BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Kerja. dalam organisasi (Robbins dan Judge, 2008). Mowday (dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Kerja. dalam organisasi (Robbins dan Judge, 2008). Mowday (dalam"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komitmen Kerja 1. Pengertian Komitmen Kerja Komitmen kerja, merupakan istilah lain dari komitmen organisasional, merupakan dimensi perilaku yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan pegawai. Komitmen kerja adalah suatu keadaan seorang karyawan yang memihak organisasi tertentu, serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi (Robbins dan Judge, 2008). Mowday (dalam Sopiah, 2008) mengungkapkan bahwa komitmen kerja adalah identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi. Komitmen kerja memiliki dua komponen penting, yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku terhadap suatu perkara. Sikap berkaitan dengan identifikasi, keterlibatan dan kesetiaan, sedangkan kehendak bergantung pada keadaan untuk bertingkah laku dalam kesediaan menampilkan usaha (Yusof, 2007). Komitmen kerja merupakan karakteristik personal yaitu dapat diandalkan dan dapat di percaya (Byron, 2010). Cohen dalam Kusumaputri (2015) mendefinisikan bahwa komitmen kerja adalah kekuatan yang mengikat individu untuk melakukan suatu aksi menuju satu atau beberapa tujuan organisasi. Sedangkan Best (dalam Kusumaputri, 2015) mengatakan bahwa individu-individu yang berkomitmen untuk melakukan aksi-aksi 15

2 16 atau perilaku khusus yang dilandasi oleh keyakinan moral dari pada keuntungan pribadi. Blau dan Boal dalam Sopiah (2008) menyebutkan bahwa komitmen kerja sebagai keberpihakan dan loyalitas karyawan terhadap organisasi dan tujuan organisasi. Sedangkan Robbins dalam Sopiah (2008) mendefinisikan komitmen kerja sebagai suatu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka dari karyawan terhadap organisasi. Miller dan Lee (dalam Kusumaputri, 2015) mendefinisikan komitmen kerja adalah suatu keadaan dari anggota organisasi yang terikat aktivitas dan keyakinannya, adapun fungsinya untuk mempertahankan aktivitas dan keterlibatannya dalam organisasi. Lincoln (dalam Sopiah, 2008), menyatakan bahwa komitmen kerja mencakup kebanggaan anggota, kesetiaan anggota dan kemauan anggota pada organisasi. Baron dan Armstrong (2010), mengatakan bahwa komitmen kerja adalah tentang mengenal pasti tujuan dan nilai organisasi, keinginan menjadi milik organisasi dan kesanggupan untuk berusaha menjadi milik organisasi. Baron dan Armstrong juga menjelaskan bahwa komitmen dapat memastikan organisasi itu dilihat sebagai tempat yang hebat untuk bekerja, lalu menjadikannya pemimpin pilihan. Hal serupa juga diungkapkan Steers dan Poeter (1983) yang mengatakan bahwa komitmen kerja mencangkup kesamaan nilai dan tujuan antara individu dan perusahaan, keterlibatan anggota dan juga loyalitas dari anggota. Berdasarkan serangkaian pengertian tentang komitmen kerja di atas, dapat disimpulkan bahwa komitmen kerja merupakan sikap atau perilaku karyawan yang

3 17 berkaitan dengan keinginan kuat seorang anggota organisasi/ karyawan untuk mempertahankan keanggotaannya dalam suatu organisasi, serta mendukung dan menjalankan tujuan organisasi atau perusahaan secara penuh suka rela, serta komitmen kerja lebih dari sekedar kesetiaan, namun lebih kepada keintiman atau ikatan batin anggota terhadap organisasinya. 2. Aspek - Aspek Komitmen Kerja Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008), mengungkapkan bahwa terdapat tiga aspek yang mencirikan komitmen kerja, antara lain: a. Komitmen afektif (affective commitment) Aspek ini, merupakan perasaan emosional dan keyakinan-keyakinan dari anggota/ karyawan terhadap nilai-nilai dan tujuan dari perusahaan, rasa ikut sebagai bagian dari organisasi, dan rasa keterlibatan dalam organisasi. Komitmen afektif tercermin dalam perilaku anggota terhadap organisasinya, seperti kesamaan nilai dan tujuan pribadi dengan nilai dan tujuan organisasi, penerimaan terhadap kebijakan organisasi, serta anggota memiliki kebanggaan menjadi bagian dari suatu organisasi. Menurut Allen dan Mayer (1990) pada aspek komitmen afektif dapat menimbulkan rasa keintiman sebagai keluarga terhadap sebuah organisasi, dan keterlibatan karyawan pada pekerjaan lebih mendalam dan konsisten. Kesamaan tujuan atau nilai-nilai dari seorang karyawan dengan perusahaan akan menumbuhkan kerelaan karyawan dengan mengalokasikan suatu hal demi tercapainya tujuan perusahaan. Karyawan yang memiliki komitmen afektif mempunyai anggapan bahwa organisasi akan memberikan keamanan dan

4 18 kenyamanan, karena karyawan memiliki ikatan yang kuat dengan perusahaan atau organisasi. Hal tersebut senada dengan pendapat yang diungkapkan oleh Srimulyani (2009), mengatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen afektif akan merasa lebih dekat dengan organisasi tempat karyawan itu berada, sehingga karyawan akan termotivasi dan memberikan kontribusi yang besar bagi perusahaan. b. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment), Aspek ini, berkaitan dengan nilai ekonomis yang didapat seorang karyawan, yang berarti bahwa seseorang memilih bertahan pada suatu perusahaan karena mendapat keuntungan-keuntungan tertentu, dibandingkan karyawan tersebut keluar atau berpindah ke perusahaan lain. Pada aspek ini, terbentuk karena imbalan yang diberikan oleh perusahaan yang dirasa cukup. Pada aspek ini alasan seorang karyawan bertahan karena karyawan tersebut merasa membutuhkan imbalan dari perusahaan. Karyawan dengan komitmen berkelanjutan yang tinggi akan memilih untuk tetap tinggal, dan mempertahankan hubungannya dengan perusahaan/ organisasi. Hal tersebut terjadi karena karyawan memiliki kebutuhan secara ekonomis. Karyawan dengan komitmen berkelanjutan yang rendah dapat berdampak pada kurangnya kinerja, kondisi tersebut dapat terjadi bila karyawan merasa hasil yang diterima kurang sesuai dengan dirinya (Srimulyani, 2009). Komitmen berkelanjutan merupakan keadaan karyawan yang memerlukan (need) untuk melakukan sesuatu pada perusahaan (Allen dan Mayer,1990).

5 19 c. Komitmen normatif (normative commitment), Aspek ini, berkaitan dengan keinginan untuk bertahan dengan organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis. Pada aspek ini, komitmen terbentuk dari perasaan karyawan yang merasa berkewajiban atau keharusan karyawan untuk tetap bertahan lebih dari orang lain (Greenberg dalam Kurniawan, 2015). Karyawan yang berada pada aspek ini, akan mempertahankan hubungannya dengan organisasi dan memberikan usaha-usaha secara maksimal guna kemajuan dan tercapainya tujuan perusahaan. Hal tersebut terjadi karena karyawan yang memiliki komitmen normatif merasa lebih bertanggung jawab untuk melakukan hal tersebut dibandingkan orang lain. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Srimulyani (2009) yang mengungkapkan bahwa karyawan dengan komitmen normatif yang tinggi memiliki rasa tanggung jawab pada pekerjaannya, rekan kerjanya, ataupun pada manajemennya, hal tersebut terjadi karena karyawan memiliki rasa kewajiban untuk membalas apa yang telah organisasi berikan kepada dirinya, sehingga memberikan loyalitas yang tinggi pada perusahaan atau organisasi. Selain aspek-aspek yang diungkapkan di atas terdapat pendapat yang senada, Allen dan Mayer (2003) juga mengungkapkan 3 aspek komitmen kerja, antara lain: a. Affective comitment Pada aspek ini, merupakan aspek dasar dari komitmen kerja seorang individu, karyawan/anggota ingin tetap bertahan atau tetap menjadi anggota, karena memiliki ikatan emosional dan kesamaan tujuan dengan perusahaan. Pada aspek ini karyawan

6 20 sangat bergantung dengan kesesuaian nilai-nilai dan tujuan perusahaan dengan prinsip dan nilai-nilai yang dianut oleh karyawan tersebut, apabila terjadi perubahan terhadap tujuan-tujuan perusahaan akan berdampak langsung terhadap karyawan tersebut. Hal itu dikarenakan karyawan akan kembali mencari kesesuaian antara nilai-nilai perusahaan dengan prinsip-prinsip yang dianut olehnya, jika dalam hal ini terdapat kesesuaian maka keinginan untuk tetap bertahan akan terjaga. Namun bila dalam hal ini tidak terdapat kesesuaian, maka karyawan akan berpikir untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Komitmen afektif merupakan suatu kecenderungan untuk terlibat dalam aktivitas organisasi yang dilakukan secara konsisten, dan merasa investasi yang dikumpulkan akan hilang bila kegiatan atau aktivitas dalam perusahaan dihentikan (Becker dalam Allen dan Meyer, 1990). b. Continuance comitment Aspek ini, muncul karena masalah ekonomis, hal tersebut dapat dilihat bila seorang karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi untuk mendapatkan gaji atau untuk memperoleh keuntungan-keuntungan lainnya, dan karyawan tidak dapat menemukan alternatif pekerjaan lain. Tingkat continuance comitment dalam perkembangannya sangat berhubungan dengan ketersediaan pilihan pekerjaan, yang akan berpengaruh terhadap keinginan karyawan untuk meninggalkan perusahaan, hal tersebut menandakan bahwa rendahnya tingkat Continuance comitment (Mayer, dan Allen, 2003).

7 21 c. Normative comitment Aspek ini, muncul karena kesadaran diri dari seorang karyawan, bahwa pilihan untuk bertahan dan tetap menjadi anggota organisasi memang merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan, bila karyawan tersebut memilih meninggalkan perusahaan, maka pilihannya bertentangan dengan yang seharusnya dan pendapat umum. Komitmen normatif dapat berkembang dari tekanan-tekanan yang dirasakan oleh seorang karyawan, pada proses adaptasi dan sosialisasi ketika karyawan tersebut dalam posisi sebagai karyawan baru (Wiener dalam Meyer dan Allen, 1990). Dari kedua paparan tentang aspek komitmen kerja di atas, terlihat adanya kesamaan makna antar aspek dari masing-masing tokoh, dan saling terkait antara aspek satu dengan aspek yang lainya. Pada kesimpulannya aspek dari komitmen menurut kedua tokoh tersebut, yaitu komitmen afektif, komitmen normatif dan komitmen berkelanjutan. Pada penelitian ini, agar lebih spesifik peneliti akan mengambil aspek aspek komitmen kerja dari Robbins dan Judge (2008), yaitu; Komitmen afektif (affective commitment), Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) Komitmen normatif (normative commitment). Alasan peneliti mengambil aspek tersebut sebagai aspek penelitian karena aspek aspek yang diungkapkan Robbins dan Judge merupakan aspek yang lebih baru dan merupakan pengembangan dari aspek aspek sebelumnya.

8 22 3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Kerja Kusumaputri (2015) mengungkapkan tujuh faktor yang dapat mempengaruhi komitmen kerja karyawan, yaitu: a. Faktor-faktor terkait pekerjaan (job related factors) Merupakan hasil keluaran yang terkait faktor-faktor pekerjaan yang cukup penting ditingkat individu, peran dalam pekerjaan, hal lain yang kurang jelas pun akan mempengaruhi komitmen organisasi, seperti kesempatan promosi dan lain-lain. Faktor yang berdampak pada komitmen adalah tanggung jawab dan tugas yang diberikan pada anggota. b. Kesempatan para anggota (employee oportunities) Kesempatan anggota akan berpengaruh pada komitmen organisasi, karyawan yang masih memiliki peluang tinggi bekerja di tempat lain, akan mengurangi komitmen kerja karyawan, begitu pun sebaliknya. Hal ini sangat bergantung pada loyalitas karyawan terhadap perusahaan tempatnya bekerja, karyawan akan selalu memperhitungkan keinginan untuk keluar atau tetap bertahan. c. Karakteristik individu Karakteristik individu yang berpengaruh seperti usia, masa kerja, tingkat pendidikan, kepribadian, dan hal-hal yang menyangkut individu tersebut (karakter). Dijelaskan pula, bahwa semakin lama masa kerja maka makin tinggi juga komitmen kerja yang dimilikinya. Selain itu peran gender juga dapat berpengaruh pada komitmen organisasinya, namun peran gender ini tidak semata-mata hanya perbedaan gender saja namun juga dengan jenis pekerjaan yang diberikan dan

9 23 keyakinan terhadap kemampuan yang dimilikinya, Bandura (1997) mengatakan bahwa karakteristik individu dapat dipengaruhi oleh kekuatan self-efficacy masingmasing individu. Karakteristik individu sendiri sangat bergantung pada self-efficacy. Hal tersebut senada dengan pendapat Yusril, dkk (2014) yang mengatakan bahwa self-efficacy merupakan indikasi dalam mengoptimalkan kemampuan dan faktor personal yang ada pada individu dalam meningkatkan komitmen kerja individu tersebut. Self-efficacy yang kuat dari seorang karyawan akan membentuk kepercayaan diri seorang karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. d. Lingkungan kerja. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi komitmen kerja, satu dari kondisi lingkungan kerja yang berdampak positif bagi komitmen organisasi adalah rasa memiliki organisasi. Hal ini dimaksudkan bahwa karyawan yang memiliki rasa keterlibatan menganggap dirinya dilibatkan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor lain dalam lingkungan kerja yang berpengaruh adalah sistem seleksi, penilaian, serta promosi, gaya manajemen, dll. e. Hubungan positif Hubungan positif memiliki arti hubungan antar anggota baik hubungan dengan atasan, rekan kerja, maupun bawahan, dan rasa saling menghargai, akan menimbulkan komitmen kerja yang tinggi.

10 24 f. Struktur organisasi. Struktur organisasi yang fleksibel lebih mungkin berkontribusi pada peningkatan komitmen anggotanya, manajemen dapat meningkatkan komitmen anggotanya dengan memberikan anggota arahan dan pengaruh yang lebih baik. Sedangkan sistem birokratis akan cenderung berdampak negatif bagi organisasi. g. Gaya manajemen Gaya manajemen yang tidak sesuai dengan konteks aspirasi anggota anggotanya akan menurunkan tingkat komitmen organisasi. Sedangkan gaya manajemen yang membangkitkan keterlibatan hasrat anggota untuk pemberdayaan dan tuntutan komitmen untuk tujuan-tujuan organisasi akan meningkatkan komitmen kerja. Semakin fleksibel organisasi yang menekankan pada partisipasi angota dapat meningkatkan komitmen organisasi secara positif serta cukup kuat. Dari faktor yang telah diungkapkan Kusumaputri tersebut, karakteristik individu menjadi faktor yang tidak kalah penting dengan faktor-faktor yang lainnya, karakter individu sendiri merupakan hal yang melekat dalam individu. Karakteristik individu dapat berkembang dengan baik bila individu tersebut memiliki self-efficacy. Self-efficacy akan menumbuhkan rasa keyakinan diri atas kemampuan dirinya dalam menyelesaikan tugas-tugasnya (Bandura, 1997). Karyawan yang mampu menumbuhkan rasa percaya diri atas kemampuannya (self-efficacy) dalam dirinya akan mampu bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan menjadikan dirinya berdaya (Mulyadi, 2007). Pendapat sama juga

11 25 diungkapkan oleh Locke (dalam Suseno, 2009) yang mengatakan bahwa self-efficacy yang tinggi akan menumbuhkan rasa percaya diri pada kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas. Individu dengan self-efficacy yang tinggi memiliki dampak seperti semakin besarnya usaha individu tersebut memperoleh keberhasilan di tempat kerja, serta mampu mengatasi berbagai kesulitan dan tekanan di tempat kerja dan hal tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap terbentuknya komitmen kerja (Agarwal dan Mishra, 2016). B. Self-Efficacy 1. Pengertian Self-Efficacy Self-efficacy merupakan keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu (Bandura, 1997). Selain itu Bandura (1997) memaparkan bahwa self-efficacy pada dasarnya adalah hasil proses kognitif yang berupa keputusan, keyakinan, atau penghargaan tentang sejauh mana individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu, yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sedangkan Luthans (2006) mendefinisikan self-efficacy sebagai penilaian yang berkaitan dengan keyakinan diri, tentang seberapa baik individu dapat melakukan tindakan yang diperlukan yang berhubungan dengan situasi yang prospektif. Baron dan Byrne (1991), mendefinisikan self-efficacy sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu

12 26 tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan. Pendapat yang sama juga diungkapkan Gist dan Mitchell, dalam Gufron dan Risnawati (2014), yang mengatakan bahwa self-efficacy dapat membawa pada perilaku yang berbeda diantara individu dengan kemampuan yang sama, karena self-efficacy mepengaruhi pilihan, tujuan, penyelesaian masalah, dan kegigihan dalam berusaha. Self-efficacy adalah sebagai indikator positif dari core self-evaluation untuk melakukan evaluasi diri, yang berguna untuk memahami diri (Judge dan Bono, 2001). Luthans (dalam Suseno, 2009) menyatakan self-efficacy berkaitan dengan bagaimana individu merasa mampu untuk melakukan pekerjaan. Sementara Locke (dalam Suseno, 2009) mengatakan bahwa self-efficacy yang tinggi, akan menumbuhkan rasa percaya diri terhadap kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas. Self-efficacy merupakan penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, benar atau salah, dapat atau tidak mengerjakan sesuai dengan hal yang dipersyaratkan (Alwisol, 2004). Self-efficacy dapat mempengaruhi individu dalam melakukan kegiatannya. Individu akan lebih cenderung melakukan aktivitas yang menurut individu tersebut merasa mampu untuk melakukannya dengan baik, dari pada melakukan aktivitas yang berada di luar kemampuannya (Kristina, 2012). Dari beberapa pendapat ahli tentang self-efficacy dapat disimpulkan bahwa self-efficacy merupakan kemampuan individu untuk menilai diri, evaluasi diri, serta kemampuan membuat keputusan. Self-efficacy erat kaitannya dengan berbagai hal tentang penilain diri terhadap kemampuanya dan merupakan hasil dari proses

13 27 kognitif masing-masing individu, yang berguna untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi pada diri individu tersebut. 2. Dimensi Self-Efficacy Menurut Bandura (1997) self-efficacy pada diri tiap individu akan berbeda antara satu individu dengan yang lainnya berdasarkan tiga dimensi. Berikut adalah tiga dimensi tersebut: a. Dimensi Tingkat/Level (magnitude). Dimensi ini, berkaitan dengan tingkat atau jenis tugas yang diterima oleh seorang individu, tingkat kesulitan dari tugas yang dihadapi oleh individu. Pada komponen ini individu membuat persepsi terhadap kemampuannya menghadapi tugas, apakah sesuai dengan kemampuannya atau di luar kemampuannya. Apabila individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka self-efficacy individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, dan sedang atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku, untuk menyelesaikan tugas yang dirasa mampu diselesaikannya, dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuan yang dirasakannya. Dimensi ini berkaitan dengan penerimaan tugas berdasarkan tingkat kesulitanya, tingkat penyelesaian tugas, dan optimis dalam menghadapi kesulitan (Kaseger, 2013).

14 28 b. Dimensi Kekuatan (strenght). Dimensi ini, berkaitan dengan seberapa besar kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya, bila individu sangat merasa yakin dapat melakukan atau menyelesaikannya, maka individu tersebut akan menjadi gigih walaupun individu tersebut tidak memiliki pengalaman sebelumnya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya, meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu makin tinggi level atau taraf kesulitan tugas. Dimensi ini berkaitan dengan usaha untuk menyelesaikan tugas/pekerjaan, seperti kegigihan dalam belajar, gigih dalam menyelesaikan tugas, dan konsistensi dalam mencapai tujuan (Kaseger, 2013). c. Dimensi Generalisasi (generality). Dimensi ini, berkaitan dengan luas bidang tingkah laku, yang ditunjukan individu berdasarkan keyakinan pada kemampuanya. Keyakinan individu terhadap dirinya bergantung pada pemahaman individu terhadap kemampuan yang dimilikinya, apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi. Keyakinan yang lemah pada individu akan mudah dipatahkan dengan pengalaman yang menggelisahkan, sementara pengalaman yang kuat akan mendorong usaha individu untuk melakukannya, walau pada tugas dengan kesulitan yang tidak terbatas. Dimensi ini

15 29 berkaitan dengan penguasaan terhadap bidang pekerjaan serta keyakinan terhadap kemampuanya pada situasi yang bervariasi (Kaseger, 2013). Selain dimensi yang diungkapkan oleh Bandura, terdapat aspek lain yang mencirikan self-efficacy, aspek tersebut diungkapkan oleh Corsini (1994), yang mengungkapkan bahwa self-efficacy terdiri dari empat aspek, yaitu: a. Aspek Kognitif Merupakan cara yang dilakukan individu dalam memikirkan strategi dan cara-cara untuk menyelesaikan tugas yang sedang atau akan dihadapinya. Pada aspek ini kegiatan hanya sebatas rencana-rencana yang disusun oleh individu, aspek ini erat kaitannya dengan pencocokan kemampuannya pada tingkat kesulitannya. b. Aspek Motivasi Merupakan aspek dari self-efficacy yang masih erat dengan proses berpikir, namun pada aspek ini kemampuan yang diterapkan adalah kemampuan memotivasi diri dan mencari dorongan-dorongan. Aspek ini membentuk suatu tindakan yang berguna untuk menjalankan rencana yang telah disusun, hingga individu memperoleh keyakinan untuk mengaktualisasikan rencananya. c. Aspek Afeksi Merupakan kemampuan mengatasi perasaan emosi yang timbul pada diri sendiri, pada aspek ini perasaan-perasaan muncul setelah mendapatkan dorongandorongan. Individu akan merasa mampu mengatasi perasaan yang tidak menyenangkan dan membuat dirinya berdaya, untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

16 30 d. Aspek Seleksi Aspek ini, merupakan aspek aktualisasi, individu memilih cara-cara atau tindakan-tindakan yang sesuai dengan waktu, kondisi dan tempat di mana individu tersebut akan mengaktualisasikan keyakinannya. Dari dimensi/aspek self-efficacy yang diungkapkan oleh kedua tokoh tersebut, yaitu Bandura dan Corsini terdapat benang merah atau saling berkaitan, karena aspek yang diungkapkan oleh Corsini merupakan aspek penegasan dari apa yang telah diungkapkan oleh Bandura sebelumnya. Dapat disimpulkan bahwa dari kedua pendapat tentang self-efficacy merupakan aspek yang memaparkan bagaimana individu memikirkan, meyakinkan diri, dan melakukan tugas tugas yang akan atau sedang dihadapinya. Pada penelitian ini peneliti menggunakan aspek yang diungkapkan oleh Bandura, karena bandura merupakan tokoh pertama yang mengungkapkan teori selfefficacy. Selain itu aspek aspek yang diungkapkan Bandura ini cangkupan maknanya lebih luas, dan lebih terpusat, dalam penilaian terhadap variabel selfefficacy. C. Dinamika Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Komitmen Kerja Karyawan Outsourcing Keyakinan atas kemampuan (self-efficacy), sebelumnya telah dipaparkan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen kerja karyawan, baik secara langsung, maupun tidak langsung terhadap komitmen kerja karyawan (khususnya

17 31 outsourcing). Namun pada kenyatannya hasil wawancara menunjukkan bahwa karyawan outsourcing lebih sering memiliki self-efficacy yang rendah, karena kekhawatiran terhadap ketidakjelasan status, ketidakjelasan jenjang profesi dan kekhawatiran dikeluarkan sewaktu-waktu. Karyawan outsourcing sering kehilangan motivasi untuk bekerja secara penuh, mudah menyerah bila pekerjaan yang dihadapinya berat, dan merasa tidak punya pengharapan mengenai jenjang statusnya. Hal tersebut terjadi karena statusnya yang bukan pegawai tetap, dan tidak mempunyai ikatan langsung dengan perusahaan. Sementara karyawan yang memiliki Self-efficacy yang tinggi dapat mecapai tujuan dan kinerja lebih baik karena menurut Bandura (dalam Wijayanti, 2013) Self-efficacy dapat memunculkan motivasi, tujuan yang lebih jelas, menstabilkan emosi, dan membentuk kemampuan yang memberikan kinerja atas aktifitas-aktifitas dan perilaku dengan sukses. Self-efficacy dapat mempengaruhi komitmen kerja, menurut Bandura (1997) self-efficacy dapat membentuk keyakinan-keyakinan individu terhadap kemampuan yang dimilikinya dalam menghadapi berbagai macam situasi yang menyebabkan tekanan. Individu yang memiliki self-efficacy tinggi berdampak pada munculnya komitmen kerja, guna memecahkan masalah dan tidak akan mudah menyerah ketika strateginya gagal (Reivich dan Shatté, dalam Qomariah, 2014). Self-efficacy, terbukti memiliki pengaruh pada aspek-aspek yang ada dalam komitmen kerja. Pada aspek komitmen afektif yang terdapat dalam komitmen kerja juga dipengaruhi oleh self-efficacy yang dimiliki oleh individu. Menurut Robbins dan Judge (2008), mengatakan bahwa komitmen afektif dapat tercermin melalui

18 32 kesamaan nilai, dan tujuan pribadi terhadap nilai dan tujuan organisasi. Hal tersebut menyebabkan individu merasa ingin bertahan karena terdapat ikatan emosional yang kuat dari individu terhadap perusahaan, rasa ikut sebagai bagian dari organisasi, dan rasa keterlibatan dalam organisasi. Kesamaan tujuan organisasi dan penerimaan diri terhadap kebijakan perusahaan secara sukarela dapat dilihat pada prestasi kerja karyawan yang bersangkutan (Ashforth & Mael dalam Riyanti, dkk, 2008). Pendapat tersebut sama dengan pernyataan Lee dan Bobko (1994), yang mengatakan bahwa individu yang memiliki self-efficacy ketika menentukan tujuannya akan mencurahkan semua perhatian, dan berusaha menghadapi halangan, dan hambatan serta berusaha secara maksimal guna mencapai tujuan tersebut. Pada dasarnya selfefficacy akan membantu karyawan lebih bersemangat dan mencari cara untuk mengatasi hambatan dalam pekerjaanya. Hal tersebut sama dengan pendapat Cervone dan Peake (1986), mengatakan bahwa self-efficacy yang dikontrol dengan baik mengakibatkan adanya perubahan, maka akan ada pengaruh terhadap motivasi berprestasi dari seorang karyawan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa self-efficacy mempengaruhi aspek komitmen afektif. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Alam (2016) dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa Self-efficacy memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap komitmen afektif, yang berarti bahwa semakin tinggi Self- efficacy dari karyawan maka semakin tinggi pula komitmen afektifnya. Sebaliknya semakin rendah Self-efficacy maka semakin rendah pula komitmen afektifnya.

19 33 Pada aspek kedua yaitu komitmen berkelanjutan, yang merupakan nilai ekonomis yang didapat seorang karyawan. Karyawan memilih bertahan pada suatu perusahaan karena mendapat keuntungan-keuntungan tertentu bila dibandingkan karyawan tersebut keluar atau berpindah ke perusahaan lain (Robbins dan Judge, 2008). Komitmen berkelanjutan merupakan sebuah persepsi dari karyawan, yang berkembang berdasarkan kepuasan dan kecukupan imbalan yang diperoleh seorang karyawan. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Stevens, dkk dalam Agarwal dan Mirshra (2016), yang mengatakan bahwa komitmen berkelanjutan secara umum berkembang melalui rasional ekonomi. Pada aspek ini belum ada teori yang secara relevan menjelaskan hubungan langsung antara self-efficacy terhadap komitmen berkelanjutan, maupun hal-hal yang terkait dengan nilai ekonomi yang didapat oleh seorang karyawan. Selanjutnya melalui penelitian Agarwal dan Mirshra (2016) yang meneliti tentang hubungan antara self-efficacy dengan komitmen kerja dan aspek-aspek komitmen kerja, dengan metode statistic diperoleh hasil secara positif dan signifikan terdapat hubungan antara self-efficacy dengan komitmen berkelanjutan, dan terdapat hubungan yang positif dan signifikan pula self-efficacy terhadap komitmen afektif maupun komitmen normatif. Lebih jelas Bidokhti dalam Agarwal dan Mirshra (2016) mengatakan bahwa ketika seseorang percaya akan kemampuannya dan yakin melakukan sesuatu hal berdasarkan rasional, maka akan timbul kekuatan yang akan meningkatkan prestasi kerja yang maksimal. Prestasi kerja yang baik, akan menghasilkan

20 34 kompensasi yang sesuai berbentuk upah atau gaji yang sesuai terhadap hasil kerjanya ( Malik, 2010). Aspek selanjutnya adalah komitmen normatif, yang merupakan rasa tanggung jawab secara moral untuk tetap bertahan dalam perusahaan, komitmen normatif merupakan pemikiran, dan keyakinan karyawan tentang apa yang benar (Allen dan Mayer, 1990). Sementara self-efficacy membantu seorang individu mencapai kematangan emosional dan mendapatkan ketenangan dalam berpikir sehingga meminimalkan kesalahan dalam memilih tindakan (Saremi dan Rezeghi, 2015). Aspek ini, merupakan aspek yang penting, karena komitmen normatif berdampak pada kehadiran kerja, kualitas kerja, serta keinginan untuk mengembangkan kemampuannya (Don, 2007). Untuk itu sangat diperlukan karyawan yang memiliki self-efficacy yang tinggi, karena karyawan dengan selfefficacy yang tinggi akan memunculkan rasa berdaya terhadap tugas yang dihadapkan kepadanya, dan akan membantu individu memperbaiki situasi-situasi yang tidak sesuai dengan harapannya (Susilowati, 2007). Rendahnya self-efficacy juga dapat mempengaruhi keinginan untuk keluar atau berpindah, dan mengabaikan kewajibannya, dikarenakan terdapat kesalahan berpikir, menurut Bandura (1997) individu dengan self-efficacy yang lemah memiliki pengharapan yang kurang dan akan mudah digoyahkan pendiriannya, serta timbulnya kesalahan kognitif yang menyebabkan munculnya kecerobohan dalam mengambil keputusan. Dari beberapa penelitian yang telah diuraikan di atas, menunjukkan bahwa self-efficacy berpengaruh pada komitmen kerja karyawan. Self-efficacy menjadi

21 35 fondasi pada kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan dan memperoleh kestabilan produktivitas. Hal tersebut sama dengan pendapat Bandura (dalam Wijayanti, 2013) mengatakan bahwa self-efficacy dapat membentuk perilaku yang pada akhirnya dapat menggerakkan keputusan, motivasi dan sumber daya yang dibutuhkan pada kondisi situasional untuk mencapai tujuan. Pengaruh self-efficacy secara langsung terhadap komitmen kerja diungkapkan oleh Lukmadana (2012), yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi self- efficacy karyawan maka semakin tinggi pula komitmen kerjanya. Penelitian lain tentang pengaruh Self-efficacy terhadap komitmen kerja juga diungkapkan oleh Asih dan Dewi (2017) dalam penelitiannya, yang mengatakan bahwa self-efficacy memiliki pengaruh positif terhadap komitmen kerja karyawan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Subagyo (2014) yang menyimpulkan, bahwa semakin tinggi tingkat self-efficacy karyawan maka semakin tinggi pula komitmen kerjanya, hal itu dikarenakan karyawan dengan tingkat self-efficacy tinggi akan mempunyai motivasi positif menyelesaikan tugasnya, dan tidak memiliki motivasi untuk meninggalkan pekerjaannya.

22 36 D. Kerangka Berfikir KARYAWAN OUTSOURCING Ketidakjelasan status Dan jenjang profesi Kekawatiran diberhentikan sewaktu-waktu RENDAHNYA SELF-EFFICACY Kurangnya motivasi Tidak ada tujuan yang jelas Emosi tidak stabil Mudah menyerah Komitmen afektif (affective commitment) Hilangnya ikatan emosional Kurangnya keterlibatan kerja Kurangnya keterlibatan kerja Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) Ketidak puasan terhadap imbalan Komitmen normatif (normative commitment) Kesalahan mengambil keputusan Kurangnya tanggung jawab KOMITMEN KERJA RENDAH Ketidakpuasan kerja Tidak maksimalnya kinerja Keinginan untuk berpindah atau keluar

23 37 E. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara self-efficacy dengan komitmen kerja pada karyawan outsourcing. Artinya semakin tinggi self-efficacy karyawan outsourcing, maka semakin tinggi pula komitmen kerjanya begitu juga sebaliknya, semakin rendah self-efficacy karyawan outsourcing maka semakin rendah pula komitmen kerja yang dimilikinya.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006:3), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013) 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasional 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasional Komitmen organisasional adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejelasan Sasaran Anggaran Menurut Halim & Syam Kusufi (2012) mengatakan bahwa anggaran memiliki peranan penting dalam organisasi sektor publik, terutama organisasi pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu:

BAB II URAIAN TEORITIS. a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: BAB II URAIAN TEORITIS A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen a. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; 2. Keinginan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen organisasi 1. Pengertian Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi. Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi. Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer (1990), adalah keadaan psikologis yang mengikat karyawan di dalam sebuah organisasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Teoritis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Teoritis 1. Komitmen Organisasi a. Pengertian Komitmen Organisasi Dalam prilaku organisasi, terdapat beragam definisi tentang komitmen organisasi. Sebagai suatu sikap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan adalah suatu organisasi yang memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan adalah mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada jalur formal di Indonesia terbagi menjadi empat jenjang, yaitu pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi Porter (1998:27) oleh Zainuddin (2002) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi

BAB II LANDASAN TEORI. dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Komitmen Organisasional Menurut Robbins (2008), komitmen karyawan terhadap organisasi yaitu sampai tingkat mana seorang pegawai memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982;

BAB II LANDASAN TEORI. berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan Steers, 1982; BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi dapat didefenisikan dengan dua cara yang amat berbeda. Cara pertama diajukan oleh Mowday, Porter, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Iklim Organisasi 2.1.1. Definisi Iklim Organisasi Awalnya, iklim organisasi adalah istilah yang digunakan merujuk kepada berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organizational Citizenship Behavior 2.1.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational citizenship behavior

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sehingga semua organisasi atau perusahaan yang bergerak di

BAB I PENDAHULUAN. dinamis, sehingga semua organisasi atau perusahaan yang bergerak di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia perekonomian dewasa ini tumbuh dan berkembang secara dinamis, sehingga semua organisasi atau perusahaan yang bergerak di dalamnya agar selalu mampu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Kinerja Karyawan Pengertian kinerja atau prestasi kerja diberi batasan oleh Moh As ad, (2003) sebagai kesuksesan seseorang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen organisasi 1. Pengertian Komitmen merupakan perilaku seseorang terhadap organisasi atau perusahaan dimana individu tersebut bisa bersikap tegas dan berpegang teguh pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan salah satu aset berharga yang dimiliki sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan salah satu aset berharga yang dimiliki sebuah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan salah satu aset berharga yang dimiliki sebuah perusahaan. Pada praktiknya, perusahaan sering melupakan hakikat sumber daya manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian Uraian 1. Judul Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Penelitian Uraian 1. Judul Penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu digunakan sebagai landasan dalam menyusun penelitian saat ini. Penelitian terdahulu dalam penelitian ini dijelaskan pada tabel 2.1 sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Kepemimpinan Transaksional 2.1.1 Definisi Gaya kepemimpinan Transaksional Menurut Bass dalam Robbins & Judge (2009:90) gaya kepemimpinan transaksional adalah model kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terpenting di dalamnya. Tanpa adanya manusia, organisasi tidak mungkin dapat digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia usaha dan industri tidak lepas dari adanya unsur manusia. Apa pun bentuk dan kegiatan suatu organisasi, manusia selalu memainkan peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya mewujudkan organisasi yang profesional, efektif, efisien,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuannya mewujudkan organisasi yang profesional, efektif, efisien, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahkamah Agung (MA) saat ini tengah menghadapi suatu perubahan lingkungan seperti yang tersurat dalam Cetak Biru Pembaharuan Peradilan tahun 2010-2035. MA sebagai salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Goal Setting Theory ini mula-mula dikemukakan oleh Locke (1968). Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Goal Setting Theory ini mula-mula dikemukakan oleh Locke (1968). Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Goal Setting Theory Goal Setting Theory ini mula-mula dikemukakan oleh Locke (1968). Teori ini mengemukakan bahwa dua cognitions yaitu values dan intentions (atau tujuan) sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Dewasa ini dunia mengalami perubahan dengan begitu cepatnya. Perubahan tersebut begitu terasa dan terus meningkat ke arah yang semakin maju. Untuk mengantisipasinya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Kerja Mangkunegara (2005) menyatakan : motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kompetitif dengan mendorong sebuah lingkungan kerja yang positif (Robbins dan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Lingkungan Kerja Meskipun tekanan kompetitif di kebanyakan organisasi semakin kuat dari sebelumnya, beberapa organisasi mencoba merealisasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali dipopulerkan oleh Organ

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan salah satu alat ukur dari keberhasilan sebuah perusahaan. Ketika kinerja dari karyawan meningkat maka bisa dipastikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam organisasi tersebut memiliki sumber daya manusia yang menunjukkan komitmen yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam organisasi tersebut memiliki sumber daya manusia yang menunjukkan komitmen yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi akan dikatakan menjadi organisasi yang produktif jika visi dan misi organisasi tersebut dapat tercapai. Hal terpenting dalam pencapaian usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komitmen organisasional menjadi hal penting pada sebuah organisasi dalam menciptakan kelangsungan hidupnya, apapun bentuk organisasi itu dalam mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. yang digunakan oleh para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. yang digunakan oleh para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Akuntansi Keperilakuan 2.1.1.1 Pengertian Akuntansi Keperilakuan Akuntansi adalah suatu sistem untuk menghasilkan informasi keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berbentuk perusahaan. Perusahaan merupakan badan usaha yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan dunia perbankan dan dunia usaha sekarang ini timbul lembaga keuangan seperti lembaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan tersebut berbentuk perusahaan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. Salim (dalam Martini dan Rostiana, 2003) bahwa komitmen organisasi di 16 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen bukanlah sesuatu yang bisa hadir begitu saja, karena itu untuk menghasilkan karyawan yang memiliki komitmen yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komitmen Organisasi 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi adalah keadaan dimana individu mempertimbangkan sejauh mana nilai dan tujuan pribadinya sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan dibahas tentang teori dari kepuasan kerja dan komitmen organisasi yang akan mendasari penelitian ini. Pemabahasan ini akan menjadi panduan dalam memahami secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan (Cusway, 2002). terus menerus untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kekuatan untuk menghadapi persaingan (Cusway, 2002). terus menerus untuk mencapai tujuan (Robbins, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting dalam suatu organisasi, karena efektifitas dan keberhasilan suatu organisasi sangat tergantung pada kualitas dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Kepuasan kerja 2.1.1. Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari dan digunakan sebagai konstruk pengukuran dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengaruh karakteristik pekerjaan dan kepuasan kerja terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN ORGANISASI 1. Definisi Komitmen Organisasi Komitmen organisasi menurut Robbins (2003) ialah suatu keadaan dimana karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuantujuannya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI Pemerintah merupakan organisasi pelayanan publik yang diharapkan dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Pegawai negeri sipil yang merupakan pelaksana tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Locus Of Control 2.1.1.1 Pengertian Locus Of Control Konsep tentang Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 2. Keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komitmen Organisasi 2.1.1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen Organisasi paling sering didefinisikan yaitu: 1. Keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa: A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa: A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Guru memiliki peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar, guru dituntut untuk melakukan pekerjaannya dengan maksimal dan memiliki kinerja yang baik dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Para ahli umumnya memberikan pandangan yang beragam mengenai pengertian komitmen organisasional. Priansa (2014) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job

BAB II LANDASAN TEORI. dari pembahasan komitmen organisasional dan work engagement terhadap job 9 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisikan tentang teori-teori yang digunakan untuk mendukung dan menjelaskan variabel dalam penelitian. Pembahasan dalam bab ini dimulai dari pembahasan komitmen organisasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dari organisasi tempat

Lebih terperinci

2.1 Komitmen Organisasi

2.1 Komitmen Organisasi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini membahas tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, sehingga dapat menjadi landasan teoritis dalam mendukung penelitian ini.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pertukaran Sosial Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori pertukaran sosial. Fung et al., (2012) menyatakan bahwa teori

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Tindakan Beralasan Teori tindakan beralasan yang dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) menyatakan bahwa perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Kerja 1. Kepuasan Kerja Guru Robbins & Judge (2012) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN KUESIONER PENELITIAN Sehubungan dengan penelitian saya yang berjudul: PENGARUH KOMITMEN ORGANISASIONAL DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KEINGINAN UNTUK KELUAR KARYAWAN PT. MAPAN WIJAYA SEMARANG, maka saya memohon

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN HIPOTESIS. Dengan menjadi bagian dari perusahaan, karyawan dididik untuk berkomitmen

BAB II LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN HIPOTESIS. Dengan menjadi bagian dari perusahaan, karyawan dididik untuk berkomitmen BAB II LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN HIPOTESIS 2.1. Komitmen Organisasi Ketika perusahaan menawarkan pekerjaan dan pelamar kerja menerima tawaran tersebut, pelamar kerja tersebut telah menjadi bagian dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan berisi penjelasan mengeai teori-teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori komitmen profesi, komitmen organisasi, dan guru, serta hubungan antara komitmen

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN TEORETIS

BAB 2 KAJIAN TEORETIS BAB 2 KAJIAN TEORETIS 2.1 Definisi Konsep 2.1.1 Turnover Intention Turnover intention (keinginan keluar dari pekerjaan) merupakan tanda awal terjadinya turnover (keluar dari pekerjaan) (Sunarso, 2000).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Komitmen Organisasi 1.1 Definisi Komitmen Organisasi Kata komitmen berasal dari kata latin yang berarti to connect. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernah dilakukan sebelumnya untuk semakin memperkuat kebenaran empiris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernah dilakukan sebelumnya untuk semakin memperkuat kebenaran empiris BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Bab ini menguraikan tentang beberapa teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian. Selain itu akan disertakan pula penelitian terdahulu yang pernah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Intention To Quit 2.1.1. Pengertian Intention To Quit Intention to quit adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Disiplin Kerja. penguasaan diri dengan tujuan menahan impuls yang tidak diinginkan, atau untuk

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Disiplin Kerja. penguasaan diri dengan tujuan menahan impuls yang tidak diinginkan, atau untuk BAB II LANDASAN TEORITIS A. Disiplin Kerja 1. Pengertian Disiplin Kerja Menurut kamus psikologi Chaplin (2002) dijelaskan disiplin adalah satu cabang ilmu pengetahuan, kontrol terhadap bawahan, hukuman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pencapaian tujuan tersebut, perusahaan membutuhkan tenaga-tenaga

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pencapaian tujuan tersebut, perusahaan membutuhkan tenaga-tenaga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan memiliki tujuan atau target tertentu yang hendak dicapai. Dalam pencapaian tujuan tersebut, perusahaan membutuhkan tenaga-tenaga profesional

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Budaya Organisasi 2.1.1 Pengertian Budaya Organisasi Pada dasarnya Budaya organisasi dalam perusahaan merupakan alat untuk mempersatukan setiap invidu yang melakukan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik dan lingkungannya. Artinya guru memiliki tugas dan tanggung

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik dan lingkungannya. Artinya guru memiliki tugas dan tanggung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah sebagai institusi pengelola pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Pengelolaan sekolah diharapkan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS

BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, RANCANGAN HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2003), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Organisasi Menurut Gibson, Ivancevich, Donnelly & Konopaske (2009) organisasi merupakan bagian dari unit - unit yang dikoordinasikan dengan tujuan yang tidak secara individu,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN : 107). Mathis dan Jackson (2006 : 98) menyatakan kepuasan kerja adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN : 107). Mathis dan Jackson (2006 : 98) menyatakan kepuasan kerja adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kepuasan Kerja 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), karena secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORETIS. Penelitian yang dilakukan oleh Arafah (2007) dengan judul Pengaruh

BAB II URAIAN TEORETIS. Penelitian yang dilakukan oleh Arafah (2007) dengan judul Pengaruh BAB II URAIAN TEORETIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Arafah (2007) dengan judul Pengaruh Kepemimpinan Manajer Operasi terhadap Prestasi Karyawan PT. Bank Muammalat Medan. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia dipandang sebagai salah satu aset perusahaan yang penting,

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia dipandang sebagai salah satu aset perusahaan yang penting, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber daya manusia dipandang sebagai salah satu aset perusahaan yang penting, karena manusia merupakan sumber daya manusia yang dinamis dan selalu dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara BAB II LANDASAN TEORI A. KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP ORGANISASI 1. Defenisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara individu karyawan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis A. Budaya Kerja 1. Pengertian Budaya Budaya adalah pokok penyelesaian masalah-maslah eksternal dan internalyang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theori.grand

BAB II KAJIAN PUSTAKA. teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theori.grand BAB II KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini menggunakan kajian teoritis dan kajian empiris. Kajian teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theori.grand theory yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan UU No. 3 tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan UU No. 3 tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Berdasarkan UU No. 3 tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang tetap dan terus menerus yang didirikan serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Ada berberapa pendapat para ahli mengenai pengertian manajemen sumber daya manusia seperti: Menurut Hasibuan (2013:10), Manajemen Sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. karyawan dan organisasi yang berimplikasi terhadap keputusan untuk bertahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. karyawan dan organisasi yang berimplikasi terhadap keputusan untuk bertahan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Komitmen Organisasional 2.1.1.1 Definisi Komitmen Organisasional Komitmen organisasi didefinisikan sebagai pendekatan psikologis antara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan

BAB II LANDASAN TEORI. maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kepuasan Kerja Kepuasan kerja didefinisikan sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya (Robbins, 2006). Dalam hal ini adalah karyawan. Karyawan dapat menilai seberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi/korporat (corporate social responsibilities ), workforce diversities,

BAB I PENDAHULUAN. organisasi/korporat (corporate social responsibilities ), workforce diversities, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumberdaya manusia merupakan salah satu aspek krusial yang menentukan keberhasilan misi dan visi suatu perusahaan, oleh karena itu keberadaannya mutlak dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Mathis dan Jackson (2006, p.3), manajemen sumber daya manusia adalah rancangan rancangan sistem formal

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. penggerak yang mendorong perubahan organisasi. dikaji dan diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena

BAB I. Pendahuluan. penggerak yang mendorong perubahan organisasi. dikaji dan diteleti, karena paling sering diamati namun merupakan fenomena BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Pemimpin sebagai panutan dalam organisasi, sehingga perubahan harus dimulai dari tingkat yang paling atas yaitu pemimpin itu sendiri. Maka dari itu, organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kesuksesan organisasi di masa depan. Kemampuan perusahaan. efektif dan efisien (Djastuti, 2011:2).

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kesuksesan organisasi di masa depan. Kemampuan perusahaan. efektif dan efisien (Djastuti, 2011:2). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan perekonomian pasar bebas dalam abad 21 adalah persaingan sumber daya manusia yang berkualitas. Manusia yang menjadi perencanaan, pelaku dan penentu dari operasional

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kepuasan Kerja Stephen P. Robbins (2008:40) kepuasan kerja adalah suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan organisasi pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena merupakan salah satu sarana penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Turnover. Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Intensi Turnover. Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Turnover 1. Pengertian Intensi Turnover Definisi Intensi turnover menurut Harnoto (2002) adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Kepuasan Kerja Kepuasan kerja menurut Cekmecelioglu et al. (2012), merupakan hal yang paling memadai bila dikonseptualisasikan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian dari Scapinello (1989) menunjukkan bahwa seseorang dengan tingkat kebutuhan akan prestasi yang tinggi kurang dapat menerima kegagalan daripada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Kerja 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja Di antara para pakar memberikan pengertian tentang kepuasan kerja atau job satisfaction dengan penekanan pada sudut pandang masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, banyak perusahaan yang telah menetapkan pembagian karyawan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak, baik perusahaan swasta maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi pada perusahaan Keramik Pondowo malang, dengan hasil penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Junaidi (2000) dengan judul Pengaruh motivasi terhadap prestasi kerja karyawan bagian produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik tidak akan pernah mengabaikan sumber daya manusia mereka, karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. baik tidak akan pernah mengabaikan sumber daya manusia mereka, karena dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan sesuatu yang sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan perusahaan. Oleh sebab itu, perusahaan yang baik tidak akan pernah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen Kinerja (PMK) baik di Rumah Sakit maupun Puskesmas, namun

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen Kinerja (PMK) baik di Rumah Sakit maupun Puskesmas, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan, dalam hal ini adalah Rumah Sakit. Indikator pelayanan keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala bidang, diantaranya politik, sosial, ekonomi, teknologi dan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi segala bidang, diantaranya politik, sosial, ekonomi, teknologi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, perkembangannya meliputi segala bidang, diantaranya politik, sosial, ekonomi, teknologi dan pendidikan. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi dibentuk sebagai wadah bagi sekumpulan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi dibentuk sebagai wadah bagi sekumpulan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi dibentuk sebagai wadah bagi sekumpulan individu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Wibowo, 2007:25). Efektifnya organisasi tergantung kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komitmen Organisasi 2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi sering dikaitkan dengan keadaan dimana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Quality Of Work Life Menurut Davis dan Newstroom (1994) QWL mengacu pada keadaan menyenangkan atau tidaknya lingkungan kerja. Tujuan pokoknya adalah mengembangkan lingkungan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. penting yang dibutuhkan dalam menjaga kepercayaan individu dan organisasi.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. penting yang dibutuhkan dalam menjaga kepercayaan individu dan organisasi. BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pada sebuah organisasi tentu kinerja pegawai sangat berpengaruh bagi kemajuan organisasi/perusahaan. Hal ini dikarenakan sebuah organisasi/perusahaan tidak akan bergerak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kepemimpinan 2.1.1.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Stephen P. (2002:135) Dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rahayu S. Purnami, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rahayu S. Purnami, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peningkatan jumlah perguruan tinggi swasta menuntut masing-masing institusi perguruan tinggi swasta termasuk Politeknik Komputer Niaga LPKIA (PKN LPKIA)

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting dalam keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Manusia, dalam hal ini karyawan adalah aset utama yang

Lebih terperinci

Contoh Komitmen Karyawan terhadap Perusahaan / Organisasi di PT. Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia)

Contoh Komitmen Karyawan terhadap Perusahaan / Organisasi di PT. Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) Contoh Komitmen Karyawan terhadap Perusahaan / Organisasi di PT. Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) a. Ingin memberikan yang terbaik bagi perusahaan. b. Ingin mengembangkan pengetahuan dan

Lebih terperinci