analisis report, batch recorddan laporan validasi untuk setiap batch validasi. Jika terdapat temuan yang tidak sesuai dengan GMP maka dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Selain itu, departemen QA juga melaksanakan vendor audit dan toll out manufacturing audit yang bertujuan untuk bahwa pemasok (vendor) maupun jasa

116 103 servis yang digunakan di PT. Actavis Indonesia mempunyai kualitas sesuai dengan standar perusahaan. Vendor audit dilakukan ke pabrik atau pemasok (manufacturer) bahan baku dan bahan kemas yang digunakan. Toll out manufacturing audit merupakan audit yang dilakukan terhadap pabrik yang membuat produk untuk PT. Actavis Indonesia. Disamping itu, audit juga dapat dilakukan oleh pihak luar, baik yang membuat produknya di PT. Actavis Indonesia (Toll In Manufacturing) maupun audit reguler dari otoritas, baik lokal (BPOM) maupun Eropa (PICS). Selain itu, departemen QA juga bertanggungjawab terhadap penolakan dan pelulusan obat jadi, dimana untuk pelulusan obat jadi dibutuhkan persetujuan dari seorang qualified person. Qualified Person (QP) adalah seseorang yang memiliki pengalaman dalam memproduksi sediaan farmasi yang telah menjalani pelatihan khusus dan memiliki pemahaman kritis yang mendalam terhadap semua aspek yang berkaitan dengan pembuatan sediaan farmasi. Oleh karena itu, dengan kemampuan yang dimiliki tersebut maka Qualified Person (QP) bertanggung jawab untuk memutuskan apakah suatu produk layak untuk dipasarkan atau tidak. Dalam menangani Technical Agreement diperlukan kesepakatan terkait proses produksi, supplier, quality control dan lain-lain antar pihak yang bersangkutan. Contoh Technical Agreement yang dilakukan PT. Actavis Indonesia adalah pada produk toll, baik toll-in maupun toll-out. PT. Actavis Indonesia melakukan toll-out untuk sediaan sterilkarena tidak adanya fasilitas yang memadai untuk pembuatan produk tersebut, sehingga dibuatlah Technical Agreement oleh PT. Actavis Indonesia dengan perusahaan yang memiliki fasilitas steril tersebut. Untuk penanganan hasil uji di luar spesifikasi (Out of Spesification), OOS terlebih dulu dilakukan pengecekan pada laboratorium QC, jika tidak terdapat kesalahan laboratorium, maka perlu investigasi lebih lanjut oleh QA. Dalam keseluruhan aspek tersebut, departemen QA PT. Actavis Indonesia telah melakukan setiap prosesdengan baik yang berkaitan dengan pemastian mutu produk sesuai dengan regulasi yang berlaku.

117 104 Apabila ditemukan OOS, maka harus dilaksanakan investigasi yang harus diselesaikan dalam waktu 30 hari kerja, kecuali penyelesaian tindakan perbaikan dan pencegahan memakan waktu lebih lama. Laporan investigasi harus dibuat secara lengkap mencakup hasil analisa yang akan dipakai, keputusan yang akan diambil, tindakan perbaikan dan pencegahan serta penyebab OOS atau hasil uji yang tidak normal. Penyebab OOS terbagi menjadi tiga kategori yaitu kesalahan laboratorium, kesalahan di luar proses antara lain kesalahan operator produksi, kegagalan alat produksi, atau kesalahan sampling dan kesalahan yang berhubungan dengan proses produksi. Untuk prosedur investigasinya meliputi investigasi laboratorium, investigasi diperluas, dan investigasi produksi. Penanganan keluhan dilakukan oleh departemen QA jika keluhan berupa cacat produk, seperti dalam blister terdapat kekurangan jumlah obat, sedangkan jika keluhan berupa efek toksikologi maka penanganan keluhan dilakukan oleh bagian medical affairs yang terdapat padascientific Affairs (SCA). Keluhan dapat diterima dari costumer, pabrik atau produsen (misalnya masalah stabilitas) dan dari inspektor (BPOM). Jika terdapat keluhan, keluhan tersebut pertama kali akan diterima oleh pihak marketing, kemudian akan dilakukan screening oleh marketing untuk menentukan jenis keluhannya, apakah cacat produk atau berhubungan dengan efek obat. Jika keluhan berupa cacat fisik, QA akanmelakukan investigasi lebih lanjut dan melakukan analisis dengan departemen lain yang terkait. Investigasi dapat dilakukan dengan cara meminta sampel yang dikeluhkan dengan sampel pertinggal. Alur permasalahan akan terus ditelusuri hingga didapatkan solusi dan tindakan perbaikan maupun pencegahannya. Data ini kemudian didokumentasikan ke dalam CAPA (Corective Action and Preventive Action). Jika berkaitan dengan formulasi, investigasi akan dilanjutkan ke departemen pengembangan produk untuk dilakukan perbaikan. Jika solusi telah ditemukan, akan dikembalikan ke QA selanjutnya akan diberitahukan ke konsumen. Apabila setelah dilakukan investigasi hasilnya fatal, maka dapat dilakukan penarikan obat kembali, obat kembali adalah obat jadi yang telah beredar yang kemudian dikembalikan ke pabrik pembuatnya karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluarsa, masalah kemasan atau sebab-sebab lain

118 105 mengenai kondisi obat, atau wadah sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, khasiat maupun mutu obat. Alur penarikan obat kembali yaitu departemen QA yang menerima keluhan kemudian memberikan memo kepada pihak marketing kemudian marketing memberitahukan kepada distributor, kemudian distributor akan melaporkan obat yang masih ada di distributor dan obat yang sudah sampai di masyarakat. Jumlah obat tersebut harus sama dengan jumlah obat yang diproduksi dalam satu atau beberapa bets. Obat yang masih beredar kemudian ditarik oleh distributor lalu dikirim ke gudang pabrik PT. Actavis Indonesia kemudian setelah itu QA akan membuat recall report (laporan obat kembali). Pengawasan mutu sangat diperlukan mulai dari bahan baku, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan penyimpanan obat jadi. Hal ini tersebut dilakukan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Pengawasan mutu obat dilakukan oleh bagian Quality yang terdiri dari Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA). Bagian QC melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku, produk ruahan dan produk jadi, selain itu juga melakukan penanganan retained sample dan uji stabilitas produk (Stability Study). Untuk mendukung tugas dari bagian ini maka tersedia dua laboratorium yaitu laboratorium kimia dan laboratorium mikrobiologi. Laboratorium Kimia meliputi multiproduk dan topikal serta laboratorium untuk betalaktam. Laboratorium kimia di PT. Actavis Indonesia melakukan proses analisis baik secara kimia atau fisika dari bahan baku produk ruahan obat jadi maupun stabilitas terdapat juga area penyimpanan contoh pertinggal (Retained Sample) dan chamber untuk penyimpanan produk yang akan dilakukan uji stabilitas, sedangkan laboratorium mikrobiologi melakukan uji mikroba pada produk dan pemeriksaan mikroba terhadap fasilitas dan bangunan. Departemen Engineering dan EHS merupakan unit penting dalam kelangsungan kinerja setiap departemen di PT. Actavis Indonesia. Departemen ini dipimpin oleh seorang manajer. Tanggung jawab bagian Engineering tidak hanya mencakup pemeliharaan peralatan atau mesin yang digunakan untuk proses produksi saja, tapi juga mencakup pemeliharaan gedung, fasilitas

119 106 penunjang, penanganan limbah hingga kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. Bagian Engineering juga melakukan kalibrasi dan kualifikasi secara berkala masing-masing untuk alat ukur dan mesin/peralatan. Kualifikasi dilakukan terhadap peralatan dan sistem penunjang untuk proses produksi. Untuk alat atau sistem baru kualifikasi dilakukan URS (User requirement Specification)yang terdiri dari kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasi, dan kualifikasi unjuk kerja. Namun karena PT. Actavis Indonesia merupakan perusahaan farmasi yang telah lama berdiri sebelum CPOB diberlakukan, ada beberapa peralatan yang telah lama digunakan namun sama sekali belum terkualifikasi baik dari kualifikasi desain hingga kualifikasi unjuk kerja. Dalam kasus seperti ini, berdasarkan kesepakatan dengan Quality assurance maka kualifikasi cukup dimulai dari kualifikasi operasi saja karena alat telah diinstalasi sejak lama dan output alat sudah terlihat dari sekian bets yang dihasilkan dari alat tersebut. Pengujian hanya dilakukan terhadap beberapa parameter operasi yang sangat menentukan dalam proses kerja alat secara keseluruhan. EHS merupakan suatu bagian dari Engineeringyang berfungsi sebagai pendukung dalam pelaksanaan fungsi operasional. Bagian EHS mempunyai visi untuk berkomitmen memperhatikan keselamatan kerja di semua strategi bisnis untuk melindungi lingkungan dan untuk mencapai kesehatan serta kesejahteraan. Kegiatan EHS mencakup kegiatan pemantauan lingkungan yang terkait dengan pengolahan limbah, kesehatan, dan kesejahteraan karyawan. Secara umum berdasarkan keamanannya, limbah PT. Actavis Indonesia digolongkan menjadi limbah B3 dan non-b3. Sedangkan berdasarkan bentuk fisiknya, limbah PT. Actavis Indonesia terbagi menjadi limbah padat dan cair. Limbah B3 mencakup semua bahan yang terkait secara langsung dengan obat yang berasal dari produksi dan QC. Beberapa contoh limbah yang termasuk limbah B3, antara lain produk obat yang ditolak (reject), limbah penisilin, buangan reagen, masker dan sarung tangan analisis secara mikrobiologi, bahan kemas primer, dan tumpahan bahan-bahan kimia. Pengolahan limbah cair dilakukan oleh pihak PT. Actavis Indonesia secara mandiri.metode

120 107 pengolahannya terdiri dari fisika, kimia, dan biologi yang dilakukan secara 4 tahapan. Untuk limbah padat, pengolahannya diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu PT. Wastec International (Cilegon) dimana salah satu perusahan yang menggunakan hasil limbah yang diolah PT. Wastec International adalah PT. Indocement Tunggal Perkasa untuk diangkut dan digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Penatalaksanaan limbah penisilin dilakukan bertahap melalui netralisasi terlebih dahulu dengan larutan NaOH 2% dan direndam selama 24 jam, barulah kemudian dilakukan pembuangan sepeti pelaksanaan pengolahan limbah cair. Keselamatan dan kesehatan di lingkungan kerja sangat penting dan dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap keseluruhan proses produksi. Periode pemeriksaan kesehatan karyawan dilakukan secara berkala dan berbeda-beda, yaitu seperti 2 tahun sekali untuk karyawan departemen produksi dan laboratorium departemen QC, dan 3 tahun sekali untuk karyawan bagian office. Sedangkan jenis pemeriksaan kesehatan karyawan yang dilakukan dibedakan berdasarkan tingkat resiko, sepertipemeriksaan pendengaran untuk karyawan produksi yang berhubungan dengan mesin. Sistem penunjang proses produksi di PT. Actavis Indonesia seperti udara tekan, sistem pemurnian air hingga Air Handling Unit juga menjadi tanggung jawab departemen ini. Untuk sistem penunjang tersebut kualifikasi dimulai dengan kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, operasi hingga kualifikasi unjuk kerja. Hal ini disebabkan semua sistem penunjang tersebut amat kritikal dalam proses produksi, sehingga dokumentasi dan parameter parameter yang menentukan kinerja sistem penunjang patut untuk selalu dipantau.

121 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA, dapat disimpulkan bahwa: 1. PT. Actavis Indonesia telah menerapkan Pedoman CPOB sesuai dengan yang ditetapkan oleh otoritas lokal (BPOM) dan otoritas Eropa (PICs) dalam segala aspek perusahaan untuk semua proses baik dalam hal produksi, pengawasan dan pengendalian mutu, serta kegiatan lain yang terkait. 2. Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Actavis telah membantu mahasiswa memahami tanggung jawab profesi apoteker dalam industri farmasi sesuai dengan CPOB dan penerapannya di setiap bagian industri farmasi. 5.2 Saran 1. Diperlukan penambahan lokasi untuk gudang, baik bahan baku dan bahan kemas maupun produk jadi, karena terdapat beberapa material yang tidak dapat lagi disimpan dalam gudang. 2. Diperlukan penyusunan ruang penyimpanan dokumen yang lebih teratur, sehingga memudahkan dalam pencarian maupun pengambilan dokumen. 108

122 DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (2009). Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Jakarta: BPOM RI. Departemen Kesehatan RI. (1990). Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.245/Menkes/SK/V/1990 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta. Priyambodo, Bambang. (2007). Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. PT. Actavis Indonesia. (2011). Site Master File 10 th Edition. Jakarta: PT Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Vendor Qualification. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Self Inspection (Inspeksi Diri). Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOPTata Cara Masuk Area Gudang. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Toll Manufacturing & Analysis. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Change Control (Kontrol Perubahan). Jakarta: PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Training. Jakarta : PT. Actavis Indonesia. PT. Actavis Indonesia. (2013). SOP Tata Cara Masuk-Keluar Karyawan dan Tamu di Area Produksi Beta Lactam Facility. Jakarta: PT. Actavis Indonesia. 109

123 LAMPIRAN

124 111 Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Actavis Indonesia

125 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PEMBERIAN BUFFER & SUHU PENYIMPANAN TERHADAP STABILITAS PH SIRUP VALPROIC ACID TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RANI WULANDARI, S.Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014

126 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PEMBERIAN BUFFER & SUHU PENYIMPANAN TERHADAP STABILITAS PH SIRUP VALPROIC ACID TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar profesi Apoteker RANI WULANDARI, S. Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2014 ii

127 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR RUMUS.. DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vi vii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang TujuanPenelitian TINJAUAN PUSTAKA Larutan Sirup Komponen dalam sirup Pembuatan sirup Larutan oral Valproic Acid Monograf zat tambahan Permasalahan Sediaan Rancangan Formulasi METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Bahan Alat Metode Pelaksanaan Evaluasi Formula Originator dan Kompetitor Formulasi dan pembuatan sirup valproic acid Cara pembuatan Evaluasi sirup valproic acid HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN iii

128 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Struktur Kimia Valproic Acid... 8 Gambar 2.2. Struktur Kimia Sodium Valproat... 9 Gambar 2.3. Struktur Kimia Metil Paraben Gambar 2.4. Struktur Kimia Propil Paraben Gambar 2.5. Struktur Kimia Sukrosa Gambar 2.6. Struktur Kimia Sorbitol liquid Gambar 2.7. Struktur Kimia Edicol Supra Ponceau Gambar 2.8. Struktur Kimia Sukralosa Gambar 2.9. Struktur Kimia Sodium Sitrat Gambar 4.1. Pengaruh Suhu terhadap ph Sirup Valproic Acid tanpa Buffer (TRP-2470T-15) Gambar 4.2. Pengaruh Suhu terhadap ph Sirup Valproic Acid dengan Buffer Fosfat (TRP-2470T-16) Gambar 4.3. Pengaruh Suhu terhadap ph Sirup Valproic Acid dengan Buffer Sitrat (TRP-2470T-18) Gambar 4.4. Pengaruh Suhu terhadap ph Sirup Valproic Acid dengan Buffer Bikarbonat (TRP-2470T-19) Gambar 4.5. Pengaruh Suhu terhadap ph Sirup Valproic Acid dengan Buffer Sitrat (TRP-2470T-21) Gambar 4.6. Pengaruh Suhu terhadap ph Sirup Valproic Acid dengan Buffer Bikarbonat (TRP-2470T-22) iv

129 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Istilah Kelarutan... 4 Tabel 3.1. Formula Sirup Valproic Acid Tiap 5 ml Table 4.1 Perbandingan Formula PT. AI, Originator Depakene dan Kompetitor v

130 DAFTAR RUMUS Rumus 3.1. Penetapan Berat Jenis vi

131 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Organoleptis sirup valproic acid Lampiran 2. Hasil Pengamatan ph Lampiran 3. Perhitungan BJ sirup vii

132 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gejala kejang dapat disebabkan oleh banyak faktor meliputi penyakit serebrovaskuler (stroke iskemik atau stroke hemoragi), gangguan neurodegeneratif, tumor, trauma kepala, gangguan metabolik, dan infeksi SSP (sistem saraf pusat) (Fisher, et al., 2005). Valproic acid merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens, kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik (Lacy, 2009). Valproic acid dapat meningkatkan GABA dengan menghambat degradasinya atau mengaktivasi sintesis GABA. Valproic acid juga berpotensi terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung menstabilkan membran serta mempengaruhi kanal kalium (Gidal dan Garnell, 2005) Pasien dengan gejala kejang akan mengalami kesulitan dalam menelan sediaan padat. Sehingga kemudian dikembangkan formula valproic acid dalam bentuk larutan oral. Salah satu sediaan yang ada di pasaran dalam sediaan sirup dengan nama dagang Depakene. Permasalahan dalam sediaan berupa larutan adalah kelarutan dan kestabilan sediaan. Dalam USP, sediaan oral valproic acid memiliki spesifikasi sediaan dengan ph 7-8. Pada formula paten, untuk mendapatkan ph tersebut adalah dengan penambahan asam atau basa kuat. SedangkaBeberapa merk dagang lain, seperti Epillim tidak menggunakan buffer untuk mempertahankan kestabilan ph sediaan. Pada penelitian ini akan dilakukan formulasi sediaan sirup valproic acid agar memenuhi persyaratan USP tersebut. Pengamatan dilakukan dengan melihat pengaruh penggunaan buffer dalam sedian. Selain itu juga akan diamati pengaruh suhu penyimpanan terhadap stabilitas ph sediaan. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendapatkan formula optimum sesuai yang dipersyaratkan USP 2. Mengetahui pengaruh penambahan buffer dalam sirup valproic acid 3. Mengetahui pengaruh suhu penyimpanan terhadap hasil ph 1

133 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Larutan Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia terlarut, misal: terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara merata maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur(depkes RI, 1995). Berdasarkan cara pemberiannya, larutan digolongkan menjadi larutan oral, larutan parenteral, larutan topikal, larutan otik dan larutan optalmik (Depkes RI, 1995): a. Larutan oral Larutan oral sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven-air.larutan oral dapat diformulasikan untuk diberikan langsung secara oral kepada pasien atau dalam bentuk lebih pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum diberikan. Larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain kadar tinggi, dinyatakan sebagai sirup. Larutan sukrosa hampir jenuh dalam air dikenal sebagai Sirup atau Sirup Simpleks.Larutan oral yang mengandung etanol sebagai kosolven dinyatakan sebagai Elixir. b. Larutan topikal Larutan topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali mengandung pelarut lain, seperti etanol dan poliol, untuk penggunaan topikal pada kulit / penggunaan pada permukaan mukosa mulut. Istilah Lotio adalah larutan atau suspensi yang digunakan secara topikal. c. Larutan otik Larutan otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi, untuk pengunaan dalam telinga luar, misalnya larutan otik Hidrokortison. 2

134 3 d. Larutan optalmik Larutan optalmikadalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan formula sediaan larutan adalah kelarutan zat aktif, kestabilan zat aktif dalam bentuk sediaan, dan dosis takaran. Kelarutan zat aktif dalam pelarut yang digunakan adalah hal yang penting dalam sediaan larutan. Kelarutan zat aktif dalam pelarutnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya sifat fisikokimia senyawa, suhu, ph larutan, bentuk senyawa, dan lain-lain. Beberapa usaha yang dilakukan untuk zat aktif yang sukar larut dalam pelarut yang digunakan dapat dilakukan subtitusi dengan bentuk garamnya, pengecilan ukuran partikel, penggunaan kosolven atau agen peningkat kelarutan, peningkatan suhu, pengocokan / pengadukan kuat, dan lain-lain (Allen, Popovich, Ansel, 2009). Kriteria atau syarat sediaan larutan yang baik adalah larutannya jernih (tidak berawan), seluruh bahan terlarut dalam pelarut yang digunakan, dan tidak ada presipitat (endapan). Suatu bahan baik zat aktif maupun zat tambahan dalam sediaan larutan harus dapat larut dalam pelarut yang digunakan. Kelarutan adalah jumlah bahan / senyawa tertentu yang dapat terlarut dalam sejumlah pelarut yang ditentukan. Pengertian istilah larut dan tidak larut suatu bahan dalam pelarutnya dapat dilihat pada Tabel Sirup Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dengan kadar tinggi. Larutan sukrosa hampir jenuh dalam air dikenal sebagai Sirup atau Sirup Simpleks.Sirup obat adalah sirup yang mengandung bahan terapeutik atau bahan obat (Depkes RI, 1995). Sirup merupakan sediaan yang sering dipilih untuk pemberian suatu bentuk cairan dari suatu obat yang rasanya tidak enak. Sirup terutama efektif dalam pemberian obat untuk anak-anak karena rasanya yang enak biasanya menghilangkan keengganan pada sebagian anak untuk meminum obat. Karena ketidakmampuan beberapa pasien anak-anak dan orang tua untuk menelan bentuk sediaan padat, hal ini cukup umum untuk meminta apoteker untuk

135 4 menyiapkanobat dalam sediaan cair oral untuk obat yang tersedia di apotek hanya sebagai tablet atau kapsul (Allen, Popovich, Ansel, 2009). Tabel 2.1 Istilah kelarutan Istilah Kelarutan Jumlah bagian pelarut diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat Sangat mudah larut Kurang dari 1 Mudah larut 1-10 Larut Agak sukar larut Sukar larut Sangat sukar larut Praktis tidak larut Lebih dari [Sumber: Depkes RI, 1995] Sebagian besar sirup mengandung komponen-komponen berikut disamping air murni dan semua zat-zat obat yang ada: (1) Gula, biasanya sukrosa atau pengganti gula yang digunakan untuk memberi rasa manis dan kekentalan larutan yang sesuai, (2) Pengawet antimikroba, (3) Perasa, dan (4) Pewarna. Kebanyakan sirup (yang dibuat dalam perdagangan) juga mengandung pelarutpelarut khusus, kosolven atau pembantu kelarutan, pengental dan stabilisator (Ansel, 2009). Keuntungan bentuk sediaan sirup: a. Lebih mudah ditelan dibanding bentuk padat, sehingga dapat digunakan untuk bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia b. Segera diabsorpsi karena sudah berada dalam bentuk larutan c. Obat secara homogen terdistribusi ke seluruh sediaan d. Zat yang mengiritasi mukosa lambung akan berkurang karena larutan akan segera diencerkan oleh cairan lambung. Kerugian bentuk sediaan sirup: a. Stabilitas dalam bentuk larutan lebih jelek dibandingkan bentuk sediaan tablet atau kapsul, terutama jika bahan mudah terhidrolisis. b. Larutan merupakan media ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme. c. Ketepatan dosis tergantung kepada kemampuan pasien untuk menakar.

136 5 d. Rasa obat yang kurang menyenangkan akan lebih terasa jika diberikan dalam larutan dibandingkan dalam bentuk padat. 2.3 Komponen dalam sirup (Allen, Popovich, Ansel, 2009) Pemanis Sukrosa adalah gula yang paling sering digunakan dalam sirup, meskipun dalam keadaan khusus, dapat diganti secara keseluruhan atau sebagian oleh gula lain atau zat-zat seperti sorbitol, gliserin, dan propilen glikol. Dalam beberapa kasus, semua zat glikogenetik (bahan yang diubah menjadi glukosa dalam tubuh), digantikan oleh zat nonglikogenetik, seperti metilselulosa atau hidroksietilselulosa. Kedua bahan ini tidak dihidrolisis dan diabsorpsi ke dalam aliran darah, dan hasilnya adalah sediaan yang mirip sirup untuk obat yang dimaksudkan untuk digunakan oleh pasien diabetes dan pasien lain yang dietnya harus dikontrol dan dibatasi untuk zat nonglikogenetik. Karakteristik sediaan dengan sukrosa dan agen alternatif berusaha untuk mengahasilkan sirup dengan viskositas yang tepat. Sirup dengan viskositas yang tepat, bersama dengan tambahan pemanis dan perasa, menghasilkan sediaan farmasi yang dapat menutupi rasa bahan aktif yang tidak enak. Kebanyakan sirup mengandung proporsi sukrosa yang tinggi, biasanya 60% sampai 80%, bukan hanya karena rasa manis yang diinginkan dan kekentalan larutan saja, tetapi juga karena stabilitas sediaan yang pekat berbeda dengan larutan sukrosa yang encer. Larutan gula sukrosa yang encer merupakan media nutrien yang efisien untuk pertumbuhan mikroorganisme, khususnya ragi dan jamur. Di sisi lain, larutan gula terkonsentrasi cukup (pekat) tahan terhadap pertumbuhan mikroba karena tidak tersedianya air yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Namun, jika sirup benar-benar jenuh dengan sukrosa, dalam penyimpanan di tempat dingin dan sejuk, sebagian sukrosa mungkin mengkristal dari larutan. Seperti disebutkan sebelumnya, sirup berbasis sukrosa bisa diganti secara keseluruhan atau sebagian oleh agen-agen lain dalam pembuatan sirup mengandung obat. Suatu larutan poliol, seperti sorbitol, atau campuran poliol, seperti sorbitol dan gliserin, umum digunakan.

137 Pengawet mikroba Besarnya pengawet yang diperlukan untuk melindungi sirup terhadap pertumbuhan mikroba bervariasi tergantung proporsi air yang tersedia untuk pertumbuhan, sifat dan aktivitas pengawet dari beberapa bahan dalam formulasi (misalnya, beberapa flavoring oil bersifat steril dan memiliki aktivitas antimikroba), dan kemampuan pengawet itu sendiri. Di antara bahan pengawet yang umum digunakan dalam sirup dengan konsentrasi efektif biasanya adalah asam benzoat 0,1% sampai 0.2%, natrium benzoat 0,1% sampai 0.2%, dan berbagai kombinasi metilparaben, propilparaben, dan butilparaben berjumlah sekitar 0,1% Perasa (flavoring) Kebanyakan sirup yang diberi rasa dengan perasa sintetis atau dengan bahan alami, seperti minyak atsiri (misalnya, minyak jeruk), vanili, dan lain-lain, menghasilkan sirup dengan rasa yang enak. Karena sirup adalah sediaan cair, perasa ini harus larut dalam air. Namun, terkadang sejumlah kecil alkohol ditambahkan ke sirup untuk memastikan perasa larut Pewarna Untuk meningkatkan daya tarik sirup, digunakan zat pewarna yang sesuai dengan perasa yang digunakan yaitu, hijau dengan mint, cokelat dengan cokelat, dll. Umumnya, pewarna yang larut dalam air, tidak bereaksi dengan komponen lain dalam sirup, dan warnanya stabil pada kisaran ph dan di bawah intensitas cahaya yang mungkin ditemui selama penyimpanan. 2.4 Pembuatan sirup Sirup dibuat tergantung pada sifat kimia dan fisika bahan-bahan. Secara umum, cara pembuatan sirup adalah: Larutan yang dibuat dengan bantuan panas Sirup dibuat dengan cara ini bila dibutuhkan untuk dibuat sirup secepat mungkin dan bila komponen sirup tidak rusak atau menguap oleh panas. Pada cara

138 7 ini gula umumnya ditambahkan ke air, dan panas digunakan sampai larutan terbentuk. Kemudian komponen-komponen lain yang tahan panas ditambahkan ke sirup panas, campuran dibiarkan dingin, dan volumennya disesuaikan sampai jumlah yang tepat dengan penambahan air. Dalam keadaan dimana zat-zat tidak tahan panas atau senyawa menguap, seperti misalnya minyak mudah menguap penambah rasa dan alkohol akan ditambahkan, maka biasanya ditambahkan ke sirup sesudah larutan gula terbentuk oleh pemanasan, dan larutan cepat-cepat didinginkan sampai temperatur ruang. Penggunaan panas membantu melarutnya gula dengan cepat juga komponen tertentu lainnya dari sirup. Namun bila sirup dipanaskan sangat berlebihan, maka akan menjadi bewarna kuning coklat karena pembentukan caramel dari sukrosa. Sirup-sirup yang dibuat dengan melarutkan dengan bantuan panas yaitu sirup akasia, sirup coklat, dan sirup pembawa obat Larutan yang dibuat tanpa bantuan panas Untuk menghindari panas yang merangsang invers sukrosa, sirup dapat dibuat tanpa pemanasan dengan pengadukan. Pada skala kecil, sukrosa dari zat formula lain dapat dilarutkan dalam air dengan menempatkan bahan-bahan dalam botol yang kapasitasnya lebih besar daripada volume sirup yang akan dibuat, dengan demikian memungkinkan pengadukan campuran dengan seksama. Proses ini memakan waktu lebih lama daripada yang dibutuhkan panas untuk memudahkan melarutnya sukrosa, tetapi produk mempunyai kestabilan yang maksimal. Tangki besar dari stainless steel atau tangki yang dilapisi gelas dilengkapi dengan pengadukan mekanik atau pemutar digunakan dalam pembuatan sediaan sirup skala besar. Kadang-kadang sirup sederhana atau beberapa sirup bukan obat yang lain, lebih baik daripada sukrosa, digunakan sebagai zat pemanis dan pembawa. Dalam keadaan ini, cairan-cairan lain yang larut dalam sirup atau bercampur dengannya mungkin ditambahkan dan dicampur seksama untuk membentuk produk yang merata. Bila bahan padat akan ditambahakan ke sirup, senyawa umumnya dilarutkan pelan-pelan karena sifat kental sirup tidak memungkinkan senyawa

139 8 padat tersebar cepat ke seluruh sirup untuk pelarut yang tersedia dan juga karena terbatasnya air yang tersedia dalam sirup pekat. 2.5 Larutan oral valproic acid Valproic acid (Depkes, 1995) Gambar 2.1. Struktur kimia dari valproic acid Valproic acid mengandung tidak kurang dari 98% dan tidak lebih dari 102,0% C 8 H 16 O 2 dihitung dari berat anhidrat. Nama Kimia : 2-Propylvaleric acid; 2-propylpentanoic acid No CAS : Rumus Molekul : C 8 H 16 O 2 BM : 144,2 Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna hingga kuning pucat, agak kental, bau khas Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam natrium hidroksida 1 N, dalam metanol, dalam etanol, dalam aseton, dalam kloroform, dalam benzena, dalam eter dan dalam n-heptana; sukar larut dalam asam klorida 0,1 N Identifikasi : A. Spektrum serapan inframerah zat yang disebarkan sebagai lapisan film tipis di antara lempeng natrium klorida, menunjukkan maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti valproic acid BPFI B. Masukkan ke dalam tabung reaksi 0,5 ml larutan kalium iodida P (1 dalam 50) dan 0,5 ml larutan kalium iodat P (1 dalam 25 ) dan campur. Tambahkan 2 tetes zat dan campur; terjadi warna kuning Indeks Bias : <1001> Lebih kurang 1,432 pada suhu 20 o C Wadah dan penyimpanan :dalam wadah kaca, baja tahan karat atau polietilen, tertutup rapat.

140 Sodium valproat (BP 2013) Gambar 2.2. Struktur kimia dari sodium valproate Sodium valproate mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% C 8 H 15 NaO 2 dihitung dari berat kering. Nama Kimia : Sodium 2-Propylvalerate; Sodium 2-propylpentanoate Na CAS : Rumus Molekul : C 8 H 15 NaO 2 BM : 166,2 Pemerian : Putih atau hampir putih, tidah berbau atau hampir berbau, kristal, serbuk dengan rasa asin, higroskopis. Kelarutan : Larut 1 dalam 5 air dan alkohol Identifikasi : Absorpsi spektofotometri inframerah Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat Sirup valproic acid (Depkes, 1995) Sirup valproic acidmengandung valproic acid, C 8 H 16 O 2, tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Sediaan ini dibuat dengan bantuan natrium hidroksida. Identifikasi: A. Perbandingan waktu retensi puncak zat dan baku internal yang diperoleh dari Larutan baku dan Larutan uji seperti yang tertera pada Penetapan kadar, berbeda tidak lebih dari 2.0%. B. Masukkan sejumlah volume sirup, setara denga lebih kurang 250 mg valproic acid kedalam corong pisah. Tambahkan 40 ml air dan 2 ml asam klorida P, kocok dan ekstraksi dengan 40 ml n-heptana P. Saring lapisan n-heptana melalu wol kaca ke dalam gelas piala, dan uapkan ekstrak diatas tangsa uap

141 10 dengan mengalirkan udara hingga kering; residu menunjukkan reaksi identifikasi B seperti yang tera pada valproic acid. ph <1071> antara 7,0 dan 8,0 Wadah dan penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat 2.6 Monografi zat tambahan Metil Paraben Gambar 2.3. Struktur kimia metil paraben Nama Kimia :Methyl 4-hydroxybenzoate No CAS : Rumus kimia : C 8 H 8 O 3 BM : 152,15 Pemerian : Serbuk kristal putih atau tidak berwarna, memiliki bau lemah atau tidak berbau, memberikan sedikit rasa membakar. Kelarutan dalam air : 1 dalam 30 pada suhu 80 o C dalam air atau 2,4 mg/ml suhu 25 o C (HPE Data) Stabilitas dan kondisi penyimpanan : Larutan methylparaben pada ph 3-6 dapat disterilisasi dengan autoklaf selama 20 menit tanpa terdekomposisi. Larutan pada ph 3-6 stabil selama lebih dari 4 tahun pada temperatur kamar, sedangkan pada ph 8 atau lebih mengalami hidrolisis cepat. Inkompatibilitas : surfaktan nonionik, plastik, bentonite, magnesium trisilikat, talk, tragakan, sodium alginate, minyak atsiri, besi, asam lemah dan basa kuat. Aktivitas Antimikroba: : metilparaben memiliki aktivitas anti mikroba pada ph 4-8. Efek preservatif menurun dengan meningkatnya ph dengan

142 11 Penyimpanan Fungsi terbentuknya anion fenolat. Paraben efektif untuk jamur dari pada bakteri. Lebih efektif untuk bakteri gram positif. : Wadah tertutup rapat, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk : Pengawet Propil Paraben Gambar 2.4. Struktur kimia propil paraben Nama Kimia : Propyl 4-hydroxybenzoate No CAS : Rumus kimia : C 10 H 12 O 3 BM : 180,20 Pemerian : Putih, krital,tidak berbau dan tidak berasa Titik Didih : 295 o C Kelarutandalam air : 1 dalam 225 pada suhu 80 o C atau 0,4mg/ml suhu 25 o C (HPE Data) Stabilitas dan kondisi penyimpanan : larutan propylparaben pada ph 3-6 dapat disterilisasi dengan autoklaf tanpa terdekomposisi. Pada ph 3-6, larutan tersebut stabil selama 4 tahun pada temperature kamar, sedangkan larutan pada ph 8 ke atas mengalami hidrolisis cepat. Inkompatibilitas : Aktifitas antimikroba berkurang dengan adanya surfaktan nonionik. Dilaporkan plastik, magnesium alumunium silikat, magnesium trisilikat, besi oksida kuning dan ultramarine blue mampu menyerap propylparaben. Propylparaben terdiskolorasi dengan adanya besi dan terhidrolisis secara cepat dengan adanya alkali lemah dan asam kuat. Aktivitas antimikroba: propil paraben memiliki aktivitas anti mikroba pada ph 4-8. Efek preservatif menurun dengan meningkatnya ph dengan

143 12 terbentuknya anion fenolat. Paraben efektif untuk jamur dari pada bakteri. Lebih efektif untuk bakteri gram positif. Penyimpanan : Wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk Fungsi : Pengawet Sukrosa Gambar 2.5. Struktur kimia sukrosa Nama Kimia : β-d- fructoruranosil-α-d-glucopyranoside No CAS : Rumus kimia : C 12 H 22 O 11 BM : 343,30 Pemerian : Kristal tidak berwarna atau berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis. Titik Leleh : o C Kelarutan dalam air : 1 dalam 0,5 Stabilitas dan kondisi penyimpanan : Memiliki kestabilan yang baik dalam suhu kamar dan kelembaban sedang. Karamelisasi sukrosa terjadi pada pemanasan diatas 160 o C. Proses pemanasan dengan suhu meningkat, 110 hingga 145 o C, menyebabkna inversi menjadi dekstrosa dan fruktosa. Inversi dipercepat jika suhu diatas 130 o C dan dengan adanya asam. Inkompatibilitas : serbuk sukrosa kemungkinan mengandung logam berat misalnya timbal yang inkompatibilias dengan asam askorbat. Inkompatibilitas juga dengan alumunium. Penyimpanan : Wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk Fungsi : Pemanis

144 Sorbitol liquid Gambar 2.6. Struktur kimia sorbitol Nama kimia :D-Glucitol No CAS : Rumus kimia : C 6 H 14 O 6 BM : 182,17 Pemerian : Cairan kental jernih hingga putih, tidak berbau Titik Didih : 105 o C Kelarutan dalam air : 1 dalam 0,5 Stabilitas dan kondisi penyimpanan : Sorbitol relatif inert secara kimia dan kompatibel dengan banyak eksipien. Stabil terhadap udara dan pendinginan, pengenceran dengan asam atau basa. Penyimpanan : Wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk Fungsi : Humektan dan pemanis Peppermint Compositum Pemerian : Cairan jernih kekuningan dengan aroma peppermint yang khas Stabilitas : Tidak stabil pemanasan Fungsi : Flavoring agent

145 Edicol Supra Ponceau 4RC Gambar 2.7. Struktur kimia edicol supra ponceau 4RC Nama Kimia : trisodium (8Z)-7-oxo-8-[(4-sulfonatonaphthalen-1- yl)]hydrazinylidene]naphtahlene 1,3-disulfonate No CAS : Rumus kimia : C 20 H 11 N 2 Na 3 O 10 S 3 BM : 604,47 Pemerian : serbuk berwarna merah Kelarutan : Larut dalam air Penyimpanan : Wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk Fungsi : Pewarna merah Talin (Thaumatin) Definisi : merupakan protein yang diisolasi dari buah Katemfe, Thaumatococcus daniellii Benth. Rasa manis 2000 kali dari sukrosa Pemerian : sebuk higroskopis pucat kecokelatan dengan bau khas. Kelarutan : Larut dalam air Stabilitas : Stabil dalam pemanasan dan kondisi asam Fungsi : pemanis

146 Sukralosa Gambar 2.8Struktur kimia sukralosa Rumus : C 12 H 19 C l3 O 8 BM : 397,64 CAS No : Pemerian : Serbuk kristal, mudah mengalir, berwarna putih. Kelarutan : Mudah larut dalam air. Titik lebur : 130 o C (bentuk kristal anhidrat), 36,5 o C (bentuk pentahidrat) Stabilitas : Stabil, sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup, dingin, dan tempat kering. Fungsi : Pemanis Flavour Cherry Mane Bau/Rasa : Cherry Bentuk/Warna : berwarna kekuningan, jernih Kelarutan : Larut dalam air dingin dan air panas Inkompabilitas: agen pengoksidasi, agen pereduksi, sedikit reaktif dengan asam dan alkali Stabilitas : Stabil Penyimpanan : Simpan pada suhu kamar, terhindar dari cahaya matahari

147 Sodium sitrat Gambar 2.9Struktur kimia sodium sitrat Nama Kimia : Trisodium 2 hydroxypropane - 1, 2, 3 - tricarboxylate dehydrate No CAS : Rumus kimia : C 10 H 14 N 2 Na 2 O 8 BM : 294,10 Pemerian : kristal tidak berbau, tidak berwarna atau kristal putih dengan rasa dingin dan asin. Kelarutan : Mudah larut dalam air (1:1,5) dan dalam air panas (1:0,6) serta praktis tidak larut dalam etanol. Inkompatabilitas : larutan bersifat basa dan bereaksi dengan larutan asam. Dapat mengendapkan garam alkaloid. Garam kalsium dan stronium akan menyebabkan pengendapan sitrat. Penyimpanan : Wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk Fungsi : buffering agent Sodium klorida Nama Kimia : Sodium chloride No CAS : Rumus kimia : NaCl BM : 58,44 Pemerian : serbuk kristal putihatau kristal tidak berwarna dengan rasa asin. Kelarutan : Larut dalam air (1:2,6)

148 17 Inkompatabilitas : larutan NaCl bersifat korosif dengan besi. Bereaksi membentuk endapan dengan perak, timbal dan merkuri serta agen pengoksida. Kelarutan metilparaben menurun dalam larutan NaCl. Penyimpanan : Wadah tertutup baik, terlindung cahaya, di tempat yang kering dan sejuk Disodium hidrogen fosfat Nama Kimia : Sodium phosphate No CAS : Rumus kimia : Na 2 HPO 4 BM : 141,96 Pemerian : serbuk kristal putih Kelarutan : sangat larut dalam air Inkompatabilitas : alkaloid, antipirin, kloral hidrat, pirogailol, resorsinol, dan kalsium glukonat. Interaksi kalsium dan fosfat membentuk endapan yang tidak larut Fungsi : buffering agent Potassium dihidrogen fosfat Nama Kimia : Monobasic potassium phosphate No CAS : Rumus kimia : KH 2 PO 4 BM : 136,09 Pemerian : serbuk kristal tidak berwarna atau kristal putih, granul atau kristal tidak berbau. Kelarutan : sangat larut dalam air Fungsi : buffering agent Sodium Bikarbonat Nama Kimia : carbonic acid monosodium salt No CAS : Rumus kimia : Na 2 HCO 3

149 18 BM : 84,01 Pemerian : serbuk kristal putih tidak berbau, dengan rasa sedikit asin. Kelarutan : Larut dalam air (1:11) Inkompatabilitas : asam, garam asam, dan banyak garam alkaloid. Sodium bikarbonat menggelapkan warna salisilat. Fungsi : buffering agent Purified water Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna dan tidak berbau ph : Antara 5,0 dan 7,0 Fungsi : Pelarut zat atif maupun zat tambahan 2.7 Permasalahan Sediaan a. Dalam formulasi ini valproic acid akan diformulasikan menjadi larutan sirup. Kelarutan valproic acid sangat sedikit larut dalam air. Sehingga akan menyulitkan dalam pembuatan menjadi larutan yang mengharuskan semua bahan terlarut dalam pelarutnya, jernih, dan tidak ada endapan. b. Valproic acid memiliki rasa yang pahit. c. ph sediaan oral solution valproic acid menurut USP adalah Rancangan Formulasi a. Untuk meningkatkan kelarutan akan digunakan sodium valproate dengan jumlah yang setara dengan 250 mg valproic acid tiap 5 ml. b. Sirup valproic acid yang akan diformulasikan ini diberikan rasa dan pemanis sehingga dihasilkan sirup dengan rasa yang enak dan menarik. Maka, dengan pertimbangan seperti itu larutan valproic acid ditambahkan pemanis yaitu larutan sukrosa, sorbitol, dan tallin serta ditambahkan perasa cherry. c. Sirup valproic acid akan dibuat dengan beberapa batch dengan/tanpa penggunaan buffer. Buffer yang akan digunakan adalah buffer sitrat, buffer bikarbonat dan buffer fosfat.

150 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium New Product Development PT. Actavis Indonesia, Jl. Raya Bogor KM 28, Jakarta Timur. 3.2 Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sodium valproate, metil paraben, propil paraben, sukrosa, sorbitol liquid, tallin, edicol supra ponceau 4R, peppermint compositum, flav cherry mane, sodium sitrat, sodium klorida, sodium bikarbonat, disodium hidrogen fosfat, sodium dihidrogen fosfat. 3.3 Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini untuk skala lab adalahmagnetic stirer, alat-alat gelas, ph meter (Mettler Toledo), piknometer. Untuk skala pilot menggunakan Ekatomixer dan Silverson L2R Metode Pelaksanaan Evaluasi Formula Originator dan Kompetitor Melakukan studi literatur untuk mencari dan mengumpulkan informasi mengenai formula originator Depakene dan kompetitor dari berbagai sumber seperti artikel dan website yang memuat informasi yang dibutuhkan Formulasi dan pembuatan sirup valproic acid Perhitungan sodium valproat BM Valproic acid= 144,2 BM sodium valproat =166,2 Jumlah sodium valproat = 166,2 144,2 250 mg = 288,1415 mg Maka valproic acid 250 mg setara dengan sodium valproat 288,1415 mg 19

151 20 Tabel 3.1. Formula dari sirup valproic acid pada tiap 5 ml Bahan /5 ml /5 ml /5 ml /5 ml /5 ml /5 ml (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) (mg) Sodium Valproat Metil Paraben Propil Paraben Sukrosa Sorbitol liquid Peppermint Compositum Edicol Supra Ponceau Talin Sukralosa Sodium sitrat Sodium klorida Disodium hidrogen fosfat Potassium dihidrogen fosfat Sodium Bikarbonat Flav cherry Mane* Purified Water ad 5ml ad 5ml ad 5ml ad 5ml ad 5ml ad 5ml Pembuatan Cara pembuatan dari larutan sirup Valproic Acid adalah sebagai berikut: 1. Purified water dimasukkan ke dalam beaker glassdengan suhu terkontrol (min 90 o C). Sambil diaduk secara perlahan, masukkan satu persatu, yaitu metil paraben dan propil paraben selama 5-10 menit. 2. Ditambahkan sukrosa kedalam larutan no 1. Aduk dengan selama 5-10 menit sampai larut (suhu dipertahankan min 80 o C). Lalu dinginkan hingga mencapai suhu o C dengan diaduk secara terus menerus. 3. Ditambahkan sorbitol liquid ke dalam larutan no. 2 dan aduk selama 5 menit hingga homogen 4. Dilarutkan dalam beaker glass sodium valproat ke dalam purified water. Aduk 5-10 menit hingga homogen dan larut sempurna.

152 21 5. Dilarutkan dalam beaker glass Tallin, Edicol supra ponceau, Peppermint compossitum, Flavour cherry mane ke dalam purified water (40-45 o C). Aduk 1-5 menit hingga homogen dan larut sempurna. 6. Masukkan campuran no 4 ke dalam campuran no 3. Aduk hingga homogen. 7. Masukkan campuran no 5 ke dalam campuran no 6 Aduk hingga homogen. 8. Tambahkan purified water ad hingga batas. 9. Untuk batch dengan penggunaan buffer, lakukan penambahan buffer dengan melarutkan buffering agent dalam purified water. Tambahkan perlahan lahan hingga didapatkan ph yang diinginkan Evaluasi sirup valproic acid Organoleptis Penampilan keseluruhan dari produk cair penting bagi penerimaan konsumen. Pengamatan ini mengenai uji kejernihan, warna, rasa, dan bau apakah sudah sesuai dengan spesifikasi. Pemilihan warna biasanya dibuat konsisten dengan rasa, misalnya hijau atau biru untuk rasa permen, merah untuk rasa strawberry atau cherry. Warna dapat diamati secara visual Kejernihan dapat ditentukan dengan menyinari larutan langsung dengan cahaya. Adanya partikel yang tidak larut akan menyebarkan sinar dan kondisi ini menyebabkan larutan seperti berkabut.hasil yang diharapkan sirup Valproic acid berwarna merah dan memiliki rasa cherry Penetapan ph <1071> (FI IV, hal 1039) ph meter dikalibrasi menggunakan buffer standar. Ukur ph cairan menggunakan ph meter yang telah dikalibrasi. Pemeriksaan ph sediaan menggunakan ph-meter yang telah distandarisasi. Cara pelaksanaannya, yaitu : elektroda dicuci dengan air suling dan dikeringkan, elektroda dimasukkan ke dalam larutan ph standar 7,0 sampai ph konstan, elektroda dicuci lagi dengan air suling dan dikeringkan, elektroda dimasukkan ke dalam larutan ph standar 4,0 sampai ph konstan, elektroda dicuci kembali dengan air suling dan dikeringkan,elektroda dimasukkan ke dalam larutan ph standar 9,0 sampai ph konstan, elektroda dicuci lagi dengan air suling dan dikeringkan. Sediaan

153 22 sebanyak 15 ml dimasukkan dalam wadah, elektroda ph dicelupkan dalam sediaan sirup dan diamati ph-nya. Lakukan pengamatan di tiap suhu penyimpanan pada hari ke-1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 14, 21, dan Penetapan bobot jenis (FI IV hal 1030 )<981> Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25 C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam monografi, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25 C zat berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang tertera pada masing-masing monografi, dan mengacu pada air pada suhu 25 C. Prosedur: 1. Gunakan piknometer bersih, kering, (dicuci terlebih dahulu dengan larutan sulfokromik dan bilas dengan etanol lalu aseton) dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru didihkan, pada suhu 25 C. 2. Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20 C, masukkan ke dalam piknometer. Atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25 C, buang kelebihan zat uji dan timbang. 3. Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi. 4. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air, dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 25 C. BJ = W2 W0 W1 W0 (3.1) Ket: W 0 = bobot piknometer kosong W 1 = bobot piknometer yang diisi air W 2 = bobot piknometer yang diisi sediaan

154 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan studi literatur terhadap formula paten dan beberapa kompetitornya, didapat perbandingan formula yang digunakan dalam pembuatan sirup valproic acid. Tabel 4.1. Perbandingan formula PT AI, originator Depakene dan kompetitor Fungsi Zat aktif Depakene (ABBOTE) Sodium Valproat Epilim (SANOFI) Sodium Valproat Orlept (WORKHAR DT) Sodium Valproat Depalept (CTS Chem) Sodium Valproat Pemanis Gliserin Sukrosa Maltitol (E965) solution yang mengandung sorbitol Sorbitol Sorbitol powder Sukrosa Sodium saccharin Sukrosa Sorbitol Solution Sodium Saccharin Pengawet Metil paraben Metil paraben Nipasept Metil paraben (E218, E214, E217) Propil paraben Propril paraben Propil paraben Perasa dan pewarna Art cherry flavor FD&C Red No.40 Vanillin Flavour IFF cherry 740 Ponceau 4R (E124) Cherry flavour black NA D3923 Cherry flavour Ponceau 4 R Buffering agent/pengadjust ph HCl NaOH HCl 3 M NaOH 3 M Pelarut Purified water Purified water Purified water Purified water 23

155 24 Pada tabel 4.1 terlihat bahwa formula paten dan kompetitor untuk mengatur ph sirup digunakan peng-adjust ph berupa asam dan basa kuat seperti HCl dan NaOH. Sedangkan formula kompetitor lain seperti Epilim (Sanofi), tidak digunakan tambahan buffer atau peng-adjust ph. Dari perbandingan tersebut selanjutnya dilakukan pengembangan formula dengan penambahan buffer untuk menjaga kestabilan ph sediaan sehingga tidak perlu ditambahkan asam atau basa kuat untuk memastikan keamanan sediaan sirup yang dikembangkan. Formula sirup valproic acid dibuat dengan formula tanpa buffer (base) dan formula dengan penggunaan buffer. Buffer yang digunakan adalah buffer sitrat, fosfat dan bikarbonat. Pengamatan dilakukan pada suhu penyimpanan 4 o C, suhu kamar, dan suhu 60 o C ph Hari ke- Gambar 4.1 Pengaruh suhu terhadap ph sirup Valproic acid tanpa buffer (TR- P2470T-15) Ket: Suhu 4 o C ;Suhu Kamar ; Suhu 60 o C. Formula sirup valproic acid tanpa menggunakan buffer (TR-P2470T-15) menghasilkan sirup berwarna merah jernih, beraroma cherry dan berat jenis 1,2. Setelah dilakukan penyimpanan, terlihat pada gambar 4.1 ph formula sirup valproic acid masih berada diatas 7 (suhu 4 o C dan suhu kamar). Namun walau tidak terlihat secara signifikan, ph tersebut terlihat turun perlahan. Sedangkan pada penyimpanan suhu 60 o C, terlihat jelas terjadi penurunan ph hingga di bawah 7.

156 ph Hari ke- Gambar 4.2 Pengaruh suhu terhadap ph sirup Valproic acid dengan buffer fosfat (TR-P2470T-16) Ket: Suhu 4 o C ;Suhu Kamar ; Suhu 60 o C. Penggunaan buffer fosfat (gambar 4.2) menghasilkan sediaan dengan ph yang cukup stabil, yaitu 6,5-6,7. Bahkan hingga pengamatan hari ke-30 tidak telihat penurunan ph yang berarti. Akan tetapi penggunaan buffer menghasilkan sediaan sirup yang keruh dan timbul berupa gumpalan-gumpalan serta menghasilkan sediaan sirup dengan rasa seperti terbakar di mulut. Maka secara organoleptik, sediaan ini tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan pada penggunaan buffer sitrat (gambar 4.3), ph sedian tidak cukup stabil dengan adanya kenaikan ataupun penurunan ph yang fluktuatif. Namun ph tetap pada kisaran 6,7-7,2.

157 ph Hari ke- Gambar 4.3 Pengaruh suhu terhadap ph sirup Valproic acid dengan buffer sitrat (TR-P2470T-18). Ket: Suhu 4 o C ;Suhu Kamar ; Suhu 60 o C ph Hari ke- Gambar 4.4 Pengaruh suhu terhadap ph sirup Valproic acid dengan buffer bikarbonat (TR-P2470T-19). Ket: Suhu 4 o C ;Suhu Kamar ; Suhu 60 o C.

158 27 Sedangkan pada batch dengan buffer bikarbonat menghasilkan ph sediaan di atas 8. Selama penyimpanan ph sediaan terus mengalami kenaikan ph perlahan. Dari hasil pengamatan tersebut, penggunaan buffer fosfat tidak dapat dilanjutkan dikarenakan rasa dan penampilannya yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Maka untuk selanjutnya dilakukan pengamatan lanjutan terhadap buffer sitrat dan bikarbonat. Sebelumnya ph awal sediaan yang didapat dengan penambahan buffer belum mencapai ph yang diharapkan. Sehingga buffer akan ditambahkan hingga ph sediaan pada ph 7,5-7,8 dengan cara menambahkan larutan buffer perlahan-lahan ph Hari ke- Gambar 4.5 Pengaruh suhu terhadap ph sirup Valproic acid dengan buffer sitrat (TR-P2470T-21). Ket: Suhu 4 o C ;Suhu Kamar ; Suhu 60 o C. Hasil yang didapat pada penggunaan buffer sitrat, ph sediaan terlihat cukup stabil pada ph 7,5-7,8. Namun terjadi lonjakan ph hingga diatas 8 pada hari ke-32 pada suhu 60 o C. Secara penampilan, konsistensi sediaan telah berubah. Sediaan menjadi lebih kental dengan menguapnya banyak air. Dengan menguapnya air dalam sediaan kemungkian akan mempengaruhi stabilitas sediaan terutama ph tersebut.

159 ph Hari ke- Gambar 4.6 Pengaruh suhu terhadap ph sirup Valproic acid dengan buffer bikarbonat (TR-P2470T-22). Ket: Suhu 4 o C ;Suhu Kamar ; Suhu 60 o C. Sediaan sirup valproic acid dengan buffer bikarbonat ditambahkan buffer hingga ph awal sirup sesuai dengan yang dipersyaratkan, yaitu ph 7,7. Setelah dilakukan penyimpanan, ph sediaan terus mengalami kenaikan. Secara penampilan, warna sediaan pun berubah menjadi kecokelatan terutama pada suhu penyimpanan 60 o C. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ph larutan dapar. Temperatur memiliki pengaruh terhadap larutan-larutan dapar. Kolthoff dan Tekelenburg menyatakan istilah koefisien temperatur ph yaitu perubahan ph akibat pengaruh temperatur. Koefisien temperatur dapar asam relatif kecil, namun ph sebagian besar dapar basa ternyata berubah lebih menyolok. Hal ini disebabkan adanya nilai Kw dalam persamaan dapar basa yang dapat berubah mengikuti perubahan temperatur. Perubahan yang terjadi pada ph sediaan sirup dapat dimungkinkan karena adanya pengaruh suhu. Perubahan ini terlihat jelas pada buffer bikarbonat yang merupakan dapar basa (gambar 4.4 dan 4.6) Buffer sitrat yang digunakan, cukup stabil dalam mempertahankan ph sediaan. Walaupun terjadi kenaikan ph pada penyimpanan suhu 60 o C (gambar 4.3

160 29 dan 4.5), hal ini diduga disebabkan karena terjadi penguapan air. Air dapat mengubah kekuatan ion dalam sediaan. Hal ini dikenal dengan istilah nilai pengenceran, yaitu perubahan ph yang terjadi akibat pengenceran larutan dapar hingga menjadi ½ kali kekuatan mula-mula. Penambahan air dalam jumlah cukup, dapat mengubah ph yang mengakibatkan penyimpangan positif atau negatif sekalipun kecil. Karena air selain dapat mengubah nilai koefisien keaktifan ia juga dapat bertindak sebagai asam lemah atau basa lemah.

161 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sodium valproate dengan kelarutan dalam airnya lebih baik, dapat digunakan dengan jumlah yang setara dengam 250 mg valproic acid tiap 5 ml. 2. Penambahan buffer pada formula syrup valproic acid memberikan efek terhadap stabilitas ph larutan. 3. Suhu penyimpanan dapat mempengaruhi kestabilan ph sediaan selama penyimpanan. ph sirup stabil jika disimpan dalam kulkas (4 o C) dan suhu kamar (25 ± 2 o C). 4. Formula sirup valproic acid tanpa menggunakan buffer (TRP-2470T-15) dan dengan penambahan buffer citrat (TRP-2470T-21) adalah formula yang memenuhi persyaratan sediaan sirup menurut USP, yaitu ph Suhu penyimpanan dapat mempengaruhi ph sediaan. ph sirup stabil jika disimpan dalam kulkas (4 o C) dan suhu kamar (25 ± 2 o C). 5.2 Saran Dari penelitian ini dapat dilanjutkan kembali uji stabilitas ph sirup pada pilot scale. 30

162 DAFTAR ACUAN Ansel, H. C Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI-Press. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan RI Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Fisher RS., Boas WE., Blume W., Elger C., Genton P., Lee P., et al Epileptic seizures and epilepsy: definition proposed by the International League Against Epilepsy (ILAE) and the International Bureau for Epilepsy (IBE). Epilepsia; 46 (4): Gidal, B.E., and Garnett, W.R Epilepsy. in Pharmacotherapy: A Phathophisiology Approach, Dipiro, J.T., et al (eds) McGraw Hill. New York Lacy, Charles F., 2009, Drug Information Handbook, American Pharmacists Association. R. A. Durst Ion-selective Electrodes dalam buku Analytical Chemistry. H. Freiser. Ed. Plenum Press. New York. Bab 5 Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Owen, S. C Handbook of Pharmaceutical Excipients(6 th Ed.). London: The Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association Sweetman, Sean C Martindale: The Complete Drug Reference 36th ed. USA:Pharmaceutical Press (pp.1389).. 31

163 LAMPIRAN

164 33 Lampiran 1. Organoleptis Sirup Valproic Acid Suhu 4 o C Suhu Kamar Suhu 60 o C TRP-2470T-19 TRP-2470T-18 TRP-2470T-16 TRP-2470T-15 * * *

165 34 TRP-2470T-21 TRP-2470T-22 TRP-2470T-20 * Keterangan : larutan keruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 8 JANUARI 28 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DINNY

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KALBE FARMA, Tbk. KAWASAN INDUSTRI DELTA SILICON JL. M.H. THAMRIN BLOK A3-1, LIPPO CIKARANG BEKASI PERIODE 01 APRIL - 30 MEI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ASTRAZENECA INDONESIA CIKARANG SITE JALAN TEKNO RAYA BLOK B1A B1B, CIKARANG, BEKASI JAWA BARAT PERIODE 6 JANUARI 21 FEBRUARI 2014 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MERCK TBK. JL. TB. SIMATUPANG NO. 8 PASAR REBO JAKARTA TIMUR PERIODE 3 FEBRUARI 28 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

Produksi di Industri Farmasi

Produksi di Industri Farmasi Produksi di Industri Farmasi PRODUKSI istilah terkait Pembuatan Seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat, meliputi produksi dan pengawasan mutu, mulai dari pengadaan bahan awal dan bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 2 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER HERDIYANTI

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA DWI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61,

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi no. 61, Bandung di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GALENIUM PHARMASIA LABORATORIES JALAN RAYA BOGOR KM 51,5 CIMANDALA BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER BRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT ACTAVIS INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 12 AGUSTUS 30 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SARY

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA KAWASAN INDUSTRI MANIS JL. MANIS RAYA KM 8,5 GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG PERIODE 6 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 29 AGUSTUS 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SRIWULANTYA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI INDUSTRI FARMASI LANDSON PT. PERTIWI AGUNG JALAN DDN SUKADANAU CIKARANG BARAT BEKASI PERIODE 9 SEPTEMBER-7 NOVEMBER 2014 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. MOLEX AYUS JL. RAYA SERANG KM 11,5 CIKUPA TANGERANG PERIODE 16 JANUARI - 27 JANUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LOEDFIASFIATI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JALAN RAYA BOGOR KM. 38 PERIODE 9 SEPTEMBER 31 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

2 Presiden Nomor 55 Tahun 2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 125); 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.794, 2014 KEMEN KP. Obat Ikan. Cara Pembuatan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PERMEN-KP/2014 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT IKAN YANG

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 1 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT TAISHO PHARMACEUTICAL INDONESIA TBK. JL. RAYA BOGOR KM 38, DEPOK PERIODE 17 JUNI - 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG PERIODE MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI, S.Farm 1106047215

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017

Viddy A R. II Selasa, 5 September 2017 INDUSTRI No. Tanggal Topik/Pokok Bahasan Substansi materi Dosen I Selasa, 29 Agustus 2017 Pendahuluan -Ruang lingkup industri farmasi -Pemenuhan CPOB -Jenis-jenis industri farmasi -Ciri-ciri industri farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1 Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisioanl Yang Baik (CPOTB) PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : SRI ROMAITO HASIBUAN, S.Farm 093202065 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. GUARDIAN PHARMATAMA KAWASAN INDUSTRI MANIS JALAN GATOT SUBROTO KM 8,5, GANDASARI, JATIUWUNG, TANGERANG PERIODE 6 JANUARI 28 FEBRUARI

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.393, 2011 BADAN POM. Obat Tradisional. Pembuatan. Persyaratan Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629 TAHUN 2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI MARET 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI MARET 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PFIZER INDONESIA JL. RAYA BOGOR KM 28, JAKARTA TIMUR PERIODE 6 JANUARI 2014 7 MARET 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER INDAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan Disusun Oleh : Astrie Rezky, S. Farm. 093202004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto

BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan pada tahun 1960 oleh Tjipto BAB II TINJAUAN UMUM PT. PRADJA PHARIN (PRAFA) 2.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Prafa merupakan salah satu perusahaan farmasi Indonesia yang mengalami perkembangan pesat. PT. Prafa didirikan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.04.1.33.12.11.09938 TAHUN 2011 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di PT. SANBE FARMA UNIT II CIMAHI Disusun Oleh : Syabrina Naulita Pane, S.Farm. NIM 093202066 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO.383 PADALARANG, BANDUNG PERIODE 16 JANUARI 2012-10 FEBRUARI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi

Aspek-aspek CPOB. Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Personalia Aspek-aspek CPOB Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan mutu Inspeksi diri dan audit mutu Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya jaman masyarakat semakin sadar bahwa akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu aspek terpenting untuk

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 659/MENKES/SK/X/1991 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa untuk membuat obat tradisional yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK 7 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK 2.1 Sejarah Singkat Berdirinya PT. Metiska Farma PT. Metiska Farma didirikan pada tahun 1970, atas prakarsa Bapak Memet Tanuwijaya, Bapak Ismail dan Bapak Karim Johan, yang pada

Lebih terperinci

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik

Penggunaan terbesar herbal. Fitofarmaka. supplement. kosmetik Penggunaan terbesar herbal Fitofarmaka supplement kosmetik Pasar herbal Pasar dunia 10 M USD Nilai export indonesia 100 Triliun Kualitas Produksi herbal GAP GMP GDP GAP ON FARM Iklim Tanah Ketinggian bibit

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PABRIK PHARMASI ZENITH JL. TAMBAK AJI NO. 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 1 APRIL 23 MEI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PABRIK PHARMASI ZENITH JL. TAMBAK AJI NO. 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 1 APRIL 23 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. PABRIK PHARMASI ZENITH JL. TAMBAK AJI NO. 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 1 APRIL 23 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AZMAH

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS CARA DISTRIBUSI OBAT

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. ZENITH PHARMACEUTICALS JL. TAMBAK AJI 1 SEMARANG JAWA TENGAH PERIODE 4 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : Eka Saputra, S. Farm. 073202020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) BPOM dalam mengawal obat Visi : Obat dan makanan terjamin aman,bermutu dan berkhasiat. Misi: Melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah Sebagai suatu perusahaan farmasi bertaraf global, PT Aventis Pharma terbentuk karena hasil penggabungan/ merger antara dua perusahaan besar kimia farmasi

Lebih terperinci

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu

Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Tugas dan tanggungjawab Quality Assurance (QA) / Jaminan Mutu Departemen QA merupakan departemen yang bertanggung jawab antara lain : a) Audit internal QA melakukan evaluasi kerja kesemua bagian/departemen

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SOLAS LANGGENG SEJAHTERA BANDUNG Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Profesi Apoteker Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang berhak mendapat kesehatan yang layak seperti tertulis dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia

Lebih terperinci